JURNAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS. docx

JURNAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI TEKNIK PERMAINAN
MENYUSUN KATA PADA PESERTA DIDIK KELAS I SDN 03 WONOREJO
KECAMATAN GONDANGREJO
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Listiana Dewi
SD Negeri 03 Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta didik
melalui penerapan teknik permainan menyusun kata. Teknik ini merupakan salah satu bentuk
pengembangan pembelajaran kooperatif yang mempunyai ciri mengembangkan aktivitas
berpikir melaui diskusi atau kerja kelompok. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas I
SDN 03 Wonorejo tahun pelajaran 2014/2015. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
kualitatif sedangkan jenis penelitiannya yaitu tindakan kelas (PTK).Penlitian ini
menggunakan penelitian tindakan kelas sebanyak tiga putaran.. setiap putaran terdiri dari
empat tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan
data melalui tes, wawancara, obseervasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan
teknik analisis model interaktif yang yerdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian
data dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa melalui teknik permainan menyusun kata dapat meningkatkan
kemampuan membaca peserta didik kelas I SDN 03 Wonorejo. Hal ini dapat dilihat dari

peningkatan angka persentase ketuntasan belajar peserta didik pada kondisi awal yang hanya
54% meningkat menjadi 71% pada siklus I dan mencapai angka 92% pada akhir siklus
II.Total peningkatan ketuntasan adalah sebesar 46% Hasil capaian rata-rata pada tahap pra
siklus sebesar 58 meningkat menjadi 71 pada siklus I dan menjadi 87 pada siklus II. Total
peningkatan rata-rata adalah 29 poin.
Kata kunci : kemampuan membaca, pembelajaran kooperatif, teknik permainan menyusun kata
Abstract: The purpose of the research is to improve the reading ability by applying construct words game
technique. This technique is a form of cooperative learning that have the feature develops thinking activity that
can be done through discussion or group work. The subjects of this study is the first grade students of SDN 03
Wonorejo in 2014/2015 academic year. The form of this research is classroom action research that consist of two
sycles, each cycle consist of four stages that is planning, action, observation and reflection. The technique of
collecting data used documentation, interview, observation, and test . The technique of analyzing data used
interactive model that cosnsist of three components that is data reduction, data display, and verification. Based
on the research that have been implemented, it can be concluded that improve the reading ability of the first
grade of SDN 03 Wonorejo. It can be seen from the result the percentage of mastery learning in pre cycle is 54
% increase 71 % in cycle I and 92% in cycle II. The total of mastery learning is 46%. The average score in pre
cicle is 58 increase 71 in cycle I and 87 in cycle II. The total of average increase is 29 point.
Keywords: reading ability, cooperative learning, construct words game technique

PENDAHULUAN

Pembelajaran membaca sudah diberikan kepada anak sejak awal masuk Sekolah Dasar
(SD) karena kemampuan ini merupakan prasyarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi

lain. Pembelajaran membaca permulaan merupakan bagian dari materi pembelajaran yang
diajarkan di kelas rendah sekolah dasar.
Dalam

pembelajaran

membaca,

peserta

didik

tidak

saja

dituntut


untuk

memvokalisasikan simbol-simbol bahasa melainkan juga ia harus bisa mengemukakan
kembali isi wacana yang telah dibaca. Hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang
menyangkut isi dalam simbol-simbol bahasa tersebut, biasanya berupa wacana yang
sederhana yang menuntut peserta didik untuk dapat mengemukakan kembali daya serapnya
atas wacana yang telah dibaca.
Kemampuan membaca permulaan merupakan dasar untuk menguasai membaca
lanjut. Dalam membaca permulaan terdapat kegiatan memvokalisasikan simbol-simbol
bahasa. Dalam pembelajaran membaca, peserta didik tidak saja dituntut untuk
memvokalisasikan simbol-simbol bahasa, melainkan juga ia harus bisa mengemukakan
kembali isi wacana yang telah dibaca. Hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang
menyangkut isi dalam simbol-simbol bahasa tersebut, biasanya berupa wacana yang
sederhana yang menuntut peserta didik untuk dapat mengemukakan kembali daya serapnya
atas wacana yang telah dibaca.
Meskipun pembelajaran membaca sudah diajarkan sejak kelas I SD/MI semester 1.
Namun, pada kenyataannya pada semester 2, lebih dari 50% peserta didik kelas I SDN 03
Wonorejo belum bisa membaca dengan lancar. Akibatnya nilai membaca peserta didik masih
rendah, bahkan sebagian besar


peserta didik belum mampu mencapai nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu sebesar 60.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka upaya peningkatan kualitas proses
belajar mengajar dalam merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan
oleh guru dalam meningkatkan motivasi dan prestasi peserta didik. Salah satu cara yang bisa
dilakukan guru adalah dengan menerapkan model pembelaran yang variatif, dan salah satu
model pembelajaran yang bisa diterapkan dan bisa sangat variatif adalah dengan
diterapkannya model cooperative learning dengan teknik permainan menyusun kata. Teknik
ini dikemas dalam bentuk permainan yang sesuai dengan jiwa anak usia sekolah dasar,
sehingga diharapkan anak akan termotivasi untuk belajar membaca dan kegiatan belajar
mengajar akan lebih menyenangkan.
Teknik permainan dalam pembelajaran sesuai dengan salah satu karakteristik anak
usia Sekolah Dasar. Dayan (dalam bulletin Derap Guru, 2009: 29) menyatakan bahwa paling
tidak ada empat karakter atau sifat menonjol dari usia Sekolah Dasar (SD) yang setidaknya
dipahami. Karakter peserta didik SD yang pertama adalah senang bermain. Karakter atau sifat

ini menuntut guru SD untuk menjalankan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan,
terutama bagi kelas rendah. Di samping terkesan menarik, tak terasa di balik kegiatan itu

tentu ada setitik ilmu yang diserapnya.
Karakter yang kedua bahwa peserta didik SD senang merasakan dan melakukan
sesuatu secara langsung. Diinjau dari segi kognitif, anak SD memasuki tahap operasional
konkret. Artinya, dari segala sesuatu yang dipelajari di sekolah, mereka belajar menghubunhubungkan konsep baru dengan konsep lama yang telah mereka terima. Berdasarkan
pengalaman ini, peserta didik membentuk konsep tentang angka-angka, fungsi badan, peran
jenis kelamin, dan sebagainya. Bagi peserta didik SD, penjelasan guru tentang materi
pelajaran akan lebih dipahami jika mereka melaksanakan sendiri.
Karakter yang ketiga, peserta didik SD cenderung lebih senang bergerak. Maka tak
usah heran jika melihat peserta didik SD yang setiap istirahat selalu berkejar-kejaran, dalam
terik yang panas sekalipun. Dalam hati kita berkata, apa tidak lelah dan sebaiknya lebih enak
kalau cukup dengan duduk-duduk. Maklm itu di luar kelas. Di dalam kelas saja jika ditinggal
sedikit saja jika ditinggal sedikit oleh gurunya, ramainya bak pasar pindah, dengan lalu lalang
yang memusingkan.
Karakter peserta didik SD yang keempat yaitu peserta didik senang bekerja dalam
kelompok. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, peserta didik belajar aspek-aspek
yang penting dalam proses sosialisasi. Peserta didik mulai belajar bekerja sama dan
menumbuhkan rasa tanggung jawabnya terhadap orang lain. Di sinilah pentingnya guru
membentuk kelompok belajar, kelompok regu kerja harian, kelompok memasak, dan lainlain. Diharapkan dengan model dan teknik pembelajaran tersebut peserta didik menjadi lebih
termotivasi untuk belajar membaca karena pembelajaran lebih menarik sehingga peserta didik
tidak merasa bosan.

