PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIIF TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG DALAM MENIKMATI OBYEK WISATA JATIM PARK DI KOTA BATU MALANG.

PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIIF TERHADAP
KEPUTUSAN BERKUNJUNG DALAM MENIKMATI
OBYEK WISATA JATIM PARK
DI KOTA BATU MALANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen

Oleh:

Aulia Arnia
0512010217 / FE / EM

KEPADA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`
JAWA TIMUR
2010


PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIIF TERHADAP
KEPUTUSAN BERKUNJUNG DALAM MENIKMATI
OBYEK WISATA JATIM PARK
DI KOTA BATU MALANG

SKRIPSI

Oleh:

Aulia Arnia
0512010217 / FE / EM

KEPADA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`
JAWA TIMUR
2010

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIIF
TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG DALAM
MENIKMATI OBYEK WISATA JATIM PARK
DI KOTA BATU MALANG
Disusun oleh:
Andreas Dwilangga
0112010047 / FE / EM
telah dipertahankan dihadapan
dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur
pada tanggal 25 September 2006.

Pembimbing
Pembimbing Utama

Tim Penguji
Ketua

DR.Dhani Ichsanudin Nur, MM


DR.Dhani Ichsanudin Nur, MM
Sekretaris

Dra.Ec.Suhartutik, MM
Anggota

Dra.Ec.Tri Kartika,.P, MSi
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi

PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIIF TERHADAP
KEPUTUSAN BERKUNJUNG DALAM MENIKMATI
OBYEK WISATA JATIM PARK
DI KOTA BATU MALANG
Oleh :
Aulia Arnia

Abstraksi
JAWA TIMUR Park adalah salah satu alternatif taman belajar dan

rekreasi yang memadukan unsur pendidikan dan hiburan sehingga mampu
memberikan informasi kepada masyarakat untuk dapat lebih mengenal budaya
bangsa serta sekaligus menambah khasanah ilmu pengtahuan dan tekhnologi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang berkunjung di
wahana JAWA TIMUR Park batu Malang. akhir-akhir ini wahana Jatim Park
sendiri mengalami permasalahan, seperti adanya kemacetan dan kerusakan pada
wahana flyingfox sebanyak 30 orang penumpang wahana Tornado di objek wisata
"Jatim Park", Batu, Jawa Timur, terjebak di atas ketinggian 5-7 meter, Senin sore
(26/1). kejadian seperti inillah yang menjadi penilaian konsumen ketika
memutuskan berkunjung ke obyek wilayah tersebut.
Sampel yang diambil adalah sebesar 120 responden. Data yang
dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil
jawaban responden. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah Structural
Equation Modelling.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan
bahwa : 1). Faktor sikap berpengaruh positif terhadap Faktor keputusan
berkunjung tidak dapat diterima. 2). Faktor norma subjektif berpengaruh positif
terhadap Faktor keputusan berkunjung, dapat diterima.

Keyword : Norma Subjektif, Sikap dan Keputusan Berkunjung.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ada sebuah adagium esensial yang menyatakan bahwa di satu sisi tangan–
tangan manusia mengukir alam dan di sisi lain tangan – tangan alam memahat
manusia. Adagium tersebut berkonotasi inheren betapa dekat relasi kohesi antara
manusia dengan alam. Alam sebagai ibu asuh membentuk watak dan
menyediakan keperluan manusia demi kelangsungan hidupnya. Sedangkan
manusia merasa takut merusak atau kehilangan lingkungan alamiah dan berusaha
mengkonservasinya. Hubungan simbiotik tersebut telah memberikan lebih banyak
keuntungan, keindahan, kenyamanan dan kesehatan manusianya. Namun seiring
dengan perkembangan dan pembangunan pariwisata telah terjadi inklinasi yakni
dikotomi antara pariwisata dengan lingkungan alam, manusia sebagai pelaku
pariwisata secara proaktif melakukan kerusakan dan pengrusakan terhadap
lingkunan alam yang sejatinya menjadi tempat hidup, tumbuh, berkembang
,melahirkan budaya dan peradabannya. Lingkungan alam dieksploitasi secara
eksesif guna memperoleh keuntungan sebesar–besarnya tanpa memperhatikan
keberlangsungan kehidupan manusia lainnya. Keuntungan sesaat yang diperoleh
justru berdampak membawa bencana bagi manusia seperti kekeringan, kebakaran,

banjir, dan tanah longsor.adikampana, (2009).
Salah satu kunci sukses dari strategi pemasaran adalah pengembangan
produk dan promosi yang sesuai dengan kebutuhan target pasar. Dengan demikian
produk yang berhasil adalah produk yang dapat diterima konsumen dengan harga,

1

2

atribut dan tampilan yang memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk itu produsen
perlu mengetahui bagaimana konsumen memandang produk-produk dan progam
pemasarannya. Bagi perusahaan tanggapan konsumen terhadap produk yang
dihasilkannya adalah sangat penting, termasuk penilaian konsumen terhadap
atribut-atribut produk. Penilaian konsumen ini akan mempengaruhi niat
konsumen. Niat merupakan satu faktor internal (individual) yang mempengaruhi
perilaku konsumen, niat adalah suatu bentuk pikiran yang nyata dari refleksi
rencana pembeli untuk membeli beberapa unit dalam jumlah tertentu dari
beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu (Schiffman dan
Kanuk, 2000: 206). Dalam proses pembelian, niat beli konsumen ini berkaitan erat
dengan motif yang dimilikinya untuk memakai ataupun membeli produk tertentu.

