Kekerasan struktural oleh pemerintah terhadap kaum urban miskin di Jakarta dalam drama trilogi opera kecoa karya Norbertus Riantiarno tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

  

KEKERASAN STRUKTURAL OLEH PEMERINTAH

TERHADAP KAUM URBAN MISKIN DI JAKARTA

DALAM DRAMA TRILOGI OPERA KECOA

KARYA NORBERTUS RIANTIARNO

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

  

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Airani Sasanti

  

NIM: 034114011

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

SEPTEMBER 2007

  selesaikan setiap hal yang telah kita mulai terlintas dalam pikirku: seharusnya tak ada yang perlu menjadi masalah ketika menjalani hidup ini yang ada hanya: sesuatu yang selalu kita tunda penyelesaiannya atau sesuatu yang sudah berada pada ruangnya tapi letaknya kita ubah; tindakan kita mungkin benar, namun ternyata sering kurang tepat kita merasa tidak bisa menyelesaikan suatu hal sebab menjadikannya beban dan terjebak oleh diri sendiri _airani sasanti, 08082007_

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, September 2007 Penulis

  Airani Sasanti

  

ABSTRAK

  Sasanti, Airani. 2007. Kekerasan Struktural oleh Pemerintah terhadap Kaum Urban Opera Kecoa Karya Norbertus

  Miskin di Jakarta dalam Drama Trilogi Riantiarno: Tinjauan Sosiologi Sastra . Skripsi S1. Yogyakarta: Sastra

  Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji kekerasan struktural oleh pemerintah terhadap kaum urban miskin di Jakarta dalam drama trilogi Opera Kecoa dengan pendekatan sosiologi sastra. Analisis struktur dibatasi pada tokoh dan penokohan serta latar yang terkait dengan kehidupan para tokoh. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode deskriptif. Langkah-langkah yang ditempuh adalah menganalisis unsur tokoh, penokohan serta latar; kemudian menggunakan hasil analisis struktur drama untuk lebih memahami kekerasan struktural dalam drama trilogi Opera Kecoa.

  Kesimpulan hasil penelitian berupa pembagian tokoh menurut peran dalam perkembangan plot menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis; pembagian latar menjadi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial; serta analisis kekerasan struktural dalam drama trilogi Opera Kecoa.

  Tokoh protagonis yaitu Julini, Roima, Tibal, Tuminah, Tarsih, Abung; tokoh antagonis yaitu Kumis, Bleki, Camat, Pejabat. Latar tempat yaitu lokasi urban miskin di dekat tempat tinggal kelas menengah ke atas, tempat pelacuran di atas tanggul sungai, gubuk-gubuk, pepohonan “rumah” Abung, kantor hansip, kantor Camat, emperan Plaza Monumen, kawasan pembangunan pemda yang bersebelahan dengan kawasan kumuh dan padang golf milik pemerintah, daerah mangkal para waria, sekitar patung Julini, Plaza Julini, rumah Pejabat, jalanan ibukota, kawasan kumuh Lokasari, markas besar dan markas rahasia para bandit, kantor urusan bordil milik Tibal-Roima.

  Latar waktu terdiri atas pagi, siang, sore, malam; masa pembangunan Indonesia antara 1980-1995; prapemilu hingga pascapemilu pada tahun 1980 dalam “Bom Waktu”; “Opera Kecoa” berlatar tahun 1985 atau lima tahun setelah “Bom Waktu”; “Opera Julini” berlatar tahun 1995 atau sepuluh tahun sesudah “Opera Kecoa”. Latar sosial berupa pembagian masyarakat berdasar kelas sosial menjadi kelas atas, yaitu pemerintah dan kelas bawah, yaitu kaum urban miskin. Pemerintah digambarkan sebagai pihak yang berkuasa dan merugikan kelas bawah; sementara kaum urban miskin adalah pihak lemah yang berusaha agar keberadaan mereka diperhatikan oleh pemerintah.

  Kekerasan struktural disebabkan ketidaksamaan struktur sosial, perekonomian tidak merata, dan kekuasaan pemerintah yang berlebih. Bentuk kekerasan struktural oleh pemerintah terhadap para urban miskin adalah kerusakan solidaritas, penipuan yang mengatasnamakan tingkatan sosial, pemaksaan, intimidasi, ancaman, eksploitasi kemiskinan, peniadaan kemampuan dan partisipasi untuk menentukan nasib serta mengambil keputusan, pembatasan kesempatan hidup masyarakat, penggusuran, pengendalian dengan imbalan yang membatasi potensi individu, korupsi, diskriminasi politik dalam pemilu, diskriminasi kelas sosial, campurtangan yang menghilangkan otonomi masyarakat, ketidakadilan dalam hukum, monopoli kekuasaan. Akibat kekerasan struktural antara lain ketimpangan sosial ekonomi; kemiskinan; kekurangan dalam hal kesehatan, produktivitas, pendidikan, kekuasaan; hilangnya kemampuan untuk menentukan nasib diri sendiri; serta renggangnya hubungan antarkelas sosial.

  

ABSTRACT

  Sasanti, Airani. 2007. Structural Violence by the Government to the Poor Urban

  People in Jakarta in the Trilogy Plays Opera Kecoa Written by Norbertus Riantiarno: a Literary Sociological Approach . Undergraduate Thesis.