Berdasarkan uraian di atas penulis terdorong untuk mengadakan penelitian tidakan
kelas yang berjudul: Peningkatan Kemampuan Membaca Melalui Permainan Menyusun Kata
Pada Peserta didik Kelas I SDN 03 Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Tahun Pelajaran
2014/2015.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah teknik permainan menyusun kata dapat meningkatkan kemampuan
membaca peserta didik kelas I SDN 03 Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Tahun Pelajaran
2014/2015?
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan teknik
permainan menyusun kata

dalam pembelajaran membaca. Adapun tujuan khusus dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan teknik permainan menyusun kata
dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik kelas I SDN 03 Wonorejo
Kecamatan Gondangrejo Tahun Pelajaran 2014/2015.
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai landasan bagi para peneliti lain untuk
mengadakan penelitian mengenai media-media pembelajaran yang menarik bagi peserta didik
dalam rangka meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Untuk peserta didik, penelitian ini
dapat memotivasi peserta didik untuk semakin giat belajar


membaca sehingga secara

otomatis prestasi belajar peserta didik semakin meningkat. Penelitian ini diharapkan dapat
mendorong pihak sekolah untuk memotivasi semangat guru untuk mengadakan penelitian
sejenis, sehingga dapat meningkatkan kinerja guru dan mutu sekolah akan meningkat.
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran membaca di kelas sekolah dasar itu merupakan pembelajaran
membaca permulaan tahap awal. Kemampuan membaca yang diperoleh anak-anak tersebut
akan menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas rendah sekolah dasar. Menurut Ritawati
(1996:43) membaca permulaan merupakan membaca awal yang diberikan kepada anak di
kelas I (satu) sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya. Seiring dengan itu Sahari (1994:11)
mengemukakan membaca adalah kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan berbahasa
(linguistik) dengan melibatkan faktor biologis dan psikis yang di pengaruhi oleh lingkungan
denagn huruf, suku kata, kata dan kalimat sebagai objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam
belajar membaca pembelajaran membaca di kelas I (satu) merupakan pelajaran membaca
tahap awal. Kemampuan membaca yang di peroleh anak di kelas I (satu) tersebut akan
menjadi

dasar


pembelajaran

membaca

kelas-kelas

berikutnya.

Supriyadi

(1993)

mengemukakan bahwa “ kemampuan membaca yang di peroleh pada membaca permulaan
akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut”. Sebagai kemampuan yang
mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar
memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak
akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.
Kegiatan membaca menurut Combs (dalam Slamet, 2007: 138), ada tiga tahap,
yakni (1) tahap persiapan, (2) tahap perkembangan, dan (3) tahap transisi. Tahap persiapan,

anak mulai menyadari tentang barang cetak, konsep tentang huruf, konsep tentang kata.
Tahap perkembangan anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak.
Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan kata lain. Selanjutnya, dalam tahap
transisi, anak mulai mengubah kebiasaan membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan
kegiatan membaca dengan santai atau tidak tegang.

Pengajaran membaca yang paling baik adalah pengajaran membaca yang
didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai anak.
Rubin (dalam Slamet, 2007: 139) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam
pengajaran membaca, sebagaimana dikemukakan berikut ini, yakni (1) peningkatan ucapan;
(2) kesadaran fonemik (bunyi bahasa); (3) hubungan antara huruf-huruf merupakan prasyarat
untuk dapat membaca; (4) membedakan bunyi-bunyi merupakan hal yang penting dalam
pemerolehan bahasa, khususnya membaca; (5) kemampuan mengingat; (6) membedakan
huruf; (7) orientasi ke kiri dan kanan;(8) keterampilan pemahaman; dan (9) penguasaan
kosakata.
Kesulitan- kesulian umum yang dihadapi anak dalam belajar membaca pada: (1)
pramembaca pada umumnya kesulitan anak dalam kurangnya memahami huruf; (2) membaca
suara, kesulitannya pada (a) emmbaca kata demi kata, (b) pemarafrasean yang salah, (c)
miskin pelafalan, atau kesalahan pengucapan, (d) penghilangan, (e) pengulangan, (f)
pembalikan, (g) penyisipan, (h) penggantian, dan (3) pemecahan kode (dekoding) yang

