ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM FILM MY NAME IS KHAN.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Amelia Kusuma Putri

( B77210114)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN AMPEL SURABAYA

2015


(2)

i   

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan

Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

OLEH :

AMELIA KUSUMA PUTRI B77210114

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ix   

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran Ekspresi Emosi Pendamping Skizofrenia. Subjek dalam penelitian ini berjumlah dua orang yaitu seorang Perempuan berinisial RH berusia 19 tahun dan seorang perempuan berinisial M berusia 54 tahun, subjek pertama berinisial RH seorang siswa kelas 3 SMA dan seorang subjek lagi yang berinisial M seorang ibu rumah tangga yang berperan sebagai pendamping penderita skizofrenia dikarenakan salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia. lokasi penelitian kedua subjek dilakukan di daerah Sidoarjo dan Surabaya. Metode yang digunkan untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif Studi Kasus dan cara penggalian data menggunakan wawancara mendalam, exspressive writing dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian, Subjek pertama yang berinisial RH menjadi pendamping penderita skizofrenia sejak kelas 5 SD, banyak hal yang terjadi dalam kehidupan dan emosi subjek berinisial RH, dari luka bathin, menyimpan cerita karena takut di bilang anak durhaka, malu, mengalami kekerasan yang dilakukan oleh penderita, cemoohan yang berasal dari saudara kandung, hingga perasaan tidak berdaya. Kedua subjek kurang lebih mengalami hal yang sama hanya saja subjek berinisial M tidak mengalami kekerasan dalam menjadi pendamping skizofrenia. Berdasarkan hasil analisis menjelaskan, pada ekspresi emosi, kedua subjek mempunyai beban pendamping yang sama, memiliki perasaan beban yang sama pula dalam merawat penderita skizofrenia, perbedaannya subjek RH yang memiliki umur 19 tahun masih memiliki cita-cita yang belum tercapai sedangkan subjek M berumur 54 tahun, dengan umur 54 tahun harusnya subjek sudah mulai beradaptasi dengan masa lansianya, dan di dapatkan dalam penelitian ini, kedua subjek memiliki keunikan masing-masing dalam merawat penderita skizofrenia, subjek RH memiliki keunikan yaitu : mampu mengambil peran ibu dalam keluarganya di saat usianya masih 12 tahun dan tetap mampu mengerjakan tugasnya sebagai seorang pelajar, selain itu subjek RH mampu menerima keadaan ibunya yang sedang sakit skizofrenia dan memilih untuk mendampingi dari pada bermain dengan teman-temannya, walau saat itu usia subjek RH pada masa bermain. Begitu juga untuk pendampin subjek M juga memiliki keunikkan yaitu : subjek M memiliki lebih rasa sabar dari pada orang-orang usianya, yang biasanya ingin lebih di mengerti, selain itu subjek juga memiliki keunikan mampu menerima dan pasrah dari pada mengeluh keadaan anaknya pada usianya yang sudah menua.


(7)

x   

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan……….. iii

Pernyataan Keaslian Karya………... iv

Halaman Persembahan ... v

Motto………. vi

Kata Pengantar ... vii

Abstrak ... ix

Daftar Isi ... x

Daftar Bagan ... xi

Daftar Tabel ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….. 1

B. Fokus Penelitian ……… 8

C. Keaslian Penelitian ……… 9

D. Tujuan Penelitian ………....14

E. Manfaat Penelitian ………..15

F. Sistematika Pembahasan ……...………..16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendampingan / Caregiver………..……….……... 18

B. Skizofrenia...……… 20

C. Emosi...………... 26

D. Pendamping / Caregiver Skizofrenia..……….……….. 35

E. Ekspresi Emosi Pendamping Skizofrenia... 36

F. Prespektif Teori ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………. 41

B. Kehadiran Penelitian ……….. 42

C. Lokasi Penelitian ……….... 43

D. Sumber Data ………. 44

E. Prosedur Pengumpulan Data ………...47

F. Analisis Data ………...50

G. Pengecekan Keabsahan Temuan ………...52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Setting Penelitian ………... 57

B. Hasil Penelitian ……….. 64


(8)

xi   

A. Kesimpulan ……….... 94

B. Saran ……….. 95

DAFTAR PUSTAKA ... . 97


(9)

1 A. Latar Belakang Masalah

Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa berat yang berlangsung kronis dan berdampak bagi penderita, keluarga dan masyarakat. Pravelensi skizofrenia di dunia yaitu tujuh dari 10.000 populasi dewasa, dengan angka kejadian terbesar pada tahun kelompok umur 23-25 tahun (Wuryaningsih,dkk, 2013:178-185). Pravelensi skizofrenia di Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar republik Indonesia (dalam Riskesdes RI,2007:18) menunujukkan terjadinya gangguan jiwa berat sebesar 4,6 per mil. Prevelensi gangguan jiwa berat propinsi jawa tengah sebesar 3,3 permil (Balitabang) Depkes RI, 2008). Pravalensi ini akan cenderung meningkat karena sifat penyakit skizofrenia yang menahun, Prevalensi adalah seberapa sering suatu penyakit atau kondisi terjadi pada sekelompok orang. Prevalensi dihitung dengan membagi jumlah orang yang memiliki penyakit atau kondisi dengan jumlah total orang dalam kelompok (Hardjodisastro,2006 :177)

Perjalanan penyakit skizofrenia berlangsung kronis dan sangat menghancurkan penderitanya karena mempengaruhi setiap aspek kehidupan dan membebani keluarga serta masyarakat sepanjang hidup penderita. Penderita biasanya mempunyai hendaya nyata pada taraf kemampuan fungsional sehari-hari, sehingga memerlukan bantuan dan pertolongan dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya pada pihak lain,


(10)

   

khususnya pada anggota keluarga maupun kerabat lain yang peduli terhadapnya.

Dalam hal ini juga sangat mempengaruhi keluarga yang merawatnya, dalam KPSI (Komunitas peduli skizofrenia) terdapat banyak kalangan didalamnya, baik dari pasien yang masih rawat jalan atau baru keluar dari rumah sakit, selain itu juga ada mantan pasien yang sudah mampu berkarir, didalamnya juga terdapat keluarga yang merawat penderita selama rawat jalan, terlihat banyak emosi yang terpendam didalamnya, ketika komunitas melakukan sesi curhat dengan psikiater ataupun psikolog, sehingga tanpa disadari, merawat seorang penderita skizofrenia memiliki beban psikis tersendiri, baik dari tingkah laku dari penderita maupun ekonomi (biaya pengobatan penderita) yang memiliki efek stress yang di alami oleh pendamping penderita, seperti yang dijelaskan oleh Ochoa, dkk (2008 :612) bahwa Perawatan penderita yang dilakukan diluar rumah sakit (deinstitusional) akan berpengaruh banyak terhadap kerabat dan anggota keluarga sebagai pemberi layanan utama perawatan dan kebutuhan sosial penderita. Peningkatan peran ini akan menimbulkan konsekuensi yang akhirnya akan menimbulkan beban bagi keluarga, beban perawatan berhubungan dengan penangan kualitas hidup, berpengaruh pada kesehatan dan peran aktivitas caregiver (Ochoa S,dkk, 2008:612). Beban perawatan (Burden Of Care) didefinisikan sebagai berbagai masalah, dampak, kesulitan atau efek yang dialami orang tua, wali, pasangan, saudara atau kerabat yang merawat anggota keluarganya


(11)

   

yang menderita gangguan jiwa, baik beban fisik maupun psikososial (Maldonado JG,dkk, 2005:899-904).

Selain penelitian dari Ochoa S, dkk (2008) Didukung juga oleh penelitian sebelumnya, bahwasannya gambaran beban caregiver penderita skizofrenia di poliklinik rawat jalan RSJ Amino Gondohutomo Semarang oleh (Fitrikasari, dkk. 2012:118-122) dalam Penelitian ini membahas dari faktor usia dan sosial yang lebih menjadikan faktor beban bagi keluarga atau caregiver penderita skizofrenia, dari hasil penelitian di dapatkan usia dan sosial menjadikan masalah tersendiri bagi keluarga atau caregiver penderita skizofrenia, pada caregiver usia sekolah akan menjadi masalah sendiri karena harus membagi dengan waktu sekolahnya, bagi yang lansia atau berusia lanjut mengalami kesulitan apabila penderita sedang mengamuk ketika gangguannya kambuh. Selain itu dalam penelitian pendukung bahwa merawat seseorang dengan sikzofrenia memiliki beban tersendiri, di dukung oleh penelitian dari (Darwin, P, dkk,2013:46-50) dengan judul Beban Perawatan dan Ekspresi Emosi pada Pramurawat Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa, dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang beban dan ekspresi emosi perawat di rumah sakit jiwa yang setiap hari bertemu dengan pasien sebagai caregiver bukan dari anggota keluarga. Penelitian ini membahas benar jika ada beban psikis dalam merawat penderita skizofrenia, dan dalam penelitian ini menunjukkan hal yang signifikan, terdapat hubungan bermakna antara beban perawatan dengan ekspresi emosi pramurawat pasien skizofrenia


(12)

   

(p<0,001), dalam penelitian ini beban perawatan muncul lebih karena kurang tepatnya menentukan intervensi yang tepat seperti edukasi tentang skizofrenia baik dalam melakukan perawatan ataupun dalam mengurangi beban perawatan.

Mendampingi orang dengan gangguan jiwa bukanlah situasi yang mudah, seringkali menimbulkan frustasi, karena komunikasi dengan penderita tidak berlangsung dengan baik. Belum lagi stigma terhadap gangguan jiwa tersebut seringkali menjadi kendala besar. Pendamping skizofrenia sering kali mengalami berbagai emosi seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa marah, frustasi, rasa malu, dan perasaan tidak berdaya. Stigma terhadap penderita juga kerap membuat keluarga menyembunyikan anggota keluarga yang menderita atau bahkan mengasingkan mereka.

