Gambaran Kejadian Hipertiroid Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik(RSUPHAM) Medan Tahun 2008 Hingga 2012

(1)

GAMBARAN KEJADIAN HIPERTIROID PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN

TAHUN 2008 HINGGA 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

BANU PERIAH GOPALA KRISHNAN 100100263

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 201


(2)

GAMBARAN KEJADIAN HIPERTIROID PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN

TAHUN 2008 HINGGA 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

BANU PERIAH GOPALA KRISHNAN 100100263

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul: GAMBARAN KEJADIAN HIPERTIROID PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN

TAHUN 2008 HINGGA 2012

Nama : Banu Periah Gopala Krishnan NIM : 100100263

\

Medan, 09 Januari 2014 Dekan,

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 195402201980111001

Pembimbing,

(dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), SpA)

Penguji I,

(dr. T.Ibnu Alferraly, SpPA)

Penguji II,


(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Insidens kejadian hipertiroid pada anak di Indonesia diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Penyakit Graves merupakan penyebab terseing hipertiroid pada anak. Hipertiroid lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 3-6:1. Terdapatnya gejala klinis yang disertai peningkatan kadar T4 dan T3 juga kadar TSH yang rendah mendukung diagnosis hipertiroid. Penggunaan obat-obat anti-tiroid baik PTU maupun MMI merupakan pilihan pertama untuk terapi pada anak.

Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran kejadian hipertiroid pada anak di RSUP. Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.

Metode penelitian: Pnelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan desain studi kasus cross sectional. Data penderita hipertiroid dikumpulkan dari bagian rekam medis di Departmen Endokrinologi Anak dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.

Hasil Penelitian: Dalam hasil penelitian dari 46 anak dijumpai 26 perempuan dan 20 orang laki-laki. Berdasarkan kelompok usia penderita hipertiroid yang terbanyak adalah diantara 7-12 tahun (47,8%). Penyakit Graves adalah penyebab tersering terjadi hipertiroid yaitu sebanyak 41 orang anak (86,9%). Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar T3 didapati semua pasien dengan hasil lebih dari 2ng/mL. Juga dari hasil kadar T4 didapati lebih dari 14 mg/dL sebanyak 35 orang anak (76,1%). Berdasarkan hasil kadar TSH dilihat semua anak dalam penelitian ini dengan kadar kurang dari 0,27µIU/mL.

Kesimpulan: Dalam penelitian ini adalah hipertiroid sebagian besar terjadi pada anak perempuan prapubertas dan penyebab tersering adalah penyakit Graves. Hasil pemeriksaan didapati kadar T3 dan/atau T4 meningkat serta penurunan kadar TSH.


(5)

ABSTRACT

Background: The incidence of hyperthyroidism among children in Indonesia is 1/100 000 per year. Hyperthyroidism in children is mainly caused by Graves’ Disease. It is more common in female children compared to males, with a ratio of 3-6:1. The presence of clinical signs along with elevated levels of T4 and T3 and suppressed TSH count indicates hyperthyroidism. In children, the first choice of therapy is anti-thyroid agents, such as PTU and MMI.

Objective: The aim of this research is to find the description of hyperthyroidism in children at Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012.

Method: The research is conducted retrospective descriptive method with cross-sectionals approach and it was done in Pediatric Endocrinology Department and Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012. All the information was collected through medical records.

Results: The results shows that out of 46 samples, 26 of them are female and 20 patients are male. Patients with hyperthyroidism were more on the age group between 7-12 years old (47,8%). The most frequent etiology of hyperthyroid patients was Graves’ disease as much as 41 children (86,9 %). The laboratory evaluation for our patients revealed an elevated T3 level in all children and 35 children (76,1%)

had elevated T4 level with range more than 2ng/mL and more than 14mg/dl

respectively. Levels of TSH are suppressed to below the lower range of 0,27µIU/ml. Conclusion: It can be concluded that pre pubertal female patients more affected to hyperthyroidism and Graves’ disease is the most common cause. All patients had elevated T3 and/or T4 level with suppressed of TSH level.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian karya tulis ilmiah ini dengan judul “Gambaran Kejadian Hipertiroid Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2008 hingga 2012”.

Penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), SpAyang telah meluangkan waktu untuk mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Selain itu, penulisan proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Siregar, Sp. PD (KGEH), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteraan USU.

2. Dosen dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 3. Kedua orangtua, Ayahanda Gopala Krishnan, Ibunda Letchumy , dan Adinda

Sulochna, Hema dan Yogga raj serta anggota keluarga lainnya yang telah memberikan sokongan dan semangat kepada penulis selama penelitian ini. 4. Teman-teman stambuk 2010 dan senior yang tidak dapat penulis sebutkan


(7)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih ada kekurangannya.Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini.Semoga karya tulis ini memberi manfaat kepada kita semua.

Medan, Desember 2013 Penulis,

(G. Banu Periah) 100100263


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... ….ii

Abstrak... iii

Abstract... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... …. vii

Daftar Tabel ... …. ix

Daftar Gambar ... …. xiv

Daftar Istilah/Singkatan ... … xv

BAB 1 PENDAHULUAN. ... ...1

1.1.Latar Belakang ... …...1

1.2.Rumusan Masalah ... ….. 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... ….. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 6

2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid………... 6

2.1.1. Embriologi……….. 6

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi……… 7

2.2. Histologi………. 12

2.3. Hipertiroidisme……….. 13

2.3.1. Pengertian………. 13

2.3.2. Epidemiologi………. 13

2.3.3. Etiologi……….. 14

2.3.4. Patofisiologi……….. 15

2.3.4.1. Graves pada Neonatus………. 15

2.3.4.2. Graves pada Anak dan Remaja……… 15

2.3.5. Diagnosis………... 16

2.3.5.1. Manifestasi Klinis……… 16

2.3.5.2. Pemeriksaan Fisik……… 20

2.3.5.3. Pemeriksaan Laboratorium pada Neonatus………….. 21

2.3.5.4. Pemeriksaan Laboratorium pada Anak dan Remaja… 21 2.3.5.5. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)……….. 23

2.3.6. Penatalaksanaan………. 25

2.3.6.1. Terapi pada Neonatus……….. 26

2.3.6.2. Terapi pada Anak dan Remaja………. 26


(9)

2.3.6.4. Pembedahan Tiroidektomi………... 29

2.3.7. Krisis Tiroid……….. 29

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL………… 31

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 31

3.2. Definisi Operasional... 32

BAB 4 METODE PENELITIAN ... …. 34

4.1. Jenis Penelitian……….. 34

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian………... 34

4.2.1. Tempat Penelitian……… 34

4.2.2. Waktu Penelitian………. 34

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... … 35

4.3.1. Populasi………... 35

4.3.2. Sampel………. 35

4.4. Metode Pengumpulan Data………... 36

4.5. Metode Analisis Data ... ….36

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN... .... … 38

5.1. Hasil Penelitian …………..………... ... … 38

5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian ………... 38

5.1.2. Deskripsi Karekteristik Responden………... 38

5.2. Pembahasan………... 42

5.2.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia….... 42

5.2.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……... 43

5.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Etiologi……….. 43

5.2.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium……… 44

kadar T3. 5.2.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium……… 44

kadar T4 5.2.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium……… 45

kadar TSH BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 46

6.1. Kesimpulan...46


(10)

DAFTAR PUSTAKA... 48


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyebab Tirotoksikosis pada Anak 14

2.2. Gejala Klinis Penyakit Graves pada Neonatus 16

2.3. Gejala Klinis Penyakit Graves pada Anak. 18

2.4. Derajat Tanda Okular Berdasarkan Peningkatan Keparahan 19

2.5. Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai 21

Neonatal Graves 2.6. Nilai rujukan untuk kadar T4 total, T3, T4 bebas, TSH 22

2.7. Klasifikasi dari FNA Cytology 25

3.1. Definisi Operasional 32

4.1. Jadual Proses Penelitian 35

5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan 39

Kelompok Usia 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 39 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Etiologi 40

5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 40 kadar T3


(12)

5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 41 kadar T4

5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 41 kadar TSH


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid 8 2.2. Fisiologi Kelenjar Tiroid 10 2.3. Histologi Kelenjar Tiroid 12 3.1. Kerangka konsep penelitian 31


(14)

DAFTAR ISTILAH/ SINGKATAN Singkatan Penerangan

Anti-Tg Anti- thyroglobulin

Anti-TPO Anti-thyroid peroxidase

cAMP Cyclic adenosine monophosphate

DIT Diiodotyrosine

FT3 Free Triiodothyronine

FT4 Free Thyroxine

HLA-B8 Human leukocyte antigens B8

HLA-DR3 Human leukocyte antigens DR3

I131 Iodine-131

ITP Idiopathic thrombocytopenic purpura

KAD Ketoasidosis Diabetik

KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia

lgG Immunoglobulin G

L-T4 Levothyroxine

MIT Monoidotyrosine

MMI Methimazole

PTU Propylthiouracil

SIH Somatostatin

T3 Triiodothyronine

T4 Thyroxine

TBG Thyroxine-binding globulin

TRH Thyrotropin-releasing hormone


(15)

TSH Thyrotropin Stimulating Hormone


(16)

ABSTRAK

Latar Belakang: Insidens kejadian hipertiroid pada anak di Indonesia diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Penyakit Graves merupakan penyebab terseing hipertiroid pada anak. Hipertiroid lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 3-6:1. Terdapatnya gejala klinis yang disertai peningkatan kadar T4 dan T3 juga kadar TSH yang rendah mendukung diagnosis hipertiroid. Penggunaan obat-obat anti-tiroid baik PTU maupun MMI merupakan pilihan pertama untuk terapi pada anak.

Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran kejadian hipertiroid pada anak di RSUP. Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.

Metode penelitian: Pnelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan desain studi kasus cross sectional. Data penderita hipertiroid dikumpulkan dari bagian rekam medis di Departmen Endokrinologi Anak dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.

Hasil Penelitian: Dalam hasil penelitian dari 46 anak dijumpai 26 perempuan dan 20 orang laki-laki. Berdasarkan kelompok usia penderita hipertiroid yang terbanyak adalah diantara 7-12 tahun (47,8%). Penyakit Graves adalah penyebab tersering terjadi hipertiroid yaitu sebanyak 41 orang anak (86,9%). Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar T3 didapati semua pasien dengan hasil lebih dari 2ng/mL. Juga dari hasil kadar T4 didapati lebih dari 14 mg/dL sebanyak 35 orang anak (76,1%). Berdasarkan hasil kadar TSH dilihat semua anak dalam penelitian ini dengan kadar kurang dari 0,27µIU/mL.