meliputi (a) kesulitan konsonan, (b) kesulitan vokal, (c) kesuliran kluster, diftong, digraf, (d)
kesulitan menganalisis struktur kata, dan (e) tidak mengenali makna kata dalam kalimat.
Tujuan pembelajarn membaca permulaan pada dasarnya ialah memberi bekal
pengetahuan keterampilan kepada peserta didik untuk mengenalkan tentang teknik-teknik
membaca permulaan dan mengenalkan serta menangkap isi bacaan dengan baik dan dapat
menuliskannya. Secara rinci pembelajaran pengenalan membaca permulaan bertujuan untuk
memupuk kesadaran dan mengembangkan kemampuan anak-anak untuk memahami dan
mengenalkan cara membaca permulaan dengan benar. melatih dan mengembangkan
kemampuan anak untuk mengenal dan menuliskan huruf-huruf. melatih dan mengembangkan
kemampuan anak untuk mengubah tulisan menjadi bunyi bahasa atau menuliskan bunyibunyi bahasa yang didengarnya, memperkenalkan dan melatih anak mampu membaca sesuai
dengan teknik-teknik tertentu, melatih keterampilan anak untuk memahami kata-kata yang
dibaca, didengar, atau ditulisnya dan mengingatnya dengan baik, Melatih keterampilan anak
untuk dapat menetapkan arti tetentu dari sebuah kata dalam suatu konteks.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok. Menurut
Slavin (2009 : 8), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana peserta didik
bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda
dan saling berinteraksi antar anggota kelompok. Di dalam pembelajaran kooperatif peserta
didik belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang peserta
didik. Setiap kelompok yang heterogen yaitu terdiri dari campuran kemampuan peserta didik,
jenis kelamin dan suku.


Menurut Sugiyanto (2008 : 35) pembelajaran kooperatif adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Menurut Davidson dan Warsham dalam (Isjoni, 2009 : 27) pembelajaran kooperatif
adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, peserta didik belajar dan
bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar baik pengalaman individu maupun
pengalaman kelompok.
Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (teman lain) sebagai sumber
belajar, di samping guru dan sumber belajar lainnya dan menekankan pada penggunaan
kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Menurut Isjoni (2009 : 73), dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi
model yang dapat diterapkan , yaitu : a) Student Team Achievement Division (STAD), 2)
Jigsaw. 3) Teams Games Tournaments (TGT), 4) Group Investigation (GI), 5) Rotating Trio
Exchange, 6) Group Resume.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai variasi model dalam cooperative learning,
peneliti akan mengembangkan teknik pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran
membaca, yaitu teknik permainan menyusun kata.
Teknik mengandung pengertian berbagai cara dan alat yang digunakan guru dalam
kelas. Dengan demikian, teknik adalah daya upaya, usaha, cara yang digunakan guru dalam
mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pengajaran (Subana dkk, 2005: 20). Teknik ini
merupakan kelanjutan dari metode sedangkan arahnya harus sesuai dengan pendekatan
Semi (1993: 105) menyatakan bahwa teknik merupakan cara khas yang operasional
yang digunakan atau dilalui dalam menggapai tujuan yang telah ditetapkan dan dengan
berpegang pada metode. Oleh sebab itu, teknik lebih bersifat tindakan nyata berupa usaha aau
upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Menurut Suyatno (2004: 15), teknik adalah cara konkret yang dipakai saat proses
pembelajaran langsung. Teknik merupakan suatu alat yang digunakan oleh guru bahasa untuk
menyampaikan bahan-bahan pengajaan yang dipilih untuk pelajar-pelajarnya. Teknik yang
dipilih haruslah sejajar dengan kaidah yang dianut. Teknik adalah suatu muslihat atau strategi
atau taktik yang digunakan oleh guru agar mencapai hasil maksimal pada waktu mengajar
sesuatu bagian bahasan tertentu.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa teknik merupakan
alat yang digunakan guru dalam suatu proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan baik.
Rini (2005: 6) menyatakan bahwa mengajak peserta didik bermain sambil belajar
ternyata memberi manfaat bagi kedua belah pihak, baik guru maupun peserta didik. Terdapat
tiga manfaat permainan bagi guru.1)Memudahkan guru dalam memberikan penjelasan
mengenai suatu materi pelajaran yang sedang diajarkan dengan menerapkannya dalam bentuk
permainan. 2) Membantu guru membuat suasana kelas menjadi lebih hidup. 3) Memberikan
prestasi tersendiri bagi guru karena membuat peserta didik berpartisipasi aktif selama proses
belajar mengajar di kelas.
Selain bermanfaat bagi guru, bermain sambil belajar juga bermanfaat bagi peserta
didik. Terdapat lima manfaat bermain sambil belajar bagi peserta didik. 1) Peserta didik akan
lebih mudah memahami materi pelajaran yang sedang dipelajari karena disajikan dalam
bentuk permainan yang menyenangkan. 2) Mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa
bosan dalam kelas.3) Membantu peserta didik mengingat materi pelajaran lebih mudah dan
cepat. 4) Peserta didik menjadi aktif di kelas. 5) Menumbuhkan solidaritas dan sportivitas di
kalangan para peserta didik.
Menurut Suyatno (2005: 14) permainan belajar jika dimanfaatkan secara bijaksana
dapat menyingkirkan keseriusan yang menghambat, menghilangkan stress dalam lingkungan
belajar, mengajak orang terlibat penuh, meningkatkan proses belajar, membangun kreativitas
diri, mencapai tujuan dengan pengalaman, meraih makna belajar melalui pengalaman, dan
memfokuskan peserta didik sebagai subjek belajar. Ciri-ciri permainan di antaranya: adanya
seperangkat peraturan yang eksplisit yang harus diperhatikan oleh para pemain dan adanya
tujuan yang harus dicapai atau tugas yang harus dikerjakan. Permainan bisa bersifat individu
atau kelompok.
Terdapat tujuh syarat keberhasilan permainan berbahasa. 1)Permainan merupakan
cara pendekatan untuk mencapai tujuan belajar mengajar. 2) Permainan memiliki peraturan
yang jelas atau tegas sehingga tidak meresahkan peserta. 3) Tiap regu harus seimbang dalam
jumlah dan kekuatannya. 4) Pilihlah permainan yang sesuai dengan kemampuan berbahasa
peserta didik. 5) Jangan melaksanakan permainan pada awal pelajaran pada saat peserta didik
dalam keadaan segar. 6) Guru betul-betul bertindak sebagai pengelola permainan: yaitu
bersikap riang, lincah, tegas, dan tidak memihak. 7) Hentikan permainan pada saat peserta
didik masih asyik ingin melakukannya.

