Naskah Publikasi Jurnal PENGENDALIAN PER

Naskah Publikasi Jurnal
PENGENDALIAN PERSEDIAAN PUPUK DI PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis)
Studi Kasus Di Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari,
BGA Group, Kalimantan Tengah

FERTILIZER INVENTORY CONTROL IN OIL PALM PLANTATION
(Elaeis guinensis)
Case Study at Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA
Group, Central Kalimantan

Oleh :
KUKUH NIAM ANSORI
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
MALANG
2014


Lembar Persetujuan Publikasi Naskah Jurnal

PENGENDALIAN PERSEDIAAN PUPUK DI PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis)
Studi Kasus Di Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari,
BGA Group, Kalimantan Tengah

FERTILIZER INVENTORY CONTROL IN OIL PALM PLANTATION
(Elaeis guinensis)
Case Study at Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA
Group, Central Kalimantan
Nama

: Kukuh Niam Ansori

NIM

: 105040101111081

Program Studi


: Agribisnis

Jurusan

: Sosial Ekonomi Pertanian

Menyetujui

: Dosen Pembimbing

Pembimbing Utama,

Pembimbing Pendamping,

Prof. Dr. Ir. Djoko Koestiono, SU.
NIP .19530715 198103 1 006

Wisynu Ari Gutama, SP. MMA.
NIP.19760914 200501 1 002


Mengetahui
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Syafrial, MS
NIP. 19580529 198303 1 001
Tanggal Persetujuan:.....................

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Maret 2014

Penulis


Pengendalian Persediaan Pupuk Di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis)
Studi Kasus Di Selucing Agro Estate, Pt. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group,
Kalimantan Tengah
Fertilizer Inventory Control In Oil Palm Plantation (Elaeis Guinensis)
Case Study At Selucing Agro Estate, Pt. Windu Nabatindo Lestari, Bga Group,
Central Kalimantan
Kukuh Niam Ansori1, Prof.Dr.Ir. Djoko Koestiono, SU2, Wisynu Ari Gutama, SP.MMA2
1

Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

2

ABSTRACT
Fresh Fruit Bunch (TBS) is fruit that produced by oil palm plantation. TBS
productivity was high may cause Crude Palm Oil and Kernel Palm Oil productivity was
high, which both is refined product of oil palm mill. One of important factors that affect
of TBS productivity is fertilizer. Inventory is one important problem that must be solved

by oil palm plantation to fulfil fertilizer requirement. If fertilizer inventory was shortage,
may cause TBS productivity was inhibited, while, if fertilizer inventory was exceed, may
cause inventory cost was increased. Beside that, fertilizer can’t be kept too long, because
can make it to be stone. Phenomenon in field, usually, fertilizer inventory higher than it’s
requirement. That is also happened in Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo
Lestari, BGA Group. Fertilizer inventory problem can be solved with fertilizer inventory
control to fulfil it’s requirement with low cost. This research have purpose to describe of
the fertilizer inventory control in Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari,
BGA Group. The second purpose is analysis of fertilizer inventory control did by
Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group was eficient or not. The
method, that used in this research is describe of fertilizer inventory control in corporate
and analysis of inventory volume to find the rasio between inventory volume and it’s
requirement. Other methode, that used is analysis inventory control with Part Period
Balancing (PPB) technique. This analysis utilized to find the economic ordering
frequency, that can make inventory cost was minimum. The result, that acquired to
answer first purpose is fertilizer inventory control in SAGE comprise of planning and
procurement, inventory management, and also fertilizer monitoring and administration.
The result from that fertilizer inventory eficiency anlysis indicate of inventory control for
all fertilizer type in Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group at
2012 was inefficient. That can be seen from fertilizer inventory volume higher than it’s

requirement and inventory cost was not efficient. So, need more attention, evaluation, and
alternative solution for controling fertilizer inventory to be more efficient, especially for
policy about ordering quantity and ordering frequency of fertilizer.
Keywords: Inventory control, Fertilizer inventory