Dalam hal ini untuk keluarga memang sangat tidak mudah, dan memiliki beban tersendiri dalam mendampingi keluarga yang mengalami gangguan skizofrenia dan tidak mudah juga untuk dirinya sendiri menerima kenyataaan bahwa anggota keluarganya mengalami sakit skizofrenia, untuk itu peneiliti ingin mengetahui bagaimmana ekspresi emosi pendamping penderita skizofrenia dengan wawancara, observasi

dan expressive writing, dalam hal ini diharapkan pendamping

mengeluarkan segala bentuk emosi yang terpendam didalam dirinya subjek sehingga mampu terlihat bagaimana ekspresi emosi pendamping skizofrenia dan selain itu di harapkan mampu mengurangi beban (stress) pendamping yang merawat penderita skizofrenia, banyak penelitian yang


(13)

   

menggunakan expressive writing untuk menurunkan kecemasan, salah satu penelitiannya adalah dari (wahyuning, 2012:1-19), yang berjudul pengaruh expressive writing pada kecemasan menyelesaikan skripsi. Di dapatkan dalam peneitian ini, peneliti melakukan pengujian exspressive writing kepada mahasiswa yang mengalami kecemasan mengerjakan skripsi yang di alami mahasiswa psikoogi universitas surabaya. Subjek penelitian adalah mahasiswa angkatan 2006-2008 yang mengalami kecemasan katagori tinggi dan sangat tinggi berdasarkan STAI (State Trait Anxiety Invetory). Subjek penelitian ini sebanyak 8 subjek dari angkatan 2006, 2007, 2008 yang mengalami kecemasan kategori tinggi dan sangat tinggi, penelitian ini bersifat eksperimental dengan desain pre-test post-test two group design. Pengambilan data dilakukan dengan metode angket menggunakan STAI (State Trait Anxiety Inventory). Hasil uji statistik ANAKOVA pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukan p (0,843) > dari α (0,05), yangg artinya tidak ada perbedaan mean kelompok kontrol (52,262) dan kelompok eksperimen (50,738) yang signifikan. Hasil ini menunjukan bahwa exspressive writing tidak efektif untuk menurunkan kecemasan menyelesaikan skripsi. Hal ini terjadi karena exspressive writing bukan untuk problem solving melainkan emotional coping sedangkan kasus skripsi merupakan masalah yang memerlukan problem solving.

Selain itu penelitian yang mendukung adalah penelitian dari (Amitya Kumara, 2001:35-40) dengan judul Dampak Kemampuan Verbal


(14)

   

Terhadap Kualitas Ekspresi Tulis dalam penelitian ini, Kemampuan verbal adalah hal penting untuk mendukung kualitas tulisan. Itu kompetensi lisan terdiri; (a) kompetensi kosakata, (b) secara lisan penalaran. Reasearch ini bertujuan untuk mengetahui kualitas ekspresi tertulis oleh mempertimbangkan mempengaruhi kompetensi lisan variabel. Subjek penelitian ini adalah murid di kelas lima di Kodya Yogyakarta, Sekolah Dasar. Hasil analisis korelasi dan analisis kualitatif menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kualitas verbal kompetensi dan kualitas tulisan.

Penelitian ini mengambil subjek yang sedang rawat jalan di RSJ Menur Surabaya, dikarenakan seorang pendamping yang merawat pasien skizofrenia sendiri atau berada di dalam rumah tanpa memiliki bantuan dari tim medis, akan merasakan emosi yang lebih tinggi daripada pendamping yang memiliki anggota keluarga skizofrenia yang sedang di rawat dirumah sakit. karena seperti yang dijelaskan dalam Ochoa, dkk (2008 :612) bahwa Perawatan penderita yang dilakukan diluar rumah sakit (deinstitusional) akan berpengaruh banyak terhadap kerabat dan anggota keluarga sebagai pemberi layanan utama perawatan dan kebutuhan sosial penderita. Peningkatan peran ini akan menimbulkan konsekuensi yang akhirnya akan menimbulkan beban bagi keluarga, beban perawatan berhubungan dengan penangan kualitas hidup, berpengaruh pada kesehatan dan peran aktivitas caregiver (Ochoa S,dkk, 2008:612), Sehingga akan terlihat ekspresi emosi dalam diri pendamping, yang mana


(15)

   

hal tersebut akan mendukung variabel penelitian yang di angkat dalam penelitian ini, pada dasarnya exspresive writing adalah sebuah media yang membantu subjek untuk mengungkapkan emosi alam bawah sadarnya yang terpendam yang tak mampu keluar dengan cara menuliskannya, selain dari wawancara mendalam dan observasi, penelitian sebelumnya menyatakan bahwa emosi yang terpendam menjadikan seseorang agresi ataupun depresi dan stress sehingga peneliti berharap ingin mengurangi dan membantu subjek yang mengungkapkan emosi terpendam yang tanpa disadari menjadikan hal negatif dalam diri subjek yang sehat. Penilitian ini memiliki kriteria subjek yang dicari antara lain memiliki gambaran umum sebagai berikut :

1. Subjek telah berusia 15 tahun

2. Subjek mampu membaca dan menulis 3. Memiliki kesenangan dalam hal menulis.

4. Anggota keluarga yang menderita menjalani rawat jalan dan menjadi pendamping skizofrenia.

Kriteria ini ditunjukkan karena mencari subjek dengan kriteria diatas terbilang sulit dicari, mengingat bahwasannya tidak semua orang menyukai menulis dan kebanyakan pasien dari sikzofrenia adalah dari kalangan menengah ke bawah sehingga banyak bagi keluarga yang merawat telah berumur dan tidak mampu membaca dan menulis, sekalipun jika ada seseorang yang mampu membaca dan menulis, subjek yang telah berumur memilih untuk berbicara dari pada harus menulis di kertas,


(16)

   

selebihnya, penelitian ini akan lebih terlihat efeknya jika subjek yang diberikan exspressive writing ini adalah subjek yang memiliki kesenangan dalam menulis, sehingga mudah untuk subjek untuk meluapkan emosinya dalam tulisan agar terihat eksipresi emosinya.

Dari berbagai hal yang telah dijelaskan diatas, tampak bahwa penderita gangguan jiwa sangat tergantung kepada keluarga agar dapat hidup dengan baik dan untuk sembuh dari gangguan yang diderita. Meski demikian tampak bahwa terdapat berbagai hambatan dan tantangan untuk melakukan hal itu, dan situasi tersebut dapat terjadi dalam waktu yang sangat lama, bukan hanya dalam hitungan hari atau minggu, namun bulan atau bahkan bertahun-tahun. Untuk itu peneliti tertarik melakukan desain penelitian ekspresi emosi dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi dan media exspressive writing selain untuk mengetahui ekspresi emosi pada pendamping penelitian ini secara tidak langsung membantu meluapkan emosi tertimbun pendamping yang merawat selama merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan skizofrenia.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran ekspresi emosi pendamping skizofrenia ?


(17)

   

C. Keaslian Penelitian

Sudah beberapa kali penelitian dilakukan untuk membuktikan benar adanya beban dalam merawat pasien skizofrenia, dan penelitian-penelitian tersebut sebagai berikut, gambaran beban caregiver penderita skizofrenia di poliklinik rawat jalan RSJ Amino Gondohutomo Semarang. Oleh (Fitrikasari, dkk. 2012:118-122). Penelitian ini membahas dari faktor usia dan sosial yang lebih menjadikan faktor beban bagi keluarga atau caregiver penderita skizofrenia, dari hasil penelitian di dapatkan usia dan sosial menjadikan masalah tersendiri bagi keluarga atau caregiver penderita skizofrenia, pada caregiver usia sekolah akan menjadi masalah sendiri karena harus membagi dengan waktu sekolahnya, bagi yang lansia atau berusia lanjut mengalami kesulitan apabila penderita sedang mengamuk ketika gangguannya kambuh.

Selain penelitian diatas penelitian dari (Darwin, P, dkk,2013:46-50) dengan judul Beban Perawatan dan Ekspresi Emosi pada Pramurawat Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa, dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang beban dan ekspresi emosi perawat di rumah sakit jiwa yang setiap hari bertemu dengan pasien sebagai caregiver bukan dari anggota keluarga. Penelitian ini membahas benar jika ada beban psikis dalam merawat penderita skizofrenia, dan dalam penelitian ini menunjukkan hal yang signifikan, terdapat hubungan bermakna antara beban perawatan dengan ekspresi emosi pramurawat pasien skizofrenia (p<0,001), dalam penelitian ini beban perawatan muncul lebih karena


(18)

   

kurang tepatnya menentukan intervensi yang tepat seperti edukasi tentang skizofrenia baik dalam melakukan perawatan ataupun dalam mengurangi beban perawatan.

Selanjutnya adalah penelitian Studi Fenomenologi : Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi RSJ Oleh (Wuryaningsih, dkk, 2013; 178-185) , penelitian ini membahas tentang perilaku kekerasan yang di timbulkan pada

caregiver dari penderita, dalam penelitian ini banyak dari caregiver

mengeluh karena adanya kekerasan dalam merawat penderita dan hal tersebut menjadikan beban psikis tersendiri bagi para caregiver.

Selanjutnya adalah penelitian (Makmuroch,2014:14-34) Kefektifan Pelatihan Ketrampilan Regulasi Emosi Terhadap Penurunan Tingkat Ekspresi Emosi Pada Caregiver Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Daerah Surakarta, dalam penelitian ini didapatkannya beban caregiver dalam merawat penderita skizofrenia sehingga diperlukan terapi regulasi emosi, dan hasil akhirnya adalah terdapat perbedaan yang menyakinkan atas terapi regulasi emosi yang menunjukkan pula adanya beban caregiver skizofrenia.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian (Nainggolan & Hidayat, 2013:21-42 ) dengan judul profil kepribadian dan psychological well-being caregiver skizofrenia. dalam penelitian ini di dapatkan Keluarga sebagai primary caregiver berperan penting dalam membantu memenuhi kebutuhan fisik, maupun dalam memberikan dukungan secara psikologis.


(19)

   

Tantangan berat yang dirasakan caregiver skizofrenia selain menghadapi perilaku penderita yang cenderung tidak realistik, adalah pengenaan stigma dan isolasi dari lingkungan sosial. Salah satu faktor penting yang menentukan kemampuan adaptif seseorang adalah kepribadian. Ciri kepribadian caregiver skizofrenia selain dapat menentukan pemaknaan atau evaluasi mereka terhadap stressor, juga menentukan pilihan coping yang akan mempengaruhi kualitas kesejahteraan psikologis (psychological well-being) caregiver tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui profil kepribadian dan gambaran psychological well being caregiver skizofrenia.

Tentang penelitian Exspressive writing adalah penelitian (wahyuning,2012:1-19), yang berjudul pengaruh expressive writing pada kecemasan menyelesaikan skripsi. Di dapatkan dalam peneitian ini, peneliti melakukan pengujian exspressive writing kepada mahasiswa yang mengalami kecemasan mengerjakan skripsi yang di alami mahasiswa psikoogi universitas surabaya. Subjek penelitian adalah mahasiswa angkatan 2006-2008 yang mengalami kecemasan katagori tinggi dan sangat tinggi berdasarkan STAI (State Trait Anxiety Invetory). Subjek penelitian ini sebanyak 8 subjek dari angkatan 2006, 2007, 2008 yang mengalami kecemasan kategori tinggi dan sangat tinggi, penelitian ini bersifat eksperimental dengan desain pre-test post-test two group design. Pengambilan data dilakukan dengan metode angket menggunakan STAI


(20)

   

(State Trait Anxiety Inventory). Hasil uji statistik ANAKOVA pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukan p (0,843) > dari α (0,05), yangg artinya tidak ada perbedaan mean kelompok kontrol (52,262) dan kelompok eksperimen (50,738) yang signifikan. Hasil ini menunjukan bahwa exspressive writing tidak efektif untuk menurunkan kecemasan menyelesaikan skripsi. Hal ini terjadi karena exspressive

writing bukan untuk problem solving melainkan emotional coping

sedangkan kasus skripsi merupakan masalah yang memerlukan problem solving.

Selanjutnya dalam penelitian (Amitya Kumara, 2001:35-40) dengan judul Dampak Kemampuan Verbal Terhadap Kualitas Ekspresi Tulis dalam penelitian ini, Kemampuan verbal adalah hal penting untuk mendukung kualitas tulisan. Itu kompetensi lisan terdiri; (a) kompetensi kosakata, (b) secara lisan penalaran. Reasearch ini bertujuan untuk mengetahui kualitas ekspresi tertulis oleh mempertimbangkan mempengaruhi kompetensi lisan variabel. Subjek penelitian ini adalah murid di kelas lima di Kodya Yogyakarta, Sekolah Dasar. Hasil analisis korelasi dan analisis kualitatif menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kualitas verbal kompetensi dan kualitas tulisan.

Penelitian berikutnya adalah pengaruh menulis pengalaman emosoional dalam terapi ekspresif terhadap emosi marah pada remaja oleh (Harry,2012:105-122) dalam penelitian ini menngunakan desain one-group pre-test and post test experimental dengan subjek yang berumur


(21)

   

antara 16-21 tahun, dan memiliki nilai skor State-Trait Anger Expression Inventory (STAXI) tinggi, dalam hasil penelitian di dapatkan dari hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan penurunan emosi marah pada remaja setelah di lakukannya terapi ekspresif yaitu pada saat pre-test ke post-test dengan nilai Z=1,893 dan taraf signifikan 0,029 (p<0,05) selain itu, hasil penurunan dari hasil pretest ke followup dengan nilai Z = -2,524 dengan taraf signifikan 0,006 (p<0,01). Begitu pula dengan hasil post-test ke follow-up, ada penurunan hasil sebesar Z = -1,682 dengan taraf signifikansi 0,046 (p<0,05). Dengan kata lain dalam penelitian ini di dapatkan penurunan dengan terapi ekspresif.

Penelitian yang lain yang mendukung penelitian ini adalah (Reyza, 2012:1-7) dengan judul Pengaruh Expressive Writing terhadap Penurunan Depresi pada Remaja SMK di Surabaya, Penelitian ini bertujuan untuk menguji adakah pengaruh signifikan expressive writing terhadap penurunan depresi pada remaja SMK di Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen pretest-posttest control group design. Alat pengumpul data yang digunakan berupa skala BDI-II. Penelitian ini dilakukan pada remaja perempuan kelas X di SMK Kawung 1 Surabaya yang berusia 15-17 tahun dan sedang mengalami depresi berat. Jumlah subjek penelitian sebanyak 8 orang yang dibagi secara merata ke dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik non-parametrik, yaitu Mann-Whitney U-Test dengan menggunakan bantuan program SPSS 17.0 for windows.


(22)

   

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diperoleh nilai Z = -0,436 dengan nilai p = 0,332 untuk uji 1-arah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan expressive writing terhadap penurunan depresi pada remaja SMK di Surabaya.

Keunikan dalam penelitian ini, penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwasannya memang ada beban pagi pendamping skizofrenia, maka penelitian saat ini mecoba menampakkan bagaimana ekspresi emosi atau beban psikis yang dialami oleh pendamping skizofrenia.

Dengan penellitian yang sudah dijelaskan di atas maka penelitian tentang ekspresi emosi dengan media wawancara mendalam, observasi dan media exspresive writing pada pendamping yang merawat anggota keluarga skizofrenia belum pernah dilakukan sebelumnya. Sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan karena dapat mengetahui bagaimana ekspresi emosi terhadap pendamping yang merawat anggota keluarga dengan skizofrenia.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran ekspresi emosi pendamping skizofrenia.


(23)

   

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis maupun praktis :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis.

2. Manfaat praktis

a. Manfaat Caregiver

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran ekspresi emosi yang muncul pada pendamping skizofrenia, antara lain :

1. Pendamping yang lain (tidak menjadi partisipan) merasakan mampu menjalaninya kehidupan seperti pendamping yang membagikan pengalamannya dalam penelitian ini.

2. selain itu pendamping yang lain tidak merasakan sendirian banyak orang yang mengalami hal yang sama. Menjadi pendamping skizofrenia untuk keluarganya. Sehingga diharapkan ketika seorang pendamping membaca tentang penelitian ini, pendamping tersebut tidak merasa sendiri lagi. 3. Diharapkan dari penelitian ini, pendamping yang


(24)

   

ini yaitu berbagi dengan orang yang memiliki pengalaman serupa atau dengan orang lain yang mau mendengarkan atau menulis pengalaman akan mengurangi bebannya sebagai pendamping.

b. Manfaat Untuk Penderita Skizofrenia.

Diharapkan dari penelitian ini penderita skizofrenia dapat memahami bagaimana beban psikologis yang dihadapi oleh pendamping, sehingga penderita memiliki keinginan lebih besar untuk sembuh, semakin rajin untuk minum obat ataupun terapi.

c. Manfaat Untuk Psikolog Klinis.

Diharapkan dari penelitian ini psikolog klinis lebih mampu memahami psikologis sebagai pendamping pasien skizofrenia dari ekspresi emosi yang kemungkinan muncul dan solusi yang lebih tepat dan fokus untuk membantu mencari jalan keluar.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini dibuat untuk memudahkan peneliti dalam mengklasifikasikan hal-hal yang berhubungan dengan penelitian, sehingga peneliti membuat sistematika pembahasan dalam bentuk per-bab, yaitu:


(25)

   

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini membahas pendahuluan yang berisi tentang penjelasan mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II Kajian Pustaka. Pada bab ini mengemukakan kajian pustaka yang membahas tentang teori-teori makna hidup yang didalamnya membahas tentang: definisi pendamping / caregiver serta pengertian yang mendukung, definisi skizofrenia dan pemahaman yang mendukung. Kemudian membahas tentang ekspresi emosi dan media ekspresive writing proses dan penjelasan yang mendukung dan menjelaskan kerangka teoritik.

BAB III Metode Penelitian. Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian, yang didalamnya mengurai tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan pengecekan keabsahan temuan.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Pada bab ini memaparkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh selama proses penelitian, yang meliputi setting penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.

BAB V Penutup. Pada bab ini berisi penutup yang meliputi kesimpulan atas jawaban permasalahan dalam fokus penelitian, serta saran-saran berdasarkan hasil penelitian yang mengacu pada tujuan, manfaat, hasil, dan pembahasan penelitian.


(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendamping / Caregiver

Pengertian caregiver adalah seorang Individu yang secara umum merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya

merupakan caregiver (Awad dan Voruganti, 2008 : 87). Caregiver mempunyai tugas sebagai emotional support, merawat pasien (memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan

obat), mengatur keuangan, membuat keputusan tentang perawatan dan

berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan formal (Kung, 2003: 3).

Caregiver terdiri dari formal dan tidak formal. Caregiver formal

merupakan perawatan yang disediakan oleh rumah sakit, psikiater, pusat

perawatan ataupun tenaga profesional lainnya yang diberikan dan

melakukan pembayaran. Sedangkan caregiver yang tidak formal merupakan perawatan yang dilakukan di rumah dan tidak profesional dan

tanpa melakukan pembayaran seperti keluarga penderita yaitu istri/suami,

anak perempuan/laki-laki, dan anggota keluarga lainnya. (Sarafino,2006 :

55) Caregiver dan carer adalah istilah yang sering digunakan untuk

mengambarkan orang yang melakukan perawatan pada orang yang

mengalami keterbatasan. Caregiver pada masyarakat Indonesia umumnya adalah keluarga, dalam hal ini adalah pasangan, anak, menantu, cucu atau saudara yang tinggal satu rumah. Suatu keluarga terdiri dari dua individu


(27)

atau lebih yang berbagi tempat tinggal atau berdekatan satu dengan

lainnya; memiliki ikatan emosi, terlibat dalam posisi sosial; peran dan

tugas-tugas yang saling berhubungan; serta adanya rasa saling menyayangi

dan memiliki ( Murray & Zentner, 1997 da, 1998 dalam Allender &

Spradley, 2001 :85).

Macam –macam caregiver antara lain :

1. Caregiver diabetes

2. Caregiver stroke

3. Caregiver Lansia

4. Caregiver alzheimer

5. Caregiver Skizorenia.

Dalam hal ini dapat disimpulkan pengertian caregiver tergantung pada penderita yang diasuh, penderita tersebut memgalami sakit dan di

diagnosis oleh dokter, dari diagnosa tersebut pendampingan atau

perawatan pada penderita akan disebut sebgai caregiver tersebut. Sehingga dari pemahan teori di atas tentang caregiver,yang dapat di sebut juga dengan orang yang merawat atau pendamping peneliti lebih

menggunakan kata pendamping dalam judul penelitian ini, agar lebih di


(28)

B. Skizofrenia

1. Pengertian Skizofrenia

Davison (dkk, 2004 : 165-167) menyebutkan bahwa

skizofrenia merupakan sebuah gangguan kejiwaan yang ditandai

dengan gangguan-gangguan utama dalam sistem kognitif, afektif dan

perilaku. Fungsi kognitif yang terganggu tersebut salah satunya

muncul dalam bentuk pemikiran yang tidak saling berhubungan secara

logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek atau respon emosi yang

datar atau tidak sesuai dan berbagai gangguan aktivitas motorik lain

yang aneh. (Davidson,dkk, 2004: 165-167) Kraeplin merupakan salah

satu tokoh yang pertama kali mengklasifikasikan gangguan jiwa ini

sebagai gangguan dengan gejala halusinasi dan waham yang bertahan

lama. (Kaplan, dkk, 2010: 158) Kraeplin (Davison dkk, 2004 :164)

menyebut istilah untuk gangguan ini dengan Dementia Praecox (Dementia = sebuah gangguan kemunduran fungsi kognitif dan

Precox = dini, muncul pada onset awal). Pada fase penemuan ini

Kraeplin sudah dapat membedakan diagnosa terhadap pasien dengan

gangguan manik depresif dan pasien dengan skizofrenia.