Motif pembelian ini berbeda-beda untuk setiap konsumen. Kemudian sikap
individu yang membedakan gaya hidup pembeli berdasarkan kesempatan belanja,
manfaat yang dicari, status pengguna, tingkat penggunaan, status kesetiaan,
tingkat kesetiaan, tingkat kesiapaan dan sikap terhadap produk.
Sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk
dan proses belajar baik dari pengalaman atau orang lain. Sikap konsumen bisa
merupakan sikap positif atau negatif terhadap obuek tetentu, dengan mempelajari
keadaan sekitar sika tersebut dapat memberikan suatu kputusan yang berupa minat
dalam melakukan suatu atau menggunakan sesuatu. Salim,(2005:202). Teori Of
Reasoned Action Mampu memprediksi perilaku akurat, tetapi hanya dalam
kondisi tertentu yang sangat spesifik. Dengan kata lain yang paling signifikan dari

3

model tersebut, manfaat utamanya adalah ukuran minat berperilaku konsumen
sebab didalamnya terdapat suatu norma subyektif yang dirasakan oleh setiap
individu seerti pengalaman-pengalaman dan interaksi diantara individu.
Jawa Timur merupakan salah satu propinsi di pulau Jawa yang mempunyai
potensi sangat bagus sebagai tempat wisata. Banyak kota yang sangat potensial
dijadikan sebagai kota wisata di Jawa Timur. Tetapi kendala yang dihadapi oleh

Jawa Timur adalah kurangnya obyek wisata yang bukan hanya menarik tapi juga
meninggalkan kesan tersendiri. Akibatnya propinsi di Jawa yang digemari
masyarakat untuk berekreasi atau berlibur bukanlah Jawa Timur. Bahkan
masyarakat Jawa Timur memiliki kecenderungan untuk berlibur ke Jawa Tengah
ataupun ke Bali.
Berkaitan dengan fenomena tersebut maka didirikanlah JAWA TIMUR

Park: Taman Belajar dan Rekreasi di kotamadya Batu. JAWA TIMUR Park
adalah salah satu alternatif taman belajar dan rekreasi yang memadukan unsur
pendidikan dan hiburan sehingga mampu memberikan informasi kepada
masyarakat untuk dapat lebih mengenal budaya bangsa serta sekaligus menambah
khasanah ilmu pengtahuan dan tekhnologi. Beberapa fasilitas yang tersedia di
JAWA TIMUR Park dapat dinikmati pengunjung dengan sistem ticketing, yaitu
sistem pembelian tiket sebelum menikmatinya. Alasan pemilihan nama JAWA
TIMUR Park adalah untuk mendongkrak propinsi Jawa Timur, sedangkan sub
judul Taman Belajar dan Rekreasi digunakan untuk mencerminkan isi dari JAWA
TIMUR Park.

4


Alasan pemilihan lahan di kotamadya Batu adalah karena kotamadya Batu
merupakan kota wisata dengan berbagai keunggulan dan fasilitas yang tersedia.
Lokasinya yang berada di pegunungan dan pebukitan menyajikan pemandangan
alam yang asri dengan udara yang jauh dari polusi. Dengan keunggulan ini JAWA
TIMUR Park akan mempunyai potensi ke depan yang cukup bagus. Selain
menjadi daya tarik tersendiri sebagai obyek wisata bagi pengunjung kotamadya
Batu, juga akan menjadi sumber penghasilan daerah. Di Jatim Park sebab masih
banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dan dibenahi Kab. Malang
khususnya dengan keluarnya Kotatif Batu untuk menjadi Kota Batu, tentunya hal
itu berpengaruh pada daya tarik obyek wisata yang ada kepada konsumen, karena
dilihat dari banyaknya potensi hotel dan restoran serta obyek-obyek wisata yang
ada di wilayah tersebut. "Hal inilah yang menarik perhatian kami, untuk
mengetahui kebijakan apa yang diambil oleh Kab. Malang dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Mengingat di Kab. Pasuruan ada wacana kearah sana yaitu
pecahnya Kab. Pasuruan jadi dua wilayah, barat dan timur maka perlu adanya
antisipasi sedini mungkin.http://wap.malangkab.go.id/2009
Berikut adalah daftar jumlah pengunjung di Jatim Park Batu Malang
dalam tahun 2006-2008 adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisata
Tahun

2006
2007
2008

Jumlah
Wisatawan
450000
390000
320000

Pertumbuhan
38,99%
31,99%

Sumber : Jatim Park Batu Malang, 2009

5

Dari data di atas menggambarkan bahwa memang pada saat-saat tertentu
pada waktu liburan mengalami lonjakan pengunjung, tetapi pada akhir-akhir ini

wahana Jatim Park sendiri mengalami permasalahan, seperti adanya kemacetan
dan kerusakan pada wahana flyingfox sebanyak 30 orang penumpang wahana
Tornado di objek wisata "Jatim Park", Batu, Jawa Timur, terjebak di atas
ketinggian 5-7 meter, Senin sore (26/1). Di antara penumpang yang terjebak itu
ada yang pingsan karena takut dan panik saat wahana tersebut tiba-tiba macet total
di

udara,

demikian

lapor

wartawan

Antara

yang

datang

ke

tempat

kejadian.Jawabannews,(2009).
Dengan harapan yang besar pada obyek wisata baru di kotamadya Batu
yaitu JAWA TIMUR Park tentu saja dibutuhkan suatu strategi yang baik sehingga
dapat menunjang keberhasilan JAWA TIMUR Park serta dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu dalam penelitian ini diangkatlah judul
dengan “Analisis Pengaruh Sikap Dan Norma Subyektiif Terhadap
Keputusan Pengunjung Dalam Menikmati Obyek Wisata Jatim Park Di
Kota Batu Malang”.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan berdasarkan pada latar belakang yang telah di uraikan
sebelumnya, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah sikap berpengaruh terhadap keputusan pengunjung dalam menikmati
obyek wisata Jatim Park di Kota Batu Malang?
2. Apakah norma subyektif terhadap keputusan pengunjung dalam menikmati
obyek wisata Jatim Park di Kota Batu Malang?

6

1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan,
secara garis besar penelitian bertujuan:
1. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap terhadap keputusan pengunjung
dalam menikmati obyek wisata Jatim Park di Kota Batu Malang.
2. Untuk mengetahui pengaruh norma subyektif pengaruh sikap terhadap
terhadap keputusan pengunjung dalam menikmati obyek wisata Jatim Park di
Kota Batu Malang.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Memberikan data, informasi dan gambaran serta masukan yang berguna
bagi perkembangan Jatim Park agar menjadi perusahaan yang lebih maju.
2. Bagi pihak lain yang membutuhkan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak lain yang
membutuhkan informasi tentang masalah yang sejenis, sehingga bisa
membantu mengatasi masalah yang ada.
3. Sebagai referensi penelitian lebih lanjut.

