STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) BRONDONG LAMONGAN Repository - UNAIR REPOSITORY
SKRIPSI STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) BRONDONG LAMONGAN Oleh : CATUR AMRINA S SURABAYA – JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014
SKRIPSI STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) BRONDONG LAMONGAN
Oleh :
CATUR AMRINA S NIM. 141011078
Telah diujikan pada Tanggal : 7 Oktober 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua : Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.
Anggota : Dr. Kismiyati, Ir., M.Si.
Agustono Ir., M.Kes. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. Sudarno, Ir., M.Kes.
Surabaya, Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga Dekan,
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA NIP. 19520517 197803 2 001 Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : Catur Amrina S N I M : 141011078 Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 06 Maret 1992 Alamat : Jl. Galangan No.11 Semampir, Sedati, Sidoarjo Judul Skripsi : Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan
Kuniran (Upeneus sulphureus) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong Lamongan . Pembimbing : 1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA 2. Sudarno Ir., M.Kes.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Pribadi. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :
1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;
2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi;
3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab.
XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah- olah hasil pemikiran saya sendiri
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 7 Oktober 2014 Yang membuat pernyataan,
Catur Amrina S NIM. 141011078
RINGKASAN Catur Amrina S. Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus Sulphureus) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan. Dosen pembimbing Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA dan Sudarno, Ir., M.Kes.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur. lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting. Beberapa penelitian tentang ikan laut menyatakan bahwa, ikan laut sering terinfeksi cacing endoparasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis cacing endoparasit dan prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (random sampling) terhadap ikan kuniran di TPI Brondong. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali pengambilan masing-masing 25 ikan, sehingga total sebanyak 100 ikan. Ikan sampel dilakukan pemeriksaan organ-organ tubuh dan saluran pencernaan, pewarnaan cacing dan identifikasi cacing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan larva stadium tiga
Anisakis simplex dan cacing dewasa Camallanus carangis. Tingkat prevalensi
larva stadium tiga Anisakis simplex dan Camallanus carangis pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan sebesar 36% (Commonly). Dengan ditemukannya larva stadium tiga Anisakis simplex diperlukan pengolahan yang baik dan benar sebelum ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia karena bersifat zoonosis. iv
SUMMARY Catur Amrina S. Study Identification and Prevalence of Worm Endoparasites in Sulphur goathfish (Upeneus Sulphureus) at The Fish Auction Place Brondong, Lamongan. Academic Advisor Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA and Ir. Sudarno, M. Kes.
The Fish Auction Place Brondong, Lamongan is the biggest fish landing sites in East Java. Sulphur goathfish (Upeneus sulphureus) including in groups fish demersal that has value economically important. Some research on marine fishes suggest that, marine fishes that is often infected by worm endoparasites.
This aims of the study is want to know a kind of worm endoparasites and their prevalence that infected Sulphur goathfish (Upeneus sulphureus) in The Fish Auction Place Brondong, Lamongan.
Methods of research done by random sampling survey. Sampling was conducted four times, each taking 25 samples, therefore the total were 100 samples. Fish samples examined body organo and digestive tract, and performed staining and identification of worms.
Research result showed that there were third stage larvae of Anisakis
simplex and adult worm of Camallanus carangis. The prevalence of third stage
larvae of Anisakis simplex and adult worm of Camallanus carangis in Sulphur goathfish (Upeneus sulphureus) was 36 % (commonly). With the discovery of third stage larvae of Anisakis simplex, therefore required processing the good and right of Kuniran fish before the fish for human consumption because it is zoonotic. v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Studi Identifikasi Dan Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus Sulphureus) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong Lamongan dapat terselesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga pada bulan Juli-Agustus 2014.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.
Surabaya, September 2014 Penulis vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
2. Dosen wali, Prof. Moch Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D atas pengarahan akademik dan non-akademik.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, Dosen Pembimbing pertama dan Bapak Ir. Sudarno, M.Kes, Dosen Pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingannya sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian skripsi.
4. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si., Ibu Dr. Kismiyati, Ir., M.Si, dan Prof.
Hari Suprapto, Ir., M.Agr., dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan terhadap perbaikan skripsi ini.
5. Ibu Putri Desi Wulansari S.Pi., M.Si. yang telah membantu kelancaran skripsi ini.
6. Orang tua tercinta Bapak Suhatmadi, Ibu Masri’ah dan kakak-kakakku yang selalu menjadi inspirasi dan motivasi selama ini.
7. Fatra, Dhanik, Rahma, Mega, Devi, Sari, Fifit, Maya, Mentari, Amalia, Shinta dan Shasa. Serta teman Budidaya Perairan Unair 2010.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun penyelesaian skripsi. vii
DAFTAR ISI Halaman
Ringkasan ......................................................................................................... iv Summary ......................................................................................................... v Kata Pengantar ................................................................................................. vi Ucapan Terima Kasih....................................................................................... vii Daftar Isi........................................................................................................... viii Daftar Tabel ..................................................................................................... ix Daftar Gambar.................................................................................................. x Daftar Lampiran ............................................................................................... xi I. Pendahuluan......... ...................................................................................
1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
3 1.3 Tujuan ........... ...................................................................................
3 1.4 Manfaat... ...... ...................................................................................
3 II. Tinjauan Pustaka .. ...................................................................................
4 2.1 Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) ................................................
4 2.1.1 Klasifikasi (Upeneus sulphureus)..........................................
4 2.1.2 Morfologi (Upeneus sulphureus)...........................................
4 2.1.3 Habitat dan Penyebaran (Upeneus sulphureus) ....................
5 2.2 Parasit........... ...................................................................................
5 2.3 Cacing Nematoda ............................................................................
5 2.3.1 Camallanus carangis..............................................................
6 2.3.2 Camallanus cotti ....................................................................
8 2.3.2 Anisakis simplex ....................................................................
10 2.4 Cacing Trematoda ............................................................................
13 2.4.1 Lecithochirium........................................................................
14 2.4.2 Prosorhynchus ........................................................................
17 III. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ........................................................
19 3.1 Kerangka Konseptual .......................................................................
19 IV. Metodologi Penelitian ...............................................................................
22 4.1 Tempat dan Waktu ...........................................................................
22 4.2 Materi Penelitian ..............................................................................
22 viii
4.2.1 Alat Penelitian .......................................................................
22 4.2.2 Bahan Penelitian ....................................................................
22 4.3 Metode Penelitian..............................................................................
22 4.3.1 Prosedur Penelitian .................................................................
23 4.3.2 Identifikasi Cacing.................................................................
25 4.4 Diagram Alir Penelitian ...................................................................
25 4.5 Parameter Penelitian .........................................................................
25 4.6 Analisis Data ...................................................................................
26 V. Hasil dan Pembahasan.................................................................................
27 5.1 Hasil...................................................................................................
27 5.1.1 Identifikasi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran .................
27 5.1.2 Prevalensi Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ........
32
5.2 Pembahasan......................................................................................... 33 VI. Kesimpulan dan saran .............................................................................
36 6.1 Kesimpulan ......................................................................................
37 6.2 Saran.................................................................................................
37 Daftar Pustaka ..................................................................................................
38 Lampiran ........................................................................................................
41 ix
SKRIPSI STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) BRONDONG LAMONGAN
Sebagai Salah Satu untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Oleh :
CATUR AMRINA S NIM. 141011078
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama Pembimbing Serta Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA Sudarno, Ir., M.Kes NIP. 19520517 197803 2 001 NIP. 19550713 198601 1 001
DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Jenis Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ..................
28 2 Hasil Perhitungan Prevalensi Larva Cacing Endoparasit ............
32 x
xi
17 10. Kerangka Konseptual Penelitian ...............................................
31 15. Morfologi Cacing Camallanus carangis (Mikroskop Lucida) ...
14. Morfologi Cacing Camallanus carangis (Mikroskop Binokuler)
30
29 13. Morfologi Cacing Anisakis simplex (Mikroskop Lucida) ..........
25 12. Morfologi Cacing Anisakis simplex (Mikroskop Binokuler) ......
21 11. Diagram Alir Penelitian .............................................................
16 9. Prosorhynchus longisaccatus .....................................................
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Morfologi Ikan Kuniran ..............................................................
15 8. Siklus Hidup Lecithochirium grandiporum ................................
14 7. Lecithochirium grandiporum ......................................................
11 6. Siklus Hidup Anisakis simplex ....................................................
10 5. Anisakis simplex .. .....................................................................
9 4. Siklus Hidup Camallanus cotti ...................................................
7 3. Camallanus cotti . .......................................................................
5 2. Camallanus carangis ..................................................................
32
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Predileksi cacing yang Ditemukan ...............................................
41 2 Data Ikan Kuniran .......................................................................