Kesimpulan: Dalam penelitian ini adalah hipertiroid sebagian besar terjadi pada anak perempuan prapubertas dan penyebab tersering adalah penyakit Graves. Hasil pemeriksaan didapati kadar T3 dan/atau T4 meningkat serta penurunan kadar TSH.


(17)

ABSTRACT

Background: The incidence of hyperthyroidism among children in Indonesia is 1/100 000 per year. Hyperthyroidism in children is mainly caused by Graves’ Disease. It is more common in female children compared to males, with a ratio of 3-6:1. The presence of clinical signs along with elevated levels of T4 and T3 and suppressed TSH count indicates hyperthyroidism. In children, the first choice of therapy is anti-thyroid agents, such as PTU and MMI.

Objective: The aim of this research is to find the description of hyperthyroidism in children at Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012.

Method: The research is conducted retrospective descriptive method with cross-sectionals approach and it was done in Pediatric Endocrinology Department and Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012. All the information was collected through medical records.

Results: The results shows that out of 46 samples, 26 of them are female and 20 patients are male. Patients with hyperthyroidism were more on the age group between 7-12 years old (47,8%). The most frequent etiology of hyperthyroid patients was Graves’ disease as much as 41 children (86,9 %). The laboratory evaluation for our patients revealed an elevated T3 level in all children and 35 children (76,1%)

had elevated T4 level with range more than 2ng/mL and more than 14mg/dl

respectively. Levels of TSH are suppressed to below the lower range of 0,27µIU/ml. Conclusion: It can be concluded that pre pubertal female patients more affected to hyperthyroidism and Graves’ disease is the most common cause. All patients had elevated T3 and/or T4 level with suppressed of TSH level.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu faktor biologis yang dapat menghambat tumbuh kembang anak adalah adanya abnormalitas fungsi tiroid.Abnormalitas tiroid dapat dibagi atas 2 bagian besar, yaitu hipertiroid dan hipotiroid.Hipertiroid adalah keadaan abnormal kelenjar tiroid akibat meningkatnya produksi hormon tiroid sehingga kadarnya meningkat dalam darah yang ditandai dengan penurunan berat badan, gelisah, tremor, berkeringat dan kelemahan otot (Batubara, 2010).

Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer. Berdasarkan penelitian ini, pertama kali hipertiroidisme dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Dari berbagai penyebab hipertiroidisme, penyakit Graves atau penyakit Basedow atau penyakit Parry merupakan penyebab paling sering ditemukan. Penyebab hipertiroid (tirotoksikosis) 70 % adalah penyakit Graves, sisanya karena gondok multinodular toksik dan adenoma toksik (Soeparman, 1998).

Hipertiroid kongenital biasanya memiliki onset sejak masa prenatal dan muncul segera setelah lahir, beberapa hari setelah lahir, atau bahkan beberapa minggu setelah lahir.Biasanya bersifat transien.Insidensnya sebesar 2% pada bayi yang baru lahir dari ibu dengan penyakit Graves.Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan. Hipertiroid kongenital terjadi karena transfer TRSAbs (TSH receptor-stimulating antibodies) dari ibu ke bayi melalui plasenta. Onset klinis, berat, dan perjalanan penyakitnya dipengaruhi oleh adanya potensi TRSAb, lama dan derajat beratnya hipertiroid intrauterine.serta obat antitiroid yang dikonsumsi oleh ibu (Batubara, 2010).


(19)

Pemeriksaan hormon tiroid berguna untuk konfirmasi diagnosis dan harus dikerjakan pada setiap bayi yang dicurigai mengalami hipertiroid kongenital.sebagian besar bayi lahir prematur, mengalami pertumbuhan intrauterinnya terhambat, tampak sangat gelisah, iritabel, dan hiperaktif. pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya eksoftalmus, takikardia, takipnea, dan peningkatan suhu tubuh. Pada keadaan berat dapat terjadi penurunan berat badan.Pengobatan yang diberikan adalah propranolol oral, propiltoiurasil (PTU), ditambahkan larutan lugol.Setelah keadaan eutiroid tercapai, hanya PTU yang diteruskan dan diturunkan secara bertahap. Remisi dapat terjadi pada usia 3-4 bulan namun kadang menetap sampai masa kanak-kanak (Batubara, 2010).

Hipertiroidisme relatif jarang terjadi pada anak-anak, sering disebabkan oleh penyakit Graves. Perempuan lebih sering menderita Graves dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3-6:1. Insiden semakin meningkat pada usia dewasa muda, dan paling banyak pada usia 10-15 tahun. Penyakit Graves ternyata berhubungan dengan HLA-B8 dan HLA-DR3. Kembar monozigot menunjukkan keterkaitan dengan penyakit ini, sehingga memberikan dugaan bahwa pengaruh lingkungan dan genetik berperan pada penyakit Graves.Penyakit Graves juga lebih sering terjadi pada pasien dengan trisomi 21 daripada pasien tanpa trisomi 21 (Isman, 2007).

Menurut WHO jumlah penderita penyakit hipertiroid di seluruh dunia pada tahun 2000 diperkirakan 400 juta, dan lebih sering terjadi pada wanita di bandingkan laki-laki dengan perbandingan 5 : 1.

Insidens keseluruhan hipertiroidisme di Amerika diperkirakan antara 0,5% dan 1,3% dengan sebagian besar berupa keadaan subklinis. Sebuah studi berdasarkan populasi di UK dan Ireland pada tahun 2004 menemukan insidens sebesar 0,9 kasus per 100,000 anak berusia lebih muda dari 15 tahun, ini menunjukkan bahwa insidens penyakit meningkat dengan usia. Keseluruhannya, prevalensi Graves pada anak dijumpai sekitar 0,02% (1:5000), tersering pada anak berusia antara 11 dan 15 tahun. Laporan hasil studi tersebut, didapati dari 143 anak yang menderita penyakit Graves, 38% merupakan anak prapubertas.Prevalensi


(20)

hipertiroidisme kira-kira 5-10 kali lebih rendah daripada hipotiroidisme (Hermawan, 2000).

Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta, 12 juta diantaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroidisme yang didapat dari beberapa praktek di Indonesia berkisar antara 44,44%-48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Tetapi hipertiroid tidak hanya terjadi pada usia pertengahan, namun di usia anak-anak dan remaja dapat terjadi walau insidens dan prevalensi di Indonesia belum pasti. Beberapa kepustakaan luar negeri diketahui insidensnya pada anak diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak usia 0-4 tahun meningkat sampai dengan 3/100.000 anak per tahun pada usia remaja (Faizi, 2006).

Selama masa anak dan remaja kebanyakan pasien dengan penyakit Graves memperlihatkan gejala dan tanda klasik. Pada awal perjalanan penyakit, gejala dan tanda spesifik pada anak adalah adanya struma difus, takikardia, cemas, peningkatan tekanan darah, proptosis, peningkatan nafsu makan, tremor, kehilangan berat badan, dan tidak tahan udara panas. Meskipun gejala hipertiroid akibat penyakit Graves bervariasi, namun cenderung lebih berat dari penyebab hipertiroid lainnya. Kelainan mata ditemukan pada lebih dari pasien Graves dan hampir selalu dijumpai pembesaran kelenjar tiroid (Batubara, 2010).

Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah pengukuran kadar T4 bebas dan TSH dalam darah untuk menegakkan diagnosis hipertiroid. Pada pasien hipertiroid didapati peningkatan kadar T4 bebas dan penurunan kadar TSH. Pemeriksaan laboratorium lain mungkin diperlukan seperti antara lain pemeriksaan kadar T3, antibodi tiroid (terutama TRAbs) dan tes ambilan yodium radioaktif. Pemeriksaan terakhir ini dilakukan jika diagnosis penyakit Graves belum meyakinkan (Batubara, 2010).

Tujuan pengobatan penyakit Graves adalah untuk mengembalikan kadar hormon tiroid yang normal. Terapinya mempunyai tiga modalitas untuk pasien dengan penyakit Graves yaitu obat antitiroid, yodium radioaktif, dan pembedahan.


(21)

Pemilihan terapi yang terbaik untuk penyakit Graves tidak mudah, tetapi perlu diingat bahwa ketiga pilihan terapi di atas sama baiknya dan memberikan hasil yang baik jika dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Kebanyakan pasien memutuskan untuk memulai pengobatan dengan PTU atau metimazol bersama dengan beta bloker, dan selanjutnya mempertimbangkan kembali pilihan terapi lain setelah merasa baik dan tenang. Hal ini merupakan pendekatan singkat yang baik dalam pengobatan penyakit Graves dan sering direkomendasikan kepada pasien berdasarkan pengalamannya. pasien merasa nyaman dengan terapi yang dipilih (Batubara, 2010).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kejadian hipertiroid pada anak di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui insidens kejadian hipertiroid pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medantahun 2008 hingga 2012 .

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1.Mengetahui jumlah kasus anak penderita hipertiroid di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2008 hingga 2012.

2.Mengetahui distribusi frekwensi usia anak penderita hipertiroid di RSUP Haji Adam Malik.

3.Mengetahui proporsi jenis kelamin yang lebih sering mendapat penyakit hipertiroid.


(22)

1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti

Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh penulis tentang metodologi penelitian.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan pada penelitian lain yang ingin mengembangkan ilmu.

1.4.3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan evaluasi dan satu dasar memiliki langkah yang tepat dalam upaya melakukan asuhan dan pengobatan yang komprehensif terhadap penderita hipertiroid anak.

1.4.4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat awam tentang penyakit hipertiroid pada anak sehingga peran serta masyarakat terutama orang tua dibutuhkan untuk deteksi dini penyakit hipertiroid pada anak.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid 2.1.1. Embriologi

Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin yang pertama kali tampak pada fetus, kelenjar ini berkembang sejak minggu ke-3 sampai minggu ke-4 dan berasal dari penebalan entoderm dasar faring, yang kemudian akan berkembang memanjang ke kaudal dan disebut divertikulum tiroid. Akibat bertambah panjangnya embrio dan pertumbuhan lidah maka divertikulum ini akan mengalami desensus sehingga berada di bagian depan leher dan bakal faring. Divertikulum ini dihubungkan dengan lidah oleh suatu saluran yang sempit yaitu duktus tiroglosus yang muaranya pada lidah yaitu foramen cecum (Cady & Rossy, 1998).

Divertikulum ini berkembang cepat membentuk 2 lobus yang tumbuh ke lateral sehingga terbentuk kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus lateralis dengan bagian tengahnya disebut ismus. Pada minggu ke-7 perkembangan embrional kelenjar tiroid ini mencapai posisinya yang terakhir pada ventral dari trakea yaitu setinggi vertebra servikalis V, VI, VII dan vertebra torakalis I, dan secara bersamaan duktus tiroglosus akan hilang. Perkembangan selanjutnya tiroid bergabung dengan jaringan

ultimobranchial body yang berasal dari branchial pouch V, dan membentuk C-cell atau sel parafolikuler dari kelenjar tiroid (Cady & Rossy, 1998) .

Sekitar 75 % pada kelenjar tiroid ditemukan lobus piramidalis yang menonjol dari ismus ke kranial, ini merupakan sisa dari duktus tiroglosus bagian kaudal. Pada akhir minggu ke 7 – 10 kelenjar tiroid sudah mulai berfungsi, folikel pertama akan terisi koloid. Sejak saat itu fetus mulai mensekresikan Thyrotropin Stimulating Hormone (TSH), dan sel parafolikuler pada fetus sementara belum aktif (Cady & Rossy, 1998).


(24)

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi

Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat.Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trakea.Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda.Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea (Cady & Rossy, 1998). Klenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan ismus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari ismus di depan laring (Cady & Rossy, 1998).

Kelenjar tiroid terletal di leher depan setentang vertebra servikalis 5 sampai trokalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan ileh ismus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang lebih kurang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi (lebih kurang 5ml/menit/gram tiroid, kira-kira 50x lebih banyak dibanding aliran darah dibagian tubuh lainnya) (Cady & Rossy, 1998).

Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (musculus.sternothyroideus dan musculus sternohyoideus) kanan dan kiri yang bertemu pada midline.Otot-otot ini disarafi oleh cabang akhir nervus kranialis hipoglossus desendens dan yang kaudal oleh ansa hipoglossus. Pada bagian superfisial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan superfisial yang membungkus musculus sternokleidomastoideus dan vena jugularis eksterna. Sisi lateral berbatasan dengan arteri karotis komunis, vena jugularis interna, trunkus simpatikus, dan arteri tiroidea inferior (Cady & Rossy, 1998).

Bagian posterior dari sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid, nervus rekuren laringeus dan esofagus.Esofagus terletak dibelakang trakea dan laring sedangkan


(25)

nervus rekuren laringeus terletak pada sulkus trakeoesofagikus (Cady & Rossy, 1998).

Sumber: Netter F.H, 2006

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid

Hormon tiroid disintesis oleh glandula tiroidea. Sekresi hormon dipengaruhi oleh TRH dan TSH dari hipotalamus dan hipofisis anterior. Hormon stimulator


(26)

tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. Proses yang dikenal sebagai negative feedback

sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan di dalam maupun di luar tubuh (Watson, 2002).

Mekanisme feedback terhadap hipotalamus dan hipofisis dilakukan oleh T3 dan T4.Sel-sel follikular kelenjar tiroid mensintesis tiroksin dan tiroglobulin.Tiroksin berikatan dengan tiroglobulin. Tiroksin yang terkandung dalam tiroglobulin disekresikan ke dalam koloid secara eksositosis. Iodine dari darah masuk ke dalam sel folikel dengan bantuan iodine pump. Iodine yang sudah sampai ke koloid akan berikatan dengan tiroksin yang terkandung dalam globulin (Agamemnon, 2001).

Bila 1 iodine + 1 tyrosine = Monoiodotyrosine (MIT) Bila 2 iodine + tyrosine = Diiodotyrosine (DIT) MIT + DIT = T3

DIT + DIT = T4

T3 dan T4 kemudian dilepaskan ke dalam darah sedangkan iodine yang terikat pada MIT dan DIT dipergunakan kembali. TSH berperan untuk mempertahankan integritas kelenjar tiroid dan meningkatkan sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid. Dalam keadaan fisiologis, faktor yang diketahui dapat meningkatkan sekresi TRH dan TSH dalam darah adalah rasangan udara dingin pada bayi baru lahir untuk meningkatkan produksi panas dan suhu tubuh (Agamemnon, 2001).

Sedangkan pada orang dewasa mekanisme meningkatkan suhu tubuh tidak melalui TRH atau TSH melainkan melalui jalur simpatis. Respon terhadap kenaikkan kadar hormon tiroid di dalam darah dapat dideteksi setelah beberapa jam. Durasi kerjanya bisa sangat lama oleh karena responsnya akan tetap berlangsung sampai konsentrasi hormon tiroid di dalam darah normal dan juga karena hormon tiroid tidak didegradasi (Agamemnon, 2001).


(27)

(28)

Sumber: Agamemnon, 2001


(29)

2.2. Histologi

Unit struktural dari tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai kolumnar.Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas fungsional kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidisme, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang mengandung koloid (Koss, 2006).

Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen eosinofilik.Variasi kepadatan dan warna daripada koloid ini juga memberikan gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak dijumpai folikel dalam keadaan inaktif berhubungan dengan beberapa kasus keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle cells (Koss, 2006).

Sumber: Anthony, 2009


(30)

2.3. HIPERTIROIDISME

2.3.1. Pengertian

Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan keadaan kelebihan hormon tiroid yang berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang dijadi bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Hipertiroid adalah keadaan abnormal kelenjar tiroid akibat meningkatnya produksi hormon tiroid sehingga kadarnya meningkat dalam darah yang ditandai dengan penurunan berat badan, gelisah, tremor, berkeringat dan kelemahan otot (Batubara, 2010).

Hipertiroid kongenital terjadi karena transfer TRSAbs (TSH reseptor-stimulating antibodies) dari ibu ke bayi melalui plasenta. Awitan klinis, berat, dan perjalanan penyakitnya dipengaruhi oleh potensi TRSAb, lama dan derajat beratnya hipertiroid intrauterin, serta obat antitiroid yang dikonsumsi oleh ibu (Batubara, 2010).

2.3.2. Epidemiologi

Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan prevalensi hipertiroid pada anak di Indonesia.Beberapa pustaka di luar negeri menyebutkan insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan 1/100.000 anak per tahun (Birrel, 2004). Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak 0-4 tahun, meningkat sampai dengan 3/100.000 anak pertahun pada usia remaja (Levard, 1994). Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada anak jumlahnya kecil sekali atau diperkirakan hanya 5-6% dari keseluruhan jumlah penderita penyakit Graves segala umur (Dallas, 1996).

Prevalensinya pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibanding dengan remaja pria. Kebanyakan dari anak yang menderita penyakit Graves mempunyai riwayat keluarga penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, Myasthenia gravis,


(31)

pasien dengan trisomi 21. Sedangkan penyakit Graves pada neonatus hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu berpenyakit Graves dengan prevalensi 1: 70 kelahiran (Fisher, 2002).

2.3.3. Etiologi

Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit Graves, suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan (William, 2002). Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit Graves adalah:

Tabel 2.1. Penyebab Tirotoksikosis pada Anak Hipertiroidisme:

Penyakit Graves

Nodul tiroid toksik (Plummer disease) Adenoma toksik

TSH-induced hyperthyroidism:

Tumor hipofisis diproduksi oleh TSH Resistensi hormon tiroid hipofisis Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme:

Tiroiditis limfositik kronik (tiroiditis Hashimoto) Tiroiditis subakut (bakteri)

Hormon tiroid berlebihan (thyrotoxicosis factitia) McCune-Albright syndrome

__________________________________________________________________ Sumber: Juliane, 2013


(32)

2.3.4. Patofisiologi

2.3.4.1. Graves pada neonatus

Terdapat perbedaan yang mendasar patofisiologi penyakit Graves yang terjadi pada bayi dengan anak dan dewasa. Penyakit Graves pada bayi atau neonates selalu transien atau bersifat sementara, sedangkan pada anak dan dewasa biasanya bersifat menahun (Brown, 2005).

Neonatal graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita penyakit graves dengan aktivitas antibodi stimulasi reseptor TSH (TSH

receptor-stimulating antibodies, yang merupakan suatu TRAb-stimulasi) yang kuat. Hal ini dikarenakan stimulasi dari ibu sampai bayi melalui plasenta. TRAb-stimulasi bisa terdapat dalam sirkulasi ibu hamil yang tidak dalam keadaan hipertiroid, oleh karena itu adanya riwayat penyakit Graves pada ibu harus menjadi pertimbangan risiko terjadinya penyakit graves pada bayinya (Fisher, 2002).

Ibu dengan penyakit Graves dapat memiliki campuran antibodi dan inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptor-blocking antibodies atau disebut TRAb-inhibisi) sekaligus. Jenis antibodi yang sampai kepada bayi melalui plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi yang dilahirkan dapat hipertiroid, eutiroid atau hipotiroid, tergantung antibodi yang lebih dominan. Potensi kondisi hipertiroid di dalam kandungan, serta obat-obatan anti-tiroid dari ibu merupakan faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada status tiroid bayi (Fisher, 2002).

2.3.4.2. Graves pada anak dan remaja

Penyakit graves merupakan penyakit autoimun dengan adanya defek pada toleransi imun dengan penyebab yang belum jelas. Adanya autoantibodi yang bekerja pada reseptor TSH di kelenjar tiroid (TSH receptor-stimulating antiobodies atau disebut TRAb-stimulasi) menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid secara otonom di luar jaras hipotalamus-hipofisis-tiroid. Antibodi tersebut merupakan lgG subklas lgG1, dengan target utama auto-antigen dari reseptor TSH,


(33)

yang mirip dengan auto-antigen di jaringan subkutan dan otot-otot ekstraokuler (Weetman, 2000).

Di samping itu penderita penyakit Graves juga memproduksi immunoglobulin yang mempunyai aktivitas menghambat reseptor TSH secara langsung. Antibodi ini juga mempunyai target yang lain di kalenjar tiroid yakni tiroid peroksidase sebagi anti-TPO, dan juga tiroglobulin sebagai anti-Tg (Brown, 2005).

Perbedaan aktivitas biologis kedua jenis auto-antibodi stimulasi dan inhibisi hanya dapat dilihat pada pemeriksaan in vitro dengan kultur menggunakan antibodi penderita pada sel-sel yang mengekspresikan reseptor TSH. Antibodi stimulasi akan meningkatkan produksi cAMP pada kultur, sedangkan antibodi inhibisi akan menghambat peningkatan cAMP (Fisher, 2002).

2.3.5. Diagnosis

2.3.5.1. Manifestasi Klinis

Tabel 2.2. Gejala klinis penyakit graves pada neonatus.

Gejala klinis Graves neonatus

Rewel Takikardia Malas minum Hepatomegali Berat badan tidak naik Ikterus

Diare Kraniosinostosis Sulit tidur Gagal jantung Struma Trombositopenia Proptosis Kematian

Sumber: Rossi, 2005

Tidak semua bayi yang lahir segera menunjukkan gejala klinis sebagai hipertiroid.Apabila terdapat TRAb-inhibisi di dalam sirkulasi bayi, bayi dapat mengalami hipotiroid yang bersifat transient atau eutiroid.Demikian juga bila ibu


(34)

mengkonsumsi obat-obatan anti-tiroid (Brown, 2005). Gejala klinis penyakit Graves pada neonatus adalah seperti pada tabel 2.2.

