Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri pada Remaja Kelas VIII di SMP N 1 Karanggede T1 132009004 BAB II

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penyesuaian Diri

2.1.1 Pengertian Penyesuaian Diri

Kehidupan merupakan proses penyesuaian diri yang

berkesinambungan. Setiap individu melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah interaksi yang terus menerus dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dari diri sendiri maksudnya adalah total kesiapan tubuh tingkah laku, pikiran, dan perasaan untuk menghadapi segala sesuatu setiap saat. Orang lain maksudnya adalah secara nyata mereka memiliki pengaruh terhadap individu. Sedangkan lingkungan adalah penglihatan dan penciuman serta suara disekitar individu yang dijalan sebagai urusan individu (Calhoun dan Acocella, 1995)

Runyon dan Haber (dalam Wijaya, 2007) menjelaskan bahwa penyesuaian diri merupakan proses yang terus berlangsung dalam kehidupan individu. Situasi dalam kehidupan selalu berubah. Individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Berdasarkan konsep penyesuaian diri sebagai proses, penyesuaian diri yang efektif dapat diukur dengan mengetahui bagaimana kemampuan individu menghadapi lingkungan yang senantiasa berubah.

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon


(2)

pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisiensi bisa dikikis habis (Kartono, 2000).

Fahmi (1977) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamis terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungannya.

Penyesuaian diri merupakan proses mencakup respon mental tingkah laku, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dan tuntutan dari lingkungan (Schneider dalam Pramadi, 1996). Penyesuaian diri dapat diperoleh melalui proses belajar memahami, mengerti dan berusaha melakukan apa yang diinginkan individu maupun lingkungannya. Individu yang mampumenyesuaiakan diri dengan baik akan mampu mencari sisi positif dari hal baru yang dimilikinya, kreatif dalam mengolah kondisi serta mampu mengendalikan diri, dan sikap dan perilakunya. Adanya hal-hal tersebut membuat individu akan lebih mudah diterima oleh lingkungan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk mempertemukan tuntutan diri sendiri dengan lingkungan, baik secara aktif maupun pasif yang melibatkan resppon mental dan tingkah laku, sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara diri dengan lingkungannnya.


(3)

2.1.2 Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Runyon dan Haber (dalam Wijaya, 2007) menyebutkan bahwa penyesuaian diri yang dilakukan individu memiliki lima aspek sebagai berikut:

a. Persepsi terhadap realitas. Individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai.

b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan. Mempunyai kemampuan mengatasi stres dan kecemasan berarti individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami.

c. Gambaran diri yang positif. Gambaran diri yang positif berkaitan dengan penilaian individu tentang dirinya sendiri. Individu mempunyai gambaran diri yang positif baik melalui penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehingga individu dapat merasakan kenyamanan psikologis.

d. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik berarti individu memiliki ekspresi emosi dan kontrol emosi yang baik.

e. Hubungan interpersonal yang baik. Memiliki hubungan interpersonal yang baik berkaitan dengan hakekat individu sebagai makhluk sosial,


(4)

yang sejak lahir tergantung pada orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu membentuk hubungan dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat.

Fahmi (1982) mengemukakan aspek-aspek penyesuaian diri yang terdiri dari :

a. Penyesuaian pribadi

Penyesuaian pribadi adalah penerimaan individu terhadap dirinya sendiri. Penyesuaian pribadi berhubungan dengan konflik, tekanan dan keadaan dalam dii individu, baik keadaan fisik maupun keadaan psikis.

Penyesuaian pribadi yang baik atau buruk pada prisipnya dilandasi oleh sikap dan pandangan terhadap diri dan lingkungannya. Remaja yang mengalami penyesuaian pribadi yang buruk, kehidupan kejiwaannya ditandai oleh kegoncangan emosi atau kecemasan yang menyertai perasaan bersalah, cemas, tidak puas, kurag dan keluhan terhadap nasib yag dialaminya. Sebaliknya, remaja yang dapt menyesuaikan diri dengan baik akan merasa aman, bahagia, memiliki sikap dan pandangan positif.

b. Penyesuaian sosial

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi. Individu bertingkah laku menurut sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi untuk mencaai peyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup agar


(5)

dapat tetap bertahan dalam jalan yang sehat dari segi kejiwaan dan sosial.