ABSTRAK
Tandan Buah Segar (TBS) merupakan buah yang dihasilkan oleh perkebunan
kelapa sawit. Semakin tinggi produktifitas TBS semakin tinggi pula produktivitas minyak
sawit dan inti sawit sebagai produk olahannya. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi produktifitas (TBS) adalah pupuk. Persediaan merupakan masalah penting
yang harus dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan pupuk untuk tanaman kelapa sawit.
Jika pupuk mengalami kekurangan maka aplikasi pemupukan akan terganggu, sebaliknya
jika persediaan pupuk mengalami kelebihan dapat menyebabkan biaya persediaan tinggi.
Selain itu, pupuk tidak bisa disimpan terlalu lama karena dapat membatu dan akan
memerlukan biaya lebih untuk menghancurkannya. Fenomena di lapang, yaitu sering
terjadinya kelebihan persediaan pupuk. Begitu juga yang terjadi di Selucing Agro Estate
yang terletak di Wilayah 4 dan di bawah naungan salah satu anak perusahaan BGA
Group, yaitu PT. Windu Nabatindo Lestari. Permasalahan persediaan pupuk dapat diatasi
dengan melakukan pengendalian persediaan pupuk agar dapat mencukupi kebutuhan
pupuk dengan biaya yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendiskripsikan

manajemen pengendalian persediaan pupuk di Selucing Agro Estate, PT. Windu
Nabatindo Lestari, BGA Group. Serta (2) Menganalisis pengendalian persediaan pupuk
yang dilakukan oleh Selucing Agro Estat, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group
sudah efisien atau belum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mendeskripsikan pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh perusahaan dan
analisis tingkat persediaan dengan cara mencari rasio antara persediaan pupuk dengan
kebutuhannya. Metode lain yang digunakan adalah Part Period Balancing (PPB), dimana
metode ini ditujukan untuk mencari frekuensi pemesanan yang mampu meminimalkan
biaya persediaan. Hasil yang diperoleh untuk menjawab tujuan pertama adalah
pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh SAGE terdiri dari perencanaan dan
pengadaan, pengelolaan persediaan, serta monitoring dan administrasi persediaan pupuk.
Tujuan kedua dijawab dengan melakukan analisis efisiensi pengendalian persediaan
pupuk di SAGE. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa pengendalian
persediaan pupuk untuk semua jenis pupuk yang diaplikasikan di Selucing Agro Estate
pada tahun 2012 adalah belum efisien. Hal tersebut terlihat dari tingkat persediaan pupuk
yang masih lebih besar dari kebutuhannya dan biaya persediaannya yang masih belum
efisien. Oleh sebab itu, perlu adanya perhatian lebih, evaluasi, dan solusi alternatif yang
harus dilakukan oleh perusahaan dalam mengendalikan persediaan pupuk agar lebih
efisien, terutama untuk kebijakan dalam penentuan kuantitas dan frekuensi pemesanan
pupuk.


Kata kunci: Pengendalian persediaan, Persediaan pupuk

PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan salah
satu sektor penting yang menunjang
perekonomian Indonesia. Menurut Badan
Pusat Statistika (2012), sektor pertanian,
peternakan, kehutanan, dan perikanan
mampu menyumbang Produk Domestik
Bruto (PDB) berdasarkan harga berlaku
sebesar Rp 985.470,50 di tahun 2010, Rp
1.091.447,30 di tahun 2011, dan Rp
1.190.412,40 di tahun 2012. Sektor
pertanian sendiri, memiliki banyak sub
sektor yang salah satunya adalah sub sektor
perkebunan. Berdasarkan keseluruhan data
PDB tersebut, sub sektor perkebunan
mampu menyumbang PDB pada tahun
2010, 2011, dan 2012 secara berturut-turut

sebesar 13,80; 14,08; dan 13,42%.
Kelapa sawit sebagai penghasil
minyak kelapa sawit atau CPO (Crude
palm oil) dan inti kelapa sawit atau KPO
(Kernel Palm Oil) merupakan salah satu
komoditas perkebunan yang menjadi
sumber penghasil devisa non-migas dalam
jumlah besar bagi Indonesia. Kelapa sawit
sendiri memiliki prospek yang sangat
menjanjikan. Data Badan Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian
(2010)
menyebutkan, Indonesia menguasai 44,5%
pasar sawit dunia dengan volume produksi
mencapai 19,1 juta ton pada 2010.
Agar tetap menguasai pasar,
Indonesia harus mampu meningkatkan
produktifitas Tandan Buah Segar (TBS)
yang merupakan buah dari kelapa sawit.

Salah satu faktor produksi penting yang
menunjang produktivitas TBS adalah
pupuk. Menurut Direktorat Pupuk dan
Pestisida (2012), pupuk adalah bahan kimia
atau organisme yang berperan dalam
penyediaan unsur hara bagi keperluan
tanaman secara langsung atau tidak
langsung.
Pupuk
dibutuhkan
oleh
perkebunan kelapa sawit untuk menunjang
percepatan produksi dan peningkatan
kualitas minyak kelapa sawit.
Pengadaan persediaan dalam suatu
perusahaan sangatlah penting, hal ini
dikarenakan ketersediaan bahan baku
merupakan hal yang penting untuk
memperlancar proses produksi (Yamit,
2003). Aplikasi pemupukan kelapa sawit


dapat terganggu jika ketersediaan pupuk
mengalami kekurangan, sehingga dapat
menghambat
produktivitas
TBS,
sebaliknya, jika persediaan pupuk terlalu
berlebih dapat menyebabkan biaya
persediaan pupuk meningkat. Kendati
demikian, persediaan pupuk cenderung
lebih besar daripada kebutuhannya yang
sering menyebabkan semakin besarnya
biaya persediaan pupuk.
Karakteristik pupuk yang tidak dapat
tersimpan terlalu lama dan kebutuhannya
yang secara aktual dan tidak kontinyu
dalam setiap bulannya menjadi masalah
tersendiri dalam persediaan pupuk. Pupuk
yang tersimpan terlalu lama dapat
membatu, sehingga memerlukan biaya
tambahan dalam proses penghancurannya.
Ketersediaan
pupuk
juga
dipengaruhi oleh ketidakpastian tenggang
waktu antara pemesanan sampai pupuk
tiba,
oleh
karena
itu
diperlukan
pengendalian persediaan pupuk agar proses
pemenuhan nutrisi kelapa sawit dapat
berjalan dengan lancar dengan biaya
persediaan pupuk yang rendah. Handoko
(2008) menjelaskan bahwa pengendalian
persediaan merupakan fungsi manajerial
yang dianggap penting karena melibatkan
investasi biaya yang cukup besar.
Penanaman biaya yang terlalu besar pada
persediaan dapat menyebabkan terjadinya
kelebihan biaya, sebaliknya kekurangan
persediaan dapat menimbulkan biaya
kekurangan bahan.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
Mendiskripsikan manajemen pengendalian
persediaan pupuk di perkebunan kelapa
sawit Selucing Agro Estate, PT. Windu
Nabatindo Lestari, BGA Group. (2)
Menganalisis pengendalian persediaan
pupuk yang dilakukan oleh perkebunan
kelapa sawit Selucing Agro Estate, PT.
Windu Nabatindo Lestari, BGA Group
sudah efisien atau belum.
METODE PENELITIAN
Jenis dan sumber data
Penelitian ini menggunakan data
sekunder tentang persediaan pupuk dan
biaya persediaan pupuk pada tahun 2012

yang diperoleh dari Selucing Agro Estate,
PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group.
Selain itu juga menggunakan data primer
dari wawancara dan FGD sebagai data
pendukung.
Metode analisis
Metode analisis
data
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk mendeskripsikan sistem
pengendalian persediaan pupuk yang telah
dilakukan oleh Selucing Agro. Analisis
kuantitatif digunakan untuk menganalisis
pengendalian persediaan pupuk perusahaan
sudah efisien atau belum.
Teknik part period balancing (PPB)
Teknik PBB didasarkan pada
pendekatan frekuensi pemesanan yang
optimum. Penentuan jumlah periode
pemesanan dalam teknik PBB dilakukan
dengan cara mencari rasio yang mampu
mendekati nilai Economic Part Period
(EPP). Penentuan EPP dapat dilakukan
dengan
cara
penggabungan
atau
pengurangan periode dimana dapat
menghasilkan
rasio
antara
biaya
pemesanan dengan biaya penyimpanan
yang mendekati nilai satu. Sifatnya yang
tidak terdapat rumus pasti, menuntut
dilakukannya trial and eror dalam
penentuan jumlah periode yang mampu
mencapai nilai EPP.
Total biaya persediaan pupuk (TC)
Perhitungan total biaya persediaan
pupuk dilakukan berdasarkan manajemen
pengendalian pupuk yang dilakukan oleh
perusahaan dengan teknik PPB.
Total biaya persediaan pupuk
dirumuskan sebagai berikut.
=

+

2

Keterangan :
TC
= total biaya persediaan (Rp)
Q
= kuantitas pembelian (kg)
Analisis
efisiensi
manajemen
pengendalian
persediaan
pupuk
perusahaan
Warisman et al (2012) mengatakan
bahwa Perusahaan dapat dikatakan
efisiensi dalam persediaan jika mampu
mengoptimalkan persediaan, dalam artian
jumlah pesediaan di perusahaan tersebut

tidak berlebihan tetapi juga tidak sampai
kehabisan persediaan. Dengan demikian,
persediaan pupuk dapat dikatakan optimum
jika sama dengan kebutuhan pupuk.
Analisis
efisiensi
manajemen
pengendalian persediaan pupuk yang
dilakukan oleh perusahaan dapat dilakukan
dengan menganalisis jumlah persediaan
pupuk sudah memenuhi kebutuhan pupuk
perusahaan atau belum. Analisis dapat
dilakukan dengan mencari rasio antara
pemesanan pupuk dengan kebutuhan
pupuk.
Analisis
efisiensi
manajemen
pengendalian persediaan pupuk yang
dilakukan perusahaan juga dapat dilakukan
dengan membandingkan biaya persediaan
menggunakan metode perusahaan dengan
biaya persediaan menggunakan teknik
PPB. Penggunaan teknik PPB mampu
mencapai jumlah periode yang mampu
mencapai nilai ekonomis untuk biaya
persediaannya.
Analisis di atas dapat digunakan
untuk menentukan syarat yang harus
terpenuhi agar manajemen pengendalian
persediaan pupuk yang dilakukan oleh
perusahaan dapat dikatakan efisien atau
tidak. Berdasarkan uraian di atas, dapat
dirumuskan dua syarat yang harus
terpenuhi agar manajemen pengendalian
persedian pupuk oleh perusahaan dapat
dikatakan efisien, yaitu:
1. Rasio perbandingan antara kuantitas
pupuk yang dipesan dengan kuantitas
kebutuhan pupuk sama dengan satu.
Hal
tersebut
dapat
diartikan
persediaan pupuk optimum dalam
mencukupi kebutuhan pupuk (tidak
kurang dan tidak lebih) {Persediaan
pupuk rata-rata per periode =
kebutuhan pupuk rata-rata per
periode}
2. Total biaya persediaan pupuk oleh
perusahaan lebih kecil atau sama
dengan
total
biaya
dengan
menggunakan teknik PPB
Dua syarat tersebut digunakan untuk
menjawab hipotesis penelitian ini diterima
atau tidak. Hipotesis dari penelitian ini
dapat diterima jika dua syarat di atas tidak
dapat terpenuhi. Sebaliknya, hipotesis

dapat ditolak jika kedua syarat tersebut
terpenuhi.

Hal tersebut disebabkan tingkat
pemesanan dan pemakaian yang berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN
pula. Rasio tingkat persediaannya adalah
Gambaran umum SAGE
sebesar 1,0038. Tidak jauh berbeda dengan
Selucing Agro Estate (SAGE) Kieserite, NPK 12 juga mengalami
merupakan salah satu estate perkebunan kelebihan persediaan. Rasio tingkat
yang dimiliki oleh BGA Group. Estate persediaannya adalah sebesar 1,004.
perkebunan ini terletak di Wilayah IV dan
Tingkat persediaan pupuk Urea
di bawah naungan PT. Windu Nabatindo adalah sebesar 27.593,75 Kg dengan rasio
Lestari. Secara geografis SAGE berada di tingkat persediaan sebesar 1,048. Tingkat
antara 111.09o - 113.04o BT dan 1.80o- persediaan pupuk HGFB sebesar 3.882,3
1.98o LS yang terletak di Desa Pundu, Kg dengan rasio tingkat persediaan sebesar
Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten 1,046. Tingkat persediaan pupuk KCL
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
(MOP) tanpa saldo awal sebesar 158,3 Kg
SAGE terletak di Kalimantan dengan rasio tingkat persediaan sebesar
Tengah yang merupakan bagian dari 1,0001. Tingkat persediaan pupuk Rock
wilayah Indonesia, dimana mempunyai dua Phosphate adalah sebesar 13.838,3 Kg
musim, yaitu musim hujan dan musim dengan rasio tingkat persediaan sebesar
kemarau. Curah hujan rata-rata selama 5 1,0155. Jumlah persediaan awal yang
tahun terakhir (2008-2012) di SAGE hanya sebesar 2,85 Kg tidak terlalu
adalah 3743,88 mm/tahun dengan rata-rata mempengaruhi rasio tingkat persediaan
hari hujan adalah 135 hari/tahun.
pupuk Rock Phosphate.
Kondisi lahan di SAGE mayoritas
Berdasarkan uraian di atas dapat
adalah relatif datar dengan tingkat diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat
kemiringan 0 – 8% dan sedikit daerah persediaan pupuk di Selucing Agro Estate
bergelombang dengan kemiringan 9 – 15%. pada tahun 2012 lebih besar dari kebutuhan
SAGE memiliki luas lahan sekitar 3.634,3 atau pupuk yang diaplikasikannya.
Ha dengan jenis tanah yang berbeda-beda Kelebihan tingkat persediaan tersebut dapat
yaitu tanah mineral, kaolin, pasir, dan menyebabkan biaya persediaan berlebih
gambut. Jenis tanah tersebut terdiri atas terutama biaya penyimpanan pupuk.
tanah Ultisol, Inseptisol, Histosol, dan Biaya persediaan
Entisol.
Biaya persediaan merupakan biaya
Tingkat persediaan pupuk
yang timbul karena adanya persediaan
Tingkat persediaan pupuk berbeda- pupuk, baik itu yang timbul karena ada
beda antar jenis pupuk yang ada di pemesanan pupuk maupun yang timbul
Selucing Agro Estate.
karena adanya penyimpanan pupuk. Biaya
persediaan pupuk di Selucing Agro Estate
Tabel 1. Biaya Persediaan Pupuk
pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Jenis Pupuk
Biaya
Biaya Penyimpanan
Total Biaya
Pemesanan
(Rp)
Persediaan (Rp)
(Rp)
Opportunity
Biaya
Cost (Rp)
Tetap
(Rp)
Kieserite
3.517.129,96
1.299.562,74 661.164
5.477.856,71
NPK 12
1.480.896,82
870.555,17 661.164
3.012.616,99
Urea
8.515.156,76
1.880.246,74 661.164
11.056.567,51
HGFB
1.851.121,03
1.865.186,09 661.164
4.377.471,12
KCL (MOP)
12.772.735,15
2.271.433,62 661.164
15.705.332,77
Rock Phosphate
10.551.389,91
893.799,59 661.164
12.106.353,49
Sumber: Data primer yang telah diolah, 2014