Permainan menyusun kata merupakan permainan yang digunakan khusus untuk
kemampuan membaca. Penerapannya yaitu guru membacakan kalimat, peserta didik harus
menyusun kata-kata menjadi kalimat yang sesuai kalimat yang dibaca guru.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik simpulan bahwa permainan bahasa
menyusun kata adalah sebuah permainan bahasa susun kata yang menggunakan kata-kata
sebagai acuan dalam pembelajaran membaca.
Prosedur pada teknik permainan menyusun kata meliputi: a. Guru menyiapkan papan
stereoform beserta paku-paku kecil untuk

menempel.b. Peserta didik dibagi menjadi

beberapa kelompok. c. Guru membagikan kertas kata kepada masing-masing peserta didik,
setiap peserta didik menerima lima kata.d. Guru memberi waktu untuk berdiskusi.e. Guru
melafalkan satu persatu kalimat. f. Masing-masing kelompok berlomba untuk menyusun kata
pada papan stereoform hingga membentuk kalimat yang sesuai dengan kalimat yang
dibacakan guru.g. Kelompok yang paling cepat dan paling benar dalam menyusun kata
menjadi pemenangnya.h. Peserta didik diberi tugas untuk membaca bacaan yang terdapat
pada papan stereoform.
Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah “Ada peningkatan kemampuan
membaca setelah menggunakan teknik permainan menyusun kataa pada peserta didik kelas I
SDN 03 Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Tahun Pelajaran 2014/2015”
METODE
Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik kelas I SDN 03 Wonorejo
Kecamatan Gondangrejo, dengan jumlah peserta didik 24 peserta didik yang terdiri dari 11
peserta didik laki-laki daan 13 peserta didik perempuan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Teknik yang digunakan untuk menjaga validitas data dalam penelitian yaitu teknik
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan
sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembandingan data itu (Lexy J.
Moleong, 2001: 178). Ada pun dari triangulasi yang ada hanya menggunakan 2 teknik, yaitu
triangulasi data (sumber) dan triangulasi metode.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif. Model
analisis interaktif mempunyai tiga komponen, yaitu: 1) Reduksi Data (Data Reduction), 2)
Penyajian Data (Data Display), 3) Conslucion Drawing(verification).
Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah capaian peningkatan kemampuan
membaca peserta didik sebesar 80% dan capaian nilai rata-rata kelas sebesar 85.

Secara rinci prosedur penelitian tindakan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.Perencanaan, (1) Menyusun rencana pembelajaran membaca dengan teknik permainan
menyusun kata,(2) Membuat dan mempersiapkan instrumen penelitian berupa : lembar
penilaian, pedoman observasi, pedoman dokumentasi, dan pedoman wawancara, (3)
Menyiapkan media pembelajaran berupa kertas kata dan papan stereoform. b. Tindakan, (1)
Pendahuluan yang meliputi kegiatan guru menyapa peserta didik, menanyakan keadaan
peserta didik, memancing peserta didik menyampaikan hambatan yang dialaminya saat
proses pembelajaran membaca, dan menumbuhkan motivasi untuk belajar membaca.(2)
Kegiatan inti,

yaitu tahap melakukan kegiatan pembelajaran membaca

dengan teknik

permainan menyusun kata. Kegiatan ini meliputi: Guru menyiapkan papan stereoform beserta
paku-paku kecil untuk menempel; peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok; guru
membagikan kertas kata kepada masing-masing peserta didik, guru memberi waktu peserta
didik untuk berdiskusi; guru membaca kalimat; masing-masing kelompok berlomba untuk
menyusun kata pada papan stereoform hingga membentuk kalimat yang sesuai dengan
kalimat yang dibacakan guru; kelompok yang paling cepat dan paling banyak dalam
menyusun kalimat menjadi pemenangnya; peserta didik diberi tugas untuk membaca kalimat
yang terdapat pada papan stereoform.(3) Penutup, merupakan refleksi kegiatan yang telah
dilakukan hari itu. Tahap

ini meliputi: guru memberikan hadiah bagi kelompok yang

menang, kegiatan guru merefleksikan kegiatan pembelajaran hari itu, guru menanyakan
kesulitan yang dialami peserta didik dalam membaca. c. Pengamatan yang dilakukan selama
proses pembelajaran berlangsung. Dalam pengamatan ini akan diungkap segala peristiwa
yang berhubungan dengan pembelajaran, baik aktivitas peserta didik melakukan kegiatan
pembelajaran, maupun respon peserta didik terhadap teknik pembelajaran. Selanjutnya data
yang diperoleh pada siklus I dijadikan sebagai bahan refleksi.
Demikian seterusnya dilakukan berulang ulang (jumlah siklus yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah tiga siklus). Proses tindakan siklus II merupakan kelanjutan dari siklus I.
Hal-hal yang kurang sesuai pada siklus I diperbaiki pada siklus II demikian juga pada siklus
III, hal-hal yang kurang sesuai pada siklus II diperbaiki pada siklus III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pra Siklus
Sebelum penelitian ini dilaksanakan, pembelajaran membaca dilaksanakan dengan
pembelajaran tradisional. Pembelajaran hanya bersifat monoton, guru menyampaikan materi
pelajaran dengan ceramah dan peserta didik cenderung mendengarkan sehingga peserta didik