Kartono (2000) mengungkapkan aspek-aspek penyesuaian diri yang meliputi:

a. Memiliki perasaan afeksi yang kuat, harmonis dan seimbang, sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap hati-hati. b. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri

sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jwab, berfikir dengan menggunakan rasio, mempunyai kemampuan untuk memahami dan mengontrol diri sendiri.

c. Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengn kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dan ikut brpartisipasi dalam kelompok. d. Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki kekenyalan

(daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

1) Penyesuaian pribadi

Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya, sehingga ia mampu mengatasi konflik dan tekanan dan menjadi pribadi yang matang bertanggungjawab dan mampu mengontrol diri sendiri. Adapun indikator-indikator secara rinci dari penyesuaian pribadi adalah sebagai berikut:


(6)

b) Mampu menerima kenyataan c) Mampu mengontrol diri sendiri d) Mampu mengarahkan diri sendiri 2) Penyesuaian sosial

Penyesuaian sosial merupakan kemampuan indivdu untuk mematuhi noma dn peraturan sosia yang ada, sehigga ia mampu menjalin relasi sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja menurut Haryadi (1995) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

1) Faktor motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif berprestasi dan motif mendominasi.

2) Faktor konsep diri remaja, yaitu bagaimana remaja memandang dirinya sendiri, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Remaja dengan konsep diri tinggi akan memiliki

kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang

menyenangkan dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap dirinya.


(7)

3) Faktor persepsi remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek, peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tersebut.

4) Faktor sikap remaja, yaitu kecerendungan remaja berperilaku positif atau negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap segala sesuatu yang dihadapiakan leih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian diri yang baik dari pada remaja yang sering bersikap negatif.

5) Faktor intelegensi dan minat. Intelegensi merupakan modal untuk menalar. Menganalisis, sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuian diri. Ditambah faktor minat, pengaruhnya akan lebh nyata bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka proses penyesuaian diri akan lebih cepat.

6) Faktor kepribadian, pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan lebih lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian introvert yang cenderung kaku dan statis.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor keluarga terutama pola asuh orang tua. Pada dasarnya pola asuh demokratis dengan suasana keterbukaan akan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif.


(8)

2) Faktor kondisi sekolah. Kondisi sekolah yng sehat akan memberikan landasan kepada remaja untuk dapat bertindak dalam penyesuian diri secara harmonis.

3) Faktor kelompok sebaya. Hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebay dalam bentuk kelompok. Kelompok teman-teman sebaya ini ada yang menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.

4) Faktor prasangka sosial. Adanya kecenderungan sebagian masyaraat yang menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya memberi label remaj negatif, nakal, sukar diatur, suka menentang orang taua dan lain-lain, prasangka semaca itu jelas akan menjadi kendala dalam proses penyesuian diri remaja.

5) Faktor hukum dan norma sosil. Bila suatu masyarakat benar-benar konsekuen menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku maka kan mengembngkan remaja-remaja yang baik penyesuaian dirinya.

Sunarto dan Hartono (1994) mengemukakan faktor-faktor yang mempengruhi penyesuaian diri yaitu:

a. Kondisi fisik

Kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, kontitusi fisik, susunan syaraf, klenjar dan sistem otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya.


(9)

Kualitas penyesuian diri yang bik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan fisik yang baik.

Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional. Penyesuaian diri pada tiap-tiap individu akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya.

b. Penentu psikologis

Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi proses penyesuaian diri, diantaranya yaitu pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, frustasi dan konflik.

c. Kondisi lingkungan

Keadaan lingkungan yang damai, tentram, penuh penerimaan, pengertian dan mampu memberi perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri.

d. Penentu kultural

Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola penyesuaian dirinya.

Pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuian diri dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.