Tabel di atas menjelaskan bahwa
total biaya persediaan pupuk terbesar
dimiliki oleh pupuk KCL (MOP), yaitu
sebesar Rp 15.705.332,77; sebaliknya
biaya persediaan pupuk yang terkecil
terdapat pada pupuk NPK 12, yaitu sebesar
Rp
3.012.616,99. Perbedaan biaya
persediaan yang signifikan antara yang
terbesar
dan
terkecil
dikarenakan
persediaan rata-rata pupuk yang jauh
berbeda dan frekuensi pemesanan pupuk
yang juga jauh berbeda. Perbedaan
kuantitas persediaan dapat mempengaruhi
besarnya biaya penyimpanan pupuk,
sedangkan perbedaan frekuensi pemesanan
dapat mempengaruhi biaya pemesanan
pupuk.
Analisis pengendalian persediaan pupuk
dengan metode Part Period Balancing
(PPB)
Analisis pengendalian persediaan
pupuk dengan metode PPB pada pupuk
Kieserite menghasilkan jumlah periode
ekonomis sebesar 12 kali pemesanan
dimana kuantitas pemesanannya sebesar
25.769,50 Kg. Rasio antara total biaya
penyimpanan
dengan
total
biaya
pemesanan adalah sebesar 0,923 yang
menimbulkan biaya persediaan sebesar Rp
4.932.237,31.
Hasil yang diperoleh dari analisis
dengan metode PPB pada pupuk NPK 12
adalah periode ekonomis terkecil diantara
periode ekonomis pupuk jenis lainnya.
Periode ekonomisnya yaitu sebesar 6 kali
pemesanan dengan kuantitas pemesanan
sebesar 9.307,167 Kg. Hasil tersebut
memperoleh
rasio
antara
biaya
penyimpanan dengan biaya pemesanan
sebesar 1,04 dan menimbulkan biaya
persediaan sebesar Rp 2.927.458,69.
Hasil
analisis
pengendalian
persediaan dengan metode PPB pada
pupuk Urea memperoleh hasil periode
pemesanan yang ekonomis sebesar 21 kali
dengan kuantitas pemesanan sebesar
26.983,02 Kg. Rasio antara biaya
penyimpanan dengan biaya pemesanan
sebesar 1,01 dengan biaya persediaan yang
ditimbulkan sebesar Rp 8.476.688,11.
Analisis metode PPB pada pupuk
HGFB memperoleh periode pemesanan
yang ekonomis sebesar 10 kali pemesanan

dengan kuantitas pemesanan untuk tiap kali
pemesanan
sebesar
8.426,469
Kg.
Berdasarkan periode ekonomis tersebut
diperoleh rasio antara biaya penyimpanan
dengan biaya pemesanan sebesar 0,963 dan
total biaya persediaan sebesar Rp
4.295.311,35.
Hasil yang diperoleh pada pupuk
KCL (MOP) menggunakan metode PPB
adalah periode pemesanan yang ekonomis
sebesar 29 kali pemesanan, periode
tersebut
merupakan
yang
terbesar
dibandingkan jenis pupuk lainnya. Hasil
analisis metode PPB pada pupuk KCL
(MOP) juga menghasilkan kuantitas
pemesanan untuk setiap kali pemesanan
sebesar 36.015,05 Kg. Total biaya
persediaan yang ditimbulkan sebesar Rp
11.433.010,30 dengan rasio antara biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan sebesar
1,006.
Hasil yang diperoleh pada pupuk
Rock Phosphate menggunakan metode PPB
adalah periode pemesanan yang ekonomis
sebesar 16 kali pemesanan dengan
kuantitas pemesanan untuk setiap kali
pemesanan sebesar 55.694,03 Kg. Total
biaya persediaan yang ditimbulkan sebesar
Rp 6.758.408,51 dengan rasio antara biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan sebesar
1,05.
Hasil yang diperoleh berdasarkan
analisis
pengendalian
persediaan
menggunakan metode PPB menunjukkan
adanya
frekuensi
pemesanan
yang
ekonomis.
Pengaplikasian
frekuensi
pemesanan ini akan sesuai jika dilakukan
secara fleksibel, dengan cara menyesuaikan
kebutuhan aktual pupuk di Selucing Agro
Estate. Penyesuaian kebutuhan pupuk
dimaksudkan untuk tidak melakukan
pemesanan pada setiap bulan selama satu
tahun, melainkan melakukan pemesanan
pada bulan yang terdapat kebutuhan aktual.
Sebagai contoh, frekuensi pemesanan yang
ekonomis pada pupuk Kieserite adalah 12
kali. Pemesanan pupuk Kieserite tidak
dilakukan pada setiap bulan, melainkan
hanya pada bulan Juni sampai Desember
yang
terdapat
kebutuhan
untuk
pengaplikasian pupuk.

