Gambaran Derajat Nyeri Pasca Bedah Pada Pasien Trauma Muskuloskeletal Dengan Menggunakan Alat Ukur Vas (Visual Analogue Scale) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Nyeri masih merupakan alasan pasien untuk datang menemui para klinisi oleh
karena nyeri adalah rasa dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
yang dikaitkan dengan adanya kerusakan jaringan. Menurut survey di Amerika
Serikat hampir 73 juta pasien telah dilakukan operasi setiap tahunnya tetapi nyeri
masih ditemukan hampir 75% dari 73 juta tersebut. Tidak mengherankan bahwa
hampir 30 tahun penanganan serta pengukuran nyeri pascabedah belum sampai ke
tingkat yang memuaskan. Banyak faktor yang melibatkan timbulnya nyeri
misalnya umur, jenis kelamin, jenis pembedahan, suku, pengalaman nyeri
sebelumnya serta melibatkan faktor psikologi. (Clark C W et al. 2009).
Nyeri diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang nantinya dari
kerusakan jaringan ini akan keluar mediator-mediator inflamasi yang akan
merangsang reseptor nyeri (nosiseptor), sehingga jenis pembedahan serta luas
daerah pembedahan akan mempengaruhi persepsi nyeri pascabedah. Contohnya
nyeri pascabedah orthopaedi tergolong nyeri hebat. Nyeri pada tulang berasal dari
periosteum dan sumsum tulang “(bone marrow)” yang dapat menghantarkan
sinyal nyeri ke otak sehingga menghasilkan rasa nyeri. Jaringan tulang terdiri dari
2 jenis saraf yang bermielin (A beta dan A delta) serta saraf yang tidak bermielin

yaitu serabut C. Dengan kombinasi ini mereka dapat menghantarkan dan
memunculkan letupan nyeri. Nyeri ini terjadi diawali oleh serabut bermielin yang
diikuti sinyal lambat dan bertahan lama yang dimunculkan oleh serabut yang tidak
bermielin. (Riley and Boulis.2006).
Penanganan nyeri pascaoperasi harus dilakukan sebaik mungkin. Hal ini
untuk mencegah pasien masuk ke dalam nyeri kronik pascaoperasi. Pada tahun
1998 dilakukan survei di Inggris dan ditemukan terdapat sejumlah 5130 pasien
mangalami nyeri kronik dan sekitar 40% diakibatkan oleh pembedahan. Jika
pasien masuk ke dalam nyeri kronik maka nyeri akan lebih sulit diobati akibatnya

1

biaya pengobatan meningkat, luka operasi butuh waktu lama sembuh dan khusus
pascaoperasi orthopaedi pasien membutuhkan waktu yang lama untuk mobilisasi
akibat nyeri aktivitas. (Hassan W et al. 2012)
Sebelum melakukan penangan nyeri maka penilaian nyeri perlu dilakukan
terlebih dahulu. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menilai nyeri yaitu
menggunakan Metode Nomor (Numeric Rating Scale), Kata-Kata (Verbal Rating
Scale), Wajah (Wong-Baker Faces Scale) serta menggunakan VAS (Visual
Analogue Scale). Setelah didapati derajat nyeri maka langkah selanjutnya yaitu


menentukan pengobatan yang tepat sesuai dengan derajat nyeri pasien atau sesuai
dengan WHO step ladder . (SAJA.2009)
Nyeri akut (segera) setelah operasi orthopaedi dijumpai sekitar 16% (248
pasien) dari keseluruhan operasi orthopaedi (1552 pasien). Nyeri pascaoperasi
sedang sampai berat dapat mencapai 17% sampai 40% bahkan dapat sampai 60%
sehingga penanganan nyeri dalam waktu 24 jam pertama mutlak untuk dilakukan.
Penanganan nyeri dikatakan baik jika pasien mengeluhkan nyeri ringan atau VAS<
4. Tetapi jika nyeri ini tidak tertangani dengan baik (VAS>4) maka dapat
menimbulkan nyeri kronik. Nyeri terutama paling berat terjadi dalam kurun waktu
24 jam pertama pascaoperasi. Jumlah nyeri kronik pada operasi hip prosthesis
berjumlah 13 % dan 7% dalam 1 tahun dan 23% dan 3% dalam waktu 2 tahun
pascaoperasi. Sebuah penelitian retrospektif (102 bulan) pada 500 pasien yang
telah dilakukan operasi hip replacement masih ditemukan nyeri saat duduk 16%
dan nyeri saat berjalan 35%. Sebagian besar kasus operasi orthopaedi biasanya
disebabkan oleh trauma muskuloskeletal. ( Reuben SS.2007; Hassan W.2012)
Kalau dilihat dari data yang diatas ini maka terlihat bahwa nyeri akut
pasca operasi orthopaedi terutama trauma muskuloskeletal masih tinggi dan
berisiko menimbulkan nyeri kronik. Data ini juga mungkin dapat ditemukan
jumlah data yang bervariasi bisa lebih tinggi atau lebih rendah jika diteliti dalam

populasi yang lain. Data yang diperoleh akan sangat berguna untuk mengevaluasi
penanganan nyeri yang selama ini dilakukan. Walaupun data dari dunia
internasional telah banyak menunjukan prevalensi nyeri tetapi tetap saja data itu
tidak bisa diseragamkan dengan tempat atau populasi yang lain oleh karena

2

persepsi nyeri seseorang sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, budaya,
tingkat pendidikan, umur, jenis pembedahan dan lain sebagainya. (Mackintosh
C.2007)
Untuk itu peneliti mencoba melakukan penelitian dengan melihat
gambaran derajat nyeri pascabedah pasien trauma muskuloskeletal dengan
menggunakan VAS (Visual Analogue Scale) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah
Bagaimakah gambaran derajat nyeri pasca bedah pada pasien trauma
muskuloskeletal menggunakan alat ukur VAS (Visual Analogue Scale).

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran derajat nyeri pasca bedah pada pasien trauma
muskuloskeletal dengan menggunakan alat ukur VAS (Visual Analogue Scale ) di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
1.3.2. Tujuan Khusus
1.

Untuk mengetahui karakteristik pasien trauma muskuloskeletal yang
menjalani operasi di RSUP H. Adam Malik

2.

Untuk memberikan gambaran derajat nyeri pasca bedah pada pasien trauma
muskuloskeletal menggunakan alat ukur VAS (Visual Analogue Scale ).

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademik
1.

Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.


2.

Menambah wawasan peneliti mengenai gambaran derajat nyeri pasca operasi
trauma muskuloskeletal.

3

1.4.2. Manfaat Pelayanan
1.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pascabedah
yang lebih baik.

2.

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak
rumah sakit mengenai penanganan nyeri yang baik.

3.


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan
untuk meningkatkan pelayanan manajemen nyeri pascabedah.

1.4.3. Pengembangan Penelitian
1.

Dapat dipakai sebagai pedoman penelitian untuk penanganan nyeri
pascabedah trauma muskuloskeletal.

4