(10)

a. Faktor internal

Faktor yang berasal dari dalam diri inividu yang meliputi motif, konsep diri, persepsi, sikap, intelegensi, minat, kepribadian, kondisi fisik, psikologis (diantaranya yaitu pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, frustasi dan konflik), perkembangan dn kematangan (intelektual, moral, sosial dan emosional)

b. Faktor eksternal

Faktor yang berasal dari lingkungan atau dari luar individu, seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat.

2.2 Dukungan Sosial

2.2.1 Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial sangat diperlukan oleh siapa saja dalam berhubungan dengan orang lain demi melangsungkan hidupnya di tengah-tengh masyarakat. House (dalam Smet, 1994), dukungan sosial sebagai persepsi seseorang terhadap dukungan potensial yang diterima dari lingkungan. Dukungan sosial tersebut mengacu pada kesenangan yang dirasakan sebagai penghargaan akan kepedulian serta pemberian bantuan dalam konteks hubungan yang akrab.

Rook (dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan interpersonal. Ikatan dan persahabatan dengan orang lain dianggap sebagai aspek yang memberikan kepusan secara emosional dalam kehidupan


(11)

individu. Saat seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah. Dukungan sosial menunjukkan pada hubungan interpersonal yang melindungi individu terhadap konsekuensi negatif dari stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, dan timbul rasa percaya diri.

Menurut Cobb (dalam Shinta, 1995) dukungan sosial adalah pemberian informasi baik secara verbal maupun non verbal, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai, sehingga dapat menguntungkan bagi kesejahteraan individu yang menerima

Hal senada diungkapkapkan oleh Gottlieb (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial terdiri dari informsi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan yang nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang lain atau didapat karena hubungan mereka dengan lingkungan dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi dirinya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya, agar mereka dapat mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya.

Dukungan sosial bukan sekedar pemberian bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana perepsi si penerima terhadap makna dari bantuan tersebut. Hal ini erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang


(12)

diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirina karena sesuatu yang memberikan kepuasan.

Sarafino (dalam Sulastri, 2007) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyaman, perhtian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh individu dari orang lain, dimana orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan atau kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan menjadi dukungan sosial atau tidak, tergantung pada sejauh mana individu merasakan hal tersebut sebagai dukungan sosial.

Dukungan sosial didefinisikan oleh House (dalam Smet, 1994) sebgai transakasi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari informasi, perhatian emosional, penilaian dan bantuan instrumental. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan menjadi bagian dalam kelompok.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan hubungan interpersonal yang ada didalamnya berisi pemberian bantuan yang melibatkan aspek-aspek yang terdiri dari informasi, perhatian emosi, penilaian dan batuan instrumental yang diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkugan, dimana hal itu memiliki manfaat emosional atau efek perilaku bagi penerima, sehingga dapat membantu individu dalam mengatasi masalahnya.


(13)

2.2.2 Aspek-Aspek Dukungan Sosial

House dalam Ika (2011) menyebutkan empat aspek dukungan sosial yaitu: a. Dukungan emosional

Dukungan ini mencakup ungkpan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman dicintai dan diperhatikan. Dukugan ini meliputi perilaku seperti memberikan perhatian atau afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan ini terjadi lewat ungkapan hormat positif untuk orang tersebut, dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang lain. Pemberian dukungan ini membantu individu untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya dibandingkan dengan keadaan orang lain yang berfungsi untuk menambah penghargaan diri, membentuk kepercyaan diri dan kemampuan serta merasa dihargai dan berguna saat individu mengalami tekanan.

c. Dukungan instrumental

Meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan yang dibutuhkan oleh seseoarang, seperti memberi pinjaman uang atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stres.


(14)

d. Dukungan informatif

Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik yang diperoleh dari orang lain, sehingga individu dapat membatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya.

Menurut Cutrona dan Orford (dalam Shinta, 1995) mengungkapkan lima aspek-aspek dari dukungan sosial yaitu:

a. Dukungan materi

Dukungan yang biasa disebut juga bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental support).

b. Dukungan emosi

Jenis dukungan ini berhubungn dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadan emosi, afeksi atau ekspresi.

c. Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu.

d. Dukungan informasi

Dukungan yang berup pemberian saran, pengarahan, keyakinan atau umpan balik tentang bagaimana seseorang berperilaku.

e. Integritas sosial

Dapat diartikan sebagai perasaan individu yang merupakan bagian dari uatu kelompok yang memiliki minat dan pemikiran yang sama.


