Pendidikan Politik Aisyiyah

Pendidikan Politik Aisyiyah
Tanwir 2003 ini merupakan Tanwir yang strategis. Kenapa? Karena, menurut Ketua
Pimpinan Pusat Aisyiyah Prof Dr Hj Siti Chamamah Soeratno, Tanwir 2003 yang
merupakan musyawarah nasional di tengah periode 2000-2005 merupakan
kesempatan yang efektif bagi evaluasi diri, untuk selanjutnya menampilkan diri
sebagai komponen bangsa yang potensial bagi penciptaan Indonesia Baru hasill dari
event besar nasional Pemilu 2004. Karenanya, Aisyiyah perlu berpartisipasi untuk
suksesnya event demokrasi ini. Sehingga Pemilu betul-betul merupakan Pemilu
yang berkualitas.
Sebab Pemilu yang berkualitas, menurut Ketua Lembaga Pengkajian dan
Pengembangan PP Aisyiyah Dra Siti Noordjannah Djohantini MM yang juga anggota
Panwaslu Pusat, akan memiliki implikasi positif bagi bangsa Indonesia. Pertama,
menghasilkan pemerintahan yang efektif dan dipercaya oleh warganya. Kedua,
keabsahan kekuasaan pemenang Pemilu dapat diterima, dihormati, serta tidak akan
dipersoalkan lagi oleh siapapun di masa mendatang. Ketiga, kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan Pemerintah yang baru bisa berjalan efektif, dihormati dan
dijalankan oleh semua warga. Keempat, menjamin kepercayaan dan pengakuan
warga negara terhadap wakil-wakilnya. Kelima, ada jaminan terhadap ruang
ekspresi warga negara bagi hak-hak dasar dan kedaulatan rakyat, ikut sertanya
warga negara untuk terlibat dan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan, serta
terbentuknya wakil-wakil rakyat dan Pemerintah yang bertanggung jawab dan

dapat dipercaya oleh warga negara. Keenam, dalam jangka panjang, dapat
memperkokoh legitimasi demokrasi, sehingga semua pihak percaya bahwa
demokrasi adalah system yang paling tepat bagi semua warga negara.
Lalu bagaimana Pemilu yang berkualitas itu? Menurut Dr Riswanda Imawan yang
staf Pengajar Universitas Gajah Mada Yogyakarta; Pertama, warga negara bebas
dalam mengekspresikan hak-hak dasarnya. Warga negara yang telah memenuhi
persyaratan untuk menggunakan hak pilihnya bisa memilih secara otonom tanpa
ditentukan atau mendapat tekanan dari pihak manapun. Kedua, adanya kompetisi
yang adil. Semua partai politik dan kandidat saling bersaing secara adil dan tidak
menggunakan daya paksa, tidak melakukan praktek-praktek rekayasa dan
manipulasi, sejak masa pendaftaran pemilih, pelaksanaan kampanye, hingga
penghitungan suara. Ketiga, menghasilkan tingkat keterwakilan yang berimbang.
Maksudnya, perwakilan yang adalah seimbang dan tidak ada dominasi
kelompok/kelas tertentu. Keempat, keterwakilan yang dihasilkan dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya, lembaga perwakilan yang terbentuk bisa
menyerap dan menyuarakan aspirasi warga negara dengan baik, dapat
mewujudkannya dalam bentuk produk kebijakan yang sesuai dengan kepentingan
dan kebutuhan warga negara.

Untuk menjadikan Pemilu yang berkualitas itu, Aisyiyah merencanakan program

pendidikan pemilih dan simulasi Pemilu. Program ini meliputi Training for Trainer
(TFT), Pelatihan Pendidikan Pemilih dan Simulasi Pemilu, Sosialisasi ke akar rumput
melalui Simulasi Pemilu di Kecamatan yang dilakukan Pimpinan Cabang Aisyiyah,
dan Sosialisasi ke akar rumput pada lapis kedua yang dilakukan oleh Pimpinan
Ranting Aisyiyah. Program yang dipelopori Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
(LPP) PP Aisyiyah ini diperkirakan akan melibatkan 10.200.000 pemilih perempuan.
Untuk tahap pertama, LPP akan menyelenggarakan Training for Trainer di tiga
regional. Masing-masing regional akan melatih 40 peserta. Kemudian para peserta
TFT itu melakukan pelatihan yang dilaksanakan di 34 Daerah Sasaran Pelatihan (56
Daerah Pemilihan, 91 Kabupaten/Kota). Masing-masing pelatihan melibatkan 40
orang peserta, sehingga total peserta sebanayk 1.360 orang mubalighat, dan
masing-masing mubalighat melakukan 4 kali pertemuan di tingkat kecamatan,
maka jumlah total dari target sasaran di akar rumput adalah sebanyak 5.440 kali
pertemuan.
Kemudian jika setiap pertemuan di kecamatan akan diikuti oleh 75 anggota Aisyiyah
yang berasal dari Desa dan Kelurahan, maka ada 406.000 orang yang menjadi
target sasaran di tingkat akar rumput lapis pertama (kecamatan). Dari 75 orang tiap
pertemuan ini akan diambil sebanyak 25 orang untuk mengikuti simulasi pemilu,
sedangkan yang lainnya sebagai peserta pendidikan pemilih. Dari 408.000 orang
yang mengikuti pelatihan dan simulasi Pemilu di Kecamatan akan mensosialisasikan

ke tingkat akar rumput di desa dan kelurahan. Di masing-masing Desa/Kelurahan
tersebut akan mensosialisasikan kepada masyarakat/jamaah lain sebanyak minimal
25 orang maka akan muncul sebanyak 10.200.000 orang yang menjadi dampak
program di akar rumput lapis kedua. Ini tentu kerja serius. Semoga berhasil. (lut).

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 2 2004