“Persepsi Mahasiswa Terhadap Stigma Terorisme dalam Film My Name is Khan

(1)

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP STIGMA TERORISME DALAM FILM MY NAME IS KHAN

(Studi Kualitatif tentang Persepsi Mahasiswa FISIP Terhadap Stigma Terorisme dalam Film My Name is Khan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh : Siti Zahara Siregar

060904041

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Siti Zahara Siregar

NIM : 060904041

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Persepsi Mahasiswa Terhadap Stigma Terorisme dalam film My Name is Khan.

(Studi Kualitatif tentang Persepsi Mahasiswa FISIP Terhadap Stigma Terorisme dalam Film My Name is Khan)

Medan, September 2010

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Humaizi, M.A Drs. Amir Purba, M.A 131570469 195102191987011001

A.n. Dekan Pembantu Dekan I (Drs. Zakaria, M.S.P)


(3)

ABSTRAKSI

Fokus penelitian ini mengambil tema dari sebuah film yang berjudul My Name is Khan dengan fokus pembahasan menitik beratkan pada stigma terorisme kepada Islam yang menjadi isi penting dari film ini dengan melihat persepsi para informan, terdiri dari sepuluh orang mahasiswa/mahasiswi FISIP dari latar belakang kebudayaan dan agama yang berbeda-beda diwawancarai secara mendalam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi para informan terhadap film ini secara keseluruhan, mengetahui respon-respon yang timbul terhadap stigma terorisme dalam film My name is Khan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu sebuah studi yang memusatkan diri secara intensif, menggambarkan secara sistematis, factual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat objek tertentu. Dalam penelitian ini seseorang peneliti harus mengumpulkan data setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari suatu kasus tersebut untuk kemudian dicari sebab-sebabnya yang sesungguhnya bilamana terdapat aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Penelitian ini berada pada paradigma konstruktivisme yang melihat pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan.

Subjek penelitian adalah orang-orang yang peneliti pilih berdasarkan tujuan penelitian, terdiri dari sepuluh orang berlatar belakang agama yang berbeda, lima orang beragama Islam, dua orang Kristen Protestan, dan 3 orang lainnya masing-masing beragama Katolik, Budha, dan Hindu. Kesepuluh orang tersebut sengaja dipilih dari berbagai agama, agar persepsi yang didapat secara menyeluruh tidak sepihak saja. Setelah melakukan observasi yang cukup mendalam dan bersifat parsipatoris, maka data serta analisis yang disajikan adalah berupa persepsi dari informan yang cukup variatif dan beragam setelah melakukan wawancara mendalam dengan memberikan empat belas pertanyaan.

Dari hasil penelitian terhadap kesepuluh informan menyatakan bahwa film My name is Khan ini merupakan sebuah film yang mengajarkan setiap individu berpikir lebih terbuka dalam menilai stigma terorisme yang dikaitkan dengan Islam. Sebagian besar mahasiswa berpersepsi bahwa Islam bukanlah ajaran yang menyebarkan terorisme dan menentukan seseorang teroris itu teroris atau tidak bukan dari agamanya, tetapi tergantung pada individu yang terlibat langsung dengan terorisme.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan segala kerendahan hati, peneliti panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Persepsi Mahasiswa Terhadap Stigma Terorisme dalam Film My Name is Khan”, yang merupakan salah satu syarat untuk melengkapi syarat untuk mencapai gelar sarjana Sosial pada Universitas Sumatera Utara.

Dikarenakan keterbatasan dan wawasan yang peneliti miliki dalam penelitian ini, maka itu masih banyak terdapat kekurangan dalam pembahasannya. Untuk itu, peneliti sangat mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari para pembaca. Peneliti berharap, pembahasan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Komunikasi Jurnalistik.

Pertama-tama peneliti mempersembahkan skripsi ini sebagai tanda bakti serta menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayah dan Bunda tercinta (Zainul Siregar dan Rodiah Manurung) atas kasih sayang, doa, dorongan dan bimbingannya baik moriil maupun materil yang diberikan kepada peneliti hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, dan tepat waktu. Yang tercinta seluruh keluarga besar, khususnya tante Ritayani Sukma, ujing Safni di Pekan baru, keluarga besar yang ada di Kisaran dan Irham Azmi yang menjadi tempat peneliti berkeluh kesah, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk doa, dorongan dan semangatnya kepada


(5)

peneliti yang terus-menerus dan tidak pernah bosan, hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun agak terlambat.

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena pastinya dalam proses penyelesaian skripsi ini peneliti tidak hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri. Begitu banyak yang memberi kontribusi, baik berupa materi, pikiran maupun dorongan semangat dan motivasi. Peneliti juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP USU.

2. Yang terhormat Bapak Drs. Amir Purba, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Yang terhormat Bapak Drs. Humaizi, MA selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran yang sangat berharga dalam memberikan masukan serta teladan yang patut ditiru oleh peneliti agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

4. Yang terhormat Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, M.A. selaku dosen wali penulis.

5. Yang terhormat seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal pengetahuan selama masa perkuliahan.

6. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU beserta Kak Cut, Kak Ros, dan Kak Maya yang telah membantu peneliti mempermudah segala proses administrasi semasa


(6)

perkuliahan di FISIP USU dan mendorong agar peneliti menyelesaikan skripsi ini. Serta seluruh staff perpustakaan dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu peneliti semasa perkuliahan.

7. Kak Hanim, kak Puan dan staff Laboratorium Ilmu Komunikasi.

8. Kepada Nenekku tersayang, Siti Rahmah, Bu Desi, Bu Betty yang selalu memberikan semangat dan memberikan wejangan kepada penulis.

9. Indah,Yunita, Sari, Ulfa yang telah menjadi sahabat penulis mulai dari bangku SMP. Banyak hal yang telah kita lalui bersama, penulis bersyukur karena memiliki sahabat yang selalu ada di saat suka dan duka, yang memberi motivasi bagi penulis untuk selalu berjuang dalam menyelesaikan perkuliahan.

10.Anggota FlickaZone, Dini, Budi, Laila, Dedek, Dea, Dinda, Ika, Nina, Ghassy, Afifah, Arifah, serta Suji dan Wulan yang menjadi bagian dari persahabatan penulis di perkuliahan. Penulis berharap suatu hari nanti kita akan bertemu dalam dunia kesuksesan dan tetap menjadi sahabat yang saling mengisi satu sama lain.

11.Anggota Power Ranger, Happy Yummy, Jula-jula, Telenovela, dan teman-teman Komunikasi stambuk 2006 yang lain. Canda tawa yang dibagi sangat berkesan dan berarti. Penulis merasa senang karena telah menjadi bagian dari stambuk 2006 yang sangat kompak.

12.Teman-teman Komunikasi 07, 08 dan seterusnya terus berjuang dan tetap semangat.


(7)

14.Yang terhormat penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh informan, Fiqi, Miftah, Rudy, Kak Suji Novanda Sari, Olin, Pina, Titin, Rolas, Afifah, dan Dey Rolando yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membantu peneliti menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih untuk bantuan dan partisipasinya.

Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dan berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi ini, mungkin secara tidak sengaja terabaikan oleh peneliti. Semoga Allah SWT membalas budi baik kalian. Peneliti tetap berharap adanya masukan dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini, dan skripsi ini mudah-mudahan dapat memenuhi harapan dan bermanfaat bagi yang memerlukan.

Medan, September 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAKSI………... i

KATA PENGANTAR…………... ii

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR………... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah………... 1

I.2 Perumusan Masalah………... 6

I.3 Pembatasan Masalah………... 6

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……... 7

I.5 Kerangka Teori………... 7

I.6 Kerangka Konsep ………... 15

I.7 Variabel Operasional... 15

I.8 Definisi Operasionalisasi…………... 17

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa……..…... 19

II.1.1 Definisi Komunikasi………... 19

II.1.2 Unsur-unsur Komunikasi……….………... 22

II.1.3 Prinsip Komunikasi ………... 24

II.1.4 Bentuk-bentuk Komunikasi ……….…... 25

II.1.5 Definisi Komunikasi Massa………... 26

II.1.6 Ciri-ciri Komunikasi Massa……….……... 28

II.1.7 Fungsi Komunikasi Massa………... 30

II.2 Media Massa………. 32

II.2.1 Definisi Media Massa………... 32

II.2.2 Karakteristik Media Massa………..……… 33

II.2.3 Bentuk-bentuk Media Massa……… 34

II.3 Film Sebagai Media Komunikasi Massa ……... 35

II.4 Stigma Islam Sebagai Teroris……….……….. 38

II.5 Teori S-O-R……….. 43

II.6 Persepsi……… 46

II.6.1 Definisi Persepsi……… 46

II.62 Faktor-faktor Mempengaruhi Persepsi……….. 47

II.6.3 Proses Persepsi……… 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Penelitian……… 52

III.1.1 Paradigma Penelitian………... 52

III.1.2 Konstruktivisme………... 56

III.1.3 Tradisi Penelitian Kualirarif…………... 60


(9)

III.1.5 Metode pengumpulan Data………... 62

III.16 Teknik Analisis Data………. 62

III.1.7 Validitas Data………... 63

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data... 65

IV.2 Penyajian dan Analisis Data... 65

IV.2.1 Informan Pertama……… 67

IV.2.2 Informan Kedua……… 71

IV.2.3 Informan Ketiga……… 74

IV.2.4 Informan Keempat……… 78

IV.2.5 Informan Kelima……… 81

IV.2.6 Informan Keenam……… 85

IV.2.7 Informan Ketujuh……….. 87

IV.2.8 Informan Kedelapan……… 90

IV.2.9 Informan Kesembilan……… 92

IV.2.10 Informan Kesepuluh……… 94

IV.3 Pembahasan……….. 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan………... 106

V.2 Saran………...107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Tabel 1.1 Variabel Operasional…... 12

Gambar 1 Model S-O-R……… 13

Gambar 2 Model S-R……… 43


(11)

ABSTRAKSI

Fokus penelitian ini mengambil tema dari sebuah film yang berjudul My Name is Khan dengan fokus pembahasan menitik beratkan pada stigma terorisme kepada Islam yang menjadi isi penting dari film ini dengan melihat persepsi para informan, terdiri dari sepuluh orang mahasiswa/mahasiswi FISIP dari latar belakang kebudayaan dan agama yang berbeda-beda diwawancarai secara mendalam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi para informan terhadap film ini secara keseluruhan, mengetahui respon-respon yang timbul terhadap stigma terorisme dalam film My name is Khan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu sebuah studi yang memusatkan diri secara intensif, menggambarkan secara sistematis, factual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat objek tertentu. Dalam penelitian ini seseorang peneliti harus mengumpulkan data setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari suatu kasus tersebut untuk kemudian dicari sebab-sebabnya yang sesungguhnya bilamana terdapat aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Penelitian ini berada pada paradigma konstruktivisme yang melihat pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan.

Subjek penelitian adalah orang-orang yang peneliti pilih berdasarkan tujuan penelitian, terdiri dari sepuluh orang berlatar belakang agama yang berbeda, lima orang beragama Islam, dua orang Kristen Protestan, dan 3 orang lainnya masing-masing beragama Katolik, Budha, dan Hindu. Kesepuluh orang tersebut sengaja dipilih dari berbagai agama, agar persepsi yang didapat secara menyeluruh tidak sepihak saja. Setelah melakukan observasi yang cukup mendalam dan bersifat parsipatoris, maka data serta analisis yang disajikan adalah berupa persepsi dari informan yang cukup variatif dan beragam setelah melakukan wawancara mendalam dengan memberikan empat belas pertanyaan.

Dari hasil penelitian terhadap kesepuluh informan menyatakan bahwa film My name is Khan ini merupakan sebuah film yang mengajarkan setiap individu berpikir lebih terbuka dalam menilai stigma terorisme yang dikaitkan dengan Islam. Sebagian besar mahasiswa berpersepsi bahwa Islam bukanlah ajaran yang menyebarkan terorisme dan menentukan seseorang teroris itu teroris atau tidak bukan dari agamanya, tetapi tergantung pada individu yang terlibat langsung dengan terorisme.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Sepuluh tahun terakhir ini seluruh masyarakat dunia diguncang oleh peristiwa-peristiwa terorisme yang menyebabkan peperangan di kawasan Timur Tengah yaitu Afgahnistan, Irak dan beberapa negara Islam lainnya. Hal tersebut merupakan aksi balas membalas yang dilakukan oleh negara-negara yang menjadi sasaran terorisme terhadap negara-negara yang dituding sebagai pelaku terorisme dengan melakukan aksi teror yang serupa. Dari data yang diperoleh mengenai kasus terorisme dalam kurun waktu 10 tahun terakhir diantaranya pengeboman di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tanzania dan Kenya pada 1998 yang menyebabkan tewasnya 263 warga sipil dan melukai lebih dari 5.500 orang, pengeboman terhadap kapal perang USS Cole yang menewaskan 17 Angkatan Laut AS dan melukai 40 orang lainnya dipelabuhan Aden, peristiwa penyerangan terhadap menara kembar World Trade Center di New York dan Pentagon pada 11 September 2001 yang membunuh 3.000 orang AS, penyerangan di Hotel Taj Mahal dan Oberoi yang menewaskan 125 orang tewas dan 287 orang lainnya luka-luka (Hendropriyono, 2009:193-194).

Aksi terorisme serupa juga terjadi di Indonesia seperti peristiwa Bom Bali I dan II, pengeboman di Kedubes Australia, Pengeboman di Kedubes Philipina, Bom Natal, dan beberapa pengeboman lainnya dibeberapa tempat umum, serta yang terakhir di hotel JW Mariott dan Ritz Carlton yang terletak di kawasan elit


(13)

Mega Kuningan. Namun, aksi terorisme di Amerika Serikat pada 11 September 2001 yang telah meluluh lantahkan menara kembar World Trade center dan Pentagon tersebut menjadi puncak kemarahan negara Amerika Serikat yang akhirnya menyebabkan perang dengan negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah.

Dari sejumlah aksi terorisme yang terjadi di Indonesia ini dikoordinir oleh para alumni yang ikut berperang di Afghanisthan. Ideologi yang dibawa oleh para teroris adalah penolakan terhadap modernitas dan sekularisme. Doktrin terorisme tersebut kemudian mulai bersinggungan dengan doktrin perang jihad dari aliran keras, dengan teologi mati syahid yang dijanjikan surga. Klaim para teroris dengan teologi tersebut membuat bias terhadap Islam itu sendiri dengan ideologi atau pun doktrin yang dianut oleh para teroris. Bias yang berkembang ditengah masyarakat ini menjadi sebuah permasalahan yang menciptakan stigma terorisme terhadap Islam harus dikembalikan letak pemahamannya.

Dampak yang diakibatkan dari bias tersebut adalah persepsi atau penilaian yang dapat menggeneralisasikan Islam dengan terorisme. Tidak hanya persepsi negatif yang diperoleh, bahkan akibat dari tindakan terorisme tersebut masyarakat muslim yang tidak terlibat atau pun tahu menahu dalam aksi terorisme mendapatkan kekerasan psikis seperti intimidasi dan diskriminasi. Diskriminasi yang dilakukan oleh warga negara Amerika Serikat tersebut tidak hanya terhadap warga Amerika yang beragama Islam, warga negara asing yang beragama Islam juga dilarang ke Amerika. Setiap orang yang memiliki nama dan ciri wajah, serta


(14)

hal-hal yang berbau muslim, apalagi jika wajah dihiasi dengan untaian jenggot akan diperiksa dengan ketat karena dianggap teroris.

Percaya atau tidak realita kehidupan sosial, bahkan masalah terorisme ini telah menjadi inspirasi para sutradara untuk dijadikan karya seni. Sederet sutradara ternama seolah berlomba-lomba untuk memproduksi film yang mengangkat masalah terorisme. Namun, film-film yang diproduksi oleh negara-negara barat lebih menonjolkan sisi negatif tentang Islam dan terorisme dengan adegan perang atau pun action yang memukau para penontonnya. Di dalam setiap bagian film tersebut ada pesan yang tanpa disadari oleh para penontonnya dapat membentuk opini, sikap atau pun perilaku mereka terhadap masalah terorisme tersebut.

Termasuk pula dengan film yang berjudul My name is Khan. Sembilan tahun setelah tragedi World Trade Center, paranoid Amerika terhadap Islam digambarkan secara apik melalui sebuah layar film. Film produksi Bollywood yang disutradarai oleh Karan Johar ini cukup berani dalam mengangkat serta mengani isu yang cenderung sensitif, yaitu terhadap stigma terorisme kepada Islam baik itu untuk konteks India maupun Amerika. Film yang dirilis pada bulan Februari ini mempunyai tema yang cukup kuat yaitu tentang hubungan antara dunia barat dan Islam, dan bagaimana hubungan itu banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir pasca penyerangan menara kembar World Trade Center di New York dan Pentagon.

Film My name is Khan dibintangi oleh top aktor dan aktris India tersebut diharapkan dapat menghidupkan karakter serta membangun cerita secara alami


(15)

dan nyata sesuai situasi dan kondisi dari latar belakang cerita yang diangkat. Begitu pula terhadap pesan yang ingin disampaikan dalam film itu dapat dirasakan langsung oleh penonton. Film ini cukup mendapat antusias, tidak hanya muslim, tetapi film My Name is Khan juga ditonton oleh jutaan masyarakat non-muslim yang tersebar di seluruh dunia. Ini terbukti dari pendapatan yang diperoleh hingga mencapai US$ 1,4 Juta dalam beberapa hari pemutarannya, menduduki peringkat enam box office di Inggris, serta kehadiran film My name is Khan tersebut menjadi sebuah topik pembahasan dibeberapa media cetak maupun media elektronik di Amerika Serikat.

Film ini juga sempat diprotes dan diancam boikot oleh sejumlah ekstrimis Hindu di India, bukan karena masalah keagamaan yang diangkat dalam film ini karena dinilai mengandung SARA, melainkan karena komentar Sharukkhan, bintang utama film My name is Khan yang mengatakan bahwa para pemain kriket Pakistan seharusnya diikutsertakan dalam ajang kompetisi kriket Liga Perdana Menteri India. Lantas saja ucapan komentar Sharukkhan tersebut membuat sejumlah ekstrimis Hindu menjadi marah dan mengancam akan memberhentikan pemutaran film My name is Khan di India, terkait dengan hubungan antara India-Pakistan yang hingga sekarang masih dilanda perang dingin.

Namun dibalik kontroversi film tersebut, film ini dinilai cukup bermanfaat. Dari segi positifnya film ini dapat dijadikan sebagai tuntunan untuk mengklarifikasi stigma terorisme terhadap Islam kepada masyarakat non-muslim yang telah salah penilaiannya, bahkan terhadap seluruh kegiatan ke-Islaman, tokoh-tokoh agama, organisasi agama, dan simbol-simbol atau bagian apa pun yang bersinggungan dengan ajaran Islam. Namun, di tengah kegemilangannya


(16)

menceritakan tentang persamaan dari segenap perbedaan. Film ini harus mendapatkan filtrasi secara sehat dalam mencerna dan memilah nilai-nilai yang ditanamkan.

Melihat keadaan dan kontroversi yang terjadi di dalam film ini, membuat peneliti tertarik untuk meneliti film “ My name is Khan ”. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa/mahasiswi FISIP USU, karena sebagai sosok intelektual yang aktif dalam mencari informasi, mahasiswa sejatinya tanggap dan kritis terhadap suatu hal yang terjadi atau pun terdapat sesuatu hal yang baru dilingkungannya, begitu juga dengan mahasiswa/mahasisiswi FISIP Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Komunikasi dan dapat memberikan masukan pada semua pihak yang berkepentingan dalam permasalahan ini. Sebelum penelitian tentang stigma terorisme dalam film My name is Khan ini sudah pernah ada yang melakukan tentang persepsi mahasiswa terhadap pemberitaan terorisme, akan tetapi penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui persepsi mahasiswa melalui media televisi khususnya program berita. Maka dari itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur pemahaman masyarakat dalam menilai stigma terorisme terhadap Islam melalui media film.

Berdasarkan latar belakang masalah inilah, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara terhadap stigma teroris dalam film My Name Is Khan.


(17)

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah persepsi mahasiswa FISIP Universitas Sumatera Utara terhadap stigma teroris dalam film My Name Is Khan ?”

I.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas dan terarah sehingga tidak mengkaburkan penelitian. Agar permasalahan tidak melebar, maka perlu pembatasan yang berkaitan dengan teori rumusan masalah yang akan menempatkan variabel yang diteliti. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini bersifat kualitatif, bertujuan memberikan gambaran atau mendeskripsikan persepsi mahasiswa/mahasiswi FISIP USU terhadap stigma teroris dalam film My Name is Khan.

2. Subjek penelitian ini untuk selanjutnya disebut sebagai informan adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara program Regular S-1 yang sengaja dipilih dan telah dibatasi sebanyak 10 orang.


(18)

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap film My Name Is Khan secara keseluruhan.

2. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang stigma terorisme dalam film My name is Khan.

I.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian serta menambah bahan referensi dan sumber bacaan bagi lingkungan FISIP USU.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya yang berkaitan dengan kajian Ilmu Sosial/Komunikasi mengenai persepsi.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi pihak yang berkepentingan dan membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.

I.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun


(19)

kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39).

Kerlinger (Rakhmat, 1993:6) menyebutkankan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini :

I.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa latin “communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Sedangkan menurut Lasswell melalui paradigmanya. Komunikasi adalah who says what in which channel to whom with what effect? Jadi unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi menurut paradaigma Lasswell ada lima yaitu : komunikator (source, sender), pesan (massage), media (channel), komunikan (receiver), efek (effect) (Effendy, 2005:9-10).

Menurut Everet M. Rogers (Canggara, 2006:19), bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.

Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim, melalui media


(20)

cetak atau elektronik sebagai pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 2000:189).

Menurut Dominick (Ardianto, 2004:15) fungsi komunikasi massa bagi masyarakat terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (ketertarikan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan). Berikut ini adalah perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa (Rakhmat, 2000:219) yaitu :

1. Efek kognitif, yaitu terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsi khalayak.

2. Efek afektif, yaitu timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai.

3. Efek konatif, yaitu merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan prilaku.

1.5.2 Media Massa

Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media massa yang memiliki ciri khas, mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instananeous). Para sarjana sepakat bahwa jenis-jenis media yang digolongkan dalam media massa adalah pers, siaran radio, televisi, dan film. Media massa inilah yang paling sering menimbulkan masalah dalam semua bidang kehidupan, yang semakin lama semakin kompleks karena perkembangan teknologi. Sehingga senantiasa


(21)

memerlukan pengkajian yang seksama. Sifat media yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi massa harus benar-benar mendapat perhatian, karena erat sekali kaitannya dengan khalayak yang diterpa (Ardianto, 2004:39).

Media massa memiliki Fungsi-fungsi sebagai berikut (Mc Quail, 1991:3) : 1. Media merupakan produksi yang berubah dan berkembang yang

mencipatakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.

2. Media massa merupakan sumber kekuatan sebagai alat control, manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lain.

3. Media merupakan lokasi (forum) yang semakin berkembang untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional.

4. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian perkembangan seni atau simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.

5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran citra realitas sosial, tetapi juga masyarakat dan


(22)

kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.

1.5.3 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film adalah gambar yang bergerak (moving picture). Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor (Ardianto, 2004:135). Menurut Effendy film diartikan sebagai hasil budaya dan sebagai alat kesenian. Film sebagai media komunikasi massa yang merupakan hasil dari berbagai teknologi rekaman suara, kesenian, baik seni rupa, teater, sastra dan arsitektur serta musik. Film yang dipertunjukkan di gedung bioskop adalah film teatrikal yang mempunyai persamaan dengan televisi dalam hal sifatnya yang audio visual, hanya saja dibedakan pada mekanik dan non elektronik dalam proses komunikasinya dan dalam fungsinya rekreatif, edukatif, dan persuasif.

Dalam perspektif komunikasi massa, film dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi film yang memahami hakikat, fungsi dan efeknya. Perspektif ini memerlukan pendekatan yang terfokus pada film sebagai proses komunikasi, disamping itu dengan meletakkan film dalam konteks sosial, politik, dsn budaya sama artinya dengan memahami prefensi penonton yang pada gilirannya menciptakan citra penonton film (Irawanto, 1999:11).

1.5.4 Stigma Teroris Terhadap Islam

Berbagai pendapat pakar dan badan pelaksana yang menangani masalah terorisme, mengemukakan tentang pengertian terorisme secara beragam. Teror


(23)

mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk menciptakan atau mengkondisikan sebuah iklim ketakutan didalam kelompok yang lebih luas. Menurut Walter Reich (Hendropriyono, 2009:26), terorisme adalah a strategy of violence designed to promote desired outcomes by instilling fear in the public at large ( suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan ketakutan di kalangan masyarakat umum).

Dalam The World Dictionary, stigma berarti tanda aib atau sesuatu yang ternoda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia, stigma berarti ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. (http//Wikipedia.com). Stigma negatif terhadap Islam sebagai teroris berhasil dibentuk oleh media barat, pengakuan para teroris yang berdalih menegakkan ajaran agama, jihad sebagai dasar dalam melakukan aksi terorismenya membuat masyarakat terpengaruh untuk dalam menilai terorisme yang dikaitkan kepada Islam. Hal ini ditunjukkan oleh reaksi masyarakat pada sikap paranoidnya dan kecurigaan terhadap simbol-simbol Islam seperti cadar, jubah, jenggot, aktivitas keagamaan, para tokoh fanatik agama, dan organisasi keagamaan.

1.5.5 Teori S-O-R

S-O-R merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semua berasal dari psikologi. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi. Menurut stimulus response ini efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi


(24)

komunikan (Effendy, 2003:254). Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah Pesan (stimulus, S), Komunikan (organism, O), Efek (response, R)

Dalam proses perubahan persepsi dan sikap ditandai dengan adanya perubahan ketika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu: Perhatian, pengertian, dan penerimaan. Berdasarkan uraian diatas, maka proses komunikasi dalam teori S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar I Model S-O-R

Gambar diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap tergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus yang diberikan kepada organism dapat diterima atau ditolak. Jika pada proses selanjutnya terhenti, ini berarti stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi organism, maka tidak ada perhatian (attention) dari organism. Jika stimulus diterima oleh organism, dalam hal ini stimulus efektif dan ada reaksi. Langkah selanjutnya adalah jika stimulus telah

Stimulus :

Organism : • Perhatian • Pengertian • Penerimaan


(25)

mendapatkan perhatian dari organism, kemampuan dari organism inilah yang dapat melanjutkan proses berikutnya. Pada langkah berikutnya organism dapat menerima secara baik apa yang telah diolah sehingga terjadi kesediaan dalam mengubah sikap.

Sehubungan dengan penjelasan diatas, teori S-O-R dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Stimulus : Stigma Terorisme dalam Film My Name is Khan. - Organism : 10 orang mahasiswa/mahasiswi FISIP.

- Response : Efek yang ditimbulkan para informan berupa persepsi.

I.5.6 Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2005:167). Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). (Rakhmat, 2005:51).

Kimbal Young (Walgito, 1986:89) mengatakan, “persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek, baik fisik maupun sosial”. Pendapat Young ini sejalan dengan William James (Adi, 1994:55) yang mengatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita proses dari lingkungan yang diserap oleh indera kita serta sebagian lainnya diperoleh kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki.


(26)

I.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. (Nawawi, 1995:40). Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel (Singarimbun, 1995:490).

Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel, yaitu : Persepsi Mahasiswa FISIP Universitas Sumatera Utara Terhadap Stigma Terorisme dalam Film My name is Khan.

I.7 Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dapat dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, indikator-indikator yang akan diteliti yaitu :


(27)

Tabel 1

Operasional Komponen

Komponen yang diteliti Komponen Operasional Persepsi Mahasiswa terhadap Stigma

Teroris dalam film My Name Is Khan

1. Stigma Teroris

a. Simbol-simbol agama b. Aktifitas keagamaan c. Organisasi keagamaan d. tokoh-tokoh agama 2. Unsur-unsur Film meliputi :

a. Content b. Durasi c. Plot/ alur d. Sutradara e. Talent 3. Perhatian

a. Rasa Suka 4. Pengertian

a. Pengetahuan b. Pemahaman 5. Penerimaan

a. persepsi Positif b. persepsi negatif c. persepsi netral


(28)

I.8 Devinisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46), definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini, definisi operasional berfungsi untuk memperjelas variabel-variabel. Konsep-konsep dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut :

“ Persepsi Mahasiswa Terhadap Stigma Terorisme dalam film My name is Khan”, meliputi :

1. Stigma terorisme adalah ciri negatif yang diidentikkan pada individu atau kelompok sebagai ajaran penyebar aksi teror. Adapun yang menjadi stigma teroris tersebut antara lain seperti simbol-simbol agama seperti; jubah, cadar, jilbab, dan lelaki berjenggot, aktifitas keagamaan, organisasi-organisasi keagamaan, tokoh-tokoh/pemuka agama yaitu orang yang berperan serta dalam menyebarkan ajaran agama.

2. Komponen atau unsur-unsur film meliputi :

• Content adalah isi atau bentuk cerita secara keseluruhan dari film tersebut

• Durasi adalah hitungan lamanya waktu sebuah tayangan film.

• Plot/ alur adalah jalan cerita dari film My Name Is Khan, apakah maju mundur atau sebaliknya ataupun tetap

• Sutradara adalah seseorang yang mengarahkan jalan cerita sebuah film. Sutradara dala film ini adalah Karan Johar.


(29)

• Talent adalah para pemeran yang menjadi tokoh dalam film My Name Is Khan.

3. Perhatian

• Rasa Suka adalah adanya rasa suka atau tertarik melihat film My Name is Khan secara keseluruhan.

4. Pengertian

• Pengetahuan adalah informan mengetahui tentang isi film My Name is Khan terhadap sigma terorisme kepada Islam

• Pemahaman adalah informan mengerti dan memahami isi film My Name is Khan atas sitgma terorisme kepada Islam.

5. Penerimaan

• Persepsi positif, tidak berpandangan terhadap Islam sebagai teroris.

• Persepsi negatif, berpandangan Islam sebagai teroris.

• Persepsi netral atau pasif, ragu-ragu dalam memberikan pendapatnya terhadap stigma teroris dalam film My name is Khan.


(30)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa II.1.1 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa latin “communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2005:9).

Beberapa pakar menilai bahwa komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang yang hidup bermasyarakat. Suatu teori biologi mengatakan bahwa yang mendorong manusia untuk berkomunikasi adalah kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Harold D. Lasswell (Canggara, 2006:2) salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi menyebutkan tiga fungsi dasar yang menyebabkan manusia berkomunikasi, yaitu :

1. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya

2. Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya 3. Upaya untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi

Sementara itu menurut Carl I. Hovland (Effendy, 2005:10), komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of the other individuals).


(31)

Menurut Charles H. Cooley (Lubis, 2005:9) melalui tulisannya “The Significance of communication” menjelaskan by communication is meant, the mechanism through which human relation exist and develop all the symbol of the mind together through space and pressuring them in time. It includes the expression of the face, attitude and gesture, the tones of voice, words, printing, mail ways telegraph, telephone and whatever else maybe the latest achievement in the conquer of space and time (dengan komunikasi adalah mekanisme melalui mana hubungan manusia terjadi dan berkembang segala lambang dari pemikiran dengan alat-alat penyampaian dan cara menjaganya melalui ruang dan waktu, yang meliputi ekspresi muka, sikap dan gesture, nada suara, kata-kata, tulisan, lukisan, telegraph, telepon, dan segala apa yang disebut sebagai hasil usaha menaklukkan ruang dan waktu.

Selain itu Miller (Ardianto, 2007:18-19), menyebutkan bahwa komunikasi sebagai suatu hal yang mempunyai pusat perhatian dalam situasi perilaku dimana sumber menyampaikan pesan kepada penerima secara sadar untuk mempengaruhi perilaku.

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh pakar, namun sedikit banyaknya kita telah memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan Shannon dan Weaver bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Karena itu, jika kita berada dalam suatu situasi berkomunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti


(32)

kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi (Canggara, 2006:19-20).

Jika dilihat dari definisi komunikasi yang telah diuraikan sebelumnya, pada dasarnya komunikasi dapat dilihat dari berbagai dimensi yakni komunikasi sebagai proses, sebagai simbolik, sebagai sistem, dan sebagai multi-dimensional. Maka tidak heran jika komunikasi mempunyai tujuan yang sangat universal. Adapun tujuan dan fungsi dari komunikasi (Purba,dkk, 2006:3), yaitu :

1. Untuk mengubah sikap (to change the attitude)

2. Untuk mengubah opini dan/pendapat/pandangan (to change the opinion) 3. Untuk mengubah perilaku (to change the behavior)

4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)

Selain itu komunikasi juga memiliki fungsi yaitu, untuk menginformasikan (to inform), mendidik (to educated), menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influence).

II.1.2 Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi dapat berjalan dengan baik dan lancar, jika pesan yang disampaikan seseorang tersebut dengan tujuan tertentu dapat diterima dengan baik dan mengerti maksud dari pesan tersebut. Suksesnya suatu komunikasi apabila dalam penyampaiannya menyertakan tujuh unsur-unsur berikut ini :


(33)

Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi, atau lembaga. 2. Pesan

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis maupun lisan. Pesan nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara.

3. Saluran/Media

Saluran atau media adalah jalan/jalur yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima. Saluran yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang cahaya dan gelombang suara yang dapat kita lihat dan dengar. Media yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

4. Penerima Pesan

Penerima Pesan adalah pihak yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa inggris disebut audience atau receiver.

5. Efek atau pengaruh

Efek atau pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh si penerima sebelum dan sesudah menerima


(34)

pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

6. Tanggapan balik atau Feedback

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima.

7. Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

Meskipun begitu beberapa pakar berpendapat berbeda. Aristoteles mengatakan bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan. Sedangkan, David K. Berlo mengatakan bahwa proses komunikasi dapat berlangsung dengan 5 unsur saja yang dikenal dengan nama “SMCR”, yakni: Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media), dan Receiver (penerima). Kemudian Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin De Fleur menambahkan unsur efek dan umpan balik (Canggara, 2006: 22).

II.1.3 Prinsip Komunikasi

Untuk dapat memahami hakikat suatu komunikasi perlu diketahui prinsip dari komunikasi tersebut. Menurut Seiler (Arni, 2000:19-22), ada empat prinsip dasar dari komunikasi yaitu sebagai berikut :


(35)

Komunikasi adalah suatu proses karena merupakan suatu seri kegiatan yang terus-menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah. Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam cara yang persis sama yaitu : saling hubungan diantara orang, lingkungan, keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan perasaan, semuanya menentukan komunikasi yang terjadi pada suatu waktu tertentu.

2. Komunikasi adalah Sistem

Komunikasi terdiri dari beberapa komponen dan masing-masing komponen tersebut mempunyai tugas/perannya masing-masing. Tugas/peranan dari masing-masing komponen itu berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi. Bila terdapat gangguan pada satu komponen maka akan berpengaruh pada proses komunikasi secara keseluruhan.

3. Komunikasi Bersifat Interaksi dan Transaksi

Yang dimaksud interaksi adalah saling bertukar pesan. Proses komunikasi tidak selalu terjadi secara teratur terkadang sambil menyandikan pesan kita juga menginterpretasikan pesan yang kita terima. Dalam keadaan demikian komunikasi tersebut bersifat transaksi.

4. Komunikasi Dapat Terjadi Disengaja Maupun Tidak disengaja

Komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang mempunyai maksud tertentu dikirimkan kepada penerima yang dimaksudkan. Tetapi apabila pesan yang tidak disengaja dikirimkan atau tidak dimaksudkan


(36)

untuk orang tertentu untuk menerimanya maka itu dinamakan komunikasi tidak disengaja.

II.1.4 Bentuk-Bentuk Komunikasi

Berdasarkan jumlah peserta komunikasi, kelompok komunikasi Amerika yang menulis buku Human Communication membagi komunikasi ke dalam lima bentuk (Canggara, 2006:29-36), yakni:

1. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.

2. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication)

Komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya.

3. Komunikasi Organisasi (Organizational Communication)

Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam organisasi, yang bersifat formal dan juga informal, berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar dari komunikasi kelompok.

4. Komunikasi Massa (Mass Communication)

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik media cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (televisi, radio,film) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang


(37)

dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen.

5. Komunikasi Publik (Public CommunicationI)

Komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak dikenali satu persatu. Komunikasi ini sering disebut pidato, ceramah atau kuliah.

II.1.5 Definisi Komunikasi Massa

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass communication, kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa). Artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang “mass mediated”. Kata massa diartikan sebagai meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran (Wiryanto, 2000:2).

Pengertian komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004:3), yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is message communicated through a mass medium to large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri ribuan bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa maka itu bukan komunikasi massa.


(38)

Definisi lain dikemukakan oleh Joseph A. Devito (Nuruddin, 2004:10-11) yakni, “First, mass communication is communication addressed to masses, to an extremely large science. This does not means that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches televisions; rather it means and audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by it forms: telelevisions, radio, newspaper, magazines, films and tapes”. Jika diterjemahkan berarti, “pertama, komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada yang khalayak luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu lebih besar dan pada umumnya agak sukar didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disampaikan oleh pemancar-pemancar audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih logis didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, buku, film, dan sebagainya.

Komunikasi massa memiliki ciri-ciri tersendiri, dilihat dari sifat pesannya terbuka dengan khalayak yang variatif, baik dari segi usia, agama, suku, pekerjaan maupun dari segi kebutuhan. Pesan komunikasi massa berlangsung satu arah dan tanggapan baliknya lambat (tertunda) dan sangat terbatas, sedangkan dari sifat penyebarannya pesan melalui media massa berlangsung begitu cepat, serempak, dan luas (Canggara, 2002:27).

Dari berbagai definisi mengenai komunikasi massa yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa komunikasi massa diartikan sebagai jenis


(39)

komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah masyarakat yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima serentak dan sesaat (Ardianto, 2004:7).

II.1.6 Ciri-ciri Komunikasi Massa

Melalui beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, dapat kita lihat sebenarnya secara prinsip mengandung suatu makna dan cenderung definisi tersebut sifatnya saling melengkapi. Melalui definisi-definisi itu dapat dilihat karakteristik komunikasi massa itu sendiri. Adapun ciri-ciri komunikasi massa adalah (Nuruddin, 2007:19-32) :

1. Komunikator Bersifat Lembaga

Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud di sini menyerupai sebuah sistem. Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri-ciri berupa kumpulan individu, dalam berkomunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi yang terlibat, apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.

2. Komunikan Bersifat Heterogen

Artinya, mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan, berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat, tidak saling mengenal, tidak saling


(40)

bertinteraksi secara langsung, tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal.

3. Pesannya Bersifat Umum

Artinya, dapat ditujukan kepada semua kalangan, pesan-pesan tidak boleh bersifat khusus, tidak disengaja untuk golongan tertentu.

4. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Artinya, komunikasi hanya berjalan satu arah akan memberi konsekuensi umpan balik (feedback) yang sifatnya tertunda atau tidak langsung (delayed feedback).

5. Menimbulkan Keserempakan

Artinya, ada keserampakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa hampir bersamaan.

6. Mengandalkan Peralatan Teknis

Artinya, media massa sebagai alat utama dalam penyampaian pesan kepada khalayaknya sangat memerlukan bantuan peralatan teknis. Agar proses pemancaran atau penyebaran pesan lebih cepat dan serentak kepada khalayak yang tersebar.

7. Dikontrol oleh Gatekeeper

Gatekeeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.


(41)

II.1.7 Fungsi Komunikasi Massa

Fungsi komunikasi massa sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan konsekuaensi komunikasi melalui media massa. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick (Ardianto, 2004:16-18) antara lain :

1. Surveillance (pengawasan). Fungsi pengawasan dalam komunikasi massa terbagi dalam dua bentuk utama, yaitu: (1) warning or beware surveillance (pengawasan peringatan) artinya ketika media massa menginformasikan tentang suatu peristiwa besar seperti angin topan, meletusnya gunung berapi, bencana alam maka informasi ini secara tidak langsung menjadi ancaman bagi khalayaknya; (2) instrumental surveillance (pengawasan instrumental) artinya penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.

2. Interpretation (penafsiran). Sebenarnya fungsi yang dimiliki hampir sama dengan pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting.

3. Linkage (keterkaitan). Media massa dalam hal ini bisa menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. biasanya ini dilakukan oleh kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang sama tetapi terpisah secara geografis dipertalikan atau dihubungkan oleh media. 4. Transmission of values (penyebaran nilai). Fungsi penyebaran biasanya lebih

disederhanakan dengan sosialisasi dan ini mengacu pada cara yang ditempuh individu untuk mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Dimana media massa


(42)

mewakili gambaran suatu masyarakat untuk kemudian ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka.

5. Entertainment (hiburan). Terlihat jelas bahwa media massa tidak hanya untuk menayangkan hal-hal yang bentuknya serius saja, tetapi media juga berfungsi untuk menghibur dan mengurangi ketegangan pikiran khalayak.

II.2 Media Massa

II.2.1 Definisi Media Massa

Media yang sering dimaksudkan dalam proses komunikasi massa disebut dengan media massa, yang memiliki ciri khas mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instantaneous). Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan massa jika diartikan dalam konotasi negatif merupakan kerumunan atau pun sekumpulan orang banyak yang biasanya jumlahnya tidak teratur. Kehadiran media massa pada akhirnya sering menimbulkan masalah dikehidupan manusia. Sifat media yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi massa harus benar-benar mendapat perhatian, karena erat sekali kaitannya dengan khalayak yang akan diterpa. Selain itu media juga merupakan saluran yang dimanfaatkan untuk mengendalikan arah dan memberikan dorongan terhadap perubahan sosial. Media melakukan banyak cara untuk menghubungkannya dengan realitas kehidupan kita. Adapun peran dari media antara lain; sebagai jendela yang


(43)

memungkinkan kita untuk memahami yang terjadi disekitar kita, sebagai juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap suatu peristiwa, sebagai pembawa informasi, sebagai jaringan interaktif yang menghubungkan pengirim dengan penerima, sebagai petunjuk jalan, sebagai penyaring terhadap segala informasi yang masuk, sebagai cermin bagi masyarakat, dan terakhir sebagai tirai atau penutup untuk mencapai kebenaran dalam suatu propaganda (McQuail, 1996:53).

Media massa merupakan saluran yang dihasilkan oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan media massa yakni media tradisional seperti kentongan, angklung, gamelan, dan lain-lain. Jadi, di sini jelas media massa merujuk pada hasil produksi teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa (Nuruddin, 2007:4).

II.2.2 Karakteristik Media Massa

Karakteristik dari media massa (Canggara, 2006:122) adalah :

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau ternyata terjadi interaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.


(44)

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan oleh banyak orang pada saat yang sama. 4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar,

dan semacamnya.

5. Bersifat terbuka, artinyapesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

II.2.3 Bentuk-Bentuk Media Massa

Bentuk-bentuk dari media massa (Canggara, 2006:123) adalah : 1. Surat Kabar

Surat kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan TV. Surat kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh orang yang melek huruf, serta lebih banyak disenangi oleh orang tua daripada kaum remaja dan anak-anak.

2. Film

Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di televisi. Film dengan kemampuan visualnya yang didukung dengan audio yang khas, sangat efektif sebagai media hiburan dan juga sebagai media pendidikan dan penyuluhan.


(45)

3. Radio

Salah satu kelebihan radio dibanding dengan media lainnya adalah cepat dan mudah dibawa kemana-mana. Radio bisa dinikmati sambil mengerjakan pekerjaan yang lain. Suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada media lainnya seperti televisi, film, dan surat kabar. Radio pertama kali pada tahun 1922.

4. Televisi

Televisi memiliki sejumlah kelebihan terutama kemampuannya dalam menyatukan antara fungsi audio dan visual ditambah dengan kemampuannya memainkan warna. Selain itu, televisi juga mampu mengatasi jarak dan waktu, sehingga penonton yang tinggal di daerah terpencil dapat menikmati siaran televisi.

Kehadiran media massa untuk mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak tidak hanya menjadi wacana belaka. Seluruh aspek termasuk budaya, sosial, dan politik dipengaruhi oleh media. Media membentuk kristalisasi opini publik untuk membawanya pada perubahan yang signifikan dan instan terhadap suatu tindakan tertentu. Walaupun terhadap kekuatan media massa hanya sampai pada ranah sikap. Sedangkan Dominick menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa terutama televisi yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan. (Ardianto, 2004:57-58)


(46)

II.3 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film atau motion pictures merupakan hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Filmlebih dahulu menjadi media hiburan dibandingkan dengan radio dan televisi. Pada tahun 1920-an menonton film ke bioskop telah menajdi aktivitas yang sangat popular dikalangan orang Amerika. Padahal di tahun 1903, Amerika memperkenalkan kepada publik sebuah film karya Edwin S. Porter dengan judul The Great Train Robbery yang berdurasi 11 menit. Di Amerika sendiri tahun 1906-1916 merupakan periode penting dalam sejarah perfilman, karena pada decade inilah lahir film feature, dan tidak hanya itu pada masa ini pulalah bintang film serta pusat perfilman yang saat ini dikenal dengan Hollywood.

Di Indonesia sendiri sejarah perfilman dimulai dengan film bisu berjudul Lady Van Java yang diproduseri oleh David pada tahun 1926, sedangkan film bicara dimulai pada tahun 1941 dengan judul Terang Bulan. Semasa itu pulalah terjadi perang Asia Timur Raya membuat perusahaan perfilman yang diusahakan oleh Belanda dan China tersebut beralih ke tangan Jepang yang lebih mengacu pada produksi film feature dan film dokumenter. Jepang pun tidak melewati kesempatan untuk memanfaatkan film sebagai media informasi dan propaganda. Namun, tatkala bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, maka pada 6 Oktober 1945 diserahkan kepada Indonesia. Pada hari itu pulalah lahir Berita Film Indonesia atau BFI. BFI kemudian bergabung dengan perusahaan film negara yang berganti nama menjadi Perusahaan Film Nasional (Ardianto, 2004:134-135).


(47)

Film adalah karya seni yang lahir dari kreativitas orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Orang-orang atau unsur-unsur yang terlibat dalam produksi film meliputi ; produser, produser yang bertanggung jawab terhadap berbagai hal yang diperlukan dalam proses pembuatan film. Sementara itu sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah skenario ke dalam aktivitas produksi. Unsur selanjutnya adalah penulis skenario film, yaitu seseorang yang menulis naskah cerita yang akan di filmkan. Skenario film adalah naskah cerita film yang ditulis dengan berpegang pada standar atau aturan-aturan tertentu. Skenario atau naskah cerita film itu ditulis dengan tekanannya lebih mengutamakan visualisasi dari sebuah situasi atau peristiwa melalui adegan demi adegan yang jelas pengungkapannya. Dan yang membintangi film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita film tersebut adalah aktor/akris atau bintang film.

Seorang penata kamera atau Camera men dituntut untuk mampu menghadirkan cerita yang menarik, mempesona dan menyentuh emosi penonton melalui gambar demi gambar yang direkamnya di dalam kamera. Penata Artistik (art director) adalah seseorang yang bertugas untuk menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film yang diproduksi. Tugas seorang penata artistik diantaranya menyediakan sejumlah sarana seperti lingkungan kejadian, tata rias, tata pakaian, perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan para pelaku (pemeran) film dan lainnya. Unsur yang mendukung selanjutnya adalah Penata musik film dan musik yang merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Tidak jarang, film menjadi populer atau terkenal karena illustrasinya musiknya yang menarik. Setelah sebuah


(48)

film yang diproduksi akhirnya akan ditentukan pula oleh seorang editor yang bertugas mengedit gambar demi gambar dalam film tersebut. Jadi, editor adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab dalam proses pengeditan gambar (http//www.vaynatic.wordpress.com/2009/12/.../unsur-unsur-dalam-film/).

Dalam perspektif komunikasi massa film dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi films yang memahami hakikat, fungsi dan efeknya. Perspekstif ini memerlukan pendekatan yang terfokus pada film sebagai proses komunikasi (Irawanto, 1999:11).

Selain itu, film dapat dikelompokkan menjadi film cerita (story film), film berita (newsreel), film documenter (documentary film) dan film kartun (cartoon film). Tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif, edukatif, bahkan persuasif (Arianto, 2004:136).

II.4 Stigma Islam Sebagai Teroris

Belakangan, selalu saja agama Islam dikaitkan dengan segenap aksi kekerasan yang terjadi di berbagai belahan bumi. Pasca peristiwa 11 September yang meluluhlantakkan simbol kemapanan Barat berupa menara kembar World Trade Center, berbagai headline media massa serentak menyebut nama seorang Muslim, Osama ibn Laden dengan Tandhim al-Qaeda-nya.

Jaringan al-Qaeda, sebagaimana asumsi Amerika Serikat, menjelma sebagai manifestasi gerakan Islam Radikal baru. Jika mengacu pada nomenklatur


(49)

dunia mode, al-Qaeda serupa brand image baru bagi serangkaian aksi kekerasan di dunia. Fenomena al-Qaeda, spontan memicu reaksi dari negara Amerika dan negara lain yang tunduk dalam jargon besar “perang melawan teror”.

Sebelum lebih jauh lagi membahas mata rantai penstigmatisasian Islam dengan terorisme, maka terlebih dahulu kita mengetahui sejarah terorisme. Dunia mengenal istilah terorisme secara fenomenal sejak zaman revolusi Prancis, kata terorisme berasal dari Bahasa Perancis “le terreur” yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah.

Menurut Walter Reich (Hendropriyono, 2009:26), terorisme adalah a strategy of violence designed to promote desired outcomes by instilling fear in the public at large (suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan ketakutan di kalangan masyarakat umum).

Hal senada juga diungkapkan oleh The Arab Convention on the Suppression of Terrorism, yang mengungkapkan bahwa terorisme adalah tindakan atau ancaman kekerasan apapun motif dan tujuannya, yang terjadi untuk menjalankan agenda tindak kejahatan individu atau kolektif, yang menyebabkan teror di tengah masyarakat, rasa takut dengan melukai mereka atau mengancam kehidupan, kebebasan, atau keselamatan atau bertujuan untuk menyebabkan kerusakan lingkungan atau harta publik maupun pribadi atau menguasai dan merampasnya atau bertujuan untuk mengancam sumber daya nasional (http//Wikipedia.com/definisi terorisme).


(50)

Sedangkan stigma adalah penamaan yang buruk terhadap sosok tertentu yang dinilai sangat terkutuk. Dalam The World Dictionary, stigma berarti tanda aib atau sesuatu yang ternoda (http//Wikipedia.com/Stigma). Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia, stigma berarti ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.

Konsep asli tentang stigma bisa ditelusuri dalam bahasa Yunani yang merujuk pada sejenis tato yang disayatkan atau dibakar pada kulit tubuh para penjahat, budak, atau kaum pengkhianat yang sengaja diperlihatkan untuk mengidentifikasi mereka sebagai orang-orang tercela maupun dianggap kotor secara moral.

Goffman mengemukakan tiga jenis stigma yang terdapat dalam masyarakat. Pertama, orang-orang yang dibenci karena tubuhnya mengalami deformasi. Mereka adalah pihak-pihak yang cacat secara fisik. Kedua, individu-individu yang dianggap tercemar karena berkarakter sebagai penganut keyakinan yang ketat dan perilakunya menunjukkan keradikalan secara politis. Ketiga, orang-orang yang berlatar belakang ras, bangsa, dan agama tertentu yang dicemooh karena garis keluarga. Seseorang yang dipandang memiliki afiliasi familial dengan ras, bangsa, dan agama itu otomatis akan mendapatkan tudingan sebagai penerus (www. Wawasandigital.com/index.php).

Kalangan awam Barat menilai, penyebab atau pemicu dominan dari kejahatan terorisme adalah ideologi, agama atau kepercayaan yang dianut. Kata ideologi tersebut, secara spesifik menunjuk Islam sebagai satu-satunya ideologi yang potensial menghasilkan teroris. Tentu saja, asumsi diatas terlalu berlebihan dan hanya mencerminkan Islamophobia yang berlebihan. Nyatanya, tingkat


(51)

ketaatan seorang pemeluk Islam terhadap ajaran Islam tidak berbanding lurus dengan aktivitas terorisme.

Di sisi lain, bagi kalangan terpelajar tindakan terorisme tercipta karena adanya banyak faktor. Mereka meyakini, terorisme terjadi karena adanya akumulasi antara fanatisme agama, kemiskinan dan pengangguran. Meski lebih masuk akal, tetapi analisis ini hanya tepat dalam kasus terorisme sebelum peristiwa 11 September. Namun setelah peristiwa 11 September, para cendekiawan tak lagi mampu mempertahankan pandangan konvensionalnya, karena pemicu (trigger) kejahatan terorisme menjadi bertambah kompleks.

Dengan merunut berbagai kejadian terorisme di belahan dunia, para pakar berkesimpulan ada beberapa sebab yang melatarbelakangi aksi terorisme, yaitu:

- sebab psikologis, terjadi dalam kasus dimana pelaku teror mengalami gangguan kejiwaan (abnormal), labil dan broken home.

- sebab sosiologis, ketika pelaku berlatar belakang kurang pendidikan, terkucil dari lingkungan

- sebab ekonomi, saat pelaku merupakan pengangguran atau dari keluarga menengah ke bawah

- sebab politis, terjadi ketika berupaya menolak sebuah rezim dan menolak terjaminnya hak asasi manusia

- sebab agamis atau ideologis, karena pemahaman yang literalistik, fanatik dan enggan berpandangan maju (kolot)

Akumulasi sebab-sebab diatas akan berjalan efektif memicu perilaku teror. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan sebuah kebenarannya jika kita menilik kejadian bom JW Marriot dan Ritz-Carlton, dimana sebab psikologis dan


(52)

ideologis memegang peranan penting sehingga pelaku pengeboman mempunyai keberanian untuk menjalankan aksi kejinya. Sebagaimana analisis para psikolog yang dilansir media massa, secara psikologis, remaja antara 17-25 tahun relatif labil dan belum mampu memutuskan sesuatu dengan tepat dan bijak. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk mencuci otak dengan mengindoktrinasikan pemahaman keagamaan yang literalistik, kaku dan konfrontatif.

Fakta ini dengan sendirinya menepis dan meruntuhkan prasangka beberapa kalangan di Barat yang menyatakan bahwa Islam sendiri yang sesungguhnya menjadi sebab bagi terjadinya aksi teror. Penyalahgunaan agama beserta nomenklatur oleh pemeluknya untuk melakukan teror. Seperti terma “jihad” yang dimaknai secara salah dan kaku sehingga identik dengan kekerasan dan terorisme.

Satu hal yang pasti, “terorisme” dalam hukum konvensional tidak bisa dipadankan dengan “jihad” yang menjadi salah satu ajaran Islam. Meski beberapa kalangan mencoba untuk memaksakan sinonimitas diantara keduanya. Oleh kalangan yang mengalami Islamophobia, terorisme diidentikkan dengan jihad. Sedang oleh kalangan skripturalis, konsep jihad seringkali dipakai untuk menjustifikasi perilaku teror mereka yang sesungguhnya tidak memiliki kaitan sama sekali dengan agama.

Berkenaan dengan konsep jihad, Islam telah memberikan batasan dengan ketat. Bagi Islam, sifat dasar jihad adalah pembelaan diri atas kehormatan harga diri umat Islam. Bukan untuk menebar teror dan kebencian bagi warga sipil. Dalam khazanah fikih, jihad yang merupakan kewajiban komunal (fardh al-kifayah), bukan kewajiban personal (fardh al-‘ayn) memiliki prasyaratan yang


(53)

sangat ketat. Salah satunya adalah bahwa jihad hanya dapat terlaksana setelah kepala pemerintahan memberikan perintah untuk jihad. Sayangnya, syarat ini selalu dilupakan oleh para pelaku teror yang menganggap aksi terornya sebagai salah satu bentuk jihad. Syarat kedua, pelaksanaan jihad baru bisa dilaksanakan setelah adanya peringatan terhadap pihak lawan (http//www.xa.yimg.com/kq/groups/18698770/1086519861/name/Terorisme).

2.5 Teori S-O-R (Stimulus-Organism-Respon Theory)

Teori ini muncul sekitar tahun 1930-an, Model S-O-R muncul sebagai model klasik komunikasi yang mendapat pengaruh psikologi. Teori S-O-R merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi dan konasi.

Model stimulus-respon (S-R) adalah model komunikasi paling dasar. Model dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan stimulus-respons.

Gambar 2 Model S-R

Stimulus Respons

Stimulus Respon Theory atau S-R Theory menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi reaksi. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangasang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif, misalnya jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini


(54)

merupakan reaksi positif, namun jika tersenyum dibalas dengan berpaling ini merupakan reaksi negatif.

Jika seorang komunikator menyampaikan stimulusnya kepada organisme atau komunikan dan didengarkan maka ini merupakan reaksi yang positif, namun jika stimulusnya yang disampaikan tidak didengarkan oleh organisme maka ini merupakan reaksi negatif.

Menurut stimulus-respon ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengaharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur yang terdapat dalam model ini adalah:

a. Pesan (stimulus, S)

b. Komunikan (organism, O) c. Efek (response, R)

Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003:255), “sikap manusia, perubahan, serta pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kalley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu :

a. Perhatian, yaitu suatu proses penyeleksian stimulus yang akan diproses dalam kaitan dengan pengalaman.

b. Pengertian, yaitu kemampuan dalam memahami stimulus yang akan diterima

c. Penerimaan, yaitu daya tarik yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap penting oleh khalayak.


(55)

Gambar I. Model S-O-R Sumber : Effendy, 2003:56

Gambar diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus (rangsangan) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi apabila stimulus itu diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus itu efektif. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini, dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organisme atau komunikan mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesedian untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsangan) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

Stimulus : Film My name is Khan

Organisme : Perhatian Pengertian Penerimaan


(56)

2.6 Persepsi

2.6.1 Definisi Persepsi

Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris Perception berasal dari bahasa Latin Perceptio, dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. Dalam arti sempit, persepsi ialah penglihatan, yakni bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003:445).

John R. Wenburg dan William W. Wilmot (Mulyana: 2005:167), mengungkapkan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organism memberi makna. Sedangkan menurut J. Cohen, persepsi didefinisikan sebagai representatif objek eksternal, persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana.

Definisi lain tentang persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi, menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2005:51).

Lahlry (Severin, 2005:83) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Data sensoris sampai kepada kita melalui lima indera kita.

Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangasangan yang


(57)

dating dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah, selanjutnya diproses.

Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi tidak akurat kita tidak mungkin berkomunikasi efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai kosekuensinya senakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2007:180).

2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. David Krech dan Richard S. Crutchfield (Rakhmat, 2001:58) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut Faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis stimuli atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Dari sini, Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama, yaitu: persepsi bersifat selektif secara fungsional. Ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.


(58)

Faktor- faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para psikolog Gegstalt, Kohler, Wartheimer dan Koffka merumuskan prinsip-prinsip komunikasi persepsi yang bersifat struktural. Prinsip ini kemudian terkenal dengan teori Gegstalt. Menurut teori ini bila ketika kita mempersepsi sesuatu. Dari prinsip inilah Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua, yaitu: Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.

3. Faktor Situasional

Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, dan petunjuk paralinguistik adalah beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi.

4. Faktor Personal

Faktor personal terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Pengalaman bertambah melalui rangkaian yang pernah dihadapi. Sementara motivasi adalah faktor yang mempengaruhi stimuli yang akan diproses. Sedangkan kepribadian adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola tetap yang dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seorang individu.

2.6.3 Proses Persepsi

Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subproses psikologis


(59)

lainnya adalah pengenalan, penalaran, perasaan, dan tanggapan. Seperti dinyatakan dalam bagan berikut ini:

Gambar 3

Variabel psikologis di antara rangsangan dan tanggapan Penalaran

Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan Perasaan

Sumber: Sobur, 2003:447

Dari bagan di atas, digambarkan bahwa persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan psikologis. Bahkan, diperlukan bagi orang yang paling sedikit terpengaruh atau sadar akan adanya rangsangan menerima dan dengan suatu cara menahan dampak dari rangsangan. Rasa dan nalar bukan merupakan bagian yang perlu dari setiap situasi rangsangan-tanggapan. Sekalipun kebanyakan tanggapan individu yang sadar dan bebas terhadap satu rangsangan atau satu bidang rangsangan sampai tingkat tertentu dianggap dipengaruhi oleh akal atau emosi, atau kedua-duanya.

Menurut Pareek (Sobur, 2003:451), Persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangasangan panca indra atau data. Dari definisi tersebut dikemukakan bahwa persepsi meliputi proses sebagai berikut :

1. Proses menerima rangsangan

Proses pertama dalam persepsi ialah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indra. Kita


(60)

melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga kita mempelajari segi-segi lain dari sesuatu itu.

2. Proses menyeleksi rangsangan

Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah mungkin memperhatikan semua rangsangan yang diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan itu disaring atau diseleksi untuk diproses lebih lanjut.

3. Proses pengorganisasian

Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan, yakni: pengelompokan (berbagai rangsangan yang diterima dikelompokkan dalam suatu bentuk), bentuk timbul dan latar (dalam melihat rangsangan atau gejala, ada kecendrungan untuk memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang timbul menonjol, sedangkan rangsangan atau gejala lainnya berada di latar belakang), kemantapan persepsi (adanya suatu kecendrungan untuk menstabilkan persepsi, dan perubahan konteks tidak mempengaruhinya).

4. Proses penafsiran

Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada dasarnya memberikan arti pada data dan informasi yang diterima.


(61)

Setelah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil tindakan untuk mengecek penafsirannya benar atau salah.

6. Proses reaksi

Tahap terakhir dari proses perceptual adalah tindakan sehubungan dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang bertindak sehubungan dengan persepsinya.


(1)

BAB V PENUTUP V.I Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang persepsi mahasiswa terhadap stigma terorisme dalam film My name is Khan terhadap kesepuluh informan yang berlatar belakang agama, suku, usia, dan jenis kelamin yang berbeda, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan para informan setuju bahwa film My name is Khan adalah sebuah bentuk media propaganda yang mendukung Islam untuk meluruskan stigma terorisme yang selama ini membelenggu, akan tetapi ada nilai lain yang coba ditanamkan dalam film ini yaitu terhadap konsep bahwa semua agama itu sama, serta adanya penanaman liberalisme dalam menjalankan peraturan yang sudah ditentukan dalam ajaran agama tertentu (Islam).

2. Stigma terorisme tersebut pada dasarnya menurut para informan merupakan konstruksi media, khususnya media Barat yang memang kontra terhadap negara-negara Islam. Selanjutnya, Para Informan sebahagian besar menyatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan terorisme. Namun, setiap aksi terorisme atau aksi kekerasan yang terjadi itu hanya tergantung pada individu. Agama, tidak ada kaitannya dalam menentukan siapa-siapa saja orang yang ada dalam aksi terorisme.


(2)

V.2 Saran

Setelah mengadakan penelitian mendalam terhadap film My name is Khan dan mengambil kesimpulan berupa persepsi kesepuluh informan dalam wawancara mendalam yang dilakukan, maka say memiliki saran untuk berberapa pihak :

1. Kehadiran film My name is Khan mendatangkan suatu pola pikir dan cara pandang yang terbuka tentang stigma terorisme, dimana stigma terorisme terhadap Islam telah menyebabkan perlakuan diskriminasi dan intimidasi kepada muslim tidak menimpa mereka kembali.

2. Kepada pihak pemerintah maupun non pemerintah dalam bidang keagamaan tidak berhenti memberikan informasi keagamaan untuk menguatkan dan memupuk kepercayaan hubungan antar pemeluk agama menghadapi masalah terorisme tersebut.

3. Kedepannya, peneliti berharap film-film bertema ke-Islaman lebih banyak lagi diproduksi. Namun film tersebut dapat diterima secara universal dan ditonton oleh seluruh masyarakat dunia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi. 1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Adian, DG. 2002. Menyoal Objektivitisme Ilmu Pengetahuan : Dari David Hume sampai Thomas Khun. Jakarta : Teraju.

Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdiyana. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.. Bandung : Rosdakarya.

Ardianto, Elvinaro. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Arni, Muhammad. 2000. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial: format-format Kuantitatif dan kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press.

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti.

___________________. 2005. Ilmu komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Hendropriyono, A.M. 2009. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.

Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi, Dan Militer. Yogyakarta : Media Pressindo. Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikas. Jakarta : Kencana


(4)

Lubis, Suwardi. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Medan : Bartong Jaya; McQuail, Dennis. 1996. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Penerbit Erlangga. Mulyana, Dedy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyana. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : UGM Press. Nuruddin. 2004. Komunikasi Massa. Yogyakarta : Cespur.

________. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Purba, Amir, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Medan : Pustaka Bangsa Press.

Rakhmat, Jalalluddin. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajahmada University Press.

________________. 2000. Komunikasi Massa. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

_________________. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

________________. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Severin, Warner J dan J.W Tankard. 2005. Teori Komunikasi Massa: Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta : Kencana.

Singarimbun, Masrin dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.


(5)

Walgito, Bimo. 1989. Psikologi Kerja. Jakarta : PT. Gramedia Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Grasindo Sumber-Sumber lainnya lain :

http://www.cinemaplex.com diakses pada tanggal 9 Maret 2010 http//www.vaynatic.wordpress.com, diakses pada 24 April 2010 http//www. Wawasandigital.com, diakses pada 25 April 2010 http//www.xa.yimg.com, diakses pada 25 April 2010


(6)

BIODATA

Nama : Siti Zahara Siregar

NIM : 060904041

Departemen : Ilmu Komunikasi

Program Studi : Jurnalistik

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 27 Oktober 1988

Agama : Islam

Anak ke : 1 (Tunggal)

Pendidikan : 1. SDN 067257, lulus tahun 2000 2. SLTP N 8 Medan, lulus tahun 2003 3. SMA N 14 Medan, lulus tahun 2006

4. Ilmu Komunikasi FISIP USU, lulus tahun 2010

Nama Orangtua

a) Ayah : Zainul Siregar

b) Ibu : Rodiah Manurung

Alamat : Jl. Garu I Gg. Kundur No. 181 D, 20147 Medan

No. Telepon : 08566139450

Email