BAB II PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) 2.1 Pembentukan OJK 2.1.1 Latar Belakang terbentuknya OJK - KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) Repository - UNAIR REPOSITORY

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

15

BAB II
PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OTORITAS
JASA KEUANGAN (OJK)

2.1 Pembentukan OJK
2.1.1 Latar Belakang terbentuknya OJK
Keinginan bangsa Indonesia untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya
terlihat dari beberapa perubahan peraturan perundang-undangan tentang
perbankan yang telah terjadi. Salah satunya adalah dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU
OJK), Undang-Undang yang terbentuk berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia (UU BI). Didalam ketentuan tersebut, pemerintah
diamanatkan membentuk suatu lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan
yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
Alasan pembentukan lembaga ini antara lain adalah makin komplek dan

bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi
perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping
itu, salah satu alasan pembentukan OJK karena Pemerintah beranggapan bahwa
Bank Indonesia sebagai bank sentral telah gagal dalam mengawasi sektor
perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat dari krisis ekonomi yang melanda
Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

16

pada saat itu.13 Contoh yang paling aktual adalah gagalnya Bank Indonesia
melakukan pengawasan terhadap Bank Century. Timbul kecaman pedas karena

bailout Bank Century yang oleh banyak pihak dianggap tidak masuk akal. Bank
Indonesia dianggap tidak mampu bertindak tegas atau tidak mampu
menjatuhkan hukuman yang keras kepada bank yang dinilai melakukan
kejahatan dibidang perbankan.14
Selain itu, tujuan OJK dibentuk antara lain adalah sebagai berikut:15
a) Agar keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b) Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
c) Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Disamping itu, tujuan dari dibentuknya OJK adalah agar Bank Indonesia
fokus terhadap pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan
bank karena bank merupakan sektor perekonomian.16
Fuad Rahmany selaku ketua Tim Penyusun RUU OJK menyatakan bahwa
OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang
selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan
pengaturan dibuat terpisah. Beliau mencontohkan Bapepam-LK yang dia
pimpin tidak hanya mengawasi tetapi juga membuat peraturan untuk
perusahaan sekuritas atau efek. Hal ini berpotensi menimbulkan abuse of power
sehingga pengaturan dan pengawasan harus dipisahkan. Meskipun OJK


13
Afika Yumya, Skripsi Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan
Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008,
h.28
14
Kusdarwanto, Tesis Kewenangan Bank Indonesia Dalam Pengawasan Perbankan setelah
Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Program Studi Magister Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, Surabaya, 2013, h.23
15
http://www.ojk.go.id/visi-misi
16
Afika Yumya, Op.Cit, h.29

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI


ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

17

memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan dalam satu tubuh, fungsinya tidak
akan tumpang tindih sebab OJK terdiri atas 7 (tujuh) dewan komisioner. Ketua
Dewan Komisioner akan membawahi tiga anggota dewan komisioner yang
masing-masing mewakili perbankan, pasar modal dan Lembaga Keuangan Non
Bank (LKNB). Kewenagan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia akan
dikurangi, namun Bank Indonesia masih mendampingi pengawasan.17
Apabila dilihat dalam konsideran UU OJK menyatakan bahwa:
a.

b.

c.

Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor Jasa
Keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel

serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat;
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
diperlukan Otoritas Jasa Keuangan yang memiliki fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap disektor jasa keuangan
secara terpadu, independen dan akuntabel;
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b perlu membentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan

pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU BI.
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap
bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen dan dibentuk dengan Undang-Undang. Dengan melihat ketentuan
tersebut, maka telah jelas tentang pembentukan lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan independen harus dibentuk. Bahkan pada ketentuan selanjutnya
dinyatakan bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan
selambatnya pada 31 Desember 2002. Hal tersebut yang dijadikan landasan

17

Skripsi

Kusdarwanto, Op.Cit, h.24

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

18

dasar bagi pembentukan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor
jasa keuangan, akan tetapi dalam prosesnya sampai dengan tahun 2010.
Perintah untuk pembentukan lembaga pengawasan ini, yang kemudian dikenal
dengan OJK. 18 Dengan terbentuknya OJK, diharapkan pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dapat dilaksanakan dengan cara

yang tepat dan sesuai dengan kepentingan, sehingga dapat meningkatkan
perekonomian bangsa Indonesia.
2.1.2 Tujuan dibentuknya OJK
Salah satu alasan terbentuknya OJK adalah semakin komplek dan
bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglemerasi perusahan
jasa keuangan. Disamping itu alasan lain dari dibentuknya OJK adalah
pemerintah Indonesia telah melihat dan menganggap bahwa Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan.
Setelah keluarnya UU OJK yang diundangkan pada tanggal 22 November
2011, maka munculnya OJK. Dengan diundangkannya UU OJK tersebut, maka
pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank
Indonesia beralih kepada OJK. Bukan hanya pada sektor perbankannya saja,
namun juga pada sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Dalam penjelasan UU OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga
pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan
komprehensif agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif
dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga
18


