PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA.

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN

PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA Konsentrasi Pendidikan Fisika Sekolah Lanjutan Sekolah Pascasarjana

Oleh:

HERI SUGIANTO 1104041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN

PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA

Oleh: Heri Sugianto

S.Pd. Universitas Negeri Jakarta, 2009

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Konsentrasi Fisika Sekolah Pasca Sarjana

© Heri Sugianto 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

Halaman Pengesahan Tesis

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN

PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dr. Johan Maknun, M.Si NIP: 19680308 199303 1002

Pembimbing II

Dr. Dadi Rusdiana, M.Si NIP: 19681015 199403 1002

Ketua Program Studi Pendidikan IPA

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Prof.Dr.Hj. Anna Permanasari, M.Si NIP.195807121983032002


(4)

THE IMPLEMENTATION OF CONTEXTUAL'S MODEL AIDED MULTIMEDIA TO ENHANCE STUDENT'S CONCEPTS MASTERY AND SCIENTIFIC LITERACY IN THE FLUID MATERIAL IN

CLASS XI SMA IPA

Heri Sugianto*, Johar Maknun, Dadi Rusdiana Prodi Pendidikan IPA SPs Universitas Pendidikan Indonesia

*faihasatu@gmail.com 081280444841

ABSTRACT

This study aims to determine the concepts mastery and skills increase scientific literacy of students by using multimedia-assisted contextual learning model. The method used quasi experiment with pretest-posttest control group design. Subjects of study are class XI in Subang districts, West-Ja a. The result of stud sho ed that o te tual odel’s

aided ulti edia sig ifi a tl e ha e stude t’s concepts mastery and skills scientific literacy. The e ha e e t of stude t’s o epts aster ith N-Gain value is 0.50 (medium category) for experiment class and 0,30 (medium category) for control class. The enhancement of student's skills scientific literacy with N-Gain value is 0.45 (medium category) for experiment class and 0,30 (medium category) for control class.


(5)

PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI

FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA

Heri Sugianto NIM 1104041

Pembimbing I : Dr. Johar Maknun, M.Si Pembimbing II : Dr. Dadi Rusdiana, M.Si Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika Sekolah Lanjutan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains siswa dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual berbantuan multimedia. Metode dan desain penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan pretest-posttest control group design. Subjek penelitiannya adalah kelas XI di kabupaten Subang, Jawa-Barat. Hasil penelitian menunjukkan Model Pembelajaran Kontekstual berbantuan multimedia secara signifikan mampu meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains siswa. Peningkatan penguasaan konsep siswa dengan nilai N-Gain 0.50 (kategori sedang) untuk kelas eksperimen dan 0,30 (kategori sedang) untuk kelas kontrol. Peningkatan kemampuan literasi sains siswa dengan nilai N-Gain 0.45 (kategori sedang) untuk kelas eksperimen dan 0,30 (kategori sedang) untuk kelas kontrol.

Kata kunci: Model Pembelajaran Kontekstual, Multimedia, penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN COVER ... i

HALAMAN HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kontekstual ... 10

B. Pembelajaran Konvensional ... 18

C. Penguasaan Konsep ... 21

D. Literasi Sains ... 23

E. Multimedia ... 27

F. Hipotesis ... 30

G. Deskripsi Materi Fluida ... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 38

B. Loksai dan Subjek Penelitian ... 40

C. Instrumen Penelitian ... 40

D. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Alur dan Prosedur Penelitian ... 48

G.Analisis dan Teknik Pengolahan Data ... 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 56 2. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Berbantual Multimedia . 56


(7)

3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 57

3.1 Penguasaan Konsep ... 58

3.1 Literasi Sains ... 63

B. Pembahasan ... 68

1. Pelaksanaan Penelitian ... 68

2. Peningkatan Penguasaan Konsep ... 71

3. Peningkatan Kemampuan Literasi Sains ... 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual ... 17

Tabel 2.2. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Konvensional .... 20

Tabel 2.3. Hubungan Pembelajaran Kontekstual, Penguasaan Konsep, dan Kemampuan Literasi Sains ... 27

Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 38

Tabel 3.2. Klasifikasi Tingkat Reabilitas ... 43

Tabel 3.3. Hasil Reliabilitas Tes Penguasaan Konsep dan Literasi Sains ... 43

Tabel 3.4. Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal ... 44

Tabel 3.5. Klasifikasi Daya Pembeda Soal ... 45

Tabel 3.6. Hasil Analisis Taraf Kemudahan , Daya Pembeda, dan Validitas Soal Penguasaan Konsep dan Kemampuan Literasi Sains ... 46

Tabel 3.7. Teknik Pengumpulan Data ... 47

Tabel 3.8. Intepretasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 49

Tabel 3.9. Klasifikasi Gain Ternormalisasi... 50

Tabel 4.1. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ... 57

Tabel 4.2. Statistik Deskripsi Skor Penguasaan Konsep ... 58

Tabel 4.3. Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Penguasaan Konsep... 59

Tabel 4.4. Rerata N-gain Penguasaan Konsep masing-masing Aspek Kognitif... 59

Tabel 4.5. Rerata dan Klasifikasi N-gain Penguasaan Konsep... 60

Tabel 4.6. Uji Normalitas Skor N-Gain penguasaan konsep... 61

Tabel 4.7. Uji Homogenitas Skor N-Gain penguasaan konsep... 62

Tabel 4.8 Uji Perbedaan Rerata Skor N-gain Penguasaan Konsep... 63

Tabel 4.9. Statistik Deskripsi Skor Literasi Sains ... 63

Tabel 4.10. Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Literasi Sains... 64

Tabel 4.11. Rerata N-gain Literasi Sains masing-masing Aspek Literasi... 65

Tabel 4.12. Rerata dan Klasifikasi N-gain Literasi Sains... 66

Tabel 4.13. Uji Normalitas Skor N-Gain Literasi Sains... 66


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Prinsip Kerja Dongkrak Hidrolik ... 33

Gambar 2.2. Zat cair dapat dianggap tersusun atas lapisan-lapisan air ... 34

Gambar 2.3. Bejana yang berisi air ... 35

Gambar 2.4. Benda Terapung ... 36

Gambar 2.5. Benda Melayang ... 36

Gambar 2.6. Benda Tenggelam ... 37

Gambar 3.1. Bagan Alur dan prosedur Penelitian... 48

Gambar 3.2. Alur Uji Hipotesis ... 51

Gambar 4.1. Diagram Batang N-Gain Penguasaan Konsep 59 Gambar 4.2. Diagram Batang Peningkatan Penguasaan Konsep Pada Tiap Indikator ... 60

Gambar 4.3 Diagram Batang N-Gain Kemampuan Literasi Sains ... 64

Gambar 4.3 Diagram Batang Peningkatan Literasi Sains Pada Tiap Indikator ... 65


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 81

Lampiran B : Instrumen Tes ... 99

Lampiran C : Analisis tes uji coba dan data ... 136


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. IPA pada hakikatnya meliputi dua hal, yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. IPA sebagai produk berarti terdapat fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan teori-teori yang sudah diterima kebenarannya. Adapun IPA sebagai proses merupakan kegiatan yang dilakukan dan sikap-sikap untuk menghasilkan produk berupa ilmu pengetahuan.

Mata pelajaran Fisika yang merupakan bagian dari IPA berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat mengembangkan keterampilan dan sikap percaya diri.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 tahun 2006 tentang standar isi meyebutkan secara rinci, fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah sebagai sarana :

1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. 2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

bekerjasama dengan orang lain.

3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. 4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan


(12)

2

berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Depdiknas, 2006)

Dari uraian di atas tampak bahwa penyelenggaraan mata pelajaran Fisika di SMA dimaksudkan sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai konsep dan prinsip Fisika, memiliki kecakapan ilmiah, memiliki keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Agar mata pelajaran Fisika dapat benar-benar berperan seperti demikian, maka tak dapat ditawar lagi bahwa pembelajaran Fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pendidikan dan pelatihan berbagai kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi.

Kenyataan di lapangan, proses pembelajaran Fisika dirasa masih jauh dari apa yang diharapkan. Dari pengamatan langsung peneliti di salah satu SMA di kabupaten Subang diperoleh bahwa sebagian besar proses pembelajaran Fisika dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran satu arah yang lebih menekankan pada penyampaian materi pembelajaran (metode konvensional). sebernarnya sekolah mempunyai target dalam kurikulum mata pelajaran fisika, bagaimana siswa mempunyai kemampuan atau keterampilan sains yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada metode konvensional keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar masih kurang. Proses belajar mengajar terpusat pada guru, sehingga siswa menerima pelajaran secara pasif. Tidak mengherankan apabila konsep yang telah tertanam tidak akan bertahan lama dan akan mudah hilang lagi. Kelemahan lain dalam penggunaan metode konvensional adalah pengajarannya yang terlampau matematis. Menurut Sumarna (2004) kebanyakan peserta didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan nyata (real world). Zamroni (2000) menyatakan, hal di atas disebabkan adanya kecenderungan pembelajaran di kelas yang tidak berusaha


(13)

mengaitkan konten pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pernyataan senada disampaikan Conny Semiawan (2000) bahwa pembelajaran lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata. Siswa cenderung dituntut untuk menghapal rumus dan penggunaan rumus tersebut tanpa memahami konsep-konsep yang melatar belakangi terbentuknya rumus tersebut, sehingga siswa pun sulit menyerap konsep-konsep fisisnya. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil penguasaan konsep fisika yang dicapai siswa. Seperti ditunjukan pada nilai rata-rata akhir semester gasal 5,00 dan ulangan harian untuk materi sebelumnya 5,40.

.Data kuantitatif dapat dilihat dari hasil studi TIMSS (The Third International Mathematics and Science Study) dan PISA (Programe for International Student Assessment). Framework kegiatan TIMSS meliputi: content, performance expectation, dan perspectives, dan literasi sains dalam studi PISA mencakup kemampuan menggunakan pengetahuan, mengidentifikasi masalah dalam kehidupan dalam rangka memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang terjadi pada kehidupan. Kemampuan fisika siswa di Indonesia domain kognitif baik secara nasional maupun internasional dan tiap tahun mengalami penurunan dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan fisika siswa indonesia masih harus ditingkatkan pada semua aspek, terutama aspek pengetahuan (knowing) (Ridwan, 2010).Menurut hasil studi PISA, di antara 41 negara peserta, Indonesia berada pada peringkat ke-39 untuk literasi membaca dan matematika, dan peringkat ke-38 untuk literasi sains. Untuk literasi sains, nilai rata-rata siswa Indonesia adalah 393, jauh di bawah Jepang, 550 dan Korea, 525 (Hayat, 2003). Dengan nilai 393 tersebut, berarti siswa kita rata-rata hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum-hukum sains, tetapi menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengevalusi, menganalisis, dan memecahkan permasalahan kehidupan masih amat kurang.

Keprihatinan para pakar pendidikan yang didukung dua hasil studi internasional di atas, sudah seharusnya dijadikan pijakan untuk mereorientasi


(14)

4

proses pembelajaran. Pandangan dan perilaku yang menempatkan pembelajaran sebagai content transmission model harus sudah ditinggalkan. Paradigma pembelajaran harus menekankan pada learning, bersifat student centered, harus bergeser dari “guru dan apa yang akan diajarkan” ke arah “siswa dan apa yang akan dilakukan”. Pembelajaran harus menciptakan meaningful connections dengan kehidupan nyata. Pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk beraktivitas, baik hands-on activities maupun minds-on activities.

Salah satu Model pembelajaran yang dibangun dengan prinsip-prinsip di atas, dan concern terhadap upaya-upaya implementasi dalam kehidupan nyata adalah Model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning [CTL]). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang berusaha mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka sehari-hari (Blancard, 2001 dan Johnson, 2002). Untuk mewujudkan pembelajaran yang memiliki karakteristik seperti di atas, proses pembelajaran harus menekankan pada: making meaningful connection, constructivism, inquiry, critical and creative thinking, learning community, dan using authentic assessment.

Menurut University of Washington, beberapa strategi pembelajaran berikut ini menempatkan siswa dalam konteks sesuai CTL. Pembelajaran autentik, yakni pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam konteks sebenarnya, yaitu kehidupannya sehari-hari (daily lives). Pembelajaran berbasis inkuiri, yakni strategi pembelajaran yang berpola pada metode ilmiah, observasi dilakukan, masalah ditemukan, dirumuskan hipotesis, kemudian hipotesis diuji dengan eksperimen, sehingga diperoleh kesimpulan. Pembelajaran berbasis masalah, yakni pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah dunia nyata (real-world) sebagai konteks bagi siswa untuk berpikir kritis dan melatih keterampilan problem solving.

Berdasarkan penelitian Deen dan smith (2006) dan Entin kartini (2008) mengungkapkan bahwa Model kontektual dapat meningkatkan penguasaan


(15)

konsep, serta berdasarkan penelitian wasis (2006) Model kontektual dapat Mengembangkan keterampilan proses, inkuiri, berfikir kritis dan kreatif, dan pemecahan masalah.

Perkembangan TIK ini memungkinkan dihasilkannnya berbagai multimedia dalam pembelajaran yang dapat memudahkan dan membangkitkan motivasi belajar siswa dalam mempelajari konsep Fisika dan meningkatkan hasil belajar. Sumber belajar dan media ini ada yang dimanfaatkan dan ada pula yang direkayasa. Keduanya bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perkembangan media pembelajaran selanjutnya sejalan dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Information and Communication Technology – ICT). Masuknya abad informasi (abad ke-21) menjadikan variasi media pendidikan berkembang, hal ini dapat terlihat dari berbagai perpaduan teknologi informasi terhadap pendidikan, misalnya sistem informasi manajemen pendidikan, pendidikan jarak jauh, pembelajaran berbasis computer, serta adanya pembelajaran berbasis jaringan dan cyber education yang diakses lewat internet.

Arah pembelajaran memasuki millennium ketiga memadukan unsur-unsur teknologi komunikasi, aspek audio, visual dan grafis dalam bentuk multimedia yang dapat diakses secara online kapan dan dimana saja. Luasnya kajian tentang multimedia dalam pendidikan, maka tulisan ini difokuskan pada pembelajaran berbasis computer yang juga mengacu pada hal yang terkait dengan ICT, sebagai perangkat multimedia. Dalam tulisan ini akan dibahas secara garis besar bagaimana pemanfaatan perangkat multimedia dalam pembelajaran. Menurut beberapa penelitian diantaranya yang di ungkapkan Wiendartun, Taufik dan Hery (2007) mengungkapkan bahwa, pembelajaran berbasis multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sedangkan hasil penelitian Selahattin (2006) menunjukkan bahwa komputer dan kontruktivis sama-sama dapat meningkatkan pemahaman.

