HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA REMAJA AWAL

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA REMAJA AWAL

  SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.) Program Studi Psikologi

  Oleh Theresia Dhian Puspita NIM : 079114122 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

HALAMAN MOTTO

  Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa (Roma 12:12)

  

Karya ini kupersembahkan kepada:

Allah Bapa di surga atas penyertaanNya selama ini

Kedua orang tua tercinta Bapak P. Purwanta & Ibu Sri

  

Suprihati atas segala doa, kasih sayang dan dukungan

Adikku Warih Priyo Tomo yang selalu bersaing untuk jadi yang

terbaik dalam segala hal

Simbah Kakung Mud & Simbah Putri yang selalu mendoakan

dalam segala hal

Sahabat-sahabatku yang selalu ada dalam suka dan duka

makasi bwt dukungannya

  

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU

MEMBOLOS PADA REMAJA AWAL

Theresia Dhian Puspita

  

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dan

perilaku membolos pada remaja awal. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan

negatif antara efikasi diri dan perilaku membolos pada remaja awal. Subjek dalam penelitian ini

adalah remaja awal dengan rentang umur 12 sampai 15 tahun. Subjek yang terlibat dalam

penelitian ini berjumlah 98 orang. Alat yang digunakan sebagai pengumpul data adalah skala

efikasi diri dan laporan diri siswa tentang jumlah membolos yang dilakukan selama sebulan

terakhir. Skala efikasi diri memiliki koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,932. Analisis data pada

penelitian ini menggunakan regresi parsial yaitu adanya variabel kontrol. Pada penelitian ini

variabel kontrol adalah nilai rapor karena nilai rapor dianggap sebagai variabel independen yang

dapat berpengaruh pada variabel dependen (perilaku membolos). Hasil analisis data menyatakan

bahwa nilai standar koefisien (Beta) adalah sebesar 0,038 dan nilai t sebesar 0,378 dengan

signifikansi sebesar 0,706 (0,706 > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa efikasi diri tidak

berhubungan secara signifikan dengan perilaku membolos setelah dilakukan pengontrolan pada

nilai rapor. Oleh karena itu, hipotesis alternatif dalam penelitian ini ditolak. Tinggi rendahnya

efikasi diri yang dimiliki oleh remaja awal tidak berkaitan dengan jumlah perilaku membolos yang

dilakukan.

  Kata kunci: efikasi diri, perilaku membolos, remaja awal

THE CORRELATION BETWEEN SELF EFFICACY AND TRUANCY

  

Theresia Dhian Puspita

ABSTRACT

The research is aimed to know the relation between self-efficacy and truancy in early

adolescence. The subject were 98 students, there was early adolescence with range of age from 12

until 15 years old. The hypothesis were that there was negative correlation between self-efficacy

and truancy in early adolescence. The instrument used to collect data on this research were self-

efficacy scale and self report that explained about accumulation of truancy in a last month. The

scale has reliability of 0.932. The data analyzed with partial regression. The result of this research

showed that the value of standard coefficient (Beta) is 0.038, t value is 0.378 and 0.706 level of

significance (0.706 > 0.05). The final result of this research reflect that there wasn’t significant

correlation between self-efficacy and truancy after controlling academic achievement. It caused

academic achievement was considered as independent variable that influential to the dependent

variable (truancy).

  Keyword : self-efficacy, truancy, early adolescence

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Allah Bapa di surga karena berkat kuasa dan

kasihNya, sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan antara Efikasi Diri dengan

Perilaku Membolos Pada Remaja Awal” ini dapat terselesaikan.

  Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini

dapat terselesaikan dengan baik atas kerjasama, bantuan, gagasan serta dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

  

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi atas

kesempatan yang telah diberikan selama proses studi.

  

2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

  

3. Ibu Aquillina Tanti Arini, S.Psi, M.si, selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan waktunya, dorongan, bimbingan, saran dan kesabaran selama proses penulisan skripsi ini

  

4. Bapak Y. Heri Widodo, Ibu A. Tanti Arini, S. Psi, M.si dan Ibu M.M Nimas

Eki S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis menyelesaikan kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

  

5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.

  

6. Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi, Mas Muji, Mas Doni yang telah membantu

  

7. Kedua orang tuaku, Bapak Petrus Purwanta dan ibu Sri Suprihati serta adikku

Warih untuk segala perhatiannya, cinta, dukungan, doa, fasilitas, kesabaran dan harapannya yang tak henti selalu diberikan kepada penulis.

  

8. Siswa-siswi SMP Negeri 6 Klaten kelas VII dan VIII atas kesediaannya

menjadi subyek dalam penelitian ini.

  

9. Untuk VITAMIN (vania, tisa, mami mel, nenek tua, intan), Dita, oecryt,

chooeey, nandol, awid terimakasih atas dukungan dan semangatnya.

  

10. Teman-teman satu bimbingan (nektir Reni, Ophi, Ina, Erin, Mbah Ti) dan

teman-teman angkatan ’07 (mbk Hellen, Kristin, mbk Putri) yang bersedia menjadi teman untuk berdiskusi selama proses penulisan skripsi.

  

11. Teman kos Sekar Ayu (Ika n Eliz) yang telah meluangkan waktunya untuk

membantu penulis selama melaksanakan penelitian.

  

12. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

untuk doa, dukungan dan kerjasamanya selama ini.

  Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi

setiap orang yang membacanya. Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh

dari sempurna maka masukan, saran, dan kritik dari pembaca yang sifatnya

membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

  Penulis Theresia Dhian Puspita

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. iii

HALAMAN MOTTO .......................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................. vi

  

ABSTRAK ............................................................................................ vii

ABSTRACT .......................................................................................... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........ ix

KATA PENGANTAR .......................................................................... x DAFTAR ISI ......................................................................................... xii

  

DAFTAR TABEL ................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................

  1 A.

   Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 6 C.

   Tujuan Penelitian ..................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................

  8 A.

   Remaja Awal ............................................................................. 8

  

2. Karakteristik Remaja Awal ...................................................

  

Hubungan Efikasi Diri dengan Perilaku Membolos ...........

  34 G.

  33

3. Seleksi Item ...........................................................................

  1. Validitas ................................................................................. 33

2. Reliabilitas ............................................................................

   Definisi Operasional .................................................................. 26 D. Populasi dan Sampel .................................................................. 29 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ....................................... 29 F. Validitas, Reliabilitas dan Seleksi Item .................................... 32

   Jenis Penelitian .......................................................................... 26 B. Identifikasi Variabel ................................................................. 26 C.

  26 A.

   Hipotesis .................................................................................... 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...........................................

  21 E.

  20 D.

  9

3. Karakteristik Setiap Aspek Perkembangan Remaja Awal ....

  17

3. Dimensi Efikasi Diri .............................................................

  15

2. Peranan Efikasi Diri Dalam Kehidupan ...............................

   Efikasi Diri ................................................................................ 15

1. Pengertian Efikasi Diri .........................................................

  13 C.

  12

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Membolos ......

  12

1. Pengertian Membolos .............................................................

  

Perilaku Membolos ..................................................................

  10 B.

   Teknik Analisis Data................................................................... 36

  A.

   Pelaksanaan Penelitian ........................................................ 38 1. Perizinan Penelitian .........................................................

  38

  2. Proses Penelitian .............................................................. 38 B.

   Karakteristik Subjek ........................................................... 39 C.

   Hasil Penelitian .................................................................... 39 1. Deskripsi Data Penelitian ................................................

  39 2. Uji Asumsi .......................................................................

  40

  3. Uji Hipotesis .................................................................... 43 4. Kategorisasi .....................................................................

  44 D.

   Pembahasan ......................................................................... 44 BAB V PENUTUP .................................................................................

  48 A.

   Kesimpulan .......................................................................... 48 B. Saran ..................................................................................... 48

  1. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................. 48

  2. Bagi Remaja ..................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 49

  

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Item Skala Efikasi Diri .............................................

  32 Tabel 2 Item Skala Efikasi Diri yang sahih dan yang gugur ...............................................................

  36 Tabel 3 Deskripsi Karakteristik Subjek ................................. 39

Tabel 4 Deskripsi Statistik ..................................................... 40

Tabel 5 Data Teoritik dan Empirik Skala Efikasi Diri ........... 44

  DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Bagan dinamika hubungan efikasi diri dengan perilaku membolos ..........................

  24 Gambar 2 Scaterplot ....................................................

  42

  DAFTAR LAMPIRAN Halaman LAMPIRAN I Kuesioner Perilaku Membolos dan Skala Efikasi Diri (Try Out) .................

  51 LAMPIRAN II Data Try Out .........................................

  59 LAMPIRAN III Estimasi Reliabilitas dan Uji Beda Item Skala Efikasi Diri .................................

  62 LAMPIRAN IV Statistik Deskriptif, Uji Normalitas, Nilai Skew dan Kurtosis, Uji Linearitas dan Uji Regresi .....................................

