PENGEMBANGAN PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PERAN IBU RUMAH TANGGA DI DESA KEPUH KEJAYAN PASURUAN.

(1)

PENGEMBANGAN PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PERAN IBU RUMAH TANGGA

DI DESA KEPUH KEJAYAN PASURUAN

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Sos.I )

Oleh: Mukfiyah Ma’isyah

NIM. B53212084

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Mukfiyah Ma’isyah (B53212084), Konseling Keluarga dalam Meningkatkan

Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga (Pengembangan Paket Pelatihan di Desa Kepuh Kejayan Pasuruan).

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana Proses Pelatihan Konseling keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di Desa Kepuh Kejayan Pasuruan (2) Bagaimana hasil implementasi dari Pelatihan Konseling keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di Desa Kepuh Kejayan Pasuruan (3) Bagaimana uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan, dan kegunaan.

Dalam menjawab penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D), dengan mengkolaborasikan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui hasil wawancara baik secara lisan maupun non-lisan yakni catatan peserta pelatihan pada setiap lembar refleksi yang telah disediakan. Selain itu, observasi, saran, kritik, dan komentar tertulis baik dalam angket maupun catatan hasil wawancara juga melengkapi data kualitatif ini. Sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui skala penilaian yang berupa angket.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa (1) Proses pelatihan konseling keluarga yang dilaksanakan di Desa Kepuh Kejayan Pasuruan berjalan efektif sesuai prosedur dan hasilnya dapat terukur melalui evaluasi yang konkret, (2) Dari pelatihan tersebut terdapat hasil implementasi yang dapat ditunjukkan melalui perubahan perilaku para ibu rumah tangga peserta pelatihan seperti ibu-ibu yang pada awalnya suka memarahi anaknya setelah pelatihan menjadi lebih bisa sabar dalam mengahadapi anak-anaknya.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PESEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 10

F. Spesifikasi Produk ... 11

G. Metode Penelitian... 14

H. Sistematika Pembahasan ... 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 28

1. Konseling Keluarga ... 28

a. Pengertian Konseling ... 28

b. Pengertian keluarga ... 29

c. Definisi Konseling Keluarga ... 33

d. Tujuan Konseling Keluarga ... 34

e. Proses dan Tahapan Konseling Keluarga ... 35

2. Peran Wanita dalam Rumah Tangga ... 39

a. Peran Wanita sebagai Istri ... 40

b. Peran Wanita sebagai Ibu ... 43

c. Peran Wanita dalam Menjaga Rumahnya ... 52

d. Indikator ibu rumah tangga kurang maksimal dalam menjalankan perannya ... 54

3. Pengembangan dan Pelatihan ... 54

a. Definisi Pelatihan ... 54

b. Tujuan Pelatihan... 56

c. Manfaat Pelatihan... 58

d. Pengembangan dan Program Pelatihan ... 59

e. Efektifitas Pelatihan ... 64

f. Penerapan Hasil Pelatihan ... 64


(7)

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 69

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 71

1. Peran Ibu Rumah Tangga di Kepuh Kejayan Pasuruan ... 71

2. Deskripsi Konselor ... 76

3. Deskripsi konseli atau peserta pelatihan ... 77

B. Konseling Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di Desa Kepuh Kejayan Pasuruan ... 79

1. Proses Pelatihan Konseling keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga ... 79

a. Proses Pelatihan ... 79

b. Pengolahan Waktu Pelatihan ... 81

c. Lokasi Pelatihan ... 83

2. Hasil Implementasi Pelatihan Konseling keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga ... 84

3. Produk Pelatihan Konseling keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga ... 91

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Data Pengembangan Paket Pelatihan Konseling Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga ... 98

1. Analisis Proses Pelaksanaan Pelatihan... 98

2. Analisis Hasil implementasi pelatihan ... 100

B. Revisi Produk ... 108

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 112 DAFTAR PUSTAKA


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Dengan demikian ikatan lahir secara nampak antara suami istri harus ada, yaitu dalam bentuk formal sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan yang diatur oleh agama yang dianut oleh kedua mempelai dan juga peraturan yang ditetapkan oleh Negara setempat. 1

Pernikahan adalah sebuah ritual sakral yang dapat membawa setiap individu manusia baik pria maupun wanita menuju perjalanan panjang yang harus diarungi bersama.2 Sebuah pernikahan akan membawa dua manusia sebagai pasangan hidup pada banyak ibadah sunnah yang tercakup didalamnya. Melalui sebuah pernikahan akan banyak dimulai berbagai tanggung jawab besar yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Bagi laki-laki yang dulunya hanya harus menjaga dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, setelah menikah akan semakin banyak tanggung jawab yang akan dibebankan di pundaknya dimulai dari harus menjaga,

1 Faizah Noer Laela,”Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk

Keluarga Bahagia”, Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Volume 02, Nomor 01, (Juni 2012), hal.

116.


(9)

2 menafkahi, dan membimbing istri pendamping hidup sehingga dapat bersama-sama mencapai kehidupan surga.3

Dengan demikian banyak peran yang harus ditunaikan seorang laki-laki ketika ia mulai menyandang status sebagai seorang suami. Jika sebagai suami harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan istrinya, maka lain halnya jika sebuah keluarga yang dipimpinnya sudah mulai dikaruniai seorang anak, maka akan bertambah lagi beban tanggung jawab yang harus dipikul seorang laki-laki dengan status barunya sebagai seorang suami sekaligus sebagai ayah bagi anak-anaknya. Hal ini dikarenakan dalam sebuah rumah tangga pria adalah presiden utama keluarga.

Jika pria sebagai presiden rumah tangga memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang sangat besar sebagai kepala keluarga, maka tidak jauh berbeda dengan wanita sebagai istri atau sebagai ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah mahligai rumah tangga. Sebagaimana tujuan setiap pernikahan yaitu terciptanya sebuah keluarga yang bahagia, tenang, damai dan sejahtera maka wanita sebagai ibu rumah tangga memiliki andil yang sangat besar untuk mewujudkannya. Hal ini dikarenakan secara tidak langsung suasana keluarga adalah hasil karya tangan lembut wanita sebagai ibu rumah tangga.4

Wanita sebagai ibu rumah tangga memiliki tugas yang sangat mulia, karena merupakan sebuah keharusan wanita bertanggung jawab penuh dalam mewujudkan kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangganya. Merupakan

3Sa’ad Riyadh, Tanya Jawab Psikologi Muslimah, (Solo: Aqwam, 2009), hal. 107-108.


(10)

3 sebuah keniscayaan wanita sebagai istri dapat membahagiakan suami, dan kebahagiaan suami tentu akan berdampak besar kepada terbentuknya kebahagiaan sebuah keluarga. Selain istri mempunyai peran penting dalam membahagiakan suami, wanita sebagai ibu juga memiliki kewajiban penuh dalam hal pengasuhan anak, agar tercipta anak-anak yang bermoral, bermartabat dan tentu adiguna bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Berbicara tentang peran seorang wanita dalam sebuah rumah tangga sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya, tentu sangat erat kaitannya dengan kewajiban dan hak yang harus ditunaikannya. Kewajiban istri terhadap suami seperti halnya memelihara badan dengan berpenampilan rapi, bersolek jika memang dimintanya dan banyak hal-hal lain yang harus dilakukan istri dalam rangka membahagiakan suami. Kepada anak-anak sebagai ibu mengurus dan mendidiknya dengan dasar ilmu pengetahuan merupakan tanggung jawab yang harus ditunaikan secara maksimal.

Kebahagiaan keluarga merupakan kebahagiaan semua anggota keluarga, kebahagiaan suami istri bergantung pada bagaimana mereka melakukan ketentuan syariat yang ditentukan oleh Allah SWT.5 Kebahagiaan suami tergantung pada istri,6 begitupun kebahagiaan anak-anak tergantung pada ayah dan ibunya, dan kebahagiaan istri tiada lain kecuali saat melihat suami dan anak-anaknya bahagia tinggal di rumah idaman keluarga.7 Dengan

5 Abdurrahman Abdul Kholiq, Kado Pernikahan Barokah, (Yogyakarta: Al Manar,

2003), hal. 137.

6Abdul Qadir, Mambaus Saadah, (Cirebon: Fahimna, 2013), hal. 10. 7Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hal. 16.


(11)

4 demikian, tentu wanita sebagai ibu rumah tangga merupakan sentral sebuah keluarga.

Bagi seorang ibu rumah tangga melihat anggota keluarganya bahagia karena kesuksesan yang diraihnya adalah sebuah kebahagiaan tak terkira. Sebagai contoh kecil adanya anak-anak yang cerdas, rajin belajar, berkepribadian baik, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta dapat menjadi anak-anak yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungan sekitarnya adalah sebuah kebahagiaan yang tak ternilai harganya.

Selain faktor pembawaan yang baik, lingkungan juga berperan aktif dalam mencetak anak-anak dengan kepribadian baik sebagaimana harapan semua ibu pada umumnya sesuai dengan teori kepribadian yang diajukan oleh William Sterm dengan teori Convergency-nyayang menyatakan bahwa kedua faktor yaitu pembawaan dan lingkungan sangat menentukan pribadi seseorang.8

Seseorang yang berkepribadian baik tentu tidak lepas dari pola asuh, pembinaan, dan pendidikan yang baik dari keluarganya. Sebagaimana salah satu fungsi keluarga yaitu fungsi pendidikan dimana lembaga pendidikan nasional tidak mampu mewujudkan tujuan pendidikan tanpa ditunjang pendidikan keluarga. 9 Dengan demikian keluarga sangat memiliki andil dalam mensukseskan pendidikan kancah nasional yang dimulai dari keluarga

8 Wiji Hidayati & Sri Purnami, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Teras, 2008), hal.

32.

