Ancaman Golput.

Pikiran Rakyat
o Selasa
4

5
20

OMar

o Rabu 0 Kamis 0

21

6

7
22

o Apr

0


8
23
Me;

.

9

10
24

Jun

12

11
2S

0


o Sabtu

Jumat

Jul

0

o Minggu
14

13

26

27

Ags


OSep

28
OOkt

15
29

16
30

ONov

Ancaman Golput
Oleh SUHARIZAL
OMISI
Pemilihan
Umum (KPU) sudah
mengumumkan hasil
rekapitulasi perolehan suara

pemilu legislatif. Ada dua hal
yang amat mengkhawatirkan.
Pertama, persentase jumlah
suara sah dalam Pemilu 2009
turun qrastis, bila dibandingkan dengan Pemih.l 2004. Suara sah dalam pemilu kali ini
mencapai 60,78 % dari total
pemilih. Padahal, dalam pemilu sebelumnya suara sah mencapai 76,66%.
Kedua, dari hasil rekapitulasi
tersebut, warga negara yang
memiliki hak pilih, tetapi tidak
menggunakan. haknya atau
.menjadi golongan putih (golput) dalam pemilu legislatif.la. lu mencapai 49.677.076 orang
atau 29,01 % dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilihtetap (171.265.442
pemilih). Jumlah itu, lebih besar dari perolehan suara Partai
Demokrat (21.703.137 suara).
Dengan bahasa lain, golput telah menjadi pemenang pada
pemilu legislatif lalu.
Bagi sebagian kalangan, golput merupakan sesuatu kewajaran. Hak tidak memilih, sarna maknanya dengan hak memilih dan dipilih. Dari kesejarahan, golput muncul sebagai
simbal perlawanan terhadap
Orde Baru. Pada era Reformasi, golput bisa jadi reaksi atas

ketidakpercayaan masyarakat
kepada anggota DPR dan
DPRD. Mereka bukannya tidak percaya kepada sistem, tetapi. terhadap tabiat anggota
DPR. Banyaknya anggota DPR
dan DPRD yang masuk penjara, karena terbukti korupsi
menjadi alasan yang tidak dapat dibantah lagi.
Akar golput
Tingginya angka golput pada

K

,---

pileg memberi isyarat penting,
ternyata rekomendasi haramnya golput bagi umat Islam tidak banyak berpengaruh dalam
mereduksi kecenderungan golput. Di sisi lain,.kegagalan KPU
dalam menjalankan
pemilu
yang berkualitas, jelas tidak terbantahkan. Di luar itu, banyak
faktor lain yang menjadi penyebab golput.

Golput dalam terminologi ilmu poUtik, seringkali disebut
dengan non-voter. Terminologi
ini menunjukkan besaran angka yang dihasilkan dari event
pemilu di luar voter turn out.
Louis Desipio, Natalie Masuoka
dan Christopher Stout (2007)
mengategorikan non-voter tersebut menjadi ; (a) registered
not voted; yaitu kalangan warga negara yang memiliki hak
pilih dan terdaftar, tetapi tidak
menggunakan hak pilih. (b) Citizen not registered; warga negara yang memiliki hak pitih,
tetapi tidak terdaftar sehingga
tidak memiliki hak pilih. (c)
Non-citizen; mereka yang dianggap bukan warga negara
(penduduk suatu daerah), sehingga tidak memiliki hak pilih. Arbi Sanit (1992) mengidentifikasi golput adalah mere-

Kliping
---

Humo!"
-


Unpod
--

ka secara sadar yang tidak puas
dengan keadaan sekarang, karena aturan main demokrasi diinjak-injak partai politik dan
tak berfungsinya lembaga demokrasi (parpol) sebagaimana
kehendak rakyat dalam sistem
demokrasi.
Meski demikian, beberapa
kalangan, termasuk yang menjadikan golput sebagai pilihannya, berasumsi justru golput
adalah salah satu hasil dari kecerdasan politik. Golput muncuI sebagai hasil dari.kekecewaan psikologis yang.diderita rakyat, karena harapan-harapan
mereka tidak ter-cover caleg
yang berkompetisi. Kekecewaan ini kemudian menciptakan
kehadiran beberapa kalangan,
yang meyakini tidak signifikansinya partisipasi dalam pemilu
baik legislatif maupun pilpres.
Mereka meyakini caleg, capres,
dan cawapres yang tersedia, tidak ada yang lebih baik dari
yang lain. Bahkan, ada yang lebih meyakini, memberi partisipasi dalam pemilu blikan hanya tidak punya signifikansi tetapi itu adalah dosa. Alasannya,

berpartisipasi dalam pemilu sarna halnya dengan partisipasi
dalam kejahatan. Kalangan ini
tetpengaruh dengan teori klasik, yang menilai dunia politik
adalah dunia yang kotor.
Tantangan pilpres
Pada pemilihan presiden
(pilpres) Juli mendatang, persentase golput diharapkan berkurang. Kita tentu tidak menginginkan pilpres yang menyedot uang negara triliunan rupiah itu sia-sia, oleh rendahnya
partisipasi pemilih. Sebab, pelaksanaannya kurang dari dua
bulan, harapan kita sandarkan
kepada KPU. Mereka harus belajar kepada pemilu legislatif
bahwa persiapan pemilu tak sekadar urusan tender logistik.
Akan tetapi, sosialisasi betapa
bermaknanya satu suara dalam

2009
----

ODes

31


. menentukan nasib bangsa ini.
Guna meminimalisasi golput
pada pilpres, paling tidak terdapat beberapa persoalan penting
yang harus mendapat perhatian bersama. Pertama, masalah
administrasi pemilu. Dalam referensi golput disebutkan bahwa munculnya golput dalam
pemilu dan pilkada dapat diidentifikasi karena alasjln administratif, teknis, dan politis.
(LSI : 2007). Alasan administratif ditujukan sebagai koreksi
bagi penyelenggara pemilu. Lemahnya kemampuan teknis
dan administratif aparatur pelaksanaan pemilu merupakan
pemicu teIjadinya kontlik pemilu. Kekacauan sistem administrasi pendaftaran pemilih,.
menyebabkan seseorang yang
masuk dalam daftaI' pemilih tetap (DPT), tidak mendapatkan
kartu pemilih. Untuk itu, sinergitas keIja KPU d~ngan penye1enggara pemilu lainnya (pemerintah, BPS, panwaslu, Polri),
sangat dibutuhkan untuk membantu pemilih mewujudkan pilihan-pilihan politiknya.
Kedua, alas an lain yang cukup mengemuka adalah politis.
Kekecewaan .publik dan konstituen terhadap perubahan partai dan kondisi bangsa, menyebabkan golput makin mendapat tempat pada benak pemilih.
Publik merasa dizalimi oleh
parpol. Melihat fakta tersebut,
sewajarnya apabila parpol dan

elite politik mulai membenahi
diri. Sebab, jika tidak apatisme
masyarakatterhadaplembaga
pemilu dan parpol akan terus
mengalami penyusutan. Dampaknya, legitimasi terhadap hasil pemilu juga akan dipertanyakan dan pemilu sebagai landasan nilai demokrasi, tidak
akan lagi menjadi cerminan
suara masyarakat secara utuh.
Ketiga, kita bersama-sama
harus memosisikan golput sebagai T~suh. Dalam batas ter-

tentu, gofPUt mewakm gejala
politik penting (turunnya kepercayaan masyarakat pada demokrasi, pemilu, partai, atau
tokohfkandidat).
Untuk itu
KPU, partai-partai politi}.