  66 LAMPIRAN V Kuesioner Perilaku Membolos dan Skala Efikasi Diri (penelitian) ..............

  68 LAMPIRAN VI Data Hasil Penelitian Efikasi Diri dan Perilaku Membolos ...............................

  76 LAMPIRAN VII Surat Keterangan Penelitian ................

  79

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa setelah rumah karena siswa menghabiskan waktunya di sekolah selama 6-8 jam per hari. Kegiatan yang dilakukan oleh siswa di sekolah adalah belajar dan

  mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Kegiatan yang sama yang dilakukan oleh siswa di sekolah terkadang menimbulkan keinginan di dalam diri siswa untuk menghindari kegiatan tersebut.

  Menurut Kristiyani (2009) bagi remaja pergi ke sekolah merupakan suatu hak sekaligus kewajiban sebagai sarana mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Pada kenyataannya banyak remaja yang enggan untuk berangkat sekolah tanpa alasan yang jelas sehingga banyak remaja yang akhirnya membolos. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1980) membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

  Perilaku membolos merupakan fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Perilaku membolos tidak hanya dilakukan oleh siswa yang berada di pendidikan tingkat atas tetapi perilaku membolos sudah mulai dilakukan oleh siswa yang berada di pendidikan tingkat dasar. Selain itu, perilaku membolos tidak hanya dilakukan oleh siswa yang sekolahnya berada di kota-kota besar, namun siswa yang sekolahnya berada di daerah menyatakan bahwa 52 siswa Solo terjaring dalam razia pelajar, 9-10 Feb- ruari 2011. Mereka terdiri dari siswa SD, SMP, SMA. Siswa yang terjaring dalam razia bukan hanya siswa yang berasal dari sekolah pinggiran tetapi ada juga siswa yang berasal dari sekolah favorit (solopos, 2011. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian sebelumnya tentang perilaku membolos yang dilakukan oleh Veenstra, Lindenberg, Tinga, dan Ormel (2010) pada siswa akhir pendidikan dasar dan awal pendidikan menengah menunjukkan bahwa pada akhir pendidikan dasar, 13% siswa dilaporkan membolos. Pada dua setengah tahun kemudian 19% dari siswa yang menjadi peserta pada penelitian sebelumnya dilaporkan membolos.

  Penelitian tersebut juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Henry (2007) tentang karakteristik siswa yang membolos pada kelas 8 dan kelas 10 yang menyatakan bahwa hampir 11% siswa pada kelas 8 dan lebih dari 16% siswa pada kelas 10 dilaporkan membolos. Dari fakta yang ada dan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa perilaku

membolos sudah dilakukan sejak remaja awal yaitu usia 12-15 tahun.

  Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa akan memberikan akibat yang buruk bagi siswa itu sendiri. Perilaku membolos tersebut jika dilakukan sejak remaja awal dikhawatirkan akan membentuk efek kebiasaan. Akibat yang ditimbulkan dari siswa yang membolos antara lain merusak potensi, bakat, kemampuan, cita-cita dan masa depan mereka. Siswa yang membolos akan menanggung risiko mengalami kegagalan apa yang diajarkan oleh guru. Siswa yang membolos juga akan mengalami kurang waktu belajar karena mata pelajaran yang ketinggalan akan diulang dengan cepat tanpa penjelasan yang lebih rinci (Kartono, 1990). Selain itu, membolos juga merupakan suatu perilaku yang melanggar norma-norma sosial, karena siswa yang membolos akan cenderung melakukan hal-hal atau perbuatan yang negatif sehingga akan merugikan masyarakat sekitarnya. Hal ini dikarenakan perilaku membolos sering dihubungkan dengan masalah yang serius seperti pencandu narkotika, penyalahgunaan alkohol, pengagum freesex, melakukan tindak kekerasan maupun tawuran (Henry, 2007).

  Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa akan memberikan dampak negatif bagi siswa itu sendiri maupun bagi masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan dari perilaku membolos maka penting untuk melihat faktor- faktor yang mempengaruhi siswa melakukan perilaku membolos. Faktor yang mempengaruhi perilaku membolos tidak hanya berasal dari dalam diri siswa tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Faktor yang mempengaruhi perilaku membolos pada siswa yaitu lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, karakteristik individu dan masyarakat (Goldstein, Little dan Angeleque, 2003; Gunarsa & Gunarsa, 1980; Kartono,1991).

  Faktor lingkungan sekolah meliputi hubungan antara guru dan siswa, persepsi negatif siswa terhadap sekolah, kompetisi yang tinggi, pengaturan keras. Faktor lingkungan keluarga meliputi perpisahan orang tua, orang tua yang tidak bekerja, sakit, penyalahgunaan alkohol, konflik keluarga, perpindahan, pendidikan orang tua yang rendah, disiplin orang tua yang tidak konsisten, status sosial ekonomi yang rendah. Faktor karakteristik individu meliputi IQ yang rendah, prestasi akademik rendah, mempunyai sedikit teman, kemampuan sosial yang rendah, harga diri yang rendah, dan tingkat kecemasan yang tinggi.