Yang paling sering dikeluhkan terutama oleh anak prepubertas adalah penurunan berat badan yang nyata dan diare.Sedangkan tanda klinis klasik hipertiroid seperti pada dewasa yang meliputi palpitasi, iritabilitas, tremor halus, dan intoleransi terhadap panas lebih menonjol terjadi pada anak remaja (Lazar, 2000).

Pembesaran kelenjar tiroid (goiter), walau hampir selalu ada, tetapi bukanlah hal yang utama menjadi keluhan, bahkan sering menjadi hal yang di luar perhatian keluarga penderita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun, dikarenakan pembesaran sering kali ringan. Kalenjar tiroid yang membesar teraba lembut dan berbatas tidak tegas (diffuse), tidak rata, dan fleshy, sering juga terdengar bruit pada auskultasi (Bhadada, 2006).

Beberapa penderita juga sering mengeluhkan adanya poliuria dan mengompol di malam hari, sebagai akibat peningkatan laju filtrasi glomerulus.Pada anak-anak remaja sering terjadi gangguan pubertas.Pada remaja wanita yang telah menarche, seringkali terjadi amenore sekunder.Gangguan tidur yang menyertai seringkali menyebabkan anak cepat lelah (Brown, 2005). Secara keseluruhan gejala dan tanda klinis penyakit Graves dapat dilihat pada tabel 2.3.


(35)

Tabel 2.3. Gejala klinis penyakit graves pada anak.

TANDA Jumlah (%)

Struma* Takikardia Bruit pada tiroid Bising jantung

Peningkatan sensitivitas Peningkatan denyut nadi Berkeringat banyak Tremor

Palpitasi

Intoleransi terhadap panas Peningkatan nafsu makan Hipertensi

Oftalmopati

Peningkatan tinggi badan Penurunan berat badan Diare Hiperaktif Gangguan menstruasi Gangguan tidur Lekas capai Sakit kepala 98-99 82-95 20-84 10-84 80-82 77-80 41-78,6 51-78,2 34-76,8 27-76,8 47-73,2 71 58,9-71 71-71 50-54 13-48,2 44 33,3 22-30,4 5,4-16 15 *hanya 62,5 % termasuk sedang sampai besar


(36)

Tabel 2.4. Derajat Tanda Okular Berdasarkan Peningkatan Keparahan

Kelas Tanda

0 Tidak ada gejala atau tanda

1 Hanya tanda, yang mencakup retraksi

kelopak mata atas, dengan atau tanpa lid lag, atau proptosis sampai 22mm. Tidak ada gejala.

2 Keterlibatan jaringan lunak

3 Proptosis >22 mm

4 Keterlibatan jaringan lunak

5 Keterlibatan kornea

6 Kehilangan penglihatan akibat

keterlibatan saraf optikus Sumber: Warner, 1977

Tingkat 2 mewakili terkenanya jaringan lunak dengan edema periorbital; kongesti atau kemerahan konjungtiva dan pembengkakan konjungtiva (kemosis).Tingkat 3 mewakili proptosisi sebagaimana diukur dengan eksoftalmometer Hertel.Instrumen ini terdiri dari 2 prisma dengan skala dipasang pada suatu batang.Prisma-prisma ini diletakkan pada tepi orbital lateral dan jarak dari tepi orbital ke kornea anterior diukur dengan skala (Surks, 1990).

Tingkat 4 mewakili keterlibatan otot yang paling sering terkena adalah rektus inferior, yang merusak lirikan ke atas.Otot yang kedua paling sering terkena adalah rektus medialis dengan gangguan lirikan ke lateral.Tingkat 5 mewakili keterlibatan kornea (keratitis), dan tingkat 6 hilangnya penglihatan akibat terkenanya nervus optikus (Surks, 1990).

Seperti disebutkan di atas, oftalmopatia disebabkan infiltrasi otot-otot ekstraokular oleh limfosit dan cairan edema pada suatu reaksi inflamasi akut.Orbita berbentuk konus ditutupi oleh tulang; dan pembengkakan otot-otot ekstraokular


(37)

karena ruang tertutup ini menyebabkan protopsis bola mata dan gangguan pergerakan otot, mengakibatkan diplopia (Surks, 1990).

2.3.5.2. Pemeriksaan fisik Inspeksi

Inspeksi dilakukan kepada penderita dengan posisi duduk dan kepala sedikit diekstensi.Pemeriksa berada didepan penderita dan memperhatikan perubahan warna kulit, ulkus, fistel, sekret, dan tentukan lokasi. Seterusnya, pemeriksa akan menentukan lokasi, jumlah dan bentuk pada benjolan. Bila benjolan berada di tengah leher, penderita disuruh meneguk air dan perhatikan benjolan bergerak keatas (Castro, 2004).

Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, kepala dalam posisi sedikit ekstensi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan, bagian volar distal digiti 2,3 dan 4 pada tengkuk penderita. Bila terdapat benjolan dibagian tengah leher, dibawah kartilago tiroidea perhatikan lokasi, jumlah, konsistensi, permukaan, batas, pergerakan, nyeri dan ukuran (mm) (Castro, 2004).

Nodul yang teraba biasanya mempunyai ukuran lebih dari 1.5 cm, namun hal ini juga bergantung pada letak dan bentuk dari leher pasien.Dengan pemeriksaan fisik dapat juga untuk melihat pergerakan nodul saat menelan.memperkirakan adanya pembesaran limfonodi di sekitar leher yaitu di daerah supraklavikular dan jugulocarotid, yang sering terjadi pada karsinoma papiliferum, juga dapat diketahui melalui pemeriksaan daerah leher. Selain lokasi dan ukuran, palpasi juga dapat memperkirakan konsistensi dari nodul.Adanya konsistensi nodul yang padat dan ireguler atau menempel pada jaringan sekitar (Nadia, 2003).


(38)

2.3.5.3. Pemeriksaan Laboratorium pada Neonatus

Diagnosis hipertiroidisme pada neonatal Graves ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar T4, FT4, T3, dan FT3 yang disertai supresi kadar TSH. Adanya titer TRAb yang tinggi pada ibu atau bayi merupakan konfirmasi penyebabnya (Brown, 2005).

Mengingat pentingnya diagnosis dan terapi yang segera, beberapa keadaan seperti pada tabel 3 patut dipertimbangkan sebagai neonatal Graves untuk dilakukan pemeriksaan uji fungsi tiroid yang diperlukan (Brown, 2005).

Tabel 2.5. Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai neonatal Graves

Sumber: Brown, 2005

2.3.5.4. Pemeriksaan Laboratorium pada Anak

Pemeriksaan T3 merupakan hal yang penting, sekitar 5% anak dengan penyakit Graves mempunyai kadar T3 yang meningkat nyata, namun dengan kadar T4 yang normal atau sedikit di atas normal. Keadaan ini dikenal sebagai T3 toxicosis

(Fisher, 2005).TSH biasanya sangat rendah atau tidak terdeteksi. Peningkatan T4 atau T3 tanpa disertai kadar TSH yang rendah tidak menyokong keadaan hipertiroid. Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan karena kelebihan thyroxine-binding globulin atau karena gangguan binding protein. Pada keadaan terakhir, kadar TBG di dalam serum

1. Takikardia yang tidak jelas sebabnya, adanya goiter atau ‘store’.

2. Peteki yang tidak jelas sebabnya, hiperbilirubinemia, atau hepatomegaly. 3. Riwayat atau adanya TRAb yang tinggi selama kehamilan ibu.

4. Riwayat atau adanya kebutuhan obat anti tiroid yang meningkat selama kehamilan ibu.

5. Riwayat terapi ablasi tiroid dari ibu. 6. Riwayat penyakit Graves pada keluarga.


(39)

harus diperiksa juga. Kadar TSH yang rendah juga dapat menyingkirkan kemungkinan hipertiroid karena induksi TSH dan hipofisis yang resisten terhadap hormon tiroid (Brown, 2005).

Antibodi terhadap tiroid (anti-TG dan anti-TPO) kadang juga positif pada anak dengan penyakit Graves, yang sulit dibedakan dengan fase tirotoksik pada tiroiditis Hashimoto.Pada keadaan demikian, untuk membedakannya perlu pemeriksaan TRAb-stimulasi (Dallas, 1996).Namun demikian, pada keadaan yang sudah jelas terdapat tanda klinis penyakit Graves, semasa hipertiroid, goiter, proptosis, maka pemeriksaan TRAb-stimulasi tidak diperlukan lagi mengingat mahalnya pemeriksaan ini (Brown, 2005).

Tabel 2.6. Nilai rujukan untuk kadar T4 total, T3, T4 bebas, TSH

HORMON USIA NILAI NORMAL

T4 (µg/dL) Bayi prematur (26-30 minggu, hari ke 3-4) Bayi aterm

Usia 1-3 hari 1 minggu 1-12 bulan Prepubertas 1-3 tahun 3-10 tahun

Anak pubertas (11-18 tahun)

2,6-14,0 8,2-19,9 6,0-15,9 6,1-14,9 6,8-13,5 5,5-12,8 4,9-13,0

FT4 (µg/dL) Bayi prematur (26-30 minggu, hari ke 3-4) Bayi aterm

Usia 1-3 hari 1-12 bulan Prepubertas Anak pubertas 0,4-2,8 2,0-4,0 0,9-2,6 0,8-2,2 0,8-2,3


(40)

T3 (ng/dL) Bayi premature (26-30 minggu, hari ke 3-4) Bayi aterm

Usia 1-3 hari 1 minggu 1-12 bulan Prepubertas

Anak pubertas (11-18 tahun)

24-132 89-405 91-300 85-250 119-218 80-185 TSH (µU/mL)

Bayi prematur (26-30 minggu, hari ke 3-4 Bayi aterm 4 hari 1-12 bulan Usia Prepubertas Usia pubertas 0,8-6,9 1,3-16 0,9-7,7 0,6-5,5 0,5-4,8 Sumber: Mac Gillivray, 2004

2.3.5.5. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

Pada prinsipnya FNAB bertujuan untuk memperoleh sampel sel-sel nodul tiroid yang teraspirasi melalui penusukan jarum ke jaringan nodul tiroid.Untuk itu dibutuhkan jarum steril 23-25G serta semprit.Pertama kelenjar tiroid harus dipalpasi secara hati-hati dan nodul diidentifikasi dengan baik dan benar.Kemudian, pasien ditempatkan pada posisi supinasi dengan leher hiperekstensi, untuk mempermudah tempatkan bantal pada bawah bahu.Pasien tidak diperbolehkan menelan, bertanya, dan bergerak selama prosedur.Perlu diinformasikan juga kepada pasien bahwa prosedur ini memerlukan anestesi lokal (Kini, 1987).