Skripsi

Ibid, h.28

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

19

dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.19
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 2 ayat (2) UU OJK menjelaskan bahwa
"OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam undang-undang ini"
Selain itu, OJK juga merupakan yang mempunyai fungsi, tugas dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana

yang dimaksud dalam Undang-Undang.20
OJK ini dibuat oleh pemerintah bukan tanpa sebab, melainkan memiliki
tujuan yakni, agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:21
a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b.Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil; dan
c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Selain itu, tujuan dari pembentukan OJK lainnya adalah untuk
menyelenggarakan sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel, dimana mengingatkan pada pemikiran pada prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik dan benar (Good Corporate Governance) yang
terdiri dari lima (5) prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu:22
1. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk
menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu.
2. Accuntability (Akuntabilitas)
Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistim, kejelasan akan hak
19

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum

Ibid, pasal 1 angka 1
21
Ibid, pasal 4
22
Bisdan Sigalinggi, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan
Bank Indonesia Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013 h.107 diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39487/3/Chapter%20II.pdf diunduh tanggal 9 Oktober
2014
20

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

20


dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada.
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku,
diantaranya termasuk pembayaran pajak, hubungan Industrial,
kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup,
memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat
dan sebagainya.
4. Independency (Kemandirian)
Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional
tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi
dari pihak manapun termasuk yang tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
5. Fairness (Kesetaraan atau Kewajaran)
Prinsip ini menurut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi
hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Tujuan lain dari pembentukan OJK ini antara lain adalah agar keseluruhan
kegiatan didalam sektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan
yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Dalam konsep berkelanjutan
dimaksud adalah untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development). Sebagaimana menurut The World Business Council
of for Sustainable Development (WBSCDS) yang menggambarkan sebagai
"Business commitment to contribute to sustainable economic development,
working with employees, their, the local community, and society at large to
improve their quality if life" yaitu suatu komitmen bisnis untuk memberikan
kontribusi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan
pegawai,

keluarganya,

komunitas

lokal

dan

masyarakat

luas

untuk

meningkatkan kualitas hidup bersama.23
2.1.3 Tugas dan Wewenang OJK
Terbentuknya OJK di Indonesia didasari dengan suatu keinginan dari
23

Skripsi

Ibid, h.108

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

21

pemerintah untuk melakukan regulasi dalam hal pengawasan di sektor jasa
keuangan terutama dalam sektor perbankan yang mulai melemah. Kedudukan
OJK yang menjadi lembaga independen dan memiliki kewenangan yang cukup
luas dan tegas dalam pengawasan perbankan diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan yang saat ini timbul dalam sektor jasa keuangan terutama pada
sektor perbankan.
Dengan terbentuk dan berlakunya UU OJK telah memberikan kepastian
hukum dan telah menjadi dasar hukum bagi OJK untuk melakukan tugas dari
lembaga tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU OJK, OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap:24
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b.Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Sebagaimana ketentuan huruf a di atas untuk melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor
Perbankan, OJK memilki kewenangan sebagai berikut:25
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan
sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank; dan
24
25

Skripsi

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6
Ibid, Pasal 7

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

22

2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,
produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa,
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,

kualitas aset,

rasio

kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit,
rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. sistem informasi debitur;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,
meliputi:
1. Manajemen risiko;
2. Tata kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. Pemeriksaan bank.
Dalam melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana telah diatur pada
Pasal 6 UU OJK, OJK memiliki wewenang sebagai berikut:26
a.
b.
c.
26

Skripsi

Menetapkan peraturan pelaksaan Undang-Undang ini;
Menetapkan peraturan perundang-undang di sektor jasa keuangan;
Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

Ibid, Pasal 8

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

23

d.
e.
f.

Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
Menetapkan kebijakan mengenai pelaksaan tugas OJK;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada Lembaga Jasa Keuangan;
Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

g.
h.
i.

Dan dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana di maksud
dalam Pasal 6 UU OJK, OJK memiliki wewenang sebagai berikut:
a.
b.
c.

d.
e.
f.
g.

h.

Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh
Kepala Eksekutif;
Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau
pihak tertentu;
Melakukan penunjukan pengelolahan statute;
Menetapkan penggunaan pengelolahan statute;
Menetapkan sanksi administrative terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
Memberikan dan/atau mencabut:
1. Izin usaha;
2. Izin orang perseorangan;
3. Efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. Surat tanda terdaftar;
5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. Pengesahan;
7. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8. Penetapan lain;
Sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor

jasa keuangan.
2.1.4 Asas-asas OJK

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

24

Dalam Naskah Akademik Pembentukan OJK dikatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan weewenangnya OJK harus berlandaskan kepada
asas-asas sebagai berikut:27
a. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan OJK.
b.Asas kepentingan umum, yakni asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
c. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan OJK dengan tetap memerhatikan perlindungan atas
hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
d.Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pada kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Asas integrasi, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan
OJK.
f. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
Dalam penjelasan umum UU OJK juga dikemukakan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK berlandaskan asas-asas sebagai
berikut:28
a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b.Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum.
d.Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
27

Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dikutip dalam: Hermansyah,
Hukum Perbankan Nasional Indonesia edisi kedua, Kencana, Jakarta, 2005, h.222-223
28
Penjelasan Umum UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

25

tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
memerhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta
rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoirtas Jasa Keuangan, dengan tetap
berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan
Otoritas Jasa Keuangan.
g.Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa asas-asas OJK yang dimuat
dalam Lampiran Penjelasan UU OJK pada hakikatnya mengacu dalam Naskah
Akademik Pembentukan OJK.
2.2 Bank Indonesia Sebelum terbentuknya OJK dalam Pengaturan dan Pengawasan
Perbankan
2.2.1 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia lahir setelah berlakunya UU BI
pada 1 Juli 1953. Berdasarkan ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia,
didalam bidang perbankan, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral sekaligus
bertugas untuk mengawasi bank-bank (khususnya mengenai urusan kredit).
Namun demikian, aturan pelaksanaan ketentuan pengawasan tersebut baru
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 1955 tentang
Pengawasan terhadap Urusan Kredit, yang menyatakan bahwa Bank Indonesia
melakukan pengawasan bank terhadap semua bank yang beroperasi di
Indonesia guna kepentingan solvabilitas dan likuidasi badan-badan kredit

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

26

tersebut dan pemberian kredit secara sehat yang berdasarkan asas-asas
kebijakan Bank yang tepat. Tugas Bank Indonesia tersebut dilakukan atas nama
Dewan Moneter.29
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU BI mengatur bahwa tujuan dari
Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini merupakan tujuan tunggal (single target) bagi Bank Indonesia, tetapi
pada hakikatnya mempunyai dimensi ganda yakni, kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa serta kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang
negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa dapa diukur dari
perkembangan laju inflasi, sedangkan ketsabilan nilai rupiah terhadap mata
uang negara lain tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata
uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah menjadi faktor yang sangat penting
untuk

mendukung

pembangunan

ekonomi

yang

berkelanjutan

dan

meningkatkan kesejahteraan rakyat.30
Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga)
bidang tugas utama sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU BI, yaitu:
a. Menetapkan dan melaksakan kebijakan moneter;
b. Menagtur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c. Mengatur dan mengawasi Bank
Tugas Bank Indonesia tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan
lainnya, oleh sebab itu harus dilakuan dengan saling mendukung untuk
mencapai tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien. Tugas menetapkan
29

Kusdarwanto, Op.cit, h.42
Arief Wind Kuncahyo, Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara Indepedensi, Skripsi Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2007, h.13
30

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

27

dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan melalui pengendalian jumlah
uang yang beredar dan suku bungan dalam perekonomian. Untuk melaksanakan
hal tersebut, diperlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman,
dan andal. Sistem pembayaran yang demikian hanya dapat dilaksanakan oleh
sistem perbankan yang sehat.31 Sebab, kebijakan moneter banyak dilakukan
melalui sistem perbankan.

2.2.2 Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengaturan dan Pengawasan
perbankan
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) dalam hal pengawasan dan
pengaturan perbankan, Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang dalam
hal melakukan pengaturan dan pengawasan bank memberikan dan mencabut
izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan peraturan,
melaksanakan pengawasan Bank serta mengenakan sanksi terhadap bank.32
Bank Indonesia mempunyai beberapa kewenangan dalam melakukan
pengaturan dan pengawasan terhadap bank, yaitu:33
a. Kewenangan memberikan izin
b. Kewenangan mengatur
c. Kewenangan untuk mengawasi
d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi
Dalam hal kewenangan memberikan izin (right to license), yang
dimaksud adalah kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan

31
32
33

Skripsi

Ibid, h.14
Kusdarwanto, op.cit, h.51
http://www.bi.go.id/id/perbankan/

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

28

pendirian suatu bank, meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank,
pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bak, pemberian izin kepada
bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.34
Kewenangan pemberian izin ini merupakan seleksi awal terhadap
kehadiran sebuah bank dengan menetapkan tata cara perizinan dan pendirian
suatu bank. Pada umumnya persyaratan pendirian bank menyangkut pada tiga
aspek, yaitu: (a) akhlak dan moral calon pemilik dan pengurus bank, (b)
kemampuan menyediakan dana dalam jumlah tertentu untuk modal bank, dan
(c) kesungguhan dan kemampuan dari para calon pemilik dan pengurus bank
dalam melakukan kegiatan usaha bank.35
Kewenangan untuk mengatur (right to regulate) adalah menetapkan
ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka
menciptakan perbankan sehat guna memenuhi jasa dalam rangka menciptakan
perbankan yang diinginkan masyarakat.36
Didalam kewenangan mengawasi, Bank Indonesia membaginya dalam 2
pengawasan, yaitu:37
a. Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision)
Terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan
bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan Bank terhadap
peraturan yang berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat
praktik-praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan
usaha Bank.
34

Bank Indonesia, Bookled perbankan Indonesia 2010, Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan Bank Indoneisa, Jakarta, 2010, h.11-12
35
Hermansyah, Op.cit, h.175-176
36
Bank Indonesia, op.cit.., h.11-12
37
Ibid

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

29

b. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision)
Pengawasan melalui alat pemantau seperti laporan berkala
yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi
lainnya.
Sedangkan kewenangan untuk mengenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan terhadap Bank apabila suatu Bank kurang atau
tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar
bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.38
Dalam hal menjalankan tugas pengawasan bank, Bank indonesia
melaksanakan sistem pengawasan dengan menggunakan 2 pendekatan, yaitu:39
1. Pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based
supervision), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap
ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan
bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank
telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip
kehati-hatian. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek kepatuhan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksaan
pengawasan bank berdasarkan risiko;
2. Pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision) yaitu
pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi
berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawasan bank dapat
mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil
tindakan engawasan yang sesuai dan tepat waktu.
Berkaitan dengan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia
sebagai bank sentral berwenang:40
a.
b.

38
39
40

Skripsi

Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan
perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu dari bank, termasuk memberikan dan mencabut izin usaha tertentu
dari bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan
kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan
bank, memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha
tertentu.

Ibid
Ibid., h.12-14
Hermansyah, Op.cit, h.177-178

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

30

c.

d.

e.

f.

g.
h.

i.

Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung
melalui penyampaian laporan, keterangan oleh bank serta hasil
pemeriksaan terhadap bank, secara berkala ataupun setiap waktu jika
diperlukan.
Menugaskan kepada pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia dalam
melaksanakan pemeriksaan. Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan
wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperbolehkan.
Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau
seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank
Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindakan
pidana di bidang perbankan.
Melakukan tindakan tertentu sebagai akibat dari penilaian Bank Indonesia
terhadap suatu bank atas kegiatan yang dapat membahayakan usaha bank
tersebut dan/atau sistem perbankan secara keseluruhan.
Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independentI, dan dibentuk dengan undang-undang.
Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank. Sistem
informasi dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau oleh pihak
lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Mengenakan sanksi terhadao bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian itu

bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan
usaha perbankan agar terwujud sistem perbankan yang sehat dan efisien. Oleh
karena itu, peraturan di bidang perbankan tersebut harus didukung pula dengan
sanksi yang adil serta harus disesuaikan pula dengam standar yang berlaku
secara Internasional.41
2.3 Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengaturan dan Pengawasan Perbankan
Setelah terbentuknya OJK
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24 UU BI

dalam mengemban

tugas untuk mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia berwenang untuk
memberikan dan mencabut izin pendirian bank, menetapkan peraturan,

41

Dirdjosisworo dan Soedjono, Hukum Perbankan di Indonesia: Bank umum, Bandung, Mandar
maju, 2003, h.135

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

31

mengawasi,

sampai

memberikan

sanksi

kepada

bank

sesuai

dengan

perundang-undangan. Dari penjelasan tersebut, maka dapat dilihat bahwa Bank
Indonesia bukan hanya berwenang saja dalam mengatur dan mengawasi sistem
perbankan nasional. Namun, Bank Indonesia juga memiliki tanggung jawab dan
kewajiban yang utuh dalam melakukan pembinaan kepada bank, baik dengan cara
represif maupun prefentif.
Dengan adanya pembentukan OJK, kewenangan Bank Indonesia yang
semula memegang penuh dalam sistem perbankan nasional kini dibatasi oleh
pemerintah. Sebab, didalam ketentuan Pasal 6 huruf a UU OJK telah
menyebutkan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Selain itu, di dalam
ketentuan selanjutnya yakni pada Pasal 7 UU OJK juga telah disebutkan bahwa
untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, OJK
mempunyai wewenang:42
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan
sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank, dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan
dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa
b. Pengaturan dan pengawasan mengennai kesehatan bank yang
meliputi:
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio
kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian
kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan
bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit (credit testing); dan
42

Skripsi

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

32

5. Standar akuntasi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,
meliputi:
1. Manajemen risiko;
2. Tata kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan;
dan
d. Pemeriksaan bank
Apabila kita melihat pada UU BI maka kewenangan yang beralih tersebut
adalah, antara lain:43
a.
b.

c.
d.

e.