  Penelitian ini akan memfokuskan pada efikasi diri yang menurut Norwich (dalam Azwar, 1996 merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara dalam interaksi antara faktor personal dan faktor lingkungan. Efikasi diri adalah suatu perkiraan seseorang akan kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan untuk menyelesaikan tugas tertentu (Bandura, 1986). Efikasi diri yang dipersepsikan individu dapat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam performansi yang akan datang dapat pula menjadi faktor yang ditentukan oleh pola keberhasilan-kegagalan performansi yang pernah dialami. Hal ini sesuai dengan teori belajar-sosial Bandura yang menekankan hubungan timbal-balik antara faktor lingkungan, faktor personal, dan faktor perilaku.

  Penilaian efikasi diri dalam kehidupan sehari-hari berperan dalam membuat pilihan perilaku saat dihadapkan pada situasi tertentu. Perilaku membolos merupakan suatu bentuk penghindaran terhadap situasi yang menghadapi situasi tersebut, siswa dihadapkan pada dua pilihan yaitu tetap berada di sekolah dengan menghadapi situasi yang ada atau melakukan penghindaran dengan meninggalkan sekolah. Oleh karena itu, saat siswa dihadapkan pada situasi tersebut, siswa harus dapat membuat keputusan akan tindakan yang dilakukan. Keputusan akan pilihan tindakan sebagian ditentukan oleh penilaian efikasi diri. Siswa cenderung akan menghindari tugas dan situasi yang mereka percaya melebihi kemampuan mereka, tetapi mereka akan melakukan aktivitas tertentu yang mereka nilai diri mereka mampu menanganinya (Bandura, 1986).

  Pada penelitian sebelumnya di Indonesia, penelitian tentang efikasi diri dihubungkan dengan performansi individu. Penelitian yang dilakukan oleh Pandia (2007) menunjukkan bahwa efikasi diri secara tak langsung memberikan sumbangan positif terhadap prestasi belajar mahasiswa.

  Semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki maka orientasi tujuan performa yang dimiliki akan semakin tinggi, dan orientasi penghindaran tugas akan semakin rendah. Efikasi diri yang tinggi akan mempengaruhi terbentuknya tujuan performa, sedangkan efikasi diri yang rendah akan mempengaruhi terbentuknya orientasi penghindaran tugas. Menurut penjelasan Pandia (2007) efikasi diri dapat berkontribusi pada perilaku membolos. Ini dikarenakan tinggi rendahnya efikasi diri yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi tujuan performa dan orientasi penghindaran tugas.

  Berdasarkan teori Bandura (1986) yang mengatakan bahwa efikasi dianggap sulit dan tidak menyenangkan dan juga menurut penjelasan dari Pandia (2007) terhadap hasil penelitiannya yang mengatakan bahwa tinggi rendahnya efikasi diri yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi orientasi penghindaran tugas maka pada penelitian ini, peneliti akan menguji secara empirik hubungan antara efikasi diri dengan perilaku membolos pada subjek remaja awal.

  B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku membolos pada remaja awal?

  C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku membolos pada remaja awal.

  D. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian teoritis di bidang psikologi pendidikan yaitu mengenai efikasi diri kaitannya dengan perilaku membolos.

  b. Manfaat Praktis Bagi siswa diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi perilaku sehingga dapat secara bijaksana dalam memilih perilaku yang tepat saat dihadapkan pada situasi yang sulit dan dianggap tidak menyenangkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja Awal

  1. Pengertian Remaja Awal Remaja atau adolescence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Menurut Salzman (dalam Jusuf, 2003) masa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai- nilai estetika dan isu-isu moral.

  Masa remaja secara global berlangsung antara 12 sampai dengan 21 tahun. Masa remaja menurut Mappiare (dalam Ali & Asrori, 2009) dibagi menjadi dua yaitu:

  a. Remaja awal yaitu usia 12 sampai dengan 18 tahun b. Remaja akhir yaitu usia 18 sampai dengan 22 tahun.

  Menurut Monks (2002) masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu:

  a. Remaja awal yaitu usia 12 sampai dengan 15 tahun b. Remaja pertengahan yaitu usia 15 sampai dengan 18 tahun c. Remaja akhir yaitu usia 18 sampai dengan 21 tahun Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa yang berlangsung antara umur 12 sampai dengan 21 tahun. Pada penelitian ini berfokus pada remaja awal yang mempunyai rentang umur antara 12 sampai dengan 15 tahun.

  2. Karakteristik Remaja Awal Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting (Desmita, 2009), yaitu a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.

  b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

  c. Menerima keadaaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.

  d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

  e. Memilih dan mempersiapkan karier sesuai minat dan f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.

  g. Mengembangkan ketrampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.

  h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

  j. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.

3. Karakteristik Setiap Aspek Perkembangan Remaja Awal

  a. Perkembangan Kognitif Pada masa remaja, perkembangan kognisi mulai mencapai tahapan berpikir operasional formal yaitu mulai berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak hanya melihat sebagian tetapi akan melihat secara menyeluruh (Gunarsa dalam Ali&Asrori, 2009). Remaja di tahap operasional formal dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana di masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi. Mereka memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk b. Perkembangan Sosial-Emosi Pada masa remaja, seseorang memasuki status sosial yang baru yaitu dianggap bukan sebagai anak-anak lagi. Ini dikarenakan pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat cepat sehingga menyerupai orang dewasa, maka seorang remaja juga sering diharapkan bertingkah laku seperti orang dewasa. Selain itu, masa remaja juga disebut sebagai “storm and stress” yang artinya suatu masa dimana terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik dan bekerjanya kelenjar-kelenjar hormonal. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Dalam menghadapi ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksinya secara defensif sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya. Reaksi yang diberikan biasanya seperti agresif dan melarikan diri dari kenyataan.

  c. Perkembangan Moral Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban dan mempertahankan sesuatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggungjawabkan secara pribadi (Monks dalam Ali&Asrori, 2009). Remaja patuh terhadap pendiriannya sendiri mengenai sesuatu apakah sesuatu tindakan itu benar atau salah.

  Remaja benar-benar tidak melakukan tindakan apa yang menurut pendapatnya salah atau benar-benar akan menindakkan apa yang dianggapnya benar. Namun, pada kenyataannya remaja dalam berperilaku terkadang tanpa berpikir terlebih dahulu yaitu remaja akan menunjukkan perilaku yang kurang baik. Remaja akan melakukan pelanggaran sebagai contoh remaja akan melakukan pelanggaran di sekolah yaitu membolos (Soesilowindardini, tanpa tahun).

B. Perilaku Membolos

  1. Pengertian Membolos Membolos adalah tidak masuk sekolah atau bekerja yang sebenarnya tidak libur (Poerwadarminta, 2008). Menurut Kearney (2004) membolos adalah ketidakhadiran dengan alasan yang tidak dapat diterima, ilegal dan secara diam-diam. Jenis perilaku membolos dibedakan menjadi dua yaitu membolos dengan alasan yang dapat diterima berhubungan dengan masalah kesehatan atau sakit, membolos tanpa alasan berhubungan dengan keadaan lingkungan, disebabkan oleh penarikan diri dari sekolah, orang tua yang sengaja menahan anak di rumah dari sekolah untuk tujuan ekonomi, untuk menjauhkan dari penganiayaan, untuk mencegah penculikan, untuk melindungi anak dari ancaman yang berasal dari sekolah, untuk membantu orang tua dengan gangguan psikologis dan untuk alasan yang lainnya. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1980) membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa alasan yang jelas. Membolos adalah ketidakhadiran anak didik tanpa alasan yang tepat (Kartono, 1991).

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membolos adalah meninggalkan sekolah dengan alasan yang tidak dapat diterima dan tidak diketahui oleh pihak sekolah.

  2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Membolos Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa dipengaruhi oleh 3 faktor (Gunarsa & Gunarsa, 1980; Kartono, 1991; Goldstein, Little & Angeleque, 2003) yaitu:

1. Faktor lingkungan sekolah, meliputi:

  a. Hubungan antara guru dan siswa, antara lain: guru yang menakutkan bagi siswa, sikap guru yang membeda-bedakan siswa atau menganakemaskan siswanya, sikap guru yang tidak mau menjawab pertanyaan siswanya, ada persoalan atau masalah antara guru dengan anak didiknya, pengaturan guru yang tinggi, b. Hubungan antara sekolah dengan siswa dapat dilihat dalam hubungannnya dengan siswa yang lain, antara lain: persepsi negatif siswa terhadap sekolah, aturan sekolah dan penilaian yang keras, perasaan ditolak karena siswa merasa memiliki kelainan dengan teman-temannya yang lain; aneh, cacat, berkelainan atau siswa merasa tidak disenangi oleh teman sekelasnya karena

kelompok minoritas atau anak kesayangan gurunya.

2. Faktor lingkungan keluarga, meliputi:

  a. Keadaan keluarga, antara lain: perpisahan orang tua, orang tua yang tidak bekerja, sakit, penyalahgunaan alkohol, konflik keluarga, perpindahan, pendidikan orang tua yang rendah, status sosial ekonomi yang rendah.

  b. Sikap orang tua, antara lain: disiplin orang tua yang tidak konsisten, orang tua menganggap pendidikan tidak penting, anak tidak diizinkan masuk sekolah oleh orang tua karena masalah kesehatan, harapan orang tua terlalu tinggi terhadap prestasi yang diraih anak.

  3. Faktor karakteristik individu yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri, antara lain: memiliki IQ yang rendah, prestasi akademik yang rendah, kemampuan sosialisasi yang rendah, mempunyai sedikit teman, harga diri yang rendah, tingkat kecemasan yang tinggi, kurangnya motivasi dalam belajar, ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran, sakit, kemampuan intelektual yang tarafnya lebih tinggi daripada teman-temannya.

4. Faktor masyarakat yaitu tindakan seseorang dipengaruhi oleh tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan masyarakat akan pendidikan.

  Bila masyarakat tempat ia hidup tidak beranggapan bahwa pendidikan penting bagi setiap orang, maka orang-orang tertentu akan percaya bahwa mereka tidak harus bersekolah.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku membolos yaitu lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, karakteristik individu dan masyarakat. Dalam penelitian ini faktor yang akan diteliti adalah efikasi diri. Hal ini dikarenakan efikasi diri merupakan perasaan mampu yang dimiliki individu dan berasal dari dalam diri individu dalam menghadapi faktor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, karakteristik individu dan masyarakat. Pada penelitian ini, faktor yang akan dikontrol yaitu lingkungan sekolah dan karakteristik individu sedangkan faktor lingkungan keluarga dan masyarakat tidak dikontrol dan akan diabaikan.

C. Efikasi Diri

  1. Pengertian efikasi diri Efikasi diri pertama kali diperkenalkan oleh Bandura. Menurut kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Efikasi diri merupakan keyakinan diri seseorang akan kemampuannnya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu (Bandura, 1997).

  Menurut Baron dan Byrne (1997) efikasi diri sebagai evaluasi seseorang tentang kecakapan atau kemampuannya untuk menyelesaikan tugas, mencapai tujuan tertentu atau mengatasi suatu rintangan. Menurut Bandura (1997) efikasi diri itu akan berkembang berangsur-angsur secara terus menerus sejalan dengan meningkatnya kemampuan dan bertambahnya pengalaman-pengalaman yang berkaitan. Efikasi diri menekankan pada komponen kepercayaan diri seseorang menghadapi situasi yang akan datang, yang tidak jelas dan tidak dapat diperkirakan. Seringkali situasi tersebut penuh dengan tekanan. Keyakinan dan kepercayaan ini menopang kemampuan untuk memberikan landasan bagi seseorang untuk berusaha dengan tekun, ulet, menumbuhkan motivasi yang kuat dan keberanian untuk menghadapi hambatan.

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan individu tentang perkiraan kemampuan yang dimiliki untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi situasi yang akan datang, yang tidak jelas, dan tidak dapat yang penuh tekanan dan tantangan. Pada penelitian ini situasi yang dihadapi adalah situasi yang ada di lingkungan sekolah.

  2. Peranan Efikasi Diri Dalam Kehidupan Dalam kehidupan sehari-hari efikasi diri memberikan banyak kontribusi yang cukup berarti selama individu menerapkan rencana yang telah mereka buat untuk meraih tujuan. Bandura (1986) mengemukakan bahwa penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki akan mempengaruhi beberapa faktor perilaku yang muncul, antara lain:

  a. Pilihan Perilaku Setiap saat individu harus mengambil dan membuat keputusan tentang perilaku yang akan mereka munculkan dan berapa lama bertahan pada keputusan yang telah mereka buat. Ada banyak pilihan keputusan yang baik apabila mereka yakin memiliki kemampuan yang memadai untuk menghadapi situasi tersebut.

  Individu yang memiliki perkiraan yang lebih tinggi terhadap tuntutan lingkungan dibandingkan dengan kemampuan yang dimiliki seringkali mengalami kesulitan dan mudah mengalami kegagalan karena pada tahap awal mereka sudah merasa tidak mampu untuk menghadapi situasi tersebut. Perasaan tidak mampu inilah yang menjadikan individu cenderung untuk menghilangkan terlebih dahulu kemungkinan-kemungkinan dari alternatif strategi individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi, individu dengan efikasi diri yang rendah akan ragu-ragu dalam mencoba alternatif perilaku dan strategi yang mereka butuhkan.

  b. Usaha dan Keuletan Penilaian terhadap efikasi diri menentukan banyaknya usaha dan ketekunan individu pada berbagai macam situasi. Penilaian yang dimiliki oleh masing-masing individu mendorong mereka untuk terus mencoba berbagai bentuk alternatif perilaku dan strategi yang dibutuhkan. Dalam hal ini, individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung untuk tetap memfokuskan perhatian dan usaha mereka pada tuntutan lingkungan yang dihadapi dengan berusaha menggunakan cara yang paling baik untuk mengatasi setiap rintangan yang dapat menghambat tercapainya tujuan. Besar kecilnya penilaian mereka dalam konsep ini membedakan masing-masing individu dalam mempergunakan dan mengarahkan kemampuan yang ada dalam berbagai situasi.

  Kesuksesan yang diperoleh individu seringkali harus dicapai setelah membangkitkan dan mencoba berbagai bentuk alternatif perilaku dan strategi. Semakin kuat penilaian efikasi diri yang dimiliki, maka semakin besar usaha dan ketekunan yang mereka miliki dalam menghadapi tuntutan lingkungannya. Jadi, ketika ada kesulitan yang harus dihadapi, mereka yang memiliki efikasi diri usahanya dalam mencapai tujuan yang dimiliki, sedangkan mereka yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung memperbesar usaha dan melihat kesulitan sebagai tantangan.

  Individu yang memiliki penilaian efikasi diri yang rendah seringkali mudah merasa putus asa saat menghadapi suatu hambatan. Keadaan ini pada tahap selanjutnya menjadikan individu tersebut lebih mudah untuk berhenti berusaha apabila usaha awal mereka mengalami kegagalan. Singkatnya, persepsi efikasi diri merupakan faktor yang sangat menentukan usaha seseorang, meskipun individu tersebut memiliki kemampuan yang terbatas.

  c. Pola Pikir dan Reaksi Emosional Penilaian individu terhadap kemampuannya mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional mereka selama menghadapi tantangan dari lingkungan. Individu dengan efikasi diri yang tinggi cenderung untuk melihat kegagalan yang dialaminya sebagai akibat usaha mereka yang kurang dan bukan kemampuannya yang kurang, sedangkan mereka yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung melihat kegagalan sebagai kurangnya kemampuan dan bakat yang dimiliki.

  Kepercayaan seseorang akan efikasi diri juga mempengaruhi keadaan emosi individu selama mereka menerapkan strategi dalam menghadapi situasi yang dihadapi. Individu yang memiliki efikasi menghadapi situasi. Perasaan mampu untuk melakukan kontrol terhadap situasi dapat mengurangi akibat negatif yang timbul meskipun kontrol emosi individu tidak diterapkan.

  3. Dimensi Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) dimensi efikasi diri terdiri dari tiga yaitu: a.

   Level Dimensi level berhubungan erat dengan tingkat kesulitan tugas. Dimensi ini mengacu pada taraf kesulitan yang diyakini oleh individu bakal mampu di atasinya. Penilaian kecakapan dari setiap orang mungkin terbatas pada tugas mudah, meluas sampai pada tugas yang sedang taraf kesulitannya, atau bahkan mencakup tugas- tugas yang sangat sulit dalam bidang tertentu. Penilaian berdasarkan taraf kesulitan ini menyebabkan individu memilih untuk mencoba perilaku yang dirasa mampu untuk dilakukannya atau menghindari situasi atau perilaku yang berada di luar batas kemampuannya.

  b.

   Generality Dimensi generality adalah suatu konsep bahwa efikasi diri seseorang itu tidak terbatas pada suatu situasi yang spesifik saja.

  Generality berhubungan dengan luas bidang tingkah laku. Dimensi ini mengacu pada variasi situasi dimana penilaian tentang efikasi efikasi diri hanya pada bidang-bidang tertentu atau pada beberapa aktivitas atau situasi sekaligus. Efikasi diri dipandang mampu mencakup situasi-situasi lain sehingga mampu menciptakan suatu penilaian efikasi diri secara umum.

  c.

   Strength Dimensi strength berkaitan dengan penilaian tentang kecakapan individu. Dimensi ini mengacu pada derajat kemampuan individu terhadap keyakinan atau harapan yang dibuatnya. Efikasi diri yang lemah akan dengan mudah digoyahkan oleh pengalaman- pengalaman yang tidak mendukung, sedangkan orang dengan efikasi diri tinggi akan berusaha dengan gigih dalam mengatasi kesulitan meskipun kesulitan itu semakin meningkat. Kemantapan ini akan menentukan ketahanan dan keuletan individu dalam usahanya.

D. Hubungan Efikasi Diri dengan Perilaku Membolos

  Efikasi diri merupakan keyakinan diri individu akan kemampuannnya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan- tindakan yang perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu (Bandura, 1997). Efikasi diri terdiri atas 3 aspek yaitu level, generality dan strength.

  Ketiga aspek tersebut dapat terbentuk karena adanya keyakinan individu akan kemampuan yang dimiliki. Efikasi diri berpengaruh pada keyakinan mempersepsikan dirinya mampu maka dia akan semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannya dan semakin kuat komitmen individu terhadap tujuannya. Selain itu, efikasi diri berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam menghadapi situasi tertentu. Individu cenderung akan menghindari aktivitas yang di luar batas kemampuan mereka. Bila individu merasa yakin bahwa mereka mampu menangani suatu situasi, maka cenderung tidak menghindari situasi tersebut.

  Situasi yang dialami siswa di sekolah kadang menyenangkan dan kadang tidak menyenangkan. Siswa mempunyai pilihan dalam menghadapi situasi tersebut. Siswa yang yakin akan kemampuan yang dimiliki maka akan berusaha untuk menghadapi situasi tersebut sedangkan siswa yang tidak yakin akan kemampuan yang dimiliki maka dia akan menghindari situasi tersebut.

  Siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah atau ragu akan kemampuan yang dimiliki akan lebih mudah menyerah ketika dihadapkan pada situasi yang sulit dan dianggap tidak menyenangkan. Siswa tersebut akan melakukan penghindaran akan situasi yang dihadapi yaitu dengan meninggalkan sekolah atau membolos. Membolos dianggap sebagai jalan pintas dalam menghadapi situasi yang dianggap tidak menyenangkan.

  Sebaliknya, siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi atau yakin akan kemampuan yang dimiliki akan mempunyai usaha yang tinggi dalam menghadapi situasi yang sulit dan dianggap tidak menyenangkan. Siswa tersebut tidak akan mudah menyerah dan berani dalam menghadapi situasi tersebut sehingga siswa akan tetap berada di sekolah dan tidak membolos.

  

Gambar 1

Bagan dinamika hubungan efikasi diri dengan perilaku membolos

Efikasi diri rendah tinggi Evaluasi situasi dan kemampuan dalam menghadapi situasi (situasi yang terjadi di sekolah):

  • Kesulitan tugas
  • Relasi dengan teman
  • Relasi dengan guru Efikasi diri yang rendah: Efikasi diri yang tinggi:

    melakukan penghindaran, menghadapi situasi yang

  • >

    meninggalkan sekolah terjadi, bertahan di sekolah

  • putus asa dan menyerah tekun, berusaha lebih keras, pantang menyerah Cenderung membolos Cenderung tidak membolos

E. Hipotesis

  Ada hubungan negatif antara efikasi diri dengan perilaku membolos pada remaja awal. Jika individu memiliki efikasi diri yang tinggi maka individu cenderung tidak akan membolos atau tetap berada di sekolah, dan sebaliknya, jika individu memiliki efikasi diri yang rendah maka ia cenderung membolos.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

  penelitian korelasional yang berbentuk hubungan dari dua variabel atau lebih (Azwar, 1999). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara dua variabel yaitu efikasi diri dengan perilaku membolos.

B. Identifikasi Variabel

  Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah

  1. Variabel tergantung : perilaku membolos

  2. Variabel bebas : efikasi diri

  3. Variabel kontrol : nilai rapor Pada penelitian ini terdapat variabel kontrol yaitu nilai rapor. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat prediksi efikasi diri terhadap perilaku membolos tidak dipengaruhi oleh variabel lain yaitu nilai rapor.

C. Definisi Operasional

  1. Perilaku Membolos Perilaku membolos adalah meninggalkan sekolah tanpa alasan perilaku membolos diukur dengan kuesioner perilaku membolos didasarkan dari laporan siswa. Laporan siswa ini berisikan berapa kali siswa meninggalkan pelajaran atau sekolah saat pelajaran berlangsung dan juga banyaknya siswa tidak masuk sekolah.

  Laporan siswa tentang berapa kali siswa meninggalkan sekolah, tidak mengikuti pelajaran dan tidak masuk sekolah dilihat dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Hal ini dikarenakan peristiwa tersebut belum lama terjadi sehingga siswa diharapkan dapat mengingat dan memperkirakan seberapa sering meninggalkan sekolah, tidak mengikuti pelajaran atau tidak masuk sekolah. Dengan demikian, hubungan efikasi diri dengan perilaku membolos dibatasi pada situasi terkini subjek penelitian.

  2. Efikasi Diri Efikasi diri adalah keyakinan individu tentang perkiraan kemampuan yang dimiliki untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan dan tantangan yang ada di lingkungan sekolah yaitu yang berhubungan dengan tugas dan situasi yang ada di sekolah.