(Davidson,dkk, 2004: 164)

Sedangkan istilah skizofrenia muncul melalui usulan oleh

seorang tokoh lainnya yaitu Eugen Bleuler. Bleuler (Davison dkk,

2004: 164) berpendapat bahwa pasien skizofrenia tidak selalu terjadi


(29)

tak dapat dihindari. Oleh karena itu Bleuler mengusulkan sebuah

istilah baru untuk mengganti istilah dementia praecox yang sudah tidak

relavan yaitu Schizophrenia yang berasal dari bahasa yunani Schizein

(membelah) dan Phren (akal pikiran). ( Davidson,dkk, 2004: 164)

2. Penyebab Skizofrenia

Penyebab pasti gangguan skizofrenia masih belum diketahui

pasti. Berbagai hipotesis terkait penyebab gangguan ini telah

bermunculan mulai dari faktor biologis, genetik, psikologis dan

lingkungan. Munculnya berbagai hipotesis terkait penyebab gangguan

ini karena gangguan ini masih belum dapat diketahui penyebabnya

secara pasti.

1) Faktor Genetika

Pada banyak penelitian, telah diketahui bahwa faktor genetika

memberikan sumbangan terhadap kerentanan individu untuk

terkena gejala skizofrenia (Maramis, 2009 : 89 )

2) Faktor Neurologis

Dopamin merupakan salah satu neurotransmiter yang diduga

memiliki peranan dalam pengembangan gangguan

skizofrenia. Temuan mengenai hal ini biasa disebut sebagai

hipotesis gangguan skizofrenia yang bernama teori dopamin


(30)

3) Faktor Perkembangan syaraf

Penelitian menggunakan studi pencitraan otak menunjukan

sebuah temuan bahwa terdapat pembesaran ventrikel yang

dialami oleh hampir 80 persen dari pasien skizofrenia (Pinel,

2009; Plotnik, 2011).Hal ini menunjukan terjadinya

pengurangan berat otak, sebesar enam persen dari berat otak

rata rata (Maramis, 2009:120).

4) Faktor Psikososial

Freud menjelaskan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi

dalam fase perkembangan yang terjadi lebih awal sehingga

menyebabkan munculnya perkembangan yang neurosis

(Kaplan dkk, 2010 : 149).

Terjadinya pelemahan ego, pengesampingan superego dan

munculnya Id yang menguasai semua (Maramis, 2009: 93).

Sedangkan Sullivan, menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan

oleh kesulitan interpersonal awal yang berhubungan dengan

pengasuhan masa kecil yang salah dan terlalu mencemaskan

(Kaplan, 2010:153). Teori Diatesis Stress menyatakan bahwa

beberapa orang yang memiliki predisposisi genetik yang

berinteraksi dengan stressor kehidupan menghasilkan kemunculan

dan perkembangan dari skizofrenia (Plotnik, 2011: 138).

Kejadian yang menimbulkan stress seperti orang tua yang


(31)

tua atau orang yang dicintai dan permasalahan karir atau personal

dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan skizofrenia.

a) Gejala Skizofrenia

Tidak terdapat sebuah gejala yang benar benar penting

yang harus ada untuk menegakan diagnosis untuk gangguan

skizofrenia. Hal ini terjadi karena perbedaan secara individual pada

gejala yang ada pada masing masing pasien yang mengalami

gangguan skizofrenia. Namun secara keseluruhan gejala-gejala

yang terdapat pada pasien skizofrenia dapat dibedakan menjadi

dua jenis gejala, yaitu gejala positif dan gejala negatif.

1. Gejala Positif Gejala positif adalah gangguan - gangguan

relatif menjadi ciri khas pada pasien skizofrenia akut (Purin,

2008 : 65). Gejala ini mencangkup hal hal yang berlebihan,

dan distorsi seperti halusinasi dan waham . Delusi atau

waham adalah keyakinan yang berlawanan dengan

kenyataan. Beberapa jenis waham tersebut antara lain misalnya adalah waham kejaran, waham cemburu, waham

bersalah, waham kebesaran, waham dikendalikan, waham

membaca pikiran dan lain lain (Davison dkk, 2011:167)

Sedangkan Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu

yang tidak disertai dengan stimuli eksternal yang nyata.


(32)

halusinasi suara, halusinasi dengar dan halusinasi penglihatan

(Kaplan, 2010 :149).

2. Gejala Negatif Gejala negatif adalah gejala yang secara khas

muncul pada pasien skizofrenia kronis (Purin, 2011). Gejala

ini mencangkup berbagai defisit perilaku seperti Apati,

alogia, anhedonia, afek datar dan asosialitas (Davison dkk,

2011:169).

Anhedonia adalah hilangnya minat dan penarikan diri dari

semua aktivitas rutin dan menyenangkan, seringkali disertai

dengan depresi. Apati adalah irama emosi yang tumpul yang

disertai dengan pelepasan ikatan (detachment) dan ketidak acuhan

(Kaplan dkk, 2010:152). Alogia adalah gangguan pikiran negatif

yang dapat terwujud dalam berbagai bentuk antara lain kemiskinan

isi percakapan, pengulangan kata-kata dan membingungkan (Davison dkk, 2011:170).

b) Klasifikasi Skizofrenia

International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems (ICD) ke 10, yang diterbitkan oleh

WHO mengklasifikasikan Skizofrenia dan beberapa gangguan

waham sebagai berikut (Purin, Laking dan Treasaden, 2011:74-75)

1. F20 Skizofrenia


(33)

3. F20.1 Skizofrenia Hebefrenik

4. F20.2 Skizofrenia Katatonik

5. F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undiffrentiated)

6. F20.4 Depresi Pasca Skizofrenik

7. F20.5 Skizofrenia Residual

8. F20.6 Skizofrenia Simpel

9. F20.8 Skizofrenia Lain-lain

10.F20.9 Skizofrenia Tak Tergolongkan (unspecified)

11.F22 Gangguan Waham Menetap

12.F22.0 Gangguan Waham

13.F22.8 Gangguan Waham Menetap Lain

14.F22.9 Gangguan Waham Menetap, Tak Tergolongkan 15.F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara

16.F23.0 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala -

gejala skizofrenia

17.F23.1 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala -

gejala skizofrenia

18.F23.2 Gangguan Psikotik menyerupai Skizofrenia Akut

19.F23.3 Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan

Predominan waham

20.F23.4 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Lainnya

21.F23.5 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara yang Tak


(34)

22.F24 Gangguan Waham Terinduksi

23.F25 Gangguan Skizoafektif

24.F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

25.F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresi

26.F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

27.F25.8 Gangguan Skizoafektif Lain

28.F25.9 Gangguan Skizoafektif Tak Tergolongkan

29.F28 Gangguan Psikotik Nonorganik Lain

30.F29 Gangguan Nonorganik Tak Tergolongkan

C. Emosi

Emosi adalah suatu konsep majemuk sehingga tidak ada satu pun

definisi yang diterima secara universal, studi tentang emosi tidak hanya

dilakukan oleh ilmu psikologi, tetapi juga oleh sosiolog, neurologi, etika

dan filsafat. (Sarlito, 2010:124)

a. Teori – teori Emosi

Dalam sarlito wirawan (2010:127), bahwa tiap-tiap emosi di

temukan oleh pakarnya masing-masing, yang seperti di jelaskan dalam


(35)

Nama Pakar Emosi Dasar Dasar Pengambilan Kesimpulan

Arnold Marah, enggan, berani, kecewa, hasrat, putus asa, takut, benci, berharap, cinta, sedih

Hubungan dengan kecenderungan – Kecenderungan

Ekman, Friesen &

Ellsworth Marah, jijik, takut, gembira, sedih, kejutan Ekspresi wajah universal Fridja Hasrat, bahagia, minat, kejutan, kaget, duka. Bentuk kesepian bertindak.

Gray Gusar, Teror, Cemas, Gembira Bakat

Izzard Marah, jijik, tidak suka, stress. Takut, rasa bersalah,

minat, gembira, malu, kejutan. Bakat

James Takut, duka, cinta, gusar Keterlibatan Tubuh

McDougall Marah, jijik, gembira, takut, tidak berdaya, perasaan

lembut, kagum. Hubungan dengan naluri

Mowrer Sakit, Senang Keadaan emosi yang tidak dipelajari

Oatley & johnson laird Marah, jijik, cemas, bahagia, sedih Tidak memerlukan tujuan tertentu

Panksepp Berharap, takut, gusar, panik Bakat

Plutchik Pasrah, marah, antisipasi, jijik, gembira, takut, sedih,

kejutan Hubungan dengan proses adaptasi biologis

Tomkins marah, insert, jijik, tidak suka, stress, takut, gembira.

Malu, kejutan Besarnya rangsangan syaraf

Watson Takut, cinta, gusar Bakat


(36)

b. Perubahan-perubahan dalam tubuh berkaitan dengan emosi.

1. Reaksi elektris pada kulit : Meningkat bila terpesona.

2. Peredaran darah : Berambah cepat bila marah

3. Denyut jantung : Bertambah cepat bilaterkejut.

4. Pernafasan : Bernafas panjang jika kecewa.

5. Pupil Mata : Membasar bila sakit atau marah.

6. Liur :Mengering jika takut atau Tegang.

7. Buluroma : Berdiri jika takut.

8. Pencernaan : Mencret – mencret kalau tegang

9. Otot : Ketegangan & ketakutan otot

(tremor).

10.Komposisi darah : Komposisi darah akan ikut berubah karena kelenjar lebih aktif.

dalam sarlito (2010:131)

c. Ekspresi Emosi

Ekspresi emosi adalah persepsi dalam bentuk verbal dan

non verbal, merupakan aspek penting menentukan efektivitas

dalam komunikasi hubungan interpersonal. Terdiri dari beberapa

sikap yaitu keluhan, permusuhan dan kritik yang berlebihan, dalam

jurnal (Macmuroh, 2014:18)

Salah satu cara untuk menampakkan ekspresi emosi salah

satunya adalah dengan exspressive writing, expressive writing yaitu membicarakan pengalaman yang menggusarkan atau kejadian


(37)

traumatis mengenai emosi yang tersembunyi untuk mendapatkan

wawasan dan cara penyelesaian dari trauma. ( Pennebaker,

2002:98)

Expressive writing merupakan teknik konseling naratif.

Konseling naratif ini digagas oleh White dan Epston pada tahun

1990 dengan sebuah gagasan yang dikenal dengan

pengeksternalisasian masalah, memisahkan individu dari masalah,

dan menjadikan masalah sebagai masalah yang berada diluar diri

individu. Konseling naratif selaras dengan terapi morita yang

mencari harmoni dengan alam semesta, membiarkan individu

merespons sesuatu sesuai dengan stimulus yang diterimanya dan

mengumpulkan waktu juga energi untuk mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi. ( Pennebaker, 2002:92)

Teknik Expressive writing menggunakan media buku catatan pribadi atau sering dikenal dengan nama diary. Menulis ekspresif diarahkan kepada keterampilan berkomunikasi melalui

tulisan dalam menyampaikan apapun yang dirasakan, dipikirkan,

dan diinginkan tanpa takut disalahkan oleh orang lain. Teknik ini

dapat coba digunakan sebagai salah satu cara dalam mereduksi

stres pada remaja yang cenderung ingin menyelesaikan dan

menyimpan masalahnya sendiri tanpa campur tangan orangtua.


(38)

Expressive writing belum begitu dikenal kalangan medis dan masyarakat awam di Indonesia, padahal terapi ini banyak

manfaatnya dan tidak memiliki efek samping berbagai riset tentang

manfaat expressive writing telah dibuktikan oleh para ilmuwan di Amerika Serikat dan Inggris. Bila di Amerika Serikat riset ini

dilakukan di University of Texas, maka di Inggris the Arts Council

of England siap mendanai proyek Expressive writing yang dilakukan oleh Gillie Bolton di King's College, London (2000 :

82). Smyth JM, dkk (1999) menyebutkan manfaat Expressive

writing, antara lain: membantu meringankan gejala penyakit asma

dan rheumatoid arthritis (radang sendi akibat rematik). Pernyataan

ini didukung oleh Baikie KA dan Wilhelm K (2005), yang meneliti manfaat jangka panjang dari menulis dengan metode expressive

writing. Menurut penelitian itu, terapi ini antara lain bisa

meningkatkan dan memerbaiki suasana hati (mood), fungsi sistem

imun (kekebalan tubuh), memperbaiki fungsi paru-paru (terkhusus

penderita asma), kesehatan fisik dan nyeri (terutama pada penderita

kanker), fungsi hati, menurunkan tekanan darah, mengurangi

ketegangan yang berkaitan dengan harus kembali ke dokter,

mengurangi gejala-gejala depresi, mengurangi dampak negatif

setelah trauma. Dalam (Alex, 2003:311-312)

Menulis, menurut peneliti dari Universitas Texas, James


(39)

dengan T-lymphocytes. Pennebaker meyakini, menuliskan

peristiwa – peristiwa yang penuh tekanan akan membantu Anda

memahaminya. Dengan begitu, akan mengurangi dampak

penyebab stres terhadap kesehatan fisik Anda. Dengan menulis,

Anda mengasah otak kiri yang berkaitan dengan analisis dan

rasional. Saat Anda melatih otak kiri, otak kanan Anda akan bebas

untuk mencipta, mengintuisi, dan merasakan. Singkatnya, menulis

bias menyingkirkan hambatan mental Anda dan memungkinkan

Anda menggunakan semua daya otak untuk memahami diri Anda,

orang lain, serta dunias sekitar Anda dengan lebih baik.

Teknik menulis ekspresi dianggap mampu mereduksi stres

karena saat individu berhasil mengeluarkan emosi-emosi negatifnya (perasaan sedih, kecewa, berduka) ke dalam tulisan,

individu tersebut dapat mulai merubah sikap, meningkatkan

kreativitas, mengaktifkan memori, memperbaiki kinerja dan

kepuasan hidup serta meningkatkan kekebalan tubuh agar terhindar

dari psikosomatis. Hal ini senada seperti yang diungkapkan

Menulis tak dapat dipisahkan dengan kata-kata, dan ini ternyata

terbukti secara ilmiah memiliki kekuatan, serta merupakan strategi

membantu diri sendiri untuk melakukan penyesuaian dengan stres

(a self help strategy for coping with stress). Hal ini senada dengan

ungkapan Pennebaker (1997: 162) bahwa “Penerjemahan


(40)

berpikir mengenai pengalaman itu. Menulis ekspresif

menyediakan peluang bagi individu untuk memantulkan

perasaannya secara emosional dalam bentuk peningkatan

penggunaan kata-kata penyampaian emosi selama interaksi sosial,

peningkatan penyampaian emosi tersebut akan meningkatkan

perbaikan dalam stabilitas hubungan.”

Pannebaker (1997;162) mengungkapkan terapi dengan

teknik Expressive writing ini terbukti bermanfaat secara signifikan empat bulan kemudian. Pannebaker menemukan bukti bahwa

sel-sel T-limfosit para mahasiswa menjadi lebih aktif enam pekan

setelah mereka menulis peristiwa-peristiwa yang menekan. Salah

suatu indikasinya adalah adanya stimulasi sistem kekebalan. Orang yang menulis tentang peristiwa - peristiwa yang berarti atau

traumatis dapat meningkatkan kesehatan, fungsi organ, kekebalan

tubuh, aktivitas hormonal, memerbaiki penyakit, dan meredakan

stres mereka. Adapun mereka yang hobinya menulis tentang

topik-topik emosional tak hanya memperbaiki kesehatan namun juga

mengubah interaksi diantara orang-orang saat berbicara tentang

situasi.

a. Proses Expressive writing

Ada dua cara melakukan expressive writing, menurut Pennebaker (2005:98), Expressive writing dilakukan dengan klien menulis pemikiran dan perasaan terdalam tentang pengalaman


(41)

yang paling traumatis di sepanjang kehidupan, permasalahan,

emosi yang telah mengubah diri dan hidup. Waktu pelaksanaan

selama 3-4 hari berturut-turut dengan durasi 15-30 menit setiap

kali menulis, tidak ada umpan balik yang diberikan, klien bebas

menulis pengalaman traumatis yang pernah mereka alami, dan efek

langsung yang dirasakan oleh sebagian besar partisipan ketika

mengingat pengalaman traumatisnya antara lain menangis atau

sangat marah. Sementara itu, rekomendasi Gillie Bolton di dalam

buku “The Therapeutic Potential of Creative Writing” yang diterbitkan oleh Jessica Kingsley Publishers (2000:83), tentang

teknik therapeutic writing cukup unik dan menarik. Caranya yaitu dengan memulai dari “sampah pikiran” (mind dump) dalam waktu enam menitt. Klien menuliskan apa saja yang ada di pikiran tanpa

melakukan editing serta tidak memperhatikan tata bahasa, diksi,

dan EYD. Klien terus menerus menulis tanpa berhenti. Setelah itu,

Klien dapat berfokus pada suatu tema atau pokok bahasan tertentu.

Klien memilih sesuatu hal yang nyata, bukan yang abstrak.

Misalnya: kenangan di masa anak-anak, peristiwa terpenting atau

terindah didalam kehidupanmu, dsb. Klien mendeskripsikan secara

detail. Konselor perlu menekankan bahwa klien dapat menulis

secara bebas, mengalir saja didalam menulis, tanpa ada batasan dan


(42)

a. Manfaat-Manfaat Menulis Berikut Ini :

1. Menjernihkan pikiran dan perasaan.

Luangkan beberapa menit waktu Anda dan mulailah

menuliskan pikiran-pikiran dan emosi Anda. Tidak perlu

diedit. Anda akan semakin memahami dunia internal Anda

dan merasa lebih baik.

2. Mengenali diri Anda lebih baik.

Dengan menulis secara teratur, Anda akan lebih

memah ami apa yang membuat Anda gembira dan percaya

diri. Anda juga akan semakin memahami situasi dan

orang-orang yang bisa meracuni Anda. Informasi ini akan sangat

penting bagi kesehatan emosional Anda. 3. Mengurangi stres.

Menulis mengenai kemarahan, kesedihan, serta

emosi menyakitkan lainnya bisa membantu meredakan

intensitas perasaan negatif itu sendiri. Dengan begitu, Anda

akan merasa lebih tenang dan tetap menjalani hidup dengan

lebih baik.

4. Memecahkan masalah dengan lebih efektif.

Biasanya kita memecahkan masalah dengan

menggunakan otak kiri, perspektif analitis.Tapi,

kadang-kadang kita bisa menemukan jawaban dengan melibatkan


(43)

kemampuan - kemampuan lainnya dan memungkinkan

hadirnya solusi baru yang bisa memecahkan masalah.

5. Mengatasi kesalah pahaman dengan orang lain.

Ketidaksepahaman yang tidak bisa dipecahkan

dengan kata-kata ucapan bisa diselesaikan melalui tulisan.

Dengan menulis, Anda akan lebih bisa memahami poin

masing - masing. Dengan begitu, Anda bisa menemukan

resolusi yang lebih tepat.

D. Pendamping / Caregiver Pasien Skizofrenia

Caregiver pasien skizofrenia yang terbanyak adalah orang tua

(68,6%), orang bukan keluarga pasien yang berprofesi sebagai caregiver (17,4%), pasangan (7,4%), anak (4,1%), dan saudara kandung (2,5%)

(Sarafino, 2006 : 56). Pemahaman yang kurang tentang skizofrenia akan

meningkatkan beban yang ditanggung oleh caregiver.

Selanjutnya, beban yang berat tersebut akan menimbulkan sikap

dan emosi yang keliru, yang berdampak negatif pada pasien. Jadi, beban

berat yang ditanggung oleh caregiver akan membuatnya menjadi emosional dan gemar mengritik, bahkan bermusuhan (jauh dari sifat

hangat yang dibutuhkan pasien), sehingga memicu kekambuhan (Schene

et al., 1998 : 4). Begitu pula hilangnya produktivitas keluarga, gangguan

pada ritme aktivitas keluarga, stigma yang ditujukan pada anggota


(44)

anggota keluarga yang pada akhirnya meningkatkan ekspresi emosi

keluarga pasien (Phillips et al., 2002; Sri Idaiani dan Hartono, 2005; Lewis et al., 2009 : 490).

E. Ekspresi Emosi Pendamping Skizofrenia.

Ekspresi emosi adalah persepsi dalam bentuk verbal dan non

verbal, merupakan aspek penting menentukan efektivitas dalam

komunikasi hubungan interpersonal. Terdiri dari beberapa sikap yaitu

keluhan, permusuhan dan kritik yang berlebihan dan pendamping

skizofrenia mempunyai tugas sebagai emotional support, merawat pasien (memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan

obat), mengatur keuangan, membuat keputusan tentang perawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan formal, sehingga antara

ekspresi emosi dan pendamping memiliki hubungan sejenis yang saling

mendukung.

Pendamping skizofrenia pasti akan memiliki beban atau emosi

terpendam karena tugas seorang pendamping skizofrenia adalah sebagai

emotional support, sehingga pasti akan ada emosi yang terpendam bagi

para pendamping skizofrenia, seperti dalam penelitian sebelumnya dalam

Ochoa, dkk (2008:612) bahwa Perawatan penderita yang dilakukan diluar

rumah sakit (deinstitusional) akan berpengaruh banyak terhadap kerabat

dan anggota keluarga sebagai pemberi layanan utama perawatan dan


(45)

konsekuensi yang akhirnya akan menimbulkan beban bagi keluarga, beban

perawatan berhubungan dengan penangan kualitas hidup, berpengaruh

pada kesehatan dan peran aktivitas caregiver (Ochoa S,dkk, 2008:612). Serta penelitian dari (Darwin, P, dkk,2013:46-50) dengan judul Beban

Perawatan dan Ekspresi Emosi pada Pramurawat Pasien Skizofrenia di

Rumah Sakit Jiwa, dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang beban

dan ekspresi emosi perawat di rumah sakit jiwa yang setiap hari bertemu

dengan pasien sebagai caregiver bukan dari anggota keluarga. Penelitian ini membahas benar jika ada beban psikis dalam merawat penderita

skizofrenia, dan dalam penelitian ini menunjukkan hal yang signifikan,

terdapat hubungan bermakna antara beban perawatan dengan ekspresi

emosi pramurawat pasien skizofrenia (p<0,001), dalam penelitian ini beban perawatan muncul lebih karena kurang tepatnya menentukan

intervensi yang tepat seperti edukasi tentang skizofrenia baik dalam

melakukan perawatan ataupun dalam mengurangi beban perawatan.

