Lelaki "Hidoeng Poetih".

I(O~lPAS
o Sen;n
1
17

OJan

2
18

3
19

0
4

o Rabu 0 Kam;s 0

Setasa
5


20

OPeb
-,- o Mar

6

.

21
Apr

7

8

22

0


9

23

Me;

0

24
Jun

Di Bandung pada dasawarsa kedua dan ketiga awal
abad ke-20 ternyata tidak ada lelaki hidung belang.
Kenyataan ini agak ganjil mengingat pada masa itu
Bandung demikian terkenal dengan praktik pelacuran-

OLEH GANI A JAELANI
tar situ.Wartawan lainnyadari harianyangsamamemberitakan tentang pertengkaran dua "kembang"
Orion,sebuah nama bioskopdi sebelah selatan alun-alun. Keduanya
terlibat pertengkaran karena bere'but pelangganpada malam itu, demikian sang wartawan melaporkan.

Dalam CountIy of Origin, roman yang terbit pada 1935, E Du
Perron menulis tentang kehidupan seorang tokoh utama ketika
menghabiskan masa mudanya di
Bandung, yaitu bahwa kunjungan
ke tempat pelacuranmerupakan
sesuatu yanglumrah. Katanya,pada masa itu ada rumah pelacuran
yang cukup terkenal di daerah Tegallega.'i\pa benar di sini tempat
tinggal Nona Hortense dan Nona
Zize?" katanya dalam bahasa Perancis. Pertanyaan dalam bahasa
Perancis ini cukup penting sebab
hal itu menjadi tanda bahwa si tamu bukan orang biasa. Bagaimanapun mereka sedang berhadapan dengan rumah pelacuran
yangsangat elite.

KIiFJing

0

~

Jut


11

0

26
Ags

.

o Sep

Hidung lain-lain
Demikian, untuk sebuah tempatyangjelas-jelas praktik pelacurannya banyak, ketiadaan lelaki
hidung belang merupakan keganjilan yang sukar diterima nalar.
Dan, memang demikianlah di
Bandung pada masa itu. Bahkan,
bukan tidak mungkin di seluruh
Hindia tidak ada lelaki hidung belang pada masa itu. Hanya satu
penyebabnya: karena mereka pada saat --~~

itu disebut lelaki ~dung

Hum as

Unpad

o

Sabtu
12
13
27
28

Sayangnya, ketika mereka sudah dipersilakan masuk dan duduk di atas meja panjang dengan
didmppingi oleh perempuan, mereka hanya mampu mengobrol.
Sebab,bagimereka,bahkan untuk
membeli minuman saja,itu sudah
terlalu mahal.Dan, mereka pun tidak menghabiskanwaktu lebih lamalagi.
Rupanya tempat pelacuran

yang dihuni para pelacur Perancis
itu tidak cocok untuk saku mereka. Maklum mereka hanya para
pemuda pelajar yang iseng. Dan,
tempat itu telah menjadi langganan para pengusaha Arab dan
para tuan Kebun Eropa kalau
mencarikesenangan di Bandung.
Sebagai tambahan, kalau penyakit sipilisbisadijadikan indikator maraknya praktik pelacuran,
perlu juga disebutkan bahwa angka penderita penyakit ini merupakan yang tertinggi di Hindia. Palingtidakitulahyang diungkap Tio
Biao Sing dalam tulisannya Het
Syphilis in Het Regetnschap Bandoeng yang dipublikasikan pada
1941.

nya. Sampai-sampai Haryoto KuntoJkuncen Bandung
ituJpernah membilang bahwa pada zaman kolonial
ada iklan yang mengingatkan supaya JJjangantinggalkan istri Anda di rumah jika ke BandungJJ.

atanya iklan tersebut
sengaja dibuat mengingat praktik perselingkuhan di Bandung
cukup tinggi.Tentu saja ini sangat erat hubungannya dengan banyaknya layanan seks
singkatyang ditawarkan.

Berkaitan dengan hal itu, ada
cukup banyakinformasi,dari berita-berita di koran dan majalah, catatan peIjaianan, sampai karya
fiksi. Dalam catatan peIjaianannya pada 1924yang dimuat dalam
rubrik Dunia Istri BintangHindia,
misainya, Anna Syarif mengatakan, sepulang dari rumah seorang
kenalannya di daerah Cihapit pukul 03.00,dia melihat di sepanjang
jalan ada perempuan ''yang kelakuannya tidak senonoh "
Seorang wartawan mingguan
Pertimbangan pada 1917melaporkan, di sekitar alun-alun, di sepan- .
jang pohon beringin yangtumbuh
di situ, ada banyak pelacur yang
mangkaLMerekamenawarkan senywn kepada para lelakiyang memang banyakberseliweran di seki-