Setelah mengidentifikasi nodul yang akan diaspirasi, kulit tersebut dibersihkan dengan alkohol. Semprit 10cc dipasangkan ke syringe holder dan dipegang dengan tangan kanan. Jari pertama dan kedua tangan kiri menekan dan memfiksasi nodul, sehingga dapat mempertahankan arah tusukan jarum oleh tangan


(41)

lainnya yang dominan.Tangan kanan memegang jarum dan semprit tusukkan dengan tenang.Waktu jarum sudah berada dalam nodul, dibuat tarikan 2-3cc pada semprit agar tercipta tekanan negatif.Jarum ditusukkan 10-15 kali tanpa mengubah arah, selama 5-10 detik. Pada saat jarum akan dicabut dari nodul, tekanan negatif dihilangkan kembali (Kini, 1987).

Setelah jarum dicabut dari nodul, jarum dilepas dari sempritnya dan sel-sel yang teraspirasi akan masih berada di dalam lubang jarum. Kemudian isi lubang ditumpahkan keatas gelas objek.Buat 6 sediaan hapus, 3 sediaan hapus difiksasi basah dan dipulas dengan Papanicoulau.Sediaan lainnya dikeringkan di udara untuk dipulas dengan May Gruenwald Giemsa/DiffQuick.Kemudian setelah dilakukan FNAB daerah tusukan harus ditekan kira-kira 5 menit, apabila tidak ada hal-hal yang dikhawatirkan, daerah leher dibersihkan dan diberi small bandage (Orell, 1986).

FNAB sangat aman, tidak ada komplikasi yang serius selain tumor seeding, kerusakan saraf, trauma jaringan, dan cedera vaskular.Mungkin komplikasi yang paling sering terjadi adalah hematoma, ini disebabkan karena pasien melakukan gerakan menelan atau berbicara saaat tusukan.Komplikasi lainnya yang perlu diperhatikan adalah vasovagal dan jarum menusuk trakea (Orell, 1986).

Tabel 2.7. Klasifikasi dari FNA Cytology

Sumber: Tom, 2006

Kategori FNAC Sitologi

THY 1 Bahan tidak cukup (insufficient material)

THY 2 Jinak (tiroid nodul)

(benign (nodular goiter))

THY 3 Curiga suatu tumor/neoplasma (folikular)

(suspicious of neoplasma (follicular))

THY 4 Curiga keganasan

(papilari/medulari/limfoma)

(suspicious of malignancy (papillary/medullary/lymphoma))


(42)

2.3.6. Penatalaksanaan 2.3.6.1. Terapi pada Neonatus

Pada awal pengobatan perlu diingat bahwa neonatal Graves merupakan ‘self limiting disease’ sehingga bersifat sementara, dan pengobatan dilakukan dengan prinsip titrasi untuk menjadikan bayi dalam keadaan eutiroid. Terapi yang diberikan adalah propylthiouracil (PTU) dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari atau methimazole (MMI) dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Jika gejalanya sangat hebat bias ditambahkan larutan Lugol dengan dosis 1 tetes setiap 8 jam untuk menghambat pelepasan hormon tiroid. Respon terap harus dilakukan dengan ketat selama 24-36 jam pertama (Fisher, 2002).

Bila respons terapi kurang baik, dosis anti-tiroid bisa dinaikkan sampai 50% dan perlu ditambahkan propranolol untuk mengurangi gejala stimulasi simpatik yang berlebihan, dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari juga ditambahkan untuk mengurangi sekresi hormon tiroid dan mengurangi konversi T4 menjaid T3 di perifer.Penderita juga ditangani bersama dengan bagian kardiologi anak. ASI pada ibu yang mengkonsumsi antitiroid dapat tetap diberikan bila tidak melebihi 400mg/hari untuk PTU, dan 40mg/hari untuk MMI (Fisher, 2002).

2.3.6.2. Terapi pada Anak

Terdapat tiga pilihan metode terapi pada anak dengan penyakit Graves, yakni obat-obat antitiroid, abalasi dengan radioaktif yodium dan pembedahan.Tidak ada satupun yang memuaskan secara keseluruhan (Krassas, 2004). Pemilihan metode terapi harus disesuaikan dengan keadaan individu dan pertimbangan keluarga tentang keuntungan dan kerugiannya. Dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya remisi yang signifikan pada anak, maka penggunaan obat-obat anti tiroid merupakan pilihan pertama (Brown, 2005).


(43)

Obat anti tiroid

Prophylthyouracil (PTU) dan methimazole (MMI) atau carbimazole (diubah menjadi MMI) merupakan obat-obatan yang paling banyak dipakai. Obat –obat ini menghambat sintesis hormon tiroid dengan cara menghalangi coupling iodotirosin melalui penghambatan kerja enzim tiroperoksidase (Cooper, 2005). Khusus PTU, obat ini juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer, hal ini merupakan keuntungan tersendiri pada keadaan yang memerlukan penurunan segera kadar hormon tiroid aktif seperti yang terjadi pada keadaan krisis tiroid (Styne, 2004).

PTU dan MMI diabsorpsi secara cepat di saluran cerna, kadar puncak di dalam serum terjadi 1-2 jam setelah obat diminum. Kadar obat di dalam serum akan menurun habis dalam 12-24 jam untuk PTU, dan lebih lama lagi untuk MMI. Hal ini mempengaruhi lama kerja masing–masing obat.Dengan demikian MMI dapat diberikan 1 kali sehari, sedangkan PTU diberikan 2-3 kali sehari.Methimazol (MMI) di dalam serum dalam bentuk bebas, sedangkan PTU 80-90% terikat pada albumin (Cooper, 2005).

Pada awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-10mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3, dan MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dosis terbagi 2 atau sekali sehari. Pada kasus-kasus yang berat, beta blocker (Propanolol 0,5-2,0 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3) dapat diberikan untuk mengendalikan aktivitas kardiovaskuler yang berlebihan sampai dicapai keadaan eutiroid (Fisher, 1996). Follow-up uji fungsi tiroid harus dilakukan 4-6 minggu sampai kadar T4 (dan T3 total) dalam batas normal. Kadar TSH serum biasanya akan kembali normal dalam waktu beberapa bulan agak lama, sehingga pengukuran TSH akan lebih berarti sebagai indikator terapi bila dilakukan setelah dalam keadaan eutiroid, bukan pada awal terapi (Styne, 2004).

Setelah kadar T4 dan T3 kembali normal, dosis obat antitiroid dapat diturunkan secara bertahap 30-50% dari total harian. Alternatif yang lain adalah dengan tidak merubah dosis antitiroid, melainkan menunggu kadar TSH meningkat sambil menambahkan dosis kecil L-thyroxine atau yang disebut regimen


(44)

block-replacement, namun demikian menurut penelitian yang telah dilakukan, kombinasi terapi ini (anti-tiroid dan L-T4) tidak memperbaiki angka remisinya. Keadaan eutiroid biasanya tercapai dalam waktu 6-12 minggu.Selama masa rumatan PTU dapat diberikan 2 kali sehari, dan MMI cukup 1 kali sehari.Biasanya penderita dapat difollow-up setiap 4-6 bulan (Brown, 2005).

Lama terapi sangat individual, sampai saat ini tidak ada pedoman mengenai lama terapi yang optimal, rata-rata dapat mencapai 2-3 tahun (Bhadada, 2006) Sekitar 50% dari anak-anak yang diterapi akan terjadi remisi dalam 4 tahun pertama terapi, dengan peningkatan angka remisi sebesar 25% setiap 2 tahunnya sampai tahun ke-6 terapi. Dikatakan remisi, bila 1 tahun setelah pengobatan dihentikan penderita masih dalam keadaan eutiroid (Lazar, 2000).

Kecilnya dosis anti-tiroid yang diperlukan serta goiter yang mengecil merupakan indikator yang baik untuk menurunkan dosis anti-tiroid secara bertahap hingga dihentikan. Rendahnya derajat hipertiroksinemia [T4 <20 g/dL (257.4mmol/L); rasio T3:T4< 20], indeks masa tubuh yang rendah, dan usia anak yang lebih tua mempunyai kecenderungan terjadi remisi yang permanen. Sedangkan kadar TRAb yang tinggi mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya relaps (Brown, 2005).

Efek samping anti-tiroid dilaporkan sebesar 5-20%, berupa rash eritema, atralgia, urtikaria, granulositopenia bersifat transient (<1500/mm3). Jarang terjadi dan lebih berat: hepatitis, lupus like syndrome, trombositopenia, dan agranulositosis, (<250/mm3). Kebanyakan reaksi yang terjadi ringan, dan bukan merupakan kontraindikasi untuk diteruskan. Pada kasus yang berat, perlu dipertimbangkan terapi dengan cara yang lain (terapi ablasi menggunakan radioaktif atau pembedahan) (Rahman, 2003).

2.3.6.3. Ablasi Dengan Radioaktif Yodium

Yodium (I131) merupakan terapi pilihan pada pasien Graves yang relaps dengan pengobatan antitiroid jangka lama, pasien dengan penyakit tirokardiak berat, pasien dengan multinodular toksik, dan pasien yang hipersensitif terhadap obat


(45)

antitiroid. Terapi I131 harus dihindari atau ditunda pada pasien Graves dengan oftalmopati aktif terutama pasien adalah seorang perokok (Batubara, 2010).

Dosis yang dipakai untuk terapi I131 berkisar antara 185-555 MBq (5-15 mCi) tergantung dari ukuran struma dengan besarnya ambilan I131 sebelumnya.Pada struma nodular toksik dibutuhkan dosis yang lebih besar untuk mencapai keadaan eutiroid.Penggunaan obat antitiroid sebelum terapi I131 sebetulnya tidak diperlukan kecuali pada kasus dengan hipertiroid berat.Metimazol hanya diberikan sebelum pemberian I131 pada pasien hipertiroid yang berat atau struma yang sangat besar untuk mencegah eksaserbasi hipertiroid karena tiroiditis sementara (transien) akibat radiasi (Batubara, 2010).

