PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS.

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG

STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA Konsentrasi Pendidikan Fisika Sekolah Lanjutan Sekolah Pascasarjana

Oleh:

YUVITA OKTARISA 1104177

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

ii

Yuvita Oktarisa, 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN

BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG

STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS

Oleh:

Yuvita Oktarisa, S. Pd

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M. Pd.) pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Konsentrasi Fisika Sekolah Pasca Sarjana

©Yuvita Oktarisa 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

iii

Halaman Pengesahan Tesis

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG

STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dr. H. Wawan Setiawan, M.Kom. NIP.196601011991031005

Pembimbing II

Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP.196807031992032001

Ketua Program Studi Pendidikan IPA

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia


(4)

iv

Yuvita Oktarisa, 2014

NIP.195807121983032002

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Berbantuan Multimedia untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains pada Bidang Studi Fisika Materi Momentum Impuls” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya.

Bandung, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,


(5)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG STUDI FISIKA MATERI

MOMENTUM IMPULS

(Yuvita Oktarisa, 1104177) Abstrak

Penguasaan konsep dan kemampuan kompetensi sains merupakan tujuan dari pembelajaran fisika. Hasil Ujian Nasional Fisika tahun 2012 menunjukan penurunan penguasaan konsep siswa dari tahun sebelumnya. Begitu juga dengan hasil PISA yang menunjukan kemampuan kompetensi sains siswa Indonesia masih sangat rendah. Dibutuhkan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dan kompetensi sains siswa. Penelitian ini memfokuskan pada penerapan model pembelajaran berbasis pengalaman berbantuan multimedia (PFBP-BM) untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains. Penelitian ini bertujuan mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan kompetensi sains siswa serta hubungan diantara keduanya dengan cara membandingkan Model PFBP-BM dengan PFBP. Penelitian menggunakan metode quasi eksperimen dengan pretest-postest control group design dimana 28 siswa mendapat perlakuan model PFBP-BM sebagai kelas eksperimen dan 28 siswa mendapat perlakuan model PFBP sebagai kelas kontrol di salah satu SMA di Kota Bandung kelas XI jurusan IPA semester 1 dengan pemilihan materi Momentum Impuls. Setelah dilakukan pembelajaran sebanyak tiga kali pertemuan pada masing-masing kelas maka untuk penguasaan konsep diperoleh N-gain 0,56 pada kategori sedang untuk kelas eksperimen dan N-gain 0,38 pada kategori sedang untuk kelas kontrol. Untuk kemampuan kompetensi sains kelas eksperimen memiliki N-gain 0,44 pada kategori sedang kelas eksperimen dan 0,29 pada kategori kecil untuk kelas kontrol. N-gain ini membuktikan bahwa model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan kompetensi sains. Pengujian hipotesa menunjukan, nilai t hitung lebih besar dari t tabel secara berurutan untuk penguasaan konsep dan kompetensi sains yaitu 3,940 dan 5,396 dengan nilai signifikasi

α 0.000, sedangkan korelasi antara penguasaan konsep dan kemampuan sains ditunjukan

dengan hasil pengujian korelasi pearson dengan nilai r≠0, yaitu 0,396. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesa diterima dan terdapat cukup hubungan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains.

Kata Kunci:

Pembelajaran berbasis pengalaman, Penguasaan Konsep, Kompetensi Sains, Momentum Impuls.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

1.5.Definisi Operasional ... 11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman (PFBP) ... 13

2.2 Multimedia ... 16

2.3 Penguasaan Konsep ... 19

2.4 Kompetensi Sains ... 21

2.5 Hubungan Kompetensi Sains dan Penguasaan Konsep ... 25

2.6 Hubungan Model PFBP-BM dengan Kompetensi Sains dan Penguasaan Konsep ... 26

2.7 Hipotesis Penelitian ... 30

2.8 Deskripsi Materi Momentum Impuls ... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode dan Desain Penelitian ... 46

3.2Lokasi dan Subjek Penelitian ... 47

3.3Instrumen Penelitian ... 47

3.4Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 49

3.5Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 54

3.6Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.7Alur dan Prosedur Penelitian ... 58

3.8Analisis dan Pengolahan Data ... 59

3.9 Pengujian Terhadap Hipotesis ... 61

3.10 Pengujian Korelasi Aspek Penguasaan Konsep dengan Kompetensi Sains 63

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 65

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 65


(7)

4.1.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 70

4.1.3.1Penguasaan Konsep ... 70

4.1.3.2Kompetensi Sains... 77

4.1.3.3Uji korelasi antara penguasaan konsep dan kompetensi sains ... 83

4.2Pembahasan Hasil Penelitian ... 84

4.2.1 Peningkatan Penguasaan Konsep ... 84

4.2.2 Peningkatan Kompetensi sains ... 88

4.2.3 Hubungan Multimedia dengan Peningkatan Hasil Belajar Setiap Pertemuan………….. ... 90

4.2.4 Hubungan Jumlah Multimedia dengan Peningkatan Hasil Belajar Setiap Pokok Bahasan ………. ... 95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 99

5.2Saran ... 101


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Perolehan Skor Literasi Sains Indonesia Berdasarkan Penilaian PISA 3

Tabel 1.2 Hubungan PFBP-BM, Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains Siswa ... 7

Tabel 2.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Pengalaman ... 15

Tabel 2.2. Kriteria Physical Systems dalam PISA 2006 ... 23

Tabel 2.3. Pengetahuan Proses Sains dalam PISA 2006 ... 24

Tabel 2.4. Hubungan Model PFBP-BM, dengan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kompetensi Sains Siswa Pertemuan I ... 26

Tabel 2.5. Hubungan Model PFBP-BM, dengan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kompetensi Sains Siswa Pertemuan II ... 28

Tabel 2.6. Hubungan Model PFBP-BM, dengan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kompetensi Sains Siswa Pertemuan III ... 29

Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design ... 46

Tabel 3.2. Kriteria koefisien korelasi ... 50

Tabel 3.3. Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 52

Tabel 3.4. Hasil Realibilitas Tes Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains 52

Tabel 3.5. Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal ... 53

Tabel 3.6. Klasifikasi daya pembeda soal ... 54

Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Penguasaan Konsep Fisika ... 54

Tabel 3.8. Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Kompetensi Sains Fisika ... 55

Tabel 3.9. Teknik Pengumpulan Data... 56

Tabel 3.10. Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 60

Tabel 3.11. Interpretasi Koefisien Korelasi Pearson ... 64

Tabel 4.1. Keterlaksanaan Model PFBP-BM ... 67

Tabel 4.2. Keterlaksanaan Model PFBP ... 68

Tabel 4.3. Statistik Deskriptif Skor Penguasaan Konsep ... 71

Tabel 4.4. Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Penguasaan Konsep ... 72

Tabel 4.5. Rerata N-gain Penguasaan Konsep masing-masing Aspek Kognitif 73

Tabel 4.6. Rata-rata N-Gain Penguasaan Konsep ... 74

Tabel 4.7. Distribusi Skor N-Gain penguasaan konsep ... 74

Tabel 4.8. Uji Homogenitas Varians Skor N-Gain penguasaan konsep ... 75

Tabel 4.9. Uji Perbedaan Rerata Skor N-gain Penguasaan Konsep ... 76

Tabel 4.10. Statistik Deskriptif Skor Kompetensi Sains... 77

Tabel 4.11. Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Kompetensi Sains... 78

Tabel 4.12. Rerata N-gain Kompetensi Sains masing-masing Aspek ... 79

Tabel 4.13. Rerata dan Klasifikasi N-gain Kompetensi Sains ... 80

Tabel 4.14. Uji Normalitas Skor N-Gain Kompetensi Sains ... 81

Tabel 4.15. Uji Homogenitas varians Skor N-Gain Kompetensi Sains ... 82

Tabel 4.16. Uji Perbedaan Rerata Skor N-gain Kompetensi Sains... 82

Tabel 4.17. Hubungan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains ... 83

