PERAN BAGUS RANGIN DALAM PEMBERONTAKAN RAKYAT CIREBON 1802-1818 SKRIPSI

  

PERAN BAGUS RANGIN DALAM PEMBERONTAKAN

RAKYAT CIREBON 1802-1818

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

Oleh:

  

Nama: Nanang Supramono

NIM: 004314002

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

MOTTO

“ Kita dilahirkan untuk hidup bersama dengan satu Tuhan, satu Bumi dan satu

Martabat yang sama. Kita hanya dibingungkan oleh sudut pandang yang berbeda, yang selalu menjadi konflik manusia” ( Sahabat Lama: Humania, 1997) “ Aku tidak akan takut dengan hari esok karena aku sudah melihat kemarin dan aku mencintai hari ini: ( Anonim) “ Akuilah DIA dalam segala lakumu maka IA akan meluruskan jalanmu: ( Amsal 3:6 )

  PERSEMBAHAN Kupersembahkan skripsi ini untuk

™ Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang melimpahkan kasih,berkat, rahmat

dan karunianya yang tak berkesudahan. ™ Kedua Ayah Bunda: Bapak Rusmono dan Ibu Yuliana Sutarni, terimakasih atas doa, didikan dan kesabarannya selama ini

  ™ Adikku Melania B.P, terimakasih atas dorongan dan doanya

  

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi

  Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya orang lain , kecuali bagian-bagian tertentu yang dijadikan sumber.

  Yogyakarta, 31Juli 2008 Penulis Nanang Supramono

  

Abstrak

Peran Bagus Rangin Dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818

Nanang Supramono

Universitas Sanata Dharma

  

Yogyakarta

2008

Pada awal abad ke-19 kolonialisme kuat di Hindia Belanda, pulau Jawa

sebagai bagian utama penetrasi kekuasaan pemerintah kolonial. Akibat penetrasi

dengan pemerintah kolonial tersebut, telah menyebabkan terjadinya perubahan-

perubahan sosial yang memicu lahirnya gerakan sosial di daerah-daerah, termasuk di

Cirebon. Buruknya keadaan sosial,sekonomi,dan politik akibat penguasaan pihak

asing yang intensif telah memicu timbulnya gerakan pemberontakan Rakyat Cirebon

1802-1818 dengan pemimpinnya Bagus Rangin. Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji dan memberikan gambaran tentang kondisi yang melingkupi gerakan

pemberontakan rakyat Cirebon yaitu kondisi geografis, demografis serta kondisi

politik dan sosial ekonomi. Dalam karya ini juga dibahas jalannya pemberontakan

dan dampak pemberontakan rakyat cirebon.

  Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah sejarah kritis dengan

menggunakan studi literature. Metode sejarah kritis yang digunakan meliputi empat

langkah, pertama, heuristik yaitu mengumpulkan kembali jejak-jejak masa lampau

(data sejarah)., kedua, kritik sumber yaitu kegiatan untuk memperoleh kebenaran dan

kejernihan data, baik kritik ekstern tentang wujud sumber atau kritik intern tentang isi

sumber untuk melihat keaslian atau kredibilitas sumber. Ketiga, interpretasi dan

seleksi yaitu kegatan untuk mencari makna dari sumber-sumber yang berhubungan

dengan fakta. Keempat , yaitu kekuatan untuk menyampaikan sintesa dalam bentuk

historiografi.

  Hasil penelitian ini menunjukan bahwa gerakan pemberontakan rakyat

Cirebon pada tahun 1802-1818 dilatarbelakangi oleh kondisi geografi dan demografi,

kondisi sosia ekonomi dan kondisi politik. Cirebon dengan kondisi geografisnya yang

menguntungkan , dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk disewakan kepada

orang-orang Cina, akibatnya di samping menguasai tanahnya orang-orang Cina

tersebut juga menguasai tenaga kerja penduduk. Dampak persewaan desa tersebut

menambah berat beban petani dan adanya keresahan sosial yang diakibatkan abah

penyakit dan kelaparan yang melanda cirebon akhir abad 18, turut memicu timbulnya

pemberontakan. Dalam bidang politik persoalan hak waris mengenai pergantian tahta

di Kraton Kanoman merupakan penyebab langsung timbulnya pemberontakan.

Pemberontakan ini dipimpin oleh Bagus Rangin yaitu seorang yang dianggap

memiliki kekuatan magis dan kharisma. Ideologi religi-magis telah menjadi

penggerak jiwa dari pemberontakan ini. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk

mempertahankan kehidupan tradisionalis seperti sebelum kedatangan Belanda, juga

akan terwujud jaman keemasan dan kemakmuran yang akan dipimpin Ratu Adil.

Gerakan pemberontakan ini terjadi di Cirebon dan akan meluas kedaerah diluar

Cirebon. Secara umum gerakan pemberontakan ini menemui kegagalan penyebab

utama kegagalannya adalah yaitu Bagus Rangin. Akibat pemberontakan ini telah

meninggalkan dampak bagi penduduk, kalangan kerajaan Cirebon dan pemerintah

  

Abstract

The Role Of Bagus Rangin In Civil Rebellion In Cirebon In 1802-1818

Nanang Supramono

Sanata Dharma University

  

Yogyakarta

2008

  In the beginning of 19 th century, colonialism had already found in Netherlands Indies with Java as the center of colonial govermentt’s political penetration. The result of such penetration were social changes in local areas, including Cirebon. The Cirebon revolt 1802-1818, led by Bagus Rangin. Was provohed by bed condition of the society caused by foreign domination over economic and political sectors. This research is purposed to analyze and describe the background of the Cirebon Revolt. Including the geographical, demographical, political an socio-economical background of the region during the time of the uprising. In this research also the writer will add the chronology of the revolt and its in pacts.

  The method employed in this research is critical historical using literature study it is down to four stages. The first one is heuristic, used to hare post. Second, source criticism, which is used to acguire the genuinity of the data, either eternal criticism upon the form of the source or internal criticism upon the credibility of the source. Third, interpretation and selection which is used to find out what meanings the sources have with in the relation with the fact. Fourth, the synthezising of the into historiography.

  The result of This research shows that the Cirebon Revolt in 1802-1818 was caused by geographical and demographical conditions, as well as socio- economical and political conditions. Situated in an advantageous geography, Cirebon was flooded by the Chinessettling there and starting business there, according to the colonial government’s policy. As a consequence, the Chinese controlled the working class comprising local people for their own and colonial government’s fortune, which led to rising burden of the peasants, including

  th diseases and fomine. Eventually at the end of the 18 century, a revolt erupted.

  From the political point of view the root of the revolt was the succession in Kanoman palace. The revolt, led by a charismatic nobleman well as a mythical figure Bagus Rangin was purposed to bring back circumstances in Cirebon like before the arrival of the dutch an it was inspired by the belief that the golden erawas obout to come under the Ratu Adil. Not only in Cirebon the revolt happened across its borders, yet it was unsuccessful for Bagus Rangin was captured and punished. The rebellion changed Cirebon a lot indeed, economically, politically, and socially.

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Atas melimpahkan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul PERAN BAGUS

  

RANGIN DALAM PEMBERONTAKAN RAKYAT CIREBON 1802-1818.

  Skripsi ini dapat selesai berkat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Selaku Dekan Sastra, yang telah memberikan ijin atas penulian skripsi ini.

  2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum, Selaku Ketua Jurusan Sejarah, yang telah memberikan ijin atas penulisan skripsi ini.

  3. Ketua Program Studi Ilmu Sejarah, yang telah memberikan pandangan dalam skripsi ini.

  4. Bapak Drs. H. Purwanta M.A, Selaku Pembimbing I, yang telah bersedia membimbing dan mengoreksi skripsi ini hingga selesai.

  5. Pembimbing Akademis, yang telah memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan kuliah di Universitas Sanata Dharma.

  6. Para Dosen Ilmu Sejarah, Pak Sandiwan, Pak Rio, Pak Anton, Bu Ning, Romo Baskara, Pak Moedjanto, yang telah banyak memberi bekal pengetahuan dan bimbingan bagi penulis

  7. Karyawan Perpustakaan Sanata Dharma dan Perpustakaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah membantu penulis berkaitan dengan skripsi ini

  8. Staf sekretariat Sastra, Mas Tri yang telah banyak membantu dan melayani penulis selama duduk di bangku kuliah.

  9. Keluargaku yang ada di Semarang, Bude Tin, Pakde No, Mas Andik, Mas Sigit n Mbak Reni terimakasih atas doanya…

  10. Keluargaku di Bengkulu Bulek Yani, Om Joko, terimakasih

  atas doanya

  11. Keluargaku di Yogya Om kos dan Bulek Fanni terimakasih

  doanya

  12. Saudaraku Rosalia ( mbak nia ), Ririn, Niken, Cukup, Rosa, Vika makasih atas dorongan dan doanya yaaaa……..

  13. Ponakanku Ano, angel…….

  Teman-teman sejawat: Fajar, Lazarus, Agung (bondok), 14. Andreas (Q-ser), Kristian (Pokemon), Yustina (Use), Siska, Agnes, Retno Wuri (Ulil), Yoan Ira ( Ijo), Yohana, Resta, Yanti, Tika, Terimakasih Atas kesetiannya dan dukungannya

  selama ini

  15. Teman-teman Sejarah: Lazarus “ Mr: Drink” ( Sadar yo,

  selesein tu skripsi ), Henri (Ndower), Krisna n Lina, Gagak,

  Berta, Eko ( pak eko), Krisna” pakem” , Maryanto, (Taji), Yuse

  (Ciut), Lipen, Opet (Cah gelok), Terimakasih atas pertemanannya dan dukungannya selama ini.

  16. Teman-teman Kos Grinjing 5A: Vides, Yanu, Ari n Nian, Anto ( Kapan ke warnet neh ), Heri ( mana cewnya kok ga pernah di

  

bawa ke kos), Wian ( katrox), Triko n Amel, Doni, Alfredo

  (Fred), Aldo, Claus n Ento, Rinto, Felik, Andi (Bapak”e

  

dimas), Yuda, Den mas Suthur (kapan neng purawisata neh),

makasih atas pertemanannya selama ini I luv you full ha….Ha….

  17. Sahabat-sahabatku: Aris n Kiki, Cendi n Carla, Dwi n Nining, Galuh Tiwy, Li-Liecharity, Meyca “cantik”, Mupet, Matur

  

nuwun nggih dah mau jadi temen curhat, kapan kita kumpul n

main bareng lagi……

  18. Teman- teman KKN, Jati, Kristian, Daru, Nino, Ajeng, April, Lisa, Rita, Terimakasih atas persaudarannya selama di Bambanglipuro.

  19. My Luv H 4780 BD, Terimakasih sudah temani aku selama ini dan udah mau nganterin aku kemanapun aku mau….

  20. Akhirnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan segala bentuk bantuan baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu. Terimakasih. GBU all……. Penulis menyadari atas kekurangan dan kelemahan terhadap penulisan skripsi ini, maka dengan terbuka penulis menerima masukan berupa kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi pembaca dan Universitas Sanata Dharma.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. iii

  iv HALAMAN MOTTO……………………………………………………......

  

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. v

  vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………......

  

ABSTRAK…………………………………………………………………… vii

  viii ABSTRACT…………………………………………………………………..

  

KATA PENGANTAR……………………………………………………...... ix

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. x

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xv

  BAB I PENDAHULUAN

  1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..

  5 B. Rumusan Masalah………………………………………………….

  5 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………..

  6 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………

  7 E. Tinjauan Pustaka…………………………………………..............

  8 F. Landasan Teori…………………………………………………….

  11 G. Metode Penelitian…………………………………………………..

  11 1. Pengumpulan data……………………………………………..

  12 2. Analisis data…………………………………………………….

  12 H. SistematikaPenulisan………………………………………………

  

BAB II KONDISI YANG MELATARBELAKANGI

PEMBERONTAKAN RAKYAT CIREBON

  15 A. Kondisi Geografis dan Demografis Cirebon……………………..

  25 2. Cirebon di Bawah Kekuasaan Inggris 1811-1816………..

  26 3. Konflik Intern Kraton……………………………………...

  30 B. KONDISI SOSIAL EKONOMI……………………………..

  30 1. Struktur Ekonomi Cirebon………………………………….

  31 2. Eksploitasi Tanam Paksa dan Keresahan Sosial…………..

  33 3. Persewaan Desa dan Penarikan Pajak……………………..

  BAB III JALANNYA PEMBERONTAKAN RAKYAT CIREBON A. Munculnya Bagus Rangin Sebagai Pemimpin

  37 Rakyat………………………………………………………….

  41 B. Jalannya Pemberontakan……………………………………..

  42 C. Meluasnya Gerakan Pemberontakan………………………...

  50 D. Kegagalan Pemberontakan Rakyat Cirebon………………...

  BAB IV DAMPAK PEMBERONTAKAN

  53 A. Bidang Ekonomi………………………………………………..

  54 B. Bidang Politik…………………………………………………..

  57 C. Bidang Sosial…………………………………………………...

  BAB V PENUTUP………………………………………………………….

  60 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...

  63

  68 LAMPIRAN…………………………………………………………………..

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daerah –Daerah Di Karesidenan Cirebon ...................................

  68 Lampiran 2. Silsilah Sultan Cirebon ...............................................................

  69 Lampiran 3. Pengikut Bagus Rangin Dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon ...........................................................................

  70 Lampiran 4. Daerah Pengikut Bagus Rangin Dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon.................................................

  71 Lampiran 5. Residen Belanda Di Cirebon ......................................................

  72 Lampiran 6. Luas Sawah dan Tegalan Wilayah Kesultanan Cirebon.............

  74

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat agraris Jawa, tanah dan tenaga kerja merupakan

  merupakan modal terhadap produksi pertanian. Menjelang akhir abad ke 18 struktur agraris mempunyai bentuk yang mencerminkan pengaruh-pengaruh yang kuat dari struktur kekuaaan feodal. Untuk mendapatkan hasil produksi yang

  1

  semakin besar, raja serta pemegang apanagenya. Para bupati dan para pembantunya, menekan petani secara lebih intensif. Kenaikan produksi menambah volume ekspor VOC ke negara induk, sehingga akumulasi modal menjadi menumpuk di sana sedangkan di sisi lain modal yang digunakan untuk menambah kesejahteraan petani sangat sedikit sekali jumlahnya, pendapatan yang diperoleh bupati dan pejabat di sekitarnya di gunakan untuk menopang gaya hidup yang mewah. Intensifikasi pertanian dengan teknologi tradisional tidak mengubah sifat homogen masyarakat, oleh karena itu kehidupan para petani tetap tidak berubah dan semakin memburuk. Kekuasaan perdagangan masih saja tetap dikuasai oleh VOC sebagai pemegang monopoli lewat kekuasaan politik.

  Kebijakan politiknya adalah berupa sistem pemerintahan tidak langsung dengan memberi kekuasaan terhadap para bupati. Dengan demikian para bupati diperkuat oleh kekuasaannya dan lebih mampu memungut hasil-hasil yang diminta oleh 1 Apanage atau tanah lungguh adalah tanah jabatan sementara sebagai upah seorang priyayi

  

atau bangsawan, Tanah apanege dapat dieksploitasi sehingga menghasilkan pajak yang berupa

  2

  3 VOC, yaitu Contingenten dan Verplichte leveranties . Penetrasi kapitalisme

  komersial yang dijalankan oleh VOC, menurut rakyat agar menanam tanaman ekspor dan membiarkan mereka hidup dalam subsitensi berdasarkan pola agraris

  4

  tradisional . Dengan mempertahankan sistem swadaya seperti itu maka VOC akan menambah beban mastarakat yang sangat besar.

  Pada akhir abad ke-18 para pejabat VOC mulai merasakan bahwa kompeni tidak lagi memperoleh apa yang seharusnya mereka dapatkan ini disebabkan

  5

  karena anah-tanah yang digarap bertambah luas, tetapi jumlah cacah dari setiap kabupaten tetap tidak berubah bahkan semakin kecil jumlahnya. Kecilnya jumlah setoran yang diperoleh dimungkinkan adanya manipulasi dari para bupati, hasil pungutan lebih besar daripada yang diperoleh. Banyaknya bupati yang melakukan manipulasi untuk menopang gaya hidup yang mewah, akibatnya mereka terdorong untuk menyewakan seluruh tanah desa kepada orang-orang Cina untuk mendapatkan pembayaran tunai dengan segera. Desa-desa yang tanahnya disewakan mengabdi sepenuhnya kepada tuan tanah Cina. Selama jangka waktu persewaan itu pihak penyewa memiliki kekuasaan untuk menarik penghasilan dan menuntut jasa penduduk yang desanya disewakan. Kekuasaannya itu dilakukan selama waktu sewa, misalnya 3,4, atau 10 tahun. Para pejabat VOC akhirnya 2 Contingenten atau kontingensi adalah sistem penyerahan produksi komoditi perdagangan

  

berdasarkan kuota yang ditentukan setiap tahun. Penyerahan barang yang diwajibkan jumlahnya

ditetapkan dengan mendapat pembayaran kembali. Lihat Sartono Kartodirjo & Djoko Suryo,

1991, Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Aditya Media,hlm.

  28. 3 4 Ibid.

  Sartono Kartodirjo, 1999, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900, Dari Emporium Sampai Imperium, Jilid I, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm.196-297. 5 banyak yang mengikuti perilaku bupati untuk memperoleh uang pengganti cacah

  6

  dengan menyewakan desa-desa . Dengan demikian hak-hak feudal di pindahkan kepada penyewa yang sudah tentu mempunyai hasrat besar untuk mengambil

  7 keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

  Dipandang dari sudut petani, beban yang dipikul menjadi sangat berat. Petani tidak hanya dibebani untuk menyerahkan hasil pertanian dan pajak kepada orang-orang Cina, namun tenaganya juga diperas. Di samping itu petani juga harus mengadakan produksi untuk penguasa dengan perantara dan tambahan lagi di atasnya berbagai hasil yang perlu disetor kepada VOC.

  Kondisi petani yang terdesak tersebut menimbulkan reaksi dalam bentuk gerakan perlawanan. Kehidupan subsitsensi yang tidak dapat ditoleransi lagi merupakan cirri timbulnya perlawanan. Tuntutan penyerahan hasil pertanian dan penyerahan tenaga kerja oleh orang-orang Cina menimbulkan suasana ketidakpuasan. Guna menciptakan kembali situasi seperti sebelum adanya orang- orang Cina dan residen yang telah memerasnya, maka dibuat ideology tandingan.

  Dimana Elit pedesaan sebagai pimpinannya menandingi ideology colonial yang selama ini dipandang stagnan dan menyebabkan ketidakdinamisan lembaga- lembaga tradisional. Menurut elit tersebut lembaga dan masyarakat yang sudah menyatu merupakan kehidupan kolektif. Tidak berfungsingya lembaga tradisional berarti kehidupan masyarakat pedesan menjadi kurang bermakna sekaligus menghilangkan eksistensi dan jatidiri dari masyarakat tradisional

  Dilihat dari lokasinya maka perlawanan petani dibedakan menjadi dua tempat, yaitu di pusat kerajaan dan di pinggiran. Daerah pinggiran yang biasanya dijadikan basis perlawanan. Namun, aliansi dua lokasi terjadi karena keduanya saling tergantung dalam memimpin dan mengalokasikan kekuatan menghadapi penguasa. Selain itu, konflik yang terjadi di dalam istana terus berkembang ke luar dan pecah sebagai gerakan pemberontakan petani di pedesaan. Pemberontakan rakyat Cirebon 1802-1818 merupakan ekspresi ketidakpuasan petani dalam bentuk gerakan pemberontakan yang meluas dari pusat kerajaan ke pedesaan.

  Protes sosial para petani Cirebon yang terjadi di daerah pertanian ini di sebabkan karena para petani merasa dirugikan oleh orang-orang Cina dan residen. Oleh karena itu, mereka melakukan pemberontakan terhadap pemerintah colonial dan mengadakan pembunuhan terhadap orang-orang Cina. Permasalahan kehidupan sosial ekonomi yang lama terpendam dan buruk ini, akhirnya melahirkan kekuatan perlawanan menjadi besar skala yang luas. Perlawanan itu dipimpin oleh Bagus Rangin, seorang bangsawan dari daerah Jatitujuh

8 Majalengka.

  Pemberontakan rakyat Cirebon, dapat digolongkan sebagai gerakan

  9

nativistis dan messianistis Harapan akan datangnya Ratu Adil bertujuan

  melawan pemerintahan colonial dan orang0orang Cina, juga kemudian hendak

8 Edi S. Ekadjati,dkk,1990, sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme Kolonialisme di

  mendirikan sebuah kerajaan baru yaitu Negara Panca Tengah yang beribukota di Bantarjati dan Bagus Rangin akan bertindak sebagai rajanya.

  Sebelum gerakan pemberontakan tersebut berhasil mencapai tujuannya, Bagus Rangin sebagai pemimpin pemberontakan berhasil di tangkap. Meskipun demikian, sempat muncul pemberontakan kecil pada tahun 1816 dan tahun 1818, di bawah pimpinan yang lain yaitu Bagus Jabin dan Nairem. Para pemberontakan ini pun berhasil ditangkap oleh pihak Belanda. Dengan ditangkapnya para pemimpin pemberontakan, rakyat Cirebon kehilangan semangat juangnya untuk melakukan pemberontakan kembali dan akhirnya pemberontakan di Cirebon berhenti pada tahun 1818.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan atas uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok permasalahan penulisan skripsi ini tentang peran Bagus Rangin yang dilakukan oleh Rakyat Cirebon. Oleh karena itu dalam penelitian ini diajukan beberapa yang menjadi pokok atau rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

  1. Mengapa terjadi Pemberontakan?

  2. Bagaimana jalannya Pemberontakan Rakyat Cirebon?

  3. Dampak pemberontakan Rakyat Cirebon?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

  1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa latar belakang Peran Bagus Rangin dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818.

  2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa jalannya Peran Bagus Rangin dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818.

  3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa Dampak Peran Bagus Rangin dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

  Penulisan ini dapat menjadi pengetahuan tentang bentuk Peran Bagus Rangin dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818 dan juga menjadi tolok ukur kemampuan penulis dalam melakukan penelitian sejarah.

  2. Bagi Universitas Sanata Dharma Penulisan ini di harapkan bisa menjadi wawasan atau pengetahuan yang menambah ilmu pengetahuan mengenai Peran Bagus Rangin dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818 yang berupa karya ilmiah di Universitas Sanata Dharma.

  3. Bagi Dunia Ilmu Pendidikan Penulisan ini di harapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya perbendaharaan ilmu sejarah mengenai Peran Bagus Rangin dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818.

E. Tinjauan Pustaka

  Dalam proses penulisan ini penulis memperoleh data dari bentuk pengumpulan data-data melalui studi pustaka. Dalam mendapatkan data mengenai permasalahan Peran Bagus Rangin dalam Pemberontakan Rakyat Cirebon 1802-1818. Maka penulis menggunakan bahan pustaka sebagai sumber penelitian. Buku-buku yang di gunakan sebagai sumber primer untuk mendapatkan data-data mengenai pokok permasalahan pada penelitian ini antara lain adalah:

  Pertama, buku yang berjudul Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme

Kolonialisme di Jawa Barat (1990) Jakarta: Departemen Pendidikan dan

  Kebudayaan. Buku ini disususn oleh tim yang terdiri dari Edi S. Ekadjati, Rosad Amijaja, Didi Suryadi dan Erna Sutarna berisi tentang perlawanan terhadap kekuasaan asing yang terdapat di Jawa Barat, termasuk Edi S. Ekadjati membahas tentang pemberontakan Bagus Rangin di Cirebon. Masalah yang di bahas yaitu awal mula pemberontakan dan jalannya pemberontakan, dalam dua periode yaitu tahun 1802-1812 dan pada tahun 1816-1818. Bagus Rangin sebagai pemimpin pemberontakan di gambarkan dengan jelas juga tokoh-tokoh pemberontakan yang lain yang terlibat dalam pemberontakan ini. Buku ini hanya memaparkan proses terjadinya pemberontakan.

  Kedua, Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon (2001), buku ini ditulis oleh

  M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiyah, diterbitkan oleh Depaetemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Buku ini berisi tentang sejarah kerajan abad ke 20. Faktor sosial ekonmi sebagai penyebab munculnya pemberontakan dibahas dalan buku ini dan sedikit disinggung tentang jalannya pemberontakan.

  Ketiga, buku yang berjudul Cirebon (1982), buku ini ditukis oleh tim

  Yayasan Mitra Budaya, Aburahman Paramita sebagai penyunting terdiri dari kumpulan tulisan yang cukup lengkap mengenai Cirebon. Termasuk latar belakang sejarahnya yang ditulis oleh Sulaiman Setyawati. Rentetan peristiwa yang terjadi di Cirebon dan perjumpaan dengan Belanda mewarnai sejarah Cirebon. Sepanjang abad ke 18 bencana alam dan bencana yang diciptakan manusia membuat miskin rakyat Cirebon. Kondisi sosial yang buruk ini merupakan salah satu penyebab timbulnya pemberontakan Rakyat Cirebon sepanjang abad 18 sampai abad 19. Buku ini berisi tentang garis besar sejarah Cirebon.

  Keempat, R . H. Unang Sunardjo SH.. (1983), Meninjau Sepintas Panggung

  Sejarah Pemberontakan Kerajaan Cirebon 1479-1809. Bandung: Tarsito. Buku ini berisi tentang gambaran rangkaian peristiwa campur tangan pemerintah colonial Belanda di kerajaan Cirebon sampai kehilangan kekuasaanya. Unang Sunardjo tidak sedikitpun menyinggung pemberontakan yang terjadi tahun 1802- 1818, akan tetapi keadaan politik tahun 1802-1818 bisa mengungkap penyebab timbulnya pemberontakan Rakyat Cirebon.

F. Landasan Teori

  Secara umum kekuasaan adalah merupakan kemampuan seseorang di dalam keinginannya. Dengan kekuasaan, maka seseorang bisa menjadikan orang lain menuruti akan kehendaknya. Kekuasaan menjadikan seseorang bisa membuat orang-orang yang ada disekitarnya bersedia membantu untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Pentingnya kedudukan kekuasaan dalam pencapaian kebahagiaan hidup menjadikan keinginan berkuasa merupakan hasrat yang cukup besar dalam diri manusia.

  Dalam masyarakat, setiap orang menjadi subyek kekuasaan (penguasa) sekaligus juga sebagai obyek kekuasaan (dikuasai). Kekuasaan yang terdapat dalam masyarakat, menurut M . Mac Iver , dapat digambarkan dalam bentuk pirmamida bertingkat. Dimana pemerintah Belanda berada pada urutan teratas, bupati dan kepala desa berada pada tingkat ke -3 dan ke-4, sedangkan masyarakat berada ditingkat paling dasar.

  Semua ini terjadi karena kenyataan bahwa kekuasaanyang satu membuktikan dirinya lebih unggul daripada yang lain. Di antara banyak bentuk kekuasaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah kekuasan politik. Kekuasaan politik ialah kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum baik terbebtuknya maupun akibat sesuai dengan tujuan

  10 pemegang kekuasaan itu sendiri. .

  Unsur yang sangat erat kaitannya dengan penggunaan kekuasaan adalah wewenang dan legitimasi. Wewenang merupakan kekuasaan yang dilembagakan, dengan demikian penguasa berhak secara formal untuk mengeluarkan peraturan dan menuntut kepatuhan terhadap peraturan itu.

  Oleh sebab itu mengapa terjadi pemberontakan, ini disebabkan oleh adanya para bupati dan pembantunya yang menekan petani secara intensif, selain itu juga petani harus menyerahkan hasil pertanian dan pajak kepada orang-orang Cina dan juga petani harus mengadakan produksi untuk penguasa.

  Menurut Tilly, orang bertindak bersama-sama karena dua hal, yaitu dorongan dari luar dan motifasi individu tertntu dalam masyarakat.Namun demikian Tilly mengkombinasikan keduanya, dalam hal ini dorongan eksternal atas struktur social berinteraksi dengan unsur kepentingan individu.

  Dalam teori collective action, Tilly membedakan menjadi tiga menurut faktor penyebabnya , yaitu pertama competitive action, yaitu adanya dua pihak atau lebih yang bersaing untuk merebut atau menegakkan sesuatu. Kedua,

  

reactive collective action, yaitu upaya kelompok masyarakat unuk

  mengembalikan hak-hak yang mapan yang telah digusur oleh pihak tetntu, terutama Negara dan lembaga-lembaganya. Ketiga, proactive collective action, yaitu upaya kelompok masyarakat untuk menciptakan suatu struktrur social baru

  11

  yang sebelumnya tidak ada. Pemberontakan Rakyat Cirebon ini lebih mengacu pada jenis collective yang kedua. Masyarakat bereaksi ketika terjadi perubahan sosial yang ditimbulkan oleh dominasi Barat. Sartono Kartodirdjo mengungangkap ide tentang menghidupkan kembali beberapa unsur kebudayaan murni dari masyarakat untuk menolak serbuan kebudayaan asing. Harapan nativis menjanjikan akan akan datangnya bumi pertiwi yang putih, tidak ada

  12 orang asing dan akan diperintah oleh kerajaan lama.

  Untuk melaksanakan proses collective action, Tilly menjelaskan dalam model mobilisasi yang memiliki unsur-unsur kepentingan, organisasi, mobilisasi dan kesempatan. Pemberontakan yang dipimpin Bagus Rangin ini melalui organisasi sederhana dengan membentuk jaringan antar pengikutnya untuk mempermudah mobilisasi.

G. Metode Penelitian

  Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua metode penilitian, adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

  Metode yang digunakan disebut metode sejarah yaitu suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis. Rekontruksi imajinasi terhadap masalampau berdasarkan data yang diperoleh melalui metode sejarah itu disebut penulisan sejarah (historiografi). Dalam melakukan penulisan sejarah dapat dilakukan dengan empat tahapan pokok. Pertama, Pemilihan subjek penelitian dan pengumpulan objek yang berasal dari jaman pada masa itu serta pengumpulan bahan-bahan tertulis dan lisan. Kedua, menyingkirkan bahan-bahan yang tidak otentik. Ketiga, menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan- bahan yang otentik. Kempat, penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi sebuah kisah atau penyajian sejarah.

  Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka dengan mencari dan menganalisis buku-buku yang tersimpan diperpustakaan, arsip-arsip pemerintah dan sebagainya. Studi pustaka merupakan metode pengumpulan sumber, dimana penulis mencari dan mengolah data-data yang sudah berbentuk tulisan. Data yang ada kemudian dipelajari untuk kemudian diseleksi. Buku-buku yang relevan dengan suatu permasalahan digunakan sebagai sumber data dan acuan penulisan. Selain mengumpulkan data sejarah dari buku, juga diusahakan mencari data-data yang tersimpan didalam arsip atau catatan yang tersimpan di dalam perpustakaan daerah dan lembaga pemerintahan daerah.

2. Analisis Data

  Data-data yang sudah diseleksi dari buku-buku, arsip dan catatan pemerintah daerah kemudian dilakukan kritik sumber. Kritik sumber adalah tahap penulisan sejarah untuk pengujian data. Kritik sumber bertujuan mengetahui sejauh mana kredibilitas sumber yaitu kebenaran fakta sehingga bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Kritik digunakan untuk menghindari kepalsuan sumber, apalagi sebagian besar sumber data merupakan sumber sekunder.

  Metode deskriptif analisa digunakan sebagai metodologi penulisan. Dengan metode ini diharapkan mampu menggambarkan peristiwa yang secara jelas, lengkap dan analitis. Penglohan data yang secara cermat diharapkan bisa mengurangi subyektifitas yang biasanya muncul dalam sebuah historiografi.

H. Sistematika Penulisan

  Pada Bab I Pendahuluan. Di mana pada bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, Rumusan Masalah, yang merumuskan permasalahan yang dijadikan pokok penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Pemikiran, Metode dan Pendekatan Penelitian dan Sistematika Penulisan.

  Bab II Kondisi Yang Melatarbelakangi Pemberontakan Rakyat Cirebon, pada bab ini pembahasan diawali dengan penjelasan tentang kondisi geografis dan demografi Cirebon, yang terkait dengan kondisi alam dan keadaan penduduk. Untuk kondisi politik dan pemerintahan dibahas mengenai struktur dan birokrasi pemerintahan kerajaan Cirebon sejak kedatangan Belanda hingga proses campur tangan Belanda dalam mengatur segala kebijakan politik yang diterapkan di lingkungan kerajaan Cirebon. Selanjutnya dibahas pula kondisi sosial ekonomi yang terkait dengan eksploitasi tanaman paksa dan keresahan- keresahan sosial. Sistem persewaan desa dan penarikan pajak, memunculkan pemerasan oleh residen dan orang Cina, merupakan salah satu pemicu timbulnya pemberontakan rakyat Cirebon.

  Bab III Jalannya Pemberontakan Rakyat Cirebon, dalam bab ini berisi tentang latar belakang munculnya pemberontakan rakya Cirebon, kepemimpinan, ideology, tujuan, organisasi, pengikut, strategi dan proses berlangusngnya pemberontakan rakyat Cirebon. Pemberontakan rakyat Cirebon ini pertama kali muncul pada tahun 1802 dan melahirkan seorang pemimpin yaitu Bagus Rangin. Pemberontakan sempat terhenti ketika pemimpinya tertangkap Belanda pada berakhir tahun 1818. sama seperti gerakan pemberontakan pada umumnya di kala itu, akhirnya pemberontakan rakyat Cirebon pun mengalami kegagalan dan kekalahan dari pemerintah colonial Belanda.

  Bab IV Dampak Pemberontakan, dalam bab ini akan dibahas mengenai dampak-dampak pemberontakan, yang meliputi aspek politik,sosial dan ekonomi. Aspek politik dapat dilihat dari berkurangnya kewenangan- kewenangan pemerintah pribumi dalam menjalankan pemerintahan. Aspek sosial terkait dengan keadaan sosial penduduk akibat yang ditimbulkan dari pemberontakan. Sedangkan aspek ekonomi terlihat dari keadaan ekonomi akibat pemberontakan, apakah semakin buruk atau semakin baik.

  Bab V Kesimpulan, bagian ini berisi tentang pokok permasalahan yang terdapat dalam bab-bab sebelumnya.

BAB II KONDISI YANG MELATARBELAKANGI PEMBERONTAKAN RAKYAT CIREBON Pemberontakan rakyat Cirebon terjadi karena adanya perubahan-

  perubahan politik, ekonomi dan keadaan demografi yang mempengaruhi hubungan kekuasaan dan kekayaan di daerah pedesaan. Cirebon dengan kondisi geografisnya yang menguntungkan, dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk disewakan kepada orang-orang Cina. Sistem persewaan desa ini tidak membuat kondisi masyarakat menjadi makmur, sebaliknya mereka menderita karena pemerasan oleh orang-orang Cina.

  Kondisi Geografis dan Demografis Cirebon A.

1 Cirebon secara geografis terletak di ujung timur, pantai utara Jawa Barat

  dan merupakan daerah karisidenan yang meliputi regenschap Cirebon, Kuningan,

  2 Majalengka, dan Indramayu dengan luas wilayah 5.642.569 km. Karisidenan

  Cirebon berbatasan dengan distrik Ciamis di sebelah selatan, Jawa Tengah di sebelah timur dan timur laut, distrik Sumedang dan Subang di sebelah barat dan di 1 Cirebon pada awalnya merupakan sebuah desa yang bernama Lemahwungkuk yang

  

menjadi pusat penyebaran agama Islam di daerah sekitarnya. Selanjutnya, desa ini berkembang

menjadi kota dengan nama Cirebon, yang menjadi pusat kerajaan Cirebon. Asal kata Cirebon

sendiri terdiri dari cai atau ci yaitu dalam bahasa sunda artinya air, dan kata rebon yaitu udang

kecil-kecil bahan untuk membuat terasi (karena Cirebon banyak menghasilkan

udang/rebon). Singgih Tri Sulistiyono. 1995/1996, Dari Lemahwungkuk Hingga Cheribon: Pasang

Surut Perkembangan Kota Cirebon Sampai Awal Abad XX”, Makalah Diskusi Cirebon Sebagai

BAB III JALANNYA PEMBERONTAKAN RAKYAT CIREBON Dominasi politik kolonial yang menimbulkan perubahan sosial telah

  menciptakan kondisi yang memicu lahirnya pergolakan sosial. Penetrasi ekonomi, politik dan kultural Barat yang terjadi pada masa kolonial mengakibatkan runtuhnya tata kehidupan tradisional. Runtuhnya bangunan tradisional sebagai akibat adanya gagasan-gagasan baru dalam kehidupan sosial menimbulkan kegoncangan norma-norma lama serta tekanan dikalangan petani. Oleh karena itu, petani memiliki kecenderungan melakukan reaksi dalam menghadapi pengaruh penetrasi kolonial.

A. Munculnya Bagus Rangin Sebagai Pemimpin Rakyat .

  Dalam gerakan massa organisasinya masih mempergunakan struktur hubungan tradisional. Hubungan patron-cilent, hubungan keluarga, guru-murid, dan hubungan yang sifatnya komunal, menjadikan loyalitas pengikut semakin kuat bahkan menjadi mutlak. Kedudukan paling tinggi dipegang oleh pemimpin yang menjadi penggerak bagi pengikutnya. Dengan demikian dalam struktur organisasi kekuasaan pemimpin menjadi besar sekali. Seorang pemimpin memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih disbanding para pengikutnya. Kepemimpinan dalam gerakan pemberontakan, meliputi pengaturan operasional

  Bagus Rangin merupakan pemimpin pemberontakan pada periode pertama yaitu tahun 1802-1812. Perjuangannya dalam menentang kolonialisme dan imperialisme Belanda, pada hakekatnya merupakan kelanjutan dari perlawanan Pangeran Surianegara (Raja Kanoman). Sebagai seorang pemimpin, Bagus Rangin banyak melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain untuk mengontrol keadaan rakyatnya. Berpindah-pindah tempat untuk mengumpulkan pengikut. Tempat pertemuan dengan para pengikutnya yaitu di Gunung Aji, daerah Sumedang dan Ciasem (Kabuyutan Kawocan). Merupakan sebuah tempat rahasia, dan sengaja tidak memilih tempat tinggal sebagai tempat pertemuannya, karena untuk menghindari kecurigaan pemerintah kolonial Belanda.

  Pemberontakan yang dia lakukan tidak seorang diri, tetapi dibantu oleh adiknya yaitu Bagus Serit sebagai orang kepercayaannya. Bagus Serit banyak berjasa kepada Bagus Rangin, karena telah membantunya pada saat melakukan penyerbuan ke rumah-rumah bangsawan di Palimanan.

  Pengikut sebagai struktur dibawah pemimpin senantiasa menjadi pendukung dan selalu untuk digerakkan oleh pemimpinannya. Loyalitas anggota terhadap pemimpin kadang mutlak dan lebih didasarkan hubungan pribadi. Pengikut Bagus Rangin kebanyakan berasal dari golongan petani dan rakyat biasa pada umumnya, yang merasa senasib dengannya karena tanahnya dikuasai oleh residen.

  Pemberontakan ini tidak hanya terbatas di daerah Cirebon saja, tetapi juga meluas ke daerah-daerah lain, baik di karisidenan Cirebon maupun di luar diantaranya dari Kuningan, Cirebon, Majalengka, Indramayu, Sumedang,

1 Karawang dan Subang. Diperkirakan jumlah pengikut terbanyak berasal dari

  Distrik Sumedang. Pengikut Bagus Rangin yang memiliki senjata diperkirakan kurang lebih 150 orang, yang terdiri dari penduduk Karawang, Pamanukan, Mlandong, Prakanmuncang dan Bandung. Persenjataan yang dimiliki berupa peluru dan senapan yang berasal dari Karawang dan Pamanukan.