Analisis
efisiensi
pengendalian
persediaan di SAGE
Tingkat persediaan pupuk Kieserite
melebihi kebutuhan pupuk Kieserite di
Selucing Agro Estate pada tahun 2012
dengan rasio sebesar 1,0038. Berdasarkan
perbandingan biaya manajemen perusahaan
dengan dengan biaya menggunakan metode
PPB adalah sebesar Rp 545.619,40; dimana
menunjukkan bahwa biaya dengan
menggunakan manajemen perusahaan lebih
besar dari biaya dengan metode PPB. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa manajemen
pengendalian persediaan pupuk Kieserite di
Selucing Agro Estate pada tahun 2012
belum efisien.
Manajemen pengendalian persediaan
pupuk NPK 12 di Selucing Agro Estate
pada tahun 2012 belum efisien. Hal
tersebut dikarenakan belum memenuhi tiga
syarat yang telah ditetapkan. Rasio tingkat
persediaan
sebesar
1,004
yang
menunjukkan persediaan pupuk masih
berlebih dibandingkan kebutuhannya.
Biaya persediaan pupuk menggunakan
manajemen pengendalian persediaan pupuk
oleh Selucing Agro Estate lebih besar dari
biaya persediaan dengan metode PPB
dengan kelebihan sebesar Rp 85.157,30.
Persediaan pupuk Urea lebih besar
dari kebutuhan pupuk Urea di Selucing
Agro Estate dengan rasio sebesar 1,048.
Biaya persediaan dengan manajemen
pengendalian persediaan pupuk yang
dilakukan perusahaan juga lebih besar dari
biaya persediaan menggunakan metode
PPB. Kelebihan biaya pada metode PPB
sebesar
Rp
2.579.879,39.
Tidak
terpenuhinya kedua syarat yang telah
ditetapkan
menjelaskan
manajemen
pengendalian persediaan pupuk Urea di
Selucing Agro Estate pada tahun 2012
belum efisien.
Manajemen pengendalian persediaan
pupuk HGFB di Selucing Agro Estate pada
tahun 2012 dinyatakan belum efisien. Hal
tersebut dikarenakan belum memenuhi tiga
syarat yang telah ditetapkan. Rasio tingkat
persediaan
sebesar
1,046
yang
menunjukkan persediaan pupuk HGFB
masih
lebih
besar
dibandingkan
kebutuhannya. Biaya persediaan pupuk
HGFB
menggunakan
manajemen

pengendalian persediaan pupuk oleh
Selucing Agro Estate lebih besar dari
metode PPB dengan kelebihan sebesar Rp
82.159,78.
Tingkat persediaan pupuk KCL
(MOP) melebihi kebutuhan pupuk KCL
(MOP) di Selucing Agro Estate pada tahun
2012 dengan rasio sebesar 1,0001.
Berdasarkan
perbandingan
biaya
manajemen perusahaan dengan metode
PPB, diperoleh selisih biaya persediaan
sebesar
Rp
4.272.322,46;
dimana
menunjukkan bahwa biaya persediaan
pupuk KCL (MOP) dengan menggunakan
manajemen perusahaan lebih besar dari
biaya persediaan dengan metode PPB.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa belum
efisiennya
manajemen
pengendalian
persediaan pupuk KCL (MOP) di Selucing
Agro Estate pada tahun 2012.
Persediaan pupuk Rock Phosphate
lebih besar dari kebutuhan pupuk Rock
Phosphate di Selucing Agro Estate dengan
rasio sebesar 1,015. Biaya persediaan
pupuk Rock Phosphate dengan manajemen
pengendalian persediaan pupuk yang
dilakukan perusahaan juga lebih besar dari
biaya persediaan menggunakan metode
PPB. Kelebihan biaya persediaan pupuk
Rock Phosphate pada metode PPB sebesar
Rp 5.347.944,98. Tidak terpenuhinya
kedua syarat yang telah ditetapkan
menjelaskan manajemen pengendalian
persediaan pupuk Rock Phosphate di
Selucing Agro Estate pada tahun 2012
belum efisien.
Beberapa uraian di atas menjelaskan
bahwa
manajemen
pengendalian
persediaan pupuk di Selucing Agro Estate,
PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama
Gunajaya Agro (BGA) Group belum
efisien. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa Selucing Agro Estate
telah melakukan manajemen pengendalian
persediaan pupuk sesuai alur prosedur yang
dimiliki BGA Group, baik itu dari alur
perencanaan kebutuhannya, pengadaannya,
sampai monitoring dan administrasinya.
Permasalahan yang menyebabkan
manajemen pengendalian persediaan pupuk
yang dilakukan oleh perusahaan belum
efisien adalah belum adanya kebijakan
dalam menentukan kuantitas pemesanan

dan frekuensi pemesanan yang optimal.
Hal tersebut terlihat dari kuantitas
pemesanan yang sering melebihi kebutuhan
aktual dan frekuensi pemesanan yang
terlalu banyak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Manajemen pengendalian persediaan
pupuk yang ada di Selucing Agro Estate
meliputi
perencanaan,
pengadaan,
pengelolaan
persediaan
pupuk,
monitoring, dan administrasi persediaan
pupuk.
Perencanaan
dilakukan
berdasarkan rekomendasi Departemen
Riset di awal tahun dan disesuaikan
dengan kondisi aktual di lapang oleh
Estate Manager dan Asisten Kepala.
Pengadaan dilakukan melalui tahap
reservasi, dan pengelolaan dilakukan
sesuai dengan SOP yang diterapkan
oleh Bumitama Gunajaya Agro (BGA)
Group. Administrasi melalui stock
opname dan good issues digunakan
untuk
mendukung
monitoring
persediaan pupuk.
2. Berdasarkan hasil analisis efisiensi
manajemen pengendalian persediaan
pupuk perusahaan perkebunan kelapa
sawit,
diperoleh
hasil
bahwa
manajemen pengendalian persediaan
pupuk di Selucing Agro Estate tahun
2012 belum efisien. Permasalahan yang
menyebabkan manajemen pengendalian
persediaan belum efisien adalah belum
adanya kebijakan untuk penentuan
kuantitas dan frekuensi pemesanan yang
optimal.
Saran
1. Perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan kelapa sawit, khususnya
Selucing Agro Estate, PT. Windu
Nabatindo Lestari, BGA Group harus
mengevaluasi kembali manajemen
pengendalian persediaan pupuk yang
telah diterapkan agar bisa lebih
efisien. Kebijakan yang paling perlu
diperhatikan
adalah
mengenai
pemesanan atau pengadaan pupuk,
terutama tentang kebijakan penentuan
kuantitas pupuk yang dipesan dan
berapa kali frekuensi pemesanannya
yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Badan

Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 2010. Produksi Kelapa
Sawit Dunia Tahun 2010. Badan
Litbang Pertanian. Kementerian
Pertanian. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produk
Domestik Bruto Berdasarkan Harga
Berlaku
di
Indonesia.
http://www.bps.go.id/.
Diakses
tanggah 15 Oktober 2013.

Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2012.
Pedoman Teknis Pengembangan
Pupuk
Organik
Tingkat
Kabupaten
/
Kota
Tahun
Anggaran 2012. Direktorat Pupuk
dan Pestisida. Jakarta.
Handoko, T. Hani. 2008. Dasar-Dasar
Manajemen
Produksi
dan
Operasi.
Edisi
1.
BPFE.
Yogyakarta.
Warisman, Reny, Nengah Sudjana, dan
M.G. Wi Endang NP. 2012.
Penggunaan Teknik EOQ (Eqonomic
Order Quantity) dan ROP (Repeat
Order) Dalam Upaya Pengendalian
Efisiensi Persediaan (Studi Kasus
Pada
CV.
Subur
Abadi
Tulungagung). Jurnal Penelitian.
Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis,
Fakultas
Ilmu
Administrasi,
Universitas Brawijaya. Malang.
Yamit, Zulian. 2003. Manajemen Produksi
dan Operasi. Ekonisia. Fakultas
Ekonomi, UII. Yogyakarta.