  Yogyakarta: Indonesian Letters Department, Sanata Dharma University. This research studies the structural violence by the government to the poor urban people in Jakarta in trilogy plays Opera Kecoa using a literary sociological approach. The structure analysis is limited by the character and characterization and the setting related with the life of the character. The method used in this study is descriptive method. The steps which are done is analysing the character, characterization, and the setting. After that, using results from analysis of plays structure to get deeper understanding about structural violence in trilogy plays Opera Kecoa .

  The conclusion of this study is the division of the characters based on their role in the development of the plot, that is the protagonist and the antagonist; the setting is divided into setting of place, setting of time, and social setting; and the structural violence analysis on trilogy plays Opera Kecoa.

  The protagonists are represented by Julini, Roima, Tibal, Tuminah, Tarsih, and Abung; the antagonists are Kumis, Bleki, Camat, and Pejabat. The setting of place are poor urban place near the residence of upper-middle class society, localization above the river bank, the huts, the trees of “Abung’s house”, hansip office, Camat office, the verandah of Plaza Monumen, the teritory of the district development which is side by side with the slum area and the golf-field owned by the government, homosexual teritory, near the Julini statue, Julini Plaza, the house of the ruler, the subway, Lokasari slum area, head-quarter and the criminal’s quarter, localization office owned by Tibal-Roima.

  The setting of time is mostly happened in the morning, in the afternoon, in the night, and in the evening; the period of Indonesia development from 1980 until 1995; the period of “Bom Waktu” is before and after general election in 1980; “Opera Kecoa” is published in 1985 or five years after “Bom Waktu”; “Opera Julini” is published in 1995 or ten years after “Opera Kecoa”. The social setting is the division of society based on the social class, that is upper class consists of the goverments and lower class that is the poor urban people. The government describes as the party which has an authority and disadvantages the lower class; while the poor urban people is the weak party who struggle for getting the government attention toward their existence.

  Structural violence causes by the difference in social structure, unequality in economic, and the excessment of the goverment power. The shape of structural violence done by the government to the poor urban people is by breaking their solidarity, deceit in the name of social strata, compulsory, intimidation, threatening, exploitation, poverty, nullify the ability and participation to determine the life and making decision, limition of people’s chances of life, a haul, control by comission which limit the individual potential, corruption, discrimination, politic in general election, social class discrimination, intervention which disappears the autonomy of the society, injustice in law, power monopoly. The result of structural violence is the lameness in social economic; poverty; lack of healthiness, productivity, education, and authority; disable to determine his own life; and the social interclass relation is in space.

KATA PENGANTAR

  Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai beberapa kekurangan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini.

  Dalam menyusun skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, saran, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan membimbing dengan sabar sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

  2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum. selaku pembimbing II yang secara tidak langsung telah memberikan motivasi kepada penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum. selaku pembimbing akademik angkatan 2003 yang selalu rajin mengingatkan anak-anaknya untuk segera menyelesaikan skripsi.

  4. Seluruh dosen di Fakultas Sastra, terutama para dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan.

  5. Segenap keluarga besar Program Studi Sastra Indonesia untuk persahabatannya.

  6. Segenap karyawan perpustakaan USD dan staf sekretariat Fakultas Sastra untuk pelayanannya yang ramah.

  7. Bapak, Ibu, Mas Asa, dan Mbak Arda. Terima kasih atas doa, semangat, dukungan, cinta, dan pertanyaan “Wis tekan bab pira?” yang memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

  8. Seluruh kawan seperjuangan di Sastra Indonesia 2003, terima kasih atas pertemanannya selama empat tahun ini dan selalu menanyakan kabar skripsiku.

  9. Astri, Anton, Aning, Aic, Aji, Bayu, Bekti, Doan, Dhita, Diar, Eci, Gayung, Jati, Rinto, Simpli, Vonny. Maturtengkyu untuk persahabatan, cekakak- cekikik, cerita-cerita bahagia dan mengharukan, serta waktu luang untuk nongkrong bareng di kantin. Terima kasih telah hadir dalam perjalanan hidupku di Sastra Indonesia. Kapan kita kongkow lagi? Hehehe....

  10. Mbak Ari yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. Terima kasih atas dukungannya.

  11. Butet, Inga, Adin yang dulu berjuang bareng di bangku SMP+SMA, dan selalu memberikan semangat saat aku menyelesaikan skripsi. Terima kasih untuk dukungannya.

  12. Teman-teman Komisi Pemuda GKJ Condongcatur. Terima kasih atas semangatnya dan pertanyaan-pertanyaan seputar skripsiku.

  13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini. Tidak ada yang sanggup menggantikan selain rasa terima kasih yang mendalam. Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Seluruh kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan saran yang membangun bagi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii MOTTO ....................................................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... v ABSTRAK ................................................................................................... vi

  

ABSTRACT ................................................................................................... viii

  KATA PENGANTAR ................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................

  1 1.1 Latar Belakang ........................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................

  5 1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................

  5 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................

  6 1.5 Tinjauan Pustaka .....................................................................

  7 1.6 Landasan Teori ........................................................................

  14 1.6.1 Teori Struktural ...........................................................

  15 1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan ..................................

  15

  1.6.1.1.1 Tokoh ............................................

  15 1.6.1.1.2 Penokohan .....................................

  17 1.6.1.2 Latar .............................................................

  17 1.6.2 Teori Sosiologi Sastra .................................................

  18 1.6.3 Teori Kekerasan Struktural .........................................

  21 1.7 Metode Penelitian ...................................................................

