INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN LUQMAN AL-HAKIM DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA :Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor.

(1)

i DAFTAR ISI

ABSTRAK………...i

KATA PENGANTAR………ii

UCAPAN TERIMA KASIH………iv

DAFTAR ISI………...viii

DAFTAR TABEL………...xiii

DAFTAR LAMPIRAN………...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah………..1

B. Rumusan Masalah……….15

C. Tujuan Penelitian………...17

D. Manfaat Penelitian……….18

E. Asumsi Penelitian………..18

E. Metode Penelitian………..19

F. Lokasi Penelitian………21

BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Penelitian Terdahulu……….23

B. Pendidikan Nilai………26

1. Arti Pendidikan Nilai……….26

2. Tujuan Pendidikan Nilai………32


(2)

ii

C. Pendidikan Islam………...37

1. Arti Pendidikan Islam………37

2. Landasan Pendidikan Islam………...42

3. Karakteristik Pendidikan Islam……….50

4. Komponen-komponen Pendidikan Islam………..56

1. Tujuan………58

2. Pendidik……….60

2.1 Kedudukan Pendidik dalam Islam………...61

2.2 Tugas Pendidik dalam Islam………62

2.3 Syarat Pendidik dalam Islam………64

2.4. Sifat Pendidik dalam Islam……….65

3. Anak Didik……….68

3.1 Hakikat Belajar………68

3.2 Adab dan Tugas Anak Didik………69

4. Materi………..72

4.1 Pendidikan Keimanan………...73

4.2 Pendidikan Moral/Akhlak………74

4.3 Pendidikan Jasmani………..74

4.4 Pendidikan Rasio………..74

4.5 Pendidikan Kejiwaan………75


(3)

iii

4.7 Pendidikan Seksual………..75

5. Metode………..76

5.1 Metode Hiwar Qur’ani dan Nabawi………76

5.2 Metode Kisah Qur’ani………81

5.3 Metode Amtsal (Perumpamaan) ………82

5.4 Metode Keteladanan………...84

5.5 Metode Praktik dan Perbuatan………...87

5.6 Metode Ibrah dan Mau’idzah……….88

5.7 Metode Targhib dan Tarhib………91

6. Media………92

7. Evaluasi………95

7.1 Karakteristik dan Fungsi Evaluasi……….96

7.2 Prinsip-prinsip Evaluasi……….98

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian………100

B. Definisi Operasional………101

C. Instrumen Penelitian………106

D. Penentuan Sampel (Subjek Studi)………...107

E. Teknik Pengumpulan Data………..108

F. Tahap-tahap Penelitian……….115


(4)

iv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor…………122

1. Sejarah Berdirinya……….122

2. Visi Misi Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman……….. …………..126

3. Program Unggulan……….126

4. Fasilitas………..127

5. Kompetensi………...127

6. Prestasi………...128

B. Temuan-temuan yang Berhubungan dengan Rumusan Masalah…………..129

1. Kondisi Objektif Kegiatan Pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman dalam Pembinaan Akhlak Siswa………..129

2. Materi Pendidikan yang Selaras dengan Nilai-nilai Pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Pembinaan Akhlak Siswa………135

3. Metode Pendidikan yang Selaras dengan Nilai-nilai Pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Pembinaan Akhlak Siswa………138

4. Media yang Digunakan untuk Menunjang Proses Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Pembinaan Akhlak Siswa………….140

5. Evaluasi yang Digunakan untuk Mengukur Keberhasilan Proses Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Pembinaan Akhlak Siswa………..141

6. Dampak Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Luqman Al-Hakim di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor terhadap Perubahan Akhlak Siswa…142 C. Pembahasan………144


(5)

v

1. Analisis Nilai-nilai Pendidikan dalam Surah Luqman Ayat 12-19…………144 2. Problematika Manajemen Pendidikan Islam dan Solusinya………..180 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan……….189 B. Rekomendasi………...192 DAFTAR PUSTAKA………..194 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(6)

vi

DAFTAR TABEL

4.1 Materi Pokok Mata Pelajaran PAI dan IPIT……….135 4.2 Studi Komparatif Materi………138 4.3 Studi Komparatif Metode………..140


(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Keputusan Direktur SPS UPI tentang Pengangkatan Pembimbing

Lampiran 2: Surat Keterangan Lulus Tes Toefl

Lampiran 3: Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif

Lampiran 4: Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian dari SPS UPI Lampiran 5: Surat Keterangan Melakukan Penelitian dari Sekolah Dasar

IslamTerpadu Al-Iman Bogor

Lampiran 6: Struktur Organisasi Yayasan Al-Mawardi Periode 2010-2013 Lampiran 7: Data Guru dan Karyawan Sekolah Dasar Islam Terpadu

Al-Iman Tahun Pelajaran 2010-2011

Lampiran 8: Data Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Tahun Pelajaran 2010-2011

Lampiran 9: Struktur Kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Lampiran 10: Kurikulum Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) Tahun

pelajaran 2011-2012 Kelas I-III Lampiran 11: Pedoman Observasi

Lampiran 12: Pedoman Wawancara Lampiran 13: Foto-foto Kegiatan


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Marimba, A (1987: 19) mendefinisikan pendidikan sebagai “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”

Menurut Langgulung, H (2000: 402) di antara fungsi utama pendidikan, yaitu; pertama, pemindahan nilai-nilai dari generasi tua ke generasi muda agar identitas suatu masyarakat terpelihara adanya. Nilai-nilai itu di antaranya seperti; keberanian, kejujuran, setia kawan dan lain-lain yang perlu tetap dipelihara demi keutuhan dan kelanjutan hidup masyarakat. Kedua, pemindahan ilmu dan keterampilan-keterampilan dari generasi ke generasi.

Ilmu adalah prinsip-prinsip yang digunakan untuk memahami jagat raya dan penciptanya serta memahami manusia sendiri. Jalannya bisa melalui indera, akal, intuisi, ilham dan yang tertinggi adalah wahyu yang diberikan pada Nabi-nabi dan Rasul-rasul. Adapun keterampilan adalah kemampuan membuat sesuatu walaupun tidak memahami prinsip berlakunya sesuatu itu.

Pemindahan (transmission) nilai-nilai, ilmu dan keterampilan ini menurut Langgulung, H ( 2000: 404) merupakan tugas proses belajar. Proses belajar merupakan perubahan tingkah laku yang agak kekal sebagai akibat dari pengalaman. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar proses belajar dapat berjalan sebagaimana mestinya; Syarat pertama adalah bahwa harus ada perangsang (stimulus). Syarat kedua, pelajar harus bergerak balas (respons)


(9)

2

kepada perangsang itu. Syarat ketiga adalah bahwa gerak balas diberi peneguhan (reinforcement) agar gerak balas itu bersifat kekal. Jika salah satu dari ketiga syarat ini tidak terwujud, maka proses belajar tidak akan terjadi, jadi perubahan tingkah laku yang diharapkan pun tidak tercapai. Konteks yang lebih luas dari proses belajar adalah proses belajar sosial. Dalam proses belajar sosial ini tingkah laku proses belajar akan melibatkan peniruan (imitation).

Dalam proses peniruan, seseorang akan dipengaruhi oleh pribadi-pribadi yang mempunyai kedudukan dan peranan penting di masyarakat, misalnya ibu bapak, guru, pemimpin masyarakat, bintang film dan lain-lain. Media massa mempunyai peranan penting memperkenalkan model-model ini kepada orang yang sedang belajar, dalam hal ini murid dan generasi muda di masyarakat. Apabila peniruan terhadap orang-orang yang terkenal itu mendapat peneguhan atau penguatan dari masyarakat, maka tingkah laku dari orang-orang terkenal itulah yang akan mereka tiru. Jika tidak, maka peniruan terhadap orang-orang terkenal itupun akan hilang. Tingkah laku seperti ini dinamakan persesuaian (conformity).

Persesuaian (conformity) sebagai salah satu bentuk pengaruh sosial (social influence) ditinjau dari kekal atau tidak kekalnya tingkah laku dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kepatuhan (compliance), identifikasi dan penghayatan (internalization).

Pada tingkah laku kepatuhan (compliance), seseorang terdorong oleh keinginan untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Biasanya


(10)

3

tingkah laku kepatuhan itu hanya berlaku selama janji untuk mendapat ganjaran dan hukuman masih berjalan.

Pada tingkah laku identifikasi, disebabkan oleh keinginan seseorang untuk menyerupai orang yang memberi pengaruh itu. Pada identifikasi, seperti juga dengan kepatuhan, seseorang tidak mengerjakan suatu tingkah laku karena tingkah laku itu memuaskan dirinya, tetapi ia berbuat demikian sebab ada hubungan yang memuaskan antara dia dengan orang yang memberi pengaruh itu jika ia berbuat demikian. Sebab pada tingkah laku identitas ada daya tarik (attractiveness) orang yang ia kagumi (identify).