akan bosan dan tidak tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu sebagian besar
peserta didik berkomunikasi dengan bahasa Jawa yang merupakan’bahasa ibu’ mereka.
Sehingga hal tersebut akan berdampak pada peserta didik dan proses pembelajaran yang
kurang berhasil secara optimal. Selain itu, prestasi belajar peserta didik akan cenderung
rendah dan tidak memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil prestasi belajar Bahasa
Indonesia dalam materi membaca peserta didik kelas I SDN 03 Wonorejo yang masih kurang
dari harapan.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta didik yang memperoleh nilai dibawah
KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 60. Dari 24 peserta didik kelas I SDN 03 Wonorejo, pada
nilai ulangan harian sebelum dilakukan penelitian, nilai tertinggi sebesar 80, nilai terendah
sebesar 30, dan rata-rata kelas sebesar 58 atau peserta didik yang masih memperoleh nilai <
KKM sebanyak 13 peserta didik atau 54% sedangkan peserta didik yang memperoleh nilai >
KKM sebanyak 11 peserta didik atau 46 %. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat dilihat
rendahnya prestasi belajar Bahasa Indonesia dalam pembelajaran membaca.
Siklus 1
Dalam pelaksanaan tindakan kelas ini dilakukan secara bertahap yaitu dengan tahapan
2 siklus. Tiap-tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi. Dalam pelaksanakan tindakan siklus I, pembelajaran dilakukan dengan penerapan
teknik permainan menyusun kata. pembagian peserta didik dalam kelompok berdasarkan
tempat duduk yang berdekatan
Berdasarkan lembar observasi aktifitas peserta didik dan hasil tes peserta didik pada
tindakan siklus I, maka diperoleh data-data dalam tindakan siklus I. Observasi digunakan
untuk mengetahui saat proses pembelajaran berlangsung. Pada siklus I, masih ada sebagian
besar peserta didik yang masih kurang konsentrasi tidak aktif dalam kelompok belajar, dan
sering bercanda dengan temanya. Hal itu mungkin dikarenakan teman dalam kelompok sudah
terbiasa yang berdekatan tempat duduk dalam kesehariannya.
Pada hasil tes tindakan siklus I diperoleh nilai tertinggi adalah 100, nilai terendah
adalah 40, rata-rata kelas dalam siklus I adalah 75. Peserta didik yang masih memperoleh
nilai KKM sebanyak 16 peserta didik atau 71%.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat adanya peningkatan kemampuan membaca
peserta didik pada tindakan siklus I dibanding dengan kemampuan membaca sebelum
diadakan tindakan. Namun demikian, hasil belajar tersebut belum signifikan dalam mencapai

ketuntasan belajar yang diharapkan. Oleh karena itulah, untuk ketuntasan hasil belajar perlu
dilanjutkan dengan diadakan tindakan siklus II.
Siklus II
Pembagian kelompok pada tindakan siklus II berdasarkan prestasi belajar peserta
didik secara merata. Sehingga aktifitas peserta didik pada tindakan II terlihat sangat aktif.
Keaktifan peserta didik dapat dilihat dari antusias peserta didik dalam menjawab pertanyaan
maupun konsentrasi dalam mengerjakan tugas dalam kelompoknya. Peserta didik yang
cenderung pandai dan aktif akan membantu peserta didik yang kurang aktif, sehingga dalam
kelompok akan dapat menunjukkan keaktifan secara menyeluruh. Kerjasama dalam
kelompok akan semakin terlihat dan saling membantu satu dengan yang lain. Peserta didik
saling berlomba saat diminta untuk mengerjakan tugas menyusun kata pada papan
stereoform. Peserta didik akan merasa lebih senang dan termotivasi untuk menyusun kata
secara cepat dan benar sehingga akan memenangkan permainan. Sehingga proses
pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
Pada hasil tes tindakan siklus II diperoleh nilai tertinggi adalah 100, nilai terendah
adalah 50, rata-rata kelas dalam siklus II adalah 87. Persentase ketuntasan belajar sebesar
92%. Artinya dari 24 peserta didik, terdapat 2 peserta didik yang belum tuntas belajar. Maka
dapat diperoleh adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan dengan ketuntasan Kriteria
Ketuntasan Mengajar (KKM) pada seluruh peserta didik. Meskipun masih terdapar 2 peserta
didik yang belum tuntas belajar, namun karena peningkatan kemampuan membaca sudah
signifikan maka penelitian tidak dilanjutkan ke siklus berikunya. Bagi peserta yang didik
yang belum tuntas belajar akan diremidi dan diberi bimbingan khusus.
Dari observasi hasil tes dari tindakan siklus I dan siklus II, dilihat dari tabel 2:
Tabel 2
Hasil Tes pada Siklus I dan Siklus II
No
1
2
3