  23 1.7.1 Pendekatan ..................................................................

  23 1.7.2 Metode Penelitian .......................................................

  24 1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ..........................................

  24 1.7.4 Sumber Data ................................................................

  25 1.8 Sistematika Penyajian .............................................................

  25 BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, SERTA LATAR DALAM DRAMA TRILOGI OPERA KECOA KARYA NORBERTUS RIANTIARNO .....................................................

  27 2.1 Tokoh dan Penokohan .............................................................

  27

  2.1.1 Tokoh dan Penokohan dalam Drama “Bom Waktu” (Trilogi Bagian Pertama) ............................................

  28 2.1.1.1 Julini .............................................................

  28 2.1.1.2 Roima ...........................................................

  34 2.1.1.3 Tibal .............................................................

  38

  2.1.1.4 Tuminah .......................................................

  79 2.1.2.5 Tuminah .......................................................

  94 2.1.4 Rangkuman .................................................................

  92 2.1.3.4 Pejabat...........................................................

  89 2.1.3.3 Tuminah .......................................................

  86 2.1.3.2 Tibal .............................................................

  86 2.1.3.1 Roima ...........................................................

  2.1.3 Tokoh dan Penokohan dalam Drama “Opera Julini” (Trilogi Bagian Ketiga) ..............................................

  84

  81 2.1.2.6 Pejabat ..........................................................

  76 2.1.2.4 Tibal .............................................................

  42 2.1.1.5 Abung ...........................................................

  71 2.1.2.3 Tarsih ...........................................................

  66 2.1.2.2 Roima ...........................................................

  65 2.1.2.1 Julini .............................................................

  2.1.2 Tokoh dan Penokohan dalam Drama “Opera Kecoa” (Trilogi Bagian Kedua) ...............................................

  61

  59 2.1.1.9 Camat ...........................................................

  54 2.1.1.8 Bleki .............................................................

  50 2.1.1.7 Kumis ...........................................................

  46 2.1.1.6 Tarsih ...........................................................

  99

  2.1.4.1 Pembagian Tokoh Menurut Peran dalam Per- kembangan Plot ............................................

  2.2.2.1 Latar Tempat ................................................ 128

  2.2.4 Rangkuman ................................................................. 156

  2.2.3.3 Latar Sosial ................................................... 146

  2.2.3.2 Latar Waktu ................................................. 144

  2.2.3.1 Latar Tempat ................................................ 142

  2.2.3 Latar Drama “Opera Julini” (Trilogi Bagian Ketiga) .. 142

  2.2.2.3 Latar Sosial ................................................... 133

  2.2.2.2 Latar Waktu ................................................. 131

  2.2.2 Latar Drama “Opera Kecoa” (Trilogi Bagian Kedua) . 128

  99

  2.2.1.3 Latar Sosial ................................................... 113

  2.2.1.2 Latar Waktu ................................................. 109

  2.2.1.1 Latar Tempat ................................................ 108

  2.2.1 Latar Drama “Bom Waktu” (Trilogi Bagian Pertama) 108

  2.2 Latar ........................................................................................ 107

  2.1.4.3 Perubahan Karakter Tokoh-tokoh Drama Tri- logi Opera Kecoa .......................................... 104

  Kecoa ............................................................ 99

  2.1.4.2 Penokohan Para Tokoh Drama Trilogi Opera

  2.2.4.1 Latar Tempat Drama Trilogi Opera Kecoa .. 156

  2.2.4.2 Latar Waktu Drama Trilogi Opera Kecoa .... 157

  2.2.4.3 Latar Sosial Drama Trilogi Opera Kecoa ..... 158

  BAB III KEKERASAN STRUKTURAL OLEH PEMERINTAH TERHADAP KAUM URBAN MISKIN DI JAKARTA DALAM DRAMA TRILOGI OPERA KECOA KARYA NORBERTUS RIANTIARNO .............................................................................. 163

  3.1 Kekerasan Struktural dalam Drama “Bom Waktu” (Trilogi Bagian Pertama)....................................................................... 164

  3.1.1 Kekerasan Struktural terhadap Tarsih ......................... 165

  3.1.2 Kekerasan Struktural terhadap Tibal ........................... 171

  3.1.3 Kekerasan Struktural terhadap Julini .......................... 173

  3.1.4 Kekerasan Struktural terhadap Roima ........................ 175

  3.1.5 Kekerasan Struktural terhadap Abung ......................... 176

  3.1.6 Kekerasan Struktural terhadap Tuminah ..................... 181

  3.1.7 Kekerasan Struktural oleh Bleki ................................. 187

  3.1.8 Kekerasan Struktural oleh Kumis ............................... 189

  3.1.9 Kekerasan Struktural oleh Camat ............................... 200

  3.2 Kekerasan Struktural dalam Drama “Opera Kecoa” (Trilogi Bagian Kedua) ......................................................................... 218

  3.2.1 Kekerasan Struktural terhadap Tarsih ......................... 219

  3.2.2 Kekerasan Struktural terhadap Julini ........................... 225

  3.2.3 Kekerasan Struktural terhadap Tuminah ..................... 227

  3.2.4 Kekerasan Struktural terhadap Roima ........................ 229

  3.2.5 Kekerasan Struktural terhadap Tibal ........................... 230

  3.2.6 Kekerasan Struktural oleh Pejabat .............................. 231

  3.3 Kekerasan Struktural dalam Drama “Opera Julini” (Trilogi Bagian Ketiga) ........................................................................ 261