Obat-obat antitiroid ini diberikan untuk mencapai eutiroid dan kemudian dihentikan 3-5 hari sebelum pemberian I131.Pengobatan dengan radioaktif ini membutuhkan waktu 2-4 bulan.Setelah terapi biasanya pasien menjadi hipotiroid sehinggga membutuhkan terapi substitusi dengan L-tiroksin (L-T4).Kondisi pasien harus dipantau dan dilakukan pemeriksaan darah sekali sebulan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan untuk memulai terapi hormon tiroid jika dibutuhkan.Terapi dengan I131 mempunyai efektivitas 90-95%, namun terkadang dibutuhkan dosis kedua (Batubara, 2010).

2.3.6.4. Pembedahan Tiroidektomi

Tiroidektomi jarang direkomendasikan pada penyakit Graves.Indikasi spesifik meliputi pasien dengan struma yang sangat besar dan resisten dengan radioaktif, ibu hamil dengan struma nodular yang alergi terhadap obat antitiroid, pasien alergi obat antitiroid dan tidak ingin diterapi dengan I131.Prosedur pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman dan hanya dilakukan setelah pemberian obat-obatan.Pasien harus mencapai keadaan eutiroid sebelum dioperasi untuk mencegah timbulnya krisis tiroid setelah operasi.PTU atau metimazol diberikan 7-10 hari sebelum operasi dan ditambahkan yodium inorganik untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar tiroid.Jika pasien alergi dengan PTU atau metimazol dapat diberikan


(46)

B-bloker dengan yodium inorganik. Pada pasien struma nodular toksik, yodium inorganik tidak dapat diberikan karena dapat menimbulkan eksaserbasi hipertiroid (Batubara, 2010).

Komplikasi operasi yang dapat terjadi adalah hipoparatiroid dan kerusakan nervus laringeus rekuren. Komplikasi tersebut jarang terjadi namun sering dijumpai hipotiroid permenen, oleh sebab itu pasien harus dievaluasi dalam satu bulan setelah operasi, kemudian dalam interval beberapa bulan, dan selanjutnya setiap tahun dengan memantau kadar T4 bebas dan tirotropin dalam serum (Batubara, 2010).

2.3.7. Krisis tiroid

Krisis tiroid merupakan komplikasi yang berat, namun jarang terjadi pada anak-anak hipertiroid. Biasanya didahului faktor pencetus yakni: pembedahan, infeksi dan KAD (ketoasidosis diabetik). Hal ini juga terjadi pada saat pembedahan tiroidektomi maupun terapi ablasi menggunakan radioaktif (Krassas, 2004).

Gejala klinisnya berupa hipertermi akut, berkeringat banyak, takikardia, dan penurunan kesadaran sampai dengan koma (Krassas, 2004).

Terapi harus segera dilakukan, sebagai berikut:

1. Propanolol 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam untuk mengendalikan gejala adrenergiknya. Propranolol dapat diberikan intravena dengan dosis 0,01-0,1 mg/kgBB dengan dosis maksimal 5 mg dalam 10-15 menit, mulai dengan dosis yang kecil.

2. Dexamethasone diberikan dengan dosis 1-2 mg setiap 6 jam dapat mengurangi konversi T4 menjadi T3.

3. NaI dengan dosis 1-2 g/hari dapat menurunkan pelepasan hormon tiroid. 4. Larutan Lugol 5 tetes setiap 8 jam dapat diberikan peroral apabila

penderita mulai sadar.

5. Kompres dingin dengan cooling blanket untuk mengendalikan hiperterminya.


(47)

6. PTU sendiri tidak memberikan efek terapi sampai beberapa hari, tetapi dapat diberikan untuk jangka lamanya dengan dosis 6-10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 6 jam (dosis maksimal 200-300 mg)

7. Kesimbangan cairan harus selalu terjaga.


(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran kejadian hipertiroid pada anak

3.2. Definisi Operasional

a. Hipertiroidisme adalah keadaan abnormal kelenjar tiroid akibat meningkatnya produksi hormon tiroid sehingga kadarnya meningkat dalam darah yang ditandai dengan penurunan berat badan, gelisah, tremor, berkeringat dan kelemahan otot.

b. Usia adalah jumlah tahun hidup pasien penderita hipertiroid sejak lahir sampai ulang tahun terakhir yang sesuai dengan rekam medis. Perhitungan berdasarkan kalendar Masehi dan dibagi menurut kelompok umur.

c. Jenis kelamin adalah sifat jasmani yang membedakan dua makhluk sebagai betina dan jantan atau wanita dan pria (KBBI, 2010).

d. Etiologi adalah penyebab yang tersering kejadian hipertiroid pada anak. e. Pemeriksaan laboratorium adalah pengukuran kadar hormon tiroid dalam

darah pada anak untuk mengidentifikasi penyakit hipertiroid.

Kejadian Hipertiroid Pada Anak

1. Usia

2. Jenis Kelamin 3. Etiologi

4. Pemeriksaan


(49)

Tabel 3.1. Definisi Operasional NO VARIABEL CARA UKUR ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA

1 Usia Analisis

data sekunder rekam medis Rekam medis

- neonatus 0-1 tahun - balita 2-3 tahun - prasekolah 3-6 tahun - usia sekolah 6-12 tahun - remaja 12-18 tahun

Ordinal

2 Jenis kelamin Analisis data sekunder rekam medis Rekam medis -Laki-laki -Perempuan Nominal

3 Etiologi Analisis data sekunder rekam medis Rekam medis -Penyakit Graves -Nodul tiroid toksik -Adenoma toksik

-Tumor hipofisis diproduksi oleh TSH

-Resistensi hormon tiroid hipofisis

-Tiroiditis limfositik kronik -Tiroiditis subakut

-McCune-Albright Syndrome

-Rekod tidak lengkap

Nominal

4 Pemeriksaan laboratorium

Analisis data

Rekam medis

T4 (µg/dL)- Nilai normal

Bayi prematur- 2,6-14,0


(50)

sekunder rekam medis

1-3 hari- 8,2-19,9 1 minggu- 6,0-15,9 1-12 bulan- 6,1-14,9 1-3 tahun- 6,8-13,5 3-10 tahun- 5,5-12,8 Anak pubertas- 4,9-13,0

FT4 (µg/dL)- Nilai normal

Bayi prematur- 0,4-2,8 Usia 1-3 hari- 2,0-4,0 1-12 bulan- 0,9-2,6 Prepubertas- 0,8-2,2 Anak pubertas- 0,8-2,3

T3 (ng/dL)- Nilai normal

Bayi prematur- 24-132 Usia 1-3 hari- 89-405 1 minggu- 91-300 1-12 bulan- 85-250 Prepubertas- 119-218 Anak pubertas- 80-185

TSH (µU/mL)- Nilai normal

Bayi prematur- 0,8-6,9 4 hari- 1,3-16 1-12 bulan- 0,9-7,7 Usia Prepubertas- 0,6-5,5 Usia pubertas- 0,5-4,8


(51)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat gambaran kejadian hipertiroid pada anak di RSUP.Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi cross sectional retrospektif.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medis di Divisi Endokrinologi Anak, Departmen Ilmu Kesehatan Anak di RSUP Haji Adam Malik Medan dan RSUP Haji Adam Malik Medan.Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa RSUP. Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan juga merupakan rumah sakit rujukan yang memiliki data rekam medis yang baik.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan antara bulan April dan Desember 2013.

Tabel 3.1. Jadwal proses penelitian.

BULAN AKTIVITI

April Konfirmasi judul

Mei Bab 1,2,3 dan 4

Juni Daftar pustaka dan ujian proposal KTI

September Perbaikan proposal KTI, Ethical

Clearance dan pengumpulan data


(52)

November Abstrak dan daftar pustaka

Desember Perbaikan terakhir dan ujian KTI

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penderita yang didiagnosis hipertiroid di Divisi Endokrinologi Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak di RSUP.H.Adam Malik Medan sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 yang tercatat dalam rekam medis yang tersedia.

4.3.2. Sampel

Besar sampel diperoleh dengan metode total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden/sampel. Dalam penelitian ini keseluruhan dari populasi penelitian adalah merupakan sampel karena perlu didapatkan jumlah secara keseluruhan penderita hipertiroid.

a) Kriteria inklusi

Pasien yang sudah didiagnosis hipertiroid anak berusia 0 - 18 tahun di Divisi Endokrinologi Anak, Departmen Ilmu Kesehatan Anak di RSUP Haji Adam Malik Medan dan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.

b) Kriteria eksklusi

Pasien yang tidak memiliki data lengkap dalam rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(53)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Adapun data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data sekunder.Data sekunder penelitian ini adalah anak yang mengalami hipertiroid yang diperoleh melalui data rekam medik dari RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.

Sebelum data diambil, peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara kepada Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah surat izin penelitian diperoleh dari Fakultas Kedokteran USU, peneliti mengambil data dari rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan untuk memperoleh data kejadian hipertiroid pada anak tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Setelah itu, lihat data anak yang mengalami hipertiroid tersebut yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. Setelah selesai, peneliti akan mendapatkan surat selesai penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.5. Metode Analisis Data

Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel distribusi.Data yang diperoleh di analisis secara statistic dengan program komputer statistik.

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat presentase data yang telah terkumpul dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi:

1. Editing

Dilakukan pemeriksaan kelengkapan data-data yang telah terkumpul. Bila terdapat kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan baik. 2. Coding

Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer. 3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.


(54)

4. Cleaning

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam computer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving


(55)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan yang didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/ 1990. Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Perubahan nama rumah sakit ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 775/MENKES/SK/IX/1992.

RSUP Haji Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no.17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan.Letak RSUP Haji Adam Malik ini agak berada di daerah pinggiran Kota Medan yaitu berjarak ±1 km dari jalan Letjen Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi.Pada penelitian ini data diambil dari bagian Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1.2. Deskriptif Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini sebanyak 46 penderita yang menderita hipertiroid di RSUP. Haji Adam Malik dan Departemen Endokrinologi Anak, RSUP Haji Adam Malik, Medan tahun 2008 hingga 2012. Karakteristik responden pada penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:


(56)

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur

Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

0-1 2 4,3

2-3 4-6 7-12 13-18

1 2 22 19

2,2 4,3 47,8 41,3

Total 46 100,0

Dari tabel 5.1. di atas, dapat diketahui bahwa distribusi sampel mengikut kelompok umur terbanyak 7-12 tahun sebanyak 22 orang (47,8%) dan diikuti oleh kelompok umur 13-18 tahun sebanyak 19 orang (41,3%). Distribusi sampel bagi kelompok umur 0-1 tahun dan 4-6 tahun masing-masing sebanyak 2 orang (4,3%). Frekuensi terendah penderita hipertiroid terdapat pada kelompok umur 2-3 tahun yaitu sebanyak 1 orang (2,2 %).

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 20 43,5

Perempuan 26 56,5

Total 46 100,0

Dari tabel 5.2., terlihat bahwa proporsi tertinggi pasien hipertiroid dijumpai pada anak perempuan yaitu sebanyak 26 responden (56,5%), sedangkan anak laki-laki dijumpai sebanyak 20 responden (43,5%).


(57)

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Berdasarkan Etiologi

Etiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Penyakit Graves Nodul Tiroid Toksik 41 1 89,1 2,2 Resistensi Hormon Tiroid Hipofisis Data tidak lengkap

2 2

4,3 4.3

Total 46 100,0

Dari tabel 5.3., dapat diketahui bahwa sebagian besar penyebab hipertiroid pada anak merupakan penyakit Graves yaitu sebanyak 41 responden (89,1%) diikuti oleh menderita resistensi hormon tiroid hipofisis dan data tidak lengkap masing-masing sebanyak 2 responden (4,3%). Frekuensi terendah penyebab hipertiroid adalah nodul tiroid toksik sebanyak satu orang (2,2%).

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium T3

Hasil T3 (ng/mL)

Frekuensi (n) Persentase (%)

<0,8 0,8-2 0 0 0 0

>2 46 100

Total 46 100,0

Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden, didapati nilai T3 responden yang diatas normal yaitu >2ng/mL sebanyak 46 orang


(58)

(100%) dan nilai kadar T3 yang rendah dan normal dalam data rekam medis sebanyak 0 orang (0%).

Tabel 5.5. Distribusi Penderita Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium T4

Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden, didapati nilai T4 responden normal yaitu 5-14mg/dL sebanyak 11 orang (23,9%) dan nilai T4 responden yang diatas normal >14mg/dL sebanyak 35 orang (76,1%).

Tabel 5.6. Distribusi Penderita Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium TSH

Hasil T4 (mg/dL)

Frekuensi (n) Persentase (%)

<5 5-14

0 11

0 23,9

>14 35 76,1

Total 46 100,0

Hasil TSH (µIU/mL)

Frekuensi (n) Persentase (%)

0-0,1 0,11-0.2 0,21-0,3

25 11 10

54,3 23,9 21,7


(59)

Dari tabel 5.6., terlihat bahwa keseluruhan data hipertiroid pada anak didapati nilai kadar TSH dibawah normal <0,27µIU/mL. Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden, didapati frekuensi kadar TSH tertinggi pada nilai 0-0,1µIU/mL sebanyak 25 orang (54,3%) dan diikuti oleh nilai 0,11-0,2µIU/mL sebanyak 11 orang (23,9%). Frekuensi hasil kadar TSH yang terendah adalah diantara 0,21-0,3µIU/mL sebanyak 10 orang (21,7%).

5.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di Divisi Endokrinologi Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012, diperoleh data mengenai gambaran hipertiroid pada anak. Data-data tersebut akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini dan dijabarkan sebagai berikut:

5.2.1. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Kelompok Umur

Dari tabel 5.1., dari hasil penelitian ini didapati sebagian besar penderita hipertiroid dijumpai pada anak umur 7-12 tahun sebanyak 22 penderita (47,8%), dan proporsi terendah terdapat pada umur 2-3 tahun, yaitu 1 orang (2,2%).

Hipertiroid kongenital biasanya memiliki awitan sejak masa prenatal dan muncul segera setelah lahir, beberapa hari setelah lahir, atau bahkan beberapa minggu setelah lahir (Batubara, 2010)

Persentase penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rallison, (1991); Ogbera dan Kuku, (2011), rata-rata usia kejadian hipertiroid pada anak adalah 11.5 tahun.

Penelitian lain yang dilakukakan di USA, insidens pada anak diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak usia 0-4 tahun meningkat sehingga 3/100.000 anak per tahun pada usia remaja. Penyakit Graves jarang terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun dan insidens tertinggi pada anak usia diantara 10-15 tahun (Lavard, 1994).


(60)

5.2.2. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 5.2., dapat dilihat bahwa proporsi jenis kelamin tertinggi pada penelitian ini adalah perempuan, yaitu 26 orang anak (56,5%). Laki-laki sebanyak 20 orang anak (43,5%). Adanya pengaruh hormon estrogen pada wanita menyebabkan risiko terjadinya tirotoksikosis Graves pada perempuan menjadi lebih besar dibandingkan laki-laki.

Prevalensi hipertiroidisme kira-kira 5-10 kali lebih rendah daripada hipotiroidisme (Hermawan, 2000).Insidensnya sebesar 2% pada bayi yang baru lahir dari ibu dengan penyakit graves.Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan. Dalam penelitian sebelumnya dikatakan menurut proporsi pasien hipertiroid menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan menurut jenis kelamin (Faizi, 2006). Juga penelitian lain yang dilakukan di University of Benin Teaching Hospital, Nigeria didapati hasil penelitian adalah sama dengan rasio 5:1. Menurut Hermawan, (1990), prevalansi hipertiroid pada perempuan adalah 10 kali lebih sering dibandingkan laki-laki.

5.2.3. Distribusi Penderita Berdasarkan Etiologi

Berdasarkan tabel 5.3., dapat dilihat bahwa penyebab tersering golongan anak menderita penyakit hipertiroid adalah penyakit Graves yaitu sebanyak 41 anak (89,1%). Hipertiroid Graves adalah penyakit autoimun dimana terjadi stimulasi terus menerus terhadap kelenjar tiroid sehingga produksi yang berlebih dari hormon tiroid (Weetman, 2000).

Dalam penelitian sebelumnya, penyebab tersering pasien mengalami hipertiroid adalah penyakit Graves.(Mala, 2011). Juga dibuktikan dengan penelitian yang telah dilaksanakan di Nigeria bahwa penyebab Hipertiroid Graves adalah tertinggi (Alphonsus, 2012). Pada studi ini, penyakit graves juga menjadi penyebab tersering hipertiroid pada anak.


(61)

5.2.4. Distribusi Penderita Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium Kadar T3

Berdasarkan tabel 5.4., dapat dilihat bahwa pemeriksaan laboratorium kadar T3 pada responden dengan nilai diatas normal yaitu >2ng/mL sebanyak 46 orang (100%).

Hal ini disebabkan oleh hiperfungsi atau hipersekresi hormon-hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, sehingga terjadi peningkatan hormon tiroid dalam sirkulasi darah (Hazman, 1991).Uji ini untuk menentukan jumlah total T3 yaitu bentuk yang lebih potensial dan aktif dari kedua hormon tiroid dalam darah. Jika hormon ini terikat ke protein, maka dianggap tidak aktif

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di USA dan Nigeria bahwa kejadian hipertiroid maupun pada anak atau dewasa memberi hasil pemeriksaan kadar hormon tiroid T3 diatas batas normal (Alphonsus, 2012).

5.2.5. Distribusi Penderita Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium Kadar T4

Dari tabel 5.5., diperoleh data kadar T4 penderita hipertiroid dan didapati nilai T4 responden normal 5-14mg/dL sebanyak 11 orang (23,9%) dan nilai T4 responden yang diatas normal >14mg/dL sebanyak 35 orang (76,1%).

Sebuah studi-observasi melaporkan tentang keterlambatan diagnosis yang di hubungkan dengan penambahan tinggi badan, peningkatan bone age, dan penurunan berat badan.Bersamaan dengan terlambatnya diagnosis, anak-anak prapubertas secara khas mempunyai kegawatan yang lebih besar terhadap hipertiroid yang ditandai dengan peningkatan dari T4 dan T3 yang lebih ekstrim dan dihubungkan dengan TRAbs (Cassio, 2006).

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan di California, Egypt, dan Saudi Arabia terlihat bahwa kadar T4 bebas yang meningkat mendukung diagnosis tirotoksikosis. Jika kadar T4 bebas dalam batas normal dan TSH menurun maka dianjurkan melakukan pemeriksaan kadar T3, dan jika hasilnya meningkat dapat diagnosis T3-toksikosis (Eriks, 2006).


(62)

5.2.6. Distribusi Penderita Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium Kadar TSH

Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden, didapati frekuensi kadar TSH tertinggi pada nilai 0-0,1µIU/mL sebanyak 25 orang (54,3%) dan diikuti oleh nilai 0,11-0,2µIU/mL sebanyak 11 orang (23,9%). Frekuensi hasil kadar TSH yang terendah adalah diantara 0,21-0,3µIU/mL sebanyak 10 orang (21,7%).

TSH meningkatkan pertumbuhan sel tiroid yang menyebabkan pembentukan struma. Kadar hormon TSH normal diantara 0,27-4,2 µIU/mL. Kadar hasil lebih dari 4,2 µIU/mL disebut hipotiroid dan kadar TSH kurang dari 0,27 µIU/mL disebut hipertiroid. TSH merupakan indicator pengukuran kekurangan yodium (Cassio, 2006).

Dalam penelitian sebelumnya di Nigeria didapati kadar TSH pasien hipertirod menurun dan hasil tersebut sama dengan penelitian ini yang dilakukan oleh Alphonsus, (2012). Penelitian lain yang dilakukan di USA juga diperoleh kadar TSH yang lebih rendah dari batas normal (Andrew, 2011). Dalam studi ini, hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya.


(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut:

1. Penderita dari kelompok umur diantara 7-12 tahun lebih banyak menderita hipertiroid yaitu sebanyak 22 orang (47,8%).

2. Berdasarkan jenis kelamin, penderita terbanyak adalah perempuan sebanyak 26 orang (56,5%).

3. Penyebab tersering pada penderita hipertiroid adalah penyakit Graves yaitu sebanyak 41 orang (89,1%).

4. Ditemukan pemeriksaan laboratorium menilai kadar T3 secara keseluruhan didapati hasilnya lebih dari 2 ng/mL sebanyak 46 orang (100%).

5. Berdasarkan pemeriksaan kadar hormon tiroid T4 yang tertinggi adalah nilai diatas normal 14 mg/dL sebanyak 35 orang (76,1%).

6. Dari pemeriksaan laboratorium kadar TSH tertinggi adalah nilai diantara 0-0,1µIU/mL sebanyak 25 orang (54,3%).


(64)

6.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran dari peneliti, di antaranya :

1. Penelitian selanjutnya mengenai kejadian hipertiroid pada anak sebaiknya menggunakan populasi penelitian yang lebih luas dan data dari beberapa rumah sakit.

2. Diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai gejala dini dan resiko hipertiroid sehingga diagnosis dari hasil pemeriksaan lebih cepat terdeteksi yang akan memberikan prognosis yang lebih baik.

3. Menyarankan pihak pelayanan rekam medis agar pencatatan status pasien pada rekam medis dilakukan dengan lebih teratur dan lengkap untuk memudahkan peneliti yang akan melakukan penelitian berdasarkan rekam medis.