9 Bambang Ismaya, Bimbingan dan Konseling Studi, Karir dan Keluarga, (Bandung,


(12)

5 kecilnya. Pendidikan dalam sebuah keluarga didominasi oleh wanita sebagai ibu dari anak-anak anggota keluarga. Hal ini dikarenakan ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya, karena anak-anak akan mengimitasi semua perilaku dan pola asuh yang dilihat dan didapatkannya dari keluarganya terutama ibu yang pada umumnya jauh lebih dekat dengan anak-anak dalam keluarga.

Banyak peran yang harus ditunaikan seorang wanita dengan statusnya baik sebagai istri maupun ibu bagi anak-anaknya. Pada umumnya para ibu rumah tangga mengetahui status dan peran yang harus dilakukannya, namun karena keterbatasan wawasan tentang hal yang harus dilakukan maka dalam aplikasinya dapat dikatakan kurang maksimal sehingga tidak jarang berdampak fatal. Sebut saja dalam mendidik atau mengasuh anak, tidak sedikit para ibu yang kurang menguasai tentang konsep mengasuh anak dengan baik sehingga dapat mencetak anak-anak berkualitas.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang sering kita temui para ibu yang mengasuh anaknya dengan cara membentak-bentak, menjewer, dan hal-hal yang sifatnya kurang baik lainnya. Sebagaimana Indonesia pada umunya di desa Kepuh hal yang sama juga sangat sering terjadi. Sebagaimana contoh berikut, dengan nada tinggi dan membentak seorang ibu berkata “ adik ini nakal, tidak menurut pada kata-kata ibu, liat TV seharian gitu, adik gak pinter seperti kakak-kakak adik.10 Begitulah cara salah satu ibu rumah tangga mendidik anaknya agar tidak terlalu banyak menononton TV. Pendidikan

10 Hasil observasi peneliti di rumah keluarga pak. Amin (nama samaran), di Ds. Kepuh


(13)

6 dengan model ini dapat dikatakan tidak baik dan akan berdampak buruk pada masa dewasa anak-anak nantinya dimana ia juga akan menerapkan pola pendidikan yang sama bagi anak-anak generasi selanjutnya.

Pada suami, bersolek, merawat badan dan perabot rumah keluarga agar tetap rapi,11 serta membuatnya selalu dalam keadaan bahagia tidak sedikit para istri yang kurang memperhatikan hal yang mungkin dianggapnya remeh

ini.” Semenjak saya berkeluarga sampai saat ini kami dikaruniai 3 orang

anak, istri saya tidak pernah membuatkan saya kopi”.12 demikian yang

dikatakan suami dengan mengernyutkan kening dan nada suara agak kecewa. Pada dasarnya kebahagiaan suami tidak melulu berasal dari hal-hal yang yang sifatnya besar dan mahal seperti rumah mewah, mobil berlimpah

dan sebagainya. Namun adanya istri yang sangat mengerti,

memperhatikannya dan selalu membuatnya tersenyum bahagia adalah kebahagiaan yang tiada bandingannya.

Selain peran sebagai ibu rumah tangga yang kurang berjalan maksimal, budaya yang tetap mengakar di kaum wanita adalah adanya waktu yang kurang terpakai secara produktif. Budaya ngerumpi yang tidak asing lagi di kalangan mereka masih saja banyak menyita waktu kaum ibu Hawa yang sebenarnya bisa mereka gunakan untuk hal-hal yang sifatnya jauh lebih positif. Seperti mengaji, mengajari anak-anak mengerjakan PR atau bahkan membersihkan rumah.

11 Ummu Salamah, Jadikan Rumahmu Seperti Surga, (Yogyakarta: Diva Press, 2015),

hal. 60.

12Hasil observasi peneliti di rumah keluarga pak. Imam (nama samaran), di Ds. Kepuh


(14)

7 Penelitian ini sengaja penulis angkat berangkat dari fenomena yang kerap terjadi di lapangan, yaitu adanya para ibu rumah tangga yang kurang bisa menggunakan waktu yang mereka miliki untuk hal-hal produktif. di benak mereka, tugas ibu rumah tangga hanyalah menyapu, mengepel, memasak, mencuci pakaian dan piring saja. Padahal sejatinya selain pekerjaan tersebut merupakan kewajiban orang tua adalah mengajar dan mendidik anak, namun untuk point yang satu ini bisa mereka wakilkan kepada pihak lembaga yang sekarang sudah banyak tersedia. Dengan adanya tugas mendidik anak yang sudah bisa para ibu atasi melalui lembaga yang ada, tidak sedikit ibu rumah tangga yang kurang ikut andil dalam membantu pendidikan anak-anaknya. Banyak mereka yang merasa bahwa guru atau pendidik yang mengajar anak-anak mereka sudah cukup memadai, terbukti masih banyak ibu-ibu yang ikut serta mengantar anak-anaknya untuk belajar di sekolah PAUD ataupun Sekolah TK namun sebatas mengantar saja, tidak ikut serta membantu anak-anak mereka dalam proses belajar.

Selain yang telah disebutkan di atas, fenomena istri yang kurang menyadari peran yang seharusnya dilakukan secara maksimal untuk mewujudkan keluarga sakinah kerap terjadi, adanya hak suami yang wajib bagi istri untuk dijaga terkadang kurang disadari. Tidak jarang peneliti jumpai di lingkungan sekitar peneliti, istri yang kurang memperhatikan kebahagiaan suami yang berasal dari dirinya seperti membersihkan dan merawat diri dengan berpenampilan rapi, menjaga rumah agar senatiasa dalam keadaan bersih dan rapi, mendidik dan mengasuh anak-anak dengan


(15)

8 pola asuh yang baik serta senantiasa menciptakan suasana damai dan tenang di dalam rumah. Padahal sejatinya istri atau ibu sebagai manajer keluarga haruslah pandai dalam manajemen keluarganya dengan status dan profesinya sebagai manajer operasional keluarga.

Berangkat dari fenomena tersebut, maka penelitian metode pengembangan dengan judul “Pengembangan Paket Pelatihan Konseling Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di Desa Kepuh Kejayan Pasuruan” dirasa sangatlah penting untuk dikaji, sebagai langkah konseling keluarga dan pengembangan dalam membina rumah tangga sakinah yang akan melahirkan keluarga berkualitas dan tentunya akan berdampak baik bagi negara dengan terlahirnya individu-individu sebagai masyarakat yang adiguna, berkualitas dan bermanfaat untuk sesama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelatihan Konseling Keluarga dalam meningkatkan kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di desa Kepuh Krajan Kejayan Pasuruan?

2. Bagaiaman hasil implementasi dari hasil pelatihan Konseling Keluarga dalam meningkatkan kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di desa Kepuh Kejayan Pasuruan?


(16)

9 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pelatihan Konseling Keluarga dalam meningkatkan kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di desa Kepuh Krajan Kejayan Pasuruan

2. Untuk mengetahui hasil implementasi dari hasil pelatihan Konseling Keluarga dalam meningkatkan kualitas Peran Ibu Rumah Tangga di desa Kepuh Krajan Kejayan Pasuruan

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pelengkap bahan kajian dan bermanfaat sebagai bahan referensi bacaan.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat dari segi praktis, yaitu: bagi masyarakat dapat memberi konsep tentang strategi meningkatkan kualitas peran sebagai ibu rumah tangga sehingga dapat membentuk atau meningkatkan keharmonisan rumah tangga dan bagi peneliti pribadi tentu sebagai tambahan wawasan tentang kiat-kiat menjalankan peran ibu rumah tangga secara maksimal.


(17)

10 E. Definisi Konsep

1. Peran Ibu rumah Tangga

Sebagai wanita dengan statusnya sebagai ibu rumah tangga tentu memiliki peran sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Dan berperan sebagai istri dan ibu bagi wanita tentu ada beberapa kewajiban yang harus ditunaikannya.

Berikut peran wanita sebagai ibu rumah tangga dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. Kepada suami adalah mematuhi semua perkataan dan perintahnya selama tidak menyimpang dari syariat islam, mengurus dan menjaga hartanya dan juga harus membahagiakannya dengan memenuhi segala yang diinginkannya.

b. Kepada anak-anaknya adalah dengan menjadi ibu yang baik dengan merawat, mendidik dan mengasuhnya dengan pola asuh yang tepat, baik dan benar sehingga anak-anak dapat berkembang dengan baik dan dapat menjadi anak yang membanggakan orang tuanya.

c. Menjaga dan merawat rumah tempat tinggal keluarga agar tetap rapi dan teratur.13

Dengan demikian jika yang terjadi pada ibu rumah tangga adalah tidak sesuai dengan gambaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran ibu rumah tangga tersebut kurang maksimal.

13 Ummu Salamah, Jadikan Rumahmu Seperti Surga, (Yogyakarta: Diva Press, 2015),


(18)

11 2. Paket Pelatihan Konseling Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Peran

Ibu rumah Tangga

Paket pelatihan konseling keluarga dalam meningkatkan kualitas peran ibu rumah tangga merupakan media layanan bimbingan konseling keluarga khususnya terhadap para ibu rumah tangga yang berisi pelatihan yang berisi kiat-kiat meningkatkan kualitas peran wanita sebagai istri dan sebagai ibu rumah tangga agar tercipta ibu rumah tangga yang sesuai dengan peran dan fungsinya sehingga semua kewajiban dan hak dapat ditunaikan dengan baik.