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Sigit, Murwanto,(2006) dengan judul
penelitian ”Pengaruh sikap dan norma subyektif Terhadap niat beli mahasiswa
sebagai konsumen potensial Produk pasta gigi close up”. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah 1).Sikap konsumen dan norma subyektif konsumen secara
bersamasama tidak berpengaruh terhadap niat beli.2).norma subyektif konsumen
secara parsial tidak berpengaruh terhadap niat beli.
Teknik analsis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linear berganda. Hasil penelitian ini adalah Pertama, sikap dan norma subyektif
dari mahasiswa UII secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap niat
membeli pasta gigi Close Up. Kedua, sikap dari mahasiswa UII secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap niat membeli pasta gigi Close Up. Ketiga, norma
subyektif dari mahasiswa UII secara parsial berpengaruh signifikan terhadap niat
membeli pasta gigi Close Up.
Penelitian selanjutnya adalah dilakukan oleh Widiawan, K (2004).Dengan
judul penelitian “Perbandingan tingkat Kepentingan Variabel Layanan Pada Jasa
Yang Bersifat Rekreatif Dan Non Rekreatif”. Permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah variable layanan mana yang dipentingkan konsumen.
Teknik analisis yang digunakan adalah dengan uji perbedaan yaitu Uji
Friedman dan Wilcoxon Signed Rank.hasil dari penelitian ini adalah ternyata

8

tidak ada beda tingkat kepentingan variable layanan, hal ini rumah sakit dan
pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler (1997:8) Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial
yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain.
Menurut Stanton pada buku Swastha dan Irawan (1983 : 5) pemasaran
adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada
maupun pembeli potensial.
Menurut Pride dan Ferrel (1995 : 4) pemasaran adalah proses perencanaan
dan pelaksanaan rancangan, penetapan harga, promosi dan distribusi
gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaransasaran individu dan organisasi.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan seluruh kegiatan usaha yang dibuat untuk merencanakan, menentukan
harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa dalam menciptakan
hubungan pertukaran yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan
konsumen.

9

2.2.1.1. Konsep Pemasaran
Menurut Kotler (1997: 17), konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci
untuk meraih tujuan organisasi adalah lebih efektif daripada para pesaing dalam
memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan
dan keinginan pasar sasaran.
Sebagai falsafah bisnis konsep pemasaran bertujuan memberikan keputusan
terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen atau berorientasi kepada konsumen.
Definisi konsep pemasaran ini menurut Swastha dan Irawan (1983:10) adalah
sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa kebutuhan konsumen merupakan
syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Kotler
(1992:30), konsep pemasaran berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi terdiri dari penelitian kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan
penyerahan produk yang memuaskan secara lebih efisien dan lebih efektif
dibanding para pesaing.
Berdasarkan kedua pengertian konsep pemasaran di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep pemasaran suatu perusahaan yang harus dimulai
dengan usaha mengenali dan merumuskan keinginan dan kebutuhan konsumen.
Dasar pemikiran yang terkandung di dalam konsep pemasaran dapat digolongkan
menjadi tiga elemen pokok, yaitu :
a. Orientasi konsumen atau pasar atau pembeli.
Dalam

upaya

memasarkan

hasil

produksinya,

produsen

hendaknya

memperhatikan selera konsumen, karena produk yang dihasilkan akan lebih
banyak berhubungan dengan konsumen sebagai penikmat dan sebagai

10

penggunanya. Beberapa komponen yang harus ada untuk perusahaan yang
benar-benar ingin memperhatikan konsumen, anatar lain :


Menentukan kebutuhan pokok (basic needs) dari pembeli yang
akan dilayani dan dipenuhi.





Memilih kelompok pembeli tertentu sebagai sasaran dalam penjualannya.
Menentukan produk dan program permasalahannya.
Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur, menilai
dan menafsirkan keinginan sikap serta tingkah laku mereka.



Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik, apakah menitik
beratkan pada mutu yang tinggi, harga yang murah atau model yang
menarik.

b. Volume penjualan yang menguntungkan
Merupakan tujuan dari konsep pemasaran, artinya laba itu dapat diperoleh
dengan melalui pemuasan konsumen. Dengan laba ini, perusahaan dapat
tumbuh berkembang, dapat menggunakan kemampuan yang lebih besar, dapat
memberikan tingkat kepuasan yang lebih besar pada konsumen, serta dapat
rnemperkuat kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Dapat pula dikatakan bahwa sebenarnya laba itu sendiri merupakan
pencerminan dari usaha-usaha perusahaan yang berhasil memberikan
kepuasan pada konsumen.
c. Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran.
Penyusunan kegiatan pemasaran berarti setiap orang dan setiap bagian dalam
pemasaran turut berkecimpung dalam usaha yang konsisten, sehingga tujuan

11

perusahaan dapat terealisir, terkoordinir untuk memberikan kepuasan yang
menjadi keputusan.
Perbedaan konsep penjualan dan konsep pemasaran (Kotler, 1997:18)
adalah sebagai berikut:
a. Konsep pejualan
1. memusatkan perhatian pada kebutuhan penjualan.
2. Sibuk dengan kebutuhan penjual untuk mengubah produknya
menjadi uang tunai.
b. Konsep pemasaran
1. Memusatkan perhatian pada kebutuhan pembeli.
2. Sibuk dengan gagasan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan
melalui produk dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
penciptaan, pengiriman dan akhirnya pengkonsumsian produk
tersebut.
2.3. Sikap (attitudes)
2.3.1. Pengertian Sikap
Sikap memainkan peranan penting dalam pembentukan perilaku individu
dalam hal pembelian terhadap suatu produk atau merek. Dalam memutuskan
produk atau merek apa yang akan dibeli, atau toko mana yang akan dijadikan
langganan konsumen akan secara khas melakukan pemilihan terhadap suatu
merek atau produk yang dievaluasi secara menguntungkan. Sebagi akibatnya
peningkatan sikap inidapat menjadi sasaran pemasaran yang bagi perusahaan.

12

Sikap adalah evaluasi kognitif seseorang yang berlangsung terus menerus,
perasaan emosionalnya, kecondongan bertindak kearah sasaran atau gagasan
tertentu (William J Stanton 1985; 161), sedangkan menurut Kotler (2002; 200)
sikap merupakan evaluasi perasaan emosional dan kecenderungan tindakan yang
menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang
terhadap suatu obyek atau gagasan.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) dikutip dari buku Ristianti Prasetyo
dan John J.O.I Ihalauw (2005: 104) definisi sikap merupakan predisposisi yang
dipelajari dalam merespons secara konsisten suatu obyek, dalam bentuk suka atau
tidak suka.
Jadi berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap
mempengaruhi perasaan senang atau tidak senang terhadap obyek yang
dipertanyakan. Indikator-indikator yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah:


Pengaruh Keluarga
Keluarga merupakan pengaruh yang sangat penting dalam
keputusan pembelian. Keluarga adalah lingkungan dimana
sebagian calon konsumen tinggal dan berinteraksi dengan anggotaanggota keluarga lainnya yang akan saling mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan pembelian suatu produk.

13



Pengaruh Orang Lain
Pengaruh dari orang lain lebih memungkinkan mempengaruhi
sikap dan perilaku pembelian dari iklam (Kazt dan Lazarsfel
dikutip Assael 1992)



Pengalaman
Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan seseorang dalam
bertingkah laku. Pengalaman dapat diperoleh dari semua
perbuatanya dimasa lalu atau dapat pula dipelajari, sebab dengan
belajar seseorang dapat memperoleh pengalaman. Penafsiran dan
proses belajar konsumen merupakan kunci untuk mengetahui
perilaku pembeliannya (Basu Swasta, 84)

2.3.1.1. Model Sikap
Menurut Setiadi (2003: 217) terdapat tiga indikator komponen sikap, yaitu
komponen kognitif dari sikap adalah kepercayaan merek, komponen afektif atau
perasaan, dan komponen konatif atau tindakan adalah maksud untuk membeli.
Hubungan antara kepercayaan terhadap merek, evaluasi, sikap berkeinginan akan
menjadi fokus utama dijelaskan pada gambar di bawah ini.

14

Gambar 2.2. Hubungan antar 3 komponen sikap

Komponen Kognitif Kepercayaan
Terhadap Merek

Komponen afektif
Evaluasi Merek

Komponen Konatif
Maksud Untuk Membeli

Menurut Schiffman dan Kanuk, (1994) dalam Sumarwan (2002 : 147 ),
secara rinci ketiga komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi konsumen, yang diperoleh
melalui pengalaman dengan suatu objek-sikap dan informasi dari
berbagai sumber. Pengetahuan dan persepsi ini biasanya berbentuk
kepercayaan (belief), yaitu konsumen mempercayai bahwa produk
memiliki sejumlah atribut. Kognitif ini ini sering juga disebut sebagai
pengetahuan dan kepercayaan konsumen.
2. Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen, Schiffman
dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2002:147) menyebutnya sebagai
“ as primary evaluative in nature “, yaitu menunjukkan penilaian
langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai
atau tidak disukai; atau apakah produk itu baik atau buruk.

15

3. Konatif menunjukkan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku
terhadap suatu objek, Engel, ( 1993 ) dalam Sumarwan ( 2002 : 147 ),
konatif berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan
oleh seorang konsumen terhadap pembelian dan sering juga disebut
intention.
Dari tiga komponen sikap, evaluasi merek adalah pusat dari telaah sikap
karena evaluasi merek merupakan ringkasan dari kecenderungan konsumen untuk
menyenangi atau tidak menyenangi merek tertentu. Evaluasi merek sesuai dengan
definisi dari sikap terhadap merek yaitu kecenderungan untuk mengevaluasi
merek baik disenangi atau tidak disenangi.

2.3.1.2. Fungsi Sikap
Menurut Kazt dalam Setiadi ( 2003 : 214 ) mengklasifikasikan empat
fungsi sikap yaitu :
1. Fungsi Utilitarian
Merupakan fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar
imbalan dan hukuman. Dalam hal ini konsumen mengembangkan
beberapa sikap terhadap produk atas dasar suatu produk memberikan
kepuasan atau kekecewaan.
2. Fungsi Ekspresi Nilai
Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk
bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas
kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada
pada dirinya.

16

3. Fungsi Mempertahankan Ego
Sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk
melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal,
sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.
4. Fungsi Pengetahuan
Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang
begitu banyak setiap hari dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan
dapat

membantu

konsumen

mengurangi

ketidakpastian

dan

kebingungan dalam memilah informasi yang relevan dengan
kebutuhannya.
2.3.1.3. Faktor Sikap Konsumen
Menurut Sutisna (2003: 101), faktor-faktor

yang mempengaruhi

pembentukan sikap adalah:
a. Pengaruh keluarga, keluarga mempunyai pengaruh penting dalam dalam
keputusan pembelian.
b. Pengaruh kelompok kawan sebaya (peer group influence). Kawan/ sejawat
mampu mempengaruhi dalam perilaku pembelian. Peer group lebih cenderung
memungkinkan mempengaruhi sikap dan perilaku pembelian daripada iklan.
c. Pengalaman, pengalaman masa lalu mempengaruhi sikap terhadap merek.
Pengalaman menggunakan suatu merek produk pada masa lalu akan
memberikan evaluasi atas merek tersebut. bila pengalaman itu kurang
menyenangkan maka konsumen akan cenderung mempunyai sikap negatif
terhadap merek tersebut, demikian sebaliknya.

