REPRESENTASI AQIDAH ISLAM DALAM FILM “MY NAME IS KHAN” (Studi analisis semiotika tentang Representasi Aqidah Islam).

(1)

Dalam Film “My Name Is Khan”).

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

DIAN DWI AGUSTINI

0643010347

YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

DIAN DWI AGUSTINI NPM. 0643010347

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Vete an” Jawa Timur r Pada 12 November 2010

Pembimbing Tim Penguji:

1. Ketua

Dra. Sumardjjati, M.Si Dra. Sumardjjati, M.Si

NIP. 19620323 199309 2 00 1 NIP. 19620323 199309 2 00 1 2. Sekretaris

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19641225 199309 2 00 1

3. Anggota

Zainal Abidin A. M.Si, M.Ed NPT. 3 7305 99 0170 1

Mengetahui, Dekan

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 19550718 198302 2 00 1


(3)

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya hingga laporan proposal dengan judul “Representasi Aqidah Islam dalam Film My Name Is Khan” ini bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penyusunan laporan Skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, diperlukan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Selain itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada beberapa pihak terkait yang mendukung penyelesaian laporan skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih tersebut disampaikan kepada :

1. Allah SWT, karena karunia kesehatan baik secara mental dan fisik yang diberikanNya sampai detik ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarta, M.P. selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Juwito, S.Sos.,M.Si. sebagai ketua program studi Ilmu Komunikasi. 5. Selaku Dosen Pembimbing Ibu Dra. Sumardjijati, MSi.

6. Dosen - dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan laporan proposal ini.


(4)

materiil.

2. Kakak dan adik – adik ku tercinta, yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayang.

3. Buat Rahma dan Lina (sohib SMP) terima kasih banyak atas bantuan serta dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Evin, Sherly, Woro dan Ririn, teman seperjuangan angkatan 2006. Terima kasih telah mau mengerti dan menemaniku mulai awal semester hingga detik ini.

5. Spesial untuk Aldi “Amal” yang selalu memberikan semangat, dukungan, pengertian serta kasih sayangnya selama ini. Terima kasih telah mau menerima segala keterbatasanku. Terima kasih cinta atas segalanya. I Loph U!

6. Terima kasih buat sohib Q Siti yang ada saat penulis merasa dukungan serta nasehat, tujuh tahun sudah kita bersama, semoga persahabatan kita g kan putus selamanya. 7. Terima kasih buat teman – teman angkatan 2006 yang lain yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih karena terselesaikannya skripsi ini.


(5)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ……….. iv

DAFTAR ISI ……… v

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang Masalah………... 1

1.2. Perumusan Masalah ...……….. 9

1.3. Tujuan Penelitian ...……….. 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 11

2.1. Landasan Teori ……….... 11

2.1.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ... 11

2.1.2. Teori Konstruksi Realitas Sosial ... 13

2.1.3. Representasi ... 16

2.1.4. Aqidah ... 18

2.1.5. Islam ... 28

2.1.6. Respon Psikologi Warna ... 30

2.1.7. Pendekatan Semiotik dalam Film ... 32

2.1.8. Film My Name Is Khan ... 36


(6)

3.2.1. Corpus ... 40

3.22. Unit Analisis ... 40

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Objek ... 42

4.2. Penyajian dan Analisis Data ... 44

4.2.1. Tampilan Visual dalam Scene ... 46

4.2.2.Level Ideologi ... 93

4.2.3.Makna Representasi Islam ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1. Kesimpulan ... 98


(7)

“Di Dunia ini Cuma ada dua orang, orang baik dan orang jahat saja selain dua itu, kita semua adalah sama”.

SCENE 2

“Disini banjir, pulanglah sana. Riswan apa yang kamu lakukan. Hebat. Kamu memompa airnya sampai keluar. Itu hebat. Jenius jenius. Dia muridku”.

SCENE 3

“Aku rindu zahir, hanya itu. Tawanya, marahnya, suara kumurnya (sambil menangis). Ayo rizu peluk ibu dua menit, hanya dua menit”.


(8)

“Ini uang zakat tahunan, dalam Islam hukumnya wajib”

SCENE 5

SCENE 6

SCENE 7


(9)

SCENE 8

SCENE 9

Laki-laki pertama (Dr. Faisal) : Dengar, dengar, dengarkan saudara-saudaraku. Aku

sudah katakan sebelumnya. Aku tidak masalah dengan kristen atau yahudi. Nyatanya, aku juga tidak masalah dengan saudara-saudara hindu.Aku banyak merawat pasien hindu di RS St. Benedic. Aku cuma marah ketika kebaikan ini tidak timbal balik kepada kita, muslim. Darahku mendidih ketika yahudi israel menindas saudara-saudara kita di Palestina atau ketika orang-orang hindu di India membantai wanita-wanita dan anak-anak kita dengan pedang mereka. Ketika itulah darahku mendidih.Tidaklah darah kalian mendidih?


(10)

bersumpah bahwa aku sudah siap. Apakah kalian semua siap?

Jamah laki-laki : Ya, kami siap. kami siap.

Laki-laki pertama (Dr. Faisal) : Allah telah meminta Ibrahim mengorbankan anaknya

dan tanpa bertanya ini-itu, Ibrahim langsung mengorbankannya. Sekarang, ini kesempatan kita ini tugas kita untuk mengucurkan darah kita demi Islam. Inilah tuntutan Allah. inilah tuntutan Islam!

Model utama laki-laki (Khan) : Tidak tidak tidak. Kamu (Dr. Faisal) pendusta. Ibuku

telah menceritakan kepadaku kisah Ibrahim AS tidak pernah ragu dalam laksanakan perintah Tuhan. Kisah itu adalah contoh kekuatan iman dan keyakinannya Itulah sebabnya walaupun dihasud oleh orang asing berkali-kali Maulana Ibrahim tidak pernah bergeser dari jalan kebenaran. Dia tidak mau mendengarkan orang asing.Dia yakin Allah tidak akan pernah membiarkan darah anaknya dikorbankan. Dan benar Allah SWT menyelamatkan Ismail. Ibuku juga berkata, ''Rizwan kisah ini menunjukkan bahwa jalan Allah adalah jalan cinta dan kasih sayang bukan kebencian dan perang.'' Kamu pendusta. Dr. Faisal Rehman adalah seorang pembohong. Kamu pendusta. Perhatikanlah. inti cerita ini sudah jelas. Dr. Faisal Rehman adalah seorang pembohong.

Jamaah laki-laki : Saudara kita ini berbicara kebenaran. Jalan Allah adalah cinta

kasih.Itulah sebabnya orang yang dicintainya disebut 'diberkati dengan kasih sayang' (SAW). Dr. Faisal Rehman adalah seorang pembohong.


(11)

SCENE 11

“Untuk sejenak aku memerangi diriku sendiri. aku ajarkan padamu identitas saat punyaku diganti dengan sangat drastis. jilbab ku bukan hanya identitas agamaku tapi bagian dari kehadiranku. itu aku”.

SCENE 12

“kita beritahu laporan untuk informasi pemerintah. kita ada aktifitas teroris. dan saat kita lakukan itu, apa yang terjadi sebelum kamu. kenapa ini ditanyakan dan ditanyakan lagi. kenapa Khan mau bertemu presiden. apa yang ada jika warga bertemu presiden. ada yang salah? atau beritahu kami Muslim tidak pernah melakukan demikian”.


(12)

“Mandira, akan ada keterlambatan bertemu presiden. Aku harus pergi ke Wilhemira, Georgia. Mama Jenny dan si rambut lucu Joel sedang ada masalah. Ada banyak air di sini Mandira. Dan aku tidak berfikir mama Jenny bisa berenang karena dia sedikit gemuk”.

SCENE 14

Perempuan : Terima kasih sudah datang, Rizwan. Tapi kamu tidak seharusnya disini, kamu harus pergi.

Laki-laki : Tidak, tidak, tidak.

Perempuan : Kamu seharusnya tidak di sini, yang satu ini tidak bisa diperbaiki, sekarang pergilah. Gereja ini akan rubuh dan kita semua akan mati.

SCENE 15


(13)

FILM “MY NAME IS KHAN” (Studi analisis semiotika tentang Representasi Aqidah

Islam)

Penelitian ini didasarkan pada sebuah fenomena mengenai muslim yang sempat dianggap sebagai agama kekerasan hingga dianggap sebagai agama teroris oleh non muslim khususnya dinegara barat. Film “My Name Is Khan” merupakan film yang berani merekam gerakan kebenaran yang terkandung dalam ajaran islam melalui tokoh-tokoh muslim dalam film tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana islam direpresentasikan dalam film hingga mampu mematahkan stereotipe negatif yang sempat muncul dimasyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode semiotik. Dimana dalam penelitian kuslitatif terdapap suatu obyek penelitiaan yang disebut corpus. Untuk menganalisi corpus, peneliti menggunakan satu metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotik analisis film dari Fiske dengan mengamati sistem tanda dalam film tersebut, lalu dimaknai dan selanjutnya diinterpretasikan. Sehingga tipe penelitian ini adalah deskriptif.

Dari hasil analisis penelitian, dihasilkan bahwa dalam film ini sifat dan sikap yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat dilihat dari kostum, aktifitas, properti, setting, dialog, teknik kamera, pencahayaan dan ideologi yang ada.

Peneliti menyimpulkan bahwa perbuatan yang sesuai dengan Aqidah Islam dalam film tersebut ditunjukkan dengan adanya sikap, cara berpikir, dan tingkah laku yang dilakukan oleh tokoh. Dimana semua tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan ajaran yang sesuai dengan Aqidah dan Syariat Islamiah, sebagaimana dijelaskan bahwa dalam Aqidah Islam tidak pernah mengajarkan untuk membeda-bedakan ras, suku maupun agama dalam memberikan bantuan.


(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Film merupakan salah media komunikasi massa (mass communication), yaitu komunikasi melalui media massa. Film berperan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, selain media elektronik dan media cetak seperti televisi, radio, majalah, koran, dan sebagainya. Film dapat dikatakan sebagai tranformasi kehidupan masyarakat, karena film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikan ke dalam layar.

Film memiliki dualisme antara lain sebagai media hiburan dan media pendidikan. Sebagai media hiburan, film ditempatkan untuk alat pelepas kepenatan dan untuk mengisi waktu senggang (santai) seseorang. Sedangkan penempatan media pendidikan seperti yang dijelaskan oleh Dennis Mcquail yaitu adanya unsur-unsur ideologi dan propaganda yang terselubung serta tersurat dalam banyak fenomena topik film, maksudnya media pendidikan merupakan segala sesuatu pesan yang terkandung dalam film mempunyai arti penting bagi khalayak untuk membedakan baik buruknya pesan yang disampaikan melalui film.

Adapun efek yang ditimbulkan dari film, bisa efek positif maupun negatif. Efek positif film bagi penontonnya dapat memberikan sumbangan yang berarti, misalnya memperkaya wawasan atau pengetahuan yang baik bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Film pendidikan, film dokumenter, film religi atau film-film yang


(15)

dan kualitas hidup yang baik. Namun film dapat pula menimbulkan efek negatif bagi khalayak. Efek negatif dapat ditimbulkan dari film yang hanya sebatas menampilkan adegan-adegan kekerasan, sadisme, seksualitas yang tidak terlalu difilter (saring) secara jeli, diskriminasi dan sejenisnya sangat jelas berbahaya jika diserap oleh khalayak (penonton) film yang kurang memahami makna tersirat yang terkandung dalam film.

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, karena film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Film memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier, artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari kehidupan masyarakat (Irwanto dalam Sobur, 2004 : 127).

Seiring dengan perkembangan, perfilman saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Banyak para pembuat film yang melahirkan film-film fenomenal yang menampilkan berbagai macam tema. Tema atau topik yang diangkat dalam film beraneka ragam, mulai dari percintaan, agama, narkoba, horror, humor hingga film yang bertema seks bebas. Dari berbagai film yang diangkat ke dalam film layar lebar tidak hanya pemikiran murni dari sang pembuat cerita, namun dari film-film tersebut merupakan penggambaran dari kehidupan nyata di masyarakat.

Beberapa tahun ini, para pembuat film berlomba-lomba menampilkan film yang fenomenal untuk menarik perhatian masyarakat dan meningkatkan nilai pasaran. Film layar lebar yang cukup fenomenal dengan menampilkan berbagai tema dan topik yang beragam dan cukup menarik perhatian besar dari masyarakat adalah film religi yang


(16)

dengan mengambil tema tentang gigolo atau laki-laki penghibur perempuan di Pantai Kuta, “Cowboy In Paradise” yang disutradarai oleh Amit Virmani.

Dan sesuai dengan hasil penelitian di Inggris baru-baru ini menyebutkan bahwa media massa dan industri film ikut berperan dalam memicu sikap anti-Islam dan kecurigaan terhadap kaum Muslimin dan orang-orang Arab. Media massa dan film kerap menggambarkan Muslim dan orang Arab sebagai orang yang berbahaya dan suka melakukan kekerasan.

Terdapat fenomena menarik yang terjadi di Festival Film Internasional Berlin tahun ini. Dalam festival kali ini, terdapat banyak film-film bertemakan Islam yang beberapa diantaranya dibuat oleh sutradara Barat. Dan film-film mereka tidak lagi menyudutkan Islam, tapi mencoba meluruskan stereotipe Barat terhadap agama Islam dan Muslim. Mereka mengangkat tema-tema Islam yang selama ini sering digambarkan secara negatif oleh media Barat, seperti identitas budaya, fundamentalisme dan tradisi membunuh dengan alasan menjaga kehormatan keluarga yang berlaku di beberapa komunitas Muslim.

Dalam Festival Film Internasional Berlin, Qurbani mengikutsertakan filmnya berjudul “Syahadat” yang menceritakan kesulitan seorang Muslim yang hidup di tengah mayoritas masyarakat yang menganut budaya Kristiani. Sutradara perempuan asal Bosnia, Jasmila Zbanic juga mengikutsertakan filmnya berjudul “Path”. Dalam filmnya, Zbanic mengeksplorasi masalah fundamentalisme, budaya dan sejarah kekerasan yang dialami masyarakat Muslim Bosnia. Sutradara lainnya yang mengangkat tema Islam adalah Feo Aladag asal Austria dengan filmnya berjudul


(17)

“When We Leave.” Film ini menceritakan tradisi membunuh orang lain untuk alasan kehormatan keluarga yang berlaku di beberapa komunitas Muslim. Media Barat selalu menggambarkan tradisi itu sebagai bagian dari ajaran Islam dan dalam filmnya Alagag ingin menjelaskan bahwa tradisi itu hanya bagian dari budaya masyarakat bersangkutan dan tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam.

Adapun kejadian pada 11 September 2001, Dimana peristiwa pengeboman WTC. Pengeboman itu dibenci dunia terlebih Amerika, sebagai biadab dan barbar buah tangan para “teroris Islam”. Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di Amerika terutama imigran asal Timur Tengah merasakan getahnya mengalami kondisi psiokologis yang sangat berat: dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.

Berdasarkan fenomena di atas , muncul sebuah karya film terbitan fox Searclight Pictures yang disutradarai oleh Karan Johar. Johar mengangkat peristiwa terbesar yang memekikkan telinga seluruh warga dunia sebagai latar belakang atau alur cerita dalam film yaitu peristiwa dibomnya WTC (World Trade Centre) milik Amerika Serikat pada 11 September 2001 yang berjudul “My Name Is Khan”.

Film ini menceritakan tentang kehidupan satu keluarga berbeda agama yang tinggal di Amerika, yaitu islam dan katolik. Keluarga Khan menjalani hidup dengan bahagia sampai pada akhirnya datang sebuah permasalahan. Tragedi 11 September merupakan musibah untuk keluarga Khan, Peristiwa WTC menyimpan misteri yang tidak terduga. Pemboman itu dibenci dunia, saat itulah kaum Muslimin di Amerika dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan dan diasosiasikan dengan teroris. Sam


(18)

pada kematian.

Maka timbullah stigma di masyarakat Amerika (non muslim) bahwa orang-orang berjenggot, bergamis, bercelana di atas mata kaki, wanita berjilbab berarti adalah teroris dan mereka mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Mulai dari pelecehan hingga kekerasan. Maka sebagian dari mereka (muslim) melepas jilbabnya dan mencukur jenggotnya agar tidak mendapatkan perlakuan yang tidak adil.

Pemain tokoh utama dalam film “My Name Is Khan” ini adalah “Khan” yang diperankan oleh Shahrukh Khan yang dianggap sebagai teroris karena agama yang dianut adalah Islam, Khan ingin memberikan bukti bahwa dalam Islam tidak mengajarkan seseorang menjadi teroris, justru Islam mengajarkan tentang nilai-nilai terpuji yang memberikan kebahagiaan bagi semua umat.

Khan berusaha membuktikan kepada dunia sebagai pemeluk Agama Islam (muslim) bukanlah seorang teroris, seperti saat Khan menolong anak kecil (kulit hitam Amerika) yang jatuh sampai tidak bisa berjalan, Khan menggendong hingga sampai ke rumah. Dan khan juga telah membantu sekelompok orang Kristen yang berlindung di suatu daerah yang terkena bencana banjir dan badai di Amerika Serikat, sendirian Khan membantu para korban, disaat bantuan dari pemerintah Amerika Serikat belum juga datang, bahkan perbuatannya tersebut mengundang perhatian media, sehingga membuat orang berbondong-bondong datang ke daerah tersebut untuk membantu para korban.

Khan memberikan bukti bahwa dalam Islam tidak diajarkan untuk membeda-bedakan antara kulit hitam dan putih, antara pria dan wanita, ningrat dan jelata, kaya


(19)

dan miskin, raja dan pengemis, timur dan barat, kuat dan lemah, terpelajar dan dungu, tua dan muda atau yang hidup sekarang atau di masa mendatang, tanpa membedakan antara suku, ras serta agama.

Film My Name Is Khan ini juga menimbulkan kontroversi di negara sendiri yaitu India, ini dikarenakan Partai Shiv Sena marah besar hanya karena Khan berkomentar bahwa para pemain cricket Pakistan seharusnya diikutsertakan dalam ajang kompetisi cricket Liga Perdana Menteri India. Kemarahan Shiv Sena terkait dengan hubungan India-Pakistan yang hingga sekarang masih dilanda perang dingin. Akibat pernyataan Khan, Partai Hindu itu berusaha untuk melarang film “My Name is Khan” diputar di India.

Film bollywood terbaru ini dinobatkan sebagai film bollywood terlaris sepanjang masa, setelah merajai bioskop-bioskop dunia, termasuk Amerika maupun Indonesia. Tiket untuk film My Name is Khan di Jerman telah ludes terjual dalam lima detik saja. Rating yang diperoleh adalah 6,2 dan hanya dalam satu minggu mampu menghasilkan 150.000.000 rupiah. Film ini menginspirasi penonton tentang kesetiaan cinta dan nilai kemanusiaan yang menjadi pengikat semua kelompok sosial keagamaan yang suka bertikai. Tidak sedikit penonton yang bercucuran air mata saat melihat film ini, My Name is Khan berbeda dengan film film Bollywood kebanyakan. Sebagian penonton pun menuturkan kalau film ini mampu memberikan pencerahan dan inspirasi kepada seluruh umat muslim, khusunya warga muslim di Amerika. Lewat media film ini lah salah satu cara untuk menyadarkan itu semua. My Name is Khan seakan mampu memperbaiki citra Islam dewasa ini.


(20)

Film ini layak menjadi pusat perhatian karena membawa isu yang termasuk isu internasional yaitu terorisme. Film yang dikemas menarik ini mendapat apresiasi yang begitu dalam dari berbagai kalangan, khususnya umat muslim yang merasa menjadi terdakwa bersama paska tragedi WTC pada 11 September silam. Meski pesan yang terdapat pada film mewakili seluruh apresiasi umat Islam namun jelas bahwa dalam alur ceritanya ada penekanan “Islam itu bukan teroris”.

Inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengambil objek penelitian ini karena pada film ini menceritakan tentang perjuangan seorang muslim dalam memberikan bukti dan juga menyadarkan pada masyarakat bahwa muslim bukanlah teroris. Hal ini, menimbulkan ketertarikan peneliti untuk mencari tahu bagaimana aqidah orang Islam (muslim) direpresentasikan dalam film “My Name Is Khan”.

Dalam penelitian ini, representasi Islam lebih di fokuskan pada tindakan serta perbuatan yang terkandung Aqidah Islam. Dimana, Islam mengajarkan nilai-nilai yang kebaikan yang sesuai yang mengarahkan manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan tanpa membedakan suku, agama, dan ras seseorang.

Representasi sendiri adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm). Film terdiri atas kode-kode yang beraneka ragam, meliputi verbal dan non verbal (visual). Karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan semiotika. Disini peneliti ingin mengekplorasi makna dari bentuk-bentuk visual yang tampak dalam film tersebut.


(21)

makna (Sobur, 2003 : 15). Sebuah tanda menunjuk pada sesuatu selain dirinya sendiri yang mewakili barang atau sesuatu yang lain itu, dan sebuah makna merupakan penghubung antara suatu objek dengan suatu tanda. Dengan pendekatan teori semiotika diharapkan dapat diketahui dasar keselarasan antara tanda verbal dengan tanda visual untuk mendukung kesatuan penampilan film serta mengetahui hubungan antara jumlah muatan isi pesan (verbal dan visual) dengan tingkat kreativitas pembuatan film.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan film, disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan, dan dicari hubungan antara yang satu dengan lainnya.

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin memaknai film “My Name Is Khan”, oleh karena itu yang sesuai adalah dengan menggunakan metode semiotik yang dikemukakan oleh John Fiske. Dengan menggunakan metode ini memungkinkan peneliti untuk mengetahui dan melihat lebih jelas bagaimana sebuah pesan diorganisasikan, digunakan, dan dipahami.

Penelitian ini mengambil judul REPRESENTASI AQIDAH ISLAM DALAM FILM “MY NAME IS KHAN” (Studi Semiotik tentang Representasi Aqidah Islam dalam Film “My Name Is Khan”).


(22)

penggambarkan tentang aturan serta tingkah laku yang sesuai dengan aqidah dan syariat islam yaitu adegan yang menggambarkan tentang ajaran nilai-nilai kebaikan sesuai dengan keyakinan dan keimanan seseorang yang mengarahkan manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan tanpa membedakan suku, agama, dan ras seseorang baik dalam berbicara maupun berperilaku.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah Aqidah Islam di representasikan dalam film “My Name Is Khan”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Aqidah Islam seseorang direpresentasikan dalam Film “My Name is Khan”?.


(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Akademis

1. Menambah literatur penelitian kualitatif dan diharapkan dapat memberikan sumbangan landasan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai studi analisis semiotik John Fiske.

2. Pemahaman ilmiah bahwa film sebagai media komunikasi akan dipahami secara berbeda sesuai konteks budaya masing-masing individu.

3. Memperkaya wawasan tentang perspektif Aqidah Islam dalam tema perfilman.

Manfaat Praktis

1. Memberikan pemahaman tentang representasi Aqidah Islam dalam film “My Name Is Khan”.

2. Sebagai masukan dan evaluasi bagi tim produksi film “My Name Is Khan”, guna menjaga keseimbangan antara kreatifitas seni dan tanggung jawab sosial.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. `Landasan Teori

2.1.1 Film Sebagai media Komunikasi Massa

Film merupakan salah satu bentuk komunikasi massa modern yang kedua muncul didunia (Sobur, 2004:126). Film adalah bentuk komunikasi massa elektronik yang berupa media audio visual. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang telah menjadi kebiasaan yang terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail, 1994:13).

Saat ini perkembangan film sangat pesat, sehingga memunculkan barbagai ahli untuk menganalisa suatu film. Film merupakan media yang dapat mempertunjukkan dengan jelas tingkah laku dan dapat mendengarkan suara, sehingga apa yang dilihat dalam film seolah-olah kejadian nyata dan terjadi di depan mata (Effendy, 2000:207). Film merupakan potret dari masyarakat di mana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar (Irawanto, 1999:13). Film dapat didefinisikan pula sebagai media komunikasi massa yang berisi gambar bergerak yang terbuat dari


(25)

celluloid transparant dalam jumlah banyak, yang apabila digerakkan melalui cahayanya yang kuat akan tampak seperti gambar hidup.

Film yang dimaksud dalam penelitian ini adalah film teatrikal, jenis film cerita yaitu film yang menyajikan suatu cerita dan diproduksi secara khusus untuk pertunjukkan di gedung-gedung bioskop atau cinema. Film jenis ini berbeda dengan FTV atau sinetron (sinema elektronik) yang khusus dibuat untuk siaran itu. Film teatrikal dibuat secara mekanik, sedangkan FTV dibuat secara elektronik (Effendy, 1993:201).

Terdapat beberapa perspektif yang dikemukakan oleh para ahli saat memandang sebuah film sebagai media massa. Perspektif yang pertama, memandang bahwa apabila dilihat dari isi pesannya, film sesungguhnya merupakan pencerminan (refleksi) dari sebuah masyarakat, yaitu masyarakat tempat membuat film itu sendiri, dalam arti tempat sineas, pendukung dan awak produksi di dalamnya (Jowett, 1971:74).

Media massa telah lama dianggap sebagai pembentuk masyarakat, demikian halnya dengan film. Film dipandang sebagai media yang selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat melalui muatan pesan yang dikandungnya (Jowett dan Linton, 1980:74). Oleh karena itu hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier, yaitu film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya (sobur, 2006:127).


(26)

2.1.2 Teori Konstruksi Realitas Sosial

Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya tersebut. Baik realitas dalam bentuk imajinasi maupun kelompok dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan pada individu tentang jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa diakan datang. Sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan citra bergerak (moving

image) namun juga telah diikuti oleh kepentingan tentang politik, kapitalisme, hak asasi

manusia atau gaya hidup. Film juga dianggap bisa mewakili citra atau identitas komunikasi tertentu. Bahkan bisa membentuk komunitas sendiri, komunikasi sifatnya yang universal. Meskipun demikian, film juga bukan menimbulkan dampak negatif (Victor C. Mambor: http:f/situs kunci.tripod.com/teks/victor1.htm).

Teori konstruksi realitas sosial diperkenalkan oleh Peter L. Berger, seorang sosiologi intepretatif. Bersama Thomas Luckman, ia menulis sebuah risalat teoritis utamanya, The Social Construction of Reality (1966). Menurut berger, realitas sosial eksis dengan sendirinya dan dalam model strukturalitas, dunia sosial secara obyektif memang ada tapi maknanya berasal oleh hubungan subyektif (individu) dengan dunia obyektif (Poloma, 2000:299).

Teknik utama dari Berger merupakan individu adalah produk masyarakat, dan masyarakat adalah produk manusia. Manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi kembali terhadap


(27)

penghasilannya. Sebaliknya manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat (Eriyanto, 2002:13).

Seperti dikatakan Peter Dahlgren, realitas sosial menurut pandangan konstrukvis (fenomoenologis) setidaknya sebagian adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa. Makna adalah suatu konstruksi, meskipun terkadang rentan dan salah satu cara mendasar kita dalam menghasilkan makna mengenai dunia nyata adalah lewat media massa peristiwa-peristiwa yang ditangkap media massa, berita sekalipun jelas bukan peristiwa sebenarnya, baik dilihat dari urutannya maupun durasinya.

Berger dan Luckman merinkas teori dengan menyatakan realitas terbentuk secara sosial. Mereka mengakui realitas obyektif dengan membatasi realitas sebagai kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang dianggap berada di luar kemampuan individu. Menurut Berger, semua individu mencari pengetahuan atau kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan memiliki karakteristik yang khusus dalam kehidupan sehari-hari.

Berger setuju dengan pernyataan fenomologis bahwa terdapat realitas ganda daripada hanya realitas tunggal. Berger bersama Garfinkel berpendapat bahwa ada realitas kehidupan sehari-hari yang diabaikan, yang sebenarnya merupakan realitas yang lebih penting. Realitas ini dianggap sebagai realitas yang teratur dan terpola, biasanya diterima begitu saja dan non-problematis, sebab dalam interaksi-interaksi yang terpola (typified) realitas sama-sama dimiliki dengan oranglain. Akan tetapi, berbeda dengan Garfinkel, Berger menegaskan bahwa realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi-dimensi subyektif dan obyektif manusia merupakan instrumen dalam


(28)

menciptakan realitas sosial yang obyektif melalui proses eksternalisasi. Dalam model dislektis, Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia sebagai produk masyarakat (Poloma, 2000:301).

Bagi Berger, proses dialeksis dalam kontruksi realitas sosial mempunyai tiga tahap: pertama eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan, ekspedisi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam negara, mental maupun fisik. Kedua, obyektifikasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia. Hasil itu menghasilkan si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Ketiga, internalisasi yaitu penyerapan kembali dunia obyektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subyektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dunia yang telah terobyektifkan tersebut akan dianggap sebagai gejala internal bagi kesadaran melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat (Eriyanto, 2002:14).

Dalam sejarah umat manusia, obyektifitas, internalisasi, dan eksternalisasi merupakan tiga proses yang berjalan terus. Proses ini merupakan perubahan dialektis yang berjalan lambat, di luar sana tetap dunia sosial obyektif yang membentuk individu, dalam arti manusia dala produk dari masyarakatnya. Beberapa dari dunia sosial ini eksis dalam bentuk hukum yang mencerminkan norma-norma sosial. Aspek lain dari realitas obyektif bukan sebagai realitas yang langsung dapat diketahui, tapi bisa mempengaruhi nilai sosial. Realitas obyektif ini di internalisir oleh anak-anak melalui proses sosialisasi dan disaat dewasa merekapun tetap menginternalisir situasi-situasi baru yang individu temui dalam dunia sosialnya. Dengan kata lain, proses


(29)

sosialisasi bukan merupakan suatu keberhasilan yang tuntas manusia memiliki peluang untuk mengekspresikan atau secara kolektif membentuk dunia sosial mereka. Eksternalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan aturan sosial (Poloma, 2000:316).

2.1.3 Representasi

Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm diakses 02 Juni 2010).

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut 'pengalaman berbagi'. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam 'bahasa' yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm diakses 02 Juni 2010).

Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental. Yaitu konsep tentang 'sesuatu' yang ada di kepala kita masing-masing (peta


(30)

konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, 'bahasa', yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam 'bahasa' yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem 'peta konseptual' kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara 'peta konseptual' dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara 'sesuatu', ‘peta konseptual', dan 'bahasa/simbol' adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.

Representasi merupakan salah satu proses dalam sirkuit budaya (circuit of

culture). Melalui representasi, maka makna (meaning) dapat berfungsi dan pada

akhirnya diungkap. Representasi disampaikan melalui tanda-tanda (signs). Tanda (signs) tersebut seperti bunyi, kata, tulisan, ekspresi, sikap, pakaian, dan sebagainya merupakan bagian dari dunia material kita (Hall, 1997). Tanda-tanda tersebut merupakan media yang membawa makna-makna tertentu dan merepresentasikan

‘meaning’ tertentu yang ingin disampaikan kepada dan oleh kita. Melalui tanda-tanda

tersebut, kita dapat merepresentasikan pikiran, perasaan, dan tindakan kita. (http://www.readingculture.net/index.php?option=com_content&task=view&itemid=43 diakses 02 Juni 2010).


(31)

Representasi berasumsi bahwa praktik pemaknaan berbentuk menjelaskan atau menguraikan objek atau praktik lain di dunia nyata. Representasi membangun kebudayaan, makna, dan pengetahuan (Barker, Chris, 2004 : 414). Bagaimana dunia dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh individu. Mengharuskan adanya ekplorasi pembentukan makna tekstual. Serta menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi memiliki materialitas tertentu, yang melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah dan program televisi. Representasi diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks tertentu (Barker, Chris, 2004 : 9).

2.1.4 Aqidah

Secara terminologi, devinisi aqidah adalah keimanan yang kokoh dan ketetapan yang pasti yang tidak mengandung suatu keraguan sedikitpun. Itulah yang diimani oleh seseorang yang hatinya sudah terpaku olehnya (aqidah) dan menjadikannya sebagai madzahab dan agama. Jika keimanan yang kokoh dan ketetapan yang pasti itu benar, maka otomatis aqidahnya juga benar.

Aqidah secara bahasa dapat diartikan sebagai suatu keyakinan atau keimanan. Secara istilah berarti suatu keyakinan yang kokoh yang ada dalam hati sanubari, digetarkan akal yang sehat, diucapkan lidah, dan diwujudkan dalam perbuatan nyata. Jadi komponen aqidah ada 3 yakni hati atau akal, lidah, dan seluruh anggota tubuh.

Akidah sebagai pokok pembahasan adalah sesuatu (ajaran) yang hati nurani seseorang terikat padanya. Atau, sesuatu (ajaran) yang menjadikan manusia beragama dan terikat kepadanya. Maka kalau dikatakan ajaran akidah Islam berarti, ajaran Islam


(32)

tentang pokok-pokok keimanan yang terangkum dalam insitusi keimanan (credo institution atau rukun iman) yang mutlak benar dan mutlak mengikat, sehingga ia harus diyakini, dinyatakan dan diwujudkan ke dalam perbuatan.

Oleh karena itu, pelaksanaan aspek syari'ah baik berupa akidah-akidah murni, seperti shalat, puasa dan sebagainya maupun kaidah-kaidah kemasyarakat lainnya, seperti ikatan perkawinan, waris-mewaris dan sebagainya, tidak boleh ke luar dari ketentuan-ketentuan akidah tersebut. Dengan kata lain, pelaksanaan aspek syari'ah itu tidak akan berdimensi vertikal selain yang horisontal kecuali dilandasi dengan akidah yang benar. dengan demikian, akidah yang menduduki posisi pertama harus diyakini oleh setiap orang mu'min.

Sedangkan pemikiran akidah Islam adalah ketetapan-ketetapan hasil pemikiran yang diyakini sebagai kebenaran berdasarkan dalil yang tekstual dan rasional tentang pokok-pokok ajaran akidah itu sendiri. Dari pengertian (batasan) tersebut, jelas adanya perbedaan antara keduanya (ajaran dan pemikiran) dan karenanya, perlu diutarakan sekitar aspek-aspek perbedaannya itu.

Ada empat jenis akidah yang harus kita miliki yakni:

1. Aqidah Ilahiyah (Bersifat Ketuhanan) : Maksudnya seseorang yang dalam keadaan

sadar meyakini, memahami, menjiwai dan mengamalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kapasitas Allah sebagai Tuhan. Ia meliputi Syariah Allah (ketetapan atau aturan yang berupa perintah, larangan, anjuran, janji, ancaman, dan kehendak), Sifat-sifat Allah, Nama-nama Allah dan Otorisasi Allah.


(33)

2.Aqidah Nubuwah : Meyakini, memahami, menjiwai dan mengamalkan yang

berhubungan dengan nabi. Ia meliputi segala ketetapan (perintah, anjuran, ancaman, larangan, janji, prediksi), Sifat (Sidiq, amanah, tablig, fathonah), Keistimewaan, kemuliaan, akhlaqnya serta ucapan, sikap, dan perbuatannya.

3. Aqidah Ruhaniyah (Metafisis): Meyakini, menjiwai, memahami, segala sesuatu yang

bersifat ghoib (tidak terdeteksi oleh panca indera). Misalnya pahala, dosa, surga, neraka, adanya Alloh, malaikat, Jin, adanya alam kubur, adanya kiamat masa kebangkitan dan alam akhirat.

4. Akidah Samiyyah (Pendengaran) : Meyakini apa yang didengar atau diperoleh dari

al-Quran dan as sunnah tanpa ada keraguan sedikitpun.

Dalam akidah islamiah juga terdapat toleransi beragama, yaitu sifat saling mengormati atau tolong menolong terhadap orang yang seagama (sesama muslim) maupun yang beragama lain (non muslim).

Perspektif ajaran Islam tentang toleransi antar umat beragama terkait erat dengan doktrin Islam tentang hubungan antara sesama umat manusia dan hubungan Islam dengan agama-agama lain. Perspektif Islam tentang toleransi beragama sebenarnya bukan berangkat dari aspek teologis semata, tetapi juga berpijak pada aspek kemanusiaan itu sendiri, sementara di sisi lain juga tidak mengabaikan pengalaman historis manusia dalam pergaulan hidup, terutama dalam kehidupan beragama.

Hubungan persaudaraan antara Muslim dan non-Muslim sama sekali tidak dilarang oleh Islam, selam pihak lain menghormati hak-hak kaum Muslim: ”Allah tidak


(34)

melarang kamu berbuat baik dan berbuat adil (memberikan sebagian hartamu) kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah 60:8). Bahkan, Al-Quran mengajarkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya untuk menyampaikan kepada penganut agama lain, setelah kalimatun sawa’ tidak dicapai: ”Kami atau kamu pasti berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata. Katakanlah, ’Kamu tidak akan ditanyai (bertanggungjawab) tentang dosa yang kami perbuat, dan kami tidak akan ditanyai (pula) tentang dosa yang kamu perbuat.’ Katakanlah, Tuhan kita akan menghimpun kita semua, kemudian menetapkan dengan benar (siapa yang benar dan yang salah) dan Dialah Maha Pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui.” (QS. Saba 34:24-26).

Sikap toleransi lainnya yang boleh dilakukan muslim terhadap non muslim sesuai Aqidah Islamiah adalah berdoa yang ditujukan kepada non muslim. Mendoakan orang lain hukumnya tentu baik dan berpahala. Termasuk juga mendoakan hal-hal yang baik buat seorang non muslim sekalipun. Misalnya mendoakan kesembuhannya bila sakit atau bisa terbebas dari kesulitan duniawi lainnya. Dan yang paling utama adalah mendoakannya agar mendapat hidayah dari Allah sehingga bisa memeluk Islam.

Tentu doa ini tidak ada kaitannya dengan aqidah, melainkan lebih merupakan sebuah doa yang bersifat kemanusiaan, di mana sebagai sesama manusia, wajarlah bila saling tolong dengan sesama. Bahkan sebagai muslim diwajibkan untuk melindungi kafir zimmi segala hal yang mencelakakan mereka. Bahkan kalau sampai ada pihak umat Islam yang menyakiti kafir zimmi yang berada dalam perlindungan umat Islam,


(35)

maka yang memerangi itu harus diperangi. Maka mendoakan kebaikan duniawi buat mereka tentu saja merupakan hal yang wajar dan diperbolehkan.

Batas yang tidak boleh adalah memohonkan ampunan bagi orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya. Meski pun yang kafir itu masih saudara kita sendiri. Dan dalam konteks itulah Allah SWT melarang Nabi Ibrahim mendoakan dan memintakan ampunan bagi ayahnya yang kafir. Berkata Ibrahim, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam”. Dan permintaan ampun dari Ibrahim untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

Ungkapan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un bukan doa dan sama sekali tidak bermaksud mendoakan orang yang wafat, melainkan ungkapan zikir biasa yang dikaitkan dalam konteks bila ada yang wafat. Sedangkan yang wafat itu beragama apapun, tidaklah menjadi masalah. Sebab makna lafaz dari hanyalah ungkapan bahwa kita ini semua milik Allah dan kita pasti akan kembali kepadan-Nya. Bahwa seorang mati dalam keadaan beriman atau tidak beriman, itu urusan masing-masing. Selama lafaz itu tidak bermakna doa atau memohonkan ampunan, tentu tidak terkena larangan.


(36)

Namun bila diteruskan dengan ungkapan lain, seperti: semoga arwahnya diterima di sisi tuhan , tentu saja haram hukumnya. Sebab siapapun yang meninggal bukan sebagai muslim, sudah pasti arwahnya tidak akan diterima Allah. Tapi bukan gentayangan, melainkan tidak diterima sebagai hamba yang baik, sebaliknya diterima sebagai hamba yang kafir, ingkar dan sudah pasti 100% masuk neraka. Dan tanpa kemungkinan untuk diampuni lagi dosanya.

Demikian juga bila harapan seseorang adalah: Semoga arwahnya tenang di sisi-Nya , tentu saja tidak boleh. Sebab dalam pandangan aqidah islamiah, seorang yang mati dalam keadaan kafir, arwahnya tidak akan tenang. Sebab mereka harus berhadapan dengan malaikat azab. Jadi tidak layak kalau dimakamnya ditulis: RIP , yang benar adalah RIF. Apa yang disampaikan ini bukan berarti muslim harus membenci non muslim. Sama sekali tidak. Namun tema ini adalah bagian dari aqidah seorang muslim, untuk membedakan bahwa Agama Islam itu tidak sama dengan agama lain. Bedanya jelas, yang muslim kalau mati masuk surga sedangkan yang bukan muslim matinya pasti masuk neraka. Jadi ungkapan bahwa semua agama itu sama adalah ungkapan yang sesat dan menyesatkan. Tetapi kalau muslim sampaikan rasa bela sungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan, misalnya dengan ucapan turut berduka cita, seperti yang umumnya tertulis di karangan bunga, tentu tidak menjadi masalah. Toh, ungkapan ini juga bukan doa melainkan hanya ungkapan rasa simpati sebagai sesama manusia biasa. Bahkan kalaupun kita mohon kepada Allah SWT agar keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran, tentu saja tidak mengapa.


(37)

Adapun lima perkara yang wajib dilakukan oleh seorang muslim antara lain :  Mengucap dua kalimat syahadat dan menerima bahwa Allah itu tunggal dan Nabi Muhammad s.a.w itu rasul Allah. Menunaikan shalat lima kali sehari. Mengeluarkan zakat. Berpuasa pada bulan Ramadhan. Menunaikan Haji bagi mereka yang mampu.

1. Syahadat

Rukun pertama : Bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah secara hak melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Syahadat (persaksian) ini memiliki makna yang harus diketahui seorang muslim berikut diamalkannya. Adapun orang yang mengucapkannya secara lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.

Makna "La ilaha Illallah Yaitu; tidak ada yang berhak diibadahi secara hak di bumi maupun di langit melainkan Allah semata. Dialah ilah yang hak sedang ilah (sesembahan) selain-Nya adalah batil. Sedang Ilah maknanya ma’bud (yang diibadahi). Artinya secara harfiah adalah: "Tiada Tuhan Selain ALLAH". Orang yang beribadah kepada selain Allah adalah kafir dan musyrik terhadap Allah sekalipun yang dia sembah itu seorang nabi atau wali. Sekalipun ia beralasan supaya bisa mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan bertawasul kepadanya. Sebab orang-orang musyrik yang dulu menyelisihi Rasul, mereka tidak menyembah para nabi dan wali dan orang soleh melainkan dengan memakai alasan ini. Akan tetapi itu merupakan alasan batil lagi tertolak. Sebab mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan bertawasul kepada-Nya tidak boleh dengan cara menyelewengkan ibadah kepada selain Allah.


(38)

Makna Syahadat “Muhammad Rasulullah”

Makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad utusan Allah kepada seluruh manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah, sekaligus rasul yang tidak boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti. Siapa yang menaatinya masuk surga dan siapa yang mendurhakainya masuk neraka. Selain itu anda juga mengetahui dan meyakini bahwa sumber pengambilan syariat sama saja apakah mengenai syiar-syiar ibadah ritual yang diperintahkan Allah maupun aturan hukum dan syariat dalam segala sector maupun mengenai keputusan halal dan haram. Semua itu tidak boleh kecuali lewat utusan Allah yang bisa menyampaikan syariat-Nya. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh menerima satu syariatpun yang datang bukan lewat Rasul SAW.

2. Salat

Salat lima waktu sehari semalam yang Allah syariatkan untuk menjadi sarana interaksi antara Allah dengan seorang muslim dimana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Juga untuk menjadi sarana pencegah bagi seorang muslim dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh kedamaian jiwa dan badan yang dapat membahagiakannya di dunia dan akhirat. Allah mensyariatkan dalam salat, suci badan, pakaian, dan tempat yang digunakan untuk salat. Maka seorang muslim membersihkan diri dengan air suci dari semua barang najis seperti air kecil dan besar dalam rangka mensucikan badannya dari najis lahir dan hatinya dari najis batin.


(39)

3. Puasa

Puasa pada bulan Ramadhan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah. Sifat puasa: Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh (fajar) terang. Kemudian menahan dari makan, minum dan jima’ (hubungan lain jenis) hingga terbenamnya matahari kemudian berbuka. Ia kerjakan hal itu selama hari bulan Romadhon. Dengan itu ia menghendaki ridho Allah ta’ala dan beribadah kepada-Nya. Dalam puasa terdapat beberapa manfaat tak terhingga. Diantara yang terpenting : Merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Seorang hamba meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu diantara sarana terbesar mencapai taqwa kepada Allah ta’ala. Adapun manfaat puasa dari sudut kesehatan, ekonomi, sosial maka amat banyak. Tidak ada yang dapat mengetahuinya selain mereka yang berpuasa atas dorongan akidah dan iman.

4. Zakat

Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an. Nishab emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-


(40)

buahan 10 % dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5 % pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba air. Diantara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya

5. Haji

Rukun Islam kelima adalah haji ke baitullah Mekkah sekali seumur hidup. Adapun lebihnya maka merupakan sunnah. Dalam ibadah haji terdapat manfaat tak terhingga : Pertama, haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala dengan ruh, badan dan harta. Kedua, ketika haji kaum muslimin dari segala penjuru dapat berkumpul dan bertemu di satu tempat. Mereka mengenakan satu pakaian dan menyembah satu Robb dalam satu waktu. Tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, kaya maupun miskin, kulit putih maupun kulit hitam. Semua merupakan makhluk dan hamba Allah. Sehingga kaum muslimin dapat bertaaruf (saling kenal) dan taawun (saling tolong menolong). Mereka sama-sama mengingat pada hari Allah membangkitkan mereka semuanya dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat untuk diadakan hisab (penghitungan amal) sehingga mereka mengadakan persiapan untuk kehidupan setelah mati dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala.


(41)

2.1.5 Islam

Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme (http://id.wikipedia.org/wiki/Islam). Dalam kamus modern bahasa Indonesia, Islam berarti damai; tenteram; agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan kitab suci Al-Quran.

Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasulNya untuk diajarkan kepada manusia yang dibawa dari generasi-generasi, dari angkatan ke angkatan berikutnya. Islam merupakan hidayah (petunjuk) bagi seluruh manusia di kehidupan dunia. Merupakan manifestasi dari sifat Rahman dan Rahim (kasih sayang) Allah SWT. Islam sebelum di utus Muhammad SAW bersifat lokal yakni hanya untuk kepentingan suku, bangsa dan daerah-daerah tertentu saja serta terbatas periodenya. Islam yang disampaikan rasul secara estafet bagaikan mata rantai yang sambung menyambung tetapi mereka dalam satu kesatuan tugas yang diemban yaitu risalah ilahiyah (tauhid) yang menyampaikan ajaran dan peringatan bagi manusia. Di samping itu dilengkapi dengan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dari Tuhan berdasarkan atas hajat dan kebutuhan masa itu. Ketika islam datang kepangkuan risalah Muhammad SAW, Islam menjadi agama universal atas berbagai suku dan golongan dimuka bumi dan akan disampaikan kepada manusia hingga akhir zaman (http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab3-agama_islam.pdf).


(42)

Islam juga berarti sebuah agama yang mendidik serta membimbing manusia menuju jalan yang lurus, akhlak yang mulia, dan kebahagiaan hidup yang hakiki. Hanya dengan berislam, seseorang mampu meraih kebahagiaan ganda baik didunia maupun diakhirat (Mahalli, 2002 : 36).

Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Adapun menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian: Pertama, Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah di-tentukan dan ditakdirkan. Menurut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah, definisi Islam adalah "Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan men-tauhidkan-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya"

Kedua, Apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan harta-nya, baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati. Sebagaimana firman Allah: “Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu.Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Al-


(43)

Hujuraat : 14], (http://www.almanhaj.or.id/content/712/slash/0).

Islam berdasakan atas dua realitas. Pertama, keberkahan yang diberkahi oleh Nabi Muhammad SAW, yang terpilih tepat 14 abad yang lalu untuk menyampaikan perintah suci Illahi dan untuk menjadi pemimpin umat manusia. Kedua, Al-Quran, buku dari Tuhan yang merupakan mukjizat abadi Nabi yang berisi kata-kata Tuhan dalam bentuk ajaran-ajaran praktis, intelektual, dan bersifat universal. Kedua realita ini harus dianggap sebagai salah satu faktor terpenting dalam perkembangan dan penyempurnaan kehidupan manusia (Thabathaba’i, 1993:17).

Islam juga merupakan agama yang menyeimbangkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan dan hubungan horisontal manusia dengan sesamanya. Aspek vertikal merupakan ajaran Islam yang berisi seperangkat kewajiban manusia kepada Tuhan, sementara aspek horisontal berisi tuntunan yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan juga hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Mulia, 2004 : 2).

2.1.6 Respon Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai suatu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna (http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna.html diakses 02 juni 2010) :

1. Merah

Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya. Warna merah jika dikombinasikan dengan putih akan mempunyai arti ’bahagia’ di budaya Oriental.


(44)

2. Biru

Kepercayaan, konservatif, keamanan, tekhnologi, kebersihan, dan keteraturan.

3. Hijau

Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan.

4. Kuning

Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut (untuk budaya barat), pengkhianatan.

5. Unggu atau Jingga

Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekerasan, keangkuhan.

6. Orange

Energi, keseimbangan, kehangatan.

7. Coklat

Tanah atau bumi, reliability, comfort, daya tahan.

8. Abu-abu

Intelek, masa depan (seperti warna milenium), kesederhanaan, kesedihan.

9. Putih

Kesucian, kebersihan, ketepatan, ketidakbersalahan, steril, kematian.

10.Hitam

Power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan.


(45)

Warna dan artinya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek, hampir semua bangsa didunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni (Cangara, 2005 : 109).

2.1.7 Semiotik Film John Fiske

Secara etimologis, istilah Semiotik berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco dalam Alex Sobur, 2002:95).

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco dalam Alex Sobur, 2002:95). Pengertian lain yang dikemukakan Van Zoest mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya : cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya”.

Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study

of signs) pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun

yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna (Scholes dan Budiman, 2004 : 3).


(46)

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske, 2006 : 9).

Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya Indonesia. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan buka kejelasansebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik.

Menurut Fiske dalam bukunya berjudul Television Cultural, analisis semiotik pada sinema atau film layar lebar (wide screen) disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan di televisi. Fiske mengkategorikan sign pada film ke dalam tiga kategori, yakni kode sosial (social codes), kode teknis (technical codes), dan kode-kode representasi (representational codes). Kode-kode-kode tersebut bekerja dalam sebuah struktur hierarki yang kompleks (Fiske, 1990 : 40, dalam Mawardhani, 2006 : 39). Analisis yang dilakukan pada film ”My Name Is Khan” ini dapat terbagi menjadi beberapa level, yaitu :


(47)

1. Level Realitas (reality)

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up yang digunakan pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis (Fiske, 1990 : 40).

2. Level Representasi (representation)

Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Level representasi meliputi :

a. Teknik Kamera

Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi :

1. Long Shot (LS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia

maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long Shot (ELS), mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk pada body

language, ekspresi tubuh, gerak cara berjalan dan sebagainya dari ujung

rambut sampai kaki) yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan tersebut.


(48)

2. Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah

manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium Shot (WMS), gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan gambar medium shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan

long shot.

3. Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia,

maka dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar close up menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.

4. Ekstrem Close-Up, menggambarkan secara detail ekspresi pemain dari

suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya mata, bibir, tangan dan sebagainya).

b. Pencahayaan

Cahaya menjadi salah satu unsur media visual, karena cahayalah informasi bisa dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda bisa dilihat. Maka penyajian film juga, pada mulanya disebut sebagai “painting withlight”, melukis dengan cahaya. Namun dalam perkembangannya bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau atmosfer set dan bisa menunjang dramatik adegan (Biran, 2006 : 43).


(49)

c. Penata Suara d. Teknik Editing e. Penataan Musik

Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada penata suara, teknik editing dan penataan musik yang ada dalam level representasi, karena ketiganya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi Islam dalam Film “My Name Is Khan”.

3. Level Ideologi (ideology)

Level ideologi diorganisasikan ke dalam kesatuan (coherens) dan penerimaan sosial (social acceptability) seperti individualism, kelas patriarki, gender, ras,

materialism, capitlism dan sebagainya.

2.1.8 Film My Name Is Khan

Film my name is khan di produksi oleh Fox Searchlight Pictures dengan durasi sekitar 160 menit. Pemainnya antara lain : Shahrukh Khan, Kajol, Shabana Azmi, Sonya Jehan, Jimmy Shergill. Film ini di sutradarai oleh Karan Johar. Dan ide cerita ditulis oleh Shibani Bathij.

Film dimulai saat seorang anak, Rizwan Khan (Tanay Chheda), seorang muslim yang mengidap sindrom Asperger, hidup bersama ibunya (Zarina Wahab) di wilayah.

Borivali di Mumbai. Khan menjalani kehidupan menyenangkan berkat perhatian penuh sang ibu. Namun, tak urung dia mengalami kesulitan bersosialisasi akibat sindrom itu.


(50)

Saat ia dewasa (Shahrukh Khan), Rizwan pindah ke San Fransisko dan hidup bersama adik dan iparnya. Hingga perjalanan waktu pun mempertemukan Khan dengan Mandira, seorang perempuan Hindu dan putranya, Sameer atau Sam. Pertemuan yang akhirnya berujung pada pernikahan keduanya. Dengan sukarela, Mandira dan Sam menambahkan nama ‘Khan’ di belakang nama mereka. Nama yang menegaskan mereka adalah keluarga dari pria Muslim bernama Rizwan Khan.

Hari demi hari mereka lakoni dengan indah hingga tibalah hari petaka itu. Tragedi 11 September bak dentang kematian untuk mereka.Sam menjadi bulan-bulanan di sekolah. Dia pun menjadi korban dari kekerasan rasial hingga berujung pada kematiannya. Mandira lantas menuding Khan sebagai penyebab kematian putranya. ”Saya seharusnya tidak menikahi seorang pria Muslim,” teriaknya. Dia meminta Khan agar pergi dari hidupnya. Ketika Khan menanyakan apa yang harus dilakukannya agar dia tetap menjadi bagian dari kehidupan sang istri, Mandiri punya satu syarat. Khan harus mengatakan pada seluruh orang di Amerika, termasuk Presiden, bahwa nama dia Khan dan dia bukan seorang teroris (http://www.lintasberita.com/go/979868).

2.2 Kerangka Berpikir

Film memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier, artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Adapun efek yang ditimbulkan dari film, bisa efek positif maupun negatif. Tema atau topik yang diangkat dalam film beraneka ragam, Dan sesuai hasil


(51)

penelitian di Inggris media massa dan film kerap menggambarkan Muslim dan orang Arab sebagai orang yang berbahaya dan suka melakukan kekerasan.

Muslim dan teroris kali ini sungguh sulit untuk dipisahkan terlebih dari pandangan atau frame negara-negara Barat, dimana seseorang yang beragama Islam di anggap sebagai teroris, padahal persepsi yang dibentuk tersebut tidak benar, karena Islam adalah suatu keyakinan yang mengajarkan tentang kedamaian dunia yang mengarahkan manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan. Islam merupakan agama sederhana dan jelas ajarannya. Keasliannya tetap terjaga dan terlindungi. Islam sanggup memberi kepuasan dalam mencapai cita-cita dan tujuan misalnya kemajuan, kesempurnaan dan kesejahteraan lahir dan batin (Mubjab Mahalli, 2002 : 35).

Fenomena tentang Aqidah Islam sangat menarik untuk divisualisasikan dalam sebuah karya yaitu dengan pembuatan film, salah satunya film “My Name Is Khan”. dalam film tersebut yaitu adegan-adegan yang berisi tentang amalan serta tingkah laku yang sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai kebaikan yang telah terkandung dalam kitab suci Al-Quran dan Hadist tentang bagaimana seseorang memberikan pengertian dan amalan yang benar, bagaimana seseorang saling menolong satu sama lain baik seagama maupun berbeda agama, dan menjalankan apa yang diwajibkan serta mampu menjauhi apa yang dilarang dalam islam.

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa untuk mengerti dan memahami beberapa bentuk visual yang merepresentasikan aqidah islam dalam film “My Name Is Khan”, peneliti menggunakan metode analisis semiotikfilm yang dikemukakan oleh John Fiske. Analisis ini terbagi menjadi level realitas dan level representasi.


(52)

METODE PENELITIAN

3.1. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2002 : 3) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif mempunyai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan, tulisan serta gambar dan bukan angka-angka dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.

Metode penelitian kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar, simbol dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Metodologi analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual tertentu. Metode kualitatif ini, merujuk pada metode analisis dokumen untuk menanamkan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis dokumen untuk memahami makna.

Di dalam representasi Aqidah Islam dalam film “My Name Is Khan” ini harus diketahui tanda-tanda yang ada di dalamnya, adapun digunakannya metode deskriptif kualitatif dikarenakan metode ini akan lebih muda menyesuaikan apabila ditemukan kenyataan ganda selain itu metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 2002 : 5), selanjutnya akan menjadi korpus dalam penelitian ini. Kemudian secara khusus penelitian menggunakan metode penelitian analisis semiotika film yang dikemukakan oleh John Fiske, untuk menginterpretasikan atau memaknai Aqidah Islam dalam film “My Name Is Khan”.


(53)

3.2.1. Corpus

Di dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut Corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap, Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2000 : 70).

Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dalam penelitian ini adalah scene-scene yang menggambarkan tingkah laku muslim yang sesuai dengan aqidah islam dalam film “My Name Is Khan”

3.2.2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah keseluruhan tanda dan lambang berdasarkan pembagian level analisis oleh John Fiske, yang terdapat pada tokoh sebagai sosok pelaku yang bertingkah laku sesuai aqidah Islam dalam film “My Name Is Khan” dan kemudian diinterpretasikan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi dan mengamati film “My Name Is Khan” secara langsung, serta melakukan kepustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.


(54)

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan berdasarkan sign atau sistem tanda yang tampak pada individu muslim sebagai sosok pelaku Aqidah Islam. Film “My Name Is Khan” akan di teliti dengan menggunakan kerangka analisis semiotik pada film yang dikemukakan John Fiske. Analisis ini dibagi menjadi beberapa level, yaitu level realitas (reality), level representasi, dan level ideologi.

Pada level realitas, dianalisi beberapa kode sosial yang merupakan realitas yang ingin diteliti:

1. Bagaimana penampilan, kostum, dan make-up yang digunakan oleh model dalam Film “My Name Is Khan” yang menampilkan sosok pelaku Aqidah Islam.

2. Bagaimana lingkungan atau setting, yang ditampilkan film tersebut mengangkat nilai-nilai yang sesuai dengan Aqidah Islam.

3. Dialog yang mempunyai hubungan dengan representasi Aqidah Islam yang dilakukan oleh model.

Pada level representasi (representation), yang akan diamati meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik, dan suara yang ditransmisikan sebagai kode-kode reprentasi yang bersifat konvensional. Namun dalam penelitian ini, peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada editing, dan musik yang ada pada level representasi, karena keduanya dianggap tidak berkaitan langsung terhadap pembahasan representasi Aqidah Islam dalam Film “My Name Is Khan”. Level representasi ini membantu dalam melakukan analisis pada level realitas, menunjukkan alur cerita melalui penggambaran tokoh dan setting yang dapat menjurus ke karakter dari pandangan mereka pada level ideologi. Sedangkan pada level ideologi (ideology) pada penelitian ini, akan diamati ideologi terhadap sosok Islam dalam film.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek

Karan Johar adalah pembuat film terkenal lahir pada 25 Mei 1972 di Mumbai. Anak dari Hiroo Johar and mencatat sutradara Yash Johar, ia telah di produksi beberapa blockbusters sendiri, di bawah bendera Dharma Production. Ada spekulasi tentang seksualitas, tapi selain kontroversi konyol dia telah mengukir ceruk untuk dirinya sendiri di Bollywood. Karan memasuki dunia film sebagai aktor dan Asisten Direktur di Aditya Chopra 1995 blockbuster Dilwale Dulhania Le Jayenge. Anda mungkin ingat melihat orang gemuk, memakai topi setiap saat, Rocky bernama, yang bermain Shah Rukh buddy di film ini. Itu adalah Karan.

Pada tahun 1998 ia bersama-diproduksi Duplikat dengan ayah dan ibu. Film tentang kembar identik, diperankan oleh Shah Rukh, adalah rata-rata. Hal yang sama tahun Karan memberi kami Kuch Kuch Hota Hai (1998). Dia Sutradara film, menulis cerita, skenario dan bahkan dialog. Dan dia memilih cast yang luar biasa - Shah Rukh Khan, Kajol dan Rani Mukherjee. Sebuah kisah cinta, ditaburi dengan murah hati dengan komedi, film ini mendapat tanggapan luar biasa.

Kabhi Khushi Kabhie Gham released in 2001. Kabhi Khushi Kabhie Gham dirilis pada tahun 2001. Disutradarai dan ditulis oleh Karan, film ini dibintangi Amitabh Bachchan-Jaya, Shah Rukh-Kajol, Hritik Roshan-Kareena Kapoor. Sesuai tag line film ini "Ini semua orangtua Anda tentang cinta", film berkisar hubungan antara anak dan orangtua mereka. Dengan set beautiful, lagu catchy dan pertunjukan bintang dari


(56)

seluruh cast, film ini pasti akan superhit dan jadi. 2 tahun setelah keberhasilan Kabhi Khushi Kabhie Gham ia Diproduksi naa Kal Ho Ho (2003) dan menulis cerita dan skenario. Sekarang sepertinya dia akan melemparkan Shah Rukh dalam semua film-filmnya, dia memimpin laki-laki dalam film ini juga. Film ini juga dibintangi Preity Zinta dan Saif Ali Khan. Sebuah kisah cinta tragis tentang seorang pria yang sekarat dan pengorbanan tertinggi-nya, film ini mengurangi penonton menangis. Tak perlu dikatakan itu hit. Dia co-Kaal diproduksi pada tahun 2005 dengan ibu nya Hiroo Johar dan Shah Rukh Khan. Thriller tidak melakukan terlalu baik. Dia kembali sebagai Direktur Kabhi Alvida dengan naa Kehna (2006), menulis cerita dan skenario juga. Berdasarkan perselingkuhan ekstra film melakukan bisnis yang sangat baik di luar negeri, meskipun dibungkus dengan kontroversi di India. Orang sulit untuk mencerna pesan yang diberikan oleh film ini, meskipun bakat akting dari para pemain dan soundtrack yang dihargai. Pada tahun 2008 ia Diproduksi Dostana, komedi menunjukkan hubungan gay di vena cahaya. Hal ini dibintangi Abhishek Bachchan, John Abraham dan Priyanka Chopra. Ini adalah salah satu dari hits terbesar tahun ini.

Di tahun berikutnya ia Diproduksi sangat segar mencari Wake Up Sid (2009). Dibintangi Ranbir Kapoor dan Konkana Sen Sharma, film ini melihat transisi dari protagonis menjadi seorang laki-laki dari si mahasiswa riang ke tapi bertanggung jawab-hati anak-orang dewasa di dewasa. Film ini disukai tidak hanya oleh para mahasiswa-akan tetapi juga oleh orang tuanya. Karan terlibat dengan banyak proyek saat ini. Dia Mengarahkan dan Memproduksi Nama saya adalah Khan (untuk rilis tahun 2010), yang ceritanya juga ditulis oleh dia. Dia adalah Produser dan Penulis Mom Langkah (2010 rilis) dan Kurbaan (2009 rilis).


(57)

Karan dikenal memiliki rasa yang besar dalam pakaian. Hal ini menyebabkan keterampilan yang dimasukkan akan digunakan untuk kostum Shah Rukh di Pagal Hai Dil Untuk (1997), Duplikat (1998), Veer Zara (2004) dan Main Hoon Na (2004). Dia juga salah satu desainer kostum Mohabbatein (2000) dan Om Shanti Om (2007). Selain dari yang disebutkan, itu dipuji bahwa dia mengambil minat dalam pakaian yang dirancang untuk cor, dan memberikan rekomendasi kepada desainer dan pelaku.

4.2. Penyajian dan Analisis Data

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada film “My Name Is Khan” terdapat scene-scene yang disajikan untuk dianalisis. Pengamatan data dalam penelitian ini yaitu fokus pada scene-scene yang menggambarkan tentang Aqidah Islam yang terdapat dalam film yang merupakan media massa yang banyak dipilih oleh khalayak karena memiliki unsur audio dan visual.

Terdapat dua macam pesan yang menjadi obyek penelitian dalam film “My Name Is Khan” ini yaitu pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal yang terdapat dalam film tersebut ada beberapa macam, salah satunya dialog model perempuan (ibu) dalam memberikan nasehat kepada seorang anak laki-laki, yaitu “Di Dunia ini Cuma ada dua jenis manusia saja, orang baik dan orang jahat, selain itu kita semua adalah sama”. Sedangkan pesan non verbal dalam film ini terdapat pada teknik kamera, kostum, aktifitas, dan ekspresi model, serta pada setting tempat model melakukan aktifitas.

Pada pesan verbal dan non verbal yang terdapat dalam film “My Name Is Khan”, penulis akan melakukan analisis terhadap tayangan film tersebut. Langkah awal yang dilakukan adalah mengambil dan memotong setiap perpindahan adegan (scene) dalam


(58)

film “My Name Is Khan” tersebut. Setelah hal tersebut dilakukan maka selanjutnya potongan gambar film tersebut akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotika John Fiske.

Berdasarkan teori semiotika milik John Fiske, analisis pada film ini dapat dibagi kedalam :

1. Level Realitas

Pada level ini realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan perilaku, ucapan, gerak tubuh (gesture), ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis.

2. Level Representasi

Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvesional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, setting, casting, dan sebagainya.

Tampilan visual dalam scene tentang Aqidah Islam dalam film “My Name Is Khan” ini dianalisis dengan menggunakan semiotik yang dikemukakan oleh John Fiske yang mengkaji tanda-tanda dengan menentukan pemenggalan scene dengan membaginya dalam dua level yaitu level realitas (reality), pada level ini realitas dapat dilihat dari setting, kostum pemain (wardrobe), ekspresi, tata rias, gesture, suara perilaku, dan ucapan. Level representasi (representation), meliputi kerja kamera, pancahayaan, editing dan casting.


(59)

Sedangkan pada level ideologi ini adalah semua elemen yang diorganisasikan dalam koherensi dan kode-kode ideologi, seperti individualism, liberalism, sosialisme patriarki, ras, agama, kelas, materialism, maskulinitas, feminisme, kapitalisme, dan sebagainya. Menurut Fiske, ketika individu melakukan representasi, maka tidak bisadihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut. Pada level ini, pemaknaan atas simbol-simbol tersebut dihubungkan dengan Aqidah Islam.

4.2.1. Tampilan Visual dalam Scene

Scene 1

      

Deskripsi umum :

Dalam scene 1 tampilan visualnya tampak seorang perempuan dan seorang laki-laki mengenakan pakaian sesuai dengan aturan dalam syariat islam, serta nampak terlihat seorang perempuan sedang memberikan nasehat terhadap seorang laki-laki yaitu “Di Dunia ini Cuma ada dua jenis manusia saja, orang baik dan orang jahat, selain itu kita semua adalah sama” (In this world there are only two kinds of people only, good people and bad people, other than that we are all equal). Tatapan tajam dan latar belakang perempuan tersebut seperti sebuah simbol atau gambar dari sebuah


(60)

komunitas, adanya dua jari tangan yang dijulurkan memperlihatkan bahwa perempuan ini memberikan nasehat dengan serius dan tegas. Sedangkan seorang laki-laki mendengarkan dengan baik, tatapan mata dan raut mukanya menggambarkan keseriusan dalam menerima nasehat dari seorang perempuan tersebut.

Level Realitas :

1. Setting

Setting yang dipakai adalah dalam ruang atau in-Door. Di seluruh scene tampak

bahwa lokasi film ini mengambil lokasi di dalam ruang. Tempat yang digambarkan dalam film ini adalah semua rumah yang kelihatan dihuni atau ada pemiliknya. Tampak dari tata letak dan barang - barang yang ada disekitar tersebut. Seperti : kursi, meja, lemari yang tertata rapi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi atau setting dari film tersebut adalah di dalam ruang, yaitu berada di rumah yang ditempati. Rumah ini ditegaskan dengan terlihatnya banyak barang yang tertata rapi serta kondisi latar belakang yang cukup baik.

2. Wardrobe

Pada Film “My Name Is Khan” tersebut pakaian yang dikenakan perempuan adalah pakaian yang dianggap sebagai pakaian muslim sesuai dengan syariat Islamiah. Dimana seorang perempuan muslim tersebut mengenakan kerudung serta menggunakan busana lenggan panjang yang biasa digunakan layaknya perempuan muslim sesuai dengan syariat islam. Sedangkan pakaian yang digunakan seorang laki-laki tersebuat adalah baju dan celana lengan panjang menandakan bahwa laki-laki dan perempuan tersebut beragama Islam. Model pakaian yang dipakai oleh tokoh tersebut merupakan


(1)

juga. Akidah merupakan ajaran islam harus dipegang dalam kondisi apapun. Janganlah bergeser hanya karena pengaruh duniawi.

4.2.3. Makna Representasi Islam (Muslim) Dalam Film “My Name Is Khan”

Analisis secara keseluruhan pada Film ini tetap berpedoman pada sesuatu yang tampak. Ideologi dapat diartikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Atau berupa paham, teori dan tujuan yang terpadu (Rama, 1998 : 178) Sehingga ideologi dipahami sebagai hubungan sistem tanda yang diorganisasikan dalam satu kesatuan dan penerimaan sosial. Seperti yang dikemukakan Van Zoest (Sudjiman, 1996 : 104 dalam Mawardhani, 2006 : 126), ideologi dan mitologi di dalam hidup kita sama dengan kode-kode dalam pembuatan semoisis dan komunikasi kita. Tanpa itu komunikasi tidak akan dapat berlangsung. Setiap penggunaan teks, setiap penanganan bahasa, dan semiosis (penggunaan tanda), pada umumnya hanya timbul berkat suatu ideologi yang secara sadar atau tidak sadar dikenal oleh pamakai tanda. Sebuah teks tidak pernah terlepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi audience kearah suatu ideologi.

Dalam penelitian ini, konsep-konsep ideologi yang abstrak akan mengalami perubahan ke dalam bentuk-bentuk yang kongkret. Proses perubahan ini disebut representasi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut peneliti, ideologi yang berusaha ditonjolkan oleh kreator dalam film “My Name Is Khan” adalah ideologi yang mengarah pada sifat dan tingkah laku yang dimiliki seseorang muslim yang di


(2)

97   

sesuaikan oleh syariat dan aqidah islam. Adapun penonjolan ideologi tersebut dimunculkan melalui karakter-karakter tokoh pada film tersebut yang diwakili oleh beberapa model baik sebagai tokoh utama maupun tokoh penunjang. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pedidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Sebagaimana telah dijelaskan melalui paradigma dan sintagma, baik pada level realitas juga representasi bahwa seorang muslim yang dalam hasil akhirnya mampu memberikan bukti-bukti positif melalui tindakan yang sepatutnya dilakukan sebagai seorang muslim sesuai dengan aqidah islam, dimana melalui pembuktian ini, islam yang awalnya dituding sebagai agama teroris yang sering melakukan penyerangan, serta agama yang selalu menggunakan kekerasan terhadap oranglain telah terhapuskan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan intepretasi terhadap representasi Aqidah Islam dalam Film “My Name Is Khan”, melalui tokoh-tokoh yang terdapat di dalamnya, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa Film “My Name Is Khan” terdapat makna atau pesan tentang seorang muslim yang sesuai dengan dengan Aqidah dan Syariat Islamiah.

Representasi ini hadir melalui paradigma tentang muslim yang berperilaku sesuai Aqidah Islam yang terangkai menjadi satu kesatuan adegan-adegan dalam film yang membentuk sebuah makna. Dari setiap adegan, peneliti melihat adanya tanda-tanda yang ingin menyampaikan pesan sesuai Aqidah Islam baik dalam sifat maupun bersikap. Dalam film tersebut ditunjukkan oleh tokoh bahwa Islam tidak pernah mengajarkan suatu kebohongan, kekerasan atau kebencian, malah sebaliknya islam mengajarkan kebaikan serta perdamaian, saling toleransi baik dengan sesama muslim maupun non muslim tanpa memandang ras, suku, derajat maupun agama. Dalam islam semua adalah sama karena pada Pandangan Allah yang membedakan hanyalah amal dan perbuatan dari seseorang tersebut. Tokoh-tokoh dalam film tersebut dapat membuktikan kemampuannya dan cara bersikap maupun cara berfikir secara rasional dengan cara beraktifitas membantu orang lain serta melakukan sesuatu yang sesuai dengan Aqidah dan Syariat Islamiah.


(4)

99   

5.2. Saran

Media televisi atau film sangat berperan besar dalam membangun pemikiran, opini dan mampu mempengaruhi masyarakat dalam bersikap. Terutama dalam hal ini adalah untuk menyusupkan nilai-nilai ideologi baru kepada masyarakat. alangkah baiknya jika suatu tayangan yang sarat akan muatan ideologi tertentu tidak dibumbui dengan karakteristik-karakteristik serta ciri khas yang membangun image atau stereotipe buruk dimasyarakat terhadap golongan tertentu. Media televisi atau film sangat besar perannya dalam membentuk ideologi dan pendidikan moral dimasyarakat, maka alangkah baiknya bila halitu dimanfaatkan oleh pihak media. Pemanfaatan tersebut dilakukan dengan memberikan tayangan yang lebih bermutu, berkualitas, berbobot, dan bermanfaat untuk menjadi contoh yang baik dimasyarakat dengan memberikan tayangan yang mendidik ke arah kebaikan demi keselamatan masyarakat luas karena menurut peneliti, film yang memberikan makna positif masih minim ditemukan.


(5)

Barker, Chris, 2004. Cultural Studies. Kreasi wacana: Yogyakarta

Cangara, hafied, 2005. Pengantar ilmu komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Effendy, Onong Uchjana, 1993. Televisi Siaran, Teori dan Praktek, Bandung : CV Mandar Maju

Eriyanto, 2002. Analisis Framing ; Konstruksi Ideologi dan Politik Media, Yogyakarta : Lkis

Fiske, John, 2006. Cultural and Communication Studies, Yogyakarta : Jalasutra

Kurniawan, 2000. Semiologi Roland Barthes, Magelang : Indonesia Tera

Mahalli, A. Mujab, 2002. Muslimah dan Bidadari ‘Serpihan Hikmah Dibalik Kitab

Klasik’, Yogyakarta : Mitra pustaka

Mawardhani, Agustina, 2006. Representating Dalam Film, Bandung

Mc Quail, Dennis, 1994. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Jakarta : Erlangga

Moleong, Lexy, 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Mulia, Siti, 2004. Islam Menggugat Poligami, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Poloma, Margareth M, 2000. Sosiologi Kontemporer, Jakarta : Rajawali pers

Said, Nashir, 2003. Aqidah Ahlussunnah Wal jamaah dan Kewajiban pengikutnya, Surabaya : Pustaka As-Sunnah

Sobur, Alex, 2004. Semiotika komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya


(6)

NON BUKU

Victor C. Mambor: http:f/situs kunci.tripod.com/teks/victor1.htm

http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm

http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm

http://www.readingculture.net/index.php?option=com_content&task=view&itemid=43

http://id.wikipedia.org/wiki/Islam

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab3-agama_islam.pdf

http://www.almanhaj.or.id/content/712/slash/0

http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna.html