F. Spesifikasi Produk

Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini dirancang dan dikemas sedemikian rupa, berguna, praktis, menunjang pencapaian tujuan, menarik, mudah dipahami, sistematis dan akurat. Oleh karenanya penelitian pengembangan ini diharapkan dapat memenuhi empat kriteria sebagai berikut:

1. Ketepatan adalah isi paket yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan prosedur paket. Hal ini dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat validitas paket yang dikembangkan dengan menggunakan skala penilaian.

2. Kelayakan yaitu adanya paket yang dikembangkan memenuhi

persyaratan yang ada baik dalam segi prosedur, isi, maupun pelaksanaannya, sehingga paket tersebut dapat diterima oleh para ibu rumah tangga dan masyarakat umumnya.


(19)

12 3. Kegunaan yaitu paket yang dikembangkan memiliki daya guna dan bermanfaat untuk dijadikan panduan oleh para ibu rumah tangga dalam rangka meningkatkan kualitas perannya.

4. Respon aktif positif yaitu tampilan dan isi paket berpotensi dapat membuat para ibu rumah tangga tertarik dan bersimpati untuk membaca, mengamati, memahami dan pada akhirnya mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.14

Untuk lebih memperjelas kriteria di atas dapat dilihat tabel berikut:

Tabel 1.1

Spesifikasi Produk Paket Pelatihan konseling keluarga dalam meningkatkan kualitas peran ibu rumah tangga

No Variabel Indikator Instrumen Pelaksana

1 Ketepatan a. Ketepatan obyek

b. Ketepatan rumusan tujuan dan prosedur

c. Kejelasan rumusan umum dan khusus

d. Kejelasan deskripsi tahap dan materi

e. Kesesuaian gambar dan materi

Angket Tim ahli

2 Kelayakan a. Prosedur praktis

b. Keefektifan biaya, waktu dan tenaga

c. Pemakai produk

Angket Tim ahli

3 Kegunaaan a. Pemakai produk

b. Kualifikasi yang diperlukan

c. Dampak paket pelatihan

terhadap para ibu rumah tangga

Angket Tim ahli

Ibu rumah tangga

4 Respon

aktif positif

para ibu rumah tangga tertarik dengan paket pelatihan dan mengaplikasikan isinya

Angket Ibu rumah

tangga

14 Agus Santoso, Pengembangan Paket Pelatihan Bimbingan Pencegahan Kekerasan Lunak (Soft Violence) Siswa Sekolah Dasar, (Tesis, Universitas Negeri Malang, Prodi Bimbingan Konseling,2008), hal. 11-12.


(20)

13 Paket pelatihan dalam bentuk konseling keluarga dalam meningkatkan kualitas peran ibu rumah tangga terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Bentuk Paket

Bentuk paket pelatihan ibu rumah tangga ideal ini terdiri dari 4 topik, yaitu: 1). Anda adalah Wanita Mulia, 2). Istriku Bidadari dan Nafasku, 3). Bundaku Segalanya Bagiku dan 4). Rumahku Surgaku. Topik-topik ini akan dilengkapi dengan gambar, ilustrasi dan video-video yang memiliki korelasi dengan topik yang bersangkutan yang diharapkan mampu menarik respon positif responden

2. Isi Paket

Paket ini terdiri dari dua bagian, yaitu:

a. Buku panduan bagi ibu rumah tangga yaitu petunjuk atau pedoman bagi ibu rumah tangga dalam mengikuti pelaksanaan pelatihan dengan harapan dapat memudahkan mereka dengan target yang ingin dicapai setelah pelatihan

b. Materi pelatihan yaitu buku materi yang terdiri dari 1). Anda adalah Wanita Mulia, 2). Istriku Bidadari dan Nafasku, 3). Bundaku Segalanya Bagiku dan 4). Rumahku Surgaku.

3. Pelaksanaan Pelatihan

Pelaksanaan pelatihan ini dirancang dengan menggunakan sistem

focus group discussion yang dikemas seperti sarasehan. selain itu pelatihan ini akan dilengkapi dengan simulasi pada paket yang membutuhkan diadakannya simulasi.


(21)

14 G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian

pengembangan atau research and development. Research and

Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu, melalui penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan kemudian menguji keefektifannya agar dapat menghasilkan produk yang berdaya guna bagi kehidupan masyarakat luas15.

Untuk dapat menciptakan produk yang berguna bagi kehidupan masyarakat, peneliti menggunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan melalui pendekatan kualitatif yang meliputi; wawancara, observasi, saran, dan kritik secara tertulis. Selain kualitatif, peneliti juga menggali data menggunakan pendekatan kuantitaif melalui angket. Peneliti menggunakan angket pre-test dan post-test untuk peserta atau informan dan angket sebagai uji ahli produk untuk tim uji ahli.

2. Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek yang diteliti pada penelitian kali ini adalah para ibu rumah tangga. Dikarenakan jumlah para ibu rumah tangga ini cukup banyak, maka sampel diambil melalui sistem random atau acak. Sedangkan lokasi penelitian ini berada di Desa Kepuh Krajan Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan.

15 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,


(22)

15 3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Bedasarkan jenisnya maka data dapat diklasifikasikan dalam dua macam, yaitu:

1) Data Primer adalah data pokok dari penelitian ini, yaitu: proses pelatihan yang diikuti oleh para informan ibu rumah tangga dan hasil tulisan tangan informan yang tersedia di lembar kerja pernyataan yang ada pada setiap sub-bab materi pembahasan yang terdapat dalam buku paket pelatihan.

2) Data Sekunder adalah data maupun informasi yang

didapatkan oleh peneliti secara tidak langsung melalui sumber pertama informan akan tetapi melalui data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah melalui membaca dan mengamati.16 Dalam hal ini data sekunder adalah buku-buku referensi yang menjadi pelengkap buku paket pelatihan.

b. Sumber Data

Sumber data adalah salah satu yang paling penting dalam sebuah penelitian, hal ini dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data maka data yang

16 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Graha


(23)

16 diperoleh tidak sesuai dengan tujuan penelitian.17 dalam hal ini sumber data di bagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Sumber data primer yaitu sumber data yang didapatkan langsung dari lapangan. Dalam hal ini yang dimaksud dari sumber data primer adalah informasi yang didapatkan peneliti dari para informan atau peserta pelatihan yaitu: ibu Sunarsih, ibu Rosidah, ibu Hurrotun Naila, ibu Roudlotul Jannah, ibu Yulistina Amina, ibu Hamimah, ibu Niswatin, dan ibu Lu’luil Maknunah.

2) Sumber data Sekunder adalah semua informasi yang berbentuk literatur dan hasil pengamatan peneliti terhadap dokumentasi hasil aktifitas para informan atau peserta pelatihan pasca pelatihan dilaksanakan.

4. Tahap Penelitian a. Perencanaan

Mengumpulkan data dan mempelajari tentang peran ibu rumah tangga. Dalam hal ini peneliti melakukan studi literatur dengan mempelajari berbagai buku yang membahas tentang istri dan ibu yang ideal bagi suami dan anak-anaknya.

b. Pengembangan

1) Merumuskan tujuan yaitu terciptanya para ibu rumah tangga yang dapat berperan sebagai ibu rumah tangga secara maksimal.

17 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi, (Jakarta: Kencana Prenada


(24)

17

2) Menyusun naskah pengembangan dengan mempersiapkan

materi tentang (a). Anda adalah Wanita Mulia (b). Istriku Bidadari dan Nafasku, (c). Bundaku Segalanya Bagiku dan (d). Rumahku Surgaku.

3) Mengembangkan paket yang menjadi petunjuk bagi para ibu rumah tangga agar dapat mengikuti proses bimbingan dengan tepat sehingga peserta penelitian memahami target yang ingin dicapai setelah diadakannya pelatihan. Adapaun paket yang dikembangkan berupa paket konseling keluarga dalam meningkatkan kualitas peran ibu rumah tangga.

c. Menyusun Strategi Evaluasi

Menyusun strategi evaluasi merupakan hal yang perlu dilakukan. Agar tingkat keberhasilan paket dapat diketahui, maka perlu diadakan evaluasi bimbingan untuk mencapai hasil yang maksimal.

d. Tahap Uji Coba

Untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas maka perlu diadakan tahap uji coba melalui tiga tahap, yaitu uji ahli yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang mendasar baik dalam segi isi buku paket maupun rancangannya. Sedangkan uji kelompok kecil dan terbatas bertujuan untuk mengetahui efektifitas perubahan produk yang dihasilkan dari uji ahli serta


(25)

18 menentukan tingkat pemahaman para peserta pelatihan terhadap materi paket.

e. Tahap Revisi Produk

Revisi produk adalah kegiatan yang dilakukan setelah tahap uji coba, dan juga sebagai kegiatan terakhir dari proses pengembangan sebagai langkah penyempurnaan paket.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan disini diartikan lebih sempit, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.18

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil metode observasi nonpartisipan dimana peneliti tidak ikut serta dalam proses kehidupan berumah tangga, namun hanya selaku pengamat saja yang bertujuan agar peneliti benar-benar memahami kondisi yang sebenarnya dan mendapatkan hasil penelitian yang valid.