Bentuk ketiga dari persesuaian (conformity) sebagai gerak balas terhadap pengaruh sosial dan yang paling kekal ialah penghayatan (internalization). Penghayatan (internalization) adalah integrasi sikap, kepercayaan, nilai-nilai, pendapat dan lain-lain ke dalam pribadi (personality) seseorang (Langgulung, H. 2000: 409). Penghayatan sebagai salah satu jenis proses belajar sosial, pribadi-pribadi yang berpengaruh memegang peranan penting terhadap berlakunya penghayatan itu.

Pertanyaannya sekarang, nilai-nilai mana yang akan diinternalisasikan? Fraenkel (Ruhendi, A. 2001: 13) menyatakan bahwa nilai merupakan suatu realitas yang abstrak, sebab nilai hanya dirasakan di dalam diri masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip yang dijadikan pedoman di dalam bertindak. Seseorang dapat menentukan jenis tindakan yang baik dan tidak baik, berguna dan tidak berguna, sehingga akan mewarnai sikap, watak dan perilaku seseorang baik


(11)

4

dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, bernegara maupun dalam menjalankan tugas kewajiban sehari-hari yang diembannya.

Sebagai tema yang bersifat abstrak, para ahli teori nilai menganalisis nilai dengan cara yang berbeda-beda. Setidaknya terdapat dua cara, yaitu: Pertama, klasifikasi nilai, yaitu pembagian nilai yang didasarkan pada sifat-sifat nilai itu sendiri dalam tatanan hierarkinya. Cara para ahli dalam mengklasifikasi nilai juga cukup beragam tergantung sudut pandang dan disiplin ilmu yang mereka miliki. Kedua, kategorisasi nilai, yaitu pembagian nilai yang didasarkan pada bidang kehidupan manusia seperti pengetahuan, ekonomi, politik, budaya, dan agama, atau menurut pembagian wilayah kehidupan manusia sebagai organisme seperti kebutuhan jasmani dan rohani. Pada cara yang kedua ini, para ahli juga mengelompokan nilai ke dalam pembagian yang cukup beragam tergantung pada cara berfikir yang digunakan (Mulyana, R. 2004: 25).

Encyclopedia Brittanica (Ruhendi, A. 2001: 17) menyebutkan bahwa nilai yang berlaku di masyarakat merupakan nilai standar bagi suatu perilaku moral individual di tengah masyarakatnya. Setiap masyarakat memiliki nilai moralnya sendiri yang mungkin berbeda dengan masyarakat lainnya sehingga konsep nilai yang ada pada suatu masyarakat belum tentu sama dengan masyarakat lainnya, sebab sudah diwarnai oleh kondisi atau kepentingan masyarakat tersebut.

Karena perbedaan sudut pandang itulah, perwujudan nilai akan bersifat relatif tergantung keyakinan dan filsafat hidup yang dianut oleh seseorang. Ruhendi, A (2007: 13) memberikan contoh: Seorang hedonis akan meletakan kesenangan sebagai kebaikan tertinggi dalam menimbang nilai. Seorang utilitarian


(12)

5

akan menempatkan asas kegunaan sebagai nilai tertinggi. Sehingga bisa jadi perbuatan tidak terpuji, seperti; fitnah, bohong, penipuan, kekerasaan dan sebagainya menjadi bernilai asal memberikan manfaat untuk mencapai tujuan. Seorang humanis akan menekankan pada kepentingan kemanusian yang ideal. Penentu baik dan buruknya suatu tindakan adalah kata hati orang yang bertindak.

Pernyataan bahwa nilai itu relatif dikuatkan oleh pendapat Ambroise (1993: 23) ketika mengetengahkan prinsip-prinsip relativitas nilai. Menurutnya, nilai dapat berubah sewaktu-waktu karena perbedaan situasi tertentu.

Sebagai agama wahyu, hanya Islam yang dapat dijadikan nilai universal. Islam adalah satu-satunya agama yang lengkap dan sempurna untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Sebagaimana yang diungkapkan Al-Attas (2010: 36) dalam bukunya “Islam dan Sekularisme” bahwa:

Agama wahyu sejak awal harus melakukan seruan universal dan tidak memerlukan perkembangan lebih lanjut dalam dirinya dan dalam hukum sakralnya. Agama menurut Islam, sejak awalnya mestilah lengkap dan sempurna untuk memenuhi keperluan umat manusia.

Ajaran Islam banyak mengajarkan nilai-nilai luhur. Kejujuran, kebenaran, keadilan dan banyak nilai luhur lainnya. Bahkan, ibadah-ibadah dalam Islam tidak hanya mengandung unsur ritual belaka, namun memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Seperti shalat dapat mencegah keji dan mungkar (QS Al-Ankabut: 45), zakat dapat membersihkan dan mensucikan jiwa (QS At-taubah: 103), shaum supaya bertakwa (QS Al-Baqarah: 183) dan masih banyak yang lainnya (Qomarudin, R. 2010: 2).


(13)

6

Maka, nilai yang bersumber dari Tuhanlah yang dijadikan rujukan dasar. Demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan. Karena nilai dan pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Mulyana, R (2004: 97) menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan pendidikan, hubungan antara nilai dan pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan dalam setiap tindakan pendidikan, baik dalam memilih maupun dalam memutuskan setiap hal untuk kebutuhan belajar. Melalui persepsi nilai, guru dapat mengevaluasi siswa. Demikian pula sebaliknya, siswa dapat mengukur kadar nilai yang disajikan guru dalam proses pembelajaran.

Secara umum hubungan antara nilai dengan pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam tujuan Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab mengandung sejumlah nilai penting bagi pembangunan karakter bangsa.

Kniker (Mulyana, R. 2004: 105) berpendapat bahwa nilai merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Dalam gagasan pendidikan nilai yang ia kemukakan, nilai selain ditempatkan sebagai inti dari proses dan tujuan pembelajaran, setiap huruf yang terkandung dalam kata value dirasionalisasikan sebagai tindakan-tindakan pendidikan.


(14)

7

Namun, dengan perubahan sosial-ekonomi yang dipacu oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat, membawa serta perubahan-perubahan dalam cara berfikir, cara menilai, cara menghargai hidup dan kenyataan. Ini semua membawa kekaburan nilai yang ada dan kekaburan dimensi nilai yang sebenarnya selalu ada dalam proses perkembangan dan perubahan masyarakat, serta dalam diri seseorang (Sastrapratedja, 1993: 3).

Alvin Tofler, seorang futurolog yang cukup terkenal menggunakan istilah “future shock” untuk menggambarkan situasi sekarang yang membuat kita terlempar pada suatu kondisi dimana kita mengalami tekanan yang mengguncangkan dan hilangnya orientasi individu disebabkan kita dihadapkan dengan terlalu banyak perubahan dalam waktu yang terlalu singkat (Soyomukti, 2010: 41).

Menurut Sauri-Firmansyah, S. (2010: 1) kegamangan nilai yang dialami masyarakat sekarang merupakan akibat manusia lebih mengutamakan kemampuan akal dan memarginalkan peranan agama atau nilai-nilai Ilahiyah. Kemampuan otak dan rasionalitas telah mencapai titik puncak, tetapi tidak dibarengi dengan kekuatan rohaniah, akibatnya hidup menjadi kehilangan makna.

Bagi umat Islam khususnya, krisis multidimensional yang terjadi saat ini, baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan maupun akhlak merupakan imbas dari lemahnya pemahaman umat Islam terhadap Al-Qur’an. Al-Ghazali, M (2008: 33) berkata:

Ketika umat Islam menjauhi Al-Qur’an atau sekedar menjadikan hanya sebagai bacaan keagamaan maka sudah pasti Al-Qur’an akan kehilangan relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya


(15)

orang-8

orang diluar Islamlah yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga mereka dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat Islamlah yang seharusnya memegang semangat Al-Qur’an.

Oleh karenanya, ayat-ayat Al-Qur’an sebagai sumber ajaran, perlu dipahami dan diungkapkan makna-maknanya untuk digunakan dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia pada setiap kurun waktu. Aktualitas Al-Qur’an sebagai sumber nilai akan memberikan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan aktual di berbagai bidang kehidupan manusia sepanjang zaman.

Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama dan utama dalam Islam, sejak 14 abad yang lalu memiliki karakteristik yang khas, salah satunya adalah kemukjizatan.

Shihab, M (2007: 25) mengemukakan pendapat para pakar agama Islam yang mendefinikan mukjizat sebagai:

Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.

Allah telah memerintahkan Rasul-Nya untuk menantang kaum musyrikin Arab agar mendatangkan yang semisal dengan Al-Qur’an, atau sepuluh surah sepertinya atau satu surah sepertinya. Tetapi, mereka gagal. Allah Ta’ala berfirman:

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain." (QS. Al-Isra: 88).