Tabel 4.18. Hubungan Jumlah Multimedia yang Digunakan dengan Rerata Jumlah Siswa yang Menjawab Pertanyaan dengan Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar ... 90

Tabel 4. 19 Urutan Penggunaan Jenis Multimedia Perfase ... 91

Tabel 4.20 Jenis, Konten Serta Urutan Penayangan Multimedia Setiap Pokok Bahasan Serta Jenis Soal yang Diujikan ... 96


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Aspek Literasi Sains ... 4

Gambar 2.1. Siklus Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman ... 15

Gambar 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Momentum ... 33

Gambar 2.3. Hubungan Perubahan Momentum dengan Impuls ... 35

Gambar 2.4 Ilustrasi Hukum 3 Newton ... 38

Gambar 2.5. Rangkaian Kit Mekanika Untuk Membuktikan Hukum Kekekalan Momentum ... 38

Gambar 2.6. Animasi Flash Tumbukan Lenting Sempurna……….. .. 40

Gambar 2.7. Animasi Flash Tumbukan Tidak Lenting Sempurna…………. . 42

Gambar 2.8. Airbag Mengembang saat Terjadi Tabrakan………. ... . 43

Gambar 2.9. Aplikasi Hukum Kekekalan Momentum……….. .... 44

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian ... 58

Gambar 3.2. Digram Alur Pengujian Hipotesis ... 61

Gambar 4.1. Perbandingan Rerata Skor Pretes, Postes dan N-gain Penguasaan Konsep Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 72

Gambar 4.2. Persentase N-gain Penguasaan Konsep ... 73

Gambar 4.3 Pretes, Postes dan N-gain Skor Kompetensi Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78

Gambar 4.4 N-Gain Skor Kompetensi Sains tiap Aspek ... 79

Gambar 4. 5. Hubungan Jumlah Multimedia, Rerata Siswa yang Menjawab Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar Pertemuan 1 ... 92

Gambar 4.6 Hubungan Jumlah Multimedia, Rerata Siswa yang Menjawab Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar Pertemuan 2 ... 93

Gambar 4.7 Hubungan Jumlah Multimedia, Rerata Siswa yang Menjawab Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar Pertemuan 3 ... 94

Gambar 4.8 Hubungan Jumlah, Jenis serta Urutan Multimedia yang Digunakan terhadap Capaian Rerata hasil belajar siswa berdasarkan materi pokok bahasan ... 95


(10)

BABI

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun 2006 tentang standar isi disebutkan salah satu tujuan dan fungsi dari mata pelajaran IPA adalah untuk menguasai konsep dan prinsip IPA serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Pengusaan konsep IPA (sains) dilengkapi dengan kemampuan siswa untuk dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari oleh Jack Holbrook (2009:275) disebut dengan kemampuan literasi sains, sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains merupakan dua hal yang harus ditingkatkan.

Secara nasional, penguasaan konsep sains diukur melalui ujian nasional (UN). Dari tiga mata pelajaran sains yang diujikan dalam UN, mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran yang memiliki rata-rata paling rendah dibandingkan dengan mata pelajaran sains lainnya. Pada tahun 2012 rata-rata nilai UN SMA untuk mata pelajaran Fisika adalah 7.60 sedangkan tahun 2011 nilai rata-rata UN mata pelajaran Fisika adalah 8.171. Aspek penguasaan konsep

1 Berdasarkan data kementerian pendidikan dan kebudayaan pada tahun 2012. Data tersedia secara online di http://118.98.234.22/sekretariat/hasilun/index.php/statistik_sma/


(11)

mengacu pada domain kognitif yang dikembangkan Bloom dan direvisi oleh Anderson pada tahun 2002 (Krathwohl, 2002:1), yaitu mengingat (remembering atau C1), memahami (understanding atau C2), menerapkan (applying atau C3), menganalisa (analyzing atau C4), mengevaluasi (evaluating atau C5), dan menciptakan (creating atau C6). Agar apat meningkatkan penguasaan konsep, maka pembelajaran sains harus dapat melatihkan enam domain kognitif di atas.

Berbeda dengan penguasaan konsep, kemampuan literasi sains tidak diukur secara nasional. Indonesia belum memiliki alat ukur untuk mengukur kemampuan literasi sains. Kemampuan literasi sains Indonesia diukur oleh lembaga yang terdiri dari 30 negara maju dalam bidang ekonomi yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD). OECD membentuk suatu program penilaian, yaitu Programme for International Student Assessment (PISA) yang mengukur kemampuan literasi siswa usia 15 tahun yang terdiri dari literasi membaca, literasi matematika dan literasi sains. Kemampuan literasi siswa diukur sekali tiga tahun sejak tahun 2000. Pada tahun 2012, hasil pengukuran literasi sains siswa Indonesia berada peringkat dua dari bawah di atas Negara Peru. Rata-rata skor literasi sains dari 64 negara peserta PISA adalah 501 sedangkan skor literasi sains Indonesia adalah 382. Hasil literasi sains yang diukur oleh PISA menggambarkan hasil pendidikan sains negara tersebut. Dari hasil penguasaan konsep sains dan juga hasil literasi sains Indonesia dapat disimpulkan bahwa pendidikan sains Indonesia masih jauh dibawah rata-rata Negara OECD dan harus ditingkatkan. Tabel 1.1 memberikan informasi hasil pengukuran literasi sains siswa Indonesia dari tahun 2000.


(12)

3

Tabel 1.1 Perolehan Skor Literasi Sains Indonesia Berdasarkan Penilaian PISA

Tahun Studi

Mata Pelajaran

Skor Rata-rata Indonesia

Skor Rata-rata Internasional

Peringkat Indonesia

Jumlah Negara Peserta Studi

2000 Membaca 371 500 39 41

Matematika 367 500 39

Sains 393 500 38

2003 Membaca 382 500 39 40

Matematika 360 500 38

Sains 395 500 38

2006 Membaca 393 500 48 56

Matematika 391 500 50 57

Sains 393 500 50

2009 Membaca 402 500 57 65

Matematika 371 500 61

Sains 383 500 60

2012 Membaca 396 496 60 65

Matematika 375 494 64

Sains 382 501 64

Dalam mengukur kemampuan literasi sains siswa, PISA memperhatikan empat aspek yang saling berhubungan yaitu konteks sains, pengetahuan mengenai konten sains, pengetahuan tentang proses sains, dan sikap atau respon terhadap sains.


(13)

Gambar 1.1 menjelaskan empat aspek yang saling mendukung dalam kemampuan literasi sains. Agar dapat memiliki kompetensi sains, siswa harus dapat mengaplikasikan konsep-konsep sains dalam kehidupan (konteks), dan siswa juga harus mengetahui konsep-konsep sains (knowledge). Selain mengukur aspek literasi sains yang terdapat dalam diri siswa, PISA juga mengukur aspek aspek pendukung pembelajaran sains, seperti sikap positif siswa terhadap pelajaran sains, dukungan keluarga dan juga peran aktif sekolah demi tercapainya tujuan pembelajaran sains.