42 3 Data Cacing Yang Ditemukan .....................................................
46 4 Kunci identifikasi Camallanus......................................................
47 5 Kunci Identifikasi Anisakis ............................................................
49
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong berada di Kabupaten Lamongan dan merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur. TPI Brondong memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan kelautan, yaitu sebagai pusat atau sentral kegiatan perikanan laut serta berperan penting dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil tangkapan laut nelayan TPI Brondong Lamongan didominasi oleh ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya ikan kuniran (Upeneus sulphureus), kambangan (Lutjanus
sanguineus ), krese (Nemipterus japonicus), golok sabrang (Pricanthus tayenus),
kapasan (Gares punctatus), kakap merah (Lutjanus campechanus), kakap putih (Lates calcarifer), kerapu (Cromileptes), layur (Trichiurus savala), cumi-cumi (Loligo sp), tongkol (Auxis thazard), hiu (Carcharias menissorah) dan bawal (Pampus argentus) (Muttaqin dan Abdulgani, 2013). lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu memiliki nilai pasaran yang tinggi, volume produksi makro yang tinggi dan luas serta daya produksi tinggi harga tidak mempengaruhi (Genisa, 1999) dan tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia (Ernawati dan Sumiono, 2006).
Di TPI Brondong ikan kuniran termasuk ikan komoditi utama dan banyak ditangkap oleh nelayan. Berdasarkan sumber Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan jumlah tangkapan ikan kuniran di TPI Brondong dalam bulan Agustus
2 2014 mencapai 190.348 kg. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap Perairan Laut, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada tahun 2012 menunjukkan bahwa volume produksi seluruh perikanan tangkap ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di perairan laut Indonesia mencapai 3.588.890 kg.
Beberapa penelitian tentang ikan laut menyatakan bahwa, ikan laut yang bersifat karnivora sering terinfeksi cacing endoparasit. Salah satu cacing endoparasit yang mempunyai prevalensi tinggi pada spesies ikan laut adalah
Anisakis sp. (Muttaqin dan Abdulgani, 2013). Endoparasit merupakan parasit
yang hidup di dalam tubuh inang. Parasit tersebut mengambil bahan makanan dari organisme yang ditumpangi dengan maksud untuk berkembang biak (Subekti dan Mahasri, 2012).
Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan kondisi patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal gejala klinisnya kurang dapat dilihat dengan jelas. Walaupun ikan yang terinfeksi cacing tidak menimbulkan kematian, akan tetapi dapat mengakibatkan menurunnya fekunditas inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap patogen lain, serta dapat mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus (Saputra, 2011). Infeksi parasit dapat menyebabkan kerugian pada inang definitif misalnya menghambat pertumbuhan dan penurunan produksi. Infeksi cacing pada manusia dapat berdampak terhadap kesehatan manusia (zoonosis) yang ditandai dengan gejala sakit pada abdomen, kejang dan muntah (Palm, 2008). Oleh karena itu, diperlukan pemahaman terhadap cacing parasitik dan penyakit yang ditimbulkan terutama yang berasal dari produk perikanan (Yamaguti dalam Emelina 2008).
3 Sampai saat ini, informasi tentang identifikasi dan prevalensi cacing endoparasit pada ikan di Indonesia masih sedikit (Sarjito dan Desrina, 2005), dengan demikian berdasarkan hal di atas yang telah dikemukakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi dan prevalensi cacing endoparasit pada ikan kuniran di TPI Brondong, Lamongan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jenis cacing endoparasit apa saja yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus
sulphureus ) di TPI Brondong, Lamongan ?
2. Berapa tingkat prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong Lamongan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui jenis cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan.
2. Mengetahui tingkat prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai jenis dan jumlah cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam kegiatan pemantauan kesehatan ikan di perairan laut.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan yang hidupnya cenderung berada di perairan yang relatif dalam, yaitu antara 30 sampai 70 meter dari permukaan laut. Ikan tersebut termasuk ke dalam famili Mullidae (Sumiono dan Nuraini, 2007). Berikut ini klasifikasi dari ikan kuniran menurut Uiblein dan Heemstra (2009) yaitu Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Mullidae Genus : Upeneus Spesies : Upeneus sulphureus
2.1.2 Morfologi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
Menurut Sumiono dan Nuraini (2007), ciri morfologis antara lain terdapat dua garis melintang berwarna kuning dari kepala sampai bagian ekor. Pada kedua sirip punggung terdapat dua sampai tiga tulang keras, ujung sirip berwarna kuning. Sirip anus dan sirip dada berwarna pucat dengan ekor berbentuk tumpul dan berwarna kuning. Bagian punggung (dorsal) ikan berwarna kemerahan dan bagian perut (abdomen) berwarna keputihan. Sirip punggung pertama terdapat tonjolan runcing. Sirip dada berjari - jari antara 15-18 cm. Ikan kuniran (Upeneus
sulphureus ) memiliki bentuk badan yang memanjang hingga mencapai panjang maksimum 23 cm.
