Pengajaran bahasa dan sastra di sekolah (1)

Pengajaran bahasa dan sastra di sekolah formal 1
Maya P. Warouw, S.S., M.Hum., M.Ed., PhD2

Hari ini, tanggal 28 Oktober, mengingatkan kita semua kepada peristiwa Sumpah Pemuda,
dimana para pemuda Indonesia mendeklarasikan tekad mereka untuk menggunakan Bahasa
Indonesia tanpa memandang latar belakang etnis mereka. Niat mereka ini yang senantiasa
menginspirasi bangsa Indonesia untuk tetap melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan yang mewakili jati diri bangsa dan martabat bangsa. Berkaca pada peristiwa ini,
maka lewat iven yang diselenggarakan Balai Bahasa dalam rangka memperingati bulan
bahasa dan Sastra kali ini, saya ingin menelaah bagaimana penerapan pengajaran bahasa
Indonesia di sekolah formal dan bagaimana pengajaran bahasa Indonesia ini dapat
dimaksimalkan untuk mendukung upaya usaha para pelopor Sumpah Pemuda untuk
mempersatukan bangsa lewat Bahasa. Dalam pembahasan, fungsi dan peran bahasa Indonesia
juga akan ditinjau dari sudut pandang beberapa ahli sebelum dikaitkan dengan potensi Bahasa
Indonesia di masa yang akan datang. Kemudian, pada akhir makalah, saya ingin
menyumbangkan suatu pemikiran yang bersifat rekomendasi dan diharapkan dapat
diaplikasikan ke dalam pengajaran.

Pertama-tama, saya ingin menceritakan sedikit tentang bagaimana latar belakang pendidikan
saya dapat mengilhami penulisan artikel ini. Sebagai seorang pengajar Bahasa Inggris, saya
melanjutkan studi S2 dan S3 di bidang pengajaran Bahasa Inggris dan bidang penelitian yang

saya minati yaitu pengembangan bahan ajar. Pada disertasi saya, topik yang saya angkat yaitu
keragaman budaya etnis yang dikaitkan dengan adaptasi bahan ajar untuk perguruan tinggi.
1 Makalah ini dipresentasikan pada seminar kebahasaan dengan tema: Martabatkan Bahasa Rayakan
Kebinekaan di Balai Bahasa Sulawesi Utara pada tanggal 28 Oktober 2016.
2 Penulis merupakan dosen Bahasa Inggris di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sam Ratulangi. Saat ini
menduduki jabatan sebagai kepala UPT Bahasa Universitas Sam Ratulangi.

1

Oleh karenanya, saat mendapat undangan untuk menjadi pembicara saya mencoba untuk
menelaah pengajaran Bahasa Indonesia dan mengkaitkannya dengan masalah keragaman
budaya dan suku bangsa di Indonesia. Namun, tentu saja menemukan dan mengembangkan
ide untuk makalah ini dan yang sesuai dengan minat dan latar belakang pengetahuan saya di
bidang Bahasa Inggris tidaklah mudah. Hingga suatu saat, saya melihat sebuah buku yang
dipakai yang dipakai anak saya untuk belajar Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Menengah
pertama kelas IX. Saya tertarik dengan penggalan kalimat dalam bahasa Inggris yang menjadi
judul buku tersebut, yaitu: “Think Globally Act Locally”.

Penggalan kalimat ini sudah sering dijadikan suatu tema bagi beragam kegiatan yang
diselenggarakan di bumi pertiwi ini, seperti misalnya kegiatan seminar, lokakarya, maupun

kegiatan dies Natalies, dan lain-lain. Namun, sekalipun kalimat ini mengandung ide yang
cukup mulia yang mencerminkan suatu usaha untuk menjembatani kebutuhan global dengan
melakukan suatu tindakan yang realistis yang dimulai dari lingkup terkecil (lokal) di
sekeliling kita, maknanya sering diimplementasi pada bidang yang berkaitan dengan
pengajaran Bahasa Inggris. Seperti yang telah diketahui bersama, Bahasa Inggris telah
diterima sebagai Bahasa Global sehingga orang-orang berlomba-lomba untuk dapat
menguasai bahasa asing yang satu ini. Para pemerhati pendidikan pun tidak henti-henti
mencoba untuk merumuskan pendekatan terbaik untuk pengajaran Bahasa Inggris. Salah satu
hasilnya dapat dilihat pada produk buku ajar yang dihasilkan oleh tim penyusun buku untuk
Menteri Pendidikan Nasional yang berjudul: Bahasa Inggris: Think Globally Act Locally.

Lalu bagaimana belajar bahasa Inggris yang pada hakikatnya dapat menyebabkan pelajar
terpapar dengan budaya Inggris (atau budaya barat) justru dapat membuat si pelajar semakin
mencintai Bahasa Indonesia dan budaya Indonesia? Bukankah pengajaran Bahasa Inggris

2

yang seyogyanya memberikan wawasan berpikir secara global yang dibarengi dengan
penguasaan dan pengetahuan lebih mendalam tentang budaya negara-negara yang berbahasa
ibu Bahasa Inggris dapat mengancam keberadaan Bahasa Indonesia? Bukankah sudah

menjadi fenomena, bahasa Inggris pelan-pelan mendominasi beragam aspek kehidupan antara
lain di dunia entertainment, kuliner, selera musik dan masih banyak lagi?

Pertanyaan ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Suwardjono (2008) yang berpendapat
bahwa keberadaan Bahasa Inggris menjadi pesaing bagi Bahasa Indonesia. Hal yang serupa
juga dikatakan oleh Pangemanan (2015) yang menyatakan bahwa Bahasa Inggris yang lebih
diminati untuk dipelajari maupun digunakan oleh orang Indonesia. Lebih lanjut lagi, dalam
kaitannya dengan persiapan bangsa Indonesia menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), Pangemanan menyayangkan adanya fakta bahwa Bahasa Inggris lebih dipilih sebagai
bahasa pengantar dalam pertemuan-pertemuan ASEAN.

Pertanyaan ini pula yang akhirnya membuat saya iseng membolak-balik halaman buku
Bahasa Inggris yang memuat kalimat Think Globally Act Locally dan memperhatikan secara
cermat isi buku, serta kegiatan-kegiatan belajar yang ada di buku itu. Ternyata ada beberapa
hal menarik yang saya temukan dari isi buku ini antara lain adanya usaha bangsa ini dalam
mempromosikan budaya Indonesia. Sebagai contoh: nama karakter yang dipakai dalam buku,
seperti Dayu, Siti, Riri, Udin, Lina, dan lain-lain, merupakan nama yang sangat familiar di
Indonesia karena nama-nama tersebut merupakan nama-nama khas Indonesia. Kemudian,
adanya penggunaan cerita rakyat seperti Sangkuring dan pohon belimbing emas (golden
starfruit tree) yang merupakan cerita rakyat khas masyakarakat Indonesia. Belimbing itu

sendiri merupakan salah satu buah lokal yang banyak ditemukan di Indonesia. Sebagai

3

tambahan, ada juga bab yang menyinggung tentang beberapa masakan khas Indonesia dan
cara membuatnya.
Lalu, berdasarkan hasil pengamatan saya pada buku ini, ada pertanyaan lanjutan yang
menggelitik saya, yaitu: jika pada mata pelajaran Bahasa Inggris terlihat adanya usaha
pemerintah untuk mensosialisasikan muatan keragaman budaya lewat teks yang ada di buku,
lalu bagaimana dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia? Jika mencermati pembelajaran
bahasa Indonesia di tingkat SD, SMP dan SMA yang berberbasis teks (Agusrida.2009;
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013; Suryaman, Maman. 2009) , seharusnya
kekayaan ragam budaya dan bahasa daerah yang ada di Indonesia dapat diperkenalkan lewat
beragam teks yang bermuatan budaya lokal. Pengenalan keragaman budaya dan bahasa yang
ada di Indonesia kepada siswa sudah sepantasnya dilakukan sedini mungkin lewat pengajaran
Bahasa di tingkat SD dan diberlakukan secara berkesinambungan hingga di tingkat Perguruan
Tinggi.

Namun sayangnya selama ini penekanan pengajaran Bahasa Indonesia lebih pada makna dan
bentuk lewat pendekatan berbasis teks baik lisan maupun tertulis (Agusrida,2009) dan

beragamnya etnis dan budaya-budaya daerah di Indonesia yang memperkaya bangsa ini
kurang diangkat dalam buku ajar. Seringkali pula teks yang mengandung muatan budaya
lokal hanya didominasi dengan budaya dari daerah tertentu sehingga ada banyak budayabudaya dari daerah lainnya tidak diangkat. Padahal, wawasan tentang keanekaragaman
budaya dan bahasa daerah di Indonesia sangatlah penting. Seperti yang dinyatakan
Muhyiddin (2015) dalam tulisannya, Bahasa Indonesia berperan penting dalam
mempersatukan Bangsa Indonesia yang multikultural. Oleh karena itu, diperlukan usaha
untuk mengembangkan buku ajar yang dapat memfasilitasi ide dari Muhyiddin dan diimbangi

4

pula dengan penggunaan metode pengajaran Bahasa Indonesia yang tepat. Dengan demikian
diharapkan peran Bahasa Indonesia sebagai pemersatu dapat dicapai.

Selanjutnya, masih bicara tentang peran Bahasa Indonesia, baik Suwardjono (2008) maupun
Pangemanan (2015) menganjurkan untuk menggugah kesadaran pengguna bahasa Indonesia
agar Bahasa Indonesia dapat dipopulerkan kembali. Jika Suwardjono (2008) menantang
kaum akademisi di Indonesia untuk menggalakkan kembali penggunaan Bahasa Indonesia
khususnya untuk pengembangan ilmu, Pangemanan (2015) mendorong Bangsa Indonesia
untuk melihat peluang penggunaan Bahasa Indonesia dan menjadikan Bahasa ini sebagai
Bahasa MEA.


Dari semua pendapat yang dikemukakan para akademisi di atas, jelas terlihat bahwa mereka
optimis dengan masa depan Bahasa Indonesia. Jika melihat dari jumlah penuturnya, Bahasa
Indonesia dipakai oleh penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 250 juta.
Bandingkan dengan negara-negara penutur bahasa Inggris sebagai bahasa ibu yang berjumlah
kurang lebih 390 juta (Ellis1989, hal 110 dalam Evelyn Rientje Elsjelyn, 2008), jumlah
penutur Bahasa Indonesia mencapai lebih dari setengah jumlah penutur Bahasa Inggris. Fakta
ini menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia cukup potensial untuk diperkenalkan ke dunia
internasional dan tidak menutup kemungkinan bahwa Bahasa Indonesia dapat menjadi salah
satu bahasa asia yang populer dan dipelajari oleh penduduk dunia.

Sebagai bahasa yang dipakai untuk bahasa pemersatu kurang lebih 659 etnis di Indonesia,
maka memungkinkan Bahasa Indonesia mendapatkan tempat di dunia internasional. Dengan
demikian kekayaan ragam budaya etnis dan bahasa daerah yang ada di negeri ini dapat pula
dipromosikan lewat penggunaan Bahasa Indonesia. Namun semua itu hanya dapat tercapai

5

jika bangsa Indonesia mempunyai wawasan tentang keanekaragaman budaya dan bahasa
daerah di Indonesia dan merasa bangga dengan kekayaan yang dimiliki. Wawasan ini yang

pada akhirnya mendorong bangsa ini untuk menggunakan segala potensi yang ada untuk
lebih memaksimalkan penggunaan Bahasa Indonesia dan mengenalkan pada dunia luar
tentang Indonesia. Sebagai contoh Pollard (2016) yang menerapkan pengenalan budaya
daerah lewat cerita tradisi lisan di pengajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing. Dengan
demikian, konsep Think Globally but Act Locally ini yang hendak ditawarkan untuk dapat
diterapkan ke pengajaran Bahasa Indonesia di semua tingkatan mulai dari SD hingga
Perguruan Tinggi.

Referensi
Agusrida.2009. Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Kurikulum 2013: Sebuah Kajian
Dalam Mata Diklat Penerapan Kurikulum 2013. Diunduh dari
http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=674:agusridadsember&catid=41:topheadlines&Itemid=158. (daring 24 Oktober 2016).
Asep Muhyidin, 2015 Masa Depan Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu Bangsa Dalam
Bingkai Multikulturalisme. Diunduh dari http://sastra.um.ac.id/wpcontent/uploads/2010/01/015-Asep-Muhyidin-FKIP-Univ.-SulAgTir-Masa-DepanBahasa-Indonesia-.-.-..pdf (daring 26 Oktober 2016).
Elsjelyn, Evelyn Rientje. 2014. English Made Easy. Kunci Sukses Belajar Bahasa Inggris.
Jakarta: Kesaint Blanc.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan
Akademik. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Bahasa Inggris, Think Globally Act Locally.

Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Muhyidin, A. 2015. Masa Depan Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu Bangsa Dalam
Bingkai Multikulturalisme. Diunduh dari www.015-Asep-Muhyidin-FKIP-Univ.SulAgTir-Masa-Depan-Bahasa-Indonesia-.-.-..pdf. (daring 23 Oktober)
Pangemanan, A. 2015. 70 Tahun Berbahasa Indonesia: “Merajut Kebhinekaan Menuju
Bahasa Masyarakat Ekonomi ASEAN” . Diunduh dari:
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Kertas%20Kerja
%20Universitas.pdf (daring 23 Oktober 2016).
6

Pollard, N. 2016.Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing melalui Cerita Tradisi
Lisan. Diunduh dari www.ialf.edu/kipbipa/papers/NaniPollard.doc. (daring 23
Oktober 2016).
Suryaman, Maman. 2009. Panduan Pendidik Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Smp/Mts. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Suwardjono. 2008. Peran dan Martabat Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Ilmu.
Kongres IX Bahasa Indonesia. Diselenggarakan oleh Pusat Bahasa di Hotel Bumi
Karsa, Jakarta Selatan, 28 Oktober-1 November 2008.

7


Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24