(15)

Berdasarkan pendapat dari berbagai ahli diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan sosial meliputi:

a. Dukungan emosional, mencakup empati dan perhtian terhadap individu. b. Dukungan penghargaan, mencakup penilaian positif terhadap individu

dan dorongan untuk maju.

c. Dukungan instrumental, berupa bantuan langsung sesuai dengan yang dibutuhkan individu.

d. Dukungan informasi, mencakup pemberian nasihat, petunjuk dan saran tentang bagaimana individu berperilaku.

2.2.3 Sumber-Sumber Dukungan Sosial

Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukngan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu pada siapa ia akan mendapat dukungan sosial yang sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.

Menurut Rook dan Dooley (dalam Kuntjoro, 2010) ada dua sumber dukungan sosial yaitu:

a. Sumber natural

Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara sepontan dengan


(16)

orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, kerabat), teman dekat atau relasi.

b. Sumber artificial

Dukungan sosial artificial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Gottlieb dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat diperoleh dari pasangan hidupnya, kekasih, keluarga, teman sekerja, atau organisasi kemasyarakatan yang diikuti. Pendapat senada dikemukakan oleh Sarafino (dalam, Sulastri, 2007) bahwa dukungan sosial dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber seperti suami, istri, keluarga, teman, rekan kerja, dokter dan organisasi kemasyarakatan. Dukungan sosial terpenting berasal dari keluarga (Rodin dan Salovey dalam Smet, 1994). Melengkapi pendapat tersebut, Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan bahwa dukungan sosial lebih sering didapat dari relasi yang terdekat yaitu keluarga atau sahabat. Kekuatan dukungan sosial yang berasal dari relasi yang terdekat merupakan salah satu proses psikologis yang dapat menjaga perilaku sehat dalam diri seseorang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dukungan sosial yang diterima individu dapat diperoleh dari anggota kluarga, teman sebaya dan organisasi kemasyarakatan yang diikuti.


(17)

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang diikuti dengan berbagai masalah yang ada karena adanya perubahan fisik, psikis dan sosial. Masa peralihan itu banyak menimbulkan kesulitam-kesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan remaja merasa bukan kanak-kanak lagi tetapijuga belum dewasa dan remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa (Hurlck, 2004)

Menurut Piaget dalam Hurlock (2004) remaja didefinisikan sebagai usia ketika individu secara psikologia berinteraksi dengan masyarakat dewasa. Pada masa remaja, anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkat yang sama. Antara lain dalam masalah hak dan berintegrasi dalam masyarakt, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok dan transformasi intelektual yang khas. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun 16 tahun dan akhir remaja bermula dari usia 16 sampai 18 tahun yaitu usia matanf secara hukum.’

Anak remaja sebetulnya tidak tempat yang jelas. Remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk. 2002).


(18)

Menurut Santrock (2002) remaja merupakan suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat, terutama pada awal masa remaja. Masa remaja terjadi secar berangsur-angsur tidak dapat ditentukan secara tepat kapan permulaan dan akhirnya, tidk ada tanda tunggal yang menandai. Bagianak laki-laki ditandai tumbuhnya kumis dan pada perempuan ditandai melebarnya pinggul. Hal ini dikarenakan pada masa ini hormon-hormon tertentu meningkat secara drastis. Pada laki-laki hormon testosteron yaitu suatu hormon yang berkait dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi dan perubahan suara. Sedang pada perpempuan hormon estradiol yaitu suatu hormon yang berkait dengan perkembangan buah dada, rahim dan kerangka pada anak perempuan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan individu yang telah mengalami kematangan secaa anatomis dimasa keadaan tubuh pada umunya sudah memperoleh bentuk sempurna, hal tersebut berkisar antara 13 tahun sampai 18 tahun.