(16)

9

Qardawi, Y (2004: 9) menyebutkan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an dapat dilihat dari beberapa segi, di antaranya:

ِ ا ْ َ ُز ْا ََ ِ ّ ) 1

( : Yaitu yang berkaitan dengan segi balaghah (bahasa) yang ada didalam Al-Qur’an, yang meliputi susunan, ungkapan, tata bahasa dan lapadznya. Al-Qur’an sangat teliti dalam pemilihan kosa katanya. Sering kali pemilihan tersebut -pada pandangan pertama- tampak ganjil, bahkan boleh jadi dinilai menyalahi kaidah kebahasaan, atau tidak sejalan dengan bahasa yang baik dan benar. Padahal jika dikaji dengan seksama, pemilihan kosa kata tersebut memiliki pemaknaan yang mendalam. Sebagaimana yang terdapat dalam surah Luqman ayat 12, Allah berfirman:

ْ َ َو ِ ِ ْ ُ ْ ا ِنَأ َ َ!ْ ِ"ْا َن َ!ْ#ُ َ$َْ%َ& ْ'َ#ََو ْ ُ ْ(َ)

ْ َ َو ِ ِ*ْ+َ$ِ ُ ُ ْ(َ) َ! ِ,َ-َ ِ,َ-َ+ِ,َ-َآ

ٌ' ِ!َ0 1 ِ$َ2 َ ا نِ,َ-)

12 (

Yang artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS Luqman: 12)

Penggunaan bentuk kalimat lampau (fi’il madhi) pada akhir ayat (kafara), padahal sebelumnya (yasykur) berbentuk kalimat sedang atau akan datang (fi’il mudhari), merupakan isyarat akan buruknya kekufuran. Ada pula yang berpendapat: “Hal itu merupakan isyarat bahwa kekufuran itu banyak dan pasti. Berbeda dengan sikap syukur.”

Fakhrurrazi (T.t: 127) mengatakan bahwa syukur selayaknya dilakukan berkali-kali setiap waktu, karena kenikmatan juga diperoleh berkali-kali. Barang siapa yang bersyukur, maka selayaknya ia mengulang-ngulang ungkapan syukurnya. Dan barang siapa yang kufur segeralah ia tinggalkan kekufurannya.


(17)

10

Itulah kenapa dalam hal bersyukur Allah mengisyaratkan dengan mudhari’ sementara dalam kufur Allah menggunakan dalam bentuk madhi.

Kemudian, dalam ayat 19 nya Allah berfirman:

َ4ِ%ْ5َ6 ْ ِ ْ7ُ8ْ2اَو َ4ِْ(َ ِ- ْ'ِ9ْ:اَو نِإ

ِتاَ5ْ6َ=ْا َ َ َْأ َ ُتْ5َ9 ِ ِ!َ"ْا ) 19 (

Yang artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman: 19)

Ayat ini menggunakan tamsil (perumpamaan) yang diawali dengan kata “inna” dan lebih dikuatkan dengan huruf “lam” sehingga membentuk satu kalimat pengingkaran yang mutlak dan tidak diragukan lagi. Didalam ayat ini, suara yang jelek diumpamakan dengan suara keledai (hamir), dengan menggunakan redaksi yang dalam ilmu balaghah biasa disebut dengan “Isti’arah tashrihiyyah” yaitu sebuah perumpamaan tanpa menyebutkan “Lafadz tasybih”. Adapun diambilnya suara keledai sebagai perbandingan, untuk menunjukan betapa jeleknya suara tersebut. Karena dikalangan masyarakat Arab, selain sering diidentikan dengan kepandiran, keledai juga terkenal dengan suaranya yang sangat jelek (Ad-Darwisy, M. 2002: 92).

ِ ا ْ َ ُز ْا َ! ْ5 ُ? ْ5 ِ ّ@ ) 2

( : Maksudnya, Al-Qur’an mencakup berbagai aspek, seperti hidayah, hikmah, dan mauidhah hasanah, dan dari segi penyuluhan dan pendidikan yang membawa kepada kemaslahatan. Sehingga bisa memberikan kebahagiaan bagi manusia, baik individu atau golongan jika mereka mengikuti dan berpegang teguh pada kandungan al-Qur’an.


(18)

11 ِ ا

ْ َ ُز ْا ِA ِْ! ّ@ ) 3

( : Yaitu yang berkaitan dengan isyarat Al-Qur’an dalam kebanyakan ayatnya, yang menunjukan akan hakikat ilmiah yang ditemukan oleh ilmu modern, dan sesuai dengan penemuan ilmiah terbaru di masa kini. Padahal sebelumnya tidak diketahui baik pada zaman kenabian atau beberapa abad setelahnya.

Soualhi, B (2009: 26) menyebutkan beberapa contoh ayat Al-Qur'an yang berisi fakta-fakta ilmiah yang ditemukan baru-baru ini oleh ilmu pengetahuan modern, yaitu:

1. Bumi ini sebelumnya merupakan bagian dari matahari dan hanya setelah pemisahan menjadi tempat yang ditinggali bagi umat manusia (QS. Al-Anbiya: 30).

2. Semua kehidupan berasal dari air (QS. Fushshilat: 11) 3. Alam semesta dalam bentuk gas api (QS. Fushshilat: 11) 4. Materi terdiri dari partikel kecil (QS. Yunus: 62)

5. Kandungan oksigen dari udara berkurang pada ketinggian yang lebih tinggi (QS. Al-An’am: 125)

6. Semuanya terdiri dari unsur-unsur pelengkap yaitu laki-laki dan perempuan (QS. Yasin: 36)

7. Embrio di dalam rahim tertutup oleh tiga penutup (QS. Az-Zumar: 6)

8. Fertilisasi (Pembuahan) pada tanaman tertentu dilakukan oleh angin (QS. Al- Hijr: 22)


(19)

12

Dari sifat kerabbanian inilah setidaknya ajaran Islam memiliki karakteristik yang konstan, universal, dan seimbang. Konstan, karena ajaran Islam bersifat tetap, utuh, dan tidak berubah. Universal, karena menyentuh segala aspek, menyeluruh, dan tidak parsial. Sedangkan seimbang, karena mampu menjaga keserasian dan keharmonisan segala aspek kehidupan (Sauri, S. 2006: 45).

Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Sebagaimana yang terdapat dalam surah Luqman ayat 12-19 yang menceritakan tentang pendidikan Luqman kepada anaknya. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadat, sosial, dan ilmu pengetahuan (Daradjat, Z. 2009: 20).

Penghayatan nilai-nilai Al-Qur’an tersebut tidak akan tumbuh dengan sendirinya, tetapi mesti diusahakan semenjak dari masa kecil melalui pendidikan yang menimbulkan kepatuhan, kekaguman dan akhirnya membawa kepada penghayatan (Langgulung, H. 2000: 417)

Salah satu lembaga pendidikan yang menginternalisasikan nilai-nilai Al-Qur’an tersebut ialah Sekolah Islam Terpadu Al-Iman Bogor. Konsep pendidikan yang dikembangkan di Sekolah ini ialah keseimbangan, yaitu memadukan kurikulum nasional dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu Al-Iman yang menekankan pada penguasaan iman dan taqwa, serta ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mencapai keseimbangan antara materi umum dan agama yang menjadikan Al-Qur’an sebagai acuan.


(20)

13

El-Sulthani, M (T.t: 14) selaku pendiri dan pengasuh Sekolah Islam Terpadu Al-Iman menyatakan dalam bukunya “Islamic Center Al-Iman Pendidikan Canggih dan Mulia Menjawab Tantangan Dunia” bahwa:

Dalam posisi mengembalikan peradaban yang bersumber dari agama dan mendudukan kebudayaan pada porsi yang sewajarnya itulah, Islamic Center Al-Iman menjawab tantangan dunia. Bahwa ternyata Islam mempunyai konsep dan cara yang canggih dalam menghadapi laju dan derasnya issu global. Bukan menentang, dan bukan pula mengikuti.

El-Sulthani, M (Tt: 11) menjelaskan ada tiga tantangan dunia yang paling besar. Pertama, pergeseran peradaban dan kebudayaan. Ketika dunia sudah mengglobal, maka agama dan peradaban menjadi tergeser atau berpindah posisinya, sedangkan kebudayaan yang bersumber dari budaya lokal akan tergusur bahkan hilang. Kedua, rasionalisasi dan logika. Ada kecenderungan di tengah-tengah masyarakat bahwa semua yang diatur oleh agama itu harus bisa dicerna dan diterima oleh akal (logika). Orang lebih banyak mengandalkan logika daripada menerima apa adanya yang tercantum dalam teks (nash). Ketiga, perkembangan teknologi. Semua Negara berlomba menciptakan teknologi baru dan tercanggih, termasuk teknologi informasi dan intelijen guna menjatuhkan satu Negara terhadap Negara yang lain. Siapa yang menguasai teknologi, pasti akan menguasai dunia.

Oleh karena itu, El-Sulthani memandang perlunya didirikan suatu lembaga pendidikan untuk menjawab semua tantangan zaman tersebut. Maka, pada tahun 1997 lahirlah Islamic Center Al-Iman (sekarang menjadi Sekolah Islam Terpadu Al-Iman) di Desa Pabuaran Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.