Rendahnya ketercapaian penguasaan konsep dan aspek literasi sains siswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pembelajaran di kelas tidak

Gambar 1.1 Aspek Literasi Sains Berdasarkan PISA

Sikap terhadap sains  Motivasi terhadap

sains

 Fasilitas yang mendukung

pembelajaran sains  Tanggung jawab

Attitude

 Mengidentifikasi isu sains

 Menjelaskan

fenomena alam secara saintifik

 Menggunakan bukti-bukti sains

Competencies

 Pengetahuan siswa mengenai konsep-konsep sains  Pengetahuan siswa

mengenai proses sains

Knowledge

Situasi hidup sehari-hari yang mencakup sains dan teknologi Context


(14)

5

membekali kemampuan literasi sains dan juga penguasaan konsep selain itu tidak adanya alat ukur yang dapat digunakan langsung oleh guru sains untuk mengukur kemampuan literasi sains sehingga guru tidak dapat mengumpulkan informasi mengenai literasi sains sains siswa (Ekohariadi, 2009: 28). Dari pengamatan peneliti terhadap pelaksanaan pembelajaran fisika sebagai cabang dari pembelajaran sains pada beberapa sekolah menengah atas di Kota Bandung dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berlangsung satu arah, konsep-konsep fisika diperoleh siswa melalui transfer ilmu pengetahuan dari guru. Selain itu konsep-konsep fisika tidak dibangun berdasarkan hasil temuan, namun lebih kepada hasil ceramah guru.

Agar keadaan pembelajaran fisika di kelas tidak semakin buruk, maka perlu diadakan terobosan baru pada pembelajaran fisika. Selain itu agar kemampuan literasi sains siswa dapat diukur maka perlu dibuat alat ukur kemampuan literasi sains yang dapat digunakan oleh guru pada setiap mata pelajaran sains. Fisika sebagai cabang dari sains, dalam pembelajarannya harus dapat melatihkan dan mengukur aspek-aspek literasi sains yang mengacu pada kerangka (framework) PISA. Bertitik tolak pada bagan yang terdapat pada gambar 1.1, yang menjadi cikal bakal dari kemampuan literasi sains adalah kompetensi sains. Kompetensi sains seseorang, ditunjang oleh aspek konten yang merupakan pengetahuan siswa mengenai mata pelajaran sains yang dipelajari, aspek konteks merupakan kemampuan siswa dalam menghubungkan pengetahuan sains dengan kehidupan sehari-hari, dan aspek proses yang merupakan aspek yang berkaitan dengan proses penemuan konsep-konsep sains. Sebagai langkah awal menuju


(15)

literasi sains, seorang guru fisika dapat membekali siswanya dengan melatihkan dan mengukur aspek-aspek yang ada pada kompetensi sains yang telah disesuaikan dengan mata pelajaran fisika.

Pembelajaran yang dapat melatihkan kompetensi sains dan penguasaan konsep pada mata pelajaran Fisika adalah pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran seharusnya dapat menghubungkan pengalaman siswa sehari-hari dengan konsep-konsep fisika yang dipelajari. Salah satu model pembelajaran yang dibangun dengan prinsip-prinsip di atas adalah model pembelajaran berbasis pengalaman (Kaniawati, 2011:3). Ciri khas dari model pembelajaran ini adalah pembelajaran dimulai dengan menghadirkan pengalaman siswa dan kemudian pengalaman tersebut diselidiki dengan pendekatan inkuiri. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan pembelajaran yang berlandaskan metode ilmiah. Aktivitas yang terdapat dalam metode ilmiah adalah, observasi, menemukan masalah, merumuskan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, sehingga diperoleh kesimpulan.

Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dalam pelaksanaan model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman (PFBP). Modifikasi yang dilakukan adalah dengan menambahkan penggunaan multimedia dalam beberapa fase pembelajaran. Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia terhadap Hasil Belajar Fisika” (Windartun, 2007:7) menyebutkan bahwa pembelajaran menggunakan multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(16)

7

Penerapan model PFBP berbantuan multimedia (PFBP-BM) dilakukan untuk melatihkan seluruh aspek yang terdapat dalam kompetensi sains. Sedangkan karena keterbatasan waktu penelitian yang tidak memungkinkan untuk dilakukanya pembekalan pada keenam aspek domain kognitif, maka aspek domain kognitif yang dibekali dalam penelitian ini hanya terbatas pada domain remembering (C1), understanding(C2), applying (C3) dan analyzing (C4).

Hubungan fase-fase model PFBP–BM dengan aspek-aspek kompetensi sains dan penguasaan konsep dapat dilihat dalamTabel 1.2.

Tabel 1.2 Hubungan PFBP-BM, Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains Siswa

PFBP-BM Multimedia yang digunakan Penguasaan Konsep Komponen kompetensi Sains Orientasi siswa pada pengalaman nyata Video, slide show Remembering (C1),

Understanding (C2), Applying

(C3)

Konteks, konten

Penyajian model dari peristiwa dan fenomena fisis yang dialami siswa Slide show ppt, animasi flash, video Understanding (C2), Applying

(C3), Analyzing (C4) Konten, Konteks Penanaman konsep melalui pemberian pengalaman langsung melalui inkuiri sains

Slide show Understanding (C2) Proses, Konten Penjelasan fisis dari peristiwa atau kejadian yang dialami siswa Animasi flash, ppt slide show Remembering (C1),

Applying(C3), Analyzing (C4)

Konten, Konteks


(17)

PFBP-BM Multimedia yang digunakan

Penguasaan Konsep

Komponen kompetensi

Sains

Penguatan dan tindak lanjut belajar

Animasi flash, slide

show

Applying(C3), Analyzing (C4)

Konteks

Sebagai cabang dari mata pelajaran sains, seluruh aspek yang terdapat dalam kompetensi sains PISA seharusnya dapat diadaptasi oleh guru-guru fisika. Guru fisika dapat menggunakan framework PISA dalam melatihkan kemampuan kompetensi sains dan penguasaan konsep khususnya pada mata pelajaran Fisika. Pokok bahasan yang dipilih untuk membekali kemampuan penguasaan konsep dan kompetensi sains pada penelitian ini adalah materi momentum impuls. Pemilihan materi momentum impuls ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, diantaranya materi momentum impuls berkaitan dengan beberapa sub konsep materi fisika lainnya seperti energi, kecepatan dan gaya. Selain itu berdasarkan hasil belajar siswa dibeberapa kelas, pencapaian nilai rata-rata siswa pada pokok bahasan momentum impuls cukup rendah jika dibandingkan dengan pokok bahasan fisika lainnya. Selain itu di dalam kehidupan sehari-hari dalam dunia teknologi terdapat banyak aplikasi dari konsep momentum impuls sehingga materi momentu impuls merupakan wahana yang tepat untuk membekali kemampuan penguasaan konsep dan kompetensi sains pada siswa.

Bertitik tolak pada tujuan meningkatkan kompetensi sains dan penguasaan konsep fisika pada materi momentum impuls, dirasakan perlu untuk melakukan penelitian mengenai ”penerapan model pembelajaran Fisika berbasis


(18)

9

pengalaman berbatuan multimedia (PFBP-BM) untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains pada mata pelajaran fisika pokok bahasan

momentum impuls”.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Apakah penerapan model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman Berbantuan Multimedia (PFBP-BM) dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains pada mata pelajaran Fisika pokok bahasan momentum impuls dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman (PFBP).

Agar penelitian menjadi lebih terarah, maka rumusan masalah dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan penguasaan konsep siswa antara yang mendapatkan model PFBP-BM dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan PFBP?,

2. Bagaimana peningkatan kompetensi sains siswa antara siswa yang mendapatkan model PFBP-BM dengan siswa yang mendapatkan model PFBP?

3. Bagaimana hubungan atau korelasi antara kompetensi sains dengan penguasaan konsep?.


(19)

1.3TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai:

1. Peningkatan penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan momentum impuls dengan cara membandingkan kelas yang menggunakan model PFBP-BM dengan kelas yang menggunakan model PFBP.

2. Peningkatan kompetensi sains siswa pada materi momentum impuls dengan cara membandingkan kelas yang menggunakan model PFBP-BM dengan kelas yang menggunakan model PFBP.