  3.3.1 Kekerasan Struktural terhadap Roima ........................ 262

  3.3.2 Kekerasan Struktural terhadap Tuminah ..................... 265

  3.3.3 Kekerasan Struktural terhadap Tibal ........................... 267

  3.3.4 Kekerasan Struktural oleh Pejabat .............................. 269

  3.4 Rangkuman ............................................................................. 285

  BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 294

  4.1 Kesimpulan Hasil Analisis Drama Trilogi Opera Kecoa ........ 294

  4.1.1 Kesimpulan Tokoh dan Penokohan dalam Drama Tri- logi Opera Kecoa ......................................................... 294

  4.1.1.1 Pembagian Tokoh Menurut Peran dalam Per kembangan Plot ............................................ 295

  4.1.1.2 Penokohan Para Tokoh Drama Trilogi Ope- ....................................................... 295

  ra Kecoa

  4.1.1.3 Perubahan Karakter Tokoh-tokoh Drama Tri logi Opera Kecoa .......................................... 300

  4.1.2 Kesimpulan Latar Drama Trilogi Opera Kecoa .......... 303

  4.1.2.1 Latar Tempat Drama Trilogi Opera Kecoa .. 303

  4.1.2.2 Latar Waktu Drama Trilogi Opera Kecoa .... 304

  4.1.2.3 Latar Sosial Drama Trilogi Opera Kecoa ..... 305

  4.1.3 Kesimpulan Kekerasan Struktural dalam Drama Trilo gi Opera Kecoa ............................................................ 309

  4.2 Saran ....................................................................................... 311 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 312 DAFTAR TABEL Tabel 1: Perubahan Karakter Tokoh-tokoh Drama Trilogi Opera Kecoa ... 105 Tabel 2: Kesimpulan Kekerasan Struktural dalam Drama Trilogi Opera

  Kecoa ........................................................................................................... 286

  LAMPIRAN ................................................................................................. 315 SINOPSIS ..................................................................................................... 316 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................. 324

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Karya sastra merupakan karya seni yang memuat kreativitas dan imajinasi manusia yang diwujudkan dalam tulisan fiktif. Karena sifat rekaannya, karya sastra secara tidak langsung mengatakan sesuatu mengenai kenyataan dan juga tidak menggugah kita untuk langsung bertindak (Luxemburg via Hartoko, 1989: 5). Karya sastra memberi kesempatan kepada pembacanya untuk merenungkan dan merefleksikan isi serta pesan-pesan dalam sebuah karya sastra. Dalam proses kreatif penciptaan karya sastra, sastrawan seringkali tidak hanya mengandalkan imajinasinya, tetapi sastrawan juga melakukan pengamatan terhadap lingkungannya.

  Bahkan tidak jarang sastrawan mencipta karya melalui pengalaman yang dialaminya secara langsung. Sebuah karya sastra sangat erat hubungannya dengan latar belakang pengarangnya, baik lingkungan pengarang maupun kepribadian pengarang.

  Salah satu bentuk kehidupan yang seringkali muncul dalam karya sastra adalah gambaran tokoh dengan lingkungan sekitarnya atau masyarakat. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Damono, 1978: 1). Keadaan seseorang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi keadaan suatu kelompok masyarakat. Dalam hubungannya dengan tidak jarang menggunakan hubungan antarmanusia, antara manusia dengan kelompok tertentu, atau antara kelompok dengan kelompok sebagai objek karya sastra yang disajikan dalam bahasa imajiner.

  Drama trilogi Opera Kecoa karya Norbertus Riantiarno (selanjutnya disebut Riantiarno) adalah wujud kehidupan sosial yang disajikan pengarang berupa hubungan antara kelompok tertentu dengan kelompok lain, yaitu antara pemerintah dengan kaum urban miskin. Kedua kelompok ini biasa terlibat bersama dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Oleh karena itu, peristiwa hubungan kemasyarakatan ini dimunculkan pengarang dengan bahasa yang imajinatif dan sesuai kapasitas pengarang untuk memahami hubungan sosial antara pemerintah dan kaum urban miskin.

  Pengarang tidak bisa tidak mengekspresikan pengalaman dan pandangannya tentang hidup (Wellek dan Austin Warren via Budianta, 1989: 110), sehingga karya sastra dapat menjadi cermin kehidupan masyarakat atau menjadi refleksi bagi pembacanya. Georg Lukács menyatakan karya sastra mencerminkan realitas, tidak dengan melukiskan wajah yang hanya tampak pada permukaan, tetapi dengan memberikan kepada kita “sebuah pencerminan realitas yang lebih benar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik” (Selden via Pradopo, 1991: 27). Pengarang sering mendapat ide atau gagasan untuk karyanya dari pengamatan terhadap perilaku masyarakat seperti halnya pengamatan pengarang terhadap kehidupan sosial antara pemerintah dan kaum urban miskin. Ide atau gagasan pengarang juga muncul karena bentuk ketimpangan sosial seperti tindakan sewenang-wenang pemerintah sebagai penguasa, diskriminasi gender atau kelas sosial, penindasan yang tidak manusiawi.