17

d. Kepribadian, sifat-sifat seperti suka menyerang, terbuka, kepatuhan
mempengaruhi sikap terhadap produk.
Adapun instrumen indikator dari sikap (atribut yang diyakini konsumen)
adalah sebagai berikut : salim,(2003:216).
1. Daya tarik obyek wisata, sesuatu hal yang menjadi idola, pesona dari obyek
wisata tersebut
2. Kondisi obyek wisata
3. Kebersihan obyek wisata
4. Pelyanan yang ramah sesuai dengan harapan pengunjung
5. Suasana tempat yang nyaman
6. Memiliki tempat parkir yang luas
7. Keamanan yang terjamin, merupakan jaminan bagi para pengunjung aman
dari tindak kriminal, serta sarana dan prasarana yg disediakan
8. Transportasi ke obyek wisata tersedia
9. Transportasi menyenangkan dan aman
10. Tersedianya kerajinan dan souvenir
11. Kerajinan dan souvenir sesuai dengan keinginan
12. Jenis souvenir sangat banyak
13. Pelayanan hotel yang memuaskan

2.4. Norma Subyektif
2.4.1. Pengertian Norma Subyektif
Norma subyektif adalah sebagai faktor sosial yang menunjukkan tekanan
sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak suatu tindakan, perilaku

18

seseorang dapat terpengaruh oleh pandangan orang lain atau tidak sama sekali.
Seorang individu mempelajari sikap melalui pengalaman dan interaksi dengan
orang lain. Meskipun sikap dapat dipelajari dan dapat diubah, tetapi umumnya
tetap stabil dan tidak berubah dari waktu ke waktu, pda setiap saat tidak semuanya
memiliki dampak yang setara dan beberapa suka lebih kuat dari sikap lainnya.
Salim, (2003:202).
Adapun instrumen dari norma subyektif adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan normative bahwa orang lain melakukan tindakan tertentu
2. motivasi seseorang untuk mematuhi pikiran kelompok acuan yang
dianggap penting
3. Mengunjungi obyek wisata atas anjuran kerabat, teman dan orang lain.

2.5. Minat Konsumen
2.5.1. Pengertian Minat
Minat adalah selera masing-masing orang yang menjadi dasar pemilihan
sesuatu, minat membeli menunjukkan pada kecenderungan seseorang untuk lebih
menyukai produk dengan merek tertentu.
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu
merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,
2001).
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu
merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,

19

2001). Mehta (1994: 66) mendefinisikan minat beli sebagai kecenderungan
konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang
berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan
konsumen melakukan pembelian.
Pengertian minat beli menurut Howard (1994) ( Durianto dan Liana, 2004:
44) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana
konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang
dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan
pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian
sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para
pemesar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik para
pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi
perilaku konsumen dimasa yang akan datang. Sedangkan definisi minat beli
menurut Kinnear dan Taylor (1995) (Thamrin, 2003: 142) adalah merupakan
bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi,
kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benarbenar dilaksanakan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi minat konsumen Aspek
A.I.D.A secara jelas dapat dijabarkan sebagai berikut : Khasali, Rhenald (1995)
a. Perhatian
Kesadaran dengan stimulus trtentu atau memberikan perhatian atas suatu
obyek

20

b. Ketertarikan
Tidak ada suatu patokan tertentu dalam penggunaan perangkat kreatif ini guna
membuat orang tertarik pada suatu obyek. Hal itu mungkin berlaku secara
selektif dan membaca tertentu akan merasa tertarik pada suatu obyek tertentu,
misalnya, iklan kosmetik, makanan, pakaian, perumahan, kendaraan bermotor,
atau komputer, obyek wisata. Rasa tertarik mungkin dapat dimunculkan
dengan pewarnaan, gambar, atau teks iklan yang menarik, dan hal ini pada
gilirannya akan semakin diperkuat oleh keorisinilan penampilan dan
penyusunan kalimat dalam teks iklan
c. Keinginan
Konsumen harus dibuat lebih dari sekadar merasa tertarik dan terpikat,
mereka harus didorong untuk menginginkan produk atau jasa yang tersebut.
d. Tindakan
Upaya terakhir untuk membujuk konsumen atau pengunjung agar segera
melakukan suatu tindakan atau bagian dari itu. Bujukan yang diajukan berupa
harapan agar konsumen melakukan sesuatu, melihat-lihat, suka timbul
inisiatif untuk membelinya atau mengunjunginya.
Adapun indikator dari minat konsumen adalah sebagai berikut:
Salim,(2005:217).
1. ingin melihat keindahan alam
2. ingin berkunjung kembali
3. mengunjungi obyek wisata dan rekreasi
4. Akan menceritakan kepada orang lain

21

2.6. Pengaruh Sikap Terhadap Minat Berkunjung
Salah satu hal dalam memahami perilaku konsumen atau wisatawan adalah
memahami proses dimana calon wisatawan melakukan pertimbangan sebelum
memutuskan untuk melakukan perjalanan wisata dan memilih tempat tujuan
perjalanan wisatanya.
Seseorang ingin pergi ke suatu tempat, baik itu untuk berlibur maupun
hanya sekedar berkunjung, biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
adalah motivasi, promosi, dan image (Watson, 1993). Ketiga hal tersebut juga
merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang dalam travel decision
process, yakni proses dimana calon wisatawan melakukan pertimbangan sebelum
memutuskan untuk melakukan perjalanana wisatanya dan memilih tempat tujuan
perjalanan wisatanya.
Allport juga memandang sikap tersebut sebagai suatu perasaan atau
evaluasi umum (positif atau negative) tentang orang, obyek atau persoalan. Sikap
ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses
belajar baik dari pengalaman atau orang lain. Sikap konsumen bisa merupakan
sikap positif atau negatif terhadap obyek tetentu, dengan mempelajari keadaan
sekitar, sikap tersebut dapat memberikan suatu keputusan yang berupa keputusan
dalam melakukan suatu kunjungan atau menggunakan sesuatu. Salim,(2005:202)
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap konsumen atau
pengunjung melandasi segala sesuatunya terutama dalam memberikan keputusan
apakah dia akan mengunjungi obyek-obyek wisata baik yang belum atau sudah
pernah dikunjunginya.