Tindakan
Sebelum Tindakan
Siklus I
Siklus II

Banyak Peserta didik
< KKM
> KKM
13
11
6
16
2
22

Prosentase (%) KKM)
> KKM
< KKM
46%
54%
71%
29%
92%
8%

Dari tabel 2 di atas dapat diperoleh data sebagai berikut :
Pra Siklus: a) peserta didik yang < KKM adalah 13 peserta didik atau 54 %.
b) peserta didik yang > KKM adalah 11 peserta didik atau 46 %.
Siklus I : a) peserta didik yang < KKM adalah 6 peserta didik atau 29 %.

b) peserta didik yang > KKM adalah 40 peserta didik atau 71 %.
Siklus II : a) peserta didik yang < KKM adalah 2 peserta didik atau 8%.
b) peserta didik yang > KKM adalah 22 peserta didik atau 92 %.
Dari hasil tes siklus I diperoleh nilai tertinggi adalah 100 ,nilai terendah adalah 40
dan nilai rata-rata sebesar 71. Dari hasil tes siklus II diperoleh nilai tertinggi adalah 100 ,nilai
terendah adalah 50 dan nilai rata-rata sebesar 87. Total peningkatan rata-rata adalah 29 poin.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus
dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca peserta didik dapat ditingkatkan melalui
penggunaan teknik permainan menyusun kata. Peningkatan kemampuan membaca dapat
dilihat dari peningkatan angka persentase ketuntasan belajar peserta didik pada kondisi awal
yang hanya 46% meningkat menjadi 71% pada siklus I dan mencapai 92% pada akhir siklus
II. Total peningkatan ketuntasan adalah sebesar 46% peningkatan Hasil capaian rata-rata pada
tahap pra siklus sebesar 58 meningkat menjadi 71 pada siklus I dan menjadi 87 pada siklus II.
Total peningkatan rata-rata adalah 29 poin.
Saran
Beberapa saran sebagai bahan masukan dan tindak lanjut kerkenaan dengan hasil
penelitian ini, yaitu: 1. Bagi Kepala Sekolah, sebaiknya Kepala Sekolah selalu mendorong
dan membina guru untuk lebih pro aktif dalam usaha
pembelajaran

yang bervariasi

untuk mencapai

menerapkan model-model

proses dan hasil pembelajaran yang

berkualitas bagi peserta didik, 2. Bagi Guru, a. Guru sebaiknya selalu tanggap terhadap
masalah yang timbul dalam pembelajaran berusaha mencarikan solusinya, b. Guru sebaiknya
menggunakan keterampilan dasar mengajar secara optimal dan kreatif dalam upaya
merancang pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna, c. Guru hendaknya mampu dan
mau menerapkan pengggunaan model-model pembelajaran baru yang disesuaikan dengan
standar kompetensi yang akan dicapai, d. Guru dituntut untuk selalu meningkatkan hasil
belajar sesuai dengan tuntutan standar kompetensi yang digariskan dalam kurikulum,
seimbang antara hasil belajar dan keterampilan proses.
DAFTAR PUSTAKA

Dayan, Abdi Saka. 2009. “Mengenali Karakter Peserta didik SD”. Bulletin Derap Guru Edisi 113/
Th. IX/ Juni 2009.
Isjoni. 2009. Cooperatif Lerning. Bandung: Alfabeta
Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rini, Ayu. 2005. Exellent English Games. Jakarta: Kesaint Blanc.
Semi, Atar. 1993. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Slamet, St. Y dan Suwarto. 2007. Dasar-dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
di
Sekolah Dasar. Surakarta: Sebelas Maret University Press
Slavin. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media
Soejono. 1975. Petunjuk Membaca Menulis Permulaan. Jakarta: Balai Pustaka.Sugiyanto.
2008. Model-model Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Sunardi. 1997. Mengenal Peserta didik Berkesulitan Belajar. Surakarta: UNS.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya. SIC.