5
Gambar 2.1 Morfologi Ikan Kuniran (Ublein, 2009)2.1.3 Habitat dan Penyebaran Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting dan tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Berdasarkan kedalaman, habitat ikan kuniran terdapat pada kedalaman perairan 30 sampai 40 meter dari permukaan laut. Kelompok ikan demersal mempunyai ciri sebagai berikut bergerombol tidak terlalu besar, aktifitas relatif rendah dan gerak ruaya atau migrasi juga tidak terlalu jauh (Badrudin, 2006 dalam Ernawati dan Sumiono, 2006).
2.2 Parasit
Menurut Kabata (1985) parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan habitat parasit yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang habitatnya di bagian permukaaan tubuh. Endoparasit adalah parasit yang habitatnya di dalam tubuh inang, antara lain saluran pencernaan, hati dan
.
organ lain
2.3 Cacing Nematoda
Cacing Nematoda terdiri atas mulut dibagian anterior, kadang-kadang sub dorsal atau sub ventral dan biasanya dikelilingi oleh bibir-bibir. Lubang mulut dari Nematoda yang menuju ke rongga mulut mempunyai dinding kutikula tebal
6 dan dapat berisi struktur seperti gigi atau menuju faring yang biasanya silindris dan dikelilingi oleh jaringan muskuler atau langsung masuk ke esofagus (Subekti dan Mahasri, 2012). Menurut Sarjito dan Desrina (2005), cacing Nematoda yang dapat menginfeksi ikan laut adalah sebagai berikut Camallanus carangis,
, dan anisakis simplex
Camallanus cotti
2.3.1 Camallanus sp
a. Klasifikasi Klasifikasi cacing Camallanus carangis menurut Rigby et al (1998) yaitu sebagai berikut :
Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Subkelas : Spirudida Ordo : Camallanoidea Subordo : Camallanidae Famili : Camallaninae Genus : Camallanus Spesies : Camallanus carangis
b. Morfologi Menurut Moravec et al (2006), cacing Camallanus merupakan cacing nematoda yang berukuran panjang 16,5 mm untuk cacing jantan dan 18,1 mm untuk cacing betina serta memiliki bentuk tubuh silindris memanjang. Tubuhnya ditutupi oleh lapisan kutikula halus yang melintang mulai dari ujung anterior sampai ujung ekor berwarna oranye sampai coklat. Bagian ujung kepalanya membulat sedangkan bagian akhir ekor meruncing. Bagian mulut terdapat celah sempit yang terbuka dengan sudut yang membulat. Terdapat delapan papila
cephatic yaitu empat bagian papila terletak lebih dekat dengan mulut dan empat
7 bagian papila lainnya terletak di bagian luar mulut dan berbentuk bulat besar. Organ khas yang dimiliki cacing Camallanus yaitu adanya buccal capsule. Setiap katup pada buccal capsule dilengkapi dengan sembilan lekukan, satu lekukan di bagian tengah dan masing-masing empat lekukan di bagian ventral dan dorsal. Lekukan tersebut terletak agak miring dari ujung anterior ke ujung posterior. a b
Gambar 2.2 Camallanus carangis (Rigby et al, 1998)Keterangan : a. Anterior Camallanus carangis
b. Posterior
Camallanus carangis
c. Predileksi
Camallanus sp. secara umum menginfeksi usus, cacing ini juga
menginfeksi pilorus dan sekum (Adji, 2008). Cacing Camallanus sering disebut juga gastro intestinal parasite, selain itu hidupnya berkoloni.
d. Siklus Hidup
8 Adapun siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa berkopulasi di tubuh inang kemudian cacing betina yang mengandung larva menuju lumen usus.
Camallanus sp. merupakan cacing vivipar, larva akhirnya berada di air dan dapat
termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda sebagai inang perantara dari Camallanus sp. tersebut dan akan dimakan oleh inang definitif ikan. Melalui ingesti dan digesti kopepoda, larva cacing melekat pada lapisan muskularis mukosa dan berkembang menjadi cacing dewasa pada ikan sebagai inang definitif. Inang paratenik termasuk dalam siklus cacing tersebut, dengan cara beberapa ikan pembawa larva dan akan berakhir pada saluran pencernaan ikan. Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu cacat dan anemia pada ikan (Buchmann and Brescani, 2001).
d. Gejala Klinis Infeksi cacing Camallanus tidak menunjukkan gejala klinis, namun apabila terinfeksi berat dapat menyebabkan ikan menjadi lemah, terdapat luka pada usus, anemia, dan emasiasi (tubuh kurus dan kering) (Rigby, 1997).
2.3.2 Camallanus cotti
a. Klasifikasi Klasifikasi cacing Camallanus cotti menurut Moravec and Justine (2006) sebagai berikut :
Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Subkelas : Spirudida Ordo : Camallanoidea Subordo : Camallanidae Famili : Camallaninae Genus : Camallanus cotti
9 b. Morfologi
Menurut Moravec and Justine (2006) cacing Camallanus cotti termasuk nematoda yg berukuran sedang, jantan memiliki panjang 2,60 – 3,63 mm dan betina berukuran 7,00 – 9,44 mm. Cacing ini memiliki kutikula yang tipis. Memiliki buccal capsule yang besar dan tridents yang berukuran besar. Excretory pore terletak pada bagian posterior dari lingkar saraf. a b
Gambar 2.3 Morfologi Camallanus coti (Moravec and Justine, 2006)Keterangan : a. Anterior Camallanus cotti dengan skala bar 200 μ m
b. Posterior Camallanus cotti dengan skala bar 200 μ m
c. Predileksi Menurut Moravec and Justine (2006), habitat dari cacing Camallanus cotti adalah pada usus ikan.
d. Siklus Hidup Camallanus sp. berkembang melalui keberadaan inang perantara.
Kebanyakan larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini menjadi makanan krustasea dan berkembang dalam saluran pencernaan dan menjadi inang perantara bagi Camallanus sp.. Kemudian krustasea akan termakan
10 oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi Camallanus jika ikan tidak dimakan oleh ikan karnivora lebih besar. Parasit ini juga dapat berkembang tanpa inang perantara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang disana (Untergasser 1989).
Gambar 2.4 Siklus Hidup Camallanus cotti (Monks, 2014)e. Gejala Klinis Pada umumnya infeksi cacing endoparasit Camallanus cotti tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata (Moravec and Justine, 2006).
2.3.3 Anisakis simplex
a. Klasifikasi Klasifikasi cacing Anisakis simplex menurut Kabata (1985) sebagai berikut:
Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Ascaridida Famili : Anisakidae Genus : Anisakis Spesies : Anisakis simplex
11 b. Morfologi
Cacing Anisakis simplex merupakan cacing dari Nematoda, bentuknya gilik memanjang dan berukuran panjang antara 7 sampai 22,5 mm dengan bentuk tubuh tumpul pada bagian posterior dan meruncing pada bagian anterior dan berwarna putih sampai krem. Bagian esophagus memiliki panjang 1,3-2 mm yang terletak di bagian anterior ventriculus dan terlihat jelas pada stadium larva. Bagian ventriculus terletak di bagian akhir esophagus dengan panjang 0,5-0,9 mm.
Bagian ekor berbentuk tumpul dengan panjang antara 0,08-0,58 mm yang dilengkapi dengan mucron kecil yang berukuran 0,015-0,02 mm (Zubaidy, 2010).
Gambar 2.5 Anisakis simplex dengan skala bar 0,7 mmKeterangan : (bt : boring tooth) gigi larva, (nr : nerve ring) cincin saraf, (es :
esophagus ) esofagus, (ve : ventriculus) ventrikulus, (in : intestinum) usus, (an : anus ) anus. (Gandarilas and Lohrmann, 2009)
c. Predileksi Menurut Muttaqin dan Abdulgani (2013), distribusi Anisakis sp. dalam tubuh ikan adalah di lambung, usus, hati, rongga tubuh, gonad dan ginjal. Habitat dan penyebaran cacing endoparasit dapat dipengaruhi oleh struktur dan fisiologis usus sehingga mempengaruhi keberadaan dan jumlah parasit. Terdapatnya cacing
12 endoparasit karena banyaknya sumber bahan organik yang bisa diserap oleh cacing (Desrina dan Kusumastuti, 2006 dalam Saputra, 2011).