2.3.2 Ciri-Ciri Remaja

Rentang kehidupan indivisu pasti akan menjalani fase-fase perkembangan secara berurutan. Meski dengan kecepatan berbeda-beda, masing-masing fase tersebut ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri masa remaja (Hurlock, 2004) antara lain:

a. Periode yang penting

Merupakan periode yang penting karena berakibat langsung terhadap sikap dan perilaku serta berakibat jangka panjang.


(19)

b. Periode peralihan

Periode ini status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Masa remaja bukan lagi seorang anak dan bukan orang dewasa.

c. Periode perubahan

Perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik, jika perubahan fisik terjadi secara pesat perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung secara pesat.

d. Usia bermasalah

Masalah remaja sering sulit diatasi, hal ini sering disebabkan selama masa anak-anak sebagian besar masalahnya diselesaikan oleh orang tua, sehingga tidak berpengalaman mengatasinya.

e. Mencari identitas

Pada awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok masih penting, kemudian lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman sebayanya. f. Usia yang menimbulkan ketakutan

Adanya anggapan remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, membuat orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi remaja menjadi takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.


(20)

g. Masa yang tidak realistis

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan bagaimana adanya.

h. Ambang masa dewasa

Remaja mulai bertindak seperti orang dewasa. Seperti halnya masa-masa perkembangan yang lain, masa-masa remaja juga mempunyai ciri-ciri tertentu yang harus memiliki sebagai bekal menuju perkembangan berikutnya, dengan adanya ciri-ciri tersebut dapat dijadikan sinyal oleh lingkungan supaya remaja diperlakukan sebagaimana mestinya.

2.3.3 Tugas Perkembangan Remaja

Setiap rentang kehidupan mempunyai tugas perkembangan masing-masing termasuk masa remaja mempunyai tugas perkembangan, tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst dalam Hurlock (2004) adalah:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman-tman sebaya baik pria maupun wanita. Akibat adanya kematangan seksual yang dicapai, para remaja mengadakan hubungan sosial terutama ditekankan pada hubungan relasi antara dua jenis kelamin. Seorang remaja haruslah mendapat penerimaan dari kelompok teman sebaya agar memperoleh rasa dibutuhkan dan dihargai. Dalam kelompok sejenis, remaja belajar untuk bertingkah laku sebagai orang dewasa, sedang dalam kelompok jenis kelamin lain remaja beljar menguasai ketrampilan sosial.


(21)

b. Mencapai peran sosial pria atau wanita. Yaitu mempelajari peran sosialnya masing-masing sebagai pria atau wanita dan dapat menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan jenis kelamin masing-masing sesuai dengan norma yang berlaku.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secar efektif. Menjadi bangga atau sekurang-sekurangnya toleran dengan tubuh sendiri serta menjaga, melindungi dan menggunakannya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab dalam kehidupan masyarakat.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Seorang remaja mulai dituntut memiliki kebebasan emosional karena jika remaja mengalami keterlambatan atau menemui beragai kesukaran pada masa dewasa. Misalnya tidak dapat menentukan rencana sendiri dan tidak dapat bertanggungjawab.

f. Mempersiapkan karir ekonomi, yaitu mulai memilih pekerjaan serta mempersiapkan diri masuk dunia kerja.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Yaitu mulai berusaha memperoleh pengetahuan tentang kehidupan berkeluarga, ada juga yang sudah tertarik untuk berharga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. Yaitu dapat mengembangkan


(22)

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat sebagai pandangan hidup bermasyarakat.

Jika seorang remaja berhasil mencapai tugas perkembngannya maka akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Dengan telah terpenuhinya tugas perkembangan remaja, maka akan menjadi modal dalam melakukan penyesuaian diri, karena remaja lebih merasa percaya diri dalam bertindak. 2.4 Penelitian yang Relevan

Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran lebih lanjut (Hurlock, 2004). Remaja yang berusaha menemukan identitas dirinya dihadapkan pada situasi yang menuntut harus mampu menyesuaikan diri bukan hanya terhadap dirinya sendiri tetapi juga pada lingkungannya, dengan demikian remaja dapat mengadakan interaksi yang seimbang antara diri dengan lingkungan sekitar.