Dari penelitian sebelumnya terlihat adanya ekspresi emosi dan

beban bagi pendamping penderita skizofrenia, sehingga pendamping

skizofrenia pasti memiliki beban yang menjadi ekspresi emosi seperti

yang disebutkan dalam penelitian sebelumnya.


(46)

F. Prespektif Teori

Bukan hal yang mudah jika ada keluarga yang salah satu anggota

keluarganya menderita skizofrenia, pasti akan ada salah satu anggota

keluarganya menjadi pendamping penderita skizofrenia tersebut, baik

ibu,anak, kakak,ayah, nenek ataupun adik, akan ada salah satu dari

anggota keluarga yang lain akan menjadi pendamping penderita

skizofrenia, dalam hal ini perawatan pada penderita skizofrenia atau

menjadi seorang pendamping penderita skizofrenia bukanlah hal yang

mudah, karena penderita skizofrenia memang belum mampu mandiri

dikarenakan disfungsi dalam dirinya dan ketidak mandirian penderita

menjadikan beban tersendiri untuk keluarga, terutama anggota keluarga

yang mendampingi penderita skizofrenia, banyak yang terjadi dalam pendampingan penderita, baik kekerasan, perlawanan, marah-marah

bahkan ancaman yang menjadikan semakin stress dan tidak menerima

kenyataan yang sebenarnya.

Perasaan – perasaan yang muncul tersebut menjadi emosi bagi para

pendamping, baik yang tak terlihat ataupun terlihat, emosi – emosi

pendamping penderita skizofrenia inilah yang disebut sebagai ekspresi

emosi pendamping penderita skizofrenia dalam penelitian ini, dalam

Hurlock (1999:177) pola emosi pada masa remaja sama dengan masa

kanak – kanak yang terdiri dari : (a). Amarah (b). Takut (c). Cemburu

(d). Ingin tahu (e). Iri hati (f). Gembira (g). Sedih (h). Kasih sayang,


(47)

derajat dan khususnya dalam pengendalian latihan, individu terhadap

ungkapan emosi mereka. Misalnya, perlakuan sebagai “anak kecil” atau

secara “tidak adil” membuat remaja sangat marah dibandingkan dengan

hal – hal lain. selain itu di jelaskan pula, Manifestasi emosi yang sering

muncul pada remaja termasuk higtened emotionality atau meningkatkan

emosi yaitu kondisi emosinya berbeda dengan keadaan sebelumnya.

ekspresi meningkatnya emosi ini dapat berupa sikap binggung, emosi

meledak-ledak, suka berkelahi, tidak ada nafsu makan, tidak punya gairah

apapun, atau mungkin sebaliknya melarikan diri membaca buku. Di

samping kondisi emosi yang meningkat, juga masih dijumpai beberapa

emosi yang menonjol pada remaja termasuk khawatir, cemas, jengkel,

frustasi cemburu, iri, rasa ingin tahu, dan afeksi, atau rasa kasih sayang dan perasaan bahagia. (Hurlock, 1999:177), selain itu perkembangan

emosi setengah baya dapat dilihat dari Tavris & Carol (2007:75) bahwa

Laki – laki : Karir (waktunya habis dalam pekerjaan/pensiun) akan

mengalami frustasi atau beban kerja sehingga berpengaruh kepada emosinya. seorang perempuan yang memasuki usia paruh baya :

cenderung lebih stabil, namun lebih sering cepat mengalami

masa menopause. (Tavris & Carol, 2007:75)

Penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana ekspresi emosi dari

pengalaman pendamping penderita skizofrenia melalui wawancara penelitian yang dilakukan peneliti selama sesi wawancara ataupun sesi


(48)

satu cara untuk menampakkan ekspresi emosi salah satunya adalah

dengan exspressive writing, expressive writing yaitu membicarakan pengalaman yang menggusarkan atau kejadian traumatis mengenai emosi

yang tersembunyi untuk mendapatkan wawasan dan cara penyelesaian dari

trauma. (Pennebaker, 2002:98) sehingga dengan adanya media exspressive

writing dalam penelitian ini pengalaman – pengalaman psikis alam bawah

sadar akan lebih terlihat melalui media tulisan, diantara ketiga cara

pengumpulan data, baik wawancara, observasi serta exspressive writing, dengan ini pengalaman psikis alam bawah sadar subjek dalam penelitian

baik yang terpendam ataupun tak tampak akan muncul dan menjadi


(49)

41

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif deskriptif, dengan tipe penelitian studi kasus (case studies). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. (Moleong, 2002:03)

mendefinisikan metode kualitatif sebagai berikut :Prosedur penelitian yang

menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendekatan ini

diarahkan pada latar dan individu. Menurut (Bogdan&Taylor,1993: 30),

pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati.

Dasar peneliti menggunakan penelitian kualitatif adalah ingin

mengetahui secara mendalam ekspresi emosi yang tampak dalam diri

pendamping penderita skizofrenia, emosi yang tampak dalam proses

exspressive writing,, baik yang terlihat (observasi), cerita perasaan setelah

menulis dan ketika tanya jawab (wawancara) ataupun dalam tulisan

(uraian rician exspressive writing,).

Sehingga, jika ditinjau dari tujuan, penelitian ini adalah penelitian


(50)

   

menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi

terjadinya sesuatu (Arikunto, 2007:7)

Asumsi peneliti dengan menggunakan exspressive writing, partisipan mampu untuk mengeksplor emosi terpendam di alam bawah sadar dari

asal mula melihat salah satu keluarganya terkena skizofrenia hingga

terjadinya beban yang menjadikan strees bagi para pendamping keluarga

atau orang yang merawat anggota keluarga.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument utama dalam pengambilan data. Peneliti bertindak sebagai observer (pengamat) serta interviewer (pewawancara) terhadap informan di lapangan yang dilakukan secara terperinci untuk mendapatkan data yang komprehensif

atas studi kasus yang diteliti. Peneliti juga menggunakan instrumen lain

seperti tape recorder, buku catatan dan kamera, karena hal ini penting dalam proses dokumentasi. Namun instrumen - instrument ini hanya

menjadi pendukung selama proses wawancara yang dilakukan oleh peneliti.

Sebelum melakukan penggalian data, peneliti memaparkan maksud

dan tujuan peneliti. Kemudian peneliti melakukan rapport, menanyakan kesediaan wawancara, sekaligus mengatur jadwal wawancara. Untuk

kelancaran dalam proses pengumpulan data, maka peneliti juga menyiapkan beberapa kelengkapan yang akan digunakan selama


(51)

   

wawancara, antara lain ponsel sebagai alat perekam, daftar pertanyaan

wawancara, serta alat tulis seperti buku dan pulpen untuk kelancaran

obervasi.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Subjek 1 bertempat

dirumah Partisipan sendiri yang terletak didaerah Pepelegi, Sidoarjo.

Rumah tersebut merupakan tempat tinggal subjek sehari-hari bersama

ayah, ibu dan kedua saudaranya.

Subjek 2 bertempat dirumah partisipan sendiri yang terletak didaerah

jemursari, Surabaya yang tinggal bersama kedua anaknya, cucu, suami dan

anak mantunya. Adapun pertimbangan yang mendasari peneliti memilih

tempat penelitian, diantaranya: pertama, tempat tersebut merupakan tempat tinggal subjek sehari-hari dan menjalankan aktivitas disepanjang

waktu, sehingga peneliti mudah untuk mendapat informasi baik melalui

wawancara maupun observasi. Kedua, ditempat tersebut subjek melakukan aktivitas sosial dengan lingkungannya, yaitu antara subjek dengan anggota keluarganya dan tetangga juga para pembeli di tokonya. Hal ini menjadi

pertimbangan utama peneliti untuk memperoleh data terkait hubungan

subjek dengan lingkungan sekitarnya, terkait makna hidup yang dimiliki


(52)

   

D. Sumber Data

Pendekatan yang dilakukan dilakukan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif deskriptif, dengan tipe penelitian studi kasus. Ciri

khas dari data kualitatif adalah menjelaskan kasus-kasus tertentu yang

terkait dengan penelitian. Sumber data yang menjadi fokus peneliti, yaitu

sesuai dengan kriteria penelitian, maka selain subjek utama dalam peneliti,

peneliti juga menggali data dari beberapa orang terdekat dengan subjek

seperti Sahabat subjek, kakak perempuan subjek, dan orang tua subjek

sebagai sumber data.

Subjek penelitian ditentukan secara purposif (berdasarkan kriteria

tertentu). Kriteria subjek dalam penelitian ini ditemukan berdasarkan teori

dan disesuaikan dengan fokus penelitian. Kriteria utama subjek penelitian

adalah sebagai berikut:

a. Subjek telah berusia 15 tahun. Dalam penelitian ini di ambil dengan subjek berumur 15 tahun di karenakan individu yang

berumur 15 tahun dianggap telah mampu berempati, mengerti tugasnya, dan mampu bertanggung jawab. Seperti yang

dijelaskan dalam (Yusuf, 2000:45) Remaja telah mengalami

perkembangan kemampuan memahami orang lain dan

menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki

sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama, Misalnya : sama


(53)

   

b. Anggota keluarga dengan skizofrenia menjalani rawat jalan di RSJ Menur Surabaya dan subjek menjadi pendamping

skizofrenia.

c. Memiliki kesenangan dalam menulis, dibuktikan dengan kedua subjek menandatangani pernyataan kesenangan menulis.

d. Dapat membaca dan menulis.

Kriteria ini ditunjukkan karena mencari subjek dengan kriteria

diatas terbilang sulit dicari, mengingat bahwasannya tidak semua orang

menyukai menulis dan kebanyakan pasien dari sikzofrenia adalah dari

kalangan menengah ke bawah sehingga banyak bagi keluarga yang

merawat telah berumur dan tidak mampu membaca dan menulis, sekalipun jika ada seseorang yang mampu membaca dan menulis, subjek yang telah

berumur memilih untuk berbicara dari pada harus menulis di kertas,

selebihnya, penelitian ini akan lebih terlihat ekspresi emosinya jika subjek

yang diberikan exspressive writing ini adalah subjek yang memiliki kesenangan dalam menulis, sehingga mudah untuk subjek untuk

meluapkan emosinya dalam tulisan.