22

2.6.1. Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Keputusan Berkunjung
Fishbein (dalam Engel et al., 1990, p.137) mengatakan bahwa minat
dipandang sebagai sesuatu yang dengan segera mendahului tingkah laku yang
ditentukan oleh komponen sosial atau norma subyektif yang dipertimbangkan dan
digabungkan untuk mengevaluasi dan menyeleksi beberapa alternatif perilaku,
guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Kottler (2003:63) menjelaskan pengalaman
wisatawan dalam melakukan kunjungan akan berfungsi sebagai referensi untuk
berkunjung kembali atau tidak ke daerah tersebut. Sebagaimana suatu contoh,
seorang individu ingin berkunjung ke suatu obyek wisata a dikarena refernsi dari
atasan, tetapi dari pihak keluarga tidak menyetujui tetapi individu tersebut lebih
menyukai obyek wisata a, dari ilustrasi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap
indinidu tersebut tidaklah selalu sejalan dengan perilakunya tetapi, norma
subyektif seseorang lebih terdorong karena motivasi, kepercayaan, referensi dari
seseorang untuk melakukan sesuatu atau dengan kata lain melakukan suatu
kunjungan. Kanuk and Schiffman,(1994:249).
Teori Of Reasoned Action Mampu memprediksi perilaku akurat, tetapi
hanya dalam kondisi tertentu yang sangat spesifik. Dengan kata lain yang paling
signifikan dari model tersebut, manfaat utamanya adalah ukuran minat berperilaku
konsumen sebab didalamnya terdapat suatu norma subyektif yang dirasakan oleh
setiap

individu

seperti

pengalaman-pengalaman

dan

interaksi

diantara

individu.Sutisna,(2003:15)
Norma subyektif ini lebih mengarah pada jalinan anjuran yang diberikan
oleh kerabat dekat dalam mlakukan sesuatu atau membeli sesuatu, informasi yang

23

diberikan inilah yang menjadi dasar konsumen dalam menganjurkan konsumen
lainnya untuk mengunjungi obyek tersebut.
Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu,
maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut.
Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari
obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk
kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang
ditawarkan pemasaran atau tidak. Norma subyektif sebagai faktor sosial
menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak
melakukan tidakan atau perilaku seseorang yang dapat terpengaruh oleh
pandangan orang lain atau tidak terpengaruh sama sekali.Salim,(2005:205)

24

2.7. Kerangka Konseptual

Daya tarik
(X1.1)
Suasana
(X1.2)
Keamanan
(X1.3)

Sikap (atribut yang
diyakini konsumen

(X1)

Pelayanan
(X1.4)
Cinderamata
(X1.5)

Melihat
keindahan
(Y1)

Minat
Konsumen
(Y)

Anjuran kerabat
(X2.3)

Mengunjungi
obyek wisata
(Y3)
Menceritakan
kepada orang
lain
(Y4)

Keyakinan
Normatif
(X2.1)
Motivasi
(X2.2)

Berkunjung
kembali
(Y2)

Norma subyektif
(X2)

25

2.8. Hipotesis
1. Bahwa sikap berpengaruh positif terhadap minat konsumen dalam menikmati
obyek wisata Jatim Park di Kota Batu Malang.
2. Bahwa norma subyektif berpengaruh positif terhadap minat konsumen dalam
menikmati obyek wisata Jatim Park di Kota Batu Malang.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel berisi pernyataan tentang
pengoperasiaan atau pendefinisian konsep-konsep penelitian menjadi variabelvaribel penelitian termasuk penetapan cara dan satuan pengukurannya. Variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Keputusan Berkunjung (Y) merupakan proses mengidentifikasikan masalah
atau kesempatan dan memilih di antara alternatifdari rangkaian tindakan..
Indikator : Wood (1998:532)
Y 1 . keindahan, merupakan Persepsi individu untuk melihat obyek wisata
alam di Jawa Timur Park.
Y 2 . Berkunjung kembali, merupakan keinginan atau hasrat bagi wisatawan
untuk berkunjung kembali
Y 3 . Mengunjungi obyek wisata, merupakan keinginan wisatawan untuk
mengetahui isi dari pada obyek wisata di Jawa Timur Park.
Y4. Menceritakan kepada orang lain, merupakan pengalaman setelah
mengunjungi obyek wisata dan akan menceritakannya kepada orang lain
2. Sikap (atribut yang diyakini konsumen) (X 1 ), tanggapan terhadap rangsangan
lingkungan yang dapat menilai atau membimbing tingkah laku orang tersebut.
Indikatornya : Salim,(2005:216).
X 11 . Daya tarik, Sesuatu hal yang menjadi idola, pesona dari obyek wisata
X 1.2 .Suasana, Kondisi atau keadaan lingkungan obyek wisata yang nyaman
24

25

X 1.3 Keamanan, Aman dari tindak kriminal, serta sarana dan prasarana yang
disediakan merupakan jaminan bagi para pengunjung
X 1.4 Pelayanan, pelayanan yang ramah sesuai dengan harapan pengunjung
X 1.5 Cinderamata, tersedianya souvenir, adanya cinderamata yang dijual
berdekatan dengan obyek wisata
3. Norma Subyektif (X2) mencerminkan persepsi konsumen tentang apa yang
orang lain ingin lakukan atas dasar anjuran-anjuran. Indikator : Salim,
(2003:202).
X 21 . Keyakinan normatif, bahwa orang lain melakukan tindakan tertentu.
X 2.2 . Motivasi, keinginan seseorang untuk mematuhi pikiran kelompok acuan
yang dianggap penting.
X 2.3 Anjuran kerabat, mengunjungi obyek wisata karena anjuran kerabat.
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan skala interval dengan pembobotan skala likert (likert scale). skala
likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi
tentang fenomena yang terjadi. Adalah sebagai berikut:

Sangat tidak setuju

Keterangan :
1 = Sangat tidak setuju
2 = Tidak setuju
3 = Netral
4 = Setuju
5 = Sangat setuju

1

5

Sangat Setuju

26

3.2.Teknik Pengambilan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang berkunjung dan
menikmati wahana di Jatim Park Batu Malang.
b. Sampel
Untuk penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Non
Probability sampling yaitu dengan purposive Sampling yaitu penarikan
sampel berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh sampel. Ciriciri sampel tersebut adalah: (1) Berusia minimal 18 tahun. (2) Pernah
berkunjung dan menikmati wahana Jatim Park Batu Malang dalam tiga bulan
terakhir atau minimal lebih dari dua kali.
- Ukuran sampel yang harus terpenuhi dalam model ini adalah 100 - 200
sampel untuk teknik (Maximum Likelihood Estimation).
- Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi pedomannya adalah 5-10
kali jumlah parameter yang diestimasi
- Karena terdapat 12 indikator maka jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah (12X10 = 120) maka sampel yang digunakan adalah sebesar 120
responden. Ferdinand (2002:48).
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1.
a.