Hasil penelitian di atas memungkinkan untuk diterapkan pada materi fisika yang lain dengan menggunakan media pembelajaran produk TIK. Salah satu materi fisika yang dapat dijadikan objek penelitian adalah konsep Fluida.


(16)

6

Konsep fluida merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum pebelajaran Fisika. Konsep ini diperkenalkan pada siswa sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan merupakan konsep yang sangat dekat dengan fenomena yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian pada kenyataannya tidak sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep fluida dan mengaplikasikannya dalam permasalahan sehari-hari. Hal ini dikarenakan dalam pengajarannnya di sekolah siswa menerima pelajaran ini hanya dengan mendengarkan atau mencatat hukum-hukum yang berlaku yang diberikan oleh guru tanpa benar-benar memahami konsep konsep yang ia pelajari.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis memandang perlu untuk melakukan sebuah penelitian mengenai “penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) berbantuan multimedia untuk meningkatkan penguasaan konsep dan literasi sains siswa pada pokok bahasan fluida statis”.

B.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Apakah penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) berbantuan multimedia dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains siswa dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia?”.

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan penguasaan konsep siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan model kontekstual berbantuan multimedia dibandingkan dengan yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional berbantuan multimedia?

2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan literasi sains siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan model kontekstual berbantuan multimedia


(17)

dibandingkan dengan yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional berbantuan multimedia?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan diatas, maka Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang:

1. Perbandingan peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi fluida statis pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kontekstual berbantuan multimedia dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

2. Perbandingan peningkatan kemampuan literasi sains siswa pada materi fluida statis pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kontekstual berbantuan multimedia dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

D. MANFAAT PENELITIAN

Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empirik tentang potensi pembelajaran kontekstual berbantuan multimedia dalam meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains siswa, yang nantinya dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya dan dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini seperti guru-guru sekolah menengah, para mahasiswa di LPTK, para peneliti dalam bidang pendidikan, praktisi pendidikan dan lain-lain.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, definisi operasional variabel penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut :

1. Model Pembelajaran Kontekstual adalah sebuah sistem yang holistik/menyeluruh dan terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan atau terikat satu sama lain dan merupakan proses pembelajaran yang lebih


(18)

8

konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna. Pembelajaran kontekstual yang dikembangkan dalam penelitian ini, memiliki ciri utama, yaitu: siswa bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan kemampuannya, menggunakan metode demonstrasi atau eksperimen untuk menemukan sendiri pengetahuan dan ketrampilannya yang akan dipelajari, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami oleh siswa dalam pembelajaran, sistem kolaborasi dalam kelompok kecil, menghadirkan model sebagai media pembelajaran atau siswa memberikan contoh, dan adanya interaksi kelas (diskusi) serta siswa dibimbing untuk melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Pembelajaran kontekstual ini berbantual multimedia yang dapat membantu siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui animasi. Keterlaksanaan model pembelajaran ini dalam pembelajaran konsep fluida statis dipantau melalui lembar observasi. 2. Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep

dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyaningtyas dalam Yusuf, 2008). PISA mengidentifikasi tiga dimensi besar literasi sains, yakni proses sains (1. Mengenal pertanyaan ilmiah, 2. Mengidentifikasi bukti, 3. Menarik kesimpulan, 4. Mengkomunikasikan kesimpulan, 5. Menunjukan pemahaman konsep ilmiah), konten sains (mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan konsep-konsep), dan konteks aplikasi sains. Dalam penelitian ini Kemampuan Literasi Sains siswa diukur sebelum dan setelah pembelajaran dengan menggunakan tes literasi sains berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang mencakup indikator-indikator Kemampuan literasi sains yang dilaksanakan pada saat pretest dan posttest.

3. Penguasaan Konsep dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika,


(19)

melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru dan dapat mengaplikasikan konsep untuk meyelesaikan masalah yang ada. Indikator penguasaan konsep dihubungkan dengan tingkat berpikir domain kognitif Bloom yang terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda, yaitu Menghafal (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasikan (C6) (Anderson dan Karthwol, 2001). Tetapi dalam penelitian ini, penguasaan konsep yang dimaksud hanya meliputi 4 aspek kognitif yaitu tingkatan domain hafalan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan analisis (C4) Penguasaan konsep diukur dengan menggunakan tes penguasaan konsep dalam bentuk tes pilihan ganda yang dilaksanakan pada saat pretest dan posttest .

4. Model pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tempat penelitian, yang biasanya didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab dimana guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa (teacher centered) dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Tahapan pembelajaran konvensional yang akan diterapkan adalah (1). Menyampaikan tujuan Pembelajaran, (2). Menyajikan informasi dengan ceramah, (3). Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik-Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik (4). Memberikan kesempatan latihan lanjutan.


(20)

38

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment atau eksperimen semu. Penelitian quasi eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik. Penelitian quasi eksperimen sebagaimana dikemukakan Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (2007) dan John W. Creswell (2008) bahwa:

Quasi-experimental designs do not include the use of random assignment. Reseachers who employ these design rely instead on other techniques to control (or at least reduce) threats to internal validity. We shall describe some of these techniques as we discuss several quasi-experimental design”. Metode ini digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan literasi siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model kontekstual berbantuan multimedia dengan yang mendapatkan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

Desain eksperimen yang digunakan adalah “The Randomized Pretest-Posttest control group design” (Frankel dan Wallen, 2007) dimana penentuan kelas kontrol dilakukan secara acak per kelas. Desain ini dilakukan dengan memberikan perlakuan pembelajaran dengan model pendekatan kontekstual berbantuan multimedia pada kelompok eksperimen dan pemebalajaran konvensional berbantuan multimedia pada kelas kontrol. Bagan desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan dalam Tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

The Randomized Pretest-Posttest Control Group Design

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen O1 O2 X1 O1 O2

Kontrol O1 O2 X2 O1 O2


(21)

Keterangan:

O1 = Tes awal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol O2 = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

X1 = Perlakuan model pembelajaran Kontekstual berbantuan multimedia pada kelas eksperimen

X2 = Perlakuan pada kelas kontrol, yaitu penerapan model pembelejaran konvensional berbantuan multimedia

Desain penelitian dengan desain pretest + Treatment + Posttest. Thomas Murray menjelaskan:

To furnish a more convincing foundation for estimating the influence of the text, the teacher could replace her treatment + evaluation plan with a pretest + treatment + posttest (p + t + p) design. In this case, before assigning students to read the chapter, she would have them take a test (pretest) over the subject- mattertreated in the chapter. Subsequently, after the students had completed the reading assigment (treatment), she would test (posttest) their grasp of the chapters content. In order to estimate how much the textbook had added to the learners knowledge, she would subtract each students pretest score from his or her posttest score and conclude that the obtained difference (change of score) represented the contributions made by the book. In other words, the experimenters judgement would be based, not on the posttest scores, but on the extent of change from pretest to posttest (Murray, 2003).

Sebagaimana terjemaahannya adalah dalam memperoleh dasar yang lebih menyakinkan dalam memperkirakan pengaruh dan suatu materi guru dapat mengganti desain pembelajaran, yang semula menggunakan treatment + evaluation menjadi menggunakan desain pretest+treatment+posttest. Dalam hal ini, sebelum menyuruh siswa membaca materi yang akan dipelajari, guru harus memberikan pretes lalu setelah mereka selesai mempelajari dengan perlakuan tertentu guru memberikan post-test untuk mengetahui prestasi belajar setelah diberi perlakuan. Dan untuk mengetahui sejauh mana perolehan prestasi belajar guru harus mengurangkan nilai tes akhir dengan nilai tes awal dan nilai akhir yang diperoleh merupakan tanda keberhasilan atau ketidakberhasilan perlakuan yang telah dilakukan.


(22)

40

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA di kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA yang terdiri dari 4 kelas paralel terdiri atas ± 23 orang siswa. Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara cluster random sampling, sebagai sampel penelitian diambil dua kelas secara acak dari empat kelas yang meiliki kemampuan yang setara tanpa mengacak siswa dalam kelasnya. Pengelompokan sampel terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.

C. Instrumen Penelitian

Dalam melakukan penelitian dan mengumpulkan data yang diperlukan, maka digunakan beberapa instrumen. Peneliti telah mempersiapkan dan menyusun beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu; (1) tes kemampuan literasi sains, (2) tes penguasaan konsep dan (3) lembar observasi keterlaksanaan pemebalajaran melalui pendekatan kontekstual berbatuan multimedia. Berikut ini rincian masing-masing instrumen:

1. Tes Kemampuan literasi sains

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains terhadap konsep fluida statis, item soal yang dikembangkan berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum pembelajaran (Pre-Test) dan sesudah pembelajaran (Post-Test). Indikator tes untuk melihat kemampuan literasi sains siswa dibatasi pada aspek konten, proses sains, dan aplikasi sains.

2. Tes Penguasaan Konsep

Tes ini digunakan untuk mengukur Penguasaan Konsep terhadap konsep fluida statis, item soal yang dikembangkan berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum pembelajaran (Pre-Test) dan sesudah pembelajaran (Post-Test). Indikator tes untuk melihat kemampuan literasi sains siswa dibatasi padaempat tahapan kognitif Bloom yang disempurnakan oleh Anderson, yaitu menghapal (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), da menganalisis (C4).


(23)

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pemebalajaran melalui Pendekatan Kontekstual Berbatuan Multimedia.

Lembar observasi ini digunakan untuk mengukur keterlaksanaan pemebalajaran melalui pendekatan kontekstual berbatuan multimedia sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

D. Teknik Analisis Instrumen Penelitian

Analisis Instrumen Penenlitian ini dilakukan untuk mengukur kelayakan perangkat tes hasil belajar. Ananlisis yang dilakukan meliputi analisis uji validitas, Uji Realibilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen. 1. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2006), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.

a. Validitas Teoritik

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains siswa yang berkenaan dengan validitas isi dan validitas muka diberikan oleh ahli.

Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2003). Validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak dengan indikator.

Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya sehingga tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal.


(24)

42

Sebelum tes tersebut digunakan, terlebih dahulu dilakukan validitas muka dan validitas isi instrumen oleh para ahli yang berkompeten. Uji coba validitas isi dan validitas muka untuk soal tes pengusaan konsep dan tes literasi sains dilakukan oleh 3 dosen ahli. Untuk mengukur validitas isi, pertimbangan didasarkan pada kesesuaian soal dengan materi ajar Fisika SMA kelas XI IPA, dan sesuai dengan tingkat kesulitan siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan didasarkan pada kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi.

Adapun hasil pertimbangan mengenai validitas isi dan validitas muka dari ketiga orang ahli dapat dilihat pada Lampiran B. Setelah instrumen dinyatakan sudah memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian secara terbatas diujicobakan kepada 30 orang siswa di luar sampel penelitian yang telah menerima materi yang diteskan. Tujuan dari uji coba terbatas ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa sekaligus memperoleh gambaran apakah butir-butir soal tersebut dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Hasil uji coba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua soal tes dipahami dengan baik. Kisi-kisi soal, perangkat soal, dan kunci tes penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains tersebut, selengkapnya ada pada Lampiran A.

2. Analisis Reliabilitas Butir Soal

Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan/kekonsistenan instrumen tersebut bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus Kuder-Richadson (KR-21) (Suherman, 2003) yaitu :

dengan:

11 : koefisien reliabilitas soal : banyak butir soal


(25)

: rata-rata skor total : variansi total

Kriteria koefisien reliabitas yang digunakan adalah kriteria Gilford (Suherman, 2003) seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Klasifikasi Tingkat Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Keterangan

0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11≤ 0,60 Sedang

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ r11≤ 0,20 Sangat rendah

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus Kuder-Richadson (KR-21) dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2010. Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan membandingkan rhitung dan rtabel. Jika rhitung > rtabel maka soal reliabel, sedangkan jika rhitung≤ rtabel maka soal tidak reliabel.

Maka untuk α = 5% dengan derajat kebebasan dk = 30 diperoleh harga rtabel 0,361. Hasil perhitungan reliabilitas dari uji coba instrumen penguasaan konsep diperoleh rhitung = 0,734. Artinya soal tersebut reliabel karena 0,734 > 0,361dan termasuk kedalam kategori tinggi, sedangkan hasil perhitungan reliabilitas dari uji coba instrumen literasi sains diperoleh rhitung = 0,833. Artinya soal tersebut reliabel karena 0,833 > 0,361 dan termasuk kedalam kategori tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran B. Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan reliabilitas. :

Tabel 3.3 Hasil Reliabilitas Tes

Penguasaan Konsep dan Kemampuan Literasi Sains Tes rhitung rtabel Kriteria Kategori Penguasaan Konsep 0,734 0,361 Reliabel Tinggi Literasi Sains 0,833 0,361 Reliabel Tinggi


(26)

44

Hasil analisis menunjukkan bahwa soal penguasaan konsep dan literasi sains telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.

3. Taraf Kemudahan

Taraf kemudahan suatu butir soal ialah perbandingan jumlah jawaban yang benar dari testee untuk suatu item dengan jumlah peserta testee (Arikunto, 2001). Taraf kemudahan dapat dihitung dengan rumus:

Dimana :

P = Taraf Kemudahan

B = Jumlah siswa yang menjawab benar JS = Jumlah siswa / Testee

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk meningkatkan prestasi dan memecahkan masalah yang ada. Begitu juga sebaliknya, soal yang sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk memecahkan masalahnya karena diluar jangkauan kemampuannya.

Bilangan yang menyatakan sukar dan mudahnya suatu soal adalah taraf kemudahan ( level of ease). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukan bahwa soal tersebut terlalu sukar. Sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Kriteria taraf kemudahan suatu tes ditunjukan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal

Taraf Kemudahan (TK) Interprestasi atau Penafsiran TK

TK < 0,30 Sukar

0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang


(27)

4. Analisis Daya Pembeda Soal

Uji daya pembeda, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tiap butir soal mampu membedakan antara siswa kelompok atas dengan siswa kelompok bawah. Daya pembeda butir soal dihitung dengan rumus berikut ini (Suherman, 2003) : DP

dengan:

DP : Daya pembeda

: jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau

jumlah benar kelompok atas

: jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar,

atau jumlah benar kelompok bawah

: jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)

Klasifikasi interpretasi daya pembeda soal (Suherman, 2003) dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Klasifikasi daya pembeda soal

Daya Pembeda (DP) Klasifikasi

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00< DP 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40< DP 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali

5. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen

Data hasil uji coba instrumen tes terdiri dari uji validitas butir soal, tingkat kesukaran, dan daya pembeda selengkapnya ada pada Lampiran B. Perhitungan uji validitas butir soal, tingkat kesukaran, dan daya pembeda menggunakan Microsoft Office Excel 2010. Untuk validitas butir soal digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir soal dengan skor


(28)

46

total. Hasil validitas butir soal penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Penguasaan Konsep dan literasi Sains

No Soal

Item analisis

Ket Daya

Pembeda Keterangan

Taraf

Kemudahan Keterangan Instrumen Tes Penguasaan Konsep

1 0,80 Baik Sekali 0,53 Sedang Dipakai

2 0,40 Baik 0,60 Sedang Dipakai

3 0,65 Baik 0,70 mudah Dipakai

4 0,75 Baik Sekali 0,63 sedang Dipakai 5 0,95 Baik Sekali 0,70 mudah Dipakai

6 0,55 Baik 0,90 mudah Dipakai

7 0,65 Baik 0,83 mudah Dipakai

8 0,60 Baik 0,60 Sedang Dipakai

9 0,60 Baik 0,80 mudah Dipakai

10 0,15 Buruk 0,63 sedang Dibuang

11 0,45 Baik 0,57 sedang Dipakai

12 0,35 sedang 0,43 sedang Dipakai

13 0,45 Baik 0,70 mudah Dipakai

14 0,40 Baik 0,80 Sedang Dipakai

15 0,50 Baik 0,73 mudah Dipakai

16 0,40 Baik 0,40 Sedang Dipakai

17 0,15 Buruk 0,37 Sedang Dibuang

18 0,10 Buruk 0,40 Sedang Dibuang

19 0,05 Buruk 0,23 Sukar Dibuang

20 0,25 sedang 0,23 Sukar Dipakai Instrumen Tes Literasi Sains

21 0,25 sedang 0,17 Sukar Dipakai

22 0,05 Buruk 0,30 Sedang Dibuang

23 0,20 sedang 0,40 Sedang Dipakai

24 0,55 Baik 0,50 Sedang Dipakai

25 0,10 Buruk 0,33 Sedang Dibuang

26 0,40 Baik 0,33 Sedang Dipakai

27 0,40 Baik 0,73 Mudah Dipakai

28 0,45 Baik 0,63 Sedang Dipakai


(29)

30 0,05 Buruk 0,43 Sedang Dibuang 31 0,30 sedang 0,47 Sedang Dipakai

32 0,40 Baik 0,80 Mudah Dipakai

33 0,45 Baik 0,70 Mudah Dipakai

34 0,60 Baik 0,60 Sedang Dipakai

35 0,60 Baik 0,67 Sedang Dipakai

36 0,60 Baik 0,60 Sedang Dipakai

37 0,50 Baik 0,53 Sedang Dipakai

38 0,10 Buruk 0,60 Sedang Dibuang

39 0,40 Baik 0,57 Sedang Dipakai

40 0,05 Buruk 0,67 Sedang Dibuang

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua macam cara dalam mengumpulkan data, yaitu melalui tes dan observasi. Dalam pengambilan data ini terlebih dahulu menentuka sumber data, jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Teknik Pengumpulan Data No Sumber

Data

Jenis data Teknik

pengumpulan

Instrumen

1 Siswa Kemampuan literasi sains sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

Tes awal dan tes akhir

Butir soal pilihan

ganda yang

mengukur

penguasaan konsep 2 Siswa Penguasaan konsep

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

Tes awal dan tes akhir

Butir soal pilihan

ganda yang

mengukur literasi sains

3 Guru keterlaksanaan pemebalajaran melalui pendekatan kontekstual

berbatuan multimedia


(30)

48

F. Alur dan Prosedur Penelitian

Gambar 3....

Gambar 3.1

Gambar Alur dan Prosedur Penelitian

Penentuan multimedia dikonsultasikan dengan pembimbing Penyusunan Instrumen

1. soal tes Literasi sains dan tes penguasaan konsep 2. pedoman observasi

kebelangsungan model kontektual

Penyusunan Rencana Pembelajaran

Judgement, Uji coba, Revisi

Pre-Test

Analisis Data

Kesimpulan Studi Pendahuluan

Wawancara dengan guru, angket siswa

Kelas eksprimen (Implementasi model pembelajaran kontekstual

berbantuan multimedia)

Kelas kontrol (model pembelajaran konvensional

berbantuan multimedia)

Lembar observasi

Penyusunan Proposal Latar belakang dan indentifikasi


(31)

G. Analisis dan Teknik Pengolahan data

Data yang diperoleh dari penelitian ini meliputi data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan literasi sains dan penguasaan konsep siswa sedangkan data kualitatif berupa lembar observasi selama pembelajaran.

Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk hasil uji instrumen, data pre-test, post-pre-test, N-gain. Data hasil uji instrumen diolah bantuan program Microsoft Excel 2010 untuk memperoleh validitas, reliabilitas, daya pembeda serta derajat kesukaran soal. Data hasil pre-test, post-test, dan N-gain diolah dengan bantuan program Microsoft Excel 2010 dan software SPSS Versi 16.0 for Windows.

1. Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Analisis keterlaksanaan model menggunakan pengisian lembar observasi. Pengisian lembar observasi ini dilakukan oleh observer pada saat pembelajaran berlangsung. Format observasi ini berbentuk rating scale dan membuat kolom ya/tidak. Untuk observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dihitung dengan:

Untuk mengetahui kriteria keterlaksanaan model pembelajaran pada setiap pertemuan, maka data hasil observasi diolah menjadi dalam bentuk persentase dengan interpretasi yang tercantum dalam tabel 3.8.

Tabel 3.8

Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran

No % Kategori

Keterlaksanaan Model Pembelajaran Interpretasi

1 P = 0 Tak satu kegiatan pun

2 0  P < 25 Sebagian kecil kegiatan

3 25  P < 50 Hampir setengah kegiatan

4 P = 50 Setengah kegiatan

5 50 < P < 75 Sebagian besar kegiatan

6 75  P < 100 Hampir seluruh kegiatan

7 P = 100 Seluruh kegiatan


(32)

50

2. Data Hasil Tes Penguasaan Konsep dan Kemampuan Literasi Sains Hasil tes penguasaan Konsep dan Kemampuan literasi sains siswa digunakan untuk menelaah peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains yang mendapatkan pembelajaran kontekstual berbantuan multimedia dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Data yang diperoleh dari hasil tes penguasaan Konsep dan Kemampuan literasi sains diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.

2) Membuat tabel skor pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Menentukan skor peningkatan penguasaan Konsep dan Kemampuan literasi sains dengan rumus N-gain ternormalisasi Meltzer (dalam Oktavien, 2012) yaitu:

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

(Meltzer (dalam Oktavien, 2012)) 4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data N-gain penguasaan Konsep dan Kemampuan literasi sains menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov.

Adapun rumusan hipotesisnya adalah: H0: Data berdistribusi normal

Ha: Data tidak berdistribusi normal Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.


(33)

5) Menguji homogenitas varians skor pre-test, post-test dan N-gain penguasaan Konsep dan Kemampuan literasi sains menggunakan uji Levene. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0: Kedua data bervariansi homogen Ha: Kedua data tidak bervariansi homogen Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.

6) Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan rataan skor pre-test dan uji perbedaan rataan skor post-test dan N-gain menggunakan uji-t yaitu Independent Sample t-Test.

7) Melakukan uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara penguasaan Konsep dan Kemampuan literasi sains siswa pada kelas eksperimen dengan uji korelasi Pearson.

Untuk memperjelas cara pengujian hipotesis, berikut digambarkan diagram alur pengujian hipotesis berikut ini :

tidak normal

normal tidak homogen

homogen

Gambar 3.2.

Diagram Alur pengujian Hipotesis Uji Homogenitas

Uji t

Uji normalitas Uji Mann-Whitney

Data


(34)

52

3. Pengujian Terhadap Hipotesis

Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametrik dan non-parametrik.

Parametrik dapat dilakukan jika asumsi-asumsi penelitian parametrik terpenuhi, anatra lain jika data dalam pengujian hipotesis ini, data yang dimaksud ialah gain ternormanilasasi yang dicapai kedua kelas bersifat normal dan memiliki varian yang homogen. Analisis data gain ternormalisasi dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. jika asumsi-asumsi penelitian parametrik tidak terpenuhi, maka pengujan terhadap hipotesis harus dilakukan dengan uji Non-Parametrik. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas.

1) Uji Normalitas N gain

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji kenormalan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Uji normalitas ini juga dilakukan untuk untuk mengetahui apakah sampel telah mewakili populasi atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan tes One-Sample Kolmogorov- Smirnov. Dengan kriteria pengujiannya:

a) Jika nilai signifikasi > 0,05 maka sebaran skor data berdistribusi normal. b) Jika nilai signifikasi < 0,05 maka sebaran skor data tidak berdistribusi

normal.

2) Uji Homogenitas N Gain

Untuk sampel yang terdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus.

b) Menghitung nilai F (tingkat Homogenitas), dengan menggunakan rumus dan menentukan kriteria pengujian, menurut Santoso:

b.1) Jika nilai signifikasi > 0,05, maka kedua kelas memiliki varians yang sama (homogen).


(35)

b.2) Jika nilai signifikasi < 0,05, maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak homogen).

3) Uji Hipotesis N gain

Uji statistik parametrik akan dilakukan jika data N-gain kedua kelompok terdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen. Untuk menguji hipotesisnya dapat menggunakan uji-t dengan sampel kecil (n<30) pada tingkat signifikannya 0,05 dengan tes satu ekor, rumus yang digunakan adalah:

t = dan

varians , ( Ruseffendi, 1998)

Keterangan :

t : Nilai t hitung

: Rata-rata kelompok 1 : Rata-rata kelompok 2

: Variansi populasi kedua kelompok nx : banyak data kelompok 1


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model pembelajaran kontekstual pada pembelajaran fluida statis untuk meningkatkan penguasaan konsep dan literasi sains dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran Kontekstual berbantuan multimedia secara signifikan dapat

lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia dengan N-gain 0,50 termasuk dalam kategori sedang.

2. Model pembelajaran Kontekstual berbantuan multimedia secara signifikan dapat

lebih meningkatkan literasi sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia dengan N-gain 0,45 termasuk dalam kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran Kontekstual untuk meningkatkan penguasaan konsep dan literasi sains pada materi fluida statis maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Dalam penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

hendaknya diperhitungkan dengan baik alokasi waktu dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat terlaksanan sesuai dengan hasil yang diinginkan.

2. Membiasakan anak melakukan kegiatan eskperimen atau pengamatan baik

dengan menggunakan model kontekstual atau pun menggunakan model lain.

3. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menggunakan model kontekstual untuk

pokok bahasan yang berbeda.

4. Dalam melatih kemampuan literasi sains siswa sebaiknya guru sebagai fasilitator

harus memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk siswa dalam menggali dan mendalami kemampuannya.

5. Tim pengamat (observer) yang terlibat dalam setiap pertemuan diusahakan tetap


(37)

Daftar Pusaka

Amien, Moh. (1987). Mengajar Ilmu Pengetahuan (IPA) dengan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.

Anderson, L.W.& Krathwohl, D. R (2001). A Taxonomy for learning, Teaching and Assessing; A Revision of Bloom’s Taxonomy of educational objectives. NY:Addison Wesley Longman Inc.

Arikunto, S. (1995). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arsyad, A.(2006). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Baihaqi, (2005), Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa SMP pada Sub Poko Bahasan Lensa dengan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum. Tesis pada SPs. UPI, Bandung: Tidak diterbitkan.

Basyiruddin Usman,(2002), Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, hlm. 32.

Blancard, A. 2001. Contextual Teaching and Learning. B.E.S.T.

Boer. (2002). Scientific Literacy. Dalam Electronic Journal of Information System in Developing Countries [Online], halaman. Tersedia : [12 Mei 2012].

Brooks (1993). http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional-40376.html

Brown, Burrowes. (2002). Individual and Technology Factor Affecting Perceived Ease of Use of Web- Based Tecnologies in a Developing Country. Dalam Electronic Journal of Information System in Developing Countries [Online], Vol 9, 15 halaman. Tersedia : http://www.ejisdc.org [9 Mei 2012].

Burrowes (2003). http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional-40376.html

Clark, Donald. (2007). Learning Domains or Bloom’s Taxonomy [Online].Tersedia:http://www.nwlink.com/~donclark/learning/learning.html [19 agustus 2009]


(38)

77

Clark, R. (2002). Six Principles of Effective e-learning; What Works and Why. Dalam The e-learning Developers journal [online], 9 halaman. Tersedia:

http://www.elearningGuild.com. [ 9 Mei 2012].

Conny Semiawan, (1992), Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: Gramedia 1992), hal. 15.

Conny Semiawan. 2000. ‘‘Relevansi Kurikulum Pendidikan Masa Depan’’ dalam Sindhunata (ed) Membuka Masa Depan Anak-anak Kita. Jogjakarta:Penerbit Kanisius, hlm. 19 - 31.

Creswell, J.W (2008). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw Hill.

Dahar, R. (1996). Teori-Teori Belajar. Cetakan kedua. Jakarta. Erlangga.

Dahar, R.W., (1985). Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar Ditinjau Dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains (Suatu Studi Eluminatif tentang Proses Belajar Mengajar Sains di Kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar). Disertasi Doktor. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Depdiknas, (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas .

Depdiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta : BSNP. Depdiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta : BSNP. Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan bagi Orang

Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP dan SMA. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Echols dan shadily. (2009). Kamus Bahasa Inggris. Jakarta: Gramedia.

Freire, Paulo (1999) "Mentoring the mentor: a critical dialogue with Paulo Freire", Counterpoints: Studies in the Postmodern Theory of Education, Vol 60, 1997,

ISBN 0-8204-3798-0

Hadinugraha. (2012). Konsep Literasi Sains. Jakarta.

Hayat, B. 2003. Kemampuan Dasar Hidup, Prestasi Literasi Membaca, Matematika, dan Sains Anak Indonesia Usia 15 Tahun di Dunia Internasional. Jakarta: Puspendik, Litbang Depdiknas.


(39)

Hayes, M. (2006). Impact of animation on assessment of conceptual understanding in physics,Physics Education Research 2.

Hazen, R. (2002). Why Should You Be Scientifically Literate? ActionBioscience.orghttp://www.actionbioscience.org/newfrontiers/hazen.ht

ml.

Heinich. (1982). Multimedia learning and information systems generally. Berlin: University of Pennsylvania.

Hornby, 2003. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Britain: Oxford University Press.

Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (2007). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw Hill

Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc

Kartini, E. (2008). Upaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan model kontekstual pada materi stikometri. skripsi UNJ Jakarta: Tidak diterbitkan. Karyadinata, R. (2006). Aplikasi Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran

Matematika Sebagai Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA. Disertasi SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Liliasari.(2002).Pengembangan model pembelajaran Kimia untuk meningkatkan startegi kognitif mahasiswa calon guru dalam menerapkan berpikir konseptual tingkat tinggi (studi pengembangan berpikir kritis dan kreatif), Laporan penelitian hibah bersaing IX, 2002.

Mertasari (2005), Peningkatan Penguasaan Konsep Dan Hasil Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Dalam Mata Kuliah Kalkulus I Dengan Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah, Dalam Electronic Journal of UNDIKSHA, 2006, 7(1), 16 halaman. Tersedia http://www.undiksha.ac.id. [30 januari 2013]

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung : ALFABETA.

Murray. (2003). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw Hill

Muslich, Masnur. 2009. Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual. Jakarta : Bumi Aksara.


(40)

79

Mustafa, 1996. Penguasaan konsep-konsep Pengukuran pada siswa SD. Tesis PPS pada FMIPA UPI: tidak diterbitkan.

National Science Teachers Association (1971). NSTA position statement on school science education for the 70's. The Science Teacher, 38, 46 -51.

Nuh. (2007). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Dan Literasi Sains. Skripsi pada FMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan

Nuryani Y. Rustaman, (2002) Pengembangan butir soal keterampilan proses sains,FPMIPA UPI, http://onengdalilah.blogspot.com/2009/

Oktavien, Y. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Panggabean, Luhut P. (1996). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Poerwadarminta, (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

Russefendi, E.T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rustaman, N., (2002). Pengembangan Butir Soal Keterampilan Proses Sains. Makalah Bahan Piloting Biologi. Tidak dipublikasikan. FPMIPA UPI

Rustaman, N.Y. (2006), Dimensi Literasi Sains. Jakarta: Pusbuk Depdikbud.

Rustaman, N.Y., Firman H., & Kardiawarman (2004). Literasi sains anak indonesia 2000. Laporan Eksklusif: Bahan Seminar Nasional di Jakarta. Sadiman, dkk. (2002). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Selahattin, G. Kocakaya. dan Inan (2006). “the effect of the computer

assistedteaching and 7e model of the constructivist learning methods on the achievements and attitudes of high school students”. The Turkish Online Journal of Educational Technology.

Shamsid-Deen, I., & Smith, B. P. (2006). Integrating contextual teaching and learning practices into the family and consumer sciences teachers’ curriculum. Journal of Family and Consumer Sciences Education, 24(1), 14-27. (Contribution percentage: 60%).

Smith dan Deen (2005), Contextual Teaching and Learning Practices In the family and consumer sciences curriculum, Dalam Electronic Journal of


(41)

Sciences Education [Online], Vol 24, No 1, 14 halaman. Tersedia:

http://www.natefacs.org/JFCSE [2 Februari 2013]

Suhendra Yusuf (2008). Analisis Tes PISA.

http://www.uninus.ac.id/data/data_ilmiah.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Bandung.

Sulistiyorini, 2007. Mengadopsi Model Pembelajaran TAI (Team Assited Individualization) Dalam Pembelajaran Matematika., Semarang: Seminar Nasional.

Sumarna (2008). Hakikat Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Tipler. P. A (1998). Fisika untuk sains dan teknik. (alih bahasa : lea prasetio dan rahmat w). Jakarta : Erlangga

Wan Ng dan Nguyen (2006), Investigating the integration of everyday phenomena and practical work in physics teaching in Vietnamese high schools, Dalam Electronic Journal of Sciences International Education Journal, 2006, 7(1), 36-50. Tersedia http://iej.cjb.net [27 januari 2013]

Wasis (2006), Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Sains-Fisika SMP, Dalam Electronic Journal of Sciences Cakrawal Pendidikan [Online], Th. XXV, No.1, 16 halaman. Tersedia:

http://journal.uny.ac.id/index.php [1 Februari 2013]

Wiendartun, Taufik, Hery. (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Terhadap Hasil Belajar Fisika. Proceeding of The First International Seminar on Science Education. ISBN: 979-25-0599-7. Tidak diterbitkan.

Wina Wijaya,(2008), Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, hlm. 101.

Yeh Chuang, L, Huei Yang. C, Hong Yang, C. (2001), Development and Evaluation of A Life Sciences Multimedia Learning System. Internationaljournal of The Computer, The Internet and Management, 9, (1). Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publisi.

Zitzewitz, P.W et al. (2005). Physics principles and problem. Texas: The McGraw-Hill Companies.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model pembelajaran kontekstual pada pembelajaran fluida statis untuk meningkatkan penguasaan konsep dan literasi sains dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran Kontekstual berbantuan multimedia secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia dengan N-gain 0,50 termasuk dalam kategori sedang.

2. Model pembelajaran Kontekstual berbantuan multimedia secara signifikan dapat lebih meningkatkan literasi sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia dengan N-gain 0,45 termasuk dalam kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran Kontekstual untuk meningkatkan penguasaan konsep dan literasi sains pada materi fluida statis maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: 1. Dalam penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

hendaknya diperhitungkan dengan baik alokasi waktu dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat terlaksanan sesuai dengan hasil yang diinginkan.

2. Membiasakan anak melakukan kegiatan eskperimen atau pengamatan baik dengan menggunakan model kontekstual atau pun menggunakan model lain. 3. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menggunakan model kontekstual untuk

pokok bahasan yang berbeda.

4. Dalam melatih kemampuan literasi sains siswa sebaiknya guru sebagai fasilitator harus memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk siswa dalam menggali dan mendalami kemampuannya.

5. Tim pengamat (observer) yang terlibat dalam setiap pertemuan diusahakan tetap agar pengamatan dapat dilakukan secara maksimal dari setiap pembelajaran.


(2)

Daftar Pusaka

Amien, Moh. (1987). Mengajar Ilmu Pengetahuan (IPA) dengan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.

Anderson, L.W.& Krathwohl, D. R (2001). A Taxonomy for learning, Teaching and Assessing; A Revision of Bloom’s Taxonomy of educational objectives. NY:Addison Wesley Longman Inc.

Arikunto, S. (1995). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Arikunto. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arsyad, A.(2006). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Baihaqi, (2005), Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa SMP pada Sub Poko Bahasan Lensa dengan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum. Tesis pada SPs. UPI, Bandung: Tidak diterbitkan.

Basyiruddin Usman,(2002), Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, hlm. 32.

Blancard, A. 2001. Contextual Teaching and Learning. B.E.S.T.

Boer. (2002). Scientific Literacy. Dalam Electronic Journal of Information System in Developing Countries [Online], halaman. Tersedia : [12 Mei 2012]. Brooks (1993).

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional-40376.html

Brown, Burrowes. (2002). Individual and Technology Factor Affecting Perceived Ease of Use of Web- Based Tecnologies in a Developing Country. Dalam Electronic Journal of Information System in Developing Countries [Online], Vol 9, 15 halaman. Tersedia : http://www.ejisdc.org [9 Mei 2012].

Burrowes (2003). http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional-40376.html

Clark, Donald. (2007). Learning Domains or Bloom’s Taxonomy

[Online].Tersedia:http://www.nwlink.com/~donclark/learning/learning.html [19 agustus 2009]


(3)

Clark, R. (2002). Six Principles of Effective e-learning; What Works and Why.

Dalam The e-learning Developers journal [online], 9 halaman. Tersedia: http://www.elearningGuild.com. [ 9 Mei 2012].

Conny Semiawan, (1992), Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: Gramedia 1992), hal. 15.

Conny Semiawan. 2000. ‘‘Relevansi Kurikulum Pendidikan Masa Depan’’ dalam

Sindhunata (ed) Membuka Masa Depan Anak-anak Kita. Jogjakarta:Penerbit Kanisius, hlm. 19 - 31.

Creswell, J.W (2008). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw Hill.

Dahar, R. (1996). Teori-Teori Belajar. Cetakan kedua. Jakarta. Erlangga.

Dahar, R.W., (1985). Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar Ditinjau Dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains (Suatu Studi Eluminatif tentang Proses Belajar Mengajar Sains di Kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar). Disertasi Doktor. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Depdiknas, (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas .

Depdiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta : BSNP. Depdiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta : BSNP. Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan bagi Orang

Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP dan SMA.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Echols dan shadily. (2009). Kamus Bahasa Inggris. Jakarta: Gramedia.

Freire, Paulo (1999) "Mentoring the mentor: a critical dialogue with Paulo Freire",

Counterpoints: Studies in the Postmodern Theory of Education, Vol 60, 1997, ISBN 0-8204-3798-0

Hadinugraha. (2012). Konsep Literasi Sains. Jakarta.

Hayat, B. 2003. Kemampuan Dasar Hidup, Prestasi Literasi Membaca, Matematika, dan Sains Anak Indonesia Usia 15 Tahun di Dunia Internasional. Jakarta: Puspendik, Litbang Depdiknas.


(4)

Hayes, M. (2006). Impact of animation on assessment of conceptual understanding in physics,Physics Education Research 2.

Hazen, R. (2002). Why Should You Be Scientifically Literate? ActionBioscience.orghttp://www.actionbioscience.org/newfrontiers/hazen.ht ml.

Heinich. (1982). Multimedia learning and information systems generally. Berlin: University of Pennsylvania.

Hornby, 2003. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Britain: Oxford University Press.

Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (2007). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw Hill

Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc

Kartini, E. (2008). Upaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan model kontekstual pada materi stikometri. skripsi UNJ Jakarta: Tidak diterbitkan. Karyadinata, R. (2006). Aplikasi Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran

Matematika Sebagai Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA. Disertasi SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Liliasari.(2002).Pengembangan model pembelajaran Kimia untuk meningkatkan startegi kognitif mahasiswa calon guru dalam menerapkan berpikir konseptual tingkat tinggi (studi pengembangan berpikir kritis dan kreatif), Laporan penelitian hibah bersaing IX, 2002.

Mertasari (2005), Peningkatan Penguasaan Konsep Dan Hasil Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Dalam Mata Kuliah Kalkulus I Dengan Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah, Dalam Electronic Journal of UNDIKSHA, 2006, 7(1), 16 halaman. Tersedia http://www.undiksha.ac.id. [30 januari 2013]

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung : ALFABETA.

Murray. (2003). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw Hill

Muslich, Masnur. 2009. Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual. Jakarta : Bumi Aksara.


(5)

Mustafa, 1996. Penguasaan konsep-konsep Pengukuran pada siswa SD. Tesis PPS pada FMIPA UPI: tidak diterbitkan.

National Science Teachers Association (1971). NSTA position statement on school science education for the 70's. The Science Teacher, 38, 46 -51.

Nuh. (2007). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning

(Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Dan Literasi Sains. Skripsi pada FMIPA

UPI Bandung: tidak diterbitkan

Nuryani Y. Rustaman, (2002) Pengembangan butir soal keterampilan proses sains,FPMIPA UPI, http://onengdalilah.blogspot.com/2009/

Oktavien, Y. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Panggabean, Luhut P. (1996). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Poerwadarminta, (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Russefendi, E.T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rustaman, N., (2002). Pengembangan Butir Soal Keterampilan Proses Sains. Makalah Bahan Piloting Biologi. Tidak dipublikasikan. FPMIPA UPI

Rustaman, N.Y. (2006), Dimensi Literasi Sains. Jakarta: Pusbuk Depdikbud. Rustaman, N.Y., Firman H., & Kardiawarman (2004). Literasi sains anak

indonesia 2000. Laporan Eksklusif: Bahan Seminar Nasional di Jakarta. Sadiman, dkk. (2002). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Selahattin, G. Kocakaya. dan Inan (2006). “the effect of the computer

assistedteaching and 7e model of the constructivist learning methods on the achievements and attitudes of high school students”. The Turkish Online Journal of Educational Technology.

Shamsid-Deen, I., & Smith, B. P. (2006). Integrating contextual teaching and learning practices into the family and consumer sciences teachers’ curriculum. Journal of Family and Consumer Sciences Education, 24(1), 14-27. (Contribution percentage: 60%).

Smith dan Deen (2005), Contextual Teaching and Learning Practices In the family and consumer sciences curriculum, Dalam Electronic Journal of


(6)

Sciences Education [Online], Vol 24, No 1, 14 halaman. Tersedia: http://www.natefacs.org/JFCSE [2 Februari 2013]

Suhendra Yusuf (2008). Analisis Tes PISA.

http://www.uninus.ac.id/data/data_ilmiah.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Bandung.

Sulistiyorini, 2007. Mengadopsi Model Pembelajaran TAI (Team Assited Individualization) Dalam Pembelajaran Matematika., Semarang: Seminar Nasional.

Sumarna (2008). Hakikat Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Tipler. P. A (1998). Fisika untuk sains dan teknik. (alih bahasa : lea prasetio dan

rahmat w). Jakarta : Erlangga

Wan Ng dan Nguyen (2006), Investigating the integration of everyday phenomena and practical work in physics teaching in Vietnamese high schools, Dalam Electronic Journal of Sciences International Education Journal, 2006, 7(1), 36-50. Tersedia http://iej.cjb.net [27 januari 2013] Wasis (2006), Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran

Sains-Fisika SMP, Dalam Electronic Journal of Sciences Cakrawal Pendidikan [Online], Th. XXV, No.1, 16 halaman. Tersedia: http://journal.uny.ac.id/index.php [1 Februari 2013]

Wiendartun, Taufik, Hery. (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Terhadap Hasil Belajar Fisika. Proceeding of The First International Seminar on Science Education. ISBN: 979-25-0599-7. Tidak diterbitkan.

Wina Wijaya,(2008), Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, hlm. 101.

Yeh Chuang, L, Huei Yang. C, Hong Yang, C. (2001), Development and Evaluation of A Life Sciences Multimedia Learning System.

Internationaljournal of The Computer, The Internet and Management, 9, (1). Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publisi. Zitzewitz, P.W et al. (2005). Physics principles and problem. Texas: The


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL INKUIRI ABDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA MATERI HUKUM NEWTON.

3 8 35

PENERAPAN MODEL INKUIRI ABDUKTIF DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA MATERI FLUIDA STATIS.

1 3 37

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS.

3 9 46

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBANTUAN KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI FLUIDA STATIS.

1 3 37

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA.

0 3 44

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN WEBSITE PADA KONSEP FLUIDA STATIS UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI.

0 0 47

MODEL PEMBELAJARAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETRAMPILAN GENERIK SAINS GURU FISIKA PADA TOPIK FLUIDA MENGALIR.

0 0 36

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS WEB PADA MATERI FLUIDA DINAMIS UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA.

2 3 29

PENERAPAN MODEL INKUIRI ABDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA MATERI HUKUM NEWTON - repository UPI S FIS 1103023 Title

0 0 4

PENERAPAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMANDIRIAN SISWA DI KELAS XI IPA MA MUSLIMAT NU PALANGKA RAYA

0 4 118