Cari Joki Hingga ke Bandung.

.

123
17

18

OJan

Sen;n
19

OPeb

o Selasa
456
20

21

o Mar


OApr

---

0

o Kam;s

Rabu
7
8
22
23

OMei

9

10

24

0

Jumat
11
2S
26

o Sabtu 0 M;nggu
~14
27

28

::)Jun 0 Jut 0 Ags OSep

OOkt

29


15

ONov

30

16

31

ODes

KRIMINALITAS

PEMBOCORAN

UJIAN

UJlan masuk perguruan tlnggl negerl 2009

dl kampus Universitas Hasanuddln Makassar.

Cari Joki Hingga ke Bandung
Polisi membongkar sindikat joki masuk perguruan tinggi yang
melibatkan 14 mahasiswa ITS. Mereka terancam dipecat.
ENGANwajah tertunduklesu,
Ali Akbar memenuhi panggilan penyidik. Rabu dua pekan lalu, mahasiswa Fakultas
Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung (ITB) itu diperiksa karena terlibat praktek perjokian di Universitas Hasanuddin, Makassar. "Saya menyesal," kata Ali kepada
Tempo yang menemuinya di kantor Kepolisian Wilayah Kota Besar Makassar.
Mahasiswa semester keempat itu tak
menyangka bakal dicokok polisi. Semula ia menduga tindakannya menjadi
joki Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri di Makassar itu berjalan
mulus. Upah menjadi joki itu juga amat
memikat: Rp 30 juta untuk satu peserta yang lulus. "Saya terima karena saya
pikir aman," ujarnya.
Ali tidak sendirian. Polisi juga berhasil menangkap 13 mahasiswa lain yang
terlibat perjokian itu. Semuanya mahasiswa ITB. Mereka adalah Ikrar Syahmar, Dadang Kurniawan, WildanHariz,


D

84

I TEMPO

19 JULI 2009

-

-

Fauzi Sinaga, Leksy Teken, Zuli, Fransisco, Anshar, Qosim, Damur, Nurcholis, Eko, dan Romiyanto. Kepada polisi,
mereka mengaku sebelumnya tidak saling kenaI.
Polisi juga menangkap
12 calon
mahasiswa yang diduga menggunakan
jasa joki itu. Mereka. adalah Endang,
Khetrine, Rimasari, Zakinah, Aulia,
Azisah, Wahid, Cia, Meky, Rusdi, Mayang, dan Kikin. Dua orang pegawai

Universitas Hasanuddin, Ibrahim dan
Afriana Lottong, ikut diciduk karena
diduga terlibat.
Dari keterangan para pelaku itulah
polisi lantas membekuk otak perjokian
ini, dua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Sofyan bin
Syarifuddin dan Hariyadi Slamet Kadsum. "Baru dua orang itu yang kami tetapkan sebagai tersangka," kata Kepala
Satuan Reserse Kriminal Kepolisian
Wilayah Kota Besar Makassar Ajun Komisaris Besar Tri Heri Maryadi.
Sofyan dan Hariyadi, ujar Heri, dije-

rat pasal tentang penadahan dan pasal
pembocoran rahasia negara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Keduanya kini mendekam di dalam tahanan
polisi. Adapun 14 mahasiswa ITB itu
hanya berstatus saksi. "Kami kesulitan
menjerat para pelaku itu karena memang tidak ada aturannya."
Lolos dari pasal-pasal KUHP bukan
berarti ke-14 mahasiswa itu bisa bersukacita. Mereka terancam dipecat dari
kampusnya. Sebelumnya, ITB pernah
memecat 40 mahasiswanya yang terbukti menjadi joki. "Mereka itu telah

menyebarkan kesesatan, bukan ilmu
pengetahuan yang benar," kata Wakil
Rektor Bidang Kemahasiswaan dan
Alumni ITB Widyo Nugroho Sulasdi.
Nasib yang sarna bisa jadi bakal menimpa dua pegawai dan mahasiswa
Universitas Hasanuddin yang terlibat praktek ini. Kepada Tempo, Rektor Universitas Hasanuddin Idrus Paturusi menegaskan akan segera memecat
mereka. "Kami tidak akan memberikan ampun," kata Idrus. Adapun para
"konsumen" joki itu, ujar Idrus, otomatis dinyatakan tidak lulus ujian seleksi.

...
Terbongkarnya praktek perjokian ini

berawal dari laporan seorang peserta
seleksi jalur nonsubsidi yang digelar sebelumnya, 12 Juni lalu. Ia mengaku heran karena dalam daftar peserta yang
lolos tertera nama IkrarSyahmar. Nama
itu dikenalnya sebagai kakak kelasnya
di Sekolah Menengah Atas Malino, Sulawesi Selatan, yang sudah menjadi mahasiswa Fakultas Teknik Kimia ITB.
Laporan ini direspons pihak universitas. "Saya minta panitia seleksi memeriksa nama itu," kata Idrus Paturusi.
Sebuah tim lalu menelusuri laporan
itu. Tim memeriksa hasil jawaban Ikrar

dan peserta yang berada di kiri-kanannya. Semuanya sama. Ikrar pun dicurigai melakukan praktek perjokian.
Idrus lalu meminta tim Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
mengecek nama itu lagi lantaran dikhawatirkan masuk daftar peserta ujian
seleksi jalur subsidi. Eh, ternyata memang ada. "Saya lalu minta dia diawasi
SeJumlah Jokl

dan calon
mahaslswa
dllnterogasl
dl Polwlltabes
Makassar.
Telepon
seluler dengan
speaker hand
free (klrl).
Sebagaialat
komunikasi
antara joki dan
peserta ujian.


ekstra," kata Idrus.
Saat ujian seleksi digelar 1 Juli lalu,
tim monitoring mengawasi gerak-gerik
Ikrar di lokasi seleksi di SMA Negeri 1
Makassar. Tim monitoring yang saat itu
curiga melihat gerak-gerik Ikrar segera
meminta "calon mahasiswa" tersebut
berdiri. Dari tangan Ikrar, tim mend apat bukti: secarik kertas berisi jawaban
ujian yang siap didistribusikan.
Kasus ini kemudian ditangani polisi. Kepada polisi, Ikrar lalu menyebut
semua temannya yang "terjun" ke Makassar menjadi joki. Sepuluh di antaranya kemudian ditangkap di tempat
mereka menginap, Hotel Surya Inn
Makassar, dantiga lainnya di Hotel Dinasti Makassar.
Sindikat itu memakai "anak ITB"
tentu lantaran kemampuan mereka
memang tidak diragukan lagi. Mereka
yang menjadi joki itu rata-rata mahasiswa pintar. Ikrar, misalnya. Indeks
prestasi mahasiswa angkatan 2008 ini
----


rata-rata 3,83. Saat di SMA, Ikrar juga
pernah menduduki peringkat ketujuh
Olimpiade Kimia Tingkat Nasional. Menurut Ketua Komisi Penegakan Norma
Kemahasiswaan ITB Nanang T. Puspito, Ikrar tercatat lolos seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri sebanyak
tiga kali. "Rata-rata mahasiswa ITB
yang ditangkap di Makassar itu indeks
prestasinya di atas tiga," ujar Nanang.
Kepada polisi, Ikrar mengaku direkrut Hariyadi melalui Sofyan. Delapan
mahasiswa ITB lainnya direkrut Hariyadi melalui Dadang Kurniawan. Menurut Ajun Komisaris Besar Tri Heri
Maryadi, tiga mahasiswa ITB lainnya lagi direkrut Wahyudi dan Muhamad Dahlan Yakub. Polisi saat ini masih memperdalam keterlibatan mereka.
"Tapi otaknya adalah Hariyadi dan Sofyan itu," kata Heri.
Menurut Heri, Hariyadi akan membayar setiap mahasiswa Rp 30 juta jika berhasil mengegolkan satu calon mahasis-

wa masuk perguruan tinggi. Target utama calon mahasiswa kebanyakan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Hariyadi juga turut mencari calon mahasiswa yang berniat memakai joki ini.
Kepada mereka, Hariyadi memasang
tarif sekitar Rp 120juta dengan jaminan
masuk pilihan pertama. Jika hanya tembus pilihan kedua, mereka cuma membayar Rp 60 juta. Menurut polisi, dari
hasH pemeriksaan, para pengguna jasa
joki itu mengaku sudah beberapa kal~

gagal masuk perguruan tinggi.
Kepada polisi, Hariyadi mengaku
mengatur para mahasiswa ITB itu duduk berdekatan dengan para "bimbingannya". Di sini Hariyadi bekerja sama
dengan orang dalam, dua pegawai Universitas Makassar. Mereka inilah yang
mengatur letak kursi yang diinginkan
Hariyadi dan memuluskan proses pendaftaran para joki itu. Atas jasanya ini,
mereka dibayar Hariyadi Rp 2,5juta.
Rapinya pola perjokian yang dilakukan Hariyadi itu, ujar Heri, menunjukkan Hariyadi bukan pemain baru dalam soal perjokian. Hal yang sama diungkapkan Idrus. Menurut Idrus, banyak informasiyangmasukke pihaknya
yang menyebutkan mahasiswanya itu
juga menjadi joki untuk lulus di ITB dan
tes pegawai negeri sipil. "Sekarang saja
dia baru tertangkap," kata Idrus.
ITB sendiri sampai kini masih melakukan pemeriksaan terhadap para mahasiswa yang terlibat kasus perjokian
ini. Untuk sementara, motif mereka diduga sekadar urusan ekonomi, tergiur
iming-iming duit besar. "Mereka ini mahasiswa yang tidak seimbang otak kanan dan kirinya,"ujar Widyo Nugroho.
Anton Aprfanto, Anwar Siswadl (Bandung),
Irmawatl (Makassar)

19 JULI 2009 TEMPO

I 85