Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh Miranda Pratiwi

111101086

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

(3)

(4)

karunia yang senantiasa menyertai penulis sehingga penulis diberikan kemampuan untuk menyelesaikan proposal skripsi ini yang berjudul Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan proposal skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS, sebagai Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen pembimbing proposal skripsi saya. Terima kasih atas waktu, bimbingan, masukan, dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB dan ibu Fatwa Imelda, S.Kep, Ns, M.Bipmed selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Ellyta Aizar S.Kp, selaku dosen Pembimbing Akademik, seluruh dosen dan pegawai Fakultas keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga Allah membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

6. Orangtua saya Ayahanda Garda Triparsa dan ibunda saya Nurlis, saudari-saudari saya yang saya cintai dan saya sayangi. Terima kasih atas doa, dukungan, dan semangat yang senantiasa kalian berikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.


(5)

kesuksesan.

8. Seluruh petugas kesehatan di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan, terima kasih atas bantuan dalam memberikan data lansia dan bantuan dalam memperkenalkan responden dalam penelitian ini.

9. Seluruh responden untuk penelitian ini yaitu Lelaki Seks Lelaki (LSL) atau klien yang berkunjung ke Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, 29 Juli 2015 Penulis


(6)

Halaman pengesahan... iii

Prakata... iv

Daftar isi... vi

Daftar skema ... ix

Daftar tabel... x

Abstrak ... xi

Abtract... xii

Bab 1. Pendahuluan... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Rumusan masalah... 4

3. Pertanyaan penelitian ... 4

4. Tujuan penelitian ... 4

4.1. Tujuan umum ... 4

4.2. Tujuan khusus ... 5

5. Manfaat penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan pustaka... 6

1. Pengetahuan (Knowladge) ... 6

1.1. Definisi pengetahuan... 6

1.2. Tingkatan pengetahuan ... 6

1.3. Cara memperoleh pengetahuan ... 8

1.3.1. Cara tradisional ... 9

1.3.2. Cara modern ... 11

2. Sikap (Attituade) ... 12

2.1. Pengertian sikap ... 12

2.2. Tingkatan sikap ... 13

2.3. Pembentukan sikap... 13

2.4. Pengukuran sikap ... 14

3. Lelaki Seks Lelaki (LSL) ... 17

3.1. Pengertian LSL... 17

3.2. Ciri-ciri LSL... 19

4. HIV/AIDS ... 20

4.1. Pengertian... 20

4.2. Tanda-tanda terinfeksi HIV... 20

4.3. Penularan infeksi HIV... 21

4.4. Cara berhubungan seksual yang tidak aman ... 23

4.5. Kelompok resiko tinggi tertular HIV/AIDS... 23

4.6. Upaya pencegahan HIV/AIDS... 24

4.7. Konseling HIV/AIDS... 25


(7)

1. Desain penelitian ... 31

2. Populasi dan sampel... 31

2.1. Populasi penelitian ... 31

2.2. Sampel penelitian ... 31

2.3. Waktu dan lokasi penelitian ... 32

2.4. Pertimbangan etik... 33

2.5. Instrument penelitian... 33

2.5.1. Kuesioner data demografi ... 34

2.5.2. Kuesioner pengetahuan ... 34

2.5.3. Kuesioner sikap ... 35

3. Uji validitas dan uji reliabilitas ... 36

3.1. Uji validitas ... 36

3.2. Uji reliabilitas... 36

3.3. Pengumpulan data ... 37

3.4. Analisis data ... 37

Bab 5. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian………39

1.1. Karakteristik resonden………39

1.2. Pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.41 1.3. Sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS……....41

2. Pembahasan………...42

2.1. Pengetahuan kelompokresiko LSL dalam pencegahan…….42

2.2. Sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan……….43

Bab 6. Kesimpilan dan Hasil………...47

1. Kesimpulan………..47

2. Saran………....47

Daftar pustaka... 50

Lampiran-lampiran

Lampiran 1. Inform consent Lampiran 2. Instrument penelitian Lampiran 3. Surat izin survey awal Lampiran 4. Balasan survey awal Lampiran 5. Surat izin uji reliabilitas Lampiran 6. Balasan izin uji reliabilitas Lampiran 7.Etical clearance

Lampiran 8. Surat izin penelitian Lampiran 9. Balasan izin penelitian


(8)

Lampiran 15. Jadwal tentative

Lampiran 16. Lembar bukti bimbingan Lampiran 17. Riwayat hidup


(9)

(10)

Tabel 2. Frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden... 40 Tabel 3. Frekuensi dan persentase pengetahuan responden... 41 Tabel 4. Frekuensi dan persentase sikap responden... 41


(11)

Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Jumlah kasus HIV/AIDS setiap tahunnya terus meningkat dan didominasi oleh laki-laki. LSL merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan tertular HIV/AIDS karena seringnya berganti-ganti pasangan, aktifitas seksual yang sangat beresiko dan sering kali tidak menggunakan kondom. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui pengetahuan dan sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Populasi dalam penelitian ini adalah LSL yang berkunjung di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan sebanyak 212 orang dan diambil dengan teknikconsecutive samplingsebanyak 25% sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 53 orang. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dengan nilai valid 1. Hasil analisa menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik (54,7%), dan memiliki sikap yang positif (86,8%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik dan sikap yang positif. Untuk itu penting bagi responden untuk tetap menggali pengetahuannya agar mempertahankan pengetahuan yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.


(12)

Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

The number of HIV/AIDS cases is increasing each year, and it is dominated by males. LSL (homosexual) is a group of men which is very susceptible to be infected by HIV/AIDS since they often like to change partners, their activities are very risky, and they do not often use condoms. Therefore, it was necessary to do some research to find out the knowledge and attitude of this risk group of homosexuals in forestalling HIV/AIDS infection. The population was 212 homosexuals who visited IMS and VCT Clinic Veteran, Medan, and 25 of them (25%) were used as the samples, taken by using consecutive sampling technique. The data were collected by using questionnaires which had been tested their validity at valid 1 value. The result of the analysis showed that 54.7% of the respondents had good knowledge, and 86.8% of the respondents had positive attitude. The conclusion of the research was that the majority of the respondents had good knowledge and positive attitude. It is recommended that the respondents continuously dig up their knowledge in order to maintain good knowledge and positive attitude in forestalling HIV/AIDS infection.


(13)

Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Jumlah kasus HIV/AIDS setiap tahunnya terus meningkat dan didominasi oleh laki-laki. LSL merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan tertular HIV/AIDS karena seringnya berganti-ganti pasangan, aktifitas seksual yang sangat beresiko dan sering kali tidak menggunakan kondom. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui pengetahuan dan sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Populasi dalam penelitian ini adalah LSL yang berkunjung di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan sebanyak 212 orang dan diambil dengan teknikconsecutive samplingsebanyak 25% sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 53 orang. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dengan nilai valid 1. Hasil analisa menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik (54,7%), dan memiliki sikap yang positif (86,8%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik dan sikap yang positif. Untuk itu penting bagi responden untuk tetap menggali pengetahuannya agar mempertahankan pengetahuan yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.


(14)

Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

The number of HIV/AIDS cases is increasing each year, and it is dominated by males. LSL (homosexual) is a group of men which is very susceptible to be infected by HIV/AIDS since they often like to change partners, their activities are very risky, and they do not often use condoms. Therefore, it was necessary to do some research to find out the knowledge and attitude of this risk group of homosexuals in forestalling HIV/AIDS infection. The population was 212 homosexuals who visited IMS and VCT Clinic Veteran, Medan, and 25 of them (25%) were used as the samples, taken by using consecutive sampling technique. The data were collected by using questionnaires which had been tested their validity at valid 1 value. The result of the analysis showed that 54.7% of the respondents had good knowledge, and 86.8% of the respondents had positive attitude. The conclusion of the research was that the majority of the respondents had good knowledge and positive attitude. It is recommended that the respondents continuously dig up their knowledge in order to maintain good knowledge and positive attitude in forestalling HIV/AIDS infection.