d. Siklus Hidup Menurut Pascual et al. (1999) cacing Anisakis simplex memiliki siklus hidup yang kompleks dan melalui sejumlah inang perantara dalam siklus hidupnya. Melalui feses mamalia laut yang berperan sebagai inang definitif elur tersebut menetas dan larva stadium kedua hidup bebas di dalam air yang dapat bertahan hidup selama beberapa hari tergantung pada temperatur air. Larva ini kemudian dimakan oleh krustasea laut yang berperan sebagai inang perantara pertama dan larva tersebut melanjutkan perkembangan hidupnya hingga stadium infektif (larva stadium kedua).
Jika krustasea dimakan oleh ikan atau cumi-cumi, larva stadium kedua akan bermigrasi ke berbagai jaringan inang perantara kedua dan berkembang menjadi larva stadium ketiga dan menetap di organ dalam. Pada saat ikan yang terinfeksi Anisakis simplex dimakan oleh inang definitif maka larva akan dilepaskan ke dalam saluran pencernaan. Larva akan mengalami pergantian kulit, berkembang menjadi larva stadium keempat dan kemudian menjadi cacing dewasa. Manusia dapat bertindak sebagai inang definitive ((Audicana and Kennedy, 2008)
13
Gambar 2.6 Siklus Hidup Anisakis simplex (Audicana and Kennedy, 2008)d. Gejala Klinis Gejala klinis yang sering dialami ikan yang diserang oleh Anisakis antara lain adalah terjadinya penurunan berat badan, terjadinya pembengkakan di dekat saluran pencernaan, adanya gangguan pada lambung ikan dan berkurangnya absorsi makanan pada saluran pencernaan ikan yang terserang (Anderson,1992).
2.4 Cacing Trematoda
Secara umum cacing kelas Trematoda memiliki bentuk tubuh ovoid atau seperti daun dan tidak bersegmen. Biasanya mempunyai saluran pencernaan yang buntu (sekum, dilengkapi dengan satu atau dua alat penghisap untuk menempel). Cacing classis Trematoda memiliki sistem reproduksi hermaprodit (Subekti dan Mahasri, 2012). Menurut Zubaidy (2010), adapun cacing Trematoda yag dapat menginfeksi ikan laut adalah sebagai berikut Lecithochirium grandiporum dan
Prosorhynchus longisaccatus .
14
2.4.1 Lecithochirium
a. Klasifikasi Klasifikasi cacing Lecithochirium menurut Zubaidy (2010) sebagai berikut:
Filum : Platyhelminthes Kelas : Trematoda Subkelas : Digenea Ordo : Azyiigida Subordo : Hemiurata Famili : Hemiuridae Subfamili : Hemiuroidea Genus : Lecithochirium grandiporum
b. Morfologi Menurut Zubaidy (2010), cacing Lecithochirium berukuran panjang 1,1 sampai 2,8 mm dengan bentuk tubuh memanjang dan menggembung disekitar
ventral sucker yang terletak di anterior tubuh. Oral sucker terletak di sub terminal
dengan diameter 0,13mm. Memiliki esophagus yang sangat pendek dan uterus yang melilit. Genital pore terletak di belakang oral sucker dan diantara intestine.
15
Gambar 2.7 Lecithochirium dengan skala bar 0,3 mmKeterangan : (os : Oral sucker) mulut penghisap, (ph : pharynx) faring, (gp: Genital pore) lubang genital, (sc : sinus sac) , (sv : seminal vesicle) kantung seminal, (vs : ventral sucker), (in : intestine) usus, (ts : testis) testis, (ut: uterus) uterus, (ov : ovary) ovarium, (vt : vittelaria) vitelin, (ca : caudal appendage) (Zubaidy, 2010)
c. Predileksi Menurut Susanti (2008), distribusi cacing Lecithochirium dalam tubuh ikan adalah pada saluran pencernaan yaitu lambung, usus, dan caecum.
d. Siklus Hidup Menurut Susanti (2008), cacing Lecithochirium memiliki siklus hidup yang dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan menetas melalui terbukanya operkulum menjadi miracidium, kemudian menembus permukaan kulit inang perantara siput (moluska) yang akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria dan lepas ke perairan menuju inang perantara kedua (ikan, krustasea) dan berkembang menjadi metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea ini dikonsumsi oleh satwa lain seperti burung atau anjing, atau bahkan oleh
16 manusia dalam kondisi mentah atau kurang matang, dapat pula mengakibatkan kecacingan karena perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa dalam tubuh inang definitif.
Gambar 2.8 Siklus Hidup Lecithochirium (Cuomo et al, 2014)e. Gejala Klinis Infeksi dari cacing Lecithochirium tidak menunjukkan gejala klinis. Dalam jumlah yang banyak, infeksi cacing Lecithochirium dapat mengakibatkan infeksi sekunder pada organ terinfeksi dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh (Susanti,2008). Serkaria menginfeksi krustasea dan encyst menjadi metaserkaria
Sporokista redia serkaria Telur berembrio Telur tidak berembrio
Mirasidium menetas dan menembus siput
Krustasea dan ikan
kecil yang mengandungmetacercaria akan
dimakan ikan kuniran danberkembang menjadi
cacing dewasa17
2.4.2 Prosorhynchus
a. Klasifikasi Klasifikasi cacing Prosorhynchus menurut Kabata (1985) sebagai berikut :
Filum : Platyhelminthes Kelas : Trematoda Ordo : Plagiorchiida Famili : Bucephalidae Genus : Prosorhynchus Spesies : Prosorhynchus longisaccatus
b. Morfologi Menurut Kabata (1985), cacing Prosorhynchus memiliki tubuh yang memanjang dan tidak tumpul di kedua ujungnya. Kutikulanya tertutupi oleh duri dan tubuhnya melebar di bagian ovarium. Testis terletak di sisi kanan tubuh dan genital pore terletak di posterior tubuh.
Gambar 2.9 Prosorhynchus dengan skala bar 500 μ m (Bray and Justine, 2013)c. Predileksi Distribusi cacing Prosorhynchus dalam tubuh ikan adalah usus, rongga perut, dan otot (Kabata, 1985).
18 d. Siklus Hidup
Cacing Prosorhynchus memiliki siklus hidup yang dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan menetas melalui terbukanya operkulum menjadi miracidium, kemudian menembus permukaan kulit inang perantara siput (moluska) yang akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria dan lepas ke perairan menuju inang perantara kedua (ikan, krustasea) dan berkembang menjadi metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea ini dikonsumsi oleh satwa lain seperti burung atau anjing, atau bahkan oleh manusia dalam kondisi mentah atau kurang matang, dapat pula mengakibatkan kecacingan karena perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa dalam tubuh inang definitif. (Cuomo et al, 2014).
e. Gejala Klinis Cacing ini tidak begitu merusak usus kecuali infeksi dalam jumlah yang banyak (Kabata 1985).
III KERANGKA KONSEPTUAL
lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting dan tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Permintaan masyarakat terhadap ikan kuniran cukup tinggi karena harganya yang relatif murah. Di TPI Brondong ikan kuniran termasuk ikan yang banyak ditangkap oleh nelayan.
Sampai saat ini ikan yang berada di pasar masih berasal dari tangkapan alam. Kondisi lingkingan yang tidak terkontrol mengakibatkan menurunnya kualitas air dan menyebabkan ikan stres. Ikan yang stres daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga mudah terinfeksi oleh parasit. Menurut Kabata (1985) parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan habitat parasit yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang habitatnya melekat pada bagian permukaaan tubuh. Endoparasit adalah parasit yang habitatnya di . dalam tubuh inang, antara lain saluran pencernaan, hati dan organ lain
Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan kondisi patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal gejala klinisnya kurang dapat di deteksi dengan jelas. Ikan yang terinfeksi cacing tidak menimbulkan kematian, akan tetapi dapat mengakibatkan menurunnya fekunditas inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap patogen lain, serta dapat mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus (Saputra, 2011).
Dalam jumlah yang banyak keberadaan cacing endoparasit dapat menyebabkan efek kematian pada populasi inang dan konsekuensinya dapat
20 menyebabkan kerugian besar bagi industri perikanan dan akuakultur. Infeksi cacing endoparasit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya cara hidup dan kebiasaan makan, migrasi dan adanya kontak antar individu dalam kelompoknya. Ikan yang bergerombol menjadi sarana paling efektif dari satu ikan yang terinfeksi cacing ke ikan yang lainnya.
Menurut Sarjito dan Desrina (2005), sampai saat ini informasi tentang identifikasi dan prevalensi cacing endoparasit pada ikan di Indonesia masih sedikit. Secara umum infeksi cacing endoparasit pada ikan tidak mematikan, sehingga kerugian yang ditimbulkan tidak langsung dapat dirasakan seperti ikan budidaya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi dan prevalensi endoparasit cacing pada ikan kuniran di TPI Brondong.
Penelitian ini akan mengambil sampel di TPI Brondong Lamongan. Pemilihan daerah tersebut karena Tempat Pelangan Ikan (TPI) Brondong merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur dan banyak laporan mengenai kasus endoparasit yang menyerang ikan kuniran. Secara skematis kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
21
Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitianKeterangan : : Aspek yang diteliti
: Aspek yang tidak diteliti Ikan Kuniran
Penyakit Non-Infeksius
Infeksius Parasit
Bakteri Jamur Virus Ektoparasit
Endoparasit Identifikasi
Prevalensi Hasil tangkapan ikan
Cacing Menurunnya kualitas air, stress, suhu tinggi
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pengambilan sampel dilakukan di TPI Brondong, Lamongan.
Pemeriksaan cacing endoparasit dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2014.
4.2 Materi Penelitian
4.2.1 Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu styrofoam.
Selain itu, alat yang digunakan untuk proses identifikasi yaitu mikroskop, pisau bedah (scalpel), gunting bedah, petridisk, object glass, cover glass, pipet tetes, , microtube, dan nampan.
centrifuge
4.2.2 Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel berupa ikan kuniran (Upeneus
sulphureus ) sebanyak 100 ekor yang diambil secara acak dan pengambilan
dilakukan sebanyak empat kali yang mengacu pada Israel (2013) karena populasi sampel lebih dari 100.000. Bahan lain yang digunakan untuk identifikasi dan pewarnaan yaitu larutan alkohol gliserin 5%, larutan Carmine, alkohol 70%, HCl, NaHCO 3 , alkohol 85%, alkohol 95%, larutan Hung’s I dan larutan Hung’s II.
4.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey melalui pengambilan sampel pada lokasi untuk mengidentifikasi jenis cacing
23 saluran pencernaan pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Menurut Azwar (2010), metode survey adalah metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai populasi yang menggambarkan situasi atau kejadian. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) terhadap ikan dari TPI Brondong Lamongan.
4.3.1 Prosedur Penelitian
a. Pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan secara acak sebanyak 100 ekor yang diambil secara berkala karena keterbatasan peneliti yang membutuhkan ketelitian dalam memeriksa sampel. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam styrofoam yang diberi es lalu dibawa ke Laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.
b. Pemeriksaan Sampel dan Identifikasi Cacing Sampel diambil satu persatu lalu diletakkan di atas nampan, kemudian diukur panjangnya. Bagian anal ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah mengarah ke anterior tubuh sampai pada bagian sirip ventral, kemudian digunting ke arah dorsal ikan sampai pada bagian gurat sisi lalu digunting mengarah di bagian anal ikan. Saluran pencernaan ikan dan organ-organ tubuh lain dilakukan pengamatan terhadap adanya endoparasit Feses dikeluarkan dan diambil secukupnya dan diletakkan diatas object glass ditetesi air kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x (Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam, 2010). Apabila terbukti positif, sampel cacing endoparasit diambil dan dilakukan pewarnaan.
24 c. Pewarnaan Cacing Endoparasit
Pewarnaan endoparasit menggunakan metode Semichen-Acetic Carmine yang mengacu pada Khulmann (2006), yaitu dengan cara cacing disimpan ke dalam alkohol gliserin 5% selama 24 jam. Setelah itu, cacing dimasukkan ke dalam alkohol 70% selama 5 menit, kemudian cacing dipindahkan ke dalam larutan Carmine yang sudah diencerkan dengan alkohol 70% dengan perbandingan 1 : 2, dibiarkan selama empat jam. Cacing dilepas dari object glass dan dipindahkan dalam larutan alkohol asam (alkohol 70% + HCl) selama 2 menit, larutan alkohol basa (alkohol 70% + NaCO
3 ) selama 20 menit, kemudian
dilakukan dehidrasi bertingkat dengan alkohol 70% selama 5 menit, alkohol 85% selama 5 menit dan alkohol 95% selama 5 menit. Selanjutnya, dilakukan
mounting dalam larutan Hung’s I selama 20 menit, kemudian diletakkan pada object glass yang bersih, larutan Hung’s II diteteskan diatas cacing tersebut,
kemudian ditutup dengan cover glass.