Observasi ini dilakukan untuk mengetahui aktifitas ibu rumah tangga peserta pelatihan dalam kehidupan sehari-harinya baik

18Irawan Soehatono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999),


(26)

19 terhadap suami, anak atau urusan domestik rumah tangganya. Observasi ini dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan pelatihan dengan tujuan agar dapat membedakan aktifitas para informan sebelum dan sesudah pelatihan.

b. Wawancara tak Berstruktur (Unstructured Interview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.19 Pertanyaan disesuaikan dengan keadaan dan ciri unik dari responden dan pelaksanaan tanya-jawab mengalir seperti percakapan sehari-hari.20

Penelitian ini memanfaatkan wawancara untuk menggali data tentang dampak dari pelaksanaan pelatihan sehingga berpengaruh pada peningkatan kualitas peran ibu rumah tangga dalam kehidupan sehari-harinya.

Sedangkan materi wawancara dalam penelitian ini adalah tentang 1) Pendapat peserta tentang pelatihan, 2) manfaat pelatihan, 3) aktifitas harian peserta, dan 4) perubahan yang terjadi setelah pelatihan. adapun informan dalam wawancara ini adalah sebagian

19 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,

2010), hal.234

20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja


(27)

20 dari peserta pelatihan yaitu ibu Hurrotun Naila dan ibu Lu’luil Maknunah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh dari dokumen.21 Metode dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dari dokumentasi yang ada pada benda-benda tertulis: buku, notulensi, catatan harian, peraturan-peraturan dan lain-lain.22

Adapun dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil pengambilan gambar atau foto aktifitas yang dilakukan oleh para ibu peserta pelatihan pada saat berlangsungnya pelatihan atau setelah selesai proses pelatihan. Dokumentasi yang dimaksud berupa foto pelatihan dan hasil coretan para peserta pelatihan yang ada di lembar refleksi setiap paket pelatihan.

d. Kuisioner

Kuisioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. 23

Kuisioner ini diberikan kepada para tim uji ahli untuk mengetahui apakah paket sudah memenuhi kriteria paket yang sudah

21 Husaini Usman. Metodologi Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 55.

22 Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:

Bumi Aksara, 1996), hal. 202.

23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,


(28)

21 ditentukan, yaitu: kelayakan, kegunaan, ketepatan, dan respon positif responden.

Selain itu, angket juga diberikan kepada ibu rumah tangga peserta pelatihan (informan) yang berupa angket pre-test dan post-test yang berguna sebagai alat pengukur potensi dan dampak pelatihan atau perubahan perilaku yang terjadi dan berpengaruh pada hasil implementasi pelatihan.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data lapangan model Miles dan Huberman. Analisis ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.24 Analisis data ini bertujuan agar peneliti memperoleh hasil temuan yang sesuai dengan fokus permasalahan dalam penelitian kemudian data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis melalui cara sebagai berikut:

a. Melakukan Analisa Produk yang akan Dikembangkan

Melakukan analisa produk yang akan dikembangkan ini dimulai dari pengumpulan informasi dan data. Informasi yang dibutuhkan adalah sesuai atau tidaknya produk yang akan dikembangkan ini dengan para informan atau peserta pelatihan. Analisa produk ini dilakukan oleh tim uji ahli yaitu Prof. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Dr. H. Syarif Thoyib, M.Si., dan ibu Ani Christina.

24 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,


(29)

22

b. Pengembangan Produk Awal

Model pengembangan ini dirancang dalam format dan tahapan yang jelas, sederhana, dan sistematis, sehingga tidak terlalu rumit dilaksanakan.

c. Uji Coba Lapangan dan Revisi Produk

Penelitian dengan model pengembangan paket ini memiliki tahapan khusus yang berbentuk uji lapangan dan revisi produk, sehingga melalui penilaian dan revisi atas produk pengembangan maka dapat dihasilkan produk efektif dan tentunya diharapkan menarik bagi para penggunanya.

7. Uji Keabsahan Hasil Penelitian

Uji keabsahan hasil penelitian merupakan hal yang urgen dalam sebuah penelitian, hal ini dikarenakan banyak hasil penelitian yang diragukan keabsahannya baik penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan tehnik keabsahan data sebagai berikut:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Dalam penelitian kualitatif kuantitas keikutsertaan peneliti sangat menentukan hasil penelitian. Hal ini dikarenakan keikutsertaan peneliti dapat menentukan kualitas pengumpulan data. Semakin banyak peneliti ikut serta dalam proses penelitian maka akan semakin banyak dan mendalam data yang akan didapatkan oleh peneliti.


(30)

23 Dengan adannya perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam proses penelitian maka akan terjadi pengumpulan data yang maksimal dan mendalam. Jika hal itu dilakukan maka akan membatasi:

1) Gangguan dari dampak peneliti pada konteks 2) Kekeliruan penelitian

3) Mengkompensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesat.25

b. Ketekunan Pengamatan

Dalam rangka memperoleh derajat pengabsahan hasil penelitian yang maksimal maka perlu dilakukan peningkatan ketekunan pengamatan di lapangan dengan melibatkan seluruh panca indra seperti indra pendengaran, perasaan dan insting peneliti.

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan kriteria atau unsur-unsur yang relevan dengan masalah atau isu yang sedang diangkat oleh peneliti dan kemudian dapat lebih fokus terhadap aspek tersebut. Dengan demikian peneliti melakukan pengamatan dengan rinci, menyeluruh dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang nampak, kemudian menelaah secara menyeluruh sampai faktor yang ada dapat benar-benar dipahami oleh peneliti.

25 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya:


(31)

24 c. Triangulasi

Triangulasi adalah tehnik pengabsahan data yang melibatkan peneliti, metode, teori dan sumber data. Lebih jelasnya triangulasi dibagi sebagai berikut:

1) Triangulasi peneliti adalah pengujian validitas hasil penelitian yang melibatkan peneliti lain untuk melakukan pengecekan ulang secara langsung baik dari segi wawancara ulang, atau perekaman data yang sama di lapangan. Dengan kata lain triangulasi peneliti adalah proses verifikasi terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan oleh seorang peneliti.

2) Triangulasi sumber data adalah proses membandingkan hasil pengamatan atau data yang satu dengan data yang lain dengan berbagai sumber data yang berbeda.

3) Triangulasi metodologi proses membandingkan data sejenis

dengan menggunakan berbagai tehnik atau metode

pengumpulan data yang berbeda.

4) Triangulasi teoritis proses mengkaji satu permasalahan dilihat dari berbagai sudut pandang teori yang lebih dari satu.26

Adapun triangulasi yang diterapkan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi metode. Dalam triangulasi data atau sumbernya peneliti menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data dengan jenis permasalahan yang

26 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012),


(32)

25 sama. Dengan kata lain proses pengambilan data di lapangan dilakukan melalui beberapa sumber data yang berbeda dengan cara sebagai berikut:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan yang dikatakan secara pribadi

3) Membandingkan pernyataan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang lain dengan strata sosial yang berbeda.

5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan.

Sedangkan triangulasi metode yang diterapkan oleh peneliti adalah pengumpulan data sejenis dengan menggunakan beberapa tehnik atau metode pengumpulan data yang berbeda yaitu wawancara, observasi, dukumentasi dan kuisioner. hal ini dilakukan sebagai upaya menutupi kekurangan atau kelemahan dari satu tehnik pengumpulan data tertentu sehingga antara beberapa tehnik pengumpulan data terjadi saling melengkapi. Dengan demikian lebih memungkinkan mendapatkan hasil penelitian yang akurat.


(33)

26 Metode pengabsahan atau validitas data yang diambil oleh peneliti lebih mengarah pada penelitian kualitatif, hal ini dikarenakan dalam penelitian Research and Development yang dilakukan terjadi pengkombinasian dua metode penelitian yaitu kualitatif dan kuantitaif namun kualitatif lebih mendominasi dibandingkan metode penelitin kuantitatif yang hanya sebagai pelengkap.

H. Sistematika Pembahasan

Proposal penelitian ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Merupakan landasan umum dari penelitian ini. Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah yang menjadi sentra kajian dikemukakan tujuan dan manfaat penelitian, spesifikasi Produk, definisi konsep, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Bagian yang menguraikan berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain: Pengertian Konseling Keluarga, Peran wanita sebagai istri, peran wanita sebagai ibu, dan peran wanita di dalam rumahnya, serta manjemen waktu yang baik bagi wanita. Dalam bab ini akan dibahas kerangka berfikir pengertian pengembangan paket pelatihan ibu rumah tangga ideal.

Bab III Metode Penelitian. Bagian yang menguraikan berbagai metode yang dipakai dalam penelitian ini, antara lain: jenis penelitian, subjek


(34)

27 penelitian, objek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpul data, teknik analisis data dan teknik keabsahan data.

Bab IV Penyajian Data. Bagian yang memaparkan hasil uji coba pengembangan produk, yang meliputi penyajian data uji coba, analisis data, dan revisi produk berdasarkan hasil analisis data.

Bab V Penutup. Bagian yang membahas tentang kesimpulan hasil kajian produk yang telah direvisi dan saran pengembangan produk lebih lanjut.


(35)

BAB II

KONSELING KELUARGA, PERAN IBU RUMAH TANGGA, PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

A. Kajian Teoritik

1. Konseling Keluarga

a. Pengertian Konseling

Berbicara tentang konseling banyak ahli merumuskan definisinya dengan beragam perbedaannya. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan ilmu konseling itu sendiri dan tentu perspektif ahli memandang dari sudut mananya.

