Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil (Studi Putusan No. 370 Pid.Sus 2016 PN-Mdn)

BAB I
PENDAHULUAN

H. Latar Belakang
Maraknya tindak kejahatan dan penyalahgunaan senjata api (senpi) sudah
sangat mengkhawatirkan. Kondisi ini membuat rasa aman masyarakat kian terkikis.
Beberapa kasus memperlihatkan kejahatan dilakukan tak lagi menggunakan caracara konvensional. Senpi digunakan sebagai alat pelaku kejahatan menjalankan
aksinya sekaligus perlawanan terhadap penegak hokum. Kasus penyalahgunaan
senpi oleh warga sipil untuk berbagai kepentingan illegal juga meningkat. 1
Tindak kekerasan dan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam penyalahgunaan senpi mengalami tren peningkatan dalam tiga tahun terakhir
(2011-2013). Sedikitnya tercatat sebanyak 403 peristiwa penembakan dari tahun
2011-2013.2 Angka tersebut adalah angka penggunaan senpi patut diduga
digunakan untuk tujuan dan dengan cara yang tak dibenarkan.
Penggunaan senpi oleh anggota polisi paling sering digunakan pada saat
penangkapan tersangka teroris, kriminalitas, pembubaran massa demontrasi
(mahasiswa di lokasi konflik sumber daya alam dan dilokasi konflik komersial).
Dalam banyak kasus, umumnya tersangka ditembak pada titik yang mematikan
seperti dada, perut dan kepala. Seluruh praktik kekerasan yang dilakukan oleh
institusi negara tersebut dapat dibilang hamper tak memiliki akuntabilitas.
Kalaupun ada usaha kearah itu, namun tak sesuai dengan standar hokum yang

1

A. Josias Simon Runturambi Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api dan Penanganan Tindak
Kriminal, (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), hal 46-47
2
Kontras, Laporan Kekerasan tentang Penggunaan Senjata Api yang Digunakan Dalam
Kekerasan, 2013, hal 1

Universitas Sumatera Utara

berlaku. Kebanyakan polisi yang terlibat dalam penembakan hanya diberikan sanksi
disiplin.
Merebaknya penggunaan senjata api dalam kenyataan, dapat dimulai dari
sekedar tampil gaya-gaya, sok jagoan, hingga aksi sampai mengancam bahkan
membunuh. Hal ini benar-benar menjadi peristiwa menakutkan dan mengancam
ketenangan warga. Pola lain penyalahgunaan senpi adalah kepemilikan bersifat
illegal demi tujuan tertentu (illegal). Kepemilikan senpi bukan berarti tak
diperbolehkan, setiap orang yang memiliki dan memakai senpi harus memenuhi
persyaratan dan mendapat izin dari lembaga berwenang.
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk
Kepentingan Olahraga, senjata api adalah suatu alat yang sebagian atau seluruhnya
terbuat dari logam yang mempunyai komponen atau alat mekanik seperti laras,
pemukul/pelatuk, trigger, pegas, kamar peluru yang dapat melontarkan anak peluru
atau gas melalui laras dengan bantuan bahan peledak. Kepemilikan dan penggunaan
senjata api oleh masyarakat sipil di Indonesia dapat diperoleh melalui izin
Kepolisian melalui Kapolri dan izin Kementerian Pertahanan melalui Menteri
Pertahanan baik untuk kepentingan olahraga dan pengamanan diri.
Beberapa tindak pidana senjata api yaitu:
1. Penganiayaan undang-undang tidak memberikan ketentuan mengenai apakah
yang dimaksud dengan penganiayaan. Menurut yurisprudensi yang dimaksud
dengan penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak
(penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka. Didalam KUHP, penganiayaan

Universitas Sumatera Utara

Dinyatakan dalam Pasal 351, 352, 353, 354, dan 355. Berdasarkan Pasal 351
terdapat 3 (tiga) jenis penganiayaan yaitu:
a) Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau matinya orang
b) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

c) Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang.
1. Pencurian dinyatakan dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan diantaranya
bahwa: “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau
sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang
itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian ........”.
2. Pemerasan dinyatakan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, yang dinamakan
dengan pemerasan dengan kekerasan. Pasal 368 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau
sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain atau
supaya orang lain itu membuat utang atau menghapuskan piutang “
3. Pembunuhan dinyatakan dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum
karena bersalah melakukan pembunuhan ........”
Berdasarkan bunyi Pasal 338 KUHP, maka unsur-unsur pembunuhan adalah:
a. Barang siapa Hal ini Berarti ada orang tertentu yang melakukannya.
b. Dengan sengaja Dalam ilmu hukum pidana, dikenal 3 (tiga) jenis bentuk
sengaja (dolus) yakni:


Universitas Sumatera Utara

1) Sengaja sebagai maksud,
2) Sengaja dengan keinsyafan pasti,
3) Sengaja dengan keinsyafan kemungkinan/dolus eventualis,
c. Menghilangkan nyawa orang lain.
4. Kelalaian yang menyebabkan kematian Diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang
menyatakan bahwa: “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang
mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”. Rumusan
karena salahnya adalah unsur kelalaian atau culpa yang menurut ilmu hukum
pidana terdiri dari: a. Culpa dengan kesadaran, b. Culpa tanpa kesadaran.3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1
ayat (3) Indonesia adalah negara hukum, yaitu negara yang berdiri di atas hukum
yang menjamin keadilan kepada setiap warga negaranya. Hukum dibuat untuk
tujuan mensejahterakan dan memberi keadilan bagi seluruh masyarakat agar
terciptanya suatu ketertiban dan keamanan, namun dalam kenyataannya masih saja
terjadi penyimpangan-penyimpangan atas hukum, baik yang dilakukan secara
sengaja ataupun tidak sengaja. Terhadap keadaan seperti ini maka tindakan hukum
yang tegas dan melalui prosedur hukum yang benar sangat diharapkan.4
Indonesia adalah suatu negara yang tidak gampang untuk melakukan

pembelian senjata api, untuk melakukan pembelian dan kepemilikan senjata api ini
dibutuhkan proses yang sangat panjang dan cukup ketat. Perbandingan ini dapat
dilihat dengan negara Amerika, berbeda jelas sekali di Amerika Serikat senjata api

3

Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh, (Sinar Grafika: Jakarta,
2002), hal. 22
4
Anak Agung Ngurah Bayu Ariadi, Pertanggung Jawaban Pidana Atas Penyalahgunaan
Senjata Api, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, hal 1

Universitas Sumatera Utara

di perjual belikan secara bebas atas alasan untuk keamanan karena ancaman biasa
datang dengan tiba-tiba, ini mungkin ada kaitanya antara kultur dan latar belakang
bangsa ini. Tetapi yang dilihat sekarang kriminalitas yang terjadi di Negara
Indonesia lebih besar daripada di Negara Amerika Serikat.5 Indonesia sangat cukup
sulit untuk memiliki senjata api secara legal tetapi masih saja kriminalitas terjadi
dengan senjata api baik oleh teroris maupun perampok atau kelompok-kelompok

yang melawan pemerintah sehingga pengawasan senjata api di Indonesia
menerapkan aturan kepemilikan senjata api untuk masyarakat sipil untuk menekan
kriminalitas dengan senjata api. Ada sejumlah dasar hukