PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P” ANAK TUNARUNGUDI SLB-B SUMBERSARI - BANDUNG.

(1)

PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P”

ANAK TUNARUNGUDI SLB-B SUMBERSARI - BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Khusus

Oleh:

Hidya Marti Nurazizah 1001858

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Studi Eksperimen SSR (Single Subjek Research) dengan desain A-B-A

Oleh

Hidya Marti Nurazizah 1001858

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

©Hidya Marti Nurazizah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, difoto copy, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

LEMBAR PENGESAHAN HIDYA MARTI NURAZIZAH

NIM. 1001858

PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P” ANAK

TUNARUNGGU DI SLB-B SUMBERSARI BANDUNG disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dr. Budi Susetyo, M.Pd. NIP. 19580907198701001

Pembimbing II

dr. Riksma Nurahmi, M.Pd NIP. 197511182005012001

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus FIP UPI Bandung

Drs. Sunaryo, M.Pd NIP. 195607221985031001


(4)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GRAFIK... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Batasan Masalah... 4

D. Rumusan Masalah... 5

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS... 6

A. Deskripsi Teori... 6

1. Konsep Dasar Ketunarunguan... 7

2. Konsep Dasar Artikulsi... 12

3. Latihan Pernafasan... 17

4. Media Harmonika... 18

B. Penelitian yang Relevan... 21

C. Kerangka Berfikir dan Hipotesis... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Variabel Penelitian... 25

1. Variabel Bebas... 25

2. Variabel Terikat... 25

B. Metode Penelitian... 25


(5)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Subjek Penelitian... 26

2. Lokasi Penelitian... 27

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data... 27

1. Intrumen Penelitian... 27

2. Teknik Pengumpulan Data... 32

E. Teknik Pengolahan Data... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

A. Hasil Penelitian... 35

B. Analisis Data Hasil Penelitian... 36

1. Analisis Dalam Kondisi... 36

2. Analisis Antar Kondisi... 45

C. Pembahasan... 50

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 52

A. Kesimpulan... 52

B. Rekomendasi... 52

DAFTAR PUSTAKA... 54


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 28

Tabel 4.1 Skor Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 35

Tabel 4.2 Persentase Nilai Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 36

Tabel 4.3 Data Panjang Kondisi... 37

Tabel 4.4 Data Kecenderungan Arah... 38

Tabel 4.5 Rangkuman Kondisi Kecenderungan Stabilitas... 42

Tabel 4.6 Kondisi Jejak Data... 42

Tabel 4.7 Kondisi Level Stabilitas dan Rentang... 42

Tabel 4.8 Perubahan Level... 43

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Analisis Dalam Kondisi... 43

Tabel 4.10 Data Jumlah Variabel... 45

Tabel 4.11 Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya... 45

Tabel 4.12 Perubahan Kecenderungan Stabilitas... 46

Tabel 4.13 Perubahan Level... 46

Tabel 4.14 Data Overlap... 48


(7)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Persentase Nilai subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 36

Grafik 4.2 Kecenderungan Arah... 38

Grafik 4.3 Kecenderungan Stabilitas Fase Baseline 1 (A-1)... 39

Grafik 4.4 Kecenderungan Stabilitas Fase Intervensi (B)... 40

Grafik 4.5 Kecenderungan Stabilitas Fase Baseline 2 (A-2)... 41

Grafik 4.6 Data Overlap Fase Baseline 1 (A-1) ke Intervensi (B)... 47

Grafik 4.7 Data Overlap Fase Intervensi (B) keBaseline 2 (A-2)... 48


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kartu Bimbingan... 57

Lampiran 2 : Jadwal Penelitian... 60

Lampiran 3 : Expert Judgement... 62

Lampiran 4 : Instrumen Pengujian Reliabilitas dan Tabel Hasil Reliabilitas... 84

Lampiran 5 : Instrumen Penelitian dan Hasil Penelitian... 138

Lampiran 6 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 158

Lampiran 7 : Surat-surat Penelitian... 161


(9)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P” ANAK

TUNARUNGU DI SLB-B SUMBERSARI BANDUNG OLEH: HIDYA MARTI NURAZIZAH (1001858)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan

media harmonika dalam melatih kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”

dengan subjek anak tunarungu kelas VI SD di SLB-B Sumbersari berinisial NAF yang akan diberikan latihan artikulasi menggunakan harmonika. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode Single Subject Research (SSR) dengan desain A-B-A. A-1 adalah fase baseline 1 yang dilakukan selama 4 sesi dan berfungsi untuk mengetahui kondisi subjek sebelum diberikan intervensi, B adalah intervensi yaitu fase pemberian latihan yang dilakukan sebanyak 7 sesi, dan A-2 adalah baseline 2 yang dilakukan sebanyak 4 sesi dan bertujuan untuk fase kontrol dari A-1 dan B sekaligus untuk menarik kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian selama 15 kali sesi pertemuan, diperoleh hasil bahwa kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF mengalami peningkatan yang cukup signifikan setelah diberikan intervensi dengan menggunakan media harmonika. Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil mean level pada fase baseline 1 (A-1) sebesar 40,63%, fase intervensi (B) 63,49%, dan fase baseline 2 (A-2) sebesar 79,51%, dari hasil tersebut terlihat bahwa pemberian intervensi

memberikan pengaruh positif pada kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”

subjek NAF.

Kata Kunci :Komunikasi, Artikulasi Konsonan Bilabial “P”, Media Harmonika


(10)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

SUMBERSARI BANDUNG

OLEH: HIDYA MARTI NURAZIZAH (1001858)

The purpose of this study was to determine the effect of media use harmonica in training capability bilabial consonant articulation "P" with the subject of deaf children in the sixth grade SLB-B Sumbersari initials NAF will be given articulation exercises using the harmonica. The method used in the study of methods of Single Subject Research (SSR) with ABA design. A-1 is the first baseline phase were carried out for 4 sessions and is used to determine the condition of the subject before granted intervention, Phase B is the intervention that is giving training sessions conducted by 7, and A-2 are the baseline 2 were carried out as many as four sessions and aims to control phase of the A-1 and B at the same time to draw conclusions. After doing research for 15 times of sessions, the results showed that the ability of articulation bilabial consonants "P" NAF subjects experienced a significant increase after a given intervention using media harmonica. This can be evidenced from the results of the mean baseline level in phase 1 (A-1) of 40.63%, the intervention phase (B) 63.49%, and the baseline phase 2 (A-2) of 79.51%, of the results It is seen that the provision of the intervention had a positive influence on the ability of the articulation of bilabial consonants "P" NAF subject.

Keywords: Communication, Articulation bilabial consonants "P", Media Harmonica


(11)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan

Sesuai dengan hasil analisis data, diperoleh keterangan bahwa penggunaan media harmonika dalam fase intervensi dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” pada subjek NAF. Peningkatan ini dapat dilihat dari perubahan mean level subjek yang mengalami peningkatan dari fase baseline 1 (A-1) 40,63% ke fase intervensi (B) 63,49% menunjukan peningkatan sebesar 22,86%, dan dari fase intervensi (B) 63,49% ke fase baseline 2 (A-2) 79,52% menunjukan peningkatan sebesar 16,02%. Maka dari itu dapat disimpulkan kembali bahwa media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” pada anak tunarunggu khususnya NAF.

B.Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah jelaskan di atas, maka peneliti memberi rekomendasi kepada pihak-pihak yang dipandang perlu untuk menindak lantuji hasil penelitian ini. Seperti telah diketahui bahwa penggunaan media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” anak tunarunggu, oleh karena itu peneliti menyarankan beberapa hal diantaranya sebagai berikut.

1. Rekomendasi bagi para pendidik

Penelitian ini sekiranya dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi para pendidik untuk menggunakan media harmonika dalam proses latihan artikulasi di sekolah

2. Rekomendasi bagi para terapis

Media harmonika dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi para terapis khususnya dalam terapi artikulasi untuk menjadi salah satu media


(12)

yang dapat digunakan dalam latihan artikulasi maupun dalam latihan bina konsepsi persepsi bunyi dan irama (BKPBI).

3. Rekomendasi bagi para peneliti selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya dapat mengadakan penelitian dengan menggunakan media harmonika tetapi dengan target behavior yang berbeda, misalnya untuk latihan artikulasi konsonan bilabial “B”.

b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian kepada subjek yang memiliki hambatan yang berbeda, seperti anak yang mengalami hambatan pada proses artikulasinya atau bahkan pada anak berkebutuhan khusus lainnya dengan menggunakan media harmonika untuk melatih pernafasan dan pengartikulasiannya.


(13)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori

1. Konsep Dasar Ketunarunguan a. Pengertian Anak Tunarungu

Istilah tunarungu diambil dari kata “Tuna” dan “Rungu”. Tuna

artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pda dasarnya mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini mengandung beberapa definisi anak tunarungu.

Somad dan Hernawati (1995, hlm. 27) mengemukakan bahwa

“tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mengungkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengarannya”. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga penderngaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Selain itu, Mufti Salim dalam Somantri (2005, hlm. 93) menyimpulkan bahwa:

„anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat


(14)

pendengaran sehingga ia mengalami hambatan pendengaran bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.‟

Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengarannya baik sebagaian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.

b. Klasifikasi Tunarungu

1) Klasifikasi berdasarkan saat terjadi ketunarunguan

Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan menurut Kirk dkk (dalam Efendi, 2005, hlm. 62)yaitu sebagai berikut :

a) Ketunarunguan bawaan, artinya ketika anak lahir sudah mengalami tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi

b) Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadi ketunarunguan setelah anak lahir. akibat kecelakaan atau suatu penyakit 2) Ketunarunguan menurut lokasi gangguan

Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan lokasi terjadinya ketunarunguan dalam Somad dan Hernawati(1995, hlm. 32)yaitu sebagai berikut :

a) Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat

gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.

b) Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila


(15)

8

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.

c) Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada

sistem syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan

individu mengalami kesulitan memahami apa yang

didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya. 3) Klasifikasi menurut tarafnya

Taraf dari ketunarunguan seseorang dapat dites dengan audiometris, maka dari itu Andreas Dwidjosumarto (1990) dalam Somantri (2005, hlm. 95) mengemukakan empat tingkatan taraf dari ketunarunguan untuk kepentingan pendidikan, yaitu:

a) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.

b) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 – 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. c) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 – 89

dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.

d) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat


(16)

terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual.

Menurut Delphie, B. (2006, hlm. 102) derajat kemampuan berdasarkan ukuran audiometer menyebabkan klasifikasi anak dengan kemampuan pendengaran menurut decibel (dB) dibedakan menjadi 6 kategori, yaitu sebagai berikut:

a) 0 -26 dB masih mempunyai pendengaran normal

b) 27 – 40 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat-ringan, masih mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh. Individu tersebut membutuhkan terapi bicara

c) 41- 55 dB termasuk tingkat mengah, dapat mengerti bahasa percakapan. Indiidu tersebut membutuhkan alat bantu dengar. d) 56 -70 dB termasuk tingkat menengah berat. Kurang mampu

mendengar dari jarak dekat memerlukan alat bantu dengar dan membutuhkan latihan berbicara secara khusu.

e) 71 – 90 dB termasuk tingkat berat. Individu tersebut termasuk orang yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengarkan suara keras yang berjarak kurang lebih satu meter. Kesulitan membedakan suara yang berhubungan dengan bunyi secara tetap.

f) 91 sampai dengan sterusnya termasuk individu yang mengalami ketulian sangat berat. Tidak dapat mendengar suara, sangat membutuhkan bantuan khusus secara intensif terutama dalam keterampilan percakapan/berkomunikasi. c. Dampak Ketunarunguan

Dampak utama ketunarunguan pada perkembangan anak adalah dalam bidang bahasa dan ujaran. Kita perlu membedakan antara bahasa (sistem utama yang kita pergunakan untuk berkomunikasi) dan ujaran (bentuk komunikasi yang paling sering dipergunakan oleh


(17)

10

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang yang dapat mendengar). Menurut Somad dan Hernawati (1995,

hlm. 35) menyatakan bahwa “kemampuan berbicara dan bahasa anak

tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan

mendengar”. Hambatan tersebut dapat mengakibatkan kesulitan dalam

belajar di sekolah dan dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat mendengar atau berbicara sehingga berdampak pada perkembangan sosial dan keragaman pengalaman dari anak tunarunggu. Masalah tersebut karena sebagian besar perkembangan sosial masyarakat didasarkan atas komunikasi lisan, begitu pula perkembangan komunikasi itu sendiri, sehingga gangguan dalam proses ini (seperti terjadinya gangguan pendengaran) akan menimbulkan masalah.

Seperti yang dikemukakan oleh Sadja‟ah (2002, hlm. 17) mengemukakan bentuk-bentuk kesalahan anak tunarungu dalam peniruan bunyi bahasa, yaitu:

1) Dalam membentuk huruf tidak/ kurang utuh/ standar 2) Sering tertukar huruf

3) Sering menambah/ mengurangi huruf 4) Sering kata-katanya terpatah-patah

5) Bicaranya tidak berirama (monoton/ datar)

Kehilangan pendengaran berakibat langsung pada kemampuan penggunaan bahasa dan kemampuan berkomunikasi. Oleh karena itu anak tunarungu memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mengadakan interaksi sosial dengan, orang lain yang ada di lingkungannya.

Keadaan seperti ini akan berakibat pada perkembangan kepribadian, dengan ditandai oleh rasa kepercayaan diri yang kurang, diliputi oleh perasaan malu-malu, memiliki perasaan curiga dan cemburu yang berlebihan, sering merasa diperlakukan tidak adil,


(18)

sering diasingkan oleh keluarga dan masyarakat egocentric, impulsive, suggestable dan cenderung memiliki perasaan depresif. Ciri-ciri kepribadian tersebut juga merupakan akibat dari perlakuan orang tua dan masyarakat terhadap anak tunarungu.

Hubungan manusia dengan lingkungan bersifat transaksional, maksudnya adalah padaumumnya tingkah laku itu terjadi karena adanya hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara individu dengan lingkungan di sekitarnya. Fungsi-fungsi sensoris bertindak sebagai perantara antara individu dengan lingkungannya,baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Gangguan pada salah satu fungsi penginderaan akan berpengaruh pada hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya yang bersifat transaksional tadi.

Seorang individu yang mengalami gangguan pendengaran tertutup dari rangsangan suara yang berasal dari lingkungannya yang merupakan bagian integral dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kehilangan pendengaran menyebabkan terhambatnya kemampuan untuk berkomunikasi secara bebas dan efektif dengan keluarga,teman-teman dan orang lain yang berada di sekitarnya.

Manusia berkomunikasi saling berhubungan, dan saling mempengaruhi melalui bahasa, meskipun bahasa itu dapat dinyatakan secara tertulis,tetapi bahasa lisanlah cara yang paling banyak digunakan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Di sinilah pentingnya fungsi pendengaran dalam melakukan fungsi sosial, dengan demikian kehilangan pendengaran akan menimbulkan masalah psiko-sosial pada orang yang menyandangnya.


(19)

12

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara mengalami hambatan yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam pendengaran. Perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu tidak mengalami hambatan sampai masa meraban karena meraban merupakan kegiatan alami pernafasan dan pita suara.

Tahap selanjutnya yaitu masa meniru, anak tunarungu berbeda dengan anak pada umumnya yang tidak mengalami gangguan dalam pendengarannya, anak yang dapat mendengar mampu meniru segala jenis bahasa dari berbagai segi, bisa visual maupun audio. Anak tunarungu hanya dapat melakukan peniruan yang sifatnya visual saja. Melihat kondisi tersebut maka banyak anak tunarungu yang mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan proses pernapasannya ketika berbicara yang disebabkan kurang terlatihnya organ-organ bicaranya karena tidak dapat mendengar sehingga tidak dapat meniru apa yang orang lain ucapkan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu tidak mengalami hambatan sampai pada tahap meraban, namun setelah masa meraban perkembangan bahasa dan bicara akan terhenti. Pada masa meniru perkembangan anak akan terbatas karena hanya akan meniru dengan menggunakan visualnya yaitu gerak dan isyarat. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa maka kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik dan dilatih secara khusus.

Melihat kondisi tersebut, maka anak tunarungu perlu dilatih dalam hal artikulasi, dalam modul Konsep Dasar Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran (Endang Rusyani, hlm. 17) tujuan dari latihan artikulasi tersebut adalah untuk mengembangkan bahasa lisan dari anak tunarunggu, yaitu:

1) Membentuk pola ucapan bunyi bahasa yang sesuai dengan aturan. 2) Memfungsikan organ-organ bicara yang mengalami kekakuan.


(20)

3) Menyadari bahwa setiap pola ucapannya apabila dirangkaikan antara satu dengan yang lainnya dapat menimbulkan makna-makna tertentu.

4) Terhindar dari sifat verbalisme.

5) Menambah pembendaharaan kata untuk kepentingan komunikasi. 6) Mengembangkan potensinya

7) Mengembangkan kepribadiannya

8) Mengembangkan emosi secara wajar dan mampu melakukan hubungan sosial dengan baik.

2. Konsep Dasar Artikulasi a. Pengertian Artikulasi

Artikulasi dalam proses komunikasi memiliki definisi yaitu gerakan-gerakan otot bicara yang digunakan untuk mengucapkan lambang-lambang bunyi bahasa yang sesuai dengan pola-pola yang standar sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, artikulasi memiliki arti pengucapan kata atau perubahan rongga dan ruang di saluran untuk menghasilkan bunyi bahasa.Kata artikulasi sendiri sering mengalami perluasan makna atau bahkan pergeseran makna dari maksud kata aslinya, contohnya para politikus sering mengakatan “artikulasikan pendapat anda”, berbeda dengan para penyanyi mereka sering mengatakan

“artikulasi kamu cukup baik”. Kemudian menurut Edja Sadj‟ah(2005, hlm. 46)

“Artikulasi adalah perangkat alat-alat ucap atau alat-alat berbicara dimana hasil mekanisme kerjanya memproduksi suara atau bunyi bahasa yang memiliki sifat-sifat khusus, sehingga bunyi yang dihasilkan antara yang satu dengan yang lainnya berbeda.”

Organ artikulasi yang berkaitan dengan otot-otot bicara berperan penting dalam perolehan bicara. Otot-ototnya yaitu bibir, lidah, velum. Sedangkan yang menggerakkan otot-otot bicara tersebut yaitu


(21)

14

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

saraf kranial (nervii craniales), yaitu nervus X atau nervus vagus (berfungsi untuk menerima rangsang dari organ dalam dan mengendalikan organ-organ dalam), nervus XII atau nervus hipoglossus (fungsinya mengendalikan pergerakan lidah), nervus Vatau nervus trigeminus (berfungsi menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di otak sebagai sentuhan dan menggerakan rahang) dan nervusIX atau nervus glosofaringeal (berfungsi untuk menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa dan mengendalikan organ-organ dalam).

Pengartikulasian bunyi bahasa atau suara akan terbentuk apabila adanya koordinasi unsur motoris (pernafasan), unsur yang bervibrasi (tenggorokan dengan pita suara), dan unsur yang beresonansi (rongga penuturan: rongga hidung, mulutdan dada). Apabila terdapat kelainan atau kerusakan pada salah satu unsur tersebut, maka akan mengakibatkan gangguan dalam artikulasinya. Gangguan yang dapat menyebabkan pengartikulasian kurang baik salah satunya karena gangguan pernafasan, contohnya adalah:

1) Alat-alat pernafasan yang tidak sempurna dikarenakan sakit paru-paru dan pleuritis atau radang diselaput-selaput yangmenyelubungi paru-paru. Lalu gangguan dalam susunan yang menghubungkan paru-paru dengan bagian luar, gangguan otot-otot pernafasan, dan gangguan saraf-saraf yang merangsang otot pernafasan hal tersebut juga dapat memperngaruhi pengartikulasian yang baik.

2) Alat pernafasan yang sempurna tetapi tidak berfungsisebagaimana mestinya, contohnya seperti yang terjadi pada anak tunarungu.

Lalu ada penyebab dari jenis-jenis penyakit akibat kelumpuhan otot, seperti yang dijelaskan dalam modul yang berjudul Konsep Dasar Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran(Endang R. hlm. 19) yaitu antara lain:


(22)

1) Satu pita suara tidak dapat bekerja, karena otot-ototnya tidak terangsang lagi.

2) Kumpulan otot-otot suara: muscle. Posticus. Otot Posticus ini yang membuka celah suara, kulumpuhan ini menyebabkan pita suara tidak dapat digerakkan.

3) Aphoni: Tidak ada suara. Termasuk gangguan fungsional, yakni pita suara tidak dapat ditutup sehingga tidak ada suara.

4) Phonastani: Suara kurang keras. Termasuk gangguan fungsional, akibat kelelahan (terlalu banyak bicara,pidato), tidak ada kelainan pada pita suara.

5) Bengkak atau tumor pada pita suara. Gangguan organis. Suara kurang keras dan tidak jelas. Penyebabnya dapat karena: 1) Infeksi pada pita suara, 2) Terlalu keras berteriak/ menyanyi dengan kurang memperhatikan pernafasan, 3) batuk-batuk.

6) Gangguan diwaktu perubahan (pubertet).

Sedangkan gangguan artikulasi dalam Modul 1 ((Endang R. hlm. 20) dapat disebabkan karena faktor organis dan faktor fungsional. 1) Faktor Organis

 Kelainan bawaan

 Kelainan yang didapat setelah kalahiran, kelainan ini dapat terjadi karena luka,misalnya perforasi langit-langit, dan dapat terjadi akibat kelumpuhan, misalnya:kelumpuhan lidah sebagian atau seluruhnya, operasi polip, pendarahan dalam otak.

2) Faktor Fungsional

Gangguan ini biasanya alat-alat artikulasi baik, tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Gangguan-gangguan ini antara lain:

 Kesanggupan alat-alat artikulasi tidak baik, gerak-gerak otot tidak cukup halus.


(23)

16

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

 Gangguan perhatian

 Meniru gerakan artikulasi yang salah. Anak belajar bicara dengan meniru,apabila di sekelilingnya berartikulasi salah maka anak akan menirukanartikulasi yang salah tersebut.

 Gangguan pendengaran  Lemah ingatan

 Dyslalia

b. Perkembangan Artikulasi

Perkembangan kemampuan artikulasi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memproduksi bunyi-bunyi bahasa yang digunakan untuk ekspresi verbal. Ujaran yang diproduksi oleh alat bicara harus sesuai dengan konsep dan lambang dari suatu konsep yang menjadikan tujuan ucapan. Konsep yang dihubungkan dengan lambang, selanjutnya akan dibentuk dan disuarakan melalui organ atau alat-alat artikulasi serta alat peninggi bunyi (resonasi) sehingga dapat didengar dan dapat dimengerti oleh orang lain.

c. Pembagian Konsonan Menurut Dasar Artikulasi

Huruf vokal dan konsonan memiliki perbedaan dari cara pengucapan dan organ bicara yang digunakannya. Untuk huruf konsonan sesuai dengan dasar artikulasi dan organ-organ artikulasi maka konsonan dibagi menjadi 7 jenis konsonan, seperti yang di

kemukakan oleh Edja Sadja‟ah (2003, hlm. 96) yaitu:

1) Konsonan bilabial

Konsonan ini terdiri dari huruf P, B, M, dan W, huruf ini termasuk dalam konsonan bilabial karena bunyi bahasa yang dihasilkan oleh pergerakan antara bibir atas dan bibir bawah.


(24)

Huruf F dan V termasuk dalam konsonan labio dental karena bunyi bahasa yang dihasilkan ketika gigi atas dan bibir bawah bersatu.

3) Konsonan dental

Konsonan dental adalah bunyi bahasa yang keluar ketika ujung lidah dan lengkung kaki gigi bertemu, konsonan ini juga bisa disebut dengan bunyi apiko alverolar dan yang termasuk kedalam konsonan dental adalah huruf T, D, L, dan N.

4) Konsonan alveoral

Konsonan alveoral terdiri dari huruf S, Z dan R. Bunyi bahasa terjadi anatara daun lidah dan langit-langit keras juga disebut lamino alveolar.

5) Konsonan palato alveoral

Konsonan C dan J termasuk kedalam konsonan palato alveoral karena bunyi bahasa ini terjadi antara tengah lidah dan langit-langit keras.

6) Konsonan velar

Konsoanan velar ini terdiri dari huruf L, G, X, dan Y, bunyi bahasa terjadi anatara pangkal lidah dan langit-langit lembut. 7) Konsonan glottal/ bunyi faringal

Konsonan glottal hanya terdiri dari 1 konsonan yaitu H, bunyi bahasa terjadi antara akar lidah dan dinding belakang rongga kerongkongan.

3. Latihan Pernafasan

Pernafasan yang baik, teratur dan kuat sangat diperlukan dalam proses berbicara terutama dalam proses pengartikulasian, namun seringkali anak tunarungu kurang baik, kurang teratur dan juga lemah dalam proses pernafasannya sehingga suara yang dihasilkannya kurang baik. Menurut


(25)

18

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Somad dan Hernawati(1995, hlm. 119) penyebab dari kesalahan atau kekurangan pernafasan yaitu:

a. Menarik nafas sambil mengempiskan perut atau dada b. Bernafas dengan bahu

c. Mulai berbicara dengan menarik nafas

d. Tidak dapat menguasai nafas, sehingga perkataannya terputus-putus. Somad dan Hernawati (1995, hlm. 120) mengungkapkan pula bagaimana memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam pernafasan dengan empat cara latihan nafas, yaitu:

a. Bernafas dengan bahu

Bahu naik ke atas saat menarik nafas dan kembali turun ke bawah waktu menghembuskan nafas, lakukan secara sinkron jangan sampai terbalik saat menarik nafas bahu turun dan bahu naik waktu membuang nafas.Namun cara seperti ini tidak begitu baik, karena nafas yang dihasilkan dangkal dan mengakibatkan kalimat jadi terputus-putus.

b. Bernafas dengan dada

Sewaktu menarik nafas dada melebar dan mengembang ke dapan dan samping kemudian mengempis kembali sewaktu membuang nafas. Usahakan menarik nafas sampai benar-benar maksimal agar seluruh otot-otot sela iga meregang maksimal sehingga paru juga akan mengembang secara maksimal. Cara seperti ini juga tidak begitu baik, karena jadi terkesan cepat lelah dan akibatnya suara jadi tidak stabil dan terputus-putus.

c. Bernafas dengan perut (tipe diagfragma)

Seperti bayi, begitu menarik nafas perut mengembang keluar dan saat membuang nafas perut mengempis kembali masuk ke dalam. Bila


(26)

merasa kesulitan dengan awalan menarik nafas, bisa dilakukan dengan cara sebaliknya yaitu membuang nafas sampai habis sambil menekan perut ke dalam dengan tangan secara lembut. Setelah nafas habis tangan dilepaskan, dengan otomatis nafas akan masuk kembali dan dibantu dengan tambahan menarik nafas pelan dan panjang perut akan mengembang – menonjol ke depan.

d. Bernafas dengan kombinasi (tipe campuran)

Merupakan kombinasi dari ke tiga cara di atas. Tarik nafas perut mengembang ke depan, dada melebar dan mengembang ke depan dan bahu naik ke atas. Buang nafas, perut mengempis kembali, dada mengempis dan bahu turun.

Latihan-latihan pernafasan diatas dapat dilakukan langsung atau bisa juga dengan menggunakan media untuk memaksimalkan latihan. Contoh dari media tiup yang dapat digunakan dalam latihan pernafasan anak tunarunggu salah satunya adalah alat musik seperti harmonika.

4. Media Harmonika

Supaya penyampaian materi pelajaran dapat diterima dengan baik serta manarik bagi siswa, maka sebaiknya memanfaatkan alat peraga yang disukai oleh siswa sekaligus dapat membantu dalam pembelajaran. Penggunaan sebuah alat peraga atau media akan menarik minat siswa dalam belajar.

Media dalam Piran Wiroatmodjo (1984, hlm. 5) berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media juga bisa didefinisikan seperti yang dikemukakan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikas Pendidikan (Association of Education and Comunication Technology/AECT, 1977) dalam Piran Wiroatmojdo (1984, hlm. 5)


(27)

20

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang untuk menyalurkan pesan atau informasi”. Media Pembelajaranmenurut Arsyad (2011, hlm. 15) menyatakan:

Dalam proses belajar mengajar ada dua unsur penting yaitu metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan, pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada beebagai aspek lain yang harus diperharikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas, dan respon yang diharapkan siswa kuasiai setelah pembelajaran berlangsung, dan konsteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa.

Menurut Tati Hernawati dalam modul Media dan Prasarana Pembelajaran Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran, menyatakan:

Media pembelajaran merupakan teknologi pembawa pesan yangdapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran atau pelatihan. Disamping itu mediadapat diartikan juga sebagai sarana fisik untuk meyampaikan isi/materi pembelajaran/pelatihan serta sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual termasukteknologi perangkat kerasnya. (Hernawati, T., hlm. 1)

Pengertian mengenai media di atas, dapat disimpulkan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Media juga dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti yang dikemukakan oleh Rudy Bret (1971) dalam Muthoharoh (2009) yang menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak) yaitu terdiri dari:

a. Media audio b. Media cetak c. Media visual diam d. Media visual gerak e. Media audio semi gerak f. Media visual semi gerak


(28)

g. Media audio visual diam h. Media audio visual gerak

Media yang digunakan peneliti adalah media tiup untuk melatih pernapasannya, media ini termasuk kedalam media audio visual diam. Definisi tiup sendiri yaitu kata awal dari meniup, menurut kamus besar bahasa indonesia kata tiup memiliki arti yaitu embus, sehingga kata meniup memiliki definisi menghembus, konteks dalam media ini yaitu kegiatan meniup adalah kegiatan menghembuskan udara atau angin dari organ pernafasan. Kegiatan meniup ini menggunakan media pembelajaran harmonika.

Wikipedia (2013) menjelaskan bahwa harmonika adalah salah satu alat musik yang cukup mudah digunakan atau dimainkan, caranya hanya tinggal ditiup atau dihisap sampai menghasilkan suara. Harmonika awalnya adalah alat musik tradisonal Cina yang bernama sheng, alat musik ini telah digunakan kira-kira 5000 tahun yang lalu sejak kekaisaran Nyu-Kwa. Kemudian pada tahun 1821, Christian Friedrich Buschmann menemukan harmonika modern yang terbuat dari plat-plat getar dari logam dan disusun secara horizontal dengan desain yang kurang baik dan hanya menyediakan nada tiup kromatis. Setelah itu banyak yang meniru desain tersebut dan memperbaikinya sehingga lebih bagus. Salah satunya adalah Richter yang mengembangkan variasi harmonika pada tahun 1826 dengan 10 lubang tetap dan 20 pelat getar dengan pemisahan fungsi pelat yang ditiup dan yang dihisap.

Teknik pernafasan yang digunakan dalam meniup atau menghisap harmonika adalah teknik pernapasan perut, saat meniup harmonika maka udara yang dikeluarkan dari perut sehingga perut menjadi kempes, dan sebalikanya ketika harmonika dihisap maka perut akan membuncit karena udara masuk ke dalam perut. Ketika harmonika akan digunakan letakan


(29)

22

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

secara horizontal diantara bibir atas dan bibir bawah kemudian tahan dan tiup atau hisap sampai harmonika mengeluarkan suara.

Konsonan P termasuk kedalam konsonan hambat letup bilabial yaitu konsonan yang terjadi dengan hambatan penuh arus udara, kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Konsonan P ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah dan artikulator pasifnya bibir atas. Artinya yaitu konsonan P dihasilkan ketika bibir atas dan bibir bawah bertemu atau dirapatkan kemudian arus udara masuk dan dikeluarkan lagi secara tiba-tiba. Dilihat dari cara pengucapan konsonan P yang menggunakan organ bicara bibir atas dan bibir bawah penelitipun memilih media harmonika sebagai media tiup untuk melatih pengucapan konsonan salah satu siswa tunarunggu di SLB-B Sumbersari karena cara penggunaan harmonika yang hampir sama dengan cara pengucapan konsonan P.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan latihan yang bertujuan meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ratih Dwi Lestari (2013) dengan judul “Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif (S) Melalui Permainan Tongue Twister Pada Siswa Tunarungu”.Hasil dari penelitian yang dilakukan Ratih menunjukan adanya pengaruh dari permainan tongue twister terhadap kemampuan wicara atau

artikulasi konsonan frikatif “S” anak tunarungu. Dengan demikian

penggunaan media dalam latihan artikulasi dapat membantu untuk meningkatkan kemampuan artikulasi anak tunarunggu.

C. Kerangka Berpikir dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2010, hlm. 60) mengemukakan bahwa, “kerangka berfikir merupakan model konseptual


(30)

tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diindetifikasi sebagai masalah yang penting”. Kerangka pemikiran dapat disajikan dalam bentuk bagan dan juga disertai dengan penjelasan.

Kerangka pemikiran berisikan penjelasan hubungan, pengaruh, perbedaan, dan perbandingan dari variabel. Untuk melihat hubungan dari variabel bebas dan variabel terikat dari penelitian ini, maka peneliti menyajikannya dalam bagan dibawah ini:

Dalam pengartikulasian bunyi bahasa, dibutuhkan koordinasi unsur motoris (pernapasan), unsur yang bervibrasi (tenggorokan dengan pita suara) dan unsur yang beresonansi(rongga penuturan, rongga hidung, mulut dan dada). Apabila terdapat kelainan atau kerusakan pada salah satu atau ketiganya maka akan mengakibatkan gangguan dalam artikulasi.

Harmonika

Harmonika adalah alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup atau

dihisap

Anak Tunarungu Kemampuan artikulasi anak tunarungu yang kurang jelas karena

adanya hambatan dalam pendengarannya

Media Tiup Harmonika Harmonika dapat digunakan untuk latihan pernapasan karena berkaitan

dengan organ pernapasan

Artikulasi Anak Tunarungu Artikulasi adalah gerakan otot-otot

bicara untuk menghasilkan bunyi bahasa. Proses artikulasi membutuhkan unsur motoris yaitu

pernapasan

Latihan Artikulasi

Karena artikulasi anak tunarunggu terhambat dan salah satu penyebabnya adalah pernapasan yang kurang terlatih, maka latihan pernapasan dibutuhkan oleh anak


(31)

24

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, terutama dalam artikulasi, salah satu penyebabnya adalah kurang sempurnanya unsur motoris yaitu pernapasannya. Pada umumnya anak tunarungu memiliki struktur organ bicara yang sempurna/normal namun tidak terlatih untuk berbicara, sehingga menyebabkan artikulasi yang kurang jelas karena pernapasan yang pendek dan tidak teratur. Oleh karena itu, peneliti mencoba melatih pernapasan anak tunarungu dengan menggunakan media tiup yaitu harmonika untuk melatih pernapasan yang menunjang terbentuknya artikulasi yang baik.

Harmonika adalah salah satu alat musik tiup yang cukup mudah untuk digunakan, harmonika bisa menghasilkan suara dengan cara meniupkan udara dari mulut ke harmonika ataupun dengan cara menghirup udara dari harmonika, karena pernafasan berkaitan dengan mengirup dan mengeluarkan udara baik itu dari hidung ataupun dari mulut, begitupun dengan pengartikulasian suara yang membutuhkan pernafsan yang sempurna sehingga artikulasi dapat dihasilkan dengan baik, oleh karena itu peneliti mencoba untuk menggunakan harmonika sebagai media latihan pernafasan anak tunarunggu. Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah jika harmonika digunakan sebagai media tiup dalam latihan artikulasi maka akan terjadi peningkatan kemampuan artikulasi anak tunarungu dalam pengartikulasian konsonan bilabial “p”.

Penelitian yang akan peneliti lakukan adalah mengujicobakan media harmonika untuk melihat keefektifannya terhadap peningkatan artikulasi

konsonan bilabial “p” siswa tunarungu kelas VIdi SLB-B Sumbersari,

maka diasumsikan bahwa media harmonikaefektif digunakan dalam

latihan artikulasi konsonan bilabial “p” pada siswa tunarungu kelas VI

SLB-BSumbersari - Bandung. 2. Hipotesis


(32)

Hipotesis adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991, hlm. 354). Oleh karenanya hipotesis merupakan anggapan sementara atau anggapan dasar dari suatu penelitian yang masih harus dibuktikan nilai kebenarannya. Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka hipotesisnya adalah seberapa besar efektifitas penggunaan media harmonika dalam meningkatkan kemampuan artikulasi huruf bilabial anak tunarungu kelas VI SD di SLB Sumbersari - Bandung.


(33)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

Kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” dari subjek NAF dalam

setiap kondisi baseline 1 (A-1), intervensi (B), dan baseline 2 (A-2) mengalami peningkatan yang cukup baik, kondisi tersebut dapat dilihat dalam tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 4.1

Skor Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P” Kemampuan

Artikulasi

Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Konsonan

Bilabial “P” 28 29 30 30 36 43 43 43 50 51 54 55 58 58 58

Dari skor tersebut maka akan dihitung nilai kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P” dari subjek NAF dalam bentuk presentase dengan rumus sebagai berikut:

� = �� �� �

100 %

Keterangan:

N = Nilai Subjek

�� = Jumlah skor yang diperoleh subjek �� = Jumlah skor maksimal (72)

Setelah dihitung dengan menggunakan rumus diatas maka hasilnya adalah sebagai berikut:


(34)

Tabel 4.2

Presentase Nilai Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P” Kemampuan

Artikulasi

Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Konsonan

Bilabial “P” 38,

89 40, 28 41, 67 41, 67 50 59, 72 59, 72 59, 72 69, 44 70, 83 75 76, 39 80, 56 80, 56 80, 56

Sesuai dengan tabel 4.2 presentasi nilai subjek NAF untuk kemampuan

artikulasi konsonan bilabial “P” mengalami peningkatan yang cukup

signifikan, untuk lebih rincinya dapat dilihat dalam grafik sebagai berikut.

Grafik 4.1

Presentase Nilai Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

B. ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN 1. Analisis Dalam Kondisi

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

P e rs e n ta se (% ) Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial "P"


(35)

37

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Analisis dalam kondisi adalah suatu cara untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam sebuah data, baik itu dalam kondisi baseline ataupun intervensi. Dalam analisis ini terdapat beberapa komponen yaitu panjang kondisi, kecenderungan arah, kecenderungan stabilitas, jejak data, dan rentang.

a. Panjang kondisi

Panjang kondisi menggambarkan banyaknya sesi pada setiap kondisi baseline 1 (A-1), intervensi (B), dan baseline 2 (A-2). Panjang kondisi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Data Panjang Kondisi

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P” pada Subjek NAF

Kondisi A-1 B A-2

Panjang Kondisi 4 7 4

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa pada kondisi baseline 1 (A-1) terdapat empat sesi yang dilakukan secara kontinyu, pada kondisi ini peneliti harus mendapatkan data yang stabil terlebih dahulu untuk melanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu intervensi (B). Setelah empat sesi, peneliti mendapatkan data yang stabil sehingga dapat melanjutkan pada kondisi berikutnya yaitu intervensi. Intervensi (B) dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tujuh sesi, selama sesi tersebut peneliti mendapatkan peningkatan data yang signifikan sehingga dapat dilanjutkan pada kondisi terakhir yaitu baseline 2 (A-2). Kondisi baseline 2 (A-2) dilakukan sampai mendapatkan data yang stabil, dalam penelitian ini kondisi A-2 dilakukan dalam empat kali sesi. Kondisi baseline 2 (A-2) ini sebagai kontrol dari kondisi sebelumnya yang bertujuan untuk menarik kesimpulan adanya pengaruh dari variabel bebas denga variabel terikat.


(36)

b. Kecenderungan arah

Kecenderungan arah adalah sebuah garis lurus yang naik, sejajar atau turun yang menunjukan perkembangan dari perilaku yang diteliti. Untuk membuat garis kecenderungan arah peneliti menggunakan metode belah tengah (split-middle), yaitu metode yang membelah data dalam suatu kondisi berdasarkan median untuk membuat garis lurus. Berikut adalah grafik yang akan menunjukan kecenderungan arah dari

data hasil penelitian artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF.

Grafik 4.2

Kecenderungan Arah

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Berdasarkan grafik 4.2 kondisi baseline 1 (A-1), intervensi (B), dan baseline 2 (A-2) menunjukan kecenderungan arah naik, hal ini dapat dilihat dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 4.4

Data Kecenderungan Arah

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

"P"


(37)

39

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2) Kecenderungan

Arah (+) (+) (+)

c. Kecenderungan stabilitas

Kecenderungan stabilitas berfungsi untuk menunjukan tingkat homogenitas data dalam suatu kondisi. Penelitian ini menggunakan kriteria stabilitas 15% (0,15) dengan melakukan perhitungan sebagai berikut.

1) Baseline-1 (A1)

 Rentang stabilitas = nilai tertinggi x kriteria stabilitas = 41,67 x 0,15 = 6,25

 Mean = Ʃ seluruh skor : Ʃ sesi = 162,51 : 4 = 40,63  Batas atas = mean + 1

2 rentang stabilitas = 40,63 + 3,125= 43,755  Batas bawah = mean - 1

2 rentang stabilitas = 40,63 – 3,125 = 37,505


(38)

Grafik 4.3

Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial “P” Fase Baseline 1 (A-1)  Trend stabilitas = 44 � 100% = 100% (stabil)

2) Intervensi (B)

 Rentang stabilitas = nilai tertinggi x kriteria stabilitas = 75 x 0,15 = 11,25

 Mean = Ʃ seluruh skor : Ʃ sesi = 444,43 : 7 = 63,49  Batas atas = mean + 1

2 rentang stabilitas = 63,49 + 5,62 = 69,11  Batas bawah = mean - 1

2 rentang stabilitas = 63,49- 5,62 = 57,87

0 20 40 60

1 2 3 4

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

"P" Fase Baseline 1 (A-1)

Batas Atas Batas Bawah


(39)

41

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Grafik 4.4

Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial “P” Fase Intervensi (B)  Trend stabilitas = 4

7

100% =57,14% (stabil)

3) Baseline-2 (A2)

 Rentang stabilitas = nilai tertinggi x kriteria stabilitas = 80,56 x 0,15 = 12,08

 Mean = Ʃ seluruh skor : Ʃ sesi = 318,07 : 4 = 79,52  Batas atas = mean + 1

2 rentang stabilitas = 79,52 + 6,04 = 85,56  Batas bawah = mean - 1

2 rentang stabilitas = 79,52 – 6,04 = 73,48

0 20 40 60 80

1 2 3 4 5 6 7

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilanial "P" Intervensi (B)

Batas Atas Batas Bawah


(40)

Grafik 4.5

Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial “P”

 Trend stabilitas = 4

4

100% =

100 % (stabil)

Tabel 4.5

Rangkuman Kondisi Kecenderungan Stabilitas Kemampuan

Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2) Kecenderungan

Stabilitas

100 % (stabil)

57,14 % (stabil)

100% (stabil)

d. Jejak data

Menentukan jejak data sama dengan menentukan kecenderungan arah, dengan demikian jejak data dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4

P

e

rse

nt

a

se

(

%

)

Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial "P" Fase Baseline 2 (A-2)

Batas Atas


(41)

43

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.6

Kondisi Jejak Data Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Kemampuan

Artikulasi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2) Jejak Data

(+) (+) (+)

e. Level stabilitas dan rentang

Penentuan level stabilitas sama dengan kecenderungan stabilitas sedangkan rentang dari skor yang terendah sampai tertinggi dapat dilihat hasilnya pada tabel berikut ini.

Tabel 4.7

Kondisi Level Stabilitas dan Rentang Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2) Level Stabilitas 100 %

(stabil)

57,14 % (stabil)

100% (stabil)

Rentang 28-30

(38,89-41,67)

36-54 (50-75)

55-58 (76,39-80,56)

f. Perubahan level

Perubahan level dapat diketahui dengan cara menghitung selisih antara data terakhir dan data pertama pada setiap sesi. Setelah itu tentukan arah dengan memberi tanda positif (+) jika naik, tanda negatif (-) jiga turun, dan tanda sama dengan (=) jiga tidak ada perubahan. Perubahan level dari hasil penelitian ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.8


(42)

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Perubahan Level

30 – 28 (+2) Meningkat

54 – 36 (+18) Meningkat

58-55 (+3) Meningkat

Berikut adalah tabel yang merangkum hasil analisis dalam kondisi

subjek pada kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”.

Tabel 4.9

Rangkuman Hasil Analisi Dalam Kondisi Kemampuan Artikulasi

Konsonan Bilabial “P”

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Panjang Kondisi 4 7 4

Kecenderungan

Arah (+) (+) (+)

Kecenderungan Stabilitas 100 % (stabil) 57,14 % (stabil) 100% (stabil) Jejak Data (+) (+) (+) Level Stabilitas dan Rentang (stabil) 28-30 (38,89-41,67) (stabil) 36-54 (50-75) (stabil) 55-58 (76,39-80,56) Perubahan Level

30 – 28 (+2) Meningkat

54 – 36 (+18) Meningkat

58-55 (+3) Meningkat

Penjelasan dari tabel 4.9 rangkuman analisis dalam kondisi


(43)

45

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Panjang kondisi yaitu jumlah sesi yang dilakukan pada setiap fase, untuk fase baseline 1 (A-1) berjumlah empat sesi, fase intervensi (B) berjumlah tujuh sesi, dan pada fase baseline 2 (A-2) berjumlah 4 sesi.

2) Berdasarkan garis kecenderungan arah, diketahui bahwa pada fase baseline 1 (A-1) menunjukan garis yang sedikit meningkat, kemudian pada fase intervensi (B) menunjukan garis yang sangat meningkat, dan terakhir pada fase baseline 2 (A-2) menunjukan garis yang meningkat namun cenderung mendatar. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemapuan artikulasi konsonan

bilabial “P” subjek NAF membaik.

3) Hasil perhitungan untuk kecenderungan stabilitas diperoleh data pada fase baseline 1 (A-1) sebesar 100%, fase intervensi (B) sebesar 57,14 %, dan fase baseline 2 (A-2) sebesar 100%. Dari ketiga data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga fase tersebut memiliki kecenderungan stabilitas yang stabil.

4) Penjelasan untuk jejak data sama dengan kecenderungan arah (poin 2)

5) Level stabiltas dari ketiga fase menunjukan data yang stabil dengan rentang yang berbeda-beda yaitu untuk fase baseline 1 (A-1) memiliki rentang skor 28-30, fase intervensi (B) memiliki rentang skor 36-54, dan fase baseline 2 (A-2) memiliki rentang skor 55-58.

6) Perubahan level pada setiap fase menunjukan data yang meningkat, kesimpulan tersebut dapat dilihat dari selisih antar data dari setiap sesi yang menunjukan pada fase baseline 1 (A-1) terjadi peningkatan data (+) sebesar 2 poin, fase intervensi (B) terjadi peningkatan data (+) sebesar 18 point, dan fase baseline 2 (A-2) terjadi peningkatan data (+) sebesar 3 poin.


(44)

2. Analisis antar kondisi a. Variabel yang diubah

Variabel yang akan diubah dalam penelitian ini hanya ada satu yaitu dari kondisi baseline (A) ke intervensi (B), maka dapat disimpulkan melalui tabel di bawah ini:

Tabel 4.10

Data Jumlah Variabel Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Perubahan Kondisi

−1

−2

Jumlah variabel yang diubah 1 1

b. Perubahan kecendrungan arah dan efeknya

Penentuan perubahan kecenderungan arah dan efeknya yaitu dengan cara melihat data rangkuman analisis dalam kondisi sehingga terlihat dalam format sebagai berikut.

Tabel 4.11

Perubahan Kecenderungan Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bialabial “P”

Perubahan Kondisi

−1

−2 Perubahan kecenderungan arah

dan efeknya (+) (+) (+) (+)

c. Perubahan kecenderungan stabilitas

Perubahan kecenderungan stabilitas ditentukan dengan cara melihat kecenderungan stabilitas pada fase baseline (A) dan intervensi (B) pada analisis dalam kondisi yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(45)

47

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perubahan Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi

Konsonan Bilabial “P”

Perubahan Kondisi

−1

−2 Perubahan kecenderungan

stabilitas

Stabil ke Stabil

Stabil ke Stabil

d. Perubahan level

Perubahan level dapat diketahui dengan cara menghitung selisih antara data terakhir pada baseline 1 (A-1) dan data pertama pada intervensi (B), kemudian data terakhir pada intervensi (B) dengan data pertama pada baseline 2 (A-2). Setelah itu tentukan arah dengan memberi tanda positif (+) jika naik, tanda negatif (-) jiga turun, dan tanda sama dengan (=) jiga tidak ada perubahan. Perubahan level dari hasil penelitian ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.13

Perubahan Level Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Perbandingan Kondisi

−1

−2

Perubahan Level

30 – 36 (+6) Meningkat

54 – 55 (+1) Meningkat

e. Data tumpang tindih (Overlap)

Menurut Sunanto Juang (2006, hlm.76) data tumpang tindih antara dua kondisi adalah terjadinya data yang sama pada kedua kondisi tersebut. Untuk menentukan data tumpah tindih (overlap) dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini.