Secara etimologis konseling berasal dari kata counseling

yang dalam bahasa Inggris dikaitkan dengan kata “councel” yang berarti nasehat (to obtain counsel ), anjuran (to give councel), dan pembicaraan (to take councel).1 Dengan demikian dalam arti konsep kata konseling diartikan sebagai pemberian nasehat, proses pemberian anjuran untuk melakukan sesuatu atau proses tukar pikiran tentang suatu hal melalui sebuah pembicaraan.

Lebih luas dalam Andi Mappiare dalam W.S Winkel mendefinisikan konseling sebagai serangkaian upaya pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kemudian disebut konselor terhadap klien. Dalam hal ini konseling dilakukan secara tatap muka

1Sahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Surabaya: PT. Revka Petra Media,


(36)

29 dengan tujuan agar konseli dapat mengambil tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam menghadapi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.2

Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang profesional yang disebut konselor terhadap klien atau konseli yang sedang membutuhkan bantuan agar konseli tersebut dapat mengatasi masalahnya, mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang selalu mengalami perubahan.

Berbicara tentang konseling, banyak para ahli yang mengelompokkan konseling dalam beberapa kategori, yaitu berdasarkan masalah yang akan diselesaikan menjadi 1). Konseling penyesuaian pribadi, 2). Konseling pendidikan, dan 3). Konseling karir.3

b. Pengertian Keluarga

Menurut George Mudrock keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang hidup dan tinggal bersama dalam satu atap, terdapat kerjasama ekonomi dan terjadi proses reproduksi. Lebih

2W.S Winkel & M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,

(Yogyakarta: Media Abadi, 2013), hal. 35.

3Syamsu Yusuf & A. Junitika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung:


(37)

30 lanjut George Mudrock membagi tiga tipe keluarga yaitu: keluarga inti, keluarga poligami, dan keluarga batih.4

Berbeda dengan Mudrock, Koerner dan Fitzpatrick mendefinisikan keluarga melalui tiga aspek yaitu:

1) Definisi Struktural

adalah keluarga yang didefinisikan berdasarkan kahadiran dan tidaknya anggota keluarga, seperti anak, orang tua, dan kerabat lainnya. Dengan kata lain definisi struktural menfokuskan pada siapa yang menjadi bagian anggota keluarga. Dengan demikian keluarga dapat diartikan sebagai asal usul, keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan, dan keluarga batih.

2) Definisi Fungsional

Adalah keluarga ditinjau dari segi penekanan terhadap terpenuhinya tugas dan fungsi psikososial yang meliputi: fungsi perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan peran-peran tertentu.5

3) Definisi Transaksional

Adalah kelompok yang dapat membangun,

memunculkan, dan mengembangkan keintiman melalui

perilaku-perilaku yang dapat memunculkan rasa identitas

4 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), hlm 3-4.

5 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, hal. 5.


(38)

31 sebagai keluarga, berupa ikatan emosional, pengalaman historis maupun cita-cita masa depan. 6

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah kelompok sosial terkecil yang menjalani kehidupan bersama-sama dan terlibat dalam sebuah kerjasama dalam beberapa fungsi keluarga sebagai berikut:

1) Fungsi keagamaan

Keluarga sebagai satu kesatuan masyarakat terkecil yang memiliki tanggung jawab moral untuk membimbing anggotanya menjadi manusia yang bermoral, berakhlak mulia, beriman dan bertakwa.

1) Fungsi sosial budaya

Keluarga merupakan awal dari terciptanya masyarakat yang berbudaya, saling menghormati dan rukun antar tetangga.

2) Fungsi cinta kasih

Anak-anak pertama kali belajar untuk memiliki rasa cinta kasih terhadap lingkungannya melalui keluarganya. Anak yang dibesarkan dalam suasana cinta dan kasih sayang yang berlimpah maka akan tercermin pula sikap tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.

6Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), hal. 4-5.


(39)

32 3) Fungsi melindungi

Adanya perlindungan bagi anak-anak adalah hal yang sangat penting, hal ini dkarenakan selama proses pertumbuhan dan perkembangan anak membutuhkan orang yang dapat melindungi mereka dari berbagai ancaman bahaya, baik fisik, maupun moral. Dan bagi mereka orang tua merupakan pelindung pertama dan utama selama proses tumbuh kembang tersebut. 4) Fungsi reproduksi

Keluarga merupakan tempat untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berestetika. Dari keluarga jugalah dimulainya regenarasi tersebut.

5) Fungsi sosialisasi dan pendidikan

Pendidikan tidak akan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut tanpa ditunjang pendidikan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluargalah sebagai fondasi utama terhadap keberhasilan tujuan pendidikan tersebut.

6) Fungsi ekonomi

Pendapatan per kapita nasional ditentukan oleh pendapatan usia produktif warganya. Jika setiap individu yang berusia produktif dalam satu keluarga memiliki pendapatan yang layak dan cukup, hal ini tentu mempengaruhi pendapatan nasional.


(40)

33 7) Fungsi pembinaan lingkungan

Lingkungan sekitar yang bersih, tenteram dan damai akan mewujudkan masyarakat yang sehat secara fisik dan mental. Hal ini hendaklah dimulai dari keluarga. 7

c. Definisi Konseling Keluarga

Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui mengubah interaksi antar anggotanya sehingga keluarga tersebut dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya untuk kesejahteraan seluruh anggota keluarga.8 Hal ini dilakukan melalui pembenahan sistem keluarga agar potensinya berkembang dengan optimal dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.9

Seorang terapis keluarga Virginia Satir berpendapat bahwa konseling keluarga adalah upaya pemberian bantuan terhadap masing-masing anggota keluarga melalui membenahi hubungan komunikasi antara setiap anggota keluarga.10 Menurut pandangan teori ini komunikasi antar anggota keluarga adalah hal yang sangat penting untuk diprioritaskan, hal ini dikarenakan hubungan komunikasi yang mendalam antara anggota keluarga akan

7 Bambang Ismaya, Bimbingan & Konseling Studi, Karier, dan Keluarga, (Bandung,

Refika Aditama:2015), hal. 150-152

8 Eti Nurhayati, Bimbingan Konseling & Psikoterapi Inovatif, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2011), hal. 174.

9 Shofyan S. Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 83.

10 Kathryn Geldard & David Geldard, Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


(41)

34 menjauhkan dari masalah-masalah yang mudah terjadi dalam keluarga menuju solusi penguatan harga diri para anggota keluarga. d. Tujuan Konseling Keluarga

Menurut Sofyan S. Willis tujuan konseling keluarga dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Tujuan umum

a) Membantu anggota keluarga untuk saling mempelajari akan pentingnya hubungan emosional keluarga

b) Membantu anggota keluarga agar saling menyadari tentang fakta bahwa keluarga adalah sebuah kesatuan. jika terjadi masalah pada satu anggota keluarga maka mempengaruhi persepsi, espektasi, dan interaksi anggota keluarga yang lain.

c) Tercapainya keseimbangan antara anggota keluarga

sehingga tercipta pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota keluarga

d) Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai

pengaruh dari parental 2) Tujuan khusus

a) Meningkatkan saling toleransi dan motivasi antara anggota keluarga terhadap cara-cara yang istimewa atau keunggulan anggota lain.


(42)

35 b) Mengembangkan toleransi terhadap anggota keluarga yang mengalami frustasi/ kecewa, konflik, dan rasa sedih yang terjadi karena faktor sistem keluarga atau di luar sistem keluarga.

c) Mengembangkan motif dan potensi setiap anggota keluarga dengan cara men-support, memotivasi dan meningkatkan anggota tersebut

d) Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain.11

e. Proses dan tahapan konseling keluarga

Terdapat beberapa tahap atau langkah yang harus dilalui dalam proses konseling keluarga sebagai berikut:

1) Membangun rapport

Sebagaimana tujuan konseling adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan konseli, maka membangun hubungan yang baik antara konselor dan konseli merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan. Rapport adalah adanya hubungan anatar konselor dengan konseli yang bersifat harmonis, penuh kesesuaian, kecocokan, dan saling tarik menarik.12 Ketika rapport terjadi maka apapun masalah yang dialami konseli secara alami akan tersampaikan pada konselor.

11 Shofyan S. Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 88-89.

12 Sofyan S. Willis, Konseling Individual; Teori dan Pratek, (Bandung: Alfabeta, 2013),


(43)

36 2) Pengembangan apresiasi emosional

Adanya keterlibatan anggota keluarga dalam proses konseling dapat menyebabkan terjadinya interaksi dinamik antara mereka sehingga masing-masing anggota keluarga memiliki keinginan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

3) Pengembangan alternatif modus perilaku

Sebagai konselor yang baik menciptakan perilaku yang tidak menyebabkan konseli merasa terganggu adalah hal yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan perilaku konselor selama proses konseling dapat mendukung terjadinya konseling yang efektif atau malah sebaliknya.

4) Fase membina hubungan konseling

Membina hubungan konseling yang baik adalah hal yang penting untuk dilakukan, hal ini dikarenakan keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling. Membina hubungan konseling yang efektif dapat dilakukan konselor dengan syarat konselor harus memiliki sikap menerima klien (acceptance), menghargai klien tanpa syarat, jujur terhadap dirinya sendiri, dan mampu merasakan apa yang dirasakan konseli (empati). 5) Memperlancar tindakan positif


(44)

37 (a) Eksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan tujuan konseling, menetapkan rencana strategis, mengumpulkan fakta, mengungkapkan perasaan konseli lebih mendalam, mengajarkan keterampilan baru, menjelajah berbagai alternatif, mengungkap perasaan, dan melatih skill baru.

(b) Perencanaan merupakan fase mengembangkan

perencanaan bagi konseli sesuai dengan tujuan untuk memecahkan masalah, mengurangi perasaan menyedihkan dan mengkonsolidasi skill baru atau perilaku baru untuk mencapai aktifitas diri konseli.

Lebih spesifik Crane dalam Latipun menyusun tahapan konseling keluarga untuk menangani anak berperilaku oposisi. Secara garis besar Crane menggunakan pendekatan behavioral yang dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut:

(1) Melakukan terapi kepada orang tua dengan cara memberikan pendidikan membentuk perilaku alternatif. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.

(2) Konselor menunjukkan kepada para orang tua bagaimana cara mengimplementasikan ide-ide yang telah didapatkannya dari hasil membaca prinsip atau materi yang telah diberikan sebelumnya.


(45)

38 (3) Selanjutnya orang tua mencoba mengimplementasikan apa yang telah mereka pelajari dari prinsip dan materi yang sudah didapatkan dengan menggunakan situasi sesi terapi dan konselor boleh memberikan koreksi jika itu dirasa perlu.

(4) Setelah tiga tahap di atas dilakukan maka selanjutnya adalah para orang tua melakukan praktek di rumah masing-masing dan konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati hasil konseling.13

Secara umum tahapan konseling keluarga Adlerian dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu :

(1) Intervieuw awal

Intervieuw awal adalah proses membantu klien mendiagnosis tujuan anggota keluarga, mengevaluasi metode pengasuhan anak yang selama ini ditrapkan orang tua, memahami iklim keluarga, dan dapat membuat rekomendasi khusus bagi perubahan situasi dalam keluarga tersebut.

(2) Role playing

Role playing merupakan proses bermain peran dan metode-metode lain yang yang berorientasi pada perbuatan yang tampak. Perbuatan yang tampak adalah hasil interaktif anggota di dalam keluarga.


(46)

39 (3) Interpretasi

Interpretasi merupakan bagian penting dalam konseling keluarga Adlerian yang dilanjutkan pada sesi-sesi selanjutnya. Interpretasi dilakukan agar dapat menimbulkan insight (pemahaman bagi anggota keluarga, memberikan pemahaman atas apa yang dlakukan anggota keluarga), serta mendorong mereka untuk menterjemahkan apa yang sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 14

2. Peran Wanita dalam rumah tangga

Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.15 Peran adalah kata dasar yang berati bagian dan tugas utama yang harus dilaksanakan.16 sedangkan yang dimaksud ibu rumah tangga adalah seorang wanita yang mengelola rumah keluarganya, bertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya, memasak dan menghidangkan makanan, membeli perlengkapan yang dibutuhkan keluarga, membersihkan dan memelihara rumah dan sebagainya.17

Dengan demikian yang dimaksud dengan peran ibu rumah tangga adalah serangkaian tugas yang secara otomatis harus dilakukan oleh wanita yang memiliki status sebagai istri. secara garis besar tugas-tugas

14Shofyan S. Willis, Konseling Keluarga, hal. 120-121.

15 Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2005), hal. 854.

16 W.J.S Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1993), hal. 75


(47)

40 atau peran wanita tersebut dapat diklasifikasikan dalam tiga hal, yaitu perannya sebagai istri, ibu bagi anak-anak, dan sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab mengelola rumah keluarganya.18

a. Peran Wanita Sebagai Istri

Berbicara tentang peran wanita sebagai istri Allah berfirman dalam Al Quran Surat An-Nisa’ ayat 34

ْمِِِاَوْمَأ ْنِم اوُقَفْ نَأ اََِِو ٍضْعَ ب ىَلَع ْمُهَضْعَ ب ََُا َلَضَف اَِِ ِءاَسِ لا ىَلَع َنوُماَوَ ق ُلاَجِ رلا

َصلاَف

َنُوُظِعَف َنَُزوُشُن َنوُفاَََ ِِ ََلاَو ََُا َظِفَح اَِِ ِبْيَغْلِل ٌتاَظِفاَح ٌتاَتِناَق ُتاَِِا

َناَك َََا َنِإ اَيِبَس َنِهْيَلَع اوُغْ بَ ت َََف ْمُكَْعَطَأ ْنِإَف َنُوُبِرْضاَو ِع ِجاَضَمْلا ِِ َنُوُرُجْاَو

اارِبَك اًيِلَع

Laki-laki adalah pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka terhadap sebagian yang lain dan sebab mereka telah memberikan nafkah dengan hartanya. Maka mereka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada karena Allah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggikanlah mereka di tempat tidur dan jika perlu pukullah mereka. Tetapi jika mereka menantimu, maka janganlah mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh Allah maha tinggi dan maha besar.19

Secara garis besar ayat tersebut menjelaskan tentang organisasi

terkecil yaitu keluarga (rumah tangga) dan menjelaskan

keistimewaan-keistimewaan peraturannya untuk mencegah

terjadinya keluarga yang tidak harmonis.20 pada penggalan ayat kedua dibahas tentang kriteria wanita salihah yang pada intinya mereka adalah wanita-wanita yang patuh terhadap para suami

18 Irawati Istadi, Bunda Manajer Keluarga, (Bekasi: Pustaka Inti, 2011), 79. 19 Departemen Agama RI, Al Quran, (Bandung: Diponegoro, 2008), hal. 84.


(48)

41 mereka. Kata taat dalam ayat ini diungkapkan menggunakan kata

qanitat yang berasal dari masdar atau asal kata qunut bukan Thaiaat

yang berasal dari kata thaat menunjukkan bahwa ketaatan yang dimaksud adalah ketatan yang timbul dari kehendak hati, pandangan, kesenangan, dan kecintaan.21 Lebih jelas Quraisy Shihab dalam tafsirnya menyatakan bahwa wajib patuh kepada suami dalam segala hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.22

Imam Ibnu Kasir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa arti wanita taat kepada suaminya adalah sebagaimana dikemukakan dalam beberapa Hadis sebagai berikut:

َخ ْ ي

ُر

ِ لا

َس

ِءا

ْما

َر َأ ٌة

ِا

َذ

ا

َن َظ

َر

ْت

ِا َل

ْ ي َه

َس ا

َر ْت

َك

َو ,

ِا َذ

َا ا

َم ْر َ ت

َه

َأ ا

َط

َعا ْت

َك

َو ,

ِا َذ

ِغ ا

ْب

َت

َع ْ

َه ا

َح ِف

َظ ْت

َك

ِِْ

َ ن ْف

ِس

َه

َو ا

َم ِلا

َك

.

Sebaik-baik wanita adalah seorang istri yang apabila kamu melihat

kepadanya, membuatmu gembira; dan apabila kamu

memerintahkannya, maka ia mentaatimu; dan apabila kamu pergi meninggalkan dia, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan hartamu.23

ِا َذ

َص ا

َل

ْت

ْ

لا

َأَر ُة

َْخ

َس َه

َو ,ا

َص

َما

ْت

َش

ْه َر

َ

َو ,ا

َح ِف

َظ

ْت

َ ف ْر

َج َه

َو ,ا

َأ

َط

َعا

ْت

َز ْو

َج َه

ِق ,ا

ْي َل

ََِ

ا

ْدا "

ُخ ِل

ْي

َْلا َ

َة

ِم

ْن

َا

ِ ي

ْ ا

َل

ْ ب َو

َبا

َم

َش ا

ْئ

َت

.

Seorang wanita itu apabila mengerjakan shalat lima waktunya, puasa bulan Ramadhannya, memelihara kehormatannya, dan taat kepada

suaminya, maka dikatakan kepadanya “ masuklah kamu ke surga dari

pintu manapun yang kamu sukai”.24

21As’ad Yasin dkk, Fi Zilalil Quran; terjemahan, hal 356.

22 M. Quraisy Shihab, Tafsil Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 516. 23 HR, Annasai, Asyrotun Nisa’ Li Al Nasai, (Maktabah Syamilah, Juz I), hal. 50. 24 HR. Ahmad Bin Hanbal juz 1, 60, ha. 191.


(49)

42

ِا َذ

َد ا

َع

َلا ا

ُجر

ُل

ْما َر َأ

َت ُه

ِا

َل

ِف َر

ِشا

ِه

َف َأ َب

ْت

َع َل

ْي ِه

َل َع َ

ْ ت َه

ْا ا

َل َم

ََ ِئ

َك

َة

َح

َّ

ُت

ْص ِب

َح

)ملسم اور (

Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu si istri menolaknya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi harinya.25

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istri yang baik adalah istri yang mampu menjalankan kewajibannnya sebagai istri dengan baik sebagaimana dijelaskan tentang kewaiban istri sebagai berikut:

1) Meraih ridlo suami. 26 2) Taat kepada suami.27

3) Membantu suami untuk beribadah dan taat kepada Allah

4) Melahirkan dan mendidik anak dengan baik sesuai syariat Islam

5) Membuat rumah tenang dan tenram

6) Menjaga harta, rumah, dan kehormatan suami serta tidak mempergunakan apapun milik suami tanpa seizinnya

7) Mencari tahu apa saja yang bisa menyenangkan suami kemudian berusaha memenuhinya.

8) Mengetahui waktu-waktu istirahat suami dan menciptakan suasana aman untuk itu.

9) Tidak membebani suami di luar batas kemampuannya

10) Berhias untuk suami dan membantunya menjaga diri dari perkara haram.28

25 HR. Muslim, Syarh Riyad Al Shalihin, (Maktabah Syamilah, Juz I) hal. 332.. 26 Al Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, (Bandung: Karisma, 1997), hal. 133. 27 Muhammad bin Umar Nawawiy, Mutiara Perkawinan, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999),


(50)

43 11) Menjaga kehormatan dirinya, suami, dan keluarga besarnya. 12) Tidak mudah mengeluh dan mengumbar kejelekan suami29 13) Selalu bersikap yang menyenangkan suami

14) Menghemat pengeluaran 15) Menghargai perasaan suami. 16) Tidak mencari kelemahan suami 17) Tidak berpaling kepada selain suami

18) Mendampingi suami dalam segala kondisi.30 b. Peran Wanita Sebagai Ibu

Proses perkembangan manusia terjadi sejak masa seorang manusia hadir di dalam rahim ibu yang disebut janin hingga beranjak dewasa dan pada akhirnya meninggal dunia. Sebagaimana pembagian periode perkembangan yang berbeda-beda yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Dalam mendidik anak orang tua khususnya ibu harus benar-benar memahami pergantian fase perkembangan ini, hal ini dikarenakan setiap kali pergantian maka terjadi pula pergantian tugas mendidik dan mengasuh yang harus disesuaikan dengan periode perkembangan.

Memahami dengan benar periodeisasi perkembangan

merupakan sebuah keharusan bagi orang tua khususnya ibu yang

28Sa’ad Riyadhi, Tanya Jawab Psikologi Muslimah, (Solo: PT. Aqwam Media Profetika,

2009), hal. 105-106.

29 Ibrahim Amini, Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri, (Bandung: Al Bayan,

1997), hal. 26.

30 Ummu Haris & Irfan Supandi, Dahsyatnya Menjadi Ibu Rumah Tangga, (Surakarta:


(51)

44 akan mempunyai lebih banyak waktu untuk mendidik, mengasuh dan bersama sang buah hati. Hal ini dikarenakan dalam proses pendidikan dalam setiap periode perkembangan jelas berbeda. Sebagai orang tua tidak bisa memperlakukan anak balita layakanya anak remaja, begitupun sebaliknya. Dengan demikian mengetahui fase perkembangan adalah hal yang sangat perlu dilakukan. Berikut klasifikasi fase perkembangan anak dijabarkan:

1) Prenatal (janin)

Fase perkembangan pertama manusia adalah fase prenatal yaitu fase dimana manusia tumbuh dan berkembang dalam rahim ibu yang berlangsung selama 9 bulan. Selama fase ini sebuah sel tunggal tumbuh menjadi organisme lengkap31 dengan sebuah otak dan kemampuan berperilaku.32 Walaupun perkembangan manusia pada fase ini terbilang sangat singkat dibandingkan fase perkembangan yang lainnya, namun fase ini memiliki peran yang sangat penting untuk fase-fase selanjutnya. Bahaya fisik mudah terjadi pada fase ini, contoh kecil, calon ibu yang pada masa kehamilannnya sering mengkonsumsi makanan yang beresiko terhadap janinnya seperti makanan yang kurang nutrisi, merokok, alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan maka besar kemungkinan janin yang dikandungnya akan mengalami gangguan.

31 F.J. Monks, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: UGM Press, 2006), hal. 55. 32 Jhon W. Santrock, Perkembangan Anak, terjemahan Mila Rachmawati dan Anna


(52)

45 Selain fisik, bahaya psikologis juga dapat terjadi pada janin yang disebabkan oleh 3 faktor, yaitu; 1) kepercayaan tradisional tentang perkembangan prenatal, 2) tekanan yang diperoleh ibu selama periode tersebut, dan 3) sikap-sikap yang kurang menyenangkan yang diterima oleh anak dari orang-orang yang akan memegang peranan penting dalam kehidupan anak.

Pada fase ini perkembangan janin secara psikososial janin mewarisi sifat-sifat orang tuanya dan secara sosioemosional kedekatan hubungan antara orang tua dan janin mulai terbentuk. 2) Fase bayi (0-1 tahun)

Menurut John W. Pada fase ini bayi merupakan waktu ketergantungan yang ekstrem terhadap orang dewasa. Banyak aktifitas psikologis baru dimulai seperti kemampuan bicara, mengatur indera, tindakan fisik, berfikir dengan simbol, meniru, dan belajar dari orang lain.33 Pada fase ini bayi mengeksplorasi dirinya untuk memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya, bahkan ke semua indranya. Di tahun pertama kelahirannya bayi menggunakan sebagian besar waktunya untuk makan, buang kotoran dan tidur. Ketika ia menyadari bahwa sang ibu akan memberinya makan dan minum secara teratur maka, mereka

33 Jhon W. Santrock, Perkembangan Anak, terjemahan Mila Rachmawati dan Anna


(53)

46 mulai belajar dan memperoleh ego yang disebut kepercayaan dasar.34

Disinilah kesempatan besar bagi anda para ibu budiman untuk mendapatkan kepercayaan dari putra putri anda terhadap kasih sayang yang anda berikan. Untuk membangkitkan kepercayaan tersebut hal yang dapat bunda lakukan adalah memberinya perhatian dan memperlakukannya dengan lemah lembut. Misalnya dengan ayunan, membacakan shalawat saat digendong atau hendak tidur, atau segera tanggap ketika anak memanggil dengan tangisan.

Pada usia ini, bayi akan mengembangkan dua sikap awal yaitu percaya dan curiga. Rasa percaya dilakukan bayi untuk menghindari perasaan frustasi, cemas, takut, marah dan sinis. Sementara rasa curiga pada bayi dikembangkan agar tidak mudah tertipu dengan kebaikan orang lain sehingga ia akan siap menghadapi bahaya dan ketidaknyamanan. Dengan demikian, bayi hanya akan percaya pada orang yang ditemuinya setiap hari dan berinteraksi langsung dengan dirinya seperti ibu dan ayahnya, sementara kepada orang yang jarang atau bahkan tidak pernah ditemuinya maka ia ia akan mencurigainya seperti ancaman. Inilah yang menjadi penyebab mengapa terkadang bayi menangis saat digendong orang lain.

34 Afry Ramadhani, Menjadi Ibu yang Menyenangkan, (Jakarta: BIP Kelompok


(54)

47 Rasa penyayang alami tertanam dalam diri manusia jauh sebelum ia dilahirkan dan akan terus dipelajarinya dari praktik kasih sayang ibunya. Sebagai proses awal pendidikan kasih sayang pola interaksi ini haruslah dikembangkan oleh ibunya. Hal ini dikarenakan bayi akan belajar menghargai ibunya dan menjadi mudah diatur. Selain itu, hubungan ini akan melatih otak bayi untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, penuh penerimaan dan penghargaan tanpa adanya ancaman atau perasaan takut yang berlebihan.

3) Fase anak-anak (1-3 tahun)

Diane E. Papalia mengungkapkan perkembangan fisik pada bayi meliputi: 1) Berkembangnya semua sensor dan sistem tubuh mulai berfungsi, 2) otak tumbuh dalam hal kompleksitas dan sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan, 3) pertumbuhan fisik dan motorik sangat tinggi.35 Oleh karenanya pada usia 1-3 tahun ini anak sudah mulai belajar mengontrol fungsi tubuhnya, seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan sebagainya. Semua ini dikembangkan melalui hubungan interpersonal sehingga adakalanya anak merasa ragu atau bahkan malu, serta belajar bahwa usahanya untuk menjadi otonom bisa berhasil dan bisa gagal. Pada fase ini anak juga akan sering mengalami kontradiksi, misalnya antara menahan

35 Diane E. Papalia, Dkk, Human Development, terjemahan A. K. Anwar, (Jakarta :


(55)

48 kotoran anatu membuangnya secara sengaja, memeluk atau menolak dan menjauhkan diri dari ibunya, memegang erat objek atau malah membuangnya dengan kasar. Pada fase ini anak akan mulai belajar untuk cenderung keras kepala atau lemah lembut, senang bekerja sama atau malah tidak menyukainya. 4) Fase bermain (3-6 tahun)

Anak pada usia ini secara fisik mengalami pertumbuhan yang jauh lebih lambat dari masa sebelumnya, namun otak kanan yang tugas utamanya adalah belajar jauh lebih bersifat aktif dibandingkan orang dewasa. Otak anak pada usia 3 tahun memiliki sinapsis (koneksi di antara sel otak) dua kali lebih banyak, dua setengah kali lebih aktif, membutuhkan lebih banyak glukosa, dan memiliki lebih banyak neurotransmiter (zat kimia yang memfasilitasi pengiriman informasi dari satu sel ke sel lainnya). Peningkatan otak meningkatkan kontrol motorik anak, perhatian, dan ingatan yang mendasari perkembangan pada fungsi motorik, kognitif, dan fungsi personal-sosial.36

Fase bermain adalah masa anak-anak mulai mengenal karakter lawan jenisnya, memahami lingkungannya, mulai berorientasi pada tujuan sehingga tidak jarang anak berinisiatif dengan beradaptasi sesuai lingkungan sekitarnya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Ketika tujuannya

36 Jane Brooks,The Procces of Parenting, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal.


(56)

49 terhambat maka anak merasa bersalah dan berdosa karena tidak bisa mewujudkannya.

5) Fase sekolah ( 6-12 tahun )

Pada usia ini terdapat tiga perubahan kognitif utama yang terjadi. Pertama anak mulai pandai belajar memberikan alasan.

Kedua anak mulai mandiri dalam mengatur tugas dan fungsinya.

Ketiga anak mulai lebih suka mendapatkan pengetahuan dari lingkungan sekitarnya.37

Pada usia ini anak akan mulai mengenal dunia sosial lebih luas dari lingkup sosial keluarganya. Anak mulai bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Keinginan anak pada usia ini cenderung sangat kuat dan biasanya anak berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Pada usia ini anak yang berkembang normal akan tekun belajar membaca dan menulis, belajar berburu dan menangkap ikan atau mempelajari keterampilan lain yang dibutuhkan di masyarakat.

Pada fase ini akan muncul dua krisis dalam diri anak. Ketika anak belajar mengerjakan tugas sebaik-baiknya dan ia berhasil mendapatkannya maka anak akan merasa superior, namun jika hasil pekerjaan anak tidak sesuai dengan tujuannya atau tidak baik maka yang terjadi adalah sebaliknya yaitu perasaan inferior, bodoh atau tidak mampu. Pada fase ini tentu


(57)

50 ibu sangat memiliki peran aktif untuk mengarahkan anak pada perasaan superior dengan selalu membantunya mengajarinya, melatihnya untuk tidak malas belajar dan mendukung semua kegiatan belajarnya dengan memberikannya apresiasi dan

pujian-pujian agar mereka semakin semangat dalam

mengerjakan tugasnya. Dengan demikian, munculnya rasa malas, tidak tekun yang akan menyebabkan munculnya perasaan tidak mampu akan terminimalisir.

Mengembangkan perasaan superior bukan berati

mengabaikan perasaan inferior anak. Perasaan inferior juga harus sedikit dihadirkan dalam diri anak sebagai pemicu untuk melakukan yang terbaik. Namun perlu diperhatikan bagi orang tua bahwa jangan sampai perasaan inferior terjadi secara berlebihan dalam diri anak, karena hal ini akan menghalangi aktifitas produktif anak dan merusak perasaan berkemampuan atau optimisme anak.

Karena anak pada usia ini selalu banyak ingin tahu, maka tidak jarang mereka yang mengalami fase ini cenderung lebih banyak berbicara dan bertanya. Dengan demikian, tugas orang tua adalah membantunya memberi jawaban sederhana yang sesuai dengan usianya, bukan malah menghentikan atau melarangnya untuk bertanya. Dengan demikian, pada usia ini orang tua perlu menunjukkan intelgensinya yang baik. Lebih


(1)

112 dan istri yang tidak pernah shalat berjamaah dengan suami menjadi sering shalat berjamaah.

b. Perubahan yang cukup signifikan seperti ibu yang sebelum pelatihan adalah ibu yang pemarah menjadi lebih sedidkit bersabar dengan tidak berkurangnya frekuensi memarahi anak-anak. Selain itu, ibu rumah tangga yang sebelum pelatihan kurang rutin dan kreatif membersihkan rumahnya menjadi kreatif dalam membersihkan rumah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, selanjutnya ada saran yang penliti anggap penting untuk disampaikan.

Pertama, kepada peneliti selanjutnya, banyak hal yang belum dapat

dikatakan sempurna dalam penelitian ini, oleh karenanya perlu adanya penelitian lanjutan dan lebih mendalam agar hasil dari penelitian dapat dijadikan acuan bagi para wanita dalam menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga sehingga ilmu tentang menjadi ibu rumah tangga idaman dapat dengan mudah dipelajari dengan menggunakan media yang mudah untuk dijangkau.

Selain itu, jika pada penelitian selanjutnya lembar refleksi sebagaimana yang terdapat dalam paket ini dirasa penting untuk dikembangkan, maka alangkah baiknya jika peneliti selanjutnya benar-benar memperhatikan point yang akan dijadikan reflleksi agar hasil penelitian yang didapatkan benar-benar memuaskan.


(2)

113

Kedua, kepada pembaca, jika pembaca menenemukan hal yang

mungkin kurang berkenan baik terkait dengan isi paket maupun hasil penelitian, maka itu merupakan murni kesalahan peneliti. oleh karenanya, kepada anda pembaca budiman alangkah baiknya jika setelah membaca paket hasil penelitian ini kemudian melengkapinya dengan referensi-referensi terkait yang sudah peneliti sediakan pada halaman daftar pustaka sehingga pemahaman yang pembaca inginkan semakin mendalam.

Kepada anda terkhusus pembaca dari kaum ibu Hawa sebagaiamana yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa paket dan hasil penelitian ini bukanlah hal yang dapat mencukupi kebutuhan anda sebagai bekal menjadi istri disayang suami, ibu bagai malaikat bagi anak-anak, dan ibu rumah tangga yang bijaksana. Namun meski demikian, jika anda benar-benar mengaplikasikan apa yang tertulis di dalam paket ini maka anda adalah termasuk bagian wanita yang paling berhak untuk berbahagia, karena anda telah berusaha untuk menjadi wanita sebagai ibu rumah tangga yang benar-benar bertanggung jawab terhadap peran dan tugas yang ada di pundak anda.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amini, Ibrahim, Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri, Bandung: Al Bayan, 1997.

Bakar dkk, Bahrun Abu, Tafsir Ibnu Kasir, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001 Barthos, Basir Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Brooks, Jane, The Procces of Parenting, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 201.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2013.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2012.

Dagun, Save M. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. 2013. Departemen Agama RI, Al Quran, Bandung: Diponegoro, 2008. Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, Bandung: Karisma, 1997.

Geldard, Kathryn & David Geldard, Konseling Keluarga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Haris ,Ummu & Irfan Supandi, Dahsyatnya Menjadi Ibu Rumah Tangga,

Surakarta: Ziyad Visi Media, 2011.

Handoko, Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya

Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, tt. https: // id,wikipedia.org/ wiki

Ismail, Iriani, Manajemen Sumber Daya Manusia, Malang: Lembaga Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 2010.

Ismaya, Bambang. Bimbingan dan Konseling Studi. Karir dan Keluarga. Bandung, Refika Aditama. 2015.

Istadi, Irawati. Bunda Manajer Keluarga. Bekasi: Pustaka Inti. 2008.

Kholiq, Abdurrahman Abdul. Kado Pernikahan Barokah. Yogyakarta: Al Manar. 2003.


(4)

Lestari, Sri, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik

dalam Keluarga, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012.

Marzuki, Saleh, Strategi dan Model Pelatihan, Malang: IKIP, 1992.

Martoyo, Susilo Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 4, Yogyakarta: BPFE, 2000.

Matutina ,Domi C. dkk, Manjemen Personalia, Jakarta: Rineka Cipta, 1993. Mufidah. Psikologi Konseling Islam. Malang: UIN Maliki Press. 2013. Monks, F.J. Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: UGM Press, 2006.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007.

Nawawiy, Muhammad bin Umar, Mutiara Perkawinan, Jakarta: Kalam Mulia, 1999.

Nurhayati, Eti, Bimbingan Konseling & Psikoterapi Inovatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Noer Laela, Faizah.”Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya

Membentuk Keluarga Bahagia”. Jurnal Bimbingan Konseling

Islam.Volume 02. Nomor 01, Juni. 2012.

Papalia, Diane E. Dkk, Human Development, terjemahan A. K. Anwar, Jakarta : Kencana, 2008.

Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Poerwodarminto, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993.

Qadir, Abdul. Mambaus Saadah. Cirebon: Fahimna. 2013.

Qutb, Sayid diterjemah oleh As’ad Yasin dkk, Fi Zilalil Quran, Jakarta: Gema Insani, 2004.

Ramadhani, Afry, Menjadi Ibu yang Menyenangkan, Jakarta: BIP Kelompok Gramedia, 2015.

Riyadhi, Sa’ad. Tanya Jawab Psikologi Muslimah. Solo: PT. Aqwam Media

Profetika. 2009.

Santrock, Jhon W. Perkembangan Anak, terjemahan Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti, Jakarta : Erlangga, 2007.


(5)

Simamora, Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE, 1997.

Sutrisno, Edy Manjemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Siradj, Sahudi, Pengantar Bimbingan dan Konseling, Surabaya: PT. Revka Petra Media, 2012.

Santoso, Agus. Pengembangan Paket Pelatihan Bimbingan Pencegahan

Kekerasan Lunak (Soft Violence) Siswa Sekolah Dasar. Tesis.Universitas

Negeri Malang, Program Pasca Sarjana Prodi Bimbingan Konseling. 2008.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2010.

Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2006.

Soehatono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1999.

Salamah, Ummu. Jadikan Rumahmu Seperti Surga. Yogyakarta: Diva Press. 2015.

Tjiptono, Fandi, dan Anastasia Diana, Total Quality Management,

Yogyakarta: Andi offset, 1998.

Usman, Husaini. Metodologi Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Usman, Husaini dan Setiadi Akbar, Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial.

Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Willis, Sofyan S. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta. 2013.

Winkel, W.S & M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2013.

Yusuf, Syamsu & A. Junitika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling,

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.

Willis, Sofyan S, Konseling Individual; Teori dan Pratek, Bandung: Alfabeta, 2013.


(6)