Mengatur dan mengawasi bank;
Menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan tertentu dari bank, melaksanakan
pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip
kehati-hatian;
Berkaitan dengan kewenangan dibidang perizinan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 24: (a) memberikan dan mencabut izin usaha
bank; (b) memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan
kantor bank; (c) memberikan persetujuan atas kepemilikan dan
kepengurusan bank; (d) memberikan izin kepada bank untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu;
Melakukan pengawasan bank sebagaimana dimaksud pasal 24, yaitu
pengawasan langsung dan tidak langsung;
Dengan adanya UU OJK, maka pengawasan perbankan tidak lagi berada

ditangan Bank Indonesia melainkan berada pada tangan OJK. Meskipun telah
terbentuk lembaga pengawasan tersebut, namun peranan Bank Indonesia terhadap
pengwasan bank tidak dapat dikesampingkan. Sebab lemabaga tersebut (OJK)
tetap harus mempunyai hubungan kordinasi yang baik dengan Bank Indonesia,
diantaranya menyangkut keterangan dan data perbankan yang ada.
Dengan telah terbentuknya OJK, Bank Indonesia akan fokus kepada
kewenangan dalam hal kebijakan moneter yaitu kebijakan untuk mencapai dan
43

Skripsi

Afika Yumya, Op.cit, h.60.

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

33

memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui
pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bungan.44

2.4 Pergeseran Tugas dan Wewenang Bank Indonesia ke OJK
Berikut adalah tabel wewenang Bank Indonesia yang telah beralih ke OJK:
Beralih ke
No.

OJK

Kewenangan Bank Indonesia

1.

Keterangan

Ya

Tidak

kebijakan

-



UU BI

Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan

-



UU BI

-



UU BI

juga

-



UU BI

pembiayaan

-



UU BI

-



UU BI

Menetapkan

dan

melaksanakan

moneter
a.

memperhatikan

sasaran

laju

inflasi

yang

ditetapkannya
b.

Melakukan

pengendalian

moneter

dengan

menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi
tidak terbatas pada:
1. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing;
2. Penetapan tingkat diskonto;
3. Penetapan cadangan wajib minimum;

4. Pengaturan kredit atau pembiayaan.
c.

Melakukan

pengendalian

moneter

berdasarkan prinsip syariah
d.

Memberikan

kredit

atau

berdasarkan prinsip syariah untuk jangga waktu
90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan
pendanaan

jangka

pendek

bank

yang

bersangkutan.
e.

44

Skripsi

Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan

Ibid., h.63

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

34

sistem nilai tukar yang telah ditetapkan.
f.

-



UU BI

-



UU BI

Mengatur dan menjaga sistem pembayaran

-



UU BI

Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan

-



UU BI

-



UU BI

Mengelola cadangan devisa, melaksanakan
berbagai

jenis

transaksi,

dan

menerima

pinjaman luar negeri.
g.

Menyelenggarakan survei secara berkala atau
sewaktu-waktudiperlukan yang dapat bersifat
makro

dan

mikro

untuk

mendukung

pelaksanaan tugas BI
2.
a.

izin

atas

penyelenggaraan

jasa

sistem

penyelenggara

jasa

sistem

menyampaikan

laporan

pembayaran
b.

Mewajibkan
pembayaran

untuk

tentang kegiatannya
c.

Menetapkan penggunaan alat pembayaran

-



UU BI

d.

Mengatur sistem kliring antar bank dalam mata

-



UU BI

-



UU BI

-



UU BI

-



UU BI

Tugas Mengatur dan mengawasi Bank



-

UU BI

Menetapkan peraturan perbankan:



-

UU BI

uang rupiah dan atau valuta asing
e.

Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi
pembiayaan antar bank dalam mata uang
rupiahdan atau valuta asing

f.

Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan
dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal
mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang
sah

e.

Satu-satunya lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah
serta mencabut, menarik, dan memusnakan
uangan dimaksud dari peredaran

3.
a.

Menetapkan

ketentuan-ketentuan

perbankan

yang memuat prinsip kehati-hatian

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

35

b.

Kewenangan dibidang peizinan:



-

UU BI



-

UU BI



-

UU BI



-

UU BI



-

UU BI



-

UU BI



-

UU BI

(a) Memberikan dan mencabut izin usaha bank
(b) Memberikan izin pembukaan, penutupan,
dan pemindahan kantor bank
(c) Memberikan persetujuan atas kepemilikan
dan kepengurusan bank
Memberikan

izin

kepada

bankuntuk

menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu
c.

Pengawasan bank secara langsung dan tidak
langsung

d.

Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai
ketentuan perundangan

e.

Mewajibkan:
(a) bank

untuk

menyampaikan

laporan,

keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata
cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
(b) Apabila diperlukan, kewajiban tersebut
diatas juga dikenakan kepada perusahaan induk,
perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak
terafiliasi oleh bank
f.

Memeriksa:
(a) bank baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan
(b) Apabila diperlukan, pemeriksaan tersebut
diatas juga dikenakan kepada perusahaan induk,
perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi
oleh bank, dan debitur bank

g.

Menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank
Indonesia melaksanakan pemeriksaan diatas

h.

Memerintahkan:
(a) Bank

untuk

sebagian

atau

menghentikan
seluruh

transaksi

sementara
tertentu

apabilamenurut penilaian BI terhadap suatu

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

36

transaksi patut diduga merupakan tindak pidana
dibidang perbankan
(b) BI wajib mengirim tim pemeriksa untuk
menelitih kebenaran atas dugaan tersebut
Apabila dari hasil pemeriksaan tidak diperoleh
bukti yang cukup, BI pada hari itu juga
mencabut perintah penghentian transaksi
i.

(a) Mengatur dan mengemban sistem informasi



-

UU BI



-

UU BI



-

UU

antar bank
(b) Sistem informasi dapat diperluas dengan
menyertakan lembaga lain dibidang keuangan
Penyelenggaraan sistem informasi tersebut
dapat dilakukan sendiri oleh Bi dan atau pihak
lain dengan persetujuan BI
j.

Dalam hal keadaan suatu Bank menurut
penilaian

Bank

Indonesia

membahayakan

kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan
dan/atau membahayakan sistem perbankan atau
terjadi

kesulitan

perbankan

yang

membahayakan perekonomian nasional, Bank
Indonesia
sebagaimana

dapat
diatur

melakukan
dalam

tindakan

undang-undang

tentang perbankan yang berlaku
4.

Menetapkan ketentuan perihal Bank Umum:
a.

menyediakan pembiayaan dan atau melakukan

Perbankan

kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah
b.

melakukan kegiatan dalam valuta asing



-

UU
Perbankan

c.

Melakukan kegiatan penyertaan modal pada
bank atau perusahaan lain di bidang keuangan,



-

UU
Perbankan

seperti sewa guna usaha, modal ventura,
perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring
penyelesaian dan penyimpanan

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

37

d.

Melakukan

kegiatan

penyertaan

modal



-

sementara untuk mengatasi akibat kegagalan

UU
Perbankan

kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, dengan syarat harus menarik
kembali penyertaannya
e.

Wajib memiliki dan menerapkan pedoman
perkreditan

dan

pembiayaan



-

berdasarkan

UU
Perbankan

prinsip syariah
5.

Menetapkan

ketentuan

mengenai

batas



-

maksimum pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan
jaminan,

prinsip

syariah,

penempatan

UU
Perbankan

pemberian

investasi

surat

berhargaatau hal lain yang serupa, yang dapat
dilaukan oleh bank kepada peminjam atau
sekelompok peminjam yang terkait, termasuk
kepada

perusahaan-perusahaan

dalam

kelompok yang sama dengan bank yang
bersangkutan (batas maksimum tidak boleh
melebihi 30%)
6.

Menetapkan

ketentuan

mengenai

batas

maksimum pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan
jaminan,

prinsip

syariah

penempatan

,



-

UU
Perbankan

pemberian

investasi

surat

berhargaatau hal lain yang serupa, yang dapat
dilaukan oleh bank kepada:
a. Pemegang saham yang memiliki 10% atau
lebih dari modal disetor ke bank;
b. Anggota dewan komisaris;
c. Anggota direksi;
d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b, dan c;
e. Pejabat bank lainnya;
f. Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

38

terdapat

kepentingan

dari

pihak-pihak

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d,
dan e
7.

Untuk

menunjang

pelaksanaan

program



-

peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui
pemberdayaan

koperasi,

usaha

kecil

UU
Perbankan

dan

mengengah, Pemerintah bersama BI dapat
melakukan kerjasama dengan Bank Umum
8.

Menetapkan ketentuan perihal Usaha BPR



-

menyediakan pembiayaan dan penempatan dana

UU
Perbankan

berdasarkan prinsip syariah
9.

Setiap

pihak

yang

melakukan

kegiatan



-

menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk

simpanan

wajib

terlebih

UU
Perbankan

dahulu

memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum
atau BPR dari pimpinan BI, kecuali apabila
kegiatan tersebut diatur pada UU tersendiri
10.

Menentukan persyaratan dan tatacara perizinan



-

bank
11.

UU
Perbankan

Hanya dapat dilakukan dengan izin pimpinan



-

BI apabila:

UU
Perbankan

a. Membuka kantor cabang Bank Umum;
b. Membuka kantor cabang, kantor perwakilan,
dan jenis-jenis kantor lainnya diluar negeri;
c. Membuka kantor cabang BPR
12.

Pembukaan kantor dibawah kantor cabang



-

Bank Umum wajib dilaporkan kepada BI
13.

Menentukan ketentuan mengenai pesyaratan

UU
Perbankan



-

dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum

UU
Perbankan

dan BPR
14.

Memberikan izin pembukaan kantor cabang,
kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan



-

UU
Perbankan

dari suatu bank yang berkedudukan diluar

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

39

negeri (hanya pimpinan BI yang berwenang
memberikan izin tersebut)
15.

Menetapkan ketentuan mengenai persyaratan



-

pendirian yang wajib dipenuhi pihak - pihak

UU
Perbankan

yang mendirikan Bank Umum
16.

Perubahan kepemilikan Bank wajib dilaporkan



-

kepada BI
17.

Perbankan

Memberikan izin merger, konsolidasi, dan



-

akuisisi (hanya Pimpinan BI yang berwenang)
18.

UU

Melakukan pembinaan dan pengawasan bank

UU
Perbankan



-

UU
Perbankan

19.

Menetapkan ketentuan yang wajib di penuhi



-

oleh baank dalam hal:

UU
Perbankan

a. Memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas
aset, dan lainnya. Serta wajib melakukan
kegiatan

usaha

berdasarkan

prinsip

kehati-hatian;
b. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menumpuh
cara yang tidak merugikan bank dan nasabah;
c. Menyediakan
kemungkinan

informasi
timbulnya

risiko

mengenai
kerugian

sehubungan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.
20.

Bank wajib memberikan kepada BI segala



-

keterangan dan penjelasan mengenai usahanya

UU
Perbankan

menurut tatacara yang ditetapkan BI.
21.

Memeriksa buku-buku dan berkas-berkas yang
ada pada bank dan berhak memperoleh bantuan



-

UU
Perbankan

bank dalam hal memperoleh segala kebenaran
dari keterangan, dokumen dan penjelasan yang

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

40

dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
22.

Melakukan pemeriksaan terhadap baik baik



-

secara berkala maupun setiap waktu apabila

UU
Perbankan

diperlukan.
23.

Menugaskan akuntan publik untuk dan atas



-

nama BI melaksanakan pemeriksaan terhadap

UU
Perbankan

Bank.
24.

Menetapkan

persyaratan

dan

tatacara



-

pemeriksaan bank
25.

UU
Perbankan

Bank wajib menyampaikan kepada Bank



-

Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi

UU
Perbankan

tahunan serta penjelasannya, serta laporan
berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
26.

Bank

wajib

mengumumkan

neraca

dan



-

perhitungan laba/rugi dalam waktu dan bentuk

UU
Perbankan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
27.

Menetapkan

pengecualian

dari

ketentuan



-

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)

UU
Perbankan

bagi Bank Perkreditan Rakyat.


28.
a.

Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan

-

UU
Perbankan

yang membahayakan kelangsungan usahanya,
Bank Indonesia dapat melakukan tindakan
agar :
a. pemegang saham menambah modal;
b. pemegang saham mengganti Dewan
Komisaris dan atau Direksi bank;
c. bank menghapusbukukan kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
macet dan memperhitungkan kerugian bank
dengan modalnya;
d. bank melakukan merger atau konsolidasi
dengan bank lain;
e. bank dijual kepada pembeli yang bersedia
mengambil alih seluruh kewajiban;
f. bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau
sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;

Skripsi

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

41

g. bank menjual sebagian atau seluruh harta d
an atau kewajiban bank kepada bank atau pihak
lain.
b. Apabila:
a. tindakan sebagaimana diatas belum cukup
untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank;
dan atau
b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan
suatu bank dapat membahayakan sistem
Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha bank dan memerintahkan
Direksi bank untuk segera menyelenggarakan
Rapat Umum Pemegang Saham guna
membubarkan badan hukum bank dan
membentuk tim likuidasi.
c. Dalam
hal
Direksi
bank
tidak
menyelenggarakan

RUPS,

Pimpinan



-

UU
Perbankan



-

Bank

UU
Perbankan

Indonesia meminta kepada pengadilan untuk
mengeluarkan

penetapan

yang

berisi

pembubaran badan hukum bank, penunjukan
tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
29.

Apabila menurut penilaian Bank Indonesia
terjadi

kesulitan

Perbankan



-

yang

UU
Perbankan

membahayakan perekonomian nasional, atas
permintaan BI,Pemerintah setelah berkonsultasi
kepada DPR RI dapat membentuk badan khusus
yang

bersifat

sementara

dalam

rangka

penyehatan Perbankan.
30.

Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan



-

direksi wajib dilaporkan kepada BI.
31.

UU
Perbankan

Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan BI
atas permintaan Menteri Keuangan berwenang



-

UU
Perbankan

mengeluarkan perintah tertulis kepada bank
agar

memberikan

memperlihatkan
surat-surat

Skripsi

keterangan

bukti-bukti

mengenai

tertulis

keadaan

dan
serta

keuangan

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

42

Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak.

32.

Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah



-

diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan

UU
Perbankan

Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara,
Pimpinan BI memberikan izin kepada pejabat
Badan

Urusan

Piutang

dan

Lelang

Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan Nasabah Debitur.
33.

Untuk kepentingan peradilan dalam perkara



-

pidana, Pimpinan BI dapat memberikan izin
kepada

polisi,

jaksa,

atau

hakim

UU
Perbankan

untuk

memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
34.

Menetapkan ketentuan mengenai tukar menukar



-

informasi antar bank, direksi bank dapat

UU
Perbankan

memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya
kepada bank lain.
35.

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana BI



-

dapat menetapkan sanksi administratif kepada

UU
Perbankan

bank yang tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam UU ini, atau
Pimpinan BI dapat mencabut izin usaha bank
yang bersangkutan.
36.

menetapkan sanksi administratif kepada Pihak



-

Terafiliasi yang tidak memenuhi kewajibannya

UU
Perbankan

sebagaimana ditentukan dalam UU ini atau
menyampaikan pertimbangan kepada instansi
yang berwenang untuk mencabut izin yang
bersangkutan.
37.

Skripsi

Menilai pihak terafilisasi untuk turut serta

KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)



-

UU

PUTRI SASKY ANGGRAINI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

43

nenpengaruhi pengelolaan Bank Syariah atau

Perbankan

UUS, baik langsung maupun tidak langsung,

Syariah

antara lain pengendali bank, pemegang saham
dan keluarga, keluarga komisaris, dan keluarga
direksi.
38.

Memberikan izin kepada setiap pihak yang akan



-

melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau

Perbankan
Syariah

UUS.
39.

Memberikan izin kepada bank koncensional
yang

akan

mengubah

kegiatan



-

usahanya

Bank

Umum

UU
Perbankan

berdasarkan Pinsip Syariah.
40.

UU

Syariah

Konvensional

yang

akan



-

UU

melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip

Perbankan

Syariah wajib membuka UUS di kantor pusat

Syariah

Bank dengan izin BI
41.

Memberikan izin pembukaan kantor cabang



-

Bank Syariah dan UUS

UU
Perbankan
Syariah

42.

Pembukaan kantor di bawah kantor cabang,



-

wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan

Perbankan

setelah mendapatkan surat penegasan dari BI
43.

Pengangkatan anggota direksi dan komisaris

UU

Syariah


-

harus mendapatkan persetujuab BI

UU
Perbankan
Syariah

44.

RUPS Bank Syariah harus menetapkan tugas



-

manajemen, remunerasi komisaris dan direksi,
laporan

pertanggungjawaban

UU
Perbankan
Syariah

tahunan,

penunjukan dan biaya jasa akuntan publik,
penggunaan

laba,

dan

hal

lainnya

yang

ditetapkan dalam PBI
45.

Maksimum kepemilikan Bank Umum Syariah
oleh warga negara asing dan/atau badan hukum
as

Dokumen yang terkait

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

KOORDINASI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN BANK INDONESIA (BI) DALAM UPAYA PENANGANAN BANK BERMASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

3 32 52

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

PERAN LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan Lampung)

0 2 13

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP SEKTOR JASA KEUANGAN A. Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan - Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

0 3 22

BAB II PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI REGULATOR KEGIATAN JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL A. Latar Belakang Pendirian Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia - Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Ke

0 0 30

ANALISIS HUBUNGAN KELEMBAGAAN ANTARA OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN BANK INDONESIA

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - PERLINDUNGAN NASABAH ASURANSI DALAM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI PASCA LAHIRNYA UU OJK Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 15

BAB II KEWENANGAN MENGAJUKAN PERMOHONAN KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI PASCA LAHIRNYA UU OJK 2.1. Syarat Pemohon Pailit - PERLINDUNGAN NASABAH ASURANSI DALAM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI PASCA LAHIRNYA UU OJK Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN - KEPAILITAN BANK PASCA LAHIRNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14