Jenis Data

Data Primer

27

Data primer yang diolah dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan
kuesioner kepada konsumen yang berkunjung dan menikmati wahana Jatim
Park Batu Malang

b.

Data Sekunder
Adalah data pendukung yang diperoleh dari perusahaan yang bersangkutan
dalam hal ini Jatim Park Batu Malang. Data ini antara lain berupa data
perusahaan dan gambaran umum.

3.3.2.

Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam analisis ini adalah data yang diambil

langsung dari konsumen yang berkunjung dan menikmati wahana Jatim Park Batu
Malang dengan cara menyebarkan kuesioner.
3.3.3. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan
beberapa cara berikut:
a. Observasi
Merupakan pengamatan langsung pada perusahaan untuk mendapatkan bukti bukti yang berkaitan dengan obyek penelitian.
b. Kuisioner
Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar
pertanyaan kepada konsumen yang berkunjung dan menikmati wahana Jatim

28

Park Batu Malang untuk diisi agar memperoleh jawaban langsung dari
konsumen.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1. Teknik Analisis
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah Structural Equation Modelling [SEM]. Merupakan teknik statistik yang
memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relative rumit. Model
pengukuran sikap, norma subyektif terhadap minat konsumen menggunakan
confirmatory factor analyses. Langkah-langkah dalam analisis SEM model
pengukuran dengan contoh factor variabel minat konsumen dilakukan sebagai
berikut :
Persamaan Dimensi variabel minat konsumen :
Y1
Y2
Y3

= λ1 minat konsumen + er_1

= λ2 minat konsumen + er_2

= λ3 minat konsumen + er_3

Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk
diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model
pengukuran dengan contoh variabel minat konsumen akan nampak sebagai
berikut:
Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Minat Konsumen
(Y1)

er 1

Minat
Konsumen

(Y2)

er_2

(Y)

(Y3)

er_3

(Y3)

er 4

29

Keterangan :
Y1.1 = pertanyaan tentang keinginan melihat keindahan alam
Y1.2 = pertanyaan tentang keinginan berkunjung kembali
Y1.3 = pertanyaan tentang keinginan mengunjungi obyek wisata dan berekreasi
Y1.4 = pertanyaan tentang keinginan akan menceritakan kepada orang lain
er_j = error term X1j
3.4.2. Outliers
Outlier adalah obsevasi yang muncul dengan nilai-nilai eksterim baik
secara univariat maupun multivariate yang muncul karena kombinasi karakteristik
unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi
lainya. Dapat diadakan treatment khusus pada outliers ini asal diketahui
munculnya outlier itu. Outliers pada dasarnya dapat muncul dalam empat
kategori.


Pertama, outlier muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam
memasukkan data atau kesalahan dalam mengkoding data. Misalnya 8 diketik
80 sehingga jauh berbeda dengan nilai-nilai lainnya dalam rentang jawaban
responden antara 1-10 jika hal semacam ini lolos maka akan menjadi sebuah
nilai ekstrim.



Kedua, outlier dapat muncul karena keadaan yang benar-benar khusus yang
memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain daripada tetapi peneliti
mempunyai penjelasan mengenai penyebab munculnya nilai ekstrim itu.



Ketiga, outlier dapat muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak
dapat mengetahui apa penyebabnya atau tidak ada penjelasan mengenai nilai
ekstrim itu.

30



Keempat, outlier dapat muncul dalam range nilai yang ada, tetapi bila
dikombinasi dengan varibel lainnya, kombinasinya menjadi tidak lazim atau
sangat ekstrim. Inilah yang disebut multivariate outlier.

3.4.3. Evaluasi atas outliers
Menagamati atas z-score variabel: ketentuan diantara +_ 3,0 non outlier
Multivariate outlier diukur dengan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p <
0,001.Jarak diuji dengan Chi-Square (X 2 ) pada df (degrees of Freedom) sebesar
jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : Mahalanobis < dari nilai X 2 adalah
multivariate outlier.

3.4.4. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi
sebenarnya yang diukur. Analisis validitas item bertujuan untuk menguji apakah
tiap butir pertanyaan benar-benar sudah sahih, paling tidak kita dapat menetapkan
derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang diyakini
dalam pengukuran. Sebagai alat ukur yang digunakan, analisis ini dilakukan
dengan cara mengkorelasiakn antar skor item denga skor total item. Dalam hal ini
koefisien korelasi yang nilai signifikasinya lebih kecil dari 5 % (level of
significance) menunjukkan bahwa item-item tersebut sudah sahih sebagai
pembentukan indikator.
Rumus:

n∑ XY − (∑ X )(∑ Y )

{n∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{n∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 }

( Sudjana, 2002: 369 )

31

Keterangan :
r = koefisien korelasi
X = tanggapan responden
Y = total tanggapan responden seluruh pertanyaan
n = jumlah responden
3.4.5. Uji Reliabilitas
Yang dimaksud dengan reabilitas ukuran mengenai konsistensi internal
dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukan derajat sampai dimana
masing-masing indicator itu menghasilakan sebuah konstruk/faktor laten yang
umum.
Construct-reliability dan Variance-extracted dihitung dengan rumus:
Construct-reliability =

(∑ Std . Loading ) 2

∑ (Std . Loading )

2

+ ∑ε j

∑ Std . Loading
(Ferdinand, 2002:62- 64)
∑ Std . Loading + ∑ ε j
2

Variance – extracted =

2

Dimana :


Std. Loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap
indikator (diambil dari computer, AMOS 4.01, dengan melihat nilai
estimasi setiap construct standardize regression weigths terhadap setiap
butir sebagai indikatornya. Sementara ε j dapat dihitung dengan formula:

ε j = 1- (Standardize Loading) 2
Secara umum,nilai construct reliability yang dapat diterima adalah≥ 0,70
dan variance extracted ≥ 0,5 ( Hair et. al., 1998 ).
3.4.6. Uji Normalitas

32

Untuk menguji normalitas distribusi data-data yang digunakan dalam
analisis, peneliti dapat menggunakan uji-uji statistik. Uji yang paling mudah
adalah dengan mengamati skewness value dari data yang digunakan, yang
biasanya disajikan dalam statistik diskriptif dari hampir semua program statistik.
Nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut z-value yang dihasilkan
melalui rumus berikut ini :
NilaiZ − Score =

Skewness
6/ N

dimana N adalah ukuran sampel.
Bila nilai –z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa
distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan
tingkat signifiukasi yag dikehendaki. Misalnya, bila nilai yang dihitung lebih
besar dari ± 2,58 berarti kita dapat menolak asumsi mengenai normalitas dari
distribusi pada tingkat 0,01 (1%). Nilai kritis lainnya yang umum digunakan
adalah nilai kritis sebesar ± 1,96 yang berarti bahwa asumsi normalitas ditolak
pada tingkat signifikasi 0.05 (5%) Sumber ( Ferdinand Augusty 2002 : 95 )

3.4.7. Multicollinearity dan Singularity
Untuk melihat apakah pada data penelitian terdapat multikolinieritas dan
singularitas dalam kombinasi-komninasi variabel, maka perlu mengamati
determinan dari variable kovarian sampelnya. Determinan yang benar-benar kecil
mengindikasikan adanya multikolinieritas dan singularitas, sehingga data tidak
dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan. (Ferdinand Augusty 2002
: 108).

33

3.4.8.

Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi terstandar,

dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR [Critical Ratio] atau p
[probability] yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar
daripada t table berarti pengujian hipotesis kausal berarti signifikan.
3.4.9.

Pengujian model dengan Two-Step Approach
Two-Step Approach to structural equation modelling [SEM] digunakan

untuk menguji model yang diajukan. Two-Step Approach digunakan untuk
mengatasi masalah sampel data yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah butir
instrumentasi yang digunakan [Hartline & Ferrell, 1996], dan keakuratan
reliabilitas indikator-indikator terbaik dapat dicapai dalam two-step approach ini.
Cara yang dilakukan dalam menganalisis SEM dengan two step approach adalah
sebagai berikut:
a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstrak menjadi sebuah indikator
summed-scale bagi setiap konstrak. Jika terdapat skala yang berbeda setiap
indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan mean = 0, deviasi standar
= 1, yang tujuannya adalah untuk mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala
yang berbeda-beda tersebut [Hair et.al.,1998].
b. Menetapkan error [ε] dan lambda [λ] terms, error terms dapat dihitung
dengan rumus 0,1 kali σ2 dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ
[Anderson dan Gerbing,1988]. Perhitungan construct reliability [α] telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar [σ] dapat dihitung
dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error [ε] dan lambda

34

[λ] terms diketahui, skor-skor tersebut dimasukkan sebagai parameter fix
pada analisis model pengukuran SEM.

3.4.10. Evaluasi Model
Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan
prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan
pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis
menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang
diperkuat. Sebaliknya, suatu model teotitis tidak diperkuat jika teori tersebut
mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model
“good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam
penggunaan structural equation modelling.
Tabel 3.1: Goodness of Fit Indices
GOODNESS OF
FIT INDEX
X2 - Chi-square

KETERANGAN
Menguji apakah covariance populasi yang destimasi sama
dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].

Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariace data dan
matriks covariance yang diestimasi.
RMSEA
Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada sample besar.
Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matrtiks sample
GFI
yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi
[analog dengan R2 dalam regresi berganda].
AGFI
GFI yang disesuaikan terhadap DF.
CMIND/DF
Kesesuaian antara data dan model
TLI
Pembandingan antara model yang diuji terhadap baseline model.
Uji kelayakan model yang tidak sensitive terhadap besarnya
CFI
sample dan kerumitan model.
Sumber : Hair et.al., [1998]
Probability

1.

CUT-OFF VALUE
Diharapkan Kecil, 1 s.d 5.
atau paling baik diantara 1
dan 2.
Minimum 0,1 atau 0,2,
atau ≥ 0,05
≤ 0,08
≥ 0,90
≥ 0,90
≤ 2,00
≥ 0,95
≥ 0,95

X² CHI SQUARE STATISTIK
Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likelihood

ratio chi-square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang

35

digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik
chi-square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang diuji akan
dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil
nilai X² semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan
dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data,
maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X² yang kecil dan signifikan. X² bersifat
sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang terlalu kecil
maupun yang terlalu besar.
2.

RMSEA-THE
ROOT
APPROXIMATION

MEAN

SQUARE

ERROR

Of

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi
chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan
goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi alam populasi. Nilai
RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat
diterimanya degress of freedom.
3.

GFI – GOODNES of FIT INDEKS
GFI adalah analog dari R dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini

akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians
sampel yang dijelaskan oleh kovarians matriks populasi yang terestimasi. GFI
adalah sebuah ukuran non- statistika yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor
fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini
menunjukkan sebuah “better fit”.
4.

AGFI – ADJUST GOODNES of FIT INDEX

36

AGFI = GFI/df Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila
AGFI mempunyai niali yang sama dengan atau lebih besar dari 0.90. GFI maupun
AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians
alam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterprestasikan
sebagai tingkatan yang baik (good overall model fit) sedangkan besaran nilai
antara 0,90-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (adequate fit).
5.

CMIN/DF
Sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model.

Dalam hal ini CMNI/DF tidak lain adalah statistik chi-square, X² dibagi Dfnya
sehingga disebut X² relatif. Nilai X² relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kurang
dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X² relatif
yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks
kovarians yang diobservasikan dan diestimasi.
6.

TLI – TUCKER LEWIS INDEKS
TLI adalah sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai

yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah
penerimaan ≥0,95 nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a verry good fit.
7.

CFI – COMPERATIF FIT INDEX
Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin

mendekati 1, mendidentifikasikan tingkat fit yang paling tinggi ( a very good fit).
Nilai yang d