Pengertian penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisiensi bisa dikikis habis (Kartono, 2000).

Remaja membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidup, orang lain yang dapat memberikan dukungan sosial. Dukungan sosial yang diterima remaja dari lingkungan, baik berupa dorongan semangat, perhatian,


(23)

penghargaan, bantuan dan kasih sayang membuat remaja menganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain. Jika individu diterima dan dihargai secara positif, maka individu tersebut cenderung mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan menghargai dirinya sendiri. Sehingga remaja mampu hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat luas secara harmonis (Kartika, 1986)

Hal ini didukung dengan penelitian dilakukan Kumala (2012), hubungan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,339 dengan p = 0,011 (p>0,05).Hal ini menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya terhadap penyesuaian diri remaja. Penelitian dengan hasil yang sama juga dilakukan Ika (2011), hubungan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri siswa kelas III di Madrasah Aliyah Negeri kota Blitar. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,566 dengan p = 0,01 (p>0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri siswa. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula penyesuaian diri, demikian juga sebaliknya. Semakin rendah dukungan sosial maka semakin rendah pula penyesuaian diri.

Hasil penelitian berbeda diperoleh Wijaya (2007) penelitian ini berjudul hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja siswa SMA Pangudi Luhur di Muntilan. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,144 dengan p = 0,077 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa


(24)

tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja siswa SMA Pangudi Luhur di Muntilan.

2.5 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian adalah ada hubungan yang signifikan dengan arah positif antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri. Artinya apabila dukungan sosial tinggi maka penyesuaian diri juga tinggi. Begitu pula sebaliknya, jika dukungan sosial rendah maka penyesuaian diri juga rendah.


(1)

b. Periode peralihan

Periode ini status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Masa remaja bukan lagi seorang anak dan bukan orang dewasa.

c. Periode perubahan

Perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik, jika perubahan fisik terjadi secara pesat perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung secara pesat.

d. Usia bermasalah

Masalah remaja sering sulit diatasi, hal ini sering disebabkan selama masa anak-anak sebagian besar masalahnya diselesaikan oleh orang tua, sehingga tidak berpengalaman mengatasinya.

e. Mencari identitas

Pada awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok masih penting, kemudian lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman sebayanya. f. Usia yang menimbulkan ketakutan

Adanya anggapan remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, membuat orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi remaja menjadi takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.


(2)

g. Masa yang tidak realistis

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan bagaimana adanya.

h. Ambang masa dewasa

Remaja mulai bertindak seperti orang dewasa. Seperti halnya masa-masa perkembangan yang lain, masa-masa remaja juga mempunyai ciri-ciri tertentu yang harus memiliki sebagai bekal menuju perkembangan berikutnya, dengan adanya ciri-ciri tersebut dapat dijadikan sinyal oleh lingkungan supaya remaja diperlakukan sebagaimana mestinya.

2.3.3 Tugas Perkembangan Remaja

Setiap rentang kehidupan mempunyai tugas perkembangan masing-masing termasuk masa remaja mempunyai tugas perkembangan, tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst dalam Hurlock (2004) adalah:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman-tman sebaya baik pria maupun wanita. Akibat adanya kematangan seksual yang dicapai, para remaja mengadakan hubungan sosial terutama ditekankan pada hubungan relasi antara dua jenis kelamin. Seorang remaja haruslah mendapat penerimaan dari kelompok teman sebaya agar memperoleh rasa dibutuhkan dan dihargai. Dalam kelompok sejenis, remaja belajar untuk bertingkah laku sebagai orang dewasa, sedang dalam kelompok jenis kelamin lain remaja beljar menguasai ketrampilan sosial.