(65)

Agamemnon, D. andSilbernagl, S. (2003)Color Atlas of Physiology.5th Ed.New York, Stuttgart: Thieme.

Alphonsus, N. et al. (2012) Thyroid Disorders in Childhood and Adolescence: Analysis of Clinical Data and Management Challenge in Patients Seen in a Nigerian Teaching Hospital. Greener Journal of Medical Sciences.[Online] 2(2).p.045-050,Available from:

http://www.gjournals.org/GJMS/GJMS%20pdf/2012/March/GJMS1217%20Ony

iriuka%20and%20Abiodun.pdf [Accessed: 23th November 2013]

Andrew J. Bauer. (2011) When Is Definitive Therapy Warranted? Approach to the Pediatric Patient with Graves’ Disease:. J ClinEndocrinolMetab.96 (3), p.580 – 588.

Anthony L.Merscher. (2009)Thyroid gland.In:Junqueira's Basic Histology: Text and Atlas. 12th Ed. Philadelphia: McGraw-Hill Medical.

Batubara, JRL.Tridjaja, B. danPulungan, AB. (2010)GangguanKelenjarTiroid. Dalam: BukuAjarEndokrinologiAnak. Ed.1. Jakarta:BadanPenerbit IDAI.240-247.

Bhadada,S. et al., (2006) Juvenile Hyperthyroidism In: An Experience. Indian Pediatrics.[Online] 43.p.301-7. Available from:


(66)

Brown, RS. andHuang, S.(2005) The Thyroid and Its Disorders. In: Brook, CGD.Clayton, PE. Brown, RS.(eds).Brook’s Clinical Pediatric Endocrnology. Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd. 218-51.

Cady, B. and Rossi, R. (1998)An Expanded View of Risk-group Definition in Differentiated Thyroid Carcinoma In: Surgery. 104. p.947.

Cassio, A. et al. (2006) Influence of gender and pubertal stage at diagnosis on growth outcome in childhood thyrotoxicosis: Results of a collaborative study. J ClinEndocrinol.Oxf. 64. p.53–57.

Castro Regina.(2004) Goiter-diagnostic and Treatment Consideration. Available from: http://www.google.com [Accessed: 25th November 2013]

Cooper, DS.(2005) Drug Therapy.Anti Thyroid Drug.N Engl J Med.p.905-17.

Dallas, JS. andFoley, TP.(1996) Hyperthyroidism. In: Lifshitz, F.(ed). Pediatrics Endocrinology. New York: Marcel Dekker.401-14.

Erik, S. and Mittra, et al. (2006) Uncommon Causes of Thyrotoxicosis, J Nucl Med. 49.p.265–278.

Faizi,

M.danNetty,EP.(2006)PenatalaksanaanHipertiroidPadaAnak.DivisiEndokrinolog iBagianIlmuKesehatanAnak. FK UNAIR RSU, Surabaya: Dr. Soetomo.

Fisher, DA.(2002) Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In: Sperling, MA.et al. (eds) Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders.161-82.


(67)

Fisher, DA. 2002. Thyroid Disorders in Childhood and Adolescence. In: Sperling, MA. (ed)Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 187-207.

Hermawan, A.G.(2000)PengelolahandanPengobatanHipertiroid. FKUniversitasSebelasMaret. Surakarta.

JulianeLegar, and Jean-Claude Carel. (2013)The National Pediatric Association. J Clin Res Pediatric Endocrinol. Turkey. [Online] Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3608005/ [Accessed:1 May 2013]

Kini, SR. (1987) Guides to Clinical Aspiration Biopsy Thyroid.1st Ed. New York, Tokyo: Igakushoin.

Koss Leopold, G. (2006)The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. In: Koss’ Diagnostic Cytology and its Histopathologic Bases.5th Ed. Philadelphia.1149-1172.

Krassas, GE.(2004) Treatment of Juvenile Graves’ Disease and its Ophthalmic Complication: The “European Way”.European Journal of Endocrinology. 150.p. 407-414.

Lazar, I. et al. (2000)Thyrotoxicosis in Prepubertal Children Compared with Pubertaland Postpubertal Patients.J ClinEndocrinolMetab. p. 273-8.

Levard, L. et al.(1994) Incidence of Juvenile Thyrotoxicosis in Denmark, 1982-1988: A Nationwide Study. Eur J Endocrinol.130(6).p.565-8.


(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Banu Periah Gopala Krishnan

Tempat/Tanggal Lahir : Perak, Malaysia/ 17 Desember 1992

Agama : Hindu

Alamat : Jalan Kacang, No. 3, Pringgan, Medan

.

Riwayat Pendidikan : SK (P) Methodist, Kuantan 1999-2004

SMK (P) Methodist, Kuantan 2005-2009

President College 2010

Universitas Sumatera Utara 2010-sekarang

Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. Anggota PMUSU


(2)

NAMA JENIS KELAMIN USIA ETIOLOGI T3 T4 TSH KELUHAN UTAMA

imam arifin laki-laki 15 penyakit graves 6 16.66 0.18 benjolan di leher febry w laki-laki 6 penyakit graves 4,2 12.54 0.23

nurul anisa perempuan 15 resistensi hormon tiroid hipofisis 5.99 20,12 0.005 benjolan di kpl.. Exophtalmus (-) siti sarah perempuan 13 penyakit graves 7.45 15,40 0.14 gelisah desa rintah laki-laki 10 resistensi hormon tiroid hipofisis 6.78 20,03 0.005 gelisah.. Prepare sus. Tumor hipofisis andi rahman laki-laki 2 penyakit graves 4.03 12.24 0.24 benj. Di leher kanan renti yunita perempuan 10 penyakit graves 3.81 15 0.16 goiter, bnyk keringat lubuk pakam laki-laki 8 penyakit graves 3.55 13.45 0.05

roinaldo laki-laki 7 penyakit graves 5.6 18.26 0.005 tangan dan kaki keringat tari indiani perempuan 12 penyakit graves 5.44 14,22 0.22 benjolan di leher jed abner laki-laki 17 tiroid nodul toksik 9,08 19,55 0.005 hipertiroid, toxid goiter, benj di leher ares jm laki-laki 10 penyakit graves 7,53 13.22 0.23 keringat rizki ridhani perempuan 13 penyakit graves 8.43 16.64 0.24 jantung debar, benj leher farid achyadi laki-laki 13 penyakit graves 5,09 12.98 0.06 telapak tngn &kaki keringat, dad debar dewi anisa perempuan 14 penyakit graves 2.98 11.25 0.05 telapak tangan keringat rafli ramahan laki-laki 3 penyakit graves 2.66 13.11 0.23 benjolan di leher izmi hazizah perempuan 15 rekod tidak lengkap 2.87 20.65 0.005 keringat lebihan widya perempuan 13 penyakit graves 4,03 17.54 0.2

rinaldi laki-laki 8 penyakit graves 6.41 20.3 0.03 pemb. Kelenjar leher eka julita perempuan 14 penyakit graves 2.38 10.65 0.05 telapak tangan keringat nurita siagian perempuan 13 penyakit graves 6.51 24.8 0.005pemb. Kelenjar leher, keringat, mata (+) siti masirah perempuan 14 penyakit graves 5,44 13.2 0.2 gelisah windi perempuan 8 penyakit graves 2.33 16.98 0.26 keringat lebih, jantung debar


(3)

m. rizki laki-laki 9 penyakit graves 6,54 18.67 0.005 telapak tangan keringat desi ratna sari perempuan 13 penyakit graves 6.64 19.65 0.24 jantung debar, tanagn keringat asyofi laki-laki 9 penyakit graves 6.77 18.64 0.2 benj di leher rumbia elita perempuan 11 penyakit graves 0.89 17.54 0.05 mudah lelah, jantung debar rugun stepani perempuan 11 penyakit graves 5.43 18.65 0.21 benj. Leher, mudah lelah, keringat renti perempuan 10 penyakit graves 3.81 10.4 0.09 benj. Leher, mudah lelah, keringat nurita siagian perempuan 13 penyakit graves 6.51 24.86 0.005 mudah keringat intan perempuan 13 penyakit graves 4.66 17.82 0.05n kaki keringat, mudah lelahbenj. Leher rafela perempuan 11 penyakit graves 2.57 17.48 0.05 benj. Leher, by ranti laki-laki 10 hari rekod tidak lengkap 8,77 15.06 0.25

m. fadil laki-laki 11 penyakit graves 3.81 17.88 0.005 rasa panas sel tubuh andrisaputra laki-laki 12 penyakit graves 4,78 19.14 0.15 jantung debar farid laki-laki 13 penyakit graves 5,37 16.77 0.1 tangan keringat, jantung debar m. wahydi laki-laki 10 penyakit graves 2.33 14.88 0.14 jantung debar, sering keringat anjura perempuan 6 bulan penyakit graves 2.15 15.14 0.2 susah BAB, lidah besar lidia iora perempuan 8 penyakit graves 6.51 12.55 0.27 mata menonjol siti aisyah perempuan 9 penyakit graves 4.22 15.32 0.05 tangan n kaki keringat rismi ramadhan perempuan 17 penyakit graves 4.43 16.91 0.1

batara laki-laki 6 penyakit graves 7.55 14.15 0.15

nicolas laki-laki 7 penyakit graves 3.21 17.87 0.25 tangan keringat, mata menonjol fania raisa perempuan 9 penyakit graves 3,58 16.67 0.005

dahriyana perempuan 13 penyakit graves 4,12 15.61 0.005 tangan n kaki keringat, struma desi natalia perempuan 12 penyakit graves 6.81 23.71 0.005 benj di leher, mobil, rata


(4)

Frequency Table

umur responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0-1 2 4.3 4.3 4.3

2-3 1 2.2 2.2 6.5

4-6 2 4.3 4.3 10.9

7-12 22 47.8 47.8 58.7

13-18 19 41.3 41.3 100.0

Total 46 100.0 100.0

jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 20 43.5 43.5 43.5

perempuan 26 56.5 56.5 100.0

Total 46 100.0 100.0

Statistics

umur responden

jenis kelamin

responden etiologi responden hasil lab T3

hasil lab T4 tsh

NValid 46 46 46 46 46 46


(5)

etiologi responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid penyakit graves 41 89.1 89.1 89.1

nodul tiroid toksik 1 2.2 2.2 91.3

resistensi hormon tiroid hipofisis 2 4.3 4.3 95.7

rekod tak lengkap 2 4.3 4.3 100.0

Total 46 100.0 100.0

hasil lab T3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >2 46 100.0 100.0 100.0

hasil lab T4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 5-14 9 19.6 19.6 19.6

>14 37 80.4 80.4 100.0

Total 46 100.0 100.0

tsh

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 - 0.1 25 54.3 54.3 54.3


(6)