3. Hubungan atau korelasi antara kompetensi sains dengan aspek-aspek penguasaan konsep.

1.4MANFAAT PENELITIAN

Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti tertulis tentang potensi yang dimiliki oleh model PFBP-BM untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains pada mata pelajaran fisika. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai manfaat yang terdapat pada penggabungan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dikombinasikan dengan multimedia. Selain itu penelitian ini memberikan informasi mengenai bagaimana aspek-aspek kompetensi sains dan penguasaan konsep diberikan dan diukur dalam proses pembelajaran fisika. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi guru-guru sains lainnya, dalam melatihkan aspek-aspek kompetensi sains dan penguasaan konsep sebagai cikal literasi sains.


(20)

11

1.5DEFINISI OPERASIONAL

Supaya ada kesamaan persepsi mengenai varibel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka definisi operasional variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman (PFBP).

Model pembelajaran berbasis pengalaman didefinisikan sebagai model pembelajaran yang memodelkan pengalaman siswa sehari-hari kedalam kelas.Tahapan dari model pembelajaran berbasis pengalaman adalah, 1) orientasi siswa pada pengalaman nyata, 2) penyajian model dari peristiwa yang dialami siswa, 3) penanaman konsep melalui pemberian pengalaman langsung, dengan melakukan eksperimen dengan metode inkuiri sains, 4) penjelasan fisis dari peristiwa yang dialami siswa, 5) penguatan dan tindak lanjut belajar. Keterlaksanaan model pembelajaran berbasis pengalaman, diobservasi melalui lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran. 2. Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Berbantuan Multimedia

(PFBP-BM)

Model PFBP-BM adalah model pembelajaran yang tahap-tahapannya sama dengan model pembelajaran berbasis pengalaman namun ditambah dengan


(21)

penggunaan multimedia disemua tahapan pembelajarannya. Keterlaksanaan model PFBP-BM diobservasi melalui lembar observasi.

3. Penguasaan konsep

Penguasaan konsep dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan siswa, dimana siswa tidak hanya mengetahui konsep-kosep fisika namun dapat menggunakan konsep-kosep fisika dalam memecahkan persoalan baik dalam bentuk soal tes atau penerapan konsep dalam situasi baru. Dalam penelitian ini, penguasaan konsep difokuskan pada empat aspek yaitu remembering (C1), understanding (C2), applying (C3), dan analyzing (C4). Penguasaan konsep diukur dalam bentuk tes pilihan berganda yang diberikan pada awal pembelajaran (pretest) dan pada akhir pembelajaran (posttest).

4. Kompetensi sains

Kompetensi sains merupakan cikal kemampuan literasi sains yang terdapat dalam framework PISA 2006. Siswa dikatakan memiliki kompetensi sains jika siswa menguasai tiga aspek, ketiga aspek tersebut adalah, aspek konten yaitu pengetahuan siswa mengenai mata pelajaran sains yang dipelajari, aspek konteks yaitu kemampuan siswa dalam menghubungkan pengetahuan sains dengan kehidupan sehari-hari, dan aspek proses yaitu aspek yang berkaitan dengan proses penemuan konsep-konsep sains. Alat ukur ketiga aspek kompetensi sains ini dibuat dalam tes pilihan ganda yang diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran.


(22)

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen (eksperimen semu). Penelitian eksperimental semu bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan (Narbuko, 2004: 54). Dalam variabel ini tidak memungkinkan untuk dilakukan pengontrolan pada semua faktor yang berpengaruh terhadap subjek. Metode penelitian quasi eksperimen pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dua kelas yang menggunakan dua pendekatan yang berbeda.

Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-postest control group design (Sugiyono, 2011:114), dimana penentuan kelas kontrol dan eksperimen dilakukan secara acak pada empat kelas yang memiliki kemampuan yang sama. Dua kelas dipilih, satu kelas akan menjadi kelas kontrol dan kelas yang lain akan menjadi kelas eksperimen. Desain penelitian yang dilakukan dapat dilihat dalam tabel 3.1:

Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design

Kelompok Tes perlakuan Tes

Eksperimen E X1 E


(24)

47

Keterangan :

E : Tes awal dan tes akhir kelas eksperimen K : Tes awal dan tes akhir kelas kontrol X1 : Model PFBP-BM

X2 : Model PFBP

Pengaruh perlakuan yang dilakukan terhadap dua kelas tersebut dilihat dari hasil tes awal dan tes akhir. Pada kelas eksperimen diterapkan model PFBP-BM, sedangkan kelas kontrol diterapkan model PFBP.

3.2Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada salah satu SMA di Kotamadya Bandung, Provinsi Jawa Barat. Siswa yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA yang terdiri dari empat kelas. Satu kelas berisi 28 siswa dan setiap kelas memiliki kemampuan yang sama. Dari empat kelas diambil dua kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.3Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, diperlukan beberapa data yang dapat memberikan informasi mengenai, kompetensi sains, penguasaan konsep, dan keterlaksanaan model PFBP-BM. Setiap instrumen akan diuraikan melalui penjelasan berikut:

3.3.1 Tes Kemampuan Penguasaan Konsep

Tes penguasaan konsep, merupakan tes yang menjaring kemampuan siswa dalam ranah domain kognitif. Penyusunan pertanyaan dalam penguasaan konsep didasari oleh taksonomi yang terdapat dalam domain kognitif Anderson. Anderson mengelompokkan aspek ranah domain kognitif kedalam enam aspek. Aspek tersebut adalah aspek mengingat (remembering), memahami


(25)

(understanding), menerapkan (applying), menganalisa (analyzing), mengevaluasi (evaluation), menciptakan (creation). Dalam penelitian ini penguasaan konsep hanya diukur pada empat aspek, mengingat, memahami, menerapkan dan menganalisa.

3.3.2 Tes Kemampuan Kompetensi Sains

Tes kemampuan konsep dibuat berdasarkan kerangka PISA 2006. Tes kompetensi sains, diuji berdasarkan keterkaitanya dengan tiga aspek, aspek konten, aspek proses dan aspek konteks. Aspek konten menguji pengetahuan siswa mengenai aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari sehingga sains dapat mempengaruhi siswa dalam proses pengambilan keputusan. Aspek proses menguji siswa mengenai kemampuan mereka dalam menemukan konsep-konsep dalam sains. Pada aspek proses siswa diminta untuk menyelidiki dan menginvestigasi konsep-konsep sains sehingga siswa dapat memiliki kemampuan seorang saintis. Aspek konten merupakan aspek yang menguji kemampuan siswa mengenai konten dari mata pelajaran sains, dalam mata penelitian ini, siswa diuji pengetahuannya mengenai konten momentum impuls yang merupakan cabang dari mata pelajaran fisika.

3.3.3 Lembar Observasi Keterlaksanaan Model PFBP-BM

Keterlaksanaan model PFBP-BM diamati dengan menggunakan panduan lembaran observasi. Dari lembar observasi ini dapat diketahui apakah pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana pembelajaran (RPP).


(26)

49 3.4Teknik Analisis Instrumen Penelitian

Agar informasi yang dijaring melalui instrumen yang digunakan dalam penelitian ini akurat maka instrumen harus melewati proses analisis instrumen. Analisis instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji validitas, uji reablitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen.