(46)

2) Menghitung banyaknya data fase intervensi yang berada pada rentang fase baseline (A)

3) Membagi banyaknya data yang diperoleh pada langkah ka dua dengan banyaknya data dalam fase intervensi (B) kemudian dikalikan 100

Jika data pada fase baseline (A) lebih dari 90% yang tumpang tindih pada fases intervensi (B), ini berarti bahwa pengaruh intervensi terhadap target behavior tidak dapat diyakini.

Data overlap pada fase baseline 1 (A-1) ke fase intervensi (B) dan fase intervensi (B) ke fase baseline 2 (A-2) dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 4.6

Data Overlap kondisi Baseline 1 (A-1) ke Intervensi (B)

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial "P"

Batas Atas Batas Bawah


(47)

49

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Grafik 4.7

Data Overlap kondisi Intervensi (B)ke Baseline 2 (A-2)

Tabel 4.14

Data Overlap Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P” Perbandingan Kondisi

−1

−2 Persentase Overlap 07 x 100 = 0% 04 x 100 = 0%

Berikut adalah tabel rangkuman hasil analisis data antar kondisi

subjek NAF untuk kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”.

Tabel 4.15

Rangkuman Hasil Analisis Data Anatar Kondisi Kemampuan

Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Perbandingan Kondisi

−1

−2 Jumlah variabel yang

diubah 1 1

Perubahan kecenderungan

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial "P"

Batas Atas Batas Bawah


(48)

aran dan efeknya (+) (+) (+) (+) Perubahan kecenderungan

stabilitas

Stabil ke Stabil

Stabil ke Stabil

Perubahan Level

30 – 36 (+6) Meningkat

54 – 55 (+1) Meningkat Persentase Overlap 07 x 100 = 0% 0

4 x 100 = 0%

Penjelasan dari tabel 4.15 adalah sebagai berikut.

1) Jumlah variabel yang diubah adalah 1, yaitu kondisi baseline (A) ke intervensi (B)

2) Kecenderungan arah antar kondisi baseline 1 (A-1) ke intervensi (B) adalah meningkat ke meningkat, hal itu berarti kemampuan

artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF semakin meningkat

setelah diberikan intervensi. Kemudian kecenderungan arah antar kondisi intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) juga meningkat ke meningkat, artinya pemeberian intervensi dapat meningkatkan

kemampuan subjek NAF dalam artikulasi konsonan bilabial “P”.

3) Perubahan kecenderungan stabilitas antara baseline 1 (A-1) ke intervensi (B) dan intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) adalah stabil ke stabil.

4) Kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek pada baseline 1 (A-1) ke Intervensi (B) mengalami peningkatan sebesar 6 poin, dan dari intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) mengelami peningkatan sebesar 1 poin.

5) Data yang overlap dari baseline 1 (A-1) ke intervensi (B) dan dari intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) sebesar 0%. Dengan demikian maka demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi dapat berpengaruh terhadap target behavior, dengan kata lain


(49)

51

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P” pada subjek NAF.

Berikut adalah grafik mean level data nilai kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P”.

Grafik 4.8

Mean Level Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis dalam bentuk tabel, grafik garis maupun grafik batang dengan menggunakan desain A-B-A, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media harmonika dalam proses intervensi dapat berpengaruh pada peningkatan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF. Hal ini dapat dilihat dari grafik perolehan nilai subjek NAF yang terus meningkat dari fase baseline 1 (A-1), intervensi (B), sampai fase baseline 2 (A-2) begitu pula dengan data hasil analisis dalam kondisi dan data hasil analisis antar kondisi, pada setiap data menunjukan peningkatan yang cukup

0 20 40 60 80 100

40,63

63,49

79,52

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Kemampuan Artikulasi Konsonan

BIlabial "P"


(50)

signifikan, selain itu juga hasil dari mean level menunjukan nilai rata-rata yang meningkat.

Peningkatan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” dari subjek NAF

dipengaruhi oleh media yang digunakan ketika fase intervensi yaitu media harmonika. Media harmonika ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu suasana latihan yang menyenangkan karena anak menggunakan media secara langsung dan mempraktekannya, anak bisa bermain dan mengenal alat musik, dan anak bisa bermain dengan media tersebut.

Latihan ini melibatkan latihan pernafasan dan membaca kata yang

menggandung konsonan bilabial “P” di awal, tengah dan akhir kata. Latihan

pernafasan dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak cepat bosan, kemudian kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang familiar dengan anak seperti pita, apel, bapak, dan sayap. Setiap sesi latihan diusahan untuk

memberi reward kepada anak dengan mengucapkan katap “bagus” setiap

anak mampu melakukannya dengan baik, hal ini dapat menimbulkan semangat yang lebih ketika latihan.

Latihan dilakukan selama 30 menit setiap harinya, kegiatannya adalah latihan pernafasan untuk menunjang pengartikulasian kata yang benar dan latihan membaca kata yang mengandung konsonan bilabial “P” di awal, tengah dan akhir kata yang bertujuan untuk pengenalan huruf konsonan

bilabial “P”, kemudian pengartikulasian konsonan bilabial “P” yang terdapat di awal, tengah, dan akhir kata sehingga menjadi satu kesatuan dengan huruf yang lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan adanya peningkatan

kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” pada setiap fase, maka dapat

disimpulkan bahwa pemberian intervensi yang menggunakan media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF, dengan demikian kesimpulan tersebut telah menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan.


(51)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. (2011) Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Bagaskorowati, R. (2010). Anak Beresiko (Identifikasi, Asesmen, dan

Intervensi Dini). Bogor: Ghalia Indonesia.

Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama

Hernawati, Tati. Materi, Pendekatan, dan Media Pembelajaran Artikulasi & Optimalisasi Fungsi Pendengaran. Bandung. [Online] Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND.LUAR_BIASA/19621121

1984031 -DUDI_GUNAWAN/BUKU_ARTIKULASI.pdf. Diakses

pada tanggal 29 Mei 2013

Ilham. Belajar Harmonika Cara Singkat. (2011) [Online] Tersedia:

http://ilham1688.wordpress.com/2011/10/25/382/ Diakses pada tanggal

22 Juli 2014.

Kincaid, D. Lawrence. (1977). Azas-azas Komunikasi Antar Manusia. Jakarta. Aquarius.

Krisna, Monika. Teknik Vokal yang Baik dan Jenisnya. (2014) [Online] Tersedia: http://blogging.co.id/teknik-vokal-yang-baik-dan-jenisnya

Diakses pada tanggal 22 Juli 2014

Muthoharoh, H. Macam-Macam Media Pembelajaran. (2009) [Online] Tersedia:

http://alhafizh84.wordpress.com/2009/12/20/macam-macam-media-pembelajaran/ Diakses pada tanggal 21 Juli 2014.

Pramono, Djoko. Latihan Pernafasan Sempurna agar Memperoleh Kesehatan Holistik. (2010) [Online] Tersedia: http://kesehatan-

holistik.blogspot.com/2010/06/latihan-pernafasan-sempurna-agar.htmlDiakses pada tanggal 15 Agustus 2014.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi ke-2. Jakarta : Balai Pustaka

Rusyani, Endang (Modul 1). Konsep Dasar Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran. Bandung. [Online] Tersedia:

http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_

BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/ Diakses pada


(52)

Sadja’ah, Edja. (2003).Layanan dan Latihan Artikulasi Bagi Anak Tunarungu. Bandung: San Grafika.

Sadja’ah, Edja. (2005). Ganggua Bicara-Bahasa. Bandung: San Grafika. Somad, P. & Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu.

Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Somantri, T. Sutjihati. (2005). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama.

Sumadi, Suryabrata. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sunanto, Juang; Koji Takeuchi dan Nakata, Hideo. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press

Susetyo, Budi. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: CV Cakra Tatabahasaindonesia. Fonem Bahasa Indonesia. Indonesia. [Online]

Tersedia:

https://sites.google.com/site/tatabahasaindonesia/fonem-bahasa-indonesiaDiakses pada tanggal 12 Agustus 2014.

Wikipedia. Harmonika. (2013) [Online] Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Harmonika Diakes pada tanggal 30 Januari

2014.