Penelitian ini memiliki dua orang subjek yang memenuhi kriteria

di atas yang telah disebutkan, kedua subjek memiliki anggota keluarga

penderita skizofrenia dan kedua subjek memiliki kesenangan dalam

menulis dibuktikan dari pernyataan yang telah ditanda tangani oleh kedua


(54)

   

writing seperti yang peneliti jelaskan dan kedua subjek bersedia

menggunakan media exspressive writing untuk bercerita, selain wawancara yang dilakukan oleh peneliti, dalam penelitian ini juga tidak

hanya subjek yang diwawancarai untuk menggali data tentang ekspresi

emosi, tetapi peneliti juga memwawancarai significant other dari kedua subjek, yang mana signifikan other subjek RH atau subjek pertama dalam penelitian ini berinisial K dan signifikan other subjek M atau subjek kedua berinisial N.

Subjek pertama dalam penelitian ini berinisial RH subjek adalah

seorang anak SMA yang berusia 19 tahun, dalam hal ini subjek

menjadi pendamping anggota keluarga yang menderita skizofrenia,

dan sudah 7 tahun RH menjadi pengasuh anggota keluarga yang tidak

lain adalah ibukandungnya sendiri, selain harus merawat ibunya yang sedang sakit, RH harus bersekolah dan akan menghadapi UNAS pada

tahun ini, tak jarang pula RH mendapatkan kekerasan fisik dari ibunya

yang sedang sakit di karenakan ibunya yang tidak mampu

mengendalikan diri karena halusinasi lihatnya, semakin membuat RH

mengalami beban stress yang luar biasa, dalam penelitian ini akan

tampak bagaiamana ekspresi emosi subjek RH dan keunikan dari

subjek RH .

signifikan other subjek RH adalah seorang guru ngaji RH yang

selama ini menjadi tempat curhat RH, signifikan other sudah lama mengenal RH sejak pertama kali ibu RH sakit, signifikan other subjek


(55)

   

RH berinisial K, signifikan other adalah tempat berlari subjek saat subjek merasa bosan dan putus asa dengan keadaan ibunya, sehingga

subjek RH menyarankan K menjadi signifikan other dalam penelitian ini.

Subjek kedua dalam penelitian ini berinisial M subjek adalah

seorang ibu berusia 45 tahun, dalam hal ini subjek menjadi pengasuh

anggota keluarga yang menderita skizofrenia, dan sudah 15 tahun

subjek M telah merawat anggota keluarganyam yang tidak lain adalah

anak kandungnya, bingung, malu dan harus mengeluarkan biaya

pengobatan yang banyak menjadikan beban stress tesendiri bagi subjek

M, sehingga dalam penelitian ini akan terlihat bagaimana ekspresi

emosi subjek M dan keunikan dari subjek M.

signifikan other subjek M adalah adik kandung dari penderita

skizofrenia, yang mana juga anak kandung dari subjek M, signifikan

other sejak kecil tinggal serumah dengan subjek M dan tinggal

serumah dengan penderita, sehingga signifikan other mengetahui perkembangan subjek M dan apa saja yang telah di lakukan subjek M,

sehingga subjek M menyarankan N menjadi signifikan other.

E. Prosedur Pengumpulan Data.

a. Wawancara.

Wawancara adalah suatu proses tanya jawab dan


(56)

   

Wawancara bertujuan untuk mengetahui tentang makna

subjektif yang dipahami individu yang berhubungan dengan

topik yang akan diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi

terhadap isu tersebut (Banister dkk., 1994 dalam Poerwandari,

2005 : 22).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

Pertanyaan untuk subjek penelitian yang akan diajukan dalam

penelitian ini meliputi latar belakang keluarga subjek, tentang

gangguan yang diderita subjek, dan aspek-aspek beban dan

perasaan subjek yang dirasakan selama ini. Latar belakang

keluarga subjek perlu ditanyakan guna untuk mengetahui

background orangtua dan saudara-saudara subjek. Pertanyaan

tentang gangguan subjek meliputi, pengetahuan, pandangan

subjek terhadap gangguan yang diderita keluarganya, dukungan

yang diterima subjek dan keinginan subjek untk sembuh dari

gangguan yang dideritanya. Aspek-aspek beban stress yang

dialami subjek selama merawat penderita sendiri, mencangkup

perasaan dan ekspresi emosi subjek selama ini serta

harapan-harapan subjek.

Sedangkan pertanyaan untuk significant others meliputi: latar belakang subjek, pendapat tentang gangguan yang dialami

subjek, aktivitas subjek sehari-hari, dan bagaimana cara subjek


(57)

   

mengamati subjek , sikap subjek saat wawancara, kontak mata,

ekspresi wajah, cara bicara, gesture tubuh subjek kepada peneliti saat peneliti mengajukan pertanyaan kepada subjek.

Menurut Naution (1992: 9), peneliti adalah key instrument atau alat utama dalam penelitian (Prastowo, 2012). Selain

peneliti sendiri yang menjadi instrument penelitian, peneliti

juga menggunakan instrument lain seperti tape recorder, buku catatan dan kamera dan sebagainya, hal ini penting dalam

proses dokumentasi. Namun instrument-instrumen ini hanya

menjadi pendukung selama proses wawancara yang dilakukan

oleh peneliti.

b. Observasi

Observasi selalu diarahkan pada kegiatan memperhatikan

secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan

mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena

tersebut (Poerwandari, 2005 : 23). Observasi selalu menjadi

bagian dalam penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam

konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks

alamiah (Banister dkk. 1994 dalam Poerwandari, 2005 : 24).

Observasi dalam penelitian ini menggunakan modul observasi

yang telah dibuat oleh peneliti.


(58)

   

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa

dokumen-dokumen yang dapat diakses oleh peneliti dari subjek yang

dapat menambah informasi data bagi penelitian. Dokumen

sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data

karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data

dimenfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk

meramalkan (Moelong, 2009:30).

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah :

1. Surat Kontrol anak Subjek M yang menderita skizofrenia.

2. Rekam medis ibu subjek RH yang menderita skizofrenia

3. Tulisan tangan Exspressive Writing subjek M & subjek RH.

4. Informed Consert

5. Lembar Pernyataan Subjek Menyukai Kegiatan Menulis

dibuktikan Adanya Diary.

F. Analisis Data

a. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah di

verbatim. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan

mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat

memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2005

: 26). Pada penelitian kualitatif, koding dilakukan terhadap semua data


(59)

   

Analisis data dilakukan secara terus-menerus dari awal hingga akhir

penelitian; dengan induktif; dan mencari pola, model, tema, serta teori

(Prastowo, 2012). Menurut Seiddel (1998 dalam Moleong, 2009) proses

analisis data kualitatif yaitu: a) mencatat hasil catatan lapangan, dengan

memberikan kode; b) mengumpulkan dan mengklasifikasikan, dan

membuat koding; c) mencari dan menemukan pola dan

hubungan-hubungan dengan lebih selektif.

Langkah-langkah awal koding dapat dilakukan melalui (Poerwandari,

2005 : 27 ), yaitu:

1. Peneliti menyusun transkripsi verbatim (kata demi kata) atau

catatan lapangannya sedemikian rupa sehingga ada kolom

kosong yang cukup besar disebelah kiri dan kanan transkrip.

Hal ini akan memudahkannya membubuhkan kode-kode atau

catatan-catatan tertentu di atas transkrip tersebut.

2. Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip dan atau catatan lapangan tersebut. Dalam

hal ini dapat dilakukan dengan memberikan nomor secara urut

dari satu baris ke baris lain atau dengan cara memberikan

nomor baru untuk paragraf baru.

3. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas

dengan kode tertentu. Kode yang dipilih haruslah kode yang

mudah diingat dan dianggap paling tepat mewakili berkas


(60)

   

tiap berkas.

4. Setelah melakukan koding selanjutnya peneliti melakukan

analisis tematik terhadap data yang diperoleh. Analisis tematik

adalah proses yang memungkinkan penerjemah gejala atau

informasi kualitatif menjadi data kualitatif sesuai dengan

kebutuhan peneliti (Boyatzis, 1998 dalam Poerwandari, 2005).

Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti

menemukan ‘pola’ yang pihak lain tidak melihatnya secara

jelas. Setelah tema ditemukan (seeing), maka tahap selanjutnya mengklasifikasikan atau meng-encode pola tersebut (seeing as) dengan cara memberikan label, definisi atau deskripsi

(Boyatzis, 1998 dalam Poerwandari, 2005 : 28). Dengan menggunakan analisis tematik ini maka hasil penelitian berupa

deskripsi dari pola-pola yang sudah didapatkan dari hasil

mengkoding data-data yang diperoleh dari hasil wawancara.

G. Pengecekan Keabsahan Temuan 1. Uji Validitas

Dalam penelitian ini menggunakan uji validitas (Sugiyono,

2011:34) mengemukakan bahwa uji validitas internal dalam penelitian


(61)

   

a. Ketekunan Pengamatan

Berartimelakukan pengamatan secara lebih cermat

dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut, kepastian

data dan urutan peristiwa akan dapat di rekamsecara pasti

dan sistematis. Meningkatkan ketekunan ibarat mengecek soal-soal atau makalah yang dikerjakan, ada yang salah

atau tidak. Dengan meningkatkan ketekunan itu, peneliti

dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang

telah di temukan itu salah atau tidak. Selain itu, peneliti

juga dapat mendeskripsi data secara akurat dan

sistematis. Kekurang tekunan pengamatan terletak pada

pengamatan terhadap pokok persoalan yang di lakukan

secara terlalu awal. Hal itu mungkin dapat di sebabkan

oleh tekanan subjek atau sponsor atau barang kali juga

Karena ketidaktoleransian subyek, atau sebaliknya peneliti

terlalu cepat mengarahkan fokus penelitiannya walaupun

tampaknya belum patut di lakukan demikian. Persoalan itu

bias terjadi pada situasi ketika subyek berdusta, menipu,

atau berpura-pura, sedangkan peneliti sudah sejak awal

mengarahkan fokusnya, padahal barang kali belum


(62)

   

b. Triangulasi

Patton (Poerwandari, 2005) menyatakan bahwa triangulasi

dapat dibedakan dalam:

1) Triangulasi data, digunakan variasi sumber data yang

berbeda

2) Triangulasi peneliti, digunakan beberapa peneliti atau

evaluator yang berbeda

3) Triangulasi teori, dilakukan beberapa perspektif yang

berbeda untuk mengintrepetasi data yang sama

4) Triangulasi metodologis, dipakainya beberapa metode

yang berbeda untuk meneliti satu hal yang sama.

Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengumpulkan data dari significant others sebagai penguat dan penambah informasi yang telah didapatkan

melalui nara sumber. Significant others yang dipilih dalam penelitian ini adalah suami subjek, orang tua subjek dan kakak perempuan subjek yang tinggalnya

bersampingan dengan rumah subjek, sehingga informasi

yang didapatkan dipercaya sepenuhnya.