10

Jumat

0

M;r.ggu


14

Okt

15
29

30

ON.ov

-.

putih.
Rupanya itulah sebutan yang
lazim bagi mereka yan~ gemar
menyambangi tempat-tempat pelacuran. Penyebutan itu Imnpaknya merupakan cara untuk menandai mereka yang kenw main
perempuan. Tentu saja mereka
yang berhidung putih bukan satusatunya yang gemar itu. Tapi ada

juga warna hidung lain, s~perti hitam, kuning, dan atau cokiat. Namun, mungkin karenajumlah mereka yang hidungnya putih lebih
banyak dan juga lebih sering berkunjung, warna itu pun dijadikan
penanda bagi mereka yang doyan
kencan dengan pelacur.
Nah, orang yang memiliki hidung berwarna putih tentunya juga memiliki warna bagian tubuh
lain yang putih juga (karena akan
sedikit aneh, bukan, kalau seluruh
tubuhnya berwarna hitam, tapi hidungnya berwarna putih). Bisadikatakan, pada masa itu. mereka
yang memiliki kulit berwarna putih adalah orang-orang Eropa dan
orang-orang Indo-Eropa. Demikian,agaknyakeduakelompokinilah
yangpalingrajin berkunjungke rumah pelacuran sehinggawarna hidung mereka dijadikan istilah baku.
Tentang kunjungan orangorang Eropa ke dunia pelacuran,
ini adalah gejala yang muncul pada pertengahan abad ke-19.Hal ini
bisa dipahami karena praktik pegundikan yang sudah menjadi
standar sejak abad ke-17 mulai
mendapat banyak kecaman. Dapat dikatakan, sampai pertengah-

~ ~kedua abad k~.:19~

2009

-------

dari se-

tengah lelaki Eropa
yangada diHindiahidup bersama perempuan pribumi.
Kenyataan ituJah
yangtelah membuat
sebagian orang Eropa resah. Bas Veth, yang berkunjung ke Hindia pada akhir abad ke19, dalam karyanya yang cukup
monumental, Het Leven in Nederlandsch Inme (terbit pada
1900),mengatakan, hubungan semacam itu tidak bisa dibenarkan.
Percampuran yang sangat memalukan. Dia pun mengatakan, praktik tersebut membuat orangorang Eropa menjadi degenerasi.
Konon, sebetulnya, praktik semacam itu merupkan penyebab
utama kemiskinan di kalangan
orang-orang Eropa. Dan, orang
Eropa pada masa itu tidak boleh
miskin. Sebab, keadaan itu bisa
merusak citra orang Eropa secara
keseluruhan. Itulah kenapa mereka pun lebih disarankan pergi ke
tempat-tempat pelacuran. Kemudian, karena pemerintah juga sadar bahwa kebiasaan tersebut

akan membuat penyebaran penyakit kelamin menjadi berkembang, pemerintah pun membuat
sejumlah aturan untuk memberi
jaminan kepada para lelaki,bahwa
mereka akan mendapat perempuan yangsehat.
Pemerintah memberlakukan
pemeriksaan kesehatan rutin, di
mana setiap perempuan yang sudah terinfeksi tidak law diperkenankan menjadi pelacur. Maka,
paraserdadu, tuankebun, dan war~ sipil Eropa "dibiasakan"untuk

menggunakan jasa para
pelacur untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Barangkali atas
dasar itulah mereka
DICKYyang sering bermain

pe-

rempuan dicap sebagai
lelakihidungputih.
Peraturan pemerintah
Menariknya,istilah inijuga bisa
dikatakan sebagaisatu-satunya istilah publik yang dalam praktik
pelacuran mengacu kepada orang
Eropa. Usaha orang-orang Eropa
untuk menyembunyikan keterlibatan mereka memang tidak main-main. Lihat sajaperaturan-peraturan pemerintah tentang pelacuran yang lebih banyak mengatur para pelacurnya, yang notabene adalah perempuan-perempuan pribumi, sepertijelas tercanturn dalam undang-undang tahun
1852dan 1974tentang praktik pelacuran di Hindia.
Adanya sebutan hidung putih
secara jelas melawan hal itu. Sebab, penyebutan itu -denganjelas
menunjukkan bahwa, sepertinya,
orang Eropalah (dan juga orang
Indo-Eropa) yang menjadi pelanggan tetap para pelacur. Dan,
ini tentu saja sebuah penghinaan
bagimereka. Sebab,hal itu bisa dianggapmenodai keberadaban mereka, yang pada saat itu menjadi
dasar legitimasimereka dalam pelakukan kolonisasi.
GANI A JAELANI
StaIPengajar
Jurusan Ihnu Sejarah
Universitas PacJiadjaran_