LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN Pendidikan. docx

LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi
fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi
dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis,
dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. selanjutnya
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia,
agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan
yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama.
Politik Pendidikan, yaitu studi ilmiah tentang aspek politik dalam seluruh kegiatan pendidikan.
Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan tentang kebijaksanaan pendidikan. (Suhartono, 2008
:103)
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, landasan politik penting untuk melatih jiwa
masyarakat, berbangsa dan bertanah air dan juga dapat dimaknai sebagai suatu studi untuk
mengkritisi suatu system pemerintahan dan pemerintah yang bila memungkinkan melakukan
penyimpangan amanat.
Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat
pendidikan seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami mengingat semakin tinggi
kesempatan seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula seseorang
atau masyarakat memiliki kesempatan membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus
mengkritisi ruang idealitas dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat

sebenarnya terletak pada politik pendidikan masyarakat.
Politik pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis
pemerintah dalam bidang pendidikan. Politik pendidikan yang diharapkan tentunya politik
pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih
banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat SD sekalipun.
Masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang
representatif atau tak memiliki ruang belajar sama sekali. Masih banyak sekolah yang sangat
kekurangan guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang
menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah.
Dengan kondisi tersebut, bagaimana mungkin bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan bangsabangsa lain yang kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM)-nya sudah lebih maju.
Dalam konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin
agenda pendidikan politik bisa dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya
politik yang diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda
politik pendidikan yang memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau
mengenyam pendidikan, tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan
Undang-Undang Dasar 1945.

B.

Kebijakan Politik dalam Pendidikan


Dalam usia 63 tahun kemerdekaan Indonesia, dunia pendidikan kita tampaknya masih terpasung
kepentingan politik praktis dan ambiguitas kekuasaan. Padahal, politik dan kekuasaan suatu
negara memegang kunci keberhasilan pendidikan.
Dalam konteks pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik
eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar. Ranah politik dan kekuasaan
harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan peradaban
bangsa ini.
Tokoh liberalisme pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah menegaskan bahwa
bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan
pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk menentukan
kinerja pendidikan suatu negara.
Bangsa yang politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk.
Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan
bagus. Pertanyaannya kini, bagaimanakah realitas politik pendidikan kita saat ini?
Semenjak kemerdekaan sampai dengan era reformasi perjalanan politik pendidikan nasional
telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu di era orde lama, pada tahun 1954, di era orade baru,
dan sat ini di era reformasi.

C.


Kebijakan pendidikan di era orde lama ditahun 1954.

Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi.
Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa krusial pasca
kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme dan terjadi interplay
(tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis.
Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang
berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya
menjadi ”win-win solution” dengan mengakomodasi semua kepentingan. Di sini terjadi
pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya
membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi
dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.

D.

Kebijakan politik pendidikan nasional di era orde baru

Dengan dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan ditahun 1989. Berbeda dengan
kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada sentralisasi dan

birokratisasi.
Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orangorang daerah didoktrin sedemikian rupa sehingga menjadi kader-kader yang ‘yes man’, selalu
patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya
daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif, yang ada hanyalah birokrat yang “sendikho dhawuh”.
Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme. Orang-orang atau cendekia yang
idealis, kritis, dan inovatif tiba-tiba memble ketika masuk pada jalur birokrasi.
Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu sebab kuatnya intervensi kekuasaan
sangat mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa orba,
muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk
melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau instusi-institusi
pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran
P4 merupakan salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. (Mu’arif,
2008:13)
Di era ini pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan
kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati. Yang tersisa
hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang
sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang
seragam, ya serba seragam.

E.


Kebijakan politik pendidikan di era reformasi.

Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional N0
20 tahun 2003. Di era reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi.
Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secara top-down diubah dengan memberi
kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalah bottom-up.
Regulasi yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia
pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi
dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi
keangkuhan daerah.
Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses
pendidikan tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan
mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat,
kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses pendidikan semakin
memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini.

Kebijakan politik yang paling di sorot pada masa ini adalah kebijakan- kebijakan tentang
otonomi daerah dalam bidang pendidikan, penerapan kurikulum yang berganti-ganti, hingga
yang diterapkan saat ini yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan pro dan kontra

yang terjadi pada pelaksanaan Ujian Nasional.
1. Otonomi Daerah dalam bidang pendidikan
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya
ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih
mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita masyarakat
yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera.
Desentralisasi bidang pendidikan dimulai dengan keluarnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah
Daerah dan kemudian ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang Peribangan Keuangan Daerah
yang di dalamnya mengatur tentang sektor-sektor yang didesentralisasikan dan yang tetap
menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang
didesentralisasikan, sehingga sejak itu pendidikan terutama dari TK sampai dengan SMA
menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi menjadi urusan Pemerintah Pusat
dan Provinsi..
Sejak urusan pendidikan didesentralisasikan, signal-signal adanya banyak masalah baru sudah
tampak. Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk urusan guru serta saling lempar
tanggung jawab untuk pembangunan gedung sekolah. Pengelolaan guru menjadi tarik menarik,
karena jumlahnya yang banyak, sehingga banyak kepentingan politik maupun ekonomi yang
bermain di dalamnya. Sedangkan pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi
lempar-lemparan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemda karena besarnya dana
yang diperlukan untuk itu. Sementara, di lain pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda

sama-sama mengeluh tidak memiliki dana.
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan angin segar bagi dunia pendidikan
dasar dan menengah. KTSP dimaknai sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Ini berarti satuan pendidikan tertantang untuk
menterjemahkan standar isi yang ditentukan oleh Depdiknas. Bahkan diharapkan sekolah mampu
mengembangkan lebih jauh standar isi tersebut.
Meskipun sekolah diberi kelonggaran untuk menyusun kurikulum, namun tetap harus
memperhatikan rambu-rambu panduan KTSP yang disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Hal ini diharapkan agar selalu ada sinkronisasi antara standar isi dan
masing-masing KTSP.
Dalam prakteknya, peluang ini juga akan menghadapi kendala yang tidak ringan, Pertama,
belum semua guru atau bahkan kepala sekolah mempunyai kemampuan untuk menyusun
kurikulum. Kedua, semua komite sekolah atau bahkan orang Depdiknas belum memahami

tatacara penyusunan sebuah kurikulum yang baik. Ketiga, kebingungan pelaksana dalam
menerjemahkan KTSP.
Sudah sering dikemukakan oleh berbagai kalangan, ketidaklogisan KTSP terjadi karena seolah
diberikan kebebasan untuk mengolaborasikan kurikulum inti yang dibuat Depdiknas, tetapi
evaluasi nasional oleh pemerintah dengan melalui Ujian Nasional (UN) justru yang paling

menentukan kelulusan siswa.
1. Ujian Nasional
Kebijakan pemerintah melaksanakan Ujian Nasional selalu menghadirkan pro dan kontra. Bagi
yang sependapat UN merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan
menengah di negeri ini. Sementara bagi yang kontra, UN justru akan membebani siswa dalam
belajar. Bahkan menjadi hantu yang menakutkan dan kemungkinan besar justru mematikan
potensi anak.
Lepas dari setuju tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam memotret pemetaan kualitas
satuan pendidikan nasional. Namun yang sering dikeluhkan, kenapa UN dijadikan alat vonis
penentuan kelulusan? Adilkan suka duka siswa dalam belajar selama tiga tahun hanya ditentukan
nasibnya selama tiga hari pelaksanaan UN?
Kontroversi mengenai ujian nasional (UN) kebijakan ini dengan jelas menggambarkan betapa
lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan selama ini. Visi adalah sebuah jangkauan
terpanjang dari apa yang hendak dicapai dan dituju. Tetapi kalau suatu kebijakan hanya
diarahkan semata-mata untuk mengejar target, di mana visi pendidikan kita yang mencerdaskan
itu ? Inilah yang membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Sasaran apa yang
hendak dicapai?
Kita menghadapi persoalan sangat mendasar dalam konteks kebijakan ini. Apakah dengan
adanya Ujian Nasional ini mutu pendidikan kita bisa ditingkatkan? Sayang sekali pertanyaan ini
selalu luput dari perhatian.

Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh Ujian Nasional melainkan pada
paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini kita sering menjadikannya sebagai tolok ukur
prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan kita
semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji seperti
korupsi, manipulasi anggaran, dan kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan untuk
mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah.

A. Realitas Politik Pendidikan
Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya merdeka. Hal
ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam mewujudkan akses dan
pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan
sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru,

rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah
hati, dan sebagainya.
Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005–2009 dengan tiga
sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan
pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata
kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pemerintah Indonesia juga telah berupaya terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada

pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam
realitasnya, kita menyaksikan ternyata kebijakan dan praktik pendidikan kita masih jauh
panggang dari api.
Sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk
mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada 2008
adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada
jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan
kesejahteraan guru.
Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara
penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan
operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa
sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi
keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada
jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan masa depan
politik pendidikan, diantaranya adalah, Pertama, menghapus dikotomi dualisme
penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen

Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu, kualitas
dan kemajuannya. Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan terkesan
tidak bermutu dan terbelakang.
Kedua, peningkatan anggaran pendidikan. Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan
dunia pendidikan nasional, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN
dan APBD adalah menjadi keniscayaan. Ini menjadi persoalan mendesak, jika kita betul-betul
serius ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah
mengamanahkannya.
Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar. Pemerintah dan pemerintah daerah harus punya
kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan untuk tingkat
sekolah dasar. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, “Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”

Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna
serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum
pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan
memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajarannya.
Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi,
profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama pendidikan dan
pembangunan bangsa. Tanpa guru yang profesional dan sejahtera, mustahil pendidikan kita akan
maju dan berdaya saing.

Makalah Politik Pendidikan
Ibrahim MA
7:38 PM
pendidikan Politik
1.1 Latar Belakang Masalah

Politik pendidikan atau the politics of education adalah kajian tentang relasi antara proses munculnya
berbagai tujuan pendidikan dengan cara – cara penyampaiannya. Kajian ini lebih terfokus pada kekuatan
yang menggerakkan perangkat pencapaian tujuan pendidikan dan bagaimana serta kemana perangkat
tersebut akan diarahkan. Kajian politik pendidikan terkonsentrasi pada peranan Negara dalam bidang
pendidikan, sehingga dapat menjelaskan asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan
pendidikan dalam suatu masyarakat secara lebih baik.Kajian politik pendidikan dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang kaitan antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isu – isu
praktis sehari hari di sekolah; tentang kesadaran kelas; tentang berbagai bentuk dominasi dan
subordinasi yang sedang dibangun melalui jalur pendidikan.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Hakekat Politik

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya
penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu
politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:


Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori
klasik Aristoteles)



Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara



Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat



Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik,
legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah
pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
2.2 Hubungan Politik dan Pendidikan

Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam system sosial politik disetiap Negara, baik
Negara maju maupun Negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian – bagian yang
terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa – apa. Padahal, keduanya bahu membahu
dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat disuatu Negara. Lebih dari itu, keduanya saling
menunjang dan saling mengisi lembaga – lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam
membentuk perilaku politik masyarakat di Negara tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara
pendidikan dan politik disetiap Negara. Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang telah terjadi
sejak awal perkembangan peradaban manusia dan menjadi perhatian para ilmuan.

PendidIkan sering dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideology Negara atau tulang yang
menopang kerangka politik. Di Negara – Negara barat kajian tentang hubungan antara pendidikan dan
politk dimulai oleh Plato dalambukunya Republic yang membahas hubungan antara ideology dan
institusi Negara dengan tujuan dan metode pendidikan.

Plato mendemonstrasikan dalam buku tersebut bahwa dalam budaya Helenik, sekolah adalah salah satu
aspek kehidupan yang terkait dengan lembanga – lembaga politik. Plato menggambarkan adanya

hubungan dinamis antara aktivitas kependidikan dan aktivitas politik. Keduanya sakan dua sisi dari satu
koin, tidak mungkin terpisahkan. Analisis Plato tersebut telah meletakkan fundamental bagi kajian
hubungan politik dan pendidikan di kalangan generasi ilmuwan generasi berikutnya.

Dalam ungkapan Abernethy dan Coombe (1965 : 287), education and politics are inextricably linked
(pendidikan dan politik terikat tanpa bias dipisahkan). Hubungan timbal balik antara politik dan
pendidikan dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok (group attitudes),
masalah pengangguran (employment), dan peranan politik kaum cendikia (the political role of the
intelligentsia).

Dalam masyarakat yang lebih maju dan berorientasi teknologi, dan mengadopsi nilai – nilai dan lembaga
barat, pola hubungan antara pendidikan dan politik berubah dari pola tradisional ke pola modern.
Dibanyak Negara berkembang, dimana pengaruh modernisasi sangat kuat. Jika politik dipahami sebagai
praktik kekuatan, kekuasan, dan otoritas dalam masyarakat dan pembuatan keputusan – keputusan
otoritatif tentnag alokasi sumber daya dan nilai – nilai sosial (Harman, 1974 : 9), maka jelaslah bahwa
pendidikan tidak lain adalah sebuah bisnis politik.

Hal tersebut menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang berhubungan erat dan
saling mempengaruhi. Dengan kata lain, berbagai aspek pendidikan senantiasa mengandung unsur –
unsur politik. Begitu juga sebaliknya, setiap aktivitas politik ada kaitannya dengan aspek – aspek
kependidikan.

2.3 Kontrol Negara terhadap Pendidikan

Sebagai suatu proses yang banyak menentukan corak dan kualitas kehidupan individu dan masyarakat,
tidak mengherankan apabila semua pihak memandang pendidikan sebagai wilayah strategis bagi
kehidupan manusia sehingga program – program dan proses yang ada di dalamnya dapat dirancang,
diatur, dan diarahkan sedemikian rupa untuk mendapatkan output yang diinginkan. Ini yang menjadi
salah satu alasan mengapa suatu Negara sangat pedulu dan menyediakan anggaran dalam jumlah yang
besar untuk bidang pendidikan. Semua itu dilakukan dalam rangka membangun suatu system pendidikan
yang memiliki kharakteristik, kualitas, arah, dan output yang diinginkan. Untuk memastikan terwujudnya
keinginan tersebut, banyak Negara yang menerapkan control yang sangat ketat terhadap program –
program pendidikan, baik yang diselenggarakan sendiri oleh Negara maupun yang diselenggarakan oleh
masyarakat.

Pemerintah adalah bagian dari Negara yang paling kasat mata dan dapat juga menjadi bagian paling
penting dan paling aktif dari Negara, tetapi pemerintah bukanlah keseluruhan dari Negara. Negara terdiri
dari berbagai institusi yang masing masing memiliki fungsi dan peran tersendiri dalam tatanan kehidupan
kenegaraan.

Menurut Dale (1989: 39 - 43), control Negara terhadap pendidikan umunnya dilakukan melalui empat
cara. Pertama, system pendidkan diatur secara legal. Kedua, system pendidikan dijalankan sebagai
birokrasi, menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas. Ketiga, penerapan wajib pendidikan
(compulsory education). Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang berlangsung disekolah
berlangsung dalam konteks tertentu. Dale (1989 : 59) menambahkan bahwa perangkat Negara dalam
bidang pendidikan, sepeti sekolah dan administrasi pendidikan memiliki efek tersendiri terhadap pola,
proses, dan praktik pendidikan.

2.4 Sketsa Politik Pendidikan di Indonesia

Setiap periode perkembangan pendidikan nasional adalah persoalan penting bagi suatu bangsa karena
perkembangan tersebut menentukan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknolgi, karakteristik,
dan kesadara politik yang banyak mempengaruhi masa depan bangsa tersebut. Setiap periode
perkembangan pendidikan adalah faktor politik dan kekuatan politik karena pada hakikatnya pendidikan
adalah cerminan aspirasi, kepentingan, dan tatanan kekuasaan kekuatan – kekuatan politik yang sedang
berkuasa.

Ada empat strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu :
1. Peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan
2. Peningkatan relevansi pendidikan dengan pembangunan
3. Peningkatan kualitas pendidikan
4. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan.

Sketsa penyelenggaraan pendidikan di Negara ini dapat dibagi atas enam periode perkembangan, yaitu :

1. Periode pertama adalah periode awal atau periode prasejarah yang berlangsung hingga pertengahan
tahun 1800an. Pada masa ini penyelenggaraan pendidikan di tanah air mengarah pada sosialisasi nilai –
nilai agama dan pembangunan keterampilan hidup. Penyelenggaraan pendidikan pada periode ini
dikelola dan dikontrol oleh tokoh – tokoh agama.

2. Periode kedua adalah periode kolonial Belanda yang berlangsung dari tahun 1800an hingga tahun
1945. Pada periode ini penyelenggaraan pendidikan ditanah air diwarnai oleh proses modernisasi dan
pergumulan antara aktivitas pendidikan pemerintahan colonial dan aktivitas pendidikan kaum pribumi.
Disatu pihak, pemerintah colonial berusaha menempuh segala cara untuk memastikan bahwa berbagai
kegiatan pendidikan tidak bertentangan dengan kepentingan kolonialisme dan mencetak para pekerja
yang dapat diekploitasi untuk mendukung misi sosial, politik, dan ekonomi pemerintah kolonial.

3. Periode ketiga adalah periode pendudukan Jepang yang berlangsung dari tahun 1942 hingga tahun
1945. Berbagai kegiatan pendidikan pada periode ini diarahkan pada upaya mendiseminasi nilai – nilai
dan semangat nasionalisme serta mengobarkan semangat kemerdekaan ke seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu aspek perkembangan dunia pendidikan pada masa periode ini adalah dimulainya penggunaan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan pendidikan formal.

4. Periode keempat adalah periode Orde Lama yang berlangsung dari tahun 1945 hungga tahun 1966.
Pada periode ini kegiatan pendidikan di tanah air lebih mengarah pada pemantapan nilai – nilai
nasionalisme, identitas bangsa, dan pembangunan fondasi ideologis kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tujuan utama pendidikan pada periode ini adalah nation and character building dan kendali
utama penyelenggaraan pendidikan nasional dipengang oleh tokoh – tokoh nasionalis.

5. Periode kelima adalah periode Orde Baru yang berlangsung dari tahun 1967 hingga tahun 1998. Pada
periode ini pendidikan menjadi instrument pelaksanaan program pembangunan di berbagai bidang,
khususnya bidang pedagogi, kurikulum, organiasi, dan evaluasi pendidikan diarahkan pada akselerasi
pelaksanaan pembangunan. Karena focus utama pembagunan nasional pada era Orde Baru adalah pada
bidang ekonomi.

6. Periode keenam adalah periode Reformasi yang dimulai pada tahun 1998. Pada periode ini semangat
desentralisasi, demokratisasi, dan globalisasi yang dibawa oleh gerakan reformasi sehingga penataan
system pendidikan nasional menjadi menu utama. Dengan menelusuri prinsip – prinsip penerapan yang
diatur dalam berbagai peraturan perundang – undangan terkait.

Landasan Politik Pendidikan
30 Agustus 2013 pukul 19:57
LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan
manusia dengan makhluk hidup lainnya.Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat
mewujudkan kemanusiannya yang berbeda dengan hewan karena manusia itu adalah mahkluk
yang memerlukan pendidikan. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya,
sedangkan manusia belajar,manusia sebagai animal educabial berarti memiliki potensi untuk
dididik atau dikembangkan. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala
anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di
sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen,sehingga
dapat dikatakan bahwa tugas mendidik adalah tugas yang paling tua didunia ini.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat
menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk
memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan,
sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka
memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup
masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengertian bahwa
pendidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian
pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Dengan demikian Hakekat manusia dan proses pendidikan yang terjadi pada lingkup manusia
sebagai mahkluk yang dididik,dan dapat mendidik sesamanya,sehingga kebijakan pendidikan
harus melibatkan anak,pendidik,dan hubungan interpersonal didalam suatu masyarakat yang
memiliki nilai-nilai budaya.

B. Landasan politik pendidikan
Politik pada awalnya berasal dari kata yunani politea yang diperkenalkan pertama kali oleh plato
(347 SM) dengan makna hal ihwal mengenai Negara,kemudian dikembangkan lagi oleh
Aristoteles (322 SM) Ia memahami politik sebagai suatu seni untuk mengurus dan mengatur
Negara,inilah yang merupakan makna pertama dari kata politik.Yang kemudian politik dipahami
sebagai kegiatan suatu system poltik Negara yang dilakukan untuk mencapai tujuan bersama.Dan
pemahaman mengenai politik ini merupakan pemahaman yang sangat universal,yang termasuk

didalamnya untuk memahami kebijakan-kebijakan tertentu untuk mewujudnyatakan tujuan –
tujuan tertentu.
Menurut pendapat BN Marbun dalam kamus politik pemahaman tentang politik dibagi atas
empat pokok yaitu pertama politik sebagai hal ihwal mengurus Negara,kedua politik sebagai
aneka macam kegiatan dalam suatu Negara menyakutt pengambilan keputusan yang menyangkut
tujuan Negara maupun pelaksanaannya,ketiga politik sebagai suatu kebijakan dan yang keempat
politik sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu.
Sementara Miriam Budiardjo memahami politik dalam lima makna yaitu, Pertama politik adalah
Negara,kedua politik adalah kekuasaan,ketiga politik adalah pengambilan keputusan,keempat
politik adalah kebijaksanaan atau policy dan yang kelima politik adalah distribusi dan
alokasi.Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan politik merupakan Suatu cara atau seni
yang dipakai untuk mencapai tujuan bersama,berdasarkan keputusan dan kebijakan yang telah
diambil bersama.
Dengan demikian politik pendidikan adalah suatu kebijakan dalam dunia pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan.Tujuan pendidikan berdasarkan Undang-undang sisdiknas no 20 thn
2003 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.

C.Kebijakan Pendidikan.
Kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan
berbangsa,konsep yang sering kita dengar ,kita ucapkan dan kita lakukan,tetapi kita tidak
mengetahui maknanya.Kata kebijakan (poicy) seringkali dicampuradukan dengan kata
kebijasanaan (wisdom).Kedua istilah ini mempunyai arti yang sangat jauh berbeda,landasan
utama yang mendasari suatu kebijakan adalah pertimbnagan akal.
Kata pendidikan sudah dikenal oleh manusia sejak Ia dilahirkan didunia ini,karena ia dilahirkan
dari seorang ibu yang secara insting akan melindungi dan mengajari anaknya sehingga menjadi
orang dewasa,didalam proses pendewasaan itu seorang ibu akan dibantu oleh orang-orang
disekitarnya yaitu melalui proses pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan baik secara
formal maupun informal.
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah
strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi,misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu
tertentu.Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan public,kebijakan public adalah
kebijakan yang dibuat oleh Negara,yaitu berkenaan dengan lembaga eksekutif,legislative,dan
yudikatif,dan kebijakan public mengatur kehidupan bersama.

D.Kekuasaan dan Pendidikan
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan struktur kekuasaan didalam masyarakat,Kekuasaan
yang merampas hak-hak asasi manusia yang akan berakibat fatal terhadap perkembangan
manusia.seperti beberapa masalah yang terjadi yang diuraikan para pakar pendidikan,Yang
pertama Ki Hadjar Dewantara (karena kekuasaan colonial yang telah membatasi perkembangan
pribadi manusia Indonesia dan pendidikan hanya untuk kaum colonial), kedua Romo Mangun
(Negara menyusun suatu sisitem pendidikan yang pada hakekatnya telah membelengu peserta
didik,terlebih orang miskin),ketiga Paulo Freire (system pendidikan yang berlaku dinegaranya
sebagai bentuk perampasan terhadap hak asasi manusia) dan keempat adalah seorang ekonom
Amarta Sen (kemiskinan, kelaparan karena ketidak berdayaan kaum yang tertindas untuk
menyatakan sesuatu sehingga membatasi perkembangann ya).
Dari bebrapa contoh diatas,peran pemerintah dalam memfasilitasi rakyat untuk mewujudakan
hak asasinya,khusus dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan.bagi John Dewey masalah
Kekuasaan (power) dalam dunia pendidikan memperoleh dimensi yang lain.Menurutnya
pendidikan hendaknya mengembangkan kekuasaan yang berada dalam hakekat peserta
didik.Kekuatan itu insting atau kebutuhan Peserta didik yang terstimulasi oleh lingkungan
manusia (masyarakat) dan lingkungan alamnya.

D.Kebijakan Pendidikan Berdasarkan Hakekat Pendidikan.
Pada uraian sebelumnya telah diuraikan bagaimana pandangan tentang hakekat pendidikan
dilihat dari sudut pandang tentang hakekat manusia,seperti yang telah dipaparkan oleh empat
tokoh pemikir seperti Kihadjar Dewantara,Romo Mangun, Paulo Freire,Dan Amartyn
Sen,mereka berempat mempunyai kesamaan dalam hal melihat manusia bukan sebagai
objek,tetapi sebagi subjek yang bermartabat dan bertanggung jawab dalam memberikan makna
terhadap kehidupannya.Dalam hal ini mereka mempunyai hak dan kebebasan (Hak memerdekan
diri dalam pendidikan),tetapi pada kenyataannya kemerdekaan dan kreativitas manusia banyak
terhalang dalam berbagai konstruksi,dalam kehidupan social buatan manusia (kekuasaan orang
yang berkuasa).Dengan kata lain kesadaran akan pribadi yang merdeka (hak-hak asasi manusia)
serta kemampuan untuk berkreativitas telah dibatasi oleh berbagai kekuasaan dalam masyarakat.
Manusia yang dapat dididik dan harus mendapatkan pendidikan apabila proses pendidikan itu
sesuai denagn hakikat manusia yang bebas,karena proses pendidikan yang sejalan dengan
pandangan manusia sesuai dengan hak-hak asasinya merupakan suatu proses untuk
memberdayakan manusia atau proses pemberdayaan.Dalam proses memberdayakan manusia
untuk mewujudkan kemerdekaannya dibutuhkan suatu lingkungan yang aman (lingkungan yang
kondusif) bagi perkembangan pribadi yang merdeka.
Proses pendidikan merupakan kesatuan antara teori dan praktik pendidikan.Kebijakan
pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai hakekat manusia sebagai mahkluk

yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusian.Proses pendidikan sebagi pemanusian
terjadi dalam lingkungan alam serta lingkungan sosialnya.Oleh sebab itu,kebijakan pendidikan
merupakan penjabaran dari visi-misi dari pendidikan dalam masyarakat tertentu.
Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis yaitu kesatuan antara
teori dan praktik pendidikan,dan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan pribadi
serta masyarakat yang memiliki pendidikan bagi perkembangan individu.
Proses pendidikan sebagai proses pemanusian terjadi dalam interaksi social.Halini berarti bahwa
pendidikn merupakan milik masyarakat.Apabila pendidikan itu merupakan milik masyarakat
maka suara masyarakat dalam berbagai tingkat perumusan,pelaksanaan dan evaluasi kebijakan
perlu mendengar suara atau saran-saran dari masyarakat.
Suatu kebijakan pendidikan bukanlah sesuatu yang abstrak tetapi sesuatu yang dapat
diimplementasikan dan didukung oleh riset dan pengembangan.Suatu kebijakan pendidikan
merupakan pilihan dari berbagai alternative kebijakan sehingga perlu dilihat output dari
kebijakan tersebut dalam praktik.Kebijakan pendidikan bukanlah monopoli dari pakar
pendidikan saja,tetapi berbagai pakar dari berbagai disiplin ilmu.

E.Filsafat Politik dan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan tindakan dalam kehidupan manusia,manusia yang dilahirkan
dalam keadaan yang tak berdaya dikaruniai kebebasan yang akan berkembang sesuai dengan
pertumbuhannnya serta lingkungan ynag membentuknya baik lingkungan manusia maupun
lingkungan alam.kebebasan yang dimiliki oleh manusia disertai denagn perkembangan
akal,emosi,jasmani pada akhirnya membawa anak manusia sebagai anggota masyarakat yang
bertanggung jawab.Kebebasan manusia mempunyai dua aspek yaitu kebebasan dari dan
kebebasan untuk.Kebebsan bukanlah suatu kebebasan yang absolute tetapi kebebasan yang
memiliki batas.Kebebbasan dari lingkungan (alam,manusia,budaya,dll)untuk pembentukan
perkembangan pribadinya.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan manifestasi dari manusia sebagai mahkluk
bermoral.Kajian mengenai moral merupakan bidang telaah filasafat molral.Filsafat moral dapat
dirumuskan suatu kajian tentang bagaimana kita harus bertindak dan dan dengan kata lain
bagaiman kita harus hidup.Filsafat moral yang melihat manusia sebagai mahkluk individu dan
social.Kedua aspek kehidupan manusia disatukan oleh moral untuk mewujudkan kemanusian.
Kajian filsafat mengenai kehidupan manusia ialah filsafat politik.Filsafat politik studi evaluative
tentang masyarakat.Dengan demikian kebijakan pendidikan haruslah didasarkan pada ilmu
politik normative(ilmu yang mengkaji atau mengevaluasi masyarakat yang ada maupun yang
akan lahir) yang dalam masyarakat Indonesia berarti mewajibkan pendidikan berdasarkan nilainilai moral pancasila.Sebagai contoh misalnya kebijakan pendidikan yang tidak merata dan
hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi tentunya bertentangan
denagn nilai-nilai moral Pancasila.

Nilai-nilai luhur pancasila berpijak atau bertumpu pada konsep kemakmuran dan keadilan hal itu
berarti kemakmuran yang dicita-citakan harus dinikmati dan merupakan hak semua warga
Negara Indonesia tanpa kecuali dengan memberikan kesempatan yang sama merata pada seluruh
rakyat untuk menggapainya ,hak yang sama untuk mengecap pendidikan mulai dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi dan untuk mendapatkan pendidikan yang
bermutu/berkualitas ,menggunakan semua fasilitas (sarana dan prasarana pendidikan).
Dan demikian pula kebijakan pendidikan dalam era globalisasi yang terlalu melihat keluar
(outward looking) sehingga meninggalkan masalah-masalah domestic,benar kita harus
mempersiapkan bangsa kita untuk menghadapi era globalisasi tersebut tetapi kita harus sadar
bahwa perkembangan pendidikan kita masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Negaranegara tetangga, ini adalah masalah-masalah yang konkrit dalam dunia pendidikan kita ditanah
air,jadi kita benahi dulu mutu pendidikan dalam negeri kita kemudian kita mempersiapkan
bangsa kita untuk menunju pasar bebas tersebut. Karena jika tidak akan mengakibatkan frustasi
bagi rakyat banyak atau merasa tercerabut dari budaya lokal tempat dimana ia berpijak.
Kebijakan politik diera globalisasi hendaknya juga diarahkan /ditujukan untuk memperkuat rasa
harga diri manusia Indonesia,karena dengan rasa harga diri yang kuat manusia itu mempunyai
kemerdekaan (manusia yang bermutu,manusia yang siap pakai).Identitas manusia,identitas
kelompok,identitas suatu bangsa merupakan ungkapan dari kemerdekaan seseorang dalam
menentukan eksistensinya sendiri didunia ini (ia akan menentukan kemana arah ia akan
melangkah sesuai kualitas dirinya)Inilah wujud kebijakan pendidikan yang didasarkan kepada
moral Pancasila.

F. Kebijakan Pendidikan berdasarkan Fakta dan Informasi.
Pada tataran filsafat pendidikan kita lihat proses lahirnya visi dan misi pendidikan yang
dijabarkan berdasarkan filsafat manusia.Perumusan visi dan misi pendidikan juga mendapat
sumbangan dari filsafat politik,ilmu politik,kajian-kajian sosiologi ekonomi dan budaya,Semua
kajian tersebut diproyeksikan kedalam kehidupan manusia yang konkrit melalui analis SWOT
( strenght weakness opportunity threat )kekuatan,ancaman.kelemahan dan peluang.Dalam
analisis tersebut terlihat apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan,kesempatan-kesempatan
terbuka apa saja dan ancaman yang terdapat didalam masyarakat sehingga hasil analisis tersebut
menjadi masukan pada tataran teori pendidikan, yang akan menghasilakan kebijakan pendidikan
yang lebih baik untuk diberlakukan.
Proses pendidikan merupakan kajian dari ilmu pendidikan yang bersifat praksis,ilmu pendidikan
dapat dipelajari dari belakang meja tanpa unsure-unsur dari pendidikan seperti peserta didik dan
pendidik,tujuan pendidikan dan kebijakan pendidikan.proses pendidikan terjadi dalam
lingkungan pendidikan yang mana didalamnya terdapat stakeholdernya yaitu peserta
didik,pendidik orangtua,masyarakat dan Negara.oleh sebab itu teori pendidikan tidak akan
berhasil,tidak efektif dan bahkan mandul tanpa dipraktekan karena kita tidak akan mengetahui
konsekuensinya.

Prof Hargraves dari London menyatakan bahwa ilmu pendidikan akan mandek dan tidak akan
berkembang karena tidak mendapatkan input dari praktek pendidikan.Oleh sebab itu menurut
Polato ilmu pendidikan itu bukan berada didalam goa tetapi terjadi dalam hubunga interaksi
antara pendidik dan peserta didik.Demikian juga keadaan pendidikan kita di tanah air,hal ini
disebabkan karena karena putusnya hubungan dengan praktik pendidikan ,dengan sendirinya
banyak kebijakan pendidikan di Indonesia bukan ditentukan oleh data dn informasi di
lapangan,tetapi berdasarkan lamunan atau denagn menggunakan dugaan-dugaan yang tidak
relevan denagn ilmu pendidikan yang terpokus pada kebutuhan peserta didik.
Kebijakan pendidikan yang berdasarkan pada filsafat moral harus diwujudkan dalam bentuk
tindakan dan mengandung dua pokok permasalahan diantaranya;
Pengembangan ilmu pendidikan
Pengembangan profesionalisme Guru.
Pengembangan ilmu pendidikan dalam pengertian bahwa kebijakan pendidikan yang
dilaksanakan harus mendapatkan input dan informasi dari lapangan berdasarkan masalahmasalah yang terjadi dilapangan.sehingga hasilnya benar-benar valid.Pelaksanaan serta evaluassi
kebijakan pendidikan juga menuntu peran serta dari guru atau para pendidik yang professional
karena dari mereka-merekalah dapat disusun kebijakan pendidikan berdasarkan hasil riset dan
fakta-fakta yang positif dari lapangan.Menurut UU No.14 Tahun 2004 tentang Guru dan Dosen
menuntut terbinanya guru professional yang bukan semata-mata ditentukan oleh ijazah
formal,terutama dalam partisipasinya dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
Dinegara-negara berkembang seperti Inggris dan Amerika Partisipassi aktif dari para pendidik
dalam peminaan keprofesionalan telah diterapkan.Yaitu dengan dibentuknya salah satu wadah
untuk menampung sekolah –sekolah yang berperan serta dalam pengemabngan
profesionalannya,dan mereka digabungkan dalam Professional Development School(PDS).Dan
hal ini memberikan hasil yang sangat baik,karena bukan saja meningkatkan profesinalitas guru
tetapi tetapi juga peran serta masyarakat dalam pendidikan seperti dalam pelaksanaan dan
perumusan kebijakan pendidikan.dan wadah ini juga memberikan arti yang sebenarnya dari
pendidikan (sekolah) yang otonom.
Kebijakan pendidikan yang benar ketika kebijakan tersebut telah valid,dengan demikian
kebijakan akan tumbuh dari bawah meskipun pada kenyataanya kebijakan itu dirumuskan dan
diinstruksikan dari atas (pemerintah pusat atau pemerintah daerah).Kebijakan pendidikan yang
tidak berakar dilapangan akan sulit diterapkan dilapangan dan akan sulit untuk menentukan
tingkat keberhasilannya,dengan demikian akan melahirkan suatu budaya yaitu budaya asalkan
bapak senang (ABS) yang mana hasil yang dilaporkan belum tentu sesuai dengan kenyataan
dilapangan,hal ini tergambar pada silih bergantinya kurikulum disekolah,apakah pernah kita
melihat fakta-fakta dilapangan bagaimana sosialisasi dari kurikulum,bagaimana kesiapan para
pendidik dalam penerapannya.
Sebagai contoh,berhasil tidaknya suatu proses pendidikan tidak semata-mata diukur dari
kuantitatif seperti naik presentasi lulusan,nilai-nilai komulatif, untuk semua jenis dan jenjang

pendidikan,atau gedung-gedung pendidikan yang bagus,tetapi proses pendidikan dilihat dari
kualitas pendidikan seperti sejauh mana para lulusan (output) dipakai pada dunia
kerja,sejauhmana pendidikan dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat,sejauhmana para
lulusan dapat membuka lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain
(Eterpreneur).

G.Implementasi Landasan politik pendidikan.
Sebagaiman yang telah diuraikan diatas bahwa manusia sebagai animal educabili yang mana
manusia itu mempunyai potensi untuk didik dan atau dikembangkan,dengan pendidikan manusia
dapat mewujudkan kemanusiannya (animal educandum) sehingga manusia membutuhkan
pendidikan sebagai sesuatu yang mutlak.
Proses pendidikan terjadi dalam masyarakat yang berbudaya.Kebudayaan manusia merupakan
hasil interaksi dari suatu anggota masyarakat,Proses pendidikan adalah suatu proses untuk
mencerdaskan bangsa.untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu dibuthkan kebijakan-kebijakan
yang terkait dengan pendidikan itu.
Sejarah membuktikan kepada kita bahwa pendidikan ditanah Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh kekuasaan mulai dari masa Kolonial sampai kepada masa orde Baru.Pada masa
colonial Pendidikan yang berjalan tidak merata yang hanya diprioritaskan bagi anak colonial dan
bangsawan,sedangkan anak bumi putera hanya mengecap pendidikan seadanya ,karena
dipersiapkan untuk menjadi pegaawai pemerintah rendahan.
Pada era kemerdekaan orde lama proses indoktrinasi idiologi pendidikan dipaksakan melalui
pendidikan pendidikan ynag berjalan pada semua tingkatan pendidikan ,baik yang dilaksanakan
oleh pemerinah maupun pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat,hal ini membuktikan
bahwa kekuasaan kebebasan manusia untuk kepentingan Negara.
Era orde baru memang membawa perubahan,pendidikan diabdikan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakayat,tetapi pada akhirnya kekuasaan orde baru berubah dimana lebih
mementingkan masyarakat tertentu.Sistem pendidikan pada orde baru mengalami kegagalan
dengan menghasilakn generasi yang tertekan sehingga menimbulkan keinginan untuk
melepaskan diri,khususnya generasi muda dengan melakaukan perlawanan melalui demonstrasidemonstrasi sehingga runtuhlah rezim Soeharto.
Runtuhnya rezim Soeharto maka lahirlah era Reformasi,yang mana dituntut suatu hak kebebasan
individu yang lebih luas dalam kehidupan bermasyarakat,Untuk itu cara-cara yang berkuasa pada
era erde lama dan orde baru seperti dictator dan indoktrinitif didalam masyarakat dalam
melaksanakan kekuasaan pemerintah perlu diganti dengan cara yang demokratis.
Sejak era reformasi sangat dirasakan adanya perubahan-perubahan pada setiap sendi kehidupan
kita samapi kedalam kehidupan pendidikan kita,Sistim pendidikan kita telah diganti dengan

system pendidikan yang terdesentralisasi sejalan dengan lahirnya UU pemerintahan otonom
didaerah.
Reformasi juga terjadi pada dunia pendidikan kita,reformasi kurikulum yang berlangsung dari
kurikulum 1947(rencana pengajaran) ,kurikulum 1952 (rencana pengajaran terurai),kurikulum
1968 (untuk pembentukan etiaka),kurikulum 1975(Orientasi pada
tujuan),kurikulum1984(berorientasi pada tujuan instruksional),kurikulum 1994(berorienbtasi
pada materi isi),krikulum 2004(kurikulum berbasis kompetensi)dan yang terakhir kurikulum
2006 (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan reformasi pendidkan in juga diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan bangsa kita,khususnya mempersiapkan generasi muda untuk
menghadapi era globalisasi (pasar bebas).
Disamping kurikulum proses pendidikan juga ditunjang oleh factor-faktor yang lain seperti
fasilitas sekolah (gedung-gedung sekolah yang dilengkapi dengan srana dan prasarana lainnya)
untuk masalah ini juga tidak terjadi pemerataan karena masih terdapat yang tidak memenuhi
criteria untuk dijadikan tempat belajar (hanya layak sebagai kandang hewan),hal ini
membutuhkan kejelian pemerintah dalam kebijakan pemerintah khususnya masalah pendanaan
agar tersentuh sampai kedaerah-daerah pelosok.
Disamping itu juga profesionalisme guru, salah satu bentuk kebijakan pendidikan yaitu dengan
membentuk Badan Sertifikasi Nasional pendidikan (BSNP) apakah badan ini terdiri dari ahli-ahli
pendidikan yang mempuyai kompetensi untuk melakukan tugasnya dengan baik atau
sebaliknya.Untuk meningkatkan profesionalisme guru juga membutuhkan pendanaan oleh sebab
itu kiranya dinaikan dana APBN oleh pemerintah untuk pendidikan kiranya dapat merubah mutu
pendidikan kita.

H.Kesimpulan
Politik pendidikan adalah suatu kebijakan dalam dunia pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan. yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdask

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA METRO

15 107 59

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59