Judul Hukum Tata Negara Mengenai Sistem (1)

Judul : Hukum Tata Negara Mengenai Sistem Pemilihan Umum
Kata Pengantar :
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya saya
dapat menyelesaikan Artikel tentang “Hukum Tata Negara Mengenai Sistem Pemilihan Umum”
Artikel ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Hukum Konstitusi.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah Hukum Konstitusi guna menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang
Terimakasih.
Pendahuluan:
Dalam istilah lain, htn disebut dalam bahasa belanda staat srecht, bahasa perancis
contitutionnel, bahasa jerman verfassungsrecht, bahasa Indonesia Hukum Tata Negara (susunan
Negara).Hukum Tata Negara dalam arti luas dapat dibedakan menjadi 2, yakni :
1. HTN dalam arti sempit;
2. HAN.
Pembedaan antara HTN dalam arti sempit dan HAN didasarkan pada perbedaan antara
negara dalam keadaan diam yang membahas dari strukturnya dengan negara dalam keadaan
bergerak. HTN dalam arti sempit adalah hukum yang mengatur negara dalam keadaan diam
/sedangkan HAN adalah hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak / berproses /
staat in beweging. Pembedaan ini dilakukan oleh seorang Guru Besar Belanda Prof.

Oppenheimer.

HTN dalam arti sempit mengatur tentang 2 hal, yakni :
1. Subjek HTN; dan
2. Kekuasaan dari subjek HTN.
Sedangkan HAN mengatur cara – cara subjek hukum HTN dalam melaksanakan kekuasaannya.
Subjek HTN dapat berupa :
1. Lembaga – lembaga Negara; menurut UUD 1945 :
 MPR
 PRESIDEN
 DPR
 DPD
 Mahkamah Agung
 Komisi Yudisial
 Mahkamah Konstitusi
 Badan Pemeriksa Keuangan
2. Pejabat / Tokoh;
subjek yang menduduki jabatan dalam suatu Negara. Contoh: anggota DPR
3. Warga Negara.
Dapat dibedakan menjadi WNA dan WNI, Warga Negara juga merupakan salah satu

unsur terbentuknya Negara. Jika lembaga-lembaga digabung dengan pejabat/tokoh maka
disebut peguasa. Timbul pertanyaan bagaimana hubungan penguasa dengan warga
Negara, pada ilmu Negara hubungan penguasa dan warga pada umumnya didasarkan
pada salah satu dai 2 prinsip yang ada yaitu:
 Liberal pasif artinya penguasa bersifat diam, ia baru bergerak/bertindak apabila
ada permintaan atau tuntutan dari warga. Prinsip ini dianut oleh 1 type Negara


hukum penjaga malam (Nachwater Staat).
Prinsip aktif artinya penguasa walaupun diminta/ tidak mempunyai tugas untuk
mensejahterakan dan menjaga keamanan warga. Prinsip ini dianut oleh type
Negara kesejahteraan (welfare staat).

Kekuasaan dari Subjek HTN :
1. Kekuasaan yang harus dilaksanakan; (tugas /kewajiban)

2. Kekuasaan yang tidak harus dilaksanakan (hak /wewenang)
Secara umum, kekuasaan dalam suatu negara dapat dibedakan menjadi 4 teori besar, yakni :
1. Teori dwipraja
2. Teori tripraja

3. Teori caturpraja
4. Teori pancapraja
Menurut J.H.A. Logemann dan Paul Scholten, HTN adalah hukum yang mengatur tentang
organisasi negara. HTN mengatur tentang sistem pemerintahan, prinsip negara hukum, check and
balances, sistem pemilu, demokrasi, konstitusi, kewarganegaraan, hak prerogatif presiden, hak
angket, hak dan wewenang Presiden dan DPR, dan HAM.
HTN dapat dibedakan menjadi 4, yakni :
1. HTN umum
Merupakan HTN yang membahas asas – asas, prinsip – prinsip teoritis yang berlaku umum /
universal di semua negara.
2. HTN positif
Merupakan HTN yang membahas HTN yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu
sesuai dengan pengertian hukum positif.

3. HTN statis
Negara yang menjadi objek kajiannya berada dalam keadaan statis / diam.
4. HTN dinamis
Negara yang menjadi objek kajiannya berada dalam keadaan bergerak, HAN.
Sumber – Sumber HTN :


1. Konstitusi;
2. Tertulis, yakni UUD.
3. Tidak Tertulis, yakni berupa nilai – nilai dan prinsip – prinsip yang diidealkan dalam
perikehidupan bernegara yang dapat berupa :
1. Norma konstitusi dalam pikiran warga negara; dan
2. Norma konstitusi dalam perilaku nyata segenap warga negara.
2. UUD yang merupakan naskah konstitusi yang tertulis dalam satu kodifikasi;
3. Peraturan PerUndang – Undangan yang tertulis;
4. Jurisprudensi;
5. Konvensi Ketatanegaraan;
6. Doktrin
Uraian Materi:
Pengertian.
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih
wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk
pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu,
diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka
waktu tertentu. Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen pasal 22 E, penyelenggara Pemilu
adalah sebuah organisasi mandiri yang bernama KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Tujuan Pemilu
Tujuan Pemilu adalah untuk memilih para wakil yang duduk dalam pemerintahan atau DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Pemilu juga bertujuan memilih
Presiden/Wakil

Presiden,

dan DPRD

(Dewan Perwakilan

Rakyat

Daerah).

Dengan

penyelenggaraan Pemilu menandakan, bahwa sistem pemerintahan kita menganut sistem
demokrasi.
Asas Pelaksanaan Pemilu

Dalam asas pelaksanaannya, Pemilu dilakukan secara :







Langsung;
Umum;
Bebas;
Rahasia;
Jujur;
Adil.

SISTEM PEMILIHAN UMUM
1. System distrik
2. System proposional
Terbagi menjadi 2 :
- proposional terbuka. ( memilih seseorang)

- proposional tertutup. ( memilih partai politik)
Kelebihan system distrik
 Mendorong integritas partai politik;
 Kecendrungan membentuk partai politik baru dapat dibendung;
 Wakil yang dipilih dapt dikenal dengan konstituenya;
 Lebih mudah bagi parpol untuk mencapai kedudkan mayoritas.
Kekurangan system distrik
 Kurang memperhatikan partai kecil dalam golongan minoritas;
 Partai yang calonnya kalah akan kehilangan suaranya;
 System ini kurang efektif dalam masyarakat prural;
 Wakil yang terpilih akan lebih memperhatikan kepentingan distrik.
Konsep Negara hukum sejak zaman yunani kuno
o Delik konsep nomokrasi
Kekuasaan Negara dikehendaki oleh norma / aturanide nomokrasi identik dengan kedaulatan
hukum dalam perkembangannya kedaulatan hukum menjelma menjadi konsep Negara hukum.
Konsep Negara hukum Eropa Kontinental dikembangkan oleh Immanuel Kant, Paul laband,
Julius stahl. Rechtstaat dalam tradisi Anglo Saxon dikembangkan oleh A.V.Dicey (the rule of
law). Negara hukum formil dan materiel. Makdus dari materiel ialah HTN darurat yaiti penguasa
dapat bertindak diluar ketentuan dalam keadaan darurat. Contoh kasus : pada saat presiden 3
republik Indonesia dilantik B.J Habibie dilantik.


Ciri-ciri civil law (Eropa continental)
 Perlindungan terhadap HAM;
 Pembagian kekuasaan;
 Pemerintahan harus berdasarkan UU;
 Kepatian hukumnya menggunakan asas praduga tak bersalah;
 System hukum Eropa continental bersifat kaku.
Ciri-ciri commen law (Anglon Saxon)
 Adanya supremasi hukum;
 Persamaan kedudukan dimuka hukum;
 Adanya jaminan HAM;
 Putusan suatu perkara menggunakan yurisprudensi, kebiasan, adat;
 Menjunjung tinggi keadilan hukum.
Kelebihan system proposional
 System ini lebih representatif;
 Lenih demokratis karena tidak ada kesenjangan antara suara nasional dan jumlah kursi


dalam parlemen;
Semua golongan dalam masyrakat dapat terwakili diparlemen.


Kekurangan system proposional
 System ini kurang mendorong partai politik untuk berintegritas;
 System ini mempermudah sistempragfragmaentasi partai politik;
 System ini memberikan kedudukan yang kuat kepada pemimpin parpol;
 Wakil yang terpilih tidak lagi memiliki ikatan yang kuat dengan konstituantenya;
 Sulit bagi parpol untuk meraih suara mayoritas.
Pengertian partai politik
Organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia
secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita cita untuk memperjuangkan kepentingan
masyarakatnya.
Fungsi partai politik sebagai :
 Saran sosialisasi politik untuk menanamkan nilai – nilai kebangsaan;
 Sarana komunikasi politik untuk penengah masyarakat dan penyalur aspirasi;
 Sarana pendidikan politik untuk merangkul masyarakat untuk aktif berpartisipasi;
 Sarana partisipasi politik untuk ikut serta kegiatan politik negara;
 Sarana pengatur konflik;
 Sarana rekrutmen politik sebagai batu loncatan untuk jabatan lebih tinggi.
Klasifikasi partai politik menurut Maurice Duverger






System partai tunggal ;
System dwi partai (dihasilkan dari system pemilu distrik);
System multi partai.

Berdasarkan tujuan dan orientasi partai politik :


Partai politik beranggotakan lapisan – lapisan sosial dalam masyarakat contoh : kalangan





atas, menengah, kebawah;
Partai politik beranggotakan kalangan kelompok kepentingan tertentu;
Partai politik beranggotakan pemeluk agama tertentu;

Partai politik beranggotakan kelompok budaya tertentu.

Berdasarkan asas dan orientasi partai politik :




Pragmatis, yakni program yang tak terikat kaku pada doktrin dan ideologi tertentu;
Doktriner / partai asas, yakni sejumlah program konkret sebagai penjabaran ideologi;
Kepentingan, yakni dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu.

Berdasarkan sudut pandang secara umum
 Partai Proto
Jenis partai politik ini merupakan karakter dasar dari tipe awal partai politik, yang
biasnya ada dalam lingkungan parlemen atau intra parlemen. Basis pendukungnya adalah
kaum menengah keatas, bentuk organisasi dan ideologinya sederhana.
Kesimpulan :
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakilwakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan
hak asasi warga negara di bidang politik.
Tujuan Pemilu adalah untuk memilih para wakil yang duduk dalam pemerintahan atau DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Pemilu juga bertujuan memilih
Presiden/Wakil Presiden, dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).
Dalam asas pelaksanaannya, Pemilu dilakukan secara : Langsung,Umum,Bebas,Rahasia,Jujur
dan,Adil.

Daftar Pustaka :
Asshiddiqie, Jimly, Ilmu Pengantar Hukum Tata Negara,Jakarta,Rajawali Pers (2011).

Ibrahim, Moh. Kusnardi dan Harmaily Sistem-Sistem Pemilihan Umum. Kampus UI Depok:
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.. 1998.