  Dalam trilogi Opera Kecoa kekerasan terjadi karena adanya ketimpangan yang disebabkan oleh pihak pemerintah sendiri. Kekerasan itu tidak dapat dipisahkan dari masalah sosial ekonomi. Akar dari kekerasan itu bukanlah kekerasan itu sendiri, tetapi sesuatu di luar kekerasan seperti soal kesulitan, kekurangan, dan frustasi material-ekonomis (Darmaningtyas dkk., 1996: 57). Penjelasan ini menyangkut kegagalan negara memainkan perannya dalam kontrak sosial, dalam menyediakan manfaat ekonomi atau layanan sosial. Hal ini bertolak dari pandangan bahwa stabilitas sosial secara implisit berpijak pada kontrak sosial antara rakyat dan pemerintah: menurut kontrak ini rakyat menerima wewenang negara sepanjang negara memberikan layanan dan menciptakan kondisi ekonomi yang memadai (Stewart via Maris, 2005: 193). Dalam masyarakat, konflik yang tidak terpecahkan atau tidak tertransformasi; fenomena yang ada di mana-mana dalam realitas manusia, mudah menimbulkan frustasi karena tujuan-tujuan terhambat, mengejutkan, dengan potensi untuk melawan pihak-pihak yang dipersepsikan sebagai penghambat (Galtung via Maris, 2005: 401).

  Sarjono dalam “Urban Poor Opera, Riantiarno”, pengantar trilogi Opera

  

Kecoa , menuliskan bahwa pembangunan yang berapi-api telah melahirkan kaum

  urban miskin perkotaan yang tentu saja setelah pembangunan gedung-gedung pencakar langit itu tidak bisa ikut bernaung di sana (Riantiarno, 2004: vi). Oleh sebab telah dilakukan di mana pun. Kaum urban miskin tetap menjadi kelompok yang tersisih dan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah.

  Johan Galtung (Galtung via Lubis, 1988: 150) mengelompokkan kekerasan menjadi dua. Yang pertama adalah kekerasan personal, yaitu kekerasan yang bisa dilihat sebagai suatu hal yang menimbulkan perubahan dan dinamis, memperlihatkan fluktuasi yang hebat sepanjang masa, dan akan diperhatikan masyarakat. Yang kedua adalah kekerasan struktural, yaitu kekerasan yang selalu dianggap wajar dalam masyarakat, suatu hal yang memperlihatkan stabilitas tertentu. Alasan utama peneliti memilih trilogi Opera Kecoa karena terdapat hubungan kemasyarakatan yang justru menimbulkan permasalahan sosial berupa kekerasan personal dan kekerasan struktural oleh pemerintah terhadap kaum urban miskin di Jakarta. Peneliti akan mengkhususkan pembahasan mengenai kekerasan struktural yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kaum urban miskin di Jakarta sebagai kekerasan yang dominan terjadi dalam trilogi Opera Kecoa karya Riantiarno.

  Untuk meneliti karya sastra, pertama-tama penulis mencari unsur-unsur pembangun karya sastra tersebut atau menganalisis secara struktural. Dalam penelitian ini, analisis struktural yang diteliti adalah unsur tokoh dan penokohan, serta latar yang berkaitan erat dengan permasalahan yang terjadi dalam drama trilogi ini. Penulis memilih meneliti unsur tokoh dan penokohan serta latar untuk menganalisis lebih jauh mengenai para tokoh yang terlibat konflik serta menentukan tempat dan waktu kejadian serta keadaan sosial masyarakat yang menjadi penyebab dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain yang terkandung di dalamnya (Nurgiyantoro, 1998: 37). Untuk membatasi penelitian terhadap para tokoh yang mewakili kondisi masyarakat dalam drama trilogi Opera Kecoa karya Riantiarno, maka akan dipaparkan teori kekerasan struktural. Selain itu, penulis juga menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang beranggapan bahwa sastra merupakan cermin masyarakat.

  1.1 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1.2.1 Bagaimanakah unsur tokoh dan penokohan, serta latar dalam drama trilogi Opera Kecoa karya Norbertus Riantiarno?

  1.2.2 Bagaimanakah bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kaum urban miskin di Jakarta dalam drama trilogi

  Opera Kecoa karya Norbertus Riantiarno?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah adalah:

1.3.1 Mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan, serta latar dalam drama trilogi Opera Kecoa karya Norbertus Riantiarno.

  1.3.2 Mendeskripsikan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kaum urban miskin di Jakarta dalam drama trilogi

  Opera Kecoa karya Norbertus Riantiarno.

1.4 Manfaat Penelitian

  Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan di atas, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap studi sastra khususnya dalam bidang sosiologi sastra, yaitu mengenai kekerasan struktural dalam hubungan sosial masyarakat.

  1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu pembaca dan sastrawan untuk mengetahui peran sosiologi sastra dalam karya sastra dan dalam kehidupan bermasyarakat.

  1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan membantu pembaca dan sastrawan untuk menafsirkan karya sastra dalam permasalahan sosial yang berupa kekerasan struktural serta relevansinya terhadap zaman yang sedang berlangsung.

  1.4.4 Hasil penelitian ini diharapkan membantu pembaca dan sastrawan untuk lebih peka dalam mengenali dan menggunakan bentuk kritik dalam karya sastra.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Seni Apriliya dalam dengan tulisannya yang berjudul “Ketika Hidup Layak Sebagai Manusia Hanya Sebatas Angan-angan” mengulas tentang garis besar cerita trilogi Opera Kecoa dan permasalahan sosial yang diangkat dalam drama tersebut. Apriliya secara tidak langsung menyatakan bahwa sastra merupakan cermin masyarakat. Dalam hal ini Apriliya menunjukkan keadaan rakyat Indonesia pada pertengahan 1980. Kondisi pemerintah dan kaum urban miskin di Jakarta terlihat sangat kontras karena situasi sosial yang sangat timpang. Hal seperti ini juga terbaca dalam drama trilogi Opera Kecoa yang menceritakan penindasan pemerintah sebagai penguasa negara terhadap kaum urban miskin di Jakarta. Apriliya membandingkan sebuah situasi yang sama dalam dunia yang berbeda, yaitu dunia sastra dan dunia nyata, seperti dalam kutipan berikut.