Data hasil analisis dari subjek penelitian ini akan


(63)

   

mengetahui kehidupan subjek sehari-hari. Hal ini

dilakukan untuk mendapatkan koherensi tentang data

yang didapat dilapangan dengan data yang berasal dari

significant others. Triangulasi data ini dapat terlihat

pada hasil penelitian dan pembahasan yang digunakan

analisis verbatim dan koding secara bergantian antara

subjek penelitian dengan significant others dari subjek penelitian.

Significant other dari subjek I yang berinisial RH

adalah sahabat subjek yang berinisial K subjek sudah

dekat dengan K sejak pertama kali ibunya sakit,

sehingga subjek menyarankan pada peneliti untuk

menjadikan significant other. Kemudian Significant

otherdari subjek II yang berinisial M adalah anak ke-2

subjek yang berinisial N selalu mengikuti

perkembangan karena subjek adalah adik penderita dan

mengetahui dari awal kejadian hingga saat ini.

c. Uraian Rincian

Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil

penelitiannya sehingga uraian yaitu dilakukan seteliti dan

secermat mungkin yang menggambarkan kontekst empat


(64)

   

mengacu pada fokus penelitian. Uraiannya harus

mengungkapkan secara khusus sekali segala sesuatu yang

dibutuhkan oleh pembaca agar ia dapat memahami

penemuan-penemuan yang diperoleh. Penemuan itu sendiri

tentunya bukan dari bagian uraian rinci melainkan

penafsirannya yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci

dengan segala macam pertanggung jawaban berdasarkan

kejadian – kejadian nyata.

2. Uji Reliabilitas

Dalam penelitian kualitatif, uji reliabilitas dilakukan dengan

mengaudit keseluruan proses penelitian. Caranya di lakukan oleh

auditor yang independen yaitu dosen pembimbing skripsi untuk

mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

Bagaimana peneliti mulai menentukan masalah, memasuki lapanagn,

menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji

keabsahan data sampai membuat kesimpulan harus dapat di tunjukkan

oleh peneliti. Menurut Faisal (dalam Sugiyono. 2011:38) jika peneliti

tidak mempunyai dan tidak menunjukkan jejak aktivitas lapangannya


(1)

 

sebayanya, subjek menjadi pendamping dan merawat anaknya layaknya subjek masih muda dan anaknya masih kecil, kesabaran di masa dewasa akhir yang menjadikan keunikkan subjek M, selain itu subjek M mampu menerima keadaan anaknya dan pasrah dengan keadaan anaknya, sikap subjek M jarang di temui oleh kebanyakan orang yang lebih sering mengeluh dan tidak terima dengan keadaan anak-anaknya yang sedang sakit menderita diagnosa skizofrenia.

Perbedaan Exspressive emosi yang di tunjukkan oleh subek juga memiliki beban yang berbeda yang dirasakan oleh subjek, hal itu tergantung bagaimana oengalaman subjek dalam merawat penderita skizofrenia seperti subjek RH yang mengalami kekerasan pasti akan berbeda dengan subjek M yang tidak mengalami kekerasan. sehingga dalam penelitian ini terlihat jelas bahwa exspressive emosi kedua subjek berbeda.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan bagi:

1. Bagi subjek RH dan M setiap individu yang mengalami salah satu

anggotanya penderita skizofrenia akan merasakan hal yang sama, hanya yang menuntukkan beratnya atau tidaknya tergantung pengalaman subjek dalam merawat penderita skizofrenia, sehingga disarankan bagi pendamping penderita skizofrenia mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya dan bagaimana menanganinya sehingga beban pendamping mampu di minimalisir dan mampu melatih penderita untuk hidup mandiri.


(2)

96   

2. Bagi keluarga, terus memberi dukungan sosial kepada kedua subjek agar

subjek mampu menghadapi pengalaman yang tidak menyenangkan dari orang lain sehingga tidak menimbulkan perasaan terpuruk karena beban pendampingan penderita skizofrenia.

3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan membandingkan pendamping

penderita skizofrenia lebih beragam lagi, sehingga lebih terlihat jelas

pengalaman – pengalaman pendamping penderita skizofrenia yang lain dan mampu memberikan gambaran baru bagi pendamping penderita skizofrenia yang lain, serta waktu untuk melakukan penelitian diperbanyak lagi.


(3)

97 

DAFTAR PUSTAKA

Alex, Sobur, Drs. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Allende, J.A. & Spradley, B. W. (2001). Community Health Nursing : Concept And Practice, Fifth Edition. Lippincont : Philadelphia.

Arikunto, (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Aksara

Amitya Kumara, Dampak Kemampuan Verbal Terhadap Kualitas Ekspresi Tulis, Universitas Gadjah Mada, Jurnal Psikologi 2001, No.1, 35-40.

Awad A.G., Varuganti L.N. 2008. The burden of Schizophrenia on caregiver : a review. Pharmacoeconomic

Bolton, Gillie. (2000). The Therapeutic Potential Of Creative Writing. Jessica Kingsley Publishers; 1st Edition.

Bogdan, R. Dan Taylor, S.J. (1993), Dasar – Dasar Penelitian Kualitatif, diterjemahkan Oleh A. Khozin Afandi, Usaha Nasional, Surabaya.

Davidson, G, C., Neale, J. M., Kring, A.M. (2004). Abnormal Psychology (9th

Ed). New York : John Wiley & Sos Inc.

Darwin, P, Hadisukanto, G, Elvira, S, D, Beban Perawatan Dan Ekspresi Emosi Pada Pramurawat Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa, Departement Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. J Indon Med Assoe, Volume: 63, Nomor: 2, Februari 2013 : 46-50.

Departemen Kesehatan Ri (2010). Laporan Riskesdas 2010, Dalam Http://Www.Riskesdas.Litbang.Depkes.Go.Id/Download/Laporan_Riskes das_2011.Pdf, Diakses Tanggal 20 Oktober 2014.

Dinkes Provinsi Bengkulu (2008). Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu Tahun 2008.


(4)

98   

Fitrikasari, A,Kadarman, A, S, Woroasih, S, Sarjana, W,. Gambaran Beban Caregiver Penderita Skizofrenia Di Poiklinik Rawat Jalan Rsj Amino Gondohutomo Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Med Hosp 2012; Vol 1 (2) :118-122.

Friedman, Marlyn M. (1998). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik ; alih bahasa, Ina Debora R.L.,Yoakim Asy; Editor, Yasmin Asih, Setiawan,Monica Ester.Ed 3.-Jakarta : EGC

Harry Theozard Fikri, Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman Emosional Dalam Terapi Ekspresif Terhadap Emosi Marah Pada Remaja, Universitas Putra Indonesia YPTK, Humanitas, Vol. Ix No.2 Agustus 2012.

Hardjodisastro, Daldiyono, dr, DR, Prof. (2006), Menuju Seni Ilmu Kedoteran (Bagaiman dokter berfikir, bekerja, dan menampilkan diri. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.

Harlock, B, E. (1999). Psikologi Perkembangan, Edisi Lima. Jakarta : Erlangga

Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J.A. (2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Jilid Satu. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.

Kung, B. W. (2003). Chinese American caregiver of patient with schizophrenia, Family Challenges. New York : Guildford.

Makmuroch, Kefektifan Pelatihan Keterampilan Regulasi Emosi Terhadap

Penurunan Tingkat Ekspresi Emosi Caregiver Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Wacana Jurnal Psikologi Vol.6 No.11 Januari 2014; 14-34.

Maldonado Jg, Urizar Ac, Kavanagh Dj. (2005) Burden Of Care And General Health In Families Of Patients With Schizophrenia. Social Psychiatry And Psychiatric Epidemiology : Austria Press


(5)

 

Maramis, W.F. & Maramis, A.A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Moleong, Prof. DR. Lexy J., M.A. (2009). Metodelogi Penelitian Kualitatif. (rev. Ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nainggolan, N, J & Hidajat, L . Profil Kepribadian Dan Psychological Well-Being Caregiver Skizofrenia, Jurnal Soul, Vol.6, No.1, Maret 2013;21-42. Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Ochoa S, Vilaplana M, Haro Jm, Villalta-Gil V, Martinez F, Negredo Mc, Casacuberta P, Paniego E, Usall J, Dolz M, Autonell J, (2008) The Nedes Group. Do Needs, Symptoms Or Disability Of Outpatiens With Schizophrenia Influence Family Burden? , Social Psychiatry And Psychiatric Epidemiology :Austria Press

Pennebaker,J.W. 1997. Writing About Emotional Experiences As A

Therapeutic Process. American Psychological Society .

Pennebaker,J.W. 2002. Ketika Diam Bukan Emas: Berbicara Dan Menulis

Sebagai Terapi. Bandung: Mizan.

Pannebaker, J. W & Chung, C.K. (2005). Expressive Writing : Connections To Physical And Mental Healt. Oxford Handbook Of Health Psychology. New Yorl : Oxford University Press

Phillips, M.R., Pearson, V., Li, F., Xu and Yang, 2002. Stigma and Expressed Emotion : A Study of People With Schizophrenia and Their Family Members in China, British Journal of Psychiatry 181: 488-493.

Pinel, J.P.J. (2012). Biopsikologi , Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Plotnik, R. & Kouyoumdijan, H. (2011). Introduction To Psychology, 9th Edition.


(6)

100   

Purin, B.K., Laking, P.J. & Treasaden, I.H. (2008). Buku Ajar Psikiatri , Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Egc.

Poerwandari, E. Kristi. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3 UI.

Reyza Dahlia Murti, Pengaruh Expressive Writing Terhadap Penurunan Depresi Pada Remaja SMK Di Surabay, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya, Jurnal Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental Vol.1 No.2, Juni 2012

Sarafino E.P., 2006. Health psychology. Amerika Serikat: John Wiley & sons Inc. Schene A.H., Van W.B., Koeter M.W. 1998. Family caregiving in schizophrenia:

domains and distress. Schizophr Bull. 24: 609-18.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kualitatif, R & D. Bandung : Alfabeta. Tavris,Carol., & Carole Wade., (2007). Psikologi jilid 2.I Jakarta : Erlangga. Watson, D. (1988). Intraindividual And Interindividual Analyses Of Posi-Tive

And Negative Affect: Their Relation To Health Complaints, Per-Ceived Stress, And Daily Activities. Journal Of Personality And Social Psychology, 54.

Wahyuning Sri Herdiani, Pengaruh Ekspressive Writing Pada Kecemasan Menyelesaikan Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1 2012; 1-19

Wuryaningsih, E,W, Yani, A, Hamid, Helena N, Studi Fenomenologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi RSJ, Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 1, No.2, Novembeer 2013: 178-185.

Yusuf S. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosadakarya.