Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu usaha
manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat
dari lembaga formal maupun non formal (Kasan, 2005).
Melalui pendidikan akan diperoleh manusia berkualitas
secara utuh, yaitu yang bermutu dalam seluruh dimensinya:
kepribadian, intelektual, dan kesehatannya (Indarto dan
Masrun, 2004). Pendidikan di Indonesia menuangkan hal
tersebut ke dalam tujuan pendidikan nasional dimana ingin
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, membentuk manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan
berbudi

pekerti

luhur,


memiliki

pengetahuan

dan

keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian
yang mantap dan mandiri serta

bertanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan (UU no. 2 tahun 1989, bab
2 pasal 4). Salah satu wujud pendidikan untuk membentuk
manusia yang berkualitas adalah melalui proses belajar.
Winkel

(1992)

mengemukakan


bahwa

belajar

merupakan salah satu proses mental yang mengarah kepada
penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan, atau
sikap yang diperoleh, disimpan, dan dilaksanakan sehingga

1

2

menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif. Proses
belajar yang dilakukan oleh seseorang akan membantunya
mengembangkan diri dengan baik dan mencapai penyesuaian
diri yang baik dengan dunia luar (Purwanto, 1990). Dalam
suatu proses belajar terdapat sebuah materi yang akan
disampaikan, dan apabila telah diterima dengan baik akan
menjadi sebuah konsep yang akan diingat (Irwanto, 1983).
Menurut Sukmana (2004), konsep belajar berakar pada pihak

peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak
pendidik. Sementara itu, Hermawan (2008) menyebutkan
bahwa materi pelajaran, guru dan siswa merupakan
komponen terpenting dalam suatu proses belajar. Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa peserta didik
dalam hal ini siswa merupakan salah satu bagian terpenting
dan menjadi akar dari konsep belajar.
Siswa adalah sekelompok orang atau individu yang
dididik dalam proses pembelajaran (Nasution, 1987). Siswa
memegang peranan penting sebagai penerima materi dalam
proses belajar di dalam institusi belajar formal maupun non
formal. Salah satu institusi belajar formal adalah sekolah;
disini siswa akan bergabung dengan siswa yang lain untuk
menerima materi belajar di dalam kelas. Ada beberapa jenis
kelas di dunia pendidikan, diantaranya kelas umum atau
lebih dikenal dengan sebutan kelas reguler dan kelas
unggulan (Hisyam & Suyata, 2000).

3


Kelas reguler berisi siswa yang memiliki kemampuan
rata-rata, dan tidak memperoleh pelayanan secara khusus.
Pelayanan yang diperoleh sama dengan siswa yang lain, dan
tidak ada penambahan rentang waktu belajar, siswa masuk
diseleksi berdasarkan standar yang sudah ada, tanpa ada
seleksi khusus (Fauziah, 2009). Sedangkan menurut Silalahi
(2006), kelas unggulan adalah kelas yang menyediakan
program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara
mengembangkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya
untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Berdasarkan petunjuk penyelenggaraan program kelas
unggulan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dalam (Ngadirun 2005), kelas unggulan harus
memiliki karakteristik sebagai berikut: masuk diseleksi
secara ketat,

sarana dan prasarana menunjang untuk

pemenuhan kebutuhan belajar dan penyaluran minat dan

bakat siswa, lingkungan belajar yang kondusif, memiliki
kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang unggul, baik
dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar,
maupun komiten dalam melaksanakan tugas, rentang waktu
belajar di sekolah yang lebih panjang dibandingkan kelas
lain, proses pembelajaran yang berkualitas, adanya perlakuan
tambahan di luar kurikulum, program pengayaan dan
perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingan dan

4

konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas, dan
disiplin, serta kegiatan ekstrakurikuler lainnya dan yang
terakhir

pembinaan

kemampuan

kepemimpinan


yang

menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui
praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Pengelompokan beberapa jenis kelas di dunia
pendidikan ini, tidak lain adalah untuk membantu siswa agar
siswa

mampu

mengembangkan

potensi

belajarnya

berdasarkan bakat dan minat yang dimilikinya (Munandar,
2004). Misalnya saja pada siswa yang berbakat/ unggul
memerlukan pelayanan khusus, yaitu memerlukan pelayanan

akademik yang lebih menantang, lebih bervariasi, dan
mendalam (Hisyam & Suyata, 2000). Menurut Munandar
(1999),

jika

seorang

siswa

berbakat/

unggul

tidak

mendapatkan pelayanan khusus, dapat menyebabkan siswa
berbakat/ unggul menjadi berprestasi dibawah kemampuan
yang dimilikinya. Ketika seorang siswa sudah mendapatkan
pelayanan pembelajaran sesuai dengan potensi dan bakatnya,

hal ini diharapkan dapat menghasilkan suatu prestasi belajar
yang baik (Hisyam & Suyata 2000). Untuk mencapai sebuah
prestasi belajar yang baik, setiap siswa baik siswa kelas
reguler maupun kelas unggulan memerlukan suatu proses
belajar.
Belajar merupakan proses perubahan dari belum
mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu

5

tertentu (Irwanto, 1997). Dengan belajar, siswa dapat
mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Belajar akan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang.
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang
terjadi, perlu adanya penilaian (Irwanto, 1997). Begitu juga
dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti
suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil
belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa
untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran
belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar (Irwanto,

1997). Prestasi belajar menurut Sudjana (2001) adalah hasil
yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya
sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui
prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuankemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.
Setiap proses pembelajaran diharapkan dapat berhasil
secara optimal, yaitu ditandai dengan hasil belajar yang
tinggi (Surakhmad, 2001). Namun dapat dipastikan bahwa
prestasi belajar masing – masing siswa akan berbeda meski
mendapatkan materi pelajaran dan guru yang sama
(Sudijono, 1996). Anak yang memiliki prestasi belajar yang
rendah adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
mendapatkan hasil belajar yang baik. Prestasi belajar yang
rendah dapat membuat siswa merasa bahwa dirinya telah
gagal. Prestasi belajar dikatakan rendah adalah bila seseorang

6

memiliki peringkat 10 terbawah dari siswa satu kelas (Akbar
1998).
Kegagalan yang terus menerus pada diri siswa dapat

menyebabkan siswa sering kali merasa menyerah dan merasa
bahwa semua yang dilakukan tidak akan membawa
perubahan terhadap prestasi belajarnya. Perasaan menyerah
dengan cepat yang disebabkan kegagalan yang dialami
sebelumnya ini sering disebut dengan istilah learned
helplessness (Marhaeni, 2007). Kegagalan tersebut membuat
orang yang mengalami learned helplessness selalu berfikir
akan selalu gagal, sehingga mereka cepat menyerah dengan
tantangan yang datang padanya (Marhaeni, 2007).
Lebih lanjut menurut Marhaeni (2007), ditemukan
bahwa tingkat learned helplessness pada mahasiswa dengan
hasil belajar tinggi lebih rendah daripada tingkat learned
helplessness pada mahasiswa dengan hasil belajar rendah.
Hal ini dapat diartikan bahwa mahasiswa dengan hasil
belajar tinggi memiliki tingkat frustrasi dan frekwensi
menyerah lebih rendah daripada mahasiswa dengan hasil
belajar rendah. Temuan ini sejalan dengan pendapat Elliot
(2000) yang menyatakan bahwa learned helplessness sebagai
salah satu aspek yang mempengaruhi motivasi siswa dalam
belajar bahasa kedua. Elliot (2000) menyatakan bahwa aspek

ini menempatkan individu pada kondisi frustrasi dan mereka

7

akan menyerah dengan begitu saja setelah kegagalan yang
berulang.
Kondisi frustrasi digambarkan dengan kondisi dimana
seseorang belajar untuk mempercayai bahwa dia putus asa,
mempercayai bahwa dia tidak memiliki kontrol pada situasi
yang dihadapi, dan apapun yang dia lakukan adalah sia-sia.
Gambaran

keadaan

tersebut

ditemukan

tinggi

pada

mahasiswa dengan hasil belajar rendah, namun rendah pada
mahasiswa dengan hasil belajar tinggi (Elliot, 2000). Temuan
ini juga sejalan dengan Deiner dan Dweck (dalam Slavin,
2006), yang menyatakan bahwa learned helplessness
mempengaruhi aktivitas siswa dalam mempelajari sesuatu
khususnya bahasa kedua. Sementara itu menurut Marhaeni
(2007) bahwa siswa yang berada pada kondisi learned
helplessness yang tinggi tidak akan berusaha melakukan halhal dengan lebih baik.