3.4.1 Uji Validitas

Validitas merupakan uji yang harus dilakukan agar instrumen penelitian dapat memotret keadaan sebenarnya (Arikunto, 2001: 64). Instrumen yang valid dapat memberikan informasi yang sebenarnya dari subjek yang diteliti. Sebuah instrumen harus divalidasi isinya (content validity), sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Dalam penelitian ini, instrumen diuji kecocokannya dengan materi momentum impuls yang akan dilatihkan dalam penelitian. Setelah lulus validitas isi, instrumen harus melewati tahap validitas muka, validitas muka merupakan validitas instrumen dari segi kejelasan bahasa dan redaksi kalimat. Diharapkan setiap orang yang membaca instrumen mengerti apa yang dimaksud dalam instrumen tersebut. Untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diuji oleh tiga dosen ahli. Dosen mengkaji kecocokan instrumen dengan materi yang diajarkan, mengkaji kesesuaian dengan indikator serta melihat keterbacaan instrumen dari segi bahasa dan redaksi kalimat instrumen. Hasil uji validitas isi dan validitas muka dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran B. Setelah validitas isi dan


(27)

muka instrumen dikaji oleh dosen ahli, kemudian instrumen dicobakan pada 28 siswa yang sebelumnya telah mendapatkan materi Momentum Impuls. Pengujian ini, dilakukan untuk melihat keterbacaan siswa berkaitan dengan instrument yang diberikan. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dicari validitas setiap butir soal. Tujuan validitas butir soal adalah untuk mengetahui apakah butir soal tersebut mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Sebuah butir soal dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika butir soal tersebut memiliki kesejajaran dengan skor total dari soal tersebut. Hasil validasi butir soal dari instrumen penelitian dapat dilihat pada lampiran B. Untuk mengetahui validitas setiap butir soal yang ada dalam penelitian maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

= Koefesien korelasi = Skor tiap butir soal

Y = Skor total yang benar dari tiap subjek N = jumlah subjek

Tabel 3.2 Kriteria Koefisien Korelasi

Koefesien Korelasi ( Klasifikasi

< 0,00 Tidak valid Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi


(28)

51

Sangat Tinggi Sumber: (Arikunto, 2001: 175)

3.4.2 Analisis Reliabilitas Butir Soal

Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus reliabel atau dapat dipercaya. Yang dimaksud dengan reliabel adalah jika tes atau instrumen tersebut dapat memberikan hasil yang tetap, walau diberikan oleh orang yang berbeda, pada waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda (Arikunto, 2001: 86). Reliabilitas suatu instrumen ditentukan oleh beberapa faktor, diataranya; jelas tidaknya rumusan soal, baik-tidaknya pengarahan soal kepada jawaban sehingga tidak menimbulkan salah jawab, dan petunjuknya jelas sehingga mudah dan cepat dikerjakan. Dalam penelitian ini, reabilitas soal dicari dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR-21) (Arikunto, 2001: 101) yaitu:

dengan:

11 :koefisien reliabilitas soal

:banyak butir soal

: rata-rata skor total :variansi total

Dari rumus di atas didapatkan koefisien reabilitas, yang harus dicocokkan dengan kriteria koefisien reabilitas. Pencocokan dengan koefisien reabilitas memberikan informasi kepada kita mengenai realiabilitas soal yang digunakan (Arikunto, 2006: 91). Kriteria koefisien realibilitas dapat dilihat dalam tabel 3.3,


(29)

Tabel 3.3. Klasifikasi Tingkat Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Keterangan

0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,60 Sedang

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ r11≤ 0,20 Sangat rendah

(Arikunto, 2001)

Dalam penelitian ini, koefisien realibilitas dicari dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Keputusan realibilitas instrumen dientukan dengan membadingkan rhitung dengan rtabel. Jika rhitung > rtabel maka soal reliabel,

sedangkan jika rhitung≤ rtabel maka soal tidak reliabel.

Penentuan rtabel dilihat dari tabel nilai-nilai r poduct moment, dengan dk = 28

dann α = 5% diperoleh harga rtabel 0,374. Perbandingan koefisien rhitung dengan

rtabel serta kategori realibilitas dapat dilihat melalui tabel 3.4.

Tabel 3.4. Hasil Reliabilitas Tes Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains

Tes rhitung rtabel Kriteria Kategori

Penguasaan Konsep 0, 745 0,374 Reliabel Tinggi

Kompetensi Sains 0, 642 0,374 Reliabel Tinggi

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa soal penguasaan konsep dan kompetensi sains memenuhi karakteristik yang sesuai sehingga instrumen yang dikembangkan dapat digunakan untuk penelitian.


(30)

53

Bilangan yang menunjukkan kesukaran atau kemudahan dari suatu soal disebut tingkat kemudahan (Arikunto, 2001: 207). Indeks kemudahan soal memiliki nilai antara 0, 0 sampai dengan 1, 0. Semakin besar angka indeks kemudahan maka semakin sukar soal tersebut. Taraf kemudahan soal dapat dihitung melalui rumus:

Dimana :

P = Taraf Kemudahan

B = Jumlah siswa yang menjawab benar JS = Jumlah siswa / Testee

Soal yang bagus adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah akan membuat siswa malas berusaha sedangkan soal yang terlalu sukar akan membuat siswa tidak ingin berusaha. Tabel berikut memberikan informasi mengenai tingkat kemudahan dan interpretasinya,

Tabel 3.5. Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal

Taraf Kemudahan (TK) Interprestasi atau Penafsiran TK

TK < 0,30 Sukar

0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang

TK > 0,70 Mudah

(Arikunto, 2001) 3.4.4 Analisis Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal merupakan kemampuan setiap soal untuk dapat membedakan kelompok siswa atas (pandai) dengan kelompok siswa bawah


(31)

(kurang pandai). Angka untuk daya pembeda dapat dicari menggunakan rumus di bawah ini (Arikunto, 2001: 213) :

DP

dengan:

DP : Daya pembeda

: jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar kelompok atas

: jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar kelompok bawah

: jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group) Klasifikasi daya pembeda soal dapat dilihat dalam tabel 3.6:

Tabel 3.6. Klasifikasi daya pembeda soal

Daya Pembeda (DP) Klasifikasi

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00< DP 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40< DP 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali

(Arikunto, 2001: 207)

3.5Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen

Agar instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat mengukur dan menjaring informasi yang dibutuhkan, maka instrumen harus melalui tahap uji coba. Setelah diuji coba pada 29 siswa yang telah mendapatkan materi momentum impuls sebelumnya, instrumen harus diuji validitasnya, realibilitas, daya pembeda dan tingkat kemudahan. Dalam penelitian ini uji coba instrumen dilakukan dengan bantuan software Microsoft excel 2007. Rekapitulasi hasil uji coba instrumen penelitian dapat dilihat dalam tabel 3.7.


(32)

55

Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Penguasaan Konsep Fisika

No. Soal

Komponen Analisis

Status Soal Validitas Keterangan Daya

Pembeda Keterangan

Tingkat

Kesukaran Keterangan

1 0.59 Cukup 0.67 Baik 0.55 Sedang dipakai

2 0.35 Rendah 0.40 Baik 0.62 Sedang dipakai

3 0.53 Cukup 0.47 Baik 0.72 Mudah dipakai

4 0.64 Tinggi 0.60 Baik 0.66 Sedang dipakai

5 0.61 Tinggi 0.60 Baik 0.72 Mudah dipakai

6 -0.09 Tidak Valid 0.13 Buruk 0.90 Mudah dibuang

7 0.15 Sangat

Rendah

0.25 Sedang 0.83 Mudah dibuang

8 0.19 Sangat

Rendah

0.31 Sedang 0.52 Sedang dibuang

9 0.50 Cukup 0.40 Baik 0.83 Mudah dipakai

10 0.17 Sangat

Rendah

0.13 Buruk 0.62 Sedang dibuang

11 0.45 Cukup 0.33 Sedang 0.59 Sedang dipakai

12 0.63 Tinggi 0.33 Sedang 0.45 Sedang dipakai

13 0.35 Rendah 0.27 Sedang 0.69 Sedang dipakai

14 0.41 Cukup 0.40 Baik 0.83 Mudah dipakai

15 0.60 Tinggi 0.53 Baik 0.76 Mudah dipakai

16 0.77 Tinggi 0.53 Baik 0.41 Sedang dipakai

17 -0.01 Tidak Valid 0.31 Sedang 0.45 Sedang dibuang

18 0.38 Rendah 0.20 Sedang 0.38 Sedang dipakai

19 -0.08 Tidak Valid -0.13 Sangat

Buruk

0.28 Sukar dibuang

20 0.36 Rendah 0.27 Sedang 0.21 Sukar dipakai

21 0.26 Rendah 0.07 Buruk 0.66 Sedang dipakai

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Kompetensi Sains Fisika

No. Soal

Komponen analisis

Status Soal

Validitas Keterangan Daya

Pembeda Keterangan

Tingkat

Kesukaran Keterangan

1 0.40 Cukup 0.44 Baik 0.59 Sedang dipakai

2 0.52 Cukup 0.51 Baik 0.55 Sedang dipakai

3 0.51 Cukup 0.30 Sedang 0.72 Mudah dipakai


(33)

No. Soal

Komponen analisis

Status Soal

Validitas Keterangan Daya

Pembeda Keterangan

Tingkat

Kesukaran Keterangan

5 0.58 Cukup 0.43 Baik 0.72 Mudah dipakai

6 0.37 Rendah 0.22 Sedang 0.76 Mudah dipakai

7 0.47 Cukup 0.43 Baik 0.72 Mudah dipakai

8 0.49 Cukup 0.37 Sedang 0.62 Sedang dipakai

9 0.00 Sangat

Rendah 0.04 Buruk 0.45 Sedang dibuang

10 0.38 Rendah 0.24 Sedang 0.55 Sedang dipakai

11 0.44 Cukup 0.44 Baik 0.59 Sedang dipakai

12 0.63 Tinggi 0.45 Baik 0.45 Sedang dipakai

13 0.00 Sangat

Rendah -0.09

Sangat

buruk 0.24 Sukar dibuang

14 0.44 Cukup 0.36 Sedang 0.83 Mudah dipakai

15 0.62 Tinggi 0.50 Baik 0.76 Mudah dipakai

16 0.79 Tinggi 0.66 Baik 0.41 Sedang dipakai

17 0.47 Cukup 0.32 Sedang 0.38 Sedang dipakai

18 0.33 Rendah 0.25 Sedang 0.41 Sedang dipakai

19 0.00 Sangat

Rendah -0.09

Sangat

buruk 0.24 Sukar dibuang

20 0.43 Cukup 0.40 Baik 0.28 Sukar dipakai

21 -0.02 Tidak valid -0.09 Sangat

buruk 0.24 Sukar dibuang

22 0.30 Rendah 0.18 Buruk 0.38 Sedang dipakai

23 0.25 Rendah 0.17 Buruk 0.52 Sedang dipakai

3.6Teknik Pengumpulan Data

Data yang dijaring dalam penelitian ini adalah data mengenai kemampuan kompetensi sains, penguasaan konsep dan data observasi mengenai keterlaksanaan model pembelajaran PFBP-BM. Dalam tabel 3.9 disajikan sumber data, jenis data, teknik pengumpulan data dan jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 3.9 Teknik Pengumpulan Data

No Jenis Data Sumber

Data

Teknik

Pengumpulan Data


(34)

57

No Jenis Data Sumber

Data

Teknik

Pengumpulan Data

Instrumen

1 Kemampuan kompetensi sains sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

Siswa Tes awal dan tes akhir

Butir soal pilihan ganda yang mengukur

kompetensi sains. 2 Penguasaan konsep

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

Siswa Tes awal dan tes akhir

Butir soal pilihan ganda yang mengukur

penguasaan konsep siswa 3 Keterlaksanaan model

pembelajaran PFBP-BM

Guru Observasi Lembar Observasi

Agar penelitian sesuai dengan perencanaan, maka terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum dilaksanakannya penelitian. Tahapan-tahapan penelitian tersebut digambarkan pada gambar 3.1.


(35)

3.7 Alur dan Prosedur Penelitian

1

2

3

5

6 4

Temuan dan kesimpulan

Observasi langsung Studi Pendahuluan Observasi,wawancara dan

studi dokumen (kajian literasi mengenai ,penguasaan konsep, dan kompetensi sains,

Standar isi Fisika)

Perumusan masalah dan pertanyaan penelitian serta perumusan hipotesis

Pengembangan Instrumen Penelitian Pemilihan multimedia dan penggabungan

dengan model PBP

Studi Literatur tentang model PFBP, materiMomentum Impuls dan multimedia yang digunakan

Pemilihan Multimedia yang sesuai dengan materi Momentum Impuls

Tes Awal

Tes Akhir

Kelompok Ekperimen Kelompok Kontrol

Penerapan model PFBP-BM

Penerapan model PFBP

Observasi langsung


(36)

59 3.8 Analisis dan Pengolahan Data

Penelitian ini menghasilkan dua jenis data, data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif didapatkan dari hasil observasi mengenai keterlaksanaan model PFBP-BM. Sedangkan Data kuantitatif didapatkan dari hasil pengukuran penguasaan konsep dan kompetensi sains.

3.8.1 Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Analisis keterlaksanaan model PFBP-BM dimulai dari pengisian lembar observasi. Pengisian lembar observasi ini dilakukan oleh observer pada saat pembelajaran berlangsung. Format observasi ini berbentuk rating scale dan membuat kolom ya/tidak. Untuk observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dihitung dengan:

3.8.2 Data Hasil Tes Penguasaan Konsep dan Kemampuan Literasi Sains

Peningkatan penguasaan konsep dan kompetensi sains siswa dilihat dari hasil tes yang dilakukan pada saat awal pembelajaran dan akhir pembelajaran. Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman berbantuan multimedia sedangkan kelas kontrol mendapatkan perlakuan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman.


(37)

Agar dapat menjawab rumusan masalah, maka data yang diperoleh dari hasil tes harus melewati beberapa tahapan pengolahan data. Tahapan pengolahan data, adalah sebagai berikut:

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.

2. Membuat tabel skor pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Menentukan skor peningkatan penguasaan konsep dan kompetensi sains dengan menggunakan rumus N-gain ternormalisasi (Meltzer, 2012:16),

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.10. Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Besarnya N-gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

(Meltzer, 2012: 16)

4. Melakukan uji normalitas untuk mengetahi kenormalan data N-gain penguasaan konsep dan kompetensi sains menggunakan uji statistic Kolmogorov-Smirnov dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data terdistribusi normal

Ha: Data tidak terdistribusi normal

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak


(38)

61

5. Menguji homogenitas varians skor pre-test, post-test dan N-gain penguasaan Konsep dan Kemampuan kompetensi sains menggunakan uji Levene. Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0: Kedua data bervariasi homogen

Ha: Kedua data tidak bervariasi homogeny Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak

Jika nilai Sig. (p-value) ≥α (α = 0,05), maka H0 diterima.

6. Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan rataan skor pre-test dan uji perbedaan rataan skor post-test dan N-gain menggunakan uji-t yaitu Independent sample t-test.

7. Melakukan uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara penguasaan Konsep dan kemampuan kompetensi sains siswa pada kelas eksperimen dengan uji korelasi Pearson.

Alur pengujian hipotesis digambar melalui bagan di bawah ini:

Gambar 3.2 Diagram Alur Pengujian Hipotesis Data

Uji Normalitas

Uji Homogenitas

Uji t

Uji Mann-Whitney Tidak normal

Tidak homogen Normal

Homogen

Kesimpulan


(39)

3.9Pengujian Terhadap Hipotesis

Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametrik dan non-parametrik. Pengujian parametrik dapat dilakukan jika asumsi-asumsi penelitian parametrik terpenuhi, antara lain jika data dalam pengujian hipotesis ini, data yang dimaksud ialah gain ternormanilasasi yang dicapai kedua kelas bersifat normal dan memiliki varian yang homogen. Analisis data gain ternormalisasi dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. jika asumsi-asumsi penelitian parametrik tidak terpenuhi, maka pengujan terhadap hipotesis harus dilakukan dengan uji Non-Parametrik. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas.

3.9.1 Uji Normalitas N gain

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji kenormalan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Uji normalitas ini juga dilakukan untuk untuk mengetahui apakah sampel telah mewakili populasi atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan tes One-Sample Kolmogorov- Smirnov. Dengan kriteria pengujiannya:

a) Jika nilai signifikasi > 0,05 maka sebaran skor data berdistribusi normal. b) Jika nilai signifikasi < 0,05 maka sebaran skor data tidak berdistribusi

normal.

3.9.2 Uji Homogenitas N Gain

Untuk sampel yang terdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas, dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(40)

63

a) Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus.

b) Menghitung nilai F (tingkat Homogenitas), dengan menggunakan rumus dan menentukan kriteria pengujian, menurut Santoso:

o Jika nilai signifikasi > 0,05, maka kedua kelasmemiliki varians yang sama (homogen).

o Jika nilai signifikasi < 0,05, maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak homogen).

3.9.3 Uji Hipotesis N gain

Uji statistik parametrik akan dilakukan jika data N-gain kedua kelompok terdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen. Untuk menguji hipotesisnya dapat menggunakan uji-t dengan sampel kecil (n<30) pada tingkat signifikannya 0,05 dengan tes dua ekor, rumus yang digunakan adalah:

t = dan ,

( Sugiyono, 2011: 109) Keterangan :

t : Nilai t hitung

: Rata-rata kelompok 1 : Rata-rata kelompok 2

: Variansi populasi kedua kelompok nx : banyak data kelompok 1

ny : banyak data kelompok 2

3.10 Pengujian Korelasi Aspek Penguasaan Konsep dengan Kompetensi


(41)

Keterkaitan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains perlu diuji. Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-varibel dikenal dengan uji analisis korelasi (Sudjana, 2005: 367), Ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat hubungan antara dua faktor dinamakan koefisien korelasi. Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan korelasi Pearson. Rumus yang digunakan untuk menentukan koefisien korelasi antara dua variabel adalah

(Sudjana, 2005: 368), Dalam penelitian ini, uji korelasi Pearson menggunakan SPSS. Setelah mendapatkan koefisien korelasi, dilakukan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang didapatkan. Jika suatu hubungan tidak sama dengan nol, maka dapat dikatakan terjadi hubungan antara dua variabel tersebut. Ketentuan penafsiran angka korelasi Pearson dapat merujuk pada tabel berikut,

Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Pearson

0 Tidak ada korelasi

0,00 - 0,25 Korelasi sangat lemah 0,25 – 0,50 Korelasi Cukup 0,50 – 0,75 Korelasi kuat 0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat


(42)

99

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan model PFBP-BM untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains dapat disimpulkan bahwa:

1. Model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dibandingkan model PFBP. Hal ini dibuktikan dengan perolehan N-gain kelas eksperimen sebagai tempat dilaksanakanya model PFBP-BM lebih tinggi dari N-gain kelas kontrol sebagai tempat dilaksanakan moel PFBP. N-gain kelas eksperimen adalah 0,56 sedangkan kelas kontrol N-gainnya adalah 0,38. 2. Model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan kompetensi sains dibandingkan

dengan model PFBP. Hal ini dibuktikan dengan perolehan N-gain kelas eksperimen sebagai tempat diterapkannya model PFBP-BM yaitu 0, 44 sedangkan N-gain untuk kelas kontrol sebagai tempat diterapkannya model PFBP adalah 0,29.

3. Pengujian hipotesa menunjukan, nilai t hitung lebih besar dari t tabel secara berurutan untuk penguasaan konsep dan kompetensi sains yaitu 3,940 dan 5,396 dengan nilai signifikasi α 0.000. dengan demikian hipotesa yang diajukan terbukti. Sedangkan korelasi antara penguasaan konsep dan kemampuan sains ditunjukan dengan hasil pengujian korelasi pearson dengan


(43)

100

nilai r≠0, yaitu 0,396. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup hubungan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains.

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model PFBP-BM untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains pada materi momentum impuls maka beberapa saran berikut dapat menjadi pertimbangant:

1. Agar siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sain pada faktor-faktor yang mempengaruhi momentum, dapat digunakan animasi flash yang dapat memvariasikan masa dan kecepatan suatu benda, sehingga dapat dianalisa besaran momentum yang dimiliki benda tersebut

2. Agar siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sain pada hukum kekekalam momentum, hendaknya animasi flash yang digunakan menggambarkan situasi yang berhubungan dengan pengalaman siswa sehari-hari.

3. Untuk membedakan ketiga jenis tumbukan digunakan animasi flash yang dapat memberikan informasi mengenai keberlakuan hukum kekekalan momentum dan keberlakuan hukum energi kinetik

4. Agar dapat memberikan pengalaman belajar pada siswa, guru harus dapat memilih perangkat dan media pembelajaran yang tepat agar setiap tahapan pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang optimal bagi siswa. 5. Pemilihan multimedia yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran akan


(44)

101

6. Pembiasaan melakukan inkuiri dalam proses pembelajaran perlu terus dilakukan agar kompetensi sains merupakan aspek yang menjadi cikal kemampuan literasi sains.

7. Perlu ditambahkan perangkat penilaian yang dapat digunakan oleh siswa dalam mengevaluasi teman sejawat dalam melakukan persentasi. Lembar penilaian ini dapat membuat proses diskusi dapat berlangsung lebih optimal. 8. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk topik yang berbeda dimana perlu ada

perbaikan dari segi multimedia yang digunakan, dari segi keberagaman alat eksperimen, dari segi intrumen yang digunakan untuk menjaring kemampuan yang diukur.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Loren W. & Krathwohl, David R. (2001). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Assesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Terjemahan dari A Taxonomy for learning, Teaching and

Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objecives). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharismi. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dahar, Ratna Wilis (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: PT. Bumi Aksara

Hobson Art. (2005). “Teaching Relevant Science For Scientific Literacy”. Journal

of College Science Teaching

Holbrook Jack. (2009). “The Meaning of Scientific Literacy”. International

Journal of Environmental & Science Educational, 4 (3), 144-150 Kaniawati, Ida. et.al (2011). Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman untuk

Mengembangkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Pemecahan Masalah. Bandung: Laporan Penelitian

Kementerian Pendidikan Nasional. (2007). Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kemdiknas

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012). Hasil UN. Jakarta: Kemdikbud

[tersedia online di

http://118.98.234.22/sekretariat/hasilun/index.php/statistik_sma/akses pada 25 Oktober2013]

Kolb, D. (1984). Experiential learning. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ. Larmer, J. (2010). “7 Essentials For Project-Based Learning”. Educational

Leadership, Halaman 34-37

Liu Xiufeng. (2009). “Special Issue On Science Literacy”. International Journal Of Environment & Sciene Education, 4 (3). 1-11

Meltzer, E. David. (2002). “The Relationship Between Mathematics Preparation And Conceptual Learning Gains In Physics: A Possible Hidden Variable In Diagnostic Pretest Score”. American Journal Physics. 70(2), 1259-1268.


(46)

Nuryani Y. Rustaman, (2002)Pengembangan butir soal keterampilan proses

sains. Bandung: FPMIPA UPI. [Tersedia di

http://onengdalilah.blogspot.com/2009/. Diakses pada 2 September 2013]

Programme for International Student Assessment (2006). PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World. Paris: OECD Publishing. Programme for International Student Assessment (2012). PISA 2012 Result in

Focus: What 15 Year-Olds Know and What They Can Do With They Know. Paris: OECD Publishing.

Programme for International Student Assessment (2012). PISA 2012 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing

Serway & Jewett (2004). Physics for Scientist and Enggineers. California: Thomson Brooks

Shwartz et al. (2006). “The Use of Scientific Literacy taxonomy for Assessing Through Development of Chemical Literacy Among High-School Students”. Journal of Chemistry Education Research and Practice: 7 (4), 203-204

Singh, Chandraleka & Rosengrant, David (2003). “Multiple Choice test of Energy

and Momentum Concepts”. American Journal Physics, 71 (6), 607–617. Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito Bandung.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methode). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Susilana, Rudi & Riyana, Cepi. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI.

Wenning J Carl. (2007). “Assessing Inquiry Skills As A Component of Scientific


(1)

Keterkaitan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains perlu diuji. Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-varibel dikenal dengan uji analisis korelasi (Sudjana, 2005: 367), Ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat hubungan antara dua faktor dinamakan koefisien korelasi. Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan korelasi Pearson. Rumus yang digunakan untuk menentukan koefisien korelasi antara dua variabel adalah

(Sudjana, 2005: 368), Dalam penelitian ini, uji korelasi Pearson menggunakan SPSS. Setelah mendapatkan koefisien korelasi, dilakukan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang didapatkan. Jika suatu hubungan tidak sama dengan nol, maka dapat dikatakan terjadi hubungan antara dua variabel tersebut. Ketentuan penafsiran angka korelasi Pearson dapat merujuk pada tabel berikut,

Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Pearson

0 Tidak ada korelasi

0,00 - 0,25 Korelasi sangat lemah 0,25 – 0,50 Korelasi Cukup 0,50 – 0,75 Korelasi kuat 0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat


(2)

99

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan model PFBP-BM untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains dapat disimpulkan bahwa:

1. Model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dibandingkan model PFBP. Hal ini dibuktikan dengan perolehan N-gain kelas eksperimen sebagai tempat dilaksanakanya model PFBP-BM lebih tinggi dari N-gain kelas kontrol sebagai tempat dilaksanakan moel PFBP. N-gain kelas eksperimen adalah 0,56 sedangkan kelas kontrol N-gainnya adalah 0,38. 2. Model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan kompetensi sains dibandingkan

dengan model PFBP. Hal ini dibuktikan dengan perolehan N-gain kelas eksperimen sebagai tempat diterapkannya model PFBP-BM yaitu 0, 44 sedangkan N-gain untuk kelas kontrol sebagai tempat diterapkannya model PFBP adalah 0,29.

3. Pengujian hipotesa menunjukan, nilai t hitung lebih besar dari t tabel secara berurutan untuk penguasaan konsep dan kompetensi sains yaitu 3,940 dan 5,396 dengan nilai signifikasi α 0.000. dengan demikian hipotesa yang diajukan terbukti. Sedangkan korelasi antara penguasaan konsep dan kemampuan sains ditunjukan dengan hasil pengujian korelasi pearson dengan


(3)

nilai r≠0, yaitu 0,396. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup hubungan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains.

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model PFBP-BM untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains pada materi momentum impuls maka beberapa saran berikut dapat menjadi pertimbangant:

1. Agar siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sain pada faktor-faktor yang mempengaruhi momentum, dapat digunakan animasi flash yang dapat memvariasikan masa dan kecepatan suatu benda, sehingga dapat dianalisa besaran momentum yang dimiliki benda tersebut

2. Agar siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sain pada hukum kekekalam momentum, hendaknya animasi flash yang digunakan menggambarkan situasi yang berhubungan dengan pengalaman siswa sehari-hari.

3. Untuk membedakan ketiga jenis tumbukan digunakan animasi flash yang dapat memberikan informasi mengenai keberlakuan hukum kekekalan momentum dan keberlakuan hukum energi kinetik

4. Agar dapat memberikan pengalaman belajar pada siswa, guru harus dapat memilih perangkat dan media pembelajaran yang tepat agar setiap tahapan pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang optimal bagi siswa. 5. Pemilihan multimedia yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran akan


(4)

101

6. Pembiasaan melakukan inkuiri dalam proses pembelajaran perlu terus dilakukan agar kompetensi sains merupakan aspek yang menjadi cikal kemampuan literasi sains.

7. Perlu ditambahkan perangkat penilaian yang dapat digunakan oleh siswa dalam mengevaluasi teman sejawat dalam melakukan persentasi. Lembar penilaian ini dapat membuat proses diskusi dapat berlangsung lebih optimal. 8. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk topik yang berbeda dimana perlu ada

perbaikan dari segi multimedia yang digunakan, dari segi keberagaman alat eksperimen, dari segi intrumen yang digunakan untuk menjaring kemampuan yang diukur.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Loren W. & Krathwohl, David R. (2001). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Assesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Terjemahan dari A Taxonomy for learning, Teaching and

Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objecives). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharismi. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dahar, Ratna Wilis (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: PT. Bumi Aksara Hobson Art. (2005). “Teaching Relevant Science For Scientific Literacy”. Journal

of College Science Teaching

Holbrook Jack. (2009). “The Meaning of Scientific Literacy”. International Journal of Environmental & Science Educational, 4 (3), 144-150

Kaniawati, Ida. et.al (2011). Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman untuk Mengembangkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Pemecahan Masalah. Bandung: Laporan Penelitian

Kementerian Pendidikan Nasional. (2007). Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kemdiknas

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012). Hasil UN. Jakarta: Kemdikbud

[tersedia online di

http://118.98.234.22/sekretariat/hasilun/index.php/statistik_sma/akses pada 25 Oktober2013]

Kolb, D. (1984). Experiential learning. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ. Larmer, J. (2010). “7 Essentials For Project-Based Learning”. Educational

Leadership, Halaman 34-37

Liu Xiufeng. (2009). “Special Issue On Science Literacy”. International Journal

Of Environment & Sciene Education, 4 (3). 1-11

Meltzer, E. David. (2002). “The Relationship Between Mathematics Preparation And Conceptual Learning Gains In Physics: A Possible Hidden Variable In Diagnostic Pretest Score”. American Journal Physics. 70(2), 1259-1268.


(6)

Nuryani Y. Rustaman, (2002)Pengembangan butir soal keterampilan proses

sains. Bandung: FPMIPA UPI. [Tersedia di

http://onengdalilah.blogspot.com/2009/. Diakses pada 2 September 2013] Programme for International Student Assessment (2006). PISA 2006 Science

Competencies for Tomorrow’s World. Paris: OECD Publishing. Programme for International Student Assessment (2012). PISA 2012 Result in

Focus: What 15 Year-Olds Know and What They Can Do With They Know. Paris: OECD Publishing.

Programme for International Student Assessment (2012). PISA 2012 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing

Serway & Jewett (2004). Physics for Scientist and Enggineers. California: Thomson Brooks

Shwartz et al. (2006). “The Use of Scientific Literacy taxonomy for Assessing Through Development of Chemical Literacy Among High-School Students”. Journal of Chemistry Education Research and Practice: 7 (4), 203-204

Singh, Chandraleka & Rosengrant, David (2003). “Multiple Choice test of Energy

and Momentum Concepts”. American Journal Physics, 71 (6), 607–617.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito Bandung.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methode). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Susilana, Rudi & Riyana, Cepi. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI.

Wenning J Carl. (2007). “Assessing Inquiry Skills As A Component of Scientific


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP MOMENTUM DAN IMPULS PADA SISWA SMA.

0 1 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA.

0 5 48

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 0 46

PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA.

0 1 41

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI FLUIDA DI SMA KELAS XI IPA.

0 3 44

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA MATERI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

0 0 50

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN WEBSITE PADA KONSEP FLUIDA STATIS UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI.

0 0 47

MODEL PEMBELAJARAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETRAMPILAN GENERIK SAINS GURU FISIKA PADA TOPIK FLUIDA MENGALIR.

0 0 36

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS WEB PADA MATERI FLUIDA DINAMIS UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA.

2 3 29

61 Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Berbantuan Media Laboratorium Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Siswa pada Materi Momentum dan Impuls

0 0 5