(21)

14

Visi yang diusung oleh lembaga pendidikan ini ialah “Mengembangkan Islamic Center Al-Iman menjadi suatu lembaga pendidikan Islam modern dan bermutu yang memadukan kurikulum nasional dengan Al-Qur’an sebagai acuan, sehingga mampu membawa umat sukses dan selamat serta mampu menjawab tantangan dunia dengan Al-Qur’an.” Adapun misinya, menampung siswa/i yatim piatu dan tidak mampu dari lingkungan sekitar sesuai kapasitas yang dimiliki, dengan target-target sebagai berikut:

1. Memperbaiki dan meningkatkan pendidikan umat Islam secara optimal, sehingga mampu bersaing dalam era globalisasai.

2. Mengembangkan watak dan karakter yang Islami dalam kehidupan seluruh civitis akademika Islamic Center Al-Iman, agar mampu menjadi panutan bagi lingkungan sekitar.

3. Mengembangkan keterampilan hidup mandiri para siswa dan membekali mereka dengan kemampuan khusus agar dapat mengatasi persoalan-persoalan hidup pribadi, keluarga dan masyarakat.

4. Menyiapkan anak didik dengan berbagai keterampilan sesuai potensi, disertai dengan keimanan dan ketaqwaan.

5. Mengembangkan kreatifitas dan kepercayaan diri siswa agar mempunyai sikap dinamis, kreatif dan inovatif sebagai ciri mayarakat madani.

6. Memadukan kurikulum nasional dengan kurikulum Islamic Center Al-Iman Yayasan Al-Mawardi yang menekankan pada penguasaan iman dan taqwa, serta ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kerangka mencapai keseimbangan antara materi umum dan agama.


(22)

15

7. Memberi kesempatan kepada anak yatim piatu dan keluarga tidak mampu untuk mengikuti proses belajar mengajar tanpa memikirkan biaya pendidikan.

Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dijadikan sebagai subjek penelitian dalam tesis ini, karena pada tahap ini, anak mulai memiliki potensi-potensi biologis, paedagogis dan psikologis. Karena itu, menurut Mujib-Mudzakkir, A (2010: 108) pada tahap ini mulai diperlukan adanya pembinaan, pelatihan bimbingan, pengajaran dan pendidikan yang disesuaikan dengan bakat (QS. Ar-Rum: 30), minat (QS. Al-Kahfi: 29), dan kemampuannya (QS. Hud: 93). Selanjutnya Mujib-Mudzakkir, A menjelaskan bahwa proses pembinaan dan pelatihan itu akan lebih efektif bila anak telah menginjak usia sekolah dasar. Hal tersebut karena pada fase ini, anak mulai aktif dan memfungsikan potensi-potensi inderanya walaupun masih pada taraf pemula.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan dalam dan luasnya nilai-nilai pendidikan dalam Al-Qur’an, maka peneliti akan membatasi fokus permasalahan pada nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam surah Luqman ayat 12-19.

Sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2009: 208) bahwa dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus. Ia lalu mengutip pernyataan Spradley: ‘A focused refer to a single cultural domain or a few related domains.’ Maksudnya adalah bahwa fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial.


(23)

16

Adapun secara umum dapat dirumuskan permasalahan pokok dari penelitian ini, yaitu: “Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Al-Qur’an dan pengaruhnya terhadap perubahan akhlak para Siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor?”

Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka secara khusus peneliti akan jabarkan dalam sub-sub pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi objektif kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dalam pembinaan akhlak siswa?

2. Materi apa yang disampaikan para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan surah Luqman ayat 12-19 dalam pembinaan akhlak siswa?

3. Metode apa yang digunakan para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan surah Luqman ayat 12-19 dalam pembinaan akhlak siswa?

4. Media apa yang digunakan para guru untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Al-Qur’an ayat 12-19 di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dalam pembinaan akhlak siswa?

5. Bentuk evaluasi pendidikan seperti apa yang dilakukan oleh para guru untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dalam pembinaan akhlak siswa?


(24)

17

6. Bagaimana akhlak para siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor setelah diberikannya nilai-nilai pendidikan Luqman Hakim dalam Al-Qur’an ayat 12-19?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji proses internalisasi nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Al-Qur’an ayat 12-19 dan pengaruhnya terhadap perubahan akhlak para siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kondisi objektif kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dalam pembinaan akhlak siswa.

2. Mengetahui materi yang disampaikan para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam pembinaan akhlak siswa.

3. Mengetahui metode yang digunakan para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam pembinaan akhlak siswa.

4. Mengetahui media pembelajaran yang digunakan para guru untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dalam upaya pembinaan akhlak siswa. 5. Mengetahui bentuk evaluasi pendidikan yang dilakukan oleh para guru untuk


(25)

Al-18

Hakim bagi para siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dalam pembinaan akhlak siswa.

6. Mengetahui pengaruh dari pemberian nilai-nilai tersebut terhadap perubahan akhlak para siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat bersifat teoretis dan praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan dan memperkokoh landasan pendidikan melalui internalisasi nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam pembinaan akhlak siswa, terutama yang berkaitan dengan konsep dan tujuan pendidikan, pendidik dan anak didik, materi pendidikan dan metode pendidikan. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat direalisasikan dan dioperasionalkan secara nyata dalam praktik-praktik pendidikan, baik di lembaga pendidikan informal, seperti keluarga maupun lembaga pendidikan formal, seperti sekolah.

E. Asumsi


(26)

19

1. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam, banyak memuat ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan usaha pendidikan. Prinsip itu terdiri dari masalah akidah, ibadah dan akhlak.

2. Al-Qur’an surah Luqman ayat 12-19 mengandung nilai-nilai pendidikan yang meliputi unsur-unsur pendidikan sebagai faktor penunjang keberhasilan proses pendidikan.

3. Konsep pendidikan yang memadukan kurikulum nasional dengan Al-Qur’an akan mampu mengantarkan anak didik Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman menjadi anak didik yang berkarakter (1) berkepribadian Islami, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Dimana peneliti berupaya menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif mengenai berbagai aspek suatu situasi sosial dengan menelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek yang diteliti.

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, di mana peneliti terjun langsung ke lapangan serta berusaha mengumpulkan data dan informasi melalui pengamatan partisipatif, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan literatur.

Jumlah informan atau partisipan yang diobservasi dan diwawancarai oleh peneliti adalah berdasarkan purposive sampling dan snowball sampling.


(27)

20

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Peneliti memfokuskan subyek penelitian pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang terdiri dari; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf bidang kurikulum, para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) dan para siswa di kelas I Ar-Rohim, kelas I Ar-Rohman, kelas II As-Salam, kelas II Al-Fattah, kelas III Al-Aziz dan kelas III Al-Jabbar.

Namun, jika dari jumlah sumber data tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka, peneliti akan mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data. Hingga, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar dan akan berlangsung secara bergulir sesuai kebutuhan hingga mencapai kejenuhan.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu; data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subyek penelitian, yakni; Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang terdiri dari; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf bidang kurikulum, para guru PAI dan IPIT dan para siswa, baik melalui observasi partisipatif, maupun wawancara mendalam. Adapun data sekunder diambil dari berbagai penelaahan dokumen resmi, pribadi, foto-foto dan lain sebagainya yang berhubungan dengan judul penelitian sekaligus sebagai pendukung data primer.

Data yang dihasilkan dari pengamatan partisipatif dan wawancara mendalam ini kemudian dikumpulkan dan dituangkan dalam catatan lapangan selanjutnya diolah dan dianalisa. Secara umum proses analisis data di mulai


(28)

21

dengan menelaah seluruh data yang tersedia, kemudian data-data tersebut dibaca, dipelajari, dan ditelaah. Langkah berikutnya, menyusun data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan dan dilakukan koding. Tahap berikutnya diadakan pemeriksaan keabsahan data yang meliputi:

1). Triangulasi; merupakan pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh dengan cara memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang ada.

2). Member Check; dilakukan untuk mengetahui kredibilitas hasil penelitian sehingga informasi yang ada mendapatkan pembenaran dari subyek penelitian.

3). Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi; dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat.

4). Rich Data atau Data yang Melimpah; merujuk pada data yang rinci, lengkap, dan beragam sehingga mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.

G. Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini mengambil lokasi di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman yang terletak di Jln. Majapahit Raya No. 40 Komplek Puri Bojong Lestari Pabuaran-Bojonggede Bogor. Sekolah ini didirikan pada tahun 1997 oleh KH. Mawardi Labay El-Sulthani (Alm). Sekolah ini menyelenggarakan pendidikan TPA, TK Islam, SD Islam Terpadu dan SMP Islam Terpadu.


(29)

22

Konsep pendidikan yang dikembangkan di Sekolah ini ialah keseimbangan, yaitu memadukan kurikulum nasional dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu Al-Iman yang menekankan pada penguasaan iman dan taqwa, serta ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mencapai keseimbangan antara materi umum dan agama yang menjadikan Al-Qur’an sebagai acuan.

Sebagai realisasi dari cita-cita tersebut, Al-Mawardi Prima sebagai warisan dari pendirinya KH. Al-Mawardi Labay (Alm) menerbitkan buku-buku khusus yang telah ditetapkan menjadi materi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Islam Terpadu Al-Iman Bogor, bahkan buku-buku tersebut di tulis oleh H. Saifuddin Aman yang saat ini menjabat sebagai Pengawas Yayasan Al-Mawardi. Di antara buku-buku tersebut yaitu: Belajar Islam bersama Ayah Bunda dan Iqra for Kids.