(3)

b. Mencapai peran sosial pria atau wanita. Yaitu mempelajari peran sosialnya masing-masing sebagai pria atau wanita dan dapat menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan jenis kelamin masing-masing sesuai dengan norma yang berlaku.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secar efektif. Menjadi bangga atau sekurang-sekurangnya toleran dengan tubuh sendiri serta menjaga, melindungi dan menggunakannya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab dalam kehidupan masyarakat.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Seorang remaja mulai dituntut memiliki kebebasan emosional karena jika remaja mengalami keterlambatan atau menemui beragai kesukaran pada masa dewasa. Misalnya tidak dapat menentukan rencana sendiri dan tidak dapat bertanggungjawab.

f. Mempersiapkan karir ekonomi, yaitu mulai memilih pekerjaan serta mempersiapkan diri masuk dunia kerja.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Yaitu mulai berusaha memperoleh pengetahuan tentang kehidupan berkeluarga, ada juga yang sudah tertarik untuk berharga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. Yaitu dapat mengembangkan


(4)

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat sebagai pandangan hidup bermasyarakat.

Jika seorang remaja berhasil mencapai tugas perkembngannya maka akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Dengan telah terpenuhinya tugas perkembangan remaja, maka akan menjadi modal dalam melakukan penyesuaian diri, karena remaja lebih merasa percaya diri dalam bertindak. 2.4 Penelitian yang Relevan

Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran lebih lanjut (Hurlock, 2004). Remaja yang berusaha menemukan identitas dirinya dihadapkan pada situasi yang menuntut harus mampu menyesuaikan diri bukan hanya terhadap dirinya sendiri tetapi juga pada lingkungannya, dengan demikian remaja dapat mengadakan interaksi yang seimbang antara diri dengan lingkungan sekitar.

Pengertian penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisiensi bisa dikikis habis (Kartono, 2000).

Remaja membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidup, orang lain yang dapat memberikan dukungan sosial. Dukungan sosial yang diterima remaja dari lingkungan, baik berupa dorongan semangat, perhatian,


(5)

penghargaan, bantuan dan kasih sayang membuat remaja menganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain. Jika individu diterima dan dihargai secara positif, maka individu tersebut cenderung mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan menghargai dirinya sendiri. Sehingga remaja mampu hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat luas secara harmonis (Kartika, 1986)

Hal ini didukung dengan penelitian dilakukan Kumala (2012), hubungan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,339 dengan p = 0,011 (p>0,05).Hal ini menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya terhadap penyesuaian diri remaja. Penelitian dengan hasil yang sama juga dilakukan Ika (2011), hubungan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri siswa kelas III di Madrasah Aliyah Negeri kota Blitar. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,566 dengan p = 0,01 (p>0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri siswa. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula penyesuaian diri, demikian juga sebaliknya. Semakin rendah dukungan sosial maka semakin rendah pula penyesuaian diri.

Hasil penelitian berbeda diperoleh Wijaya (2007) penelitian ini berjudul hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja siswa SMA Pangudi Luhur di Muntilan. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,144 dengan p = 0,077 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa


(6)

tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja siswa SMA Pangudi Luhur di Muntilan.

2.5 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian adalah ada hubungan yang signifikan dengan arah positif antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri. Artinya apabila dukungan sosial tinggi maka penyesuaian diri juga tinggi. Begitu pula sebaliknya, jika dukungan sosial rendah maka penyesuaian diri juga rendah.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA KELAS X Hubungan Antara Dukungan Teman Sebaya Dengan Penyesuaian Diri Pada Siswa Kelas X SMA Negeri I Toroh Purwodadi.

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Harga Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya dengan Perilaku Bullying Remaja Siswa Kelas VIII di Sekolah SMP Negeri 08 Salatiga T1 132008604 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri pada Remaja Kelas VIII di SMP N 1 Karanggede T1 132009004 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri pada Remaja Kelas VIII di SMP N 1 Karanggede T1 132009004 BAB IV

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri pada Remaja Kelas VIII di SMP N 1 Karanggede T1 132009004 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri pada Remaja Kelas VIII di SMP N 1 Karanggede

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri pada Remaja Kelas VIII di SMP N 1 Karanggede

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar Pada Siswa SMA Kristen Satya Wacana Salatiga T1 802008015 BAB II

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri Siswa-Siswi SMA Santo Agustinus Purbalingga

0 0 2