  “Drama sebagai sastra berakar dari kehidupan manusia, tragedi dan komedi yang dialaminya. Demikian halnya dengan Opera Kecoa; drama fenomenal dramawan Riantiarno. Berlatar kehidupan bangsa Indonesia pertengahan tahun 1980-an, di mana negeri ini giat mengatasnamakan pembangunan untuk setiap proyek yang didirikan. Di Jakarta yang metropolis, hidup tak selalu manis, terutama bagi kaum urban miskin yang memang tidak mempunyai keahlian sebagai sandaran untuk mencari penghidupan. Kemiskinan yang seperti diwariskan terus-menerus membuat mereka sulit untuk keluar dari kungkungan penderitaan. Hidup mereka seperti yang dilontarkan tokoh Julini, yaitu ‘hidup-hidupan’ (Riantiarno, 2004: 178).” (Apriliya, 2005).

  Dalam tulisannya, Apriliya juga memaparkan beberapa bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kaum urban miskin dalam trilogi Opera

  Kecoa , seperti terlihat dalam kutipan berikut.

  “Drama ini bercerita sisi lain dari peradaban kota yang gemerlap. Tentang derita dan kelaparan, mimpi-mimpi yang tak kunjung jadi kenyataan. Bermacam-macam tragedi, berbagai keputusasaan. Mengingatkan kita dari lupa, tentang nasib sebagian dari manusia seperti Julini dan Roima tengah bergulat dan memperjuangkan kehidupan mereka. Hidup di ujung razia para petugas negara. Dikejar-kejar, diabaikan haknya, dicaci dan dihina perilakunya, menjadi tontonan tanpa memperoleh tuntunan nyata dan solusi nyata dari kegetiran dan nasib buruk mereka.” (Apriliya, 2005).

  Ketimpangan hubungan sosial antara pemerintah dan rakyat kecil pun disorot Riantiarno seperti yang ditulis Soni Farid Maulana dengan judul “Kita dan Teater Koma” dalam . Melalui artikel ini juga ditegaskan bahwa Riantiarno merupakan penulis lakon teater yang memiliki perhatian mendalam terhadap kehidupan masyarakat kelas bawah yang tidak pernah mempunyai kesempatan melakukan apapun selama masa pembangunan.

  “Setidaknya dengan menulis lakon teater trilogi Opera Kecoa perhatian Riantiarno terhadap kehidupan orang-orang kecil yang selalu jadi korban pembangunan, tak putus-putusnya diutarakan dari berbagai sisi. Apa yang disajikan Nano juga mempunyai perhatian demikian besar terhadap masalah tersebut, tidak bisa dianggap angin lalu. Mengapa? Karena di dalam naskah yang sering membuat kuping pemerintah jadi merah itu ada suara kebenaran yang mengharap pihak-pihak terkait siapa pun ia, untuk senantiasa bersikap adil terhadap nasib orang-orang kecil atau rakyat pada umumnya yang posisinya semata-mata diletakkan sebagai korban dalam gerak pembangunan dewasa ini.” (Maulana, 2005).

  Riantiarno dalam pengantar Cermin Merah yang berjudul “eM dan iM” menceritakan tentang kehidupan salah satu anggota kaum urban miskin di Jakarta, yaitu kehidupan para waria. Menurut pengamatan Riantiarno, waria di Jakarta merupakan kaum yang sering dianggap sebagai pengganggu ketertiban kota, sehingga tidak jarang mereka menjadi sasaran razia petugas keamanan pemda. Melalui pengamatan ini, Riantiarno memperoleh motivasi untuk melahirkan karya trilogi Opera Kecoa .

  “Pada 1968 hingga 1973, saya sering nongkrong di sepanjang rel kereta api Jalan Krakatau, sekarang Jalan Latuharhary Jakarta. Pekerjaan saya hanya mengamati. Saya menyerap impian mereka, kaum yang tersisih dari pergaulan sopan kota besar Jakarta. Kadang saya ikut lari lintang pukang jika ada razia dari polisi pemda. Dalam sebuah razia, seorang waria nekat terjun ke Kali Malang (yang mengalir di sepinggir rel kereta api), demi menghindari kejaran para petugas. Celakanya, si waria tidak bisa berenang. Mayatnya yang biru dan kaku ditemukan keesokan harinya. Peristiwa itu sering disebut sebagai ‘Tragedi Kali Malang’. Yang menjadi korban selalu orang kecil. Dari pengamatan itu, kemudian lahir pula tiga karya drama panggung, trilogi

  

Opera Kecoa . Ketiganya sudah dipentaskan.” (Riantiarno, 2004: x-xi).