Selain itu, sebagai upaya untuk membina dan membekali para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor ini, Aman juga menulis buku dengan judul: “8 Pesan Lukman Al-Hakim.”


(30)

100 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Di mana peneliti berupaya menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif mengenai berbagai aspek suatu situasi sosial dengan menelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek yang diteliti.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, L. 2007: 6)

Adapun studi kasus merupakan strategi penelitian di mana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktifitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Creswell, J. 2010: 20)

Sesuai dengan kekhasannnya, studi kasus dilakukan pada objek yang terbatas. Dan sebagai implikasinya, penelitian yang menggunakan metode studi kasus hasilnya tidak dapat digeneralisasi, dengan kata lain hanya berlaku pada kasus itu saja.


(31)

101

Peneliti membangun suatu gambaran yang kompleks dan menyeluruh, menganalisa kata-kata, laporan yang mendetail berdasarkan sudut pandang informan, serta melakukan penelitian pada latar alamiah.

B. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan interpretasi penggunaan istilah dalam penelitian ini, maka istilah-istilah yang digunakan perlu diberi definisi operasional. Beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

Internalisasi: Dalam Kamus Ilmiah berarti pendalaman, penghayatan, pengasingan (Agustin, T.t: 189). Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 439) internalisasi diartikan sebagai penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.

Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh menurut Muhaimin (1996: 153) ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi, yaitu:

a. Tahap Transformasi Nilai: Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh

b. Tahap Transaksi Nilai: Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal-balik.


(32)

102

c. Tahap Transinternalisasi: Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara aktif. Nilai Pendidikan: Nilai berdasarkan arti denotatifnya dapat dimaknai sebagai harga. Namun ketika nilai dihubungkan dengan suatu objek atau sudut pandang tertentu, harga yang terkandung didalamnya memiliki pemaknaan yang bermacam-macam.

Dalam kaitannya dengan pendidikan, hubungan antara nilai dan pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan dalam setiap tindakan pendidikan, baik dalam memilih maupun dalam memutuskan setiap hal untuk kebutuhan belajar. Melalui persepsi nilai, guru dapat mengevaluasi siswa. Demikian pula sebaliknya, siswa dapat mengukur kadar nilai yang disajikan guru dalam proses pembelajaran (Mulyana, R. 2004: 97).

Secara umum hubungan antara nilai dengan pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam tujuan Pendidikan Nasional, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab mengandung sejumlah nilai penting bagi pembangunan karakter bangsa.

Kniker (Mulyana, R. 2004: 105) berpendapat bahwa nilai merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Dalam gagasan pendidikan nilai yang ia kemukakan, nilai selain ditempatkan sebagai inti dari proses dan tujuan pembelajaran,

setiap huruf yang terkandung dalam kata value dirasionalisasikan sebagai


(33)

103

Tujuan utama pendidikan adalah menghasilkan kepribadian manusia yang matang secara intelektual, emosional, dan spiritual. Karena itu, komponen esensial kepribadian

manusia adalah nilai (value) dan kebajikan (virtues).

Dalam kaitan dengan nilai pendidikan, maka mengandung arti konsep pendidikan menjadi bahan utama dalam pertimbangan nilai. Dengan demikian nilai pendidikan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sesuatu yang berharga yang memiliki kaitan dan mendukung pemikiran dan pelaksanaan pendidikan.

Luqman al-Hakim: Nama orang yang diabadikan menjadi salah satu dari 114 surah

yang ada di dalam Al-Qur’an. Dalam kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah disebutkan bahwa

Dia adalah Luqman bin ‘Anqa bin Sadun. Dikatakan pula Luqman bin Tsaran (Ibnu Katsir, 2001: 124).

Para ulama salaf berbeda pendapat seputar Luqman, apakah ia seorang Nabi atau hamba shaleh tanpa gelar Nabi? Dalam hadits yang diterima dari Mujahid, ia mengatakan bahwa Luqman adalah seorang laki-laki yang shalih dan bukan seorang nabi. Ia adalah seorang hamba sahaya yang berasal dari habasyah, tebal kedua bibirnya, pecah-pecah

kedua kakinya dan qadli pada Bani Israil. Sa’id bin Musayab berkata: Luqman Al-Hakim

berkulit hitam seperti hitamnya orang Sudan Mesir. Ibnu Abbas berkata: Adalah Luqman seorang hamba sahaya dari Habasyah (At-Thabari, 2005: 6554).

As-Suhaili berkata: Luqman adalah seorang yang bersuku Naubah, dan

merupakan bagian dari masyarakat Ailah. Abdullah Ibnu Zubair mengatakan: “Aku

bertanya kepada Jabir Ibnu Abdullah: Informasi apa yang telah sampai kepadamu mengenai Luqman? Jabir mengatakan: Ia bertubuh pendek, pesek hidungnya, dan bersuku Naubah” (Ibnu Katsir, 2001: 124). Dalam Al-Mu’jamul Wasit (2004: 961)


(34)

104

disebutkan bahwa Naubah adalah nama ras orang-orang hitam. Bentuk tunggalnya Naubi. Negeri Naubah adalah tempat tinggal ras ini. Negeri ini terletak dibagian selatan negeri Mesir.

Disebutkan bahwa sebelum Daud As diutus menjadi Nabi, Luqman adalah seorang mufti (pemberi fatwa). Ketika Daud telah diutus menjadi seorang Nabi, Luqman

menghentikan profesinya sebagai pemberi fatwa. Ia mengatakan: “Apakah aku tidak

menganggap cukup jika aku telah merasa cukup.” (Az-Zamakhsari, 2001: 499).

Al-Auza’i berkata: Abdurahman bin Harmalah mengatakan kepadaku, datang seorang berkulit hitam kepada Sa’id ibnu Musayyab untuk bertanya kepadanya. Maka

Sa’id berkata kepada orang itu: “Janganlah bersedih hanya karena kamu berkulit hitam,

karena sesungguhnya tiga diantaranya manusia terbaik adalah orang berkulit hitam: Bilal, Mihja’ hamba sahaya Umar bin Khatab, dan Luqman Al-Hakim yang berkulit hitam, berasal dari suku Naubah dan punya bibir tebal” (Ibnu Katsir, 2000:50).

Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah mengatakan: “Luqman

adalah seorang lelaki shalih, rajin beribadah, mempunyai ungkapan dan hikmah yang agung.” (Ibnu Katsir, 2001: 124).

Pembinaan: Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 152) pembinaan dapat

diartikan sebagai: 1) Proses, cara, perbuatan membina, 2) pembaharuan, penyempurnaan, 3) usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Akhlak: Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jama’ (plural) dari khuluq yang dalam Kamus Al-Munawwir (Munawwir, A. 1997: 364)


(35)

105

berarti tabiat, budi pekerti dan kebiasaan. Adapun menurut istilah Hammad, I (Tt: 118) mendefinisikannya sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat yang utama dan tatacara untuk memperolehnya sehingga orang yang mempelajarinya dapat berperilaku baik, selain itu pula mempelajari tentang perbuatan yang jelek dan hina serta tatacara untuk menjauhi perbuatan tersebut. Akhlak dapat pula disebut ilmu tentang manusia (‘ilmul insan), ilmu tentang kebaikan dan keburukan (‘ilmul khair wasy syarr), ilmu

tentang perilaku (‘ilmus suluuk).

Ibnu Maskawih mengartikan akhlak sebagai suatu kondisi jiwa untuk berbuat sesuatu tanpa harus berfikir terlebih dahulu. Hal senada juga diungkapkan oleh Al-Ghazali, bahwa akhlak adalah suatu kondisi yang tertanam dalam jiwa, dan melahirkan sebuah tindakan atau perbuatan yang spontan (Hammad, I. Tt: 118). Sedangkan menurut Al-Qurthubi (Muhammad, A. 1996: 847) akhlak ialah semua sifat manusia, dengannya orang bergaul dengan orang lain.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, di mana peneliti langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi proses internalisasi nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Al-Qur’an di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor. Yang dimaksud peneliti sebagai pengamat adalah peneliti tidak sekedar melihat berbagai situasi internalisasi nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim melainkan memberikan interpretasi terhadap situasi tersebut. Adapun yang dimaksud peneliti sebagai pengamat situasi adalah peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat digali maknanya.


(36)

106

Menurut Sugiyono (2009: 222) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi

instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human

instrument, berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Nasution (Sugiyono, 2009: 223) menyatakan:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Lincoln dan Guba (Mulyana, D. 2006: 160) mengemukakan bahwa dalam pendekatan naturalistik peneliti seyogianya memanfaatkan dirinya sebagai instrumen sebagai pengganti lebih memadai bagi pendekatan lebih objektif, karena instrumen nonmanusia sulit digunakan secara luwes untuk menangkap berbagai realitas dan interaksi yang akan dimasuki dan makna di balik realitas dan interaksi tersebut, dan meskipun semua instrumen mengandung nilai dan berinteraksi dengan nilai lokal, hanya manusialah yang berada pada posisi untuk mengindentifikasi dan mempertimbangkan penyimpangan yang muncul.

D. Penentuan Sampel (Subjek Studi)

Jumlah informan atau partisipan yang diobservasi dan diwawancaraioleh peneliti


(37)

107

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Peneliti memfokuskan subyek penelitian pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang terdiri dari; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf bidang kurikulum, para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) dan para siswa di kelas I Ar-Rohim, kelas I Ar-Rohman, kelas II As-Salam, kelas II Al-Fattah, kelas III Al-Aziz dan kelas III Al-Jabbar.

Namun, kemudian jumlah ini akan bertambah jika dari jumlah sumber data tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan. Maka, peneliti akan mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data. Teknik pengambilan sampel

sumber data seperti ini dinamakan snowball sampling, yang pada awalnya jumlahnya

sedikit, lama-lama menjadi besar.

Lincoln dan Guba (Sugiyono, 2009: 219) menyatakan bahwa dalam penelitian naturalistik spesifikasi sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Ciri-ciri khusus

sampel purposif, yaitu: 1) Emergent sampling design/sementara 2) Serial selection of

sample units/menggelinding seperti bola salju (snowball) 3) Continuous adjustment or focusing of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan 4) Selection to the point redundancy/dipilih sampai jenuh.

Oleh karena itu, subjek-subjek penelitian akan berlangsung secara bergulir sesuai kebutuhan hingga mencapai kejenuhan. Namun, proses bergulirnya data penelitian ini berkisar pada subyek-subyek yang berada pada ruang lingkup Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor.


(38)

108

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu; data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subyek penelitian, yakni; Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang terdiri dari; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf bidang kurikulum, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) dan siswa yang berhubungan dengan internalisasi nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Al-Qur’an, baik melalui observasi partisipatif, maupun wawancara mendalam. Adapun data sekunder diambil dari berbagai penelaahan dokumen resmi, pribadi, foto-foto dan lain sebagainya yang berhubungan dengan judul penelitian sekaligus sebagai pendukung data primer.

Sugiyono (2009: 225) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif,

pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi alamiah), sumber data primer,

dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant

observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi.

Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, L. 2007:157) sumber data primer dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Oleh karena itu, teknik yang digunakan untuk menggali sumber data adalah: 1. Observasi Partisipatif

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.


(39)

109

Melalui teknik ini, peneliti ikut berperan serta dalam proses pembelajaran yang dilakukan atau diikuti oleh informan di kelas. Peneliti berpartisipasi dalam kegiatan informan namun tidak sepenuhnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara kedudukan peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan responden. Selain dengan berpartisipasi, observasi pun dilakukan secara terbuka, artinya diketahui oleh informan karena sebelumnya peneliti telah mengadakan penelitian pendahuluan terhadap informan.

Apa yang dilakukan peneliti di atas, relevan dengan ungkapan Moleong, L (2007: 163) bahwa ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya.

Bogdan (Moleong, L. 2007: 164) menjelaskan bahwa pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.

Becker et al (Mulyana, D. 2006: 162) menyatakan bahwa pengamatan berperan

serta adalah pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak berperan serta dalam kehidupan orang yang kita teliti. Pengamat terlibat mengikuti orang-orang yang ia teliti dalam kehidupan sehari-hari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, kapan, dengan siapa, dan dalam keadaan apa, dan menanyai mereka mengenai tindakan mereka.

Adapun menurut Denzin, pengamatan berperan serta adalah strategi lapangan yang secara simultan memadukan analisis dokumen, wawancara dengan responden dan informan, pertisipasi dan observasi langsung dan introspeksi (Mulyana, D. 2006: 163).


(40)

110

Stainback, S (Sugiyono, 2009: 227) menyatakan: “In participant observation, the

researcher observes what people do, listen to what the say, and participates in their activities.” Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

Agar hasil observasi dapat membantu menjawab tujuan penelitian yang sudah digariskan, maka dalam penelitian ini peneliti memperhatikan apa yang diungkapkan oleh Merriam bahwa dalam observasi harus ada lima unsur penting, yaitu sebagai berikut: 1).

Latar (setting), 2). Pelibat (participant), 3). Kegiatan dan interaksi (activity and

interaction), 4). Frekuensi dan durasi (frequency and duration), dan 5). Faktor substil (subtle factor). (Al-Wasilah, A. 2009: 215-216)

Selama melakukan pengamatan, peneliti mencatat setiap fenomena yang ditemukan. Kemudian, untuk mengkonfirmasi dan menindaklanjuti temuan-temuan pada saat observasi, selanjutnya peneliti melakukan wawancara terhadap guru dan siswa.

2. Wawancara Mendalam

Esterberg mendefinisikan interview sebagai berikut: “a meaning of two persons to

exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic.” Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2009: 231).

Sementara Mulyana, D (2006: 128) mendefinisikan wawancara sebagai bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi


(41)

111

dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang sering juga disebut sebagai wawancara mendalam. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pedoman wawancara yang berupa rangkaian pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya, hal ini dimaksudkan agar pertanyaan tetap terarah kepada fokus penelitian. Namun, dalam praktiknya terjadi perubahan susunan pertanyaan, susunan kata-kata bahkan mungkin terdapat beberapa pertanyaan tambahan seiring dengan fenomena baru yang mencuat.

Esterberg (Sugiyono, 2009: 233) wawancara tak terstruktur (unstructured

interview) adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Mulyana, D (2006: 181) menjelaskan bahwa wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dsb) responden yang dihadapi.

Tidak ada kriteria baku mengenai berapa jumlah informan atau partisipan yang akan diwawancarai. Sebagai aturan umum, peneliti akan berhenti melakukan wawancara sampai data menjadi jenuh.


(42)

112

Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka peneliti menggunakan alat-alat sebagai berikut:

1. Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data.

2. Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.

3. Kamera: untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan

informan/sumber data.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang

berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories),cerita,

biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009: 240).

Schatzman dan Strauss (Mulyana, D. 2006: 195) menegaskan bahwa dokumen historis merupakan bahan penting dalam penelitian kualitatif. Menurut mereka, sebagai

bagian dari metode lapangan (field method), peneliti dapat menelaah dokumen historis

dan sumber-sumber sekunder lainnya karena kebanyakan situasi yang dikaji mempunyai sejarah dan dokumen-dokumen ini sering menjelaskan sebagaian aspek situasi tersebut.


(43)

113

Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen tentang sejarah Sekolah Islam Terpadu Al-Iman, pendirinya, latar belakang berdirinya dan visi misinya sebelum penelitian. Dokumen tersebut diperoleh dari kepala dan wakil Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman, yang berupa buku dengan judul:

1) Islamic Center Al-Iman Pendidikan Canggih dan Mulia Menjawab Tantangan Dunia.

2) Profil Islamic Center Al-Iman.

3) Mengenal Lebih Dekat SD Islam Terpadu Al-Iman.

Selain yang telah disebutkan, dokumen penelitian juga diperoleh dari staf bidang kurikulum, yang berbentuk struktur kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman, kurikulum Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) dan silabus pembelajaran tematik Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman.

4. Studi Literatur

Teknik ini peneliti lakukan dengan cara mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan konsep Pendidikan Nilai, Pendidikan Islam, Filsafat Pendidikan Islam, Teori-teori Pendidikan Al-Qur’an, Metode Pendidikan, Materi Pendidikan, Media Pembelajaran, Evaluasi Pendidikan, Pembelajaran Terpadu, Metode

Penelitian Kualitatif, Kitab-kitab Tafsir yang dikategorikan sebagai tafsir bil matsur dan

bil ra’yi, dan Kitab-kitab Ulumul Qur’an.

Untuk memperoleh data-data ilmiah ini, peneliti mengkaji referensi-referensi kepustakaan dari perpustakaan UPI, perpustakaan pascasarjana UPI, perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum SPS UPI dan perpustakaan pribadi.


(44)

114 F. Tahap-Tahap Penelitian

1. Tahap Pra-lapangan

Pada tahap ini, peneliti mengawali penelitian dengan melakukan survey ke lembaga pendidikan yang hendak peneliti maksud, yaitu Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman yang terletak di Jln. Majapahit Raya No. 40 Komplek Puri Bojong Lestari Pabuaran-Bojonggede Bogor.

Kemudian, peneliti melakukan dialog dengan kepala sekolah dan wakil kepala di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman terkait maksud dan tujuan kedatangan peneliti. Setelah mendapatkan persetujuan dari pimpinan sekolah tersebut, peneliti melanjutkan wawancara pendahuluan seputar sejarah berdirinya Sekolah Islam Terpadu Al-Iman, kurikulum, silabus dan proses pembelajaran yang berkaitan dengan penanaman dan penerapan nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Al-Qur’an.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini, peneliti memanfaatkan pengamatan berperan serta. Dimulai dari sebelum masuk kelas hingga jam pelajaran berakhir. Peneliti berusaha membina hubungan keakraban dengan para informan. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dengan subjek penelitian dapat bekerja sama dengan saling bertukar informasi. Peneliti berupaya secara aktif mengumpulkan informasi dari beberapa informan, tetapi sekaligus bertindak pasif dalam arti tidak berusaha untuk mengintervensi peristiwa.

Untuk mendukung kelengkapan data, selain melalui pengamatan berperan serta peneliti juga melakukan wawancara mendalam dengan para informan, yaitu kepala


(45)

115

sekolah, wakil sekolah, staf bidang kurikulum, para guru PAI dan IPIT, dan juga para siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Iman seputar nilai-nilai pendidikan dalam Al-Qur’an khususnya surah Luqman ayat 12-19. Peneliti juga mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan judul penelitian untuk melengkapi data primer dari hasil observasi dan wawancara.

3. Tahap Pencatatan Data

Agar data yang dihasilkan dari pengamatan dan wawancara dapat terjaga dengan baik, maka selama mengumpulkan data peneliti membuat catatan lapangan. Catatan lapangan ini berupa singkatan-singkatan dan kata-kata kunci saja. Setibanya peneliti di rumah, saat ingatan masih segar, catatan-catatan singkat itu peneliti lengkapi dan sempurnakan.

Moleong, L (2007: 144) menyatakan bahwa diantara alat penelitian penting yang biasanya digunakan dalam penelitian ialah catatan lapangan. Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara, atau menyaksikan suatu kejadian tertentu. Biasanya catatan lapangan dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok-pokok utama saja, kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah pulang ke tempat tinggal.

Adapun langkah-langkah penulisan catatan lapangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Moleong, L (2007: 216) adalah sebagai berikut:

1. Pencatatan awal. Dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan


(46)

116

2. Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal. Dilakukan

dalam suasana yang tenang, tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.

3. Apabila sewaktu ke lapangan penelitian, kemudian teringat bahwa masih ada yang

belum dicatat dan dimasukkan dalam catatan lapangan, dan hal itu dimasukkan.

4. Tahap Analisis Data

Data hasil pengamatan dan wawancara yang telah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya di olah dan di analisa. Pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menyusun data secara sistematis. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya untuk memahami maknanya.

Bogdan (Sugiyono, 2009: 244) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Seiddel (Moleong, L. 2007: 248) menyatakan bahwa proses berjalannya analisis data kualitatif, adalah sebagai berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber


(47)

117

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat

ikhtisar, dan membuat indeksnya,

c. Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan

menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Nasution (Sugiyono, 2009: 245) menyatakan bahwa analisis data telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.

5. Tahap Pelaporan

Data yang sudah dianalisa kemudian dipadukan dengan teori-teori yang relevan dengan konsepsi peneliti tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Proses pemaduan konsepsi penelitian dituangkan dalam laporan penelitian yang sistematikanya mengacu pada pedoman penulisan karya tulis ilmiah dari Universitas Pendidikan Indonesia edisi 2010.

Selain itu, dalam rangka menyempurnakan laporan penelitian dilakukan proses bimbingan secara berkelanjutan dengan dosen pembimbing, baik pembimbing I maupun pembimbing II.

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh selama melakukan penelitian, maka peneliti menggunakan beberapa teknik, yaitu:


(48)

118 1. Triangulasi

Moleong, L (2007: 330) mendefinisikan triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Adapun Sugiyono (2009: 273) mengartikan triangulasi sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

Maka, untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini, data hasil pengamatan yang telah diperoleh dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf bidang kurikulum, guru PAI dan IPIT dan juga siswa, peneliti bandingkan dengan data hasil wawancara, lalu data hasil wawancara peneliti bandingkan dengan dokumen yang berkaitan. Data hasil pengamatan dan wawancara yang diperoleh pada hari pertama, peneliti bandingkan dengan hasil pengamatan dan wawancara pada hari berikutnya, demikian seterusnya hingga mencapai titik jenuh.

2. Membercheck

Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada

pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi, informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2009: 276).


(49)

119

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat (Moleong, L. 2007: 332).

Sebagai realisasinya, peneliti melakukan diskusi dengan teman seangkatan. Pada diskusi ini kemelencengan peneliti disingkap dan ditelaah secara bersama-sama yang nantinya menjadi dasar bagi klarifikasi penafsiran. Dalam teknik ini peneliti sendiri yang bertindak sebagai pemimpin diskusi. Setiap pertanyaan, pernyataan dan kritikan peneliti klasifikasikan menurut persoalan-persoalan yang berkaitan dengan teori substantif, metodologi, temuan penelitian dan hal-hal lainnya yang relevan.

4. Rich Data atau Data yang Melimpah

Data yang kaya atau melimpah merujuk pada data yang rinci, lengkap, dan beragam sehingga mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi (Al-Wasilah, A. 2009: 178).

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh melalui interview tidak sekedar berupa

catatan kesimpulan, melainkan juga ada transkripsinya yang lengkap kata perkata. Demikian pula dengan data yang diperoleh dari hasil observasi, sehingga visualisasi dari kejadian atau proses yang diobservasi begitu terasa.


(50)

176 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, studi dokumentasi dan literatur yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya pembinaan akhlak yang dilakukan para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor terhadap para siswa di mulai sejak siswa memasuki lingkungan sekolah hingga jam pelajaran berakhir melalui penanaman kebiasaan-kebiasaan baik. Namun, dalam upaya mewujudkan penerapan sistem pendidikan yang berlandaskan Qur’an di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor ditemukan ketidakselarasan pola pikir antara Pengawas Yayasan Al-Mawardi dengan beberapa guru. Hal ini ditandai dengan kurangnya pemahaman beberapa guru tentang konsep pendidikan dalam Al-Qur’an, padahal kehadiran buku “8 Pesan Luqman Al-Hakim,” yang ditulis oleh penyawas Yayasan Al-Mawardi sendiri, dimaksudkan sebagai langkah awal untuk merealisasikan tujuan tersebut.

2. Dalam surah Luqman ayat 12-19 terdapat 11 nilai pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai materi pendidikan, yaitu: 1) Ketauhidan (ayat 13), 2) syukur (ayat 12), 3) berbuat baik kepada kedua orang tua (ayat 14 dan 15), 4) berbuat amal kebaikan (ayat 16), 5) shalat (ayat 17), 6) amar ma’ruf nahy munkar (ayat 17), 7) sabar (ayat 17), 8) sopan santun (ayat 18), 9) rendah hati (ayat 18), 10) hidup sederhana (ayat 19), dan 11) lemah lembut dalam bertutur


(51)

177

kata (ayat 19). 11 materi tersebut semuanya diimplementasikan dalam bahan ajar dan proses belajar mengajar. Sedangkan dalam kurikulum hanya terdapat enam diantaranya, yakni: 1) Menghayati kalimat tauhid (kurikulum kelas II semester ganjil), 2) shalat (kurikulum kelas III semester ganjil), 3) berakhlak terpuji (kurikulum kelas II semester ganjil), 4) menghindari akhlak tercela, seperti sombong (kurikulum kelas II semester ganjil), 5) beradab Islami dalam berbicara (kurikulum kelas II semester genap), 6) berbuat ihsan (kurikulum kelas III semester genap).

3. Terdapat enam metode pendidikan yang Luqman Al-Hakim gunakan dalam mendidik anaknya, yaitu: 1) Keteladanan (ayat 12), 2) mau’idzah (ayat 13), 3) ibrah (ayat 14),4) targhib dan tarhib (ayat 13, 16 dan 18), 5) dialog (ayat 13, 16, dan 17), dan 6) perumpamaan (ayat 16 dan 19). Adapun metode yang diimplementasikan oleh para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan Luqman Al-Hakim ada empat, yakni: 1) praktik (memberi contoh tata cara shalat dan wudhu yang benar), 2) nasihat, 3) reward and punishment, dan 4) ceramah.

4. Media yang digunakan para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor ialah buku cerita, gambar; seperti gambar shalat dan wudhu, dan sesekali memakai proyektor. Juga Mesjid untuk melakukan praktik shalat wajib dan sunah, dan melakukan kebiasaan berdo’a dan berdzikir setelah selesai shalat.

5. Evaluasi yang dilakukan oleh para guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor bentuknya beragam tergantung materi yang disampaikan. Kadang


(52)

178

berbentuk lisan yang berupa pertanyaan-pertanyaan sebelum dan sesudah menyampaikan materi pelajaran, atau berbentuk tulisan melalui LKS yang telah disediakan, atau melalui pengamatan guru sejauh mana perubahan sikap siswa.

6. Pada umumnya siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor sudah menampilkan akhlak yang baik. Meskipun, terdapat sebagian diantaranya yang masih bersikap dan berperilaku kurang baik karena dilatar belakangi oleh kurangnya pendidikan akhlak di keluarga sebagai tempat pertama dan utama dimana nilai-nilai pendidikan akhlak ditanamkan.

Adapun kesimpulan khusus selama melakukan penelitian di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor adalah sebagai berikut:

1. Pengelolaan managemen pendidikan di Sekolah Dasar Islam Al-Iman Bogor masih belum berjalan dengan baik.

2. Para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor mengimplementasikan nilai-nilai materi pendidikan yang terdapat dalam surah Luqman ayat 12-19.

3. Para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor mengimplementasikan beberapa nilai-nilai metode yang terdapat dalam surah Luqman ayat 12-19.


(53)

179

4. Media pembelajaran yang digunakan para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor masih minim.

5. Evaluasi yang digunakan para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ilmu Pengetahuan Islam Terpadu (IPIT) di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman cukup beragam.

6. Sebagian besar siswa di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman telah menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan surah Luqman ayat 12-19 dalam aktifitas siswa di Sekolah.

B. Rekomendasi

1. Agar penerapan nilai-nilai pendidikan dalam surah Luqman ayat 12-19 dapat berjalan secara optimal, maka, konsep pendidikan dalam surah ini harus dipahami oleh semua komponen yang memangku peranan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Iman Bogor, meliputi: Struktur pimpinan Yayasan Al-Mawardi, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para staf bidang dan juga para guru.

2. Upaya untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan dalam surah Luqman ayat 12-19 dalam pembinaan akhlak siswa, tidak cukup hanya mengandalkan pihak sekolah. Namun, perlu diupayakan juga oleh pihak keluarga. Oleh karenanya, agar pembiasaan-pembiasaan baik yang telah ditanamkan di Sekolah dapat mencapai hasil yang optimal, pihak Sekolah perlu melakukan pendekatan terhadap keluarga (orang tua) siswa agar pembiasaan-pembiasaan itu juga dapat berlaku di rumah.


(1)

180

3. Agar tujuan pembelajaran di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor dapat mencapai hasil yang maksimal, maka kepribadian seorang pendidik dihadapan anak didik sangatlah berpengaruh. Pribadi pendidik memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan yakni terhadap perkembangan kepribadian anak didik.

4. Untuk meningkatkan kualitas diri dan profesionalismenya, diharapkan agar para guru PAI dan IPIT di SDIT Al-Iman Bogor, dapat menemukan inovasi-inovasi baru dalam menentukan metode pembelajaran. Sehingga keberhasilan tujuan pembelajaran dengan mudah dapat tercapai. Selain itu diharapkan agar pembinaan nilai-nilai akhlak dan moral di lingkungannya harus ditanamkan oleh setiap guru secara kontinu.

5. Guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, diharapkan dapat menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik dan menyenangkan bagi siswa.

6. Untuk melaksanakan program pembelajaran, guru diharapkan mempelajari berbagai pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik, menyiapkan kurikulum yang komprehensif, dan adanya kesinambungan antar satu program pengembangan dengan program lainnya.


(2)

181

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. (2007). Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta

Ad-Darwisyi, M. (2002). I’rabul Qur’an Al-Karim wa Bayanuhu (Jilid 6). Damaskus: Darul Yamamah

Afriatien, A. (1993). Studi Konseptual tentang Landasan Pendidikan Umum dalam Surat Luqman Ayat 12-19. Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Bandung: Tidak diterbitkan

Agustin, R. (T.t). Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Surabaya: Serba Jaya

Al-Abrasyi, M. (1984). Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Al-Alusi, A. (T.t). Ruhul Ma’aani fi Tafsiril Qur’anil Adzim was Sab’il Matsani (Jilid 21-22). Beirut: Daaru Ihya’it Turatsil ‘Arabi

Al-Ashfahani, A. (2002). Mufradat Alfaadzil Qur’an. Damaskus: Daarul Qolam Al-Attas, S. (2010). Islam dan Sekularisme. Bandung: PIMPIN.

Al-Attas, S. (1977). The Concept of Education in Islam. Makalah yang disampaikan pada “Konferensi Dunia Pertama Pendidikan Islam” diadakan di Mekkah Al-Mukarramah.

Al-Ghazali. (1996). Ihya ‘Ulumuddin (Jilid 1). Al-Manshurah: Maktabatul Iman Al-Ghazali, M. (2008). Al-Qur’an Kitab Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan

Kitab Suci dalam Konteks Masa Kini. Bandung: Mizan

Ali, M. (2008). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers

Al-Qathan, M. (2002). Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah Al-Qurthubi. (1994). Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an (Jilid 14). Kairo: Darul Hadits Al-Syaibany, O. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang Alwasilah, A. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya


(3)

182

Aman, S. (2008). Delapan Pesan Luqman Al-Hakim. Jakarta: Al-Mawardi Prima Aman, S. (2010). Belajar Islam bersama Ayah & Bunda. Jakarta: ABC

Al-Mawardi

Ambroise, Y. (1993). “Pendidikan Nilai” dalam Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Amin, M. (1997). Sepuluh Induk Akhlak Terpuji. Jakarta: Kalam Mulia

An-Nahlawi, A. (2004). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani.

Arifin, M. (2008). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Arsyad, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada At-Thabari. (2005). Jami’ul Bayan ‘an Ta’wilil Qur’an (Jilid 8). Mesir: Darus-

Salam.

Ayyub, H. ( 2004). U’lumul Qur’an wal Hadits. Kairo-Mesir: Darus-Salam

Azzamakhsari. (2001). Al- Kasyaf ’an Haqaaiqi Tanzil wa ‘Uyuunil Aqoowil fi Wujuuhit Ta’wil (Jilid 3). Beirut-Libanon: Daaru Ihya’it Turatsil ‘Arabi. Creswell, JW. (2010). Reseach Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Daradjat, Z. dkk. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Depniknas. (2003). Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: BP. Restindo Mediatama

Depniknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Djahiri, A. (1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: IKIP

Djamaludin-Aly. (1999). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia

Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

El-Sulthani, M. (T.t). Islamic Center Al-Iman Pendidikan Canggih & Mulia Menjawab Tantangan Dunia. Jakarta: Al-Mawardi Prima


(4)

183

Fakhrurazi. (T.t). Mafaatihul Ghaib minal Qur’anil Karim (Jilid 25). Beirut: Daaru Ihya’it Turatsil ‘Arabi

Hamad, I. (T.t). Mabaadi’ul Falsafah Al-‘Ammah wal Akhlaq. Kairo: Jaami’ah Al-Azhar

Hanafi, M. (2008). Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an. Makalah yang disampaikan pada Seminar Pendidikan yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Muh. Natsir di Jakarta.

Hasbulloh. (2009). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ibnu Katsir. (2000). Tafsirul Qur’anil ‘Adzim (Jilid 11). Kairo-Mesir: Mu’assasah Qurtubah.

Ibnu Katsir. (1988). Al-Bidayah wa An-Nihaayah. Beirut: Daaru Ihya’it Turatsil ‘Arabi

Jalal, A. (1988). Azas-azas Pendidikan Islam. Bandung: CV Diponegoro

Langgulung, H. (2000). Azas-azas Pendidikan Islam. Jakarta: PT Al-Husna Zikra Ma’bad, M. (2005). Nufahaat min ‘Ulumil Qur’an. Kairo: Daarus-Salam

Marimba, A. (1980). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT Al-Ma’arif

Marimba, A. (1987). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT Al-Ma’arif

Moleong, L. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Muchtar, H. (2008). Fiqih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Muhaimin. (1996). Srategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media. Muhammad, A. (1996). Terjemahan Subulussalam. Surabaya: Al-Ikhlas

Mujamma’ Al-Lughatul ‘Arabiyah. (2004). Al-Mu’jamul Wasith. Kairo: Maktabah Asy-Syuruq Ad-Dauliyah

Mujib-Mudzakir, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media

Mulyana, D. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(5)

184

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta CV Munawwir, A. (1997). Al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif

Poerwadarminta. (2007). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Qardawi, Y. (2004). Tsaqafah Ad-da’iyah. Kairo: Maktabah Wahbah Qomar, M. (T.t). Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga

Qomarudin, R. (2010). Pendidikan Nilai dalam Perspektif Islam. Buletin Dakwah (November 2010)

Qutub, S. (1982). Fi Dzilaalil Qur’an (Jilid 5). Beirut: Darul Syuruq

Rosyidin, D.( 2003). Akar-akar Pendidikan Dalam Al-Qur’an dan Al-hadits. Bandung: Pustaka Umat.

Rosyidin, D. (2009). Konsep Pendidikan Formal dalam Islam. Bandung: Pustaka Nadwah

Ruhendi, A. (2001). Pendidikan Keluarga menurut Surat Luqman dan Penerapannya dalam Keluarga. Tesis Program Pasca Sarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sastrapratedja, M. (1993). “Pendidikan Nilai”, dalam Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: PT Genesindo

Sauri-Firmansyah, S. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV Arfino Raya

Shihab, M. (2007). Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan Media Utama

Soyomukti, N. (2010). Pendidikan Berperspektif Globalisasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Soualhi, B. (2009). “Concept of Knowledge from the Western and Islamic Perspectives”, dalam Islam Knowledge and Civilization. Malaysia: IIUM Press


(6)

185

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukardi, M. (2010). Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: PT Bumi Aksara

Suresman, E. (2010). Atikan Numutkeun Perspektif Islam. Cahara Bumi Siliwangi (5 agustus 2010)

Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an. Bandung: Alfabeta

Tafsir, A. (2010). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Tilaar, H.A.R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta

Tirtarahardja-La Sulo, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Ulwan, A. (2007). Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani

Usman-Wahyu, M. (2006). Profil Islamic Center Al-Iman Yayasan Al-Mawardi. Jakarta: Yayasan Al-Mawardi