Wikipedia. Saraf Kranial. (2014) [Online] Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Saraf_kranial Diakses pada tanggal 22 Juli

2014.

Wiroatmodjo, Piran. (2002). Media Pembelajaran (Bahan Ajar Diklat Kewidyaswaraan Berjenjang Tingkat Pertama). Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.


(1)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

“p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Grafik 4.7

Data Overlap kondisi Intervensi (B)ke Baseline 2 (A-2)

Tabel 4.14

Data Overlap Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P” Perbandingan Kondisi

−1

−2

Persentase Overlap 07 x 100 = 0% 04 x 100 = 0%

Berikut adalah tabel rangkuman hasil analisis data antar kondisi

subjek NAF untuk kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”.

Tabel 4.15

Rangkuman Hasil Analisis Data Anatar Kondisi Kemampuan

Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Perbandingan Kondisi

−1

−2

Jumlah variabel yang

diubah 1 1

Perubahan kecenderungan

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Sesi

Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial "P"

Batas Atas Batas Bawah


(2)

50

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

“p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

aran dan efeknya (+) (+) (+) (+)

Perubahan kecenderungan stabilitas

Stabil ke Stabil

Stabil ke Stabil

Perubahan Level

30 – 36 (+6) Meningkat

54 – 55 (+1) Meningkat Persentase Overlap 07 x 100 = 0% 0

4 x 100 = 0%

Penjelasan dari tabel 4.15 adalah sebagai berikut.

1) Jumlah variabel yang diubah adalah 1, yaitu kondisi baseline (A) ke intervensi (B)

2) Kecenderungan arah antar kondisi baseline 1 (A-1) ke intervensi (B) adalah meningkat ke meningkat, hal itu berarti kemampuan

artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF semakin meningkat

setelah diberikan intervensi. Kemudian kecenderungan arah antar kondisi intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) juga meningkat ke meningkat, artinya pemeberian intervensi dapat meningkatkan

kemampuan subjek NAF dalam artikulasi konsonan bilabial “P”.

3) Perubahan kecenderungan stabilitas antara baseline 1 (A-1) ke intervensi (B) dan intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) adalah stabil ke stabil.

4) Kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek pada baseline 1 (A-1) ke Intervensi (B) mengalami peningkatan sebesar 6 poin, dan dari intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) mengelami peningkatan sebesar 1 poin.

5) Data yang overlap dari baseline 1 (A-1) ke intervensi (B) dan dari intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) sebesar 0%. Dengan demikian maka demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi dapat berpengaruh terhadap target behavior, dengan kata lain


(3)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

“p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P” pada subjek NAF.

Berikut adalah grafik mean level data nilai kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P”.

Grafik 4.8

Mean Level Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis dalam bentuk tabel, grafik garis maupun grafik batang dengan menggunakan desain A-B-A, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media harmonika dalam proses intervensi dapat berpengaruh pada peningkatan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF. Hal ini dapat dilihat dari grafik perolehan nilai subjek NAF yang terus meningkat dari fase baseline 1 (A-1), intervensi (B), sampai fase baseline 2 (A-2) begitu pula dengan data hasil analisis dalam kondisi dan data hasil analisis antar kondisi, pada setiap data menunjukan peningkatan yang cukup

0 20 40 60 80 100

40,63

63,49

79,52

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

)

Kemampuan Artikulasi Konsonan

BIlabial "P"


(4)

52

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

“p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

signifikan, selain itu juga hasil dari mean level menunjukan nilai rata-rata yang meningkat.

Peningkatan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” dari subjek NAF

dipengaruhi oleh media yang digunakan ketika fase intervensi yaitu media harmonika. Media harmonika ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu suasana latihan yang menyenangkan karena anak menggunakan media secara langsung dan mempraktekannya, anak bisa bermain dan mengenal alat musik, dan anak bisa bermain dengan media tersebut.

Latihan ini melibatkan latihan pernafasan dan membaca kata yang

menggandung konsonan bilabial “P” di awal, tengah dan akhir kata. Latihan

pernafasan dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak cepat bosan, kemudian kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang familiar dengan anak seperti pita, apel, bapak, dan sayap. Setiap sesi latihan diusahan untuk

memberi reward kepada anak dengan mengucapkan katap “bagus” setiap

anak mampu melakukannya dengan baik, hal ini dapat menimbulkan semangat yang lebih ketika latihan.

Latihan dilakukan selama 30 menit setiap harinya, kegiatannya adalah latihan pernafasan untuk menunjang pengartikulasian kata yang benar dan latihan membaca kata yang mengandung konsonan bilabial “P” di awal, tengah dan akhir kata yang bertujuan untuk pengenalan huruf konsonan

bilabial “P”, kemudian pengartikulasian konsonan bilabial “P” yang terdapat di awal, tengah, dan akhir kata sehingga menjadi satu kesatuan dengan huruf yang lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan adanya peningkatan

kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” pada setiap fase, maka dapat

disimpulkan bahwa pemberian intervensi yang menggunakan media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF, dengan demikian kesimpulan tersebut telah menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan.


(5)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

“p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. (2011) Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Bagaskorowati, R. (2010). Anak Beresiko (Identifikasi, Asesmen, dan

Intervensi Dini). Bogor: Ghalia Indonesia.

Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama

Hernawati, Tati. Materi, Pendekatan, dan Media Pembelajaran Artikulasi &

Optimalisasi Fungsi Pendengaran. Bandung. [Online] Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND.LUAR_BIASA/19621121 1984031 -DUDI_GUNAWAN/BUKU_ARTIKULASI.pdf. Diakses pada tanggal 29 Mei 2013

Ilham. Belajar Harmonika Cara Singkat. (2011) [Online] Tersedia:

http://ilham1688.wordpress.com/2011/10/25/382/ Diakses pada tanggal 22 Juli 2014.

Kincaid, D. Lawrence. (1977). Azas-azas Komunikasi Antar Manusia. Jakarta. Aquarius.

Krisna, Monika. Teknik Vokal yang Baik dan Jenisnya. (2014) [Online] Tersedia: http://blogging.co.id/teknik-vokal-yang-baik-dan-jenisnya

Diakses pada tanggal 22 Juli 2014

Muthoharoh, H. Macam-Macam Media Pembelajaran. (2009) [Online] Tersedia: http://alhafizh84.wordpress.com/2009/12/20/macam-macam-media-pembelajaran/ Diakses pada tanggal 21 Juli 2014.

Pramono, Djoko. Latihan Pernafasan Sempurna agar Memperoleh Kesehatan

Holistik. (2010) [Online] Tersedia: http://kesehatan-

holistik.blogspot.com/2010/06/latihan-pernafasan-sempurna-agar.htmlDiakses pada tanggal 15 Agustus 2014.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1991). Kamus Besar Bahasa

Indonesia: Edisi ke-2. Jakarta : Balai Pustaka

Rusyani, Endang (Modul 1). Konsep Dasar Artikulasi dan Optimalisasi

Fungsi Pendengaran. Bandung. [Online] Tersedia:

http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_ BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/ Diakses pada tanggal 22 Desember 2013


(6)

55

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

“p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sadja’ah, Edja. (2003).Layanan dan Latihan Artikulasi Bagi Anak

Tunarungu. Bandung: San Grafika.

Sadja’ah, Edja. (2005). Ganggua Bicara-Bahasa. Bandung: San Grafika.

Somad, P. & Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Somantri, T. Sutjihati. (2005). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan

Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama.

Sumadi, Suryabrata. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sunanto, Juang; Koji Takeuchi dan Nakata, Hideo. (2006). Penelitian dengan

Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press

Susetyo, Budi. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: CV Cakra

Tatabahasaindonesia. Fonem Bahasa Indonesia. Indonesia. [Online] Tersedia: https://sites.google.com/site/tatabahasaindonesia/fonem-bahasa-indonesiaDiakses pada tanggal 12 Agustus 2014.

Wikipedia. Harmonika. (2013) [Online] Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Harmonika Diakes pada tanggal 30 Januari 2014.

Wikipedia. Saraf Kranial. (2014) [Online] Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Saraf_kranial Diakses pada tanggal 22 Juli 2014.

Wiroatmodjo, Piran. (2002). Media Pembelajaran (Bahan Ajar Diklat Kewidyaswaraan Berjenjang Tingkat Pertama). Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.