Mereka enggan berusaha karena

mereka memiliki persepsi bahwa mereka hanya akan
berakhir pada kegagalan.
Luchow et al (1985) menyatakan bahwa karakteristik
yang paling jelas tampak pada invidu yang mengalami
learned-helplessness adalah hilangnya kesediaan untuk
bertahan menghadapi hal yang secara realistis dapat dikuasai
yang pada akhirnya individu memiliki kebiasaan untuk tidak
mau “mencoba”, sebagai efek dari kegagalan beruntun yang
dialami sebelumnya. Perilaku mencoba dianggap sebagai

8

membuang waktu karena mereka meyakini bahwa mereka
akan mengalami kegagalan. Selain itu menurut Cullen (1985)
seorang anak yang sering mengalami kegagalan pada masa
lalu

akan

cenderung

kemampuan

rendah.

mengaitkan
Dengan

kegagalan

demikian

siswa

dengan
yang

berprestasi akademik rendah menganggap diri mereka tidak
mampu berprestasi, mereka menganggap kegagalan yang
dialami karena memang mereka tidak mampu, atau tidak
memiliki kemampuan lebih untuk memiliki prestasi yang
tinggi (Marsh, 1984).
Kondisi di atas sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dweck (1978), seorang siswa yang terbiasa
gagal, yang dimaksud disini adalah siswa yang memiliki
prestasi akademik rendah yang berada di kelas regular, ketika
mengalami

kagagalan

akan

merespon

merendahkan

kemampuan mereka pada saat mengalami kegagalan, tidak
mencoba memecahkan masalah, tetapi menujukkan keraguan
diri, dan pada akhirnya kinerja mereka memburuk dan
seringkali tidak bisa memecahkan masalah, apalagi jika
masalah

yang

dihadapi

terkait

dengan

kegagalan

sebelumnya.
Sebaliknya, menurut Dweck (1978) bahwa seorang
siswa yang memang biasa berhasil, yang dimaksud disini
adalah siswa yang memiliki prestasi akademik terendah
dikelas kelas unggulan, ketika mengalami kegagalan, mereka

9

merespon

mengarah

pada

peningkatan

situasi

dalam

menghadapi kegagalan, suasana hati tetap positif dan mereka
tetap percaya dengan kemampuan dan akan berusaha lebih
baik, mereka melihat kegagalan sebagai tantangan dan
sebagai kesempatan belajar, bukan sebagai dakwaan dari
kemampuan mereka. Jika hal ini terus dibiarkan maka
learned heplessness akan mengakibat tekanan yang besar
bagi siswa yang berakibat pada redahnya harapan akan masa
depan yang sukses atau yang baik. Selain itu menurut
Borkowski et al (1990), Paris & Winograd (1990), Valas
(2001), bahwa learned heplessness dapat menurunkan harga
diri dan meningkatkan kecenderungan depresi.
Berdasarkan uraian diatas yang telah dikemukakan
maka dalam penelitian ini penulis ingin meneliti lebih lanjut
mengenai perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang
memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler dan
kelas unggulan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut: “adakah perbedaan tingkat learned helplessness
siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas
unggulan dan kelas reguler?”

10

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitain ini adalah untuk mengetahui
perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki
prestasi akademik terendah di kelas unggulan dan kelas
regular.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukan

dan

manfaat

yang

berarti

terhadap

perkembangan ilmu psikologi khususnya ilmu psikologi
pendidikan dan psikologi perkembangan terutama yang
berkaitan dengan perbedaan tingkat learned helplessness
siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas
unggulan dan kelas regular.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Dapat dijadikan rujukan untuk mengambil kebijakan
yang terkait dengan cara memperlakukan siswa agar
siswa kelas unggulan maupun siswa kelas reguler
terhindar dari perasaan learned helplessness.
b. Bagi siswa
Penelitian ini akan membantu siswa baik siswa kelas
unggulan

maupun

siswa

kelas

regular

untuk

11

mengetahui bagaimana harus bersikap ketika merasa
gagal dalam prestasi belajarnya.
c. Bagi Orang Tua
Dapat dijadikan pengetahuan bagi orang tua yang
memiliki anak bersekolah di kelas unggulan maupun
reguler, dapat mengetahui anaknya ketika mengalami
kegagalan atau memiliki prestasi akademik rendah dan
mengalami learned helplessness bagaimana harus
bersikap.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesejahteraan Psikologis Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita di Kota Salatiga T1 462012052 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kepedulian Sosial Melalui Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas IX Unggulan SMP Negeri 2 Salatiga T1 132009064 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB II

1 5 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB IV

0 2 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Informasi Akademik Berbasis Web T1 672004181 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Kemandirian Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Stella Matutina Salatiga T1 202009010 BAB I

0 0 3

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prototype Sistem Peminjaman Ruang Kelas Berbasis RFID T1 BAB I

0 0 4