(15)

Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom

(AIDS) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini

lambat dan gelaja-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya

infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia

terutama melalui perantara darah, semen dan secret vagina. Sebagian besar (75%)

penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

Berdasarkan data Program HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2012 terdapat

sekitar 2,5 juta kasus infeksi HIV baru, 32 juta orang yang hidup dengan HIV,

angka ini terus meningkat sejak tahun 2001. Sedangkan 1,7 juta kasus AIDS

berakhir dengan meninggal dunia. Di setiap wilayah di dunia, prevalensi HIV 5%

atau lebih terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, pekerja

seks dan orang-orang transgender, kasus ini tidak hanya di negara yang dikenal

memiliki epidemi terkonsentrasi tetapi juga di negara-negara sebagian besar di

timur dan selatan Afrika (Report UNAIDS, 2012).

Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (Ditjen PP & PL), Kemenkes RI, jumlah kasus baru HIV/AIDS di Indonesia pada triwulan II tahun 2014 dilaporkan kasus HIV baru yang terdeteksi

pada priode Juli - September 2014 mencapai 7335. Kasus baru terdeteksi pada


(16)

Pada priode bulan Juli - September 2014 jumlah kasus AIDS yang baru terdeteksi

sebanyak 176. Terdeteksi pada kelompok umur 30 - 39 tahun 42%, 20 - 29 tahun

36,9% dan 40 - 49 tahun 13,1%. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan

adalah 2 : 1. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2014 menunjukan

provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah kasus terbanyak yaitu 1573 kasus.

Penyebaran virus ini dipengaruhi dari perilaku individu beresiko tinggi terutama

perilaku seks.

Kasus HIV/AIDS tercatat sebanyak 1680 di Sumatera Utara, 581

diantaranya berada pada stadium AIDS, dan 21 orang diketahui telah meninggal

dunia. Kota Medan merupakan penyumbang terbesar penderita HIV/AIDS dengan

jumlah 1181 kasus. Sebagai Ibukota provinsi, Kota Medan beresiko tinggi

terhadap penyebaran virus HIV/AIDS. Penyebaran virus ini dipengaruhi dari

perilaku individu beresiko tinggi terutama perilaku seks (KPAD SUMUT, 2009).

Dinas Kesehatan Kota Medan mencatat kasus HIV/AIDS tahun 2006 - 2014

sebanyak 4062 kasus. Penderita laki-laki 75% lebih banyak dari penderita

perempuan, yaitu sebanyak 3073 kasus. Faktor resiko yang paling tinggi adalah

heteroseksual sekitar 67% sebanyak 2723 kasus, kemudian 3,7% homoseksual

sebanyak 151 kasus.

Berdasarkan laporan penelitian Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku

(STBP) terhadap LSL pada tahun 2011, didapat beberapa temuan : prevalensi HIV

dan IMS masih tinggi. Penggunaan kondom konsisten masih tetap rendah untuk

setiap tipe pasangan seksual, kurang dari satupertiga LSL menggunakan kondom


(17)

2012 menyebutkan bahwa hampir 1,3 juta LSL di Indonesia berisiko tinggi

tertular HIV.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Argyo Demartoto dengan judul

“Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Seksual Laki-Laki yang Berhubungan Seks Dengan Laki-Laki (LSL) Dalam Kaitannya Dengan HIV dan AIDS” di 10

Kabupaten Jawa Tengah didapat beberapa fakta bahwa dari 140 responden yang

pernah melakukan hubungan anal ada 72.9% (102 responden) dan 27.1% (38

responden) tidak pernah melakukan seks anal, selain itu diketahui mayoritas

responden (124 responden) atau 88,6% melakukan hubungan seks dengan

sejumlah pria dan berganti-ganti pasangan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku

seksual mereka sangat rentan tertular HIV dan AIDS. Seperti diketahui bahwa

dinding anus sangat tipis sehingga apabila dinding anus luka terjadi kemungkinan

pertukaran cairan darah luka ke penis maupun cairan sperma ke luka di anus.

Sedangkan yang di anal lebih beresiko karena menampung sperma. Oleh karena

itu anal seks beresiko tinggi tertular HIV dan AIDS. Mayoritas responden (124

responden) atau 88,6% dalam sebulan terakhir ini pernah melakukan hubungan

seks dengan pria, rata-rata ada yang berhubungan seks dengan sejumlah pria

bahkan ada yang berganti-ganti pasangan sampai 9 atau 10 orang. Fenomena ini

menunjukan bahwa komunitas LSL senang berganti-ganti pasangan. Hal ini

berarti perilaku seksual mereka sangat rentan tertular HIV/AIDS.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Klinik Veteran sebagai klinik

IMS dan VCT dibawah naungan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara,


(18)

kegiatan mobile ke lokasi lokasi prostitusi di wilayah kerjanya, rata-rata 2 kali

dalam sebulan. Data jumlah kunjungan LSL dari bulan Januari hingga November

2014 sebanyak 249 orang. Pada tahun 2008 ditemukan LSL yang positif HIV

sebanyak 3 orang, dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data

terakhir yang dihitung dari bulan Januari hingga bulan November 2014 didapat 37

LSL yang positif HIV.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk

mengetahui informasi tentang pengetahuan dan sikap pada kelompok resiko LSL

dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap pada kelompok resiko LSL

dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan

HIV/AIDS ?

b. Bagaimanakah sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/ AIDS ?

4. Tujuan Penelitian 4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap kelompok resiko

LSL dalam pencegahan penularan HIV/ AIDS di Klinik Veteran


(19)

4.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendeskipsikan / menggambarkan pengetahuan pada LSL

dalam pencegahan penularan HIV/ AIDS.

b. Untuk mendeskripsikan / menggambarkan sikap LSL dalam

pencegahan penularan HIV/AIDS.

5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Bagi institusi pendidikan khususnya Fakutas Keperawatan dapat

mendorong terwujudnya upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

b. Bagi institusi pemerintah dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

terhadap kinerja pelaksanaan kegiatanVoluntary Counseling and Testing

(VCT) yang telah dijalankan oleh penyedia layanan Voluntary

Counseling and Testing (VCT) khususnya bagi Klinik Veteran Medan,

serta sebagai bahan promosi bagi Klinik tersebut agar lebih dikenal oleh

masyarakat yang membutuhkan layanan IMS danVCT.

c. Bagi penelitian lain dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk


(20)

1. Pengetahuan (Knowledge) 1.1. Definisi

Pengetahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir, mencakup

kemampuan intelektual yang paling sederhana yaitu mengingat, sampai dengan

kemampuan untuk memecahkan suatu masalah (problem solving). Pada ranah ini

induvidu dituntut untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan. Semakin

tinggi tahapan dari ranah kognitif ini menunjukan semakin sulitnya tingkat

berfikir atau tuntutan seseorang. Penguasaan tingkatan ranah di bawahnya,

merupakan prasyarat untuk menguasai tingkatan ranah di atasnya yang lebih

tinggi (Nurhidayah, 2010).

1.2. Tingkatan Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat


(21)

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh : dapat menyabutkan

tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintegrasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus

makan-makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai apliksi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat

menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,

dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving

cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu


(22)

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evalausi itu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi

dengan anak yang kekuarangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu

tempat, dapat menafisrkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

1.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua


(23)

1.3.1. Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan

secara sistematik dan logis. Cara–cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

a. Cara Coba-Salah(Trial and Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam

memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba–coba atau dengan kata yang

lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya

peradaban. Cara coba–coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,

dicoba kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka

dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga

gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut

dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial(coba) and

error(gagal atau salah) atau metode coba–salah/coba–coba.

Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk

memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih

sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu

cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari–hari, banyak sekali kebiasaan–kebiasaan dan tradisi–tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah


(24)

yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan–kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya,

mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu

yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor,

dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,

melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan–kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber

pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin–pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan

kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau

kekuasaaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun

ahli ilmu pengetahuan.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini

mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau

pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada

masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat

memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang


(25)

menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk

mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.

d. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir

manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam

memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan

pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran

secara tidak langsung melalui pernyataan–pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses

pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan–pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari

pernyataan–pernyataan umum kepada yang khusus.

1.3.2. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini

lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”,

atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini

mula–mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561 - 1626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode berpikir induktif. Mula–mula ia mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala–gejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan


(26)

dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia

mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan

mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan–pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup

tiga hal pokok yakni :

a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

c. Gejala–gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala–gejala yang berubah–

ubah pada kondisi–kondisi tertentu.

2. Sikap (Attitude) 2.1. Pengertian Sikap

Secord & Backman (1964 dalam Saifudin Azwar 2005) mendefinisikan

sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran

(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di

lingkungan sekitar.

Ranah afektif yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan

sikap hati (attitude) yang menunjukan penerimaan atau penolakan terhadap

sesuatu. Tahapan ranah afektif dari yang paling sederhana, yaitu memperhatikan

suatu fenomena sampai dengan yang kompleks yang merupakan faktor internal

seseorang, seperti kepribadian dan hati nurani. Ranah afektif dikaitkan dengan


(27)

afektif mencakup peningkatan internalisasi atau komitmen pada perasaan yang

diungkapkan sebagai emosi, minat, sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Penyusunan

ranah afektif didasarkan pada tingkat kompleksitas perilaku yang merupakan

gambaran dari kedalaman respon emosional seseorang yang dipadukan kedalam

kepribadian atau sistem nilai seseorang (Nurhidayah, 2010).

2.2. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap

terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3. Pembentukan Sikap

sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh

individu. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi antara

induvidu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut

mempengaruhi pola prilaku masing-masing induvidu sebagai anggota masyarakat.

Interaksi sosial itu meliputi hubungan antara induvidu dengan lingkungan fisik


(28)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

a. Pengalaman pribadi. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman

pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Penghayatan

akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Bagaimana

induvidu beraksi terhadap pengalaman saat ini jarang lepas dari penghayatan

terhadap pengalaman-pengalaman dimasa lalu.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu

cendrung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang

yang dianggapnya penting.

c. Pengaruh kebudayaan.

d. Media masa. Media masa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan opini seseorang.

e. Lembaga pendidikan agama. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama

sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau

pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan

sikap induvidu terhadap suatu hal.

f. Pengaruh faktor emosional. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan

pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar,

2005).

2.4. Pengukuran sikap

Beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan,


(29)

Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpisah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung,

apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai

objek. Orang yang setuju, mendukung, atau memihak terhadap suatu objek sikap

berarti memiliki sikap yang arahnya positif, sebaliknya mereka yang tidak setuju

atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.

Sikap memiliki intensitas, kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang

sama tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang

berarah negatif belum tentu memiliki sikap yang negatif yang sama intensitasnya.

Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak

setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda ke dalamannya bagi setiap

orang. Mulai dari agak setuju sampai pada setuju yang ekstrem.

Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan

terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat

spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada

objek sikap.

Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuian antara

pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap antar

waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri induvidu untuk

waktu yang relatif panjang. Konsistensi juga diperlihatkan oleh tidak adanya


(30)

Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas, yaitu menyangkut

sejauh mana kesiapan induvidu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap

dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara

terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar

induvidu mengemukakannya. Hal ini tampak dari pengamatan terhadap indikator

sikap atau perilaku sewaktu induvidu berkesempatan mengungkapkan sikapnya.

Dalam berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat dilihat.

Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap, idealnya, harus mencakup

kesemua dimensi tersebut di atas. Namun, belum ada atau mungkin tak akan

pernah ada instrumen pengukuran sikap yang dapat mengungkap kesemua

dimensi itu sekaligus. Banyak diantara skala yang digunakan dalam pengukuran

sikap hanya mengungkapkan dimensi arah, dan dimensi intensitas sikap saja, yaitu

hanya dengan menunjukan kecendrugan sikap positif atau negatif dan

memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap

respon induvidu.

Adapun beberapa metode pengukuran sikap:

1) Observasi perilaku

Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan

perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap induvidu.

Perilaku tertentu kadang-kadang sengaja ditampakan untuk menyembunyikan


(31)

2) Pertanyaan langsung

Manusia akan mengungkapkan secara terbuka apa yang dirasakannya. Ternyata

orang yang akan mengungkapkan pendapat dan jawaban yang sebenarnya

secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Apabila

situasi dan kondisi memungkinkan untuk mengatakan hal yang sebenarnya

tanpa rasa takut terhadap konsekuensi langsung maupun tidak langsung yang

dapat terjadi. Dalam situasi tanpa tekanan dan bebas dari rasa takut serta tidak

terlihat adanya keuntungan untuk berkata lain, barulah induvidu cendrung

memberikan jawaban yang sebenarnya sesuai dengan apa yang ia rasakan.

3) Pengungkapan langsung

Prosedur pengungkapan langsung dengan item tunggal, responden diminta

menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda

setuju atau tidak setuju. Hal ini menyatakan sikap secara lebih jujur bila ia

tidak perlu menuliskan nama atau identitasnya. Problem utama dalam

pengukuran dengan item tunggal adalah masalah reabilitas hasilnya.

Pengukuran yang reliabel memerlukan item yang banyak. Item tunggal terlalu

tebuka terhadap sumber error pengukurannya (Azwar, 2005).

3. Lelaki Seks Lelaki (LSL) atauMen Who Have Sex With Men (MSM)

3.1. Pengertian

Terminologi men who have sex with men atau MSM dimaksudkan untuk

menjelaskan semua laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, tanpa

memandang identitas seksual mereka. Ini digunakan karena hanya sejumlah kecil


(32)

gay, biseksual atau homoseksual tetapi lebih tepat rnengidentifikasi diri

menggunakan identitas dan perilaku lokal sosial dan seksual. Mereka tidak

menganggap hubungan seksual mereka dengan laki-laki lain dalam terminologi

identitas atau orientasi seksual. Banyak yang berhubungan seks dengan laki-laki

mengidentifikasi diri sebagai hetereseksual bukannya homoseksual atau biseksual,

terutama bila mereka juga berhubungan seks dengan perempuan, menikah, hanya

memainkan peran sebagai pihak yang penetratif dalam anal seks, dan/atau

berhubungan seks dengan laki-laki demi uang atau kesenangan.

Lelaki Suka Lelaki atau sering disebut jugaGayadalah istilah laki-laki yang

mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama laki atau disebut juga

laki-laki yang mencintai laki-laki-laki-laki secara fisik, seksual, emosional ataupun secara

spiritual. Secara psikologis, gay adalah seorang laki-laki yang penuh kasih.

Mereka juga rata-rata mempedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan

apa-apa saja yang terjadi pada pasangannya.

LSL termasuk juga berbagai kategori dari laki-laki yang dapat dibedakan

menurut pengaruh dari variabel seperti :

a. Identitas seksual mereka, tanpa memandang perilaku seksual (gay,

homoseksual, heteroseksual, biseksual, dan transgender, atau persamaannya,

dan identitas lain)

b. Penerimaan dan keterbukaan mereka akan identitas seksual mereka yang

bukanmainstream(terbuka atau tertutup)


(33)

d. Alasan mereka memilih pasangan seksual tersebut (alami, paksaan, atau

tekanan, motivasi komersial, kesenangan atau rekreasi, dan/atau karena

keberadaan di lingkungan yang semuanya laki-laki)

e. Peran meraka dalam praktik khusus (penetratif, reseptif, atau keduanya)

f. Identitas terkait gender mereka, peranan dan perilaku (laki-laki atau

perempuan, maskulin atau feminine/ effeminate, bersebrangan pakaian

(cross-dressing)atau berpakaian sesuai gender)

Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki menjadi terminologi

yang populer dalam konteks HIV dan AIDS dimana ia digunakan karena

menggambarkan perilaku yang menempatkan mereka dalam resiko terinfeksi.

Telah menjadi perdebatan bahwa terminologi tersebut terlalu terfokus pada

perilaku seksual dan tidak mencukupi pada aspek lain seperti emosi, hubungan,

dan identitas seksual diantara mereka yang juga merupakan determinan dari

infeksi. Beberapa organisasi dan individu lebih suka memakai terminologi

laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, karena ia menunjukkan

kelompok yang lebih luas dari sejumlah individu yang berhubungan seks dengan

pasangan lain dari kelamin yang sama. Khususnya, ia tidak mempunyai batasan

pada umur yang ditunjukkan dengan kata ”laki-laki”, dan karenanya termasuk

juga anak-anak lelaki yang saling berhubungan seks dan juga hubungan seks

antara laki-laki dewasa dengan anak lelaki.

3.2 Ciri-ciri Lelaki Suka Lelaki (LSL)

Adapun ciri-ciri seorang LSL adalah sebagai berikut :


(34)

b. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tapi sebagian besarnya

berhubungan dengan perempuan.

c. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki maupun perempuan tanpa

ada perbedaan kesenangan.

d. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain dikarenakan mereka

tidak mempunyai akses untuk seks dengan perempuan, misalnya di penjara,

ketentaraan, dan lain-lain (Dermatoto, 2010).

4. HIV/AIDS

4.1. Pengertian

Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia, HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih

yang bertugas menyangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limposit

yang disebut T-Limposit atau sel T-4 atau disebut juga sel CD-4 (Zein, 2006).

Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom

kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan

gelaja-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan

dapat lebih lama lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui

perantara darah, semen dan secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi

melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

4.2. Tanda-tanda terinfeksi HIV

Menurut (Noviana, 2013) gejala orang terinfeksi HIV menjadi AIDS bisa


(35)

Gejala mayor :

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.

e. Demensia / HIV ensefalopati.

Gejala minor :

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.

b. Dermatitis generalisata.

c. Adanyaherpes zostermultisegmentaldanherpes zosterberulang.

d. Kandidias orofaringeal.

e. Herper simpleks kronis progresif.

f. Limfademopati generalisata.

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

h. Retinitis virus sitomegalo.

4.3. Penularan Infeksi HIV

Penularan HIV dapat terjadi melalui beberapa cara menurut (Zein, 2006), yaitu :

a. Seksual. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling

dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual

dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki

dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vagina,

anal (anus/dubur), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi penetrasi


(36)

Kontak seksual langsung mulut ke penis (zakar) atau mulut ke vagina,

merupakan resiko rendah tertular HIV. Tingkatan resiko tergantung pada

jumlah virus yang keluar dan masuk ke dalam tubuh seseorang melalui “pintu masuknya”, seperti adanya luka kecil pada alat kelamin, mulut, gusi, dan atau

penyakit gigi dan mulut yang diderita.

b. Melalui tranfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus

HIV

c. Melalui jarum suntuk atau alat kesehatan lain yang ditusukan atau tertusuk ke

dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau

pada pengguna narkoba suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika

melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja

petugas kesehatan.

d. Melalui transplantasi organ pengidap HIV

e. Penularan dari ibu ke anak. Resiko penularan tanpa intervensi pada umumnya

diperkirakan antara 25-40%.

HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti:

1) Bersentuhan dengan pengidap HIV

2) Berjabat tangan dengan ODHA

3) Berciuman, bersin dan batuk

4) Melalui makanan dan minuman

5) Gigitan nyamuk dan serangga lainnya


(37)

4.4. Cara hubungan seksual yang tidak aman

Menurut (Noviana, 2013) cara berhubungan seksual yang paling rawan bagi

penularan HIV dan AIDS adalah sebagai berikut:

a. Anogenital pasif. Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang dubur

pasangan

b. Anogenital aktif. Penis masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap HIV

c. Genetia-genetia pasif.Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke vagina

d. Genetia-genetia aktif.Penis masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV

e. Senggama terputus dengan mitra pengidap HIV dan AIDS.

4.5. Kelompok resiko tinggi tertular HIV/AIDS

Berdasarkan cara penularan virus HIV, maka kelompok resiko tinggi tertular

HIV/AIDS menurut (Zein, 2006) adalah :

a. Pasangan seksual pengidap HIV

b. Pecandu narkoba suntik dan pasangan seksualnya

c. Wanita Pekerja Seksual (WPS) dan pelanggannya, serta pasangan

pelanggannya

d. Waria sebagai pekerja seks dan pelanggannya, serta pasangan pelanggannya

e. Petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah dan sekret panderita

infeksi HIV

f. Penerima transfusi darah dan produk darah


(38)

4.6. Upaya pencegahan HIV/AIDS

a. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual

Agar terhindar dari tertularnya HIV/AIDS seseorang harus berprilaku

seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu hanya mengadakan

hubungan seksual dengan pasangan sendiri (suami/istri sendiri). Apabila

salah seorang pasangan sudah terinveksi HIV maka dalam melakukan

hubungan seksual harus menggunakan kondom secara benar. Melakukan

tindakan seks yang aman dengan pendekatan “ABC” (Abstinent, Be faithful, Condom), yaitu tidak melakukan hubungan seksual secara bebas dan

berganti-ganti pasangan (Abstinent), bersikap setia dengan pasangan dalam

hubungan perkawinan ataupun dalam hubungan jangka panjang tetap (be

faithful), dan cegah dengan memakai kondom yang benar serta konsisten

untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (use condom).

b. Pencegahan penularan melalui darah

1. Transfusi darah. Memastikan bahwa darah yang dipakai untuk

transfusi tidak tercemar HIV.

2. Alat suntik dan alat lain yang dapat melukai kulit. Desinfeksi atau

membersihkan alat-alat seperti jarum, alat cukur, alat tusuk untuk

tindik dan lain-lain dengan pemanasan atau larutan desinfektan.

3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak :

Pengobatan : pengobatan pencegahan dapat mengurangi resiko infeksi

anak. Nevirapine diberikan dalam 1 dosis kepada ibu saat proses


(39)

kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan resiko penularan

ketika diberikan pada ibu dalam 6 bulan terakhir masa kehamilan, dan

melalui infus selama proses persalinan, dan pada sang bayi selama 6

minggu setelah kalahiran.

Operasi caesar : proses persalinan melalui vagina dianggap lebih

meningkatkan resiko penularan dari ibu ke anak, sementara operasi

caesar telah menunjukan kemungkinan terjadinya penurunan resiko.

Serta dengan menghindari pemberian ASI

c. Melakukan skrining adanya antibodi HIV untuk mencegah penyebaran

melalui darah, produk darah, dan donor darah (Noviana, 2013).

4.7. Konseling HIV/AIDS

Konseling HIV/AIDS adalah suatu komunikasi bersifat rahasia antara klien

dan konselor. Bertujuan meningkatkan kemampuan menghadapi stres dan

mengambil keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS. Dalam proses konseling

termasuk evaluasi resiko personal penularan HIV, fasilitas pencegahan perilaku

dan evaluasi penyesuaian diri ketika klien menghadapi hasil test HIV yang positif.

Manfaat konseling HIV :

a. Konseling pencegahan dan perubahan perilaku dapat mencegah penularan

HIV/AIDS

b. Diangnosa HIV mempunyai implikasi psikologis, sosial, fisik dan spiritual

c. HIV merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan terapinya seumur

hidup, maka akan sangat dibutuhkan konseling.


(40)

a. Dengan konseling, maka konselor dan timnya akan memberikan dukungan

psikologis yang sangat berarti bagi ODHA maupun pasangan dan

keluarganya, sehingga sikap yang tidak mendukung akan hilang, berganti

sikap yang mendukung serta memberikan semangat untuk menghadapi

kehidupan ke depan.

b. Dengan memahami seluk beluk HIV/AIDS dengan benar, pencegahan

penularan akan diketahui dengan baik.

c. Klien akan dapat memastikan efektifitas dari rujukan kesehatan dan perawatan

yang diberikan (Zein, 2006).

4.8 Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Penularan dari ibu hamil positif HIV dapat terjadi ketika bayi dalam

kandungan, bisa juga ketika melahirkan atau bisa juga ditularkan ketika menyusui

bayi tersebut. Penularan HIV dari ibu hamil ke anak bisa terjadi karena infeksi

melewati plasenta, saat proses persalinan atau menyusui. Sumber infeksi ini bisa

dari darah ibu, plasenta, cairan amnion dan ASI. Kemungkinan bayi tertular HIV

dari ibunya pada masa kehamilan adalah 15-20 persen. Sedangkan pada saat

kelahiran 10-15 persen dan pada saat menyusui adalah 15-20 persen.

Menurut Dr. Jean R. Anderson, HIV juga ditemukan dalam ASI dan

penelitian dalam tabung laboratorium menunjukkan HIV mampu untuk

menginfeksi sel epitel normal payudara manusia, HIV dapat dideteksi pada lebih

dari 50% contoh ASI yang diteliti. Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi ini

sebesar 35% yang artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu yang positif terinfeksi


(41)

pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengikuti program

pencegahan penularan HIV diperbolehkan memberikan ASI kepada bayi yang

dilahirkannya dengan cara pemberiannya secara eksklusif dan dilindungi dengan

pemberian ARV selama jangka waktu menyusui. Negara maju menelaah

rekomendasi ini dan dampaknya terhadap praktik pencegahan transmisi HIV dari

ibu ke anak yang selama ini mereka lakukan. Untuk Inggris, pada pertemuan

terakhir bulan April 2010, BHIVA (British HIV Association) sedang membuat

panduan seandainya ada ibu HIV positif yang berencana memberi ASI pada

bayinya. Masalah penting yang harus diawasi untuk keselamatan bayinya adalah

dengan melakukan pemberian ARV pada ibu selama periode menyusui,

pengawasan lebih ketat untuk pemberian ASI eksklusif dan efek samping obat dan

diusahakan sesingkat mungkin serta pemeriksaan kadar virus setiap bulan. Oleh

karena itu syarat tambahan untuk ibu yang diijinkan memberikan ASI adalah

kepatuhan mengikuti program yang diberikan oleh dokter.

Cara apapun yang dipilih selalu ada konsekuensinya. Memberi ASI artinya

tetap memaparkan bayi pada kemungkinan tertular infeksi HIV. Tidak memberi

ASI menyebabkan tujuan menurunkan angka mortalitas tidak tercapai karena

anak-anak yang lahir dari program pencegahan justru meninggal karena berbagai

sebab akibat tidak memperoleh ASI.

Meskipun belum terbukti bahwa ASI yang ditanam di media tertentu mampu

memproduksi koloni virus HIV, akan tetapi DNA proviral pada ASI dapat

dideteksi dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction). Prevalens


(42)

HIV dalam 4 penelitian di Afrika berkisar antara 44–58%. Pada penelitian lain di Kenya sel yang terinfeksi HIV memiliki kisaran 1/10.000 – 1/3 sel. Mereka yang kadar sel terinfeksi HIV pada ASI sangat tinggi adalah ibu-ibu yang sudah pada

tahap stadium klinis HIV lanjut (ditandai dengan kadar sel CD4 sangat rendah)


(43)

1. Kerangka Penelitian

Kerangka kerja atau kerangka konseptual adalah gabungan dari beberapa

teori yang kemudian membentuk sebuah pola pikir atau kerangka pikir penelitian

(Putra, 2012). Pada penelitian ini menggunakan kerangka konsep yang

menggambarkan pengetahuan dan sikap positif atau negatif dalam pencegahan

penularan HIV/AIDS di Klinik IMS VCT Veteran Medan.

Pengetahuan dan sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS yang

akan digambarkan dengan tiga kategori untuk pengetahuan yaitu kurang, cukup,

dan baik serta kategori untuk sikap yaitu sikap positif atau sikap negatif.

Adapun kerangka konsep yang digunakan :

Pengetahuan

Kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Sikap

1. Baik 2. Cukup 3. Kurang

1. Positif 2. Negatif


(44)

2. Definisi Operational

No. Variabel Defenisi Operational Alat ukur Hasil Ukur Skala

1.

2.

Pengetahuan

LSL dalam

pencegahan penularan HIV/AIDS Sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Segala sesuatu yang

diketahui dan dipahami

oleh LSL dalam

pencegahan penularan

HIV/AIDS meliputi

pengertian, penyebab,

gejala, penularan, dan

pencegahan HIV/AIDS.

Respon LSL yang muncul

terhadap pencegahan

penularan HIV/AIDS

Kuesioner

Kuesioner

a. Baik : apabila

responden

mendapat skor

35 - 51

b. Cukup : apabila

responden

mendapat skor

18 - 34

c. Kurang : apabila

responden

mendapat skor

0–17

a. Positif : apabila

responden

mendapat skor

49–80

b. Negatif : apabila

responden

mendapat skor

16–48

Ordinal


(45)

1. Desain Penelitian

Desain penelitian mengacu pada jenis penelitian yang digunakan untuk

mencapai tujuan penelitian, desain berguna sebagai pedoman untuk mencapai

tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2011). Desain yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan mengetahui gambaran

pengetahuan dan sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan

HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik

tertentu (Sastroasmoro, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

LSL yang datang berkunjung ke Klinik Veteran dan berdasarkan hasil

pemeriksaan diketahui belum positif HIV. Berdasarkan data di Klinik

tersebut dari bulan Januari hingga November 2014 didapat 212 orang LSL

yang negatif hasil pemeriksaan HIV nya.

2.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu

hingga dianggap dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan penentuan jumlah sampel Non-probability sampling yaitu


(46)

datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam

penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi, kriteria untuk

responden penelitian ini adalah LSL yang tidak positiv HIV dan bersedia

menjadi responden (Sastroasmoro, 2011). Untuk menentukan jumlah sampel

menurut rumus Arikunto 2010 jika jumlah populasi lebih dari 100, dapat

diambil 10–15 % atau 20–25 %.

n = N

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

Maka

n = 212 = 53

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 53 orang.

2.3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitain ini dilaksanankan selama dua bulan di Klinik IMS dan VCT

Veteran Medan pada bulan April - Mei 2015, alasan peneliti memilih Klinik

tersebut sebagai tempat penelitian karena Klinik Veteran merupakan Klinik

IMS dan VCT di bawah naungan Provinsi Sumatera Utara, selain itu juga

memudahkan peneliti untuk mendapatkan sampel sesuai dengan sasaran

penelitian karna Klinik Veteran merupakan pilihan utama bagi para LSL


(47)

2.4. Pertimbangan Etik

Setelah mendapat surat persetujuan komisi etik penelitian No :

403/III/SP/2015 (lampiran 3) dari Fakultas Keperawatan selanjutnya

mengirim surat permohonan untuk mendapatkan izin dari pihak Klinik

Veteran Medan. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian.

Pada pengumpulan data ini terdapat beberapa hal-hal yang berkaitan

dengan permasalahan etik yaitu terlebih dahulu peneliti memberikan

penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur

pelaksanaan penelitian. Kemudian peneliti menyarahkan lembar persetujuan

penelitian kepada responden. Responden yang bersedia terlebih dahulu

menandatangani lembar persetujuan, responden yang tidak bersedia berhak

untuk menolak dan mengundurkan diri. Peneliti menjelaskan cara pengisian

kuesioner kepada responden agar responden mengerti untuk mengisinya.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh

responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan

informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti.

2.5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti mengumpulkan

data dengan menggunakan alat berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh

peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka dan konsep. Instrumen


(48)

serta kuesioner pengetahuan dan sikap LSL dalam pencegahan penularan

HIV/AIDS.

2.5.1. Kuesioner Data Demografi

Instrumen penelitian tentang pengumpulan data demografi berisi inisial

responden (nomor responden), usia, pendidikan terakhir, suku, pekerjaan, dan

status perkawinan.

2.5.2. Kuesioner Pengetahuan

Instrument penelitian tentang pengetahuan LSL dalam pencegahan

penularan HIV/AIDS di klinik Veteran terdiri dari 13 pertanyaan tentang

pengetahuan HIV/AIDS. Kuesioner ini menggunakan skala Inkeles dengan pilihan

jawaban berganda. Setiap pilihan jawaban yang benar akan diberi nilai satu. Total

skor diperoleh terendah 0 dan skor yang tertinggi 51. Semakin tinggi skor maka

semakin baik pengetahuan LSL tentang HIV/AIDS.

Berdasarkan rumus statistika menurut (Sudjana, 2005) :

p =

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 51 (selisih nilai

tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas 3 (pengetahuan kurang, cukup,

baik) maka didapat panjang kelas sebesar 17. Menggunakan p = 17 dan nilai

terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, data pengetahuan LSL

tentang HIV/AIDS dikategorikan atas interval sebagai berikut :

35–51 = Pengetahuan baik 18–34 = Pengetahuan cukup


(49)

2.5.3. Kuesioner Sikap

Kuesioner ini terdiri dari 16 pernyataan dengan pilihan jawaban sangat

setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju dengan menggunakan skala

Likert. Pernyataan positif berjumlah 7 pernyataan dan pernyataan negatif

berjumlah 9 pernyataan. Untuk setiap pernyataan positif jika responden memberi

jawaban sangat setuju maka diberi nilai 5, jawaban setuju diberi nilai 4, jawaban

netral bernilai 3, jawaban tidak setuju bernilai 2, jawaban sangat tidak setuju

benilai 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi nilai 1 untuk jawaban sangat

setuju, nilai 2 untuk jawaban setuju, nilai 3 untuk jawaban netral, nilai 4 untuk

jawaban tidak setuju, dan nilai 5 untuk jawaban sangat tidak setuju.

Untuk menghitung total skor tiap responden adalah dengan cara

menjumlahkan skor-skor item yang diperoleh responden

Skor maksiamal = skor jawaban terbesar x banyak item = 5 x 16 = 80

Skor minimal = skor jawaban terendah x banyak item = 1 x 16 = 16

Nilai median = = = 48

Nilai kuartil I = = = 32

Nilai kuartil III = = = 64

16 32 48 64 80

Minimal kuartil I median kuartil III maksimal

Maka batasan skor dapat dikategorikan sebagai beikut :

16–48 = Sikap negatif 49–80 = Sikap positif


(50)

3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 3.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu instrumen akan dijadikan valid bila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang

diteliti secara tepat. Untuk mengetahui validitas kuesioner pengetahuan dan sikap

LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS, telah dilakukan uji oleh dosen

Fakultas Keperawatan yaitu Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., M.N.S. serta Ibu Siti

Zahara Nst, S.Kp., M.N.S.dan telah dinyatakan valid.

3.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukan sejauh mana suatu alat ukur

dapat dipercaya dan tetap bisa konsisten atau sama bila dilakukan dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama

(Budiman dan Riyanto, 2013). Uji reliabilitas telah dilakukan sebelum

pengumpulan data kepada responden dengan kriteria yang sama seperti responden

sebenarnya. Pada uji reliabilitas ini peneliti menggunakan sebanyak 30 orang LSL

di Klinik Veteran, namun telah dipastikan 30 orang tesebut diluar jumlah sampel

penelitian. Uji reliabilitas pada kuesioner ini diuji menggunakan komputerisasi

dengan formula Cronbach’s Alpha p > 0,70. Hasil reliabilitas pada kuesioner

pengetahuan didapat hasil 0,947 dan hasil untuk reliabilitas kuesioner sikap


(51)

3.3. Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan pada

institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara),

kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian

(Klinik IMS dan VCT Veteran Medan). Setelah mendapatkan izin, peneliti datang

ke Klinik tersebut selama waktu penelitian sampai jumlah responden yang

dibutuhkan terpenuhi untuk melakukan pengumpulan data penelitian. Setelah

calon responden selesai melakukan pemeriksaan atau konsultasi (konseling)

dengan para petugas kesehatan, peneliti menemui calon responden dan

menjelaskan tentang tujuan, manfaat, dan proses pengisian kuesioner. Kemudian

bagi calon responden yang bersedia diminta untuk menandatanangi surat

persetujuan. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang

diberikan oleh peneliti selama 10 menit dan diberikan kesempatan untuk bertanya

bila ada yang tidak mengerti. Namun pada beberapa LSL yang tidak kooperatif,

peneliti bekerjasama dengan petugas kesehatan di klinik untuk menjelaskan

mengenai prosedur pengisian lembar kuesioner. Setelah semua responden mengisi

kuesioner tersebut maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

3.4. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap

dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan data, kemudian memberi

kode (coding) untuk memudahkan tabulasi. Selanjutnya processing, data yang

sudah melewati pengkodean kemudian diproses agar data dapat dianalisis.


(52)

program komputer. Setelah itu memasukan (entry) data, data yang diperoleh

melalui tiga tahap sebelumnya kemudian dimasukan ke dalam master table atau

database komputer dengan software statistik. Terakhir cleaning, melakukan

pengecekan kembali bahwa seluruh data yang telah dimasukan ke dalam mesin

pengolah data memiliki kesalahan atau tidak. Kemudian data demografi,

pengetahuan dan sikap LSL disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

persentase.

Metode statistik yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian

ini adalah analisa univariat. Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan dan

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2005).

Analisa data dengan menggunakan analisa univariat digunakan untuk menganalisa

data demografi, pengetahuan dan sikap, hasil yang didapat ditampilkan dalam


(53)

1. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan tentang pengetahuan dan sikap kelompok resiko Lelaki

Seks Lelaki (LSL) dalam pencegahan penularan HIV/AIDS yang diperoleh

melalui pengumpulan data menggunakan kuesioner terhadap 53 orang responden

yaitu LSL yang merupakan klien di klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

Penyajian data terbagi menjadi karakteristik responden, deskripsi pengetahuan,

dan sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

1.1 Karakteristik responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 53 orang, yaitu LSL yang

berkunjung di klinik IMS dan VCT Veteran Medan. Usia termuda adalah 15 tahun

dan tertua adalah 45 tahun dengan rata-rata usia responden 27 tahun, mayoritas

berada pada kelompok usia 26-35 tahun. Tingkat pendidikan terakhir responden

adalah SMP/sederajat sebanyak 4 orang (7,5%), SMA/sederajat sebanyak 32

orang (60,4%), S1/D3 sebanyak 16 orang (30,2%), lain-lain sebanyak 1 orang

(1,9%). Sebanyak 15 orang (28,3%) bersuku Batak, 3 orang (5,7%) bersuku Karo,

3 orang (5,7%) bersuku Mandailing, 9 orang (17%) bersuku Padang, 12 orang

(22,6%) bersuku Jawa, 4 orang (7,5%) bersuku Aceh, 4 orang (7,5%) bersuku

Melayu, dan lain-lain sebanyak 3 orang (5,7%). Kemudian sebanyak 17 orang

(32,1%) memiliki pekerjaan Wiraswasta, 14 orang (26,4%) Swasta, 2 orang


(54)

Status pernikahan responden diketahui 14 responden (26,4%) berstatus menikah

dan 39 responden (73,6%) berstatus tidak/belum menikah.

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden (n=53)

Karakteristik Frekuensi Persentase

Usia

15-25 22 41,5

26-35 25 47,2

36-45 6 11,3

Pendidikan

SMP 4 7,5

SMA 32 60,4

S1/D3 16 30,2

Lain-lain 1 1,9

Suku

Batak 15 28,3

Karo 3 5,7

Mandailing 3 5,7

Padang 9 17

Jawa 12 22,6

Aceh 4 7,5

Melayu 4 7,5

Lain-lain 3 5,7

Pekerjaan

Wiraswasta 17 32,1

Swasta 14 26,4

PNS 2 3,8

Mahasiswa/siswa 7 13,2

Lain-lain 13 24,5

Status perkawinan

Menikah 14 26,4


(55)

1.2 Pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Hasil penelitian menunjukan sebanyak 6 responden (11,3%) memiliki

pengetahuan kurang, 18 responden (34%) memiliki pengetahuan cukup dan 29

responden (54.7%) memiliki pengetahuan baik.

Tabel 2. Distribusi dan persentase tingkat pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS (n=53)

Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase

Kurang 6 11,3%

Cukup 18 34%

Baik 29 54,7%

Pengetahuan responden diidentifikasi dengan 13 pertanyaan tentang

HIV/AIDS yang dibagi menjadi 4 bagian besar yaitu pengetahuan tentang

pengertian HIV dan AIDS, cara penularan, pencegahan, serta tanda dan gejala.

1.3 Sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Hasil penelitian menunjukan sebanyak 46 orang responden (86,8%)

memiliki sikap positif, dan diketahui 7 orang responden (13,2%) memiliki sikap

yang negatif

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS (n=53)

Tingkat Sikap Frekuensi Persentase

Positif 46 86,8%


(56)

2. Pembahasan

2.1 Pengetahuan kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan LSL dalam pencegahan

penularan HIV/AIDS di Klinik Veteran secara umum adalah baik (54,7%). Hal ini

menunjukan bahwa sebagian besar responden sudah mengerti dan memahami

tentang HIV/AIDS. Sesuai dengan data yang didapat pada data demografi

diketahui rata-rata usia responden berada pada kelompok usia 26-35 tahun

(47,5%). Usia tersebut merupakan kelompok usia dewasa muda, dimana menurut

teori perkembangan Erik Erikson fase usia dewasa muda merupakan kebutuhan

untuk membuat komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal

yang erat dan stabil serta mampu mengaktualisasikan diri seutuhnya untuk

mempertahankan hubungan tersebut. Usia responden yang telah mencapai dewasa

muda menunjukan bahwa responden telah mengalami beragam pengalaman dalam

proses kehidupannya. Widianti et al (2007) mengatakan bahwa pengalaman

merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Selain itu

penelitian ini juga didukung dengan penelitian Surveilans Terpadu Biologis dan

Perilaku Pada Kelompok Berisiko Tinggi di Indonesia (STBP) 2011 terhadap LSL

mendapat hasil yang sama yaitu 43,4% responden yang ditemukan adalah dewasa

muda berusia 25-34 tahun.

Pengetahuan responden yang baik dipengaruhi pula oleh faktor pendidikan.

Seperti data yang didapat pendidikan terakhir responden (60,4%) adalah SMA


(57)

menunjukan bahwa responden telah memperoleh banyak pengetahuan. Ngudi, et

al (2010) menyebutkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pengetahuan

yang dimiliki.

Pengetahuan responden yang baik disebabkan juga karena petugas kesehatan

di klinik Veteran selalu rutin memberikan informasi ataupun pendidikan

kesehatan terhadap LSL mengenai HIV/AIDS. Hal ini biasanya dilakukan dalam

setiap rangkaian pemeriksaan tes HIV dalam bentuk pretes dan postes. Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Surveilans Terpadu

Biologis dan Perilaku Pada Kelompok Beresiko Tinggi di Indonesia (STBP) tahun

2011 terhadap LSL dibeberapa kota-kota besar yaitu Jakarta, Bandung, dan

Semarang, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa pengetahuan komprehensif

tentang penularan dan pencegahan HIV dikalangan LSL rendah, terutama

dipengaruhi oleh akses untuk mendapatkan informasi tentang HIV. Sedangkan

responden pada penelitian yang dilakukan pada Klinik Veteran ini selalu

mendapat informasi mengenai HIV/AIDS.

2.2 Sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Berdasarkan dari hasil penelitian tentang sikap kelompok resiko LSL dalam

pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan,

diperoleh sebagian besar responden yaitu 46 orang (86,8%) memiliki sikap positif.

Hasil ini kemungkinan dikarenakan tingginya kesadaran responden untuk

memeriksakan diri ke klinik, hal ini didukung dengan hasil penelitian dari


(58)

merasa beresiko tertular HIV. Kesadarkan inilah yang akhirnya menimbulkan

sikap-sikap yang positif pada responden. Menurut Setiaman Zebua, dalam

membangun sikap positif, kita harus memiliki kesadaran penuh akan otoritas

pribadi kita dalam mengatur serta mengendalikan kehidupan mental kita termasuk

dalam menanggapi stimulasi emosi yang memicu reaksi negatif dari pihak kita.

Sikap yang positif dari responden dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

sejalan pula dengan hasil pengetahuan responden yang baik (54,7%) sesuai

dengan pendapat Notoadmodjo (2003) sikap yang positif terhadap suatu objek

baru akan muncul ketika seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang objek

tersebut.

Dalam penelitian ini didapat data responden mayoritas bersuku Batak

sebanyak 15 orang (28,3%). Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

kebudayaan-kebudayaan tertentu. Kebudayaan juga dapat mempengaruhi sikap

seseorang dalam bertindak. Kebudayaan memberikan prinsip-prinsip untuk

menginterpretasikan dan memberikan respon terhadap prilaku seksual di kalangan

induvidu-induvidu dalam suatu masyarakat penyandang kebudayaan. Tingkah

laku seksual merupakan satu aspek dari tingkah laku sosial yang ditentukan oleh

hubungan-hubungan antara induvidu sehingga dengan demikian tingkah laku

seksual merupakan bagian dari struktur masyarakat (Dumatubun, 2003).

Hasil penelitian ini mayoritas responden bersikap positif, namun demikian

(13,2%) bersikap negatif. Ini dikarenakan terdapat (11,3%) responden sangat

setuju jika pasangannya meminta untuk tidak menggunakan kondom saat


(59)

dengan pernyataan pemakaian kondom saat berhubungan seksual dapat

mengurangi kenikmatan, sehingga ia tidak menggunakannya, (11.3%) sangat

setuju dengan pernyataan lebih suka tidak menggunakan kondom jika

pasangannya sangat tampan dan menarik baginya, (11.3%) menyatakan sangat

setuju dengan pernyataan lebih suka memiliki pasangan seksual lebih dari satu,

(5.7%) sangat setuju dengan pernyataan hanya datang ke klinik jika sudah ada

keluhan saja, (17%) menyatakan sangat setuju dengan pernyataan suka

berhubungan seksual dengan pasangan yang tidak menggunakan kondom, dan

(7.5%) sangat tidak setuju dengan pernyataan ia dan pasangannya sangat menjaga

agar tidak tertular HIV/AIDS. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

pihak Klinik Veteran agar mampu dan memiliki program atau semacamnya agar

mengubah sikap-sikap negatif yang dimiliki oleh responden tersebut.

Walaupun didapatkan hasil sikap yang positif dalam pencegahan penularan

HIV/AIDS belum tentu sikap tersebut konsisten dengan tindakannya. Menurut

Juanda (2005) sikap dan tindakan merupakan dua dimensi dalam diri induvidu

yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat

memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika sikap seseorang positif, bisa saja

tindakan yang diambil negatif atau sebaliknya. Berdasarkan pernyataan tersebut

maka peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui

bagaimana tindakan kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan

HIV/AIDS. Dalam penelitian Demartoto (2012) yang berjudul Pengetahuan,

Sikap dan Perilaku Seksual Laki-laki (LSL) Dalam Kaitannya Dengan HIV/AIDS


(60)

tiba-tiba dalam skala yang besar, tetapi dilakukan secara bertahap dengan

memberikan pilihan yang realistis dan berkelanjutan. Sulit untuk mengharapkan

responden tidak melakukan hubungan seksual dengan tanpa menggunakan

kondom secara tiba-tiba sebab seperti di ungkapkan beberapa responden, hal itu

sudah menjadi kebiasaan mereka. Sebaliknya, barang kali akan lebih mudah jika

perubahan perilaku seksual dilakukan dengan memperkenalkan lebih dulu

penggunaan kondom. Selama ini responden enggan mengunakan kondom, namun

dengan langkah-langkah yang lebih persuasif keengganan tersebut bisa

dihilangkan. Proses tersebut berangsur-angsur akan tetap dilakukan sampai pada

akhirnya mereka mengurangi jumlah pasangan atau bahkan menghentikan

kegiatan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Jika sadar perilaku seksual yang

aman dan sehat ini dapat diterima sebagai norma khusus, yang berlaku dalam

komunitas responden, diharapkan ada semacam kontrol internal yang kuat


(61)

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 53 responden

LSL di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan, didapatkan kesimpulan sebagai

berikut :

LSL di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan sebagian besar memiliki

pengetahuan yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan penularan

HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan petugas kesehatan di klinik IMS dan VCT

Veteran Medan selalu memberikan pendidikan kesehatan / informasi mengenai

HIV/AIDS, serta adanya kesadaran dari LSL untuk rutin memeriksakan diri ke

klinik. Mereka sadar bahwa LSL merupakan salah satu kelompok yang beresiko

tertular HIV/AIDS. Selain itu pengetahuan yang baik dan sikap yang positif dari

responden juga dipengeruhi oleh beberapa faktor seperti usia, pendidikan dan

lain-lain.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penting diberikan rekomendasi kepada

berbagai pihak antara lain :

2.1 Bagi petugas kesehatan di Klinik Veteran

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden telah

memiliki pengetahuan yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan


(62)

terus meningkatkan status kesehatan klien terutama LSL dengan mempertahankan

kinerja yang baik serta program-program yang mendukung.

2.2 Bagi peneliti selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian didapat hasil sikap yang positif pada responden

dalam pencegahan penularan HIV/AIDS, namun demikian belum tentu sikap

tersebut konsisten dengan tindakannya. Menurut Juanda (2005) sikap dan

tindakan merupakan dua dimensi dalam diri induvidu yang berdiri sendiri,

terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi tindakan

yang dilakukan, ketika sikap seseorang positif, bisa saja tindakan yang diambil

negative atau sebaliknya. Berdasarkan pernyataan tersebut maka peneliti

menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui bagaimana

tindakan kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

Pada data demografi dapat ditambahkan mengenai dari usia berapa

responden menjadi LSL, hal ini dapat dikaitakan dengan responden yag berusia

masih berusia 15 tahun apakah terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi

sehingga seseorang tersebut menjadi LSL.

Penelitian yang dilakukan pada LSL dapat pula dilakukan dengan metode

penelitian kualitatif agar lebih mengembangkan teori dan mendapat data yang

subyektif.

2.3 Bagi Lelaki Seks Lelaki (LSL)

Lelaki Seks Lelaki supaya tetap menggali pengetahuan agar tetap baik dan


(63)

meningkatkan status kesehatan LSL sebagai salah satu kelompok yang beresiko


(64)

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. (2005).Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Budiman, dan Riyanto Agus. (2013). Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Demartoto, Argyo. (2010). Perilaku Laki-laki yang Berhubungan Seks Dengan Laki-laki (LSL) Untuk Melakukan Tes HIV di Kota Surakarta. Laporan Penelitian. Universitas Sebelas Maret : Surakarta.

Demartoto, Argyo. (2012). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Seksual Laki-laki yang Berhubungan Seks Dengan Laki-laki (LSL) Dalam Kaitannya Dengan HIV dan AIDS. Laporan Penelitian. Universitas Sebelas Maret : Surakarta.

Dinkes Kota Medan. (2014). Laporan Infeksi Menular Seksual 2014.

Dumatubun, A.E. (2003) Pengetahuan, perilaku seksual suku bangsa Marind-Anim. Universitas Cendrawasih : Papua

Kemenkes RI. Laporan Situasi Triwulan II Tahun 2014, diakses 13 Oktober 2014, http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf

KPAD (2009), Data Kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara 2009. Diakses 18 Oktober 2014, http://kpa-provsu.org/dat_kasus.php

Kurniati, Nia. (2013) Menyusui Pada Ibu HIV. http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/menyusui-pada-ibu-hiv.html diakses pada 22 Juni 2015

Nasronudin. dkk. (2007). Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya : Airlangga University Press.

Ngudi, Enggar, et al. (2010). Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS pada mahasiswa reguler Universitas Indonesia dengan sikapnya terhadap ODHA. Jakarta : Universitas Indonesia

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


(65)

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Noviana, Nana. (2013). Kesehatan Reproduksi & HIV/AIDS. Jakarta : Trans Info Media.

Nurhidayah, Rike Endah. (2010). Ilmu Prilaku Dan Pendidikan Kesehatan Untuk Keperawatan. Jakarta : USU Press.

Putra, Sitiatava Rizema. (2012). Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta : D-Medika.

Sastroasmoro, Sudigdo, dan Sofyan Ismail. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto.

Sudjana. (2005). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

UNAIDS (2011). Global report. diakses 11 November 2014,

http://www.unaids.org/sites/default/files/en/media/unaids/contentassets/do cuments/unaidspublication/2011/JC2216_WorldAIDSday_report_2011_en .pdf

UNAIDS (2013). Global report. diakses 12 Oktober 2014,

http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/epidemio logy/2013/gr2013/UNAIDS_Global_Report_2013_en.pdf

Wordpress (2013). Media Penularan Virus HIV

https://gpangestikajournal.wordpress.com/2013/06/24/media-penularan-virus-hiv/ diakses pada 22 Juni 2015

Zebua, setiawan. Sikap Positif. http://keluarga.com/pertumbuhan/mengapa-sikap-positif-membuat-anda-lebih-bahagia diakses pada 22 Juni 2015

Zein, Umar, dkk., (2006). Seratus Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda Ketahui. Medan : USU press.


(66)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Judul Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

Peneliti : Miranda Pratiwi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap pada kelompok resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik Veteran Medan. Calon responden yang ditemui akan diberi informasi terlebihdahulu mengenai maksud dan tujuan peneliti, jika yang bersangkutan bersedia menjadi responden maka ia diminta untuk menandatangani Lembar Persejutuan Menjadi Responden Penelitian, setelah itu responden diminta untuk mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan peneliti, dengan pilihan jawaban berganda untuk pengetahuan tentang HIV/AIDS, serta pilihan jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju untuk mengetahui sikap responden terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS. Peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi yang disampaikan responden dan tidak akan digunakan untuk hal di luar kepentingan penelitian.

Medan, 29 Maret 2015

Peneliti,


(67)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS di KLinik IMS dan VCT Veteran Medan

Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini, saya memahami tujuan dan manfaat penelitian ini. Saya memahami bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini tidak akan memberikan dampak negatif kepada diri saya, melainkan akan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, terutama yang terkait dengan kesehatan pada kelompok resiko LSL di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

Medan, 2015

Responden,


(1)

sangat tidak setuju 31 58.5 58.5 100.0

Total 53 100.0 100.0

item sikap 15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat setuju 2 3.8 3.8 3.8

setuju 4 7.5 7.5 11.3

netral 10 18.9 18.9 30.2

tidak setuju 11 20.8 20.8 50.9

sangat tidak setuju 26 49.1 49.1 100.0

Total 53 100.0 100.0

item sikap 16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat setuju 3 5.7 5.7 5.7

setuju 4 7.5 7.5 13.2

netral 9 17.0 17.0 30.2

tidak setuju 8 15.1 15.1 45.3

sangat tidak setuju 29 54.7 54.7 100.0


(2)

Lampiran 14

TAKSASI DANA PENELITIAN

1. Proposal

Biaya tinda dan kertas print proposal Rp.

150.000,-Pencetakan literatur dari internet Rp

50.000,-Fotokopi literatur dari buku Rp

100.000,-Penggandaan dan penjilidan proposal Rp

50.000,-2. Pengumpulan data

Biaya penelitian Rp

300.000,-Transportasi Rp

150.000,-Penggandaan kuesioner dan lembar persetujuan responden Rp 30.000,-3. Analisa data dan penyusunan laporan

Pencetakan skripsi Rp

60.000,-Penggandaan dan penjilidian skripsi Rp

100.000,-CD Rp

10.000,-Jumlah Rp

1.000.000,-Biaya tidak terduga 10% Rp


(3)

1.100.000,-JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No Kegiatan September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Mengajukan judul

2. Menetepkan judul penelitian 3. Menyusun BAB 1 4. Menyusun BAB 2 5. Menyusun BAB 3 6. Menyusun BAB 4 7. Menyerahkan proposal

penelitian

8. Mengajukan sidang proposal

9. Sidang proposal 10. Revisi proposal

penelitian 11. Mengajukan izin

penelitian

12. Pengumpulan data 13. Analisa data 14. Penyusunan skripsi 15. Pengajuan sidang

skripsi


(4)

(5)

(6)

Lampiran 17

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Miranda Pratiwi

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/tanggal lahir : Sawahlunto/29 September 1992

Agama : Islam

Alamat : Jalan Sei Belutu Komplek De Residence No.8p

No. HP : 087895966600

Nama Ayah : Garda Triparsa

Nama Ibu : Nurlis

Pendidikan : TK Santa Lucia Sawahlunto (1998-1999)

SD Negeri 03 Sawahlunto (1999-2005) SMP Negeri 1 Sawahlunto (2005-2008) SMA Negeri 1 Sawahlunto (2008-2011)