  Naskah Riantiarno seringkali menampilkan orang-orang kelas menengah ke bawah di Indonesia yang mempunyai kehidupan tergolong miskin. Riantiarno sebagai salah satu penulis drama yang hidup pada masa Orde Baru tidak jarang mengambil kehidupan orang-orang miskin dan keadaan pemerintahan di Indonesia sebagai latar dalam naskah dramanya. Oleh karena itu, tidak jarang pula Riantiarno dianggap sebagai penyusup dalam dunia politik di Indonesia. Indra Tranggono melalui tulisannya yang berjudul “Nano, Teater Koma dan Simbol Kelas Menengah” dalam

  

Fresh Magazine menyatakan bahwa Riantiarno seringkali dianggap sebagai musuh

  pemerintah karena naskah-naskah dramanya sarat dengan kritik sosial, termasuk dalam “Opera Kecoa” (trilogi bagian kedua).

  “Perjalanan Koma tidak mudah, ternyata. Di era Orde Baru, Koma menjadi salah satu grup yang “dibidik” penguasa karena kritik-kritik sosialnya yang tajam. Dikelilingi intel dan diinterogasi polisi atau tentara sudah menjadi hal biasa bagi Nano. Pelarangan pentas juga menjadi sangat akrab. “Penguasa Orba selalu bertanya, apa motif pertunjukan Koma? Siapa yang berada di belakang saya? Partai apa yang menjadi afiliasi saya? Saya cuma tertawa, cerita Nano. Beberapa pementasan Koma pun akhirnya dicekal. Misalnya Opera Kecoa dan Suksesi.” (Tranggono, 2007: 87). Sebuah artikel yang dimuat dalam (2003) dengan judul “N. Riantiarno: Opera Kecoa, Setelah Pelarangan Itu” mengungkapkan bahwa

  “Opera Kecoa”, trilogi bagian kedua, merupakan bukti bahwa pemerintah tetap memperlakukan rakyat kecil dengan tidak adil. Riantiarno menyatakan hal ini terlihat dari pelarangan pementasan “Opera Kecoa” yang dianggap pemerintah sebagai gangguan karena menceritakan masalah penggusuran yang pada kenyataannya telah marak terjadi di Jakarta pada masa pembangunan, seperti kutipan berikut.

  “Kisah Opera Kecoa sendiri sebetulnya bercerita seputar masalah penggusuran. Apabila Opera Kecoa lolos sensor ketika pertama kali dipentaskan di tahun 1985, barangkali penggusuran masih belum terlalu populer. Tapi seperti kita ketahui bersama, setelah itu penggusuran kawasan miskin untuk hotel dan lapangan golf merebak sedemikian rupa. Ketika tahun 1990 dipentaskan, Opera Kecoa menjadi semacam tamparan bagi penguasa karena penggusuran telah menjadi hiasan warga ibukota.”

  Penggusuran merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat kecil karena setelah penggusuran terjadi, rakyat kecil tidak pernah mendapat jaminan perbaikan hidup dari pemerintah. Bahkan tidak jarang nasib rakyat kecil menjadi bertambah buruk setelah mengalami penggusuran.

  Achmad Syaiful Anwar dalam tesisnya yang berjudul “N. Riantiarno: Dari Rumah Kertas ke Pentas Dunia (Sebuah Biografi)” mengatakan, “Penulisan jenis trilogi berlanjut, yaitu Bom Waktu (trilogi 1), ditulis tahun 1982. Periode ini diakui oleh Nano adalah periode mengekspresikan ‘penderitaan’ menjadi daya kreatif di

  1985, dan Opera Julini (trilogi 3) ditulis tahun 1986. Naskah Opera Kecoa dianggap sebagai naskah yang kuat menampilkan gaya penulisan Nano secara khusus.

  Keberpihakannya terhadap masalah ‘wong cilik’ dan mengangkat tema sosial yang sarat kritik terhadap penguasa menjadi model penulisan Nano yang khusus tersebut.

  Lakon Opera Kecoa bercerita tentang gelandangan, pelacur, dan masyarakat yang biasa disebut ‘sampah’” (Anwar, 2004: 180-181). Pernyataan Anwar tersebut menggambarkan latar belakang penulisan trilogi Opera Kecoa beserta nasib para tokoh sebagai rakyat kecil sebagai cermin masyarakat pada masa pembangunan di Jakarta. Anwar juga berpendapat bahwa Nano merupakan penulis naskah drama yang peka terhadap keberadaan kaum urban miskin dan penguasa yang mengatur semuanya tanpa memikirkan nasib urban miskin.

  Menurut Anwar, ketimpangan sosial antara kaum urban miskin dengan penguasa yang disebabkan tindak sewenang-wenang penguasa dalam mengatur keuangan negara juga digambarkan dengan jelas oleh Riantiarno dalam trilogi Opera Kecoa . Hal ini terlihat dalam pernyataan berikut.

  “Perubahan nasib seolah sesuatu hal yang mustahil buat mereka (kaum urban miskin), sebab posisi mereka tetap di bawah selamanya. Demikian pula dengan para pejabat penguasa, posisi mereka selalu berada di atas. Menentukan dan mengatur segalanya secara absolut. Hal ini diungkap Nano melalui dialog antara tokoh Pejabat dan tokoh Tamu dalam kutipan berikut.

  PEJABAT: Yang penting, dana kredit itu akan keluar dengan segera, ‘kan? Kami sangat membutuhkan, lho.

  TAMU: Pasti. Pasti. But, one for me, one for you. PEJABAT: Ah, itu tidak penting untuk dibicarakan. Kita kan bekerja untuk kesejahteraan bangsa kita masing-masing. Tidak penting, tidak penting. Tapi, kalau bisa, yang lima prosen itu boleh Tuan masukkan ke dalam rekening bank saya, nomor....

  (MENUNJUKKAN ANGKA REKENING BANKNYA) TAMU: Baik, baik.

  (PARA HADIRIN BERTEPUKTANGAN) Untuk sekadar formalitas, perkenankan saya mengunjungi daerah-daerah yang Tuan anggap sudah sukses dalam pembangunan.

  PEJABAT: Oo, bisa, bisa. (MEMANGGIL PETUGAS, BISIK-BISIK. PETUGAS KE WARTAWAN-

  WARTAWAN )

  PETUGAS: Saudara-saudara, acara resmi telah selesai. Bapak dan Yang Mulia tamunya hendak menikmati acara yang sifatnya lebih pribadi. Mohon maaf. Press- release akan dibagikan secara tertulis. Juga amplopnya sekalian.

  (WARTAWAN-WARTAWAN BUBAR TANPA PROTES) (Riantiarno, 2004: 186-187)

  Adegan pada bagian ini jelas menunjukkan kejelian Nano memotret kondisi realitas penguasa kita yang korup tanpa malu-malu lagi. Mengatasnamakan kepentingan kesejahteraan rakyat demi kepentingan dan kekayaan sendiri” (Anwar, 2004: 183-185).

  Kutipan dialog tokoh Pejabat dan tokoh Tamu dalam pernyataan Anwar di atas memperlihatkan bahwa para penguasa telah mengalami kelemahan mental sebagai aparat negara sehingga mereka tidak sungkan lagi untuk menggunakan hak rakyat sebagai penunjang kesejahteraan pribadi. Mental penguasa telah menjadi mental orang yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi tanpa penguasa menjadi salah satu pemicu munculnya kekerasan struktural dalam drama trilogi Opera Kecoa.

  Selain pemenuhan kepentingan pribadi oleh penguasa, hal lain yang dapat dilihat dari drama trilogi Opera Kecoa adalah sikap penguasa dalam menghadapi kaum urban miskin sebagai anggota masyarakat. Drama Riantiarno ini pada hakikatnya hendak menggambarkan tiga kelompok masyarakat (orang kaya, penguasa, pelaksana) dalam menyikapi para gelandangan dan kehidupan para gelandangan itu sendiri. Dalam drama Bom Waktu (trilogi bagian pertama) tokoh- tokoh yang berinteraksi ialah “gepeng”, kaum gelandangan dan pengemis, dengan para aparat pemerintah daerah (pemda) (Sitanggang dkk., 1995: 64, 69). Drama ini menggambarkan penguasa yang tidak mempedulikan keberadaan kaum urban miskin dalam masyarakat perkotaan sebagai warga yang juga memiliki kepentingan untuk hidup di kota. Di tengah kesulitan mencari penghidupan di kota, ternyata kaum urban miskin justru mendapat tekanan dari pemerintah. Tekanan dari pemerintah dapat berupa paksaan untuk meninggalkan “rumah” mereka, pembatasan tempat kerja utuk mencari nafkah bagi para gelandangan, pemanfaatan tenaga manusia untuk memenuhi kebutuhan pribadi, dan adanya anggapan bahwa kaum urban miskin merupakan pengacau yang harus segera disingkirkan dari kota. Pemerintah tidak berusaha menciptakan lapangan kerja maupun tempat tinggal yang layak bagi kaum urban miskin. Mereka (kaum urban miskin) harus tergusur oleh rencana pembangunan kota yang sebenarnya hanya sampai pada pembangunan fisik dan masalah spiritual seperti bagaimana mengangkat si lemah pada taraf kehidupan yang lebih baik belum mendapat perhatian (Sitanggang dkk., 1995: 73).

  Dari keseluruhan sumber tinjauan pustaka di atas, penulis memperoleh gambaran berbagai pandangan mengenai drama trilogi Opera Kecoa, terutama tema besar drama trilogi ini, yaitu tentang kehidupan kaum urban miskin. Selain itu, penulis juga lebih dapat memahami latar belakang kemunculan drama trilogi ini serta relasi kelas-kelas sosial yang menjadi penyebab konflik dalam drama trilogi Opera Kecoa .

1.6 Landasan Teori

  Di dalam penelitian sebuah karya sastra terdapat beberapa model pendekatan yang dapat diterapkan. Salah satunya adalah pendekatan struktural. Pendekatan struktural menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Analisis struktural karya yang bersifat fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 1998: 37). Struktur karya sastra dipaparkan dengan tujuan agar sebuah karya sastra lebih mudah dipahami.

Dokumen yang terkait

Ronngeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA “suatu tinjauan objektif”

5 126 140

Ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel entrok karya okky madasari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

6 48 127

Nilai moral dalam novel orang miskin dilarang sekolah karya Wiwid Prasetyo dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah

4 58 147

Persepsi masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin di rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

1 30 122

Nilai moral dalam novel orang miskin dilarang sekolah karya Wiwid Prasetyo dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di sekolah

2 51 147

Kebudayaan Tionghoa dalam novel dimsum terakhir karya Clarang dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Di SMA

0 7 158

Analisis tokoh lintang dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

79 375 114

Ronggeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

9 242 140

Ketulusan hati tokoh dalam naskah drama rambat-rangkung karya trisno santosa (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra)

1 32 108

Kendali interaksional sebagai cerminan ideologi:analisis wacana kritis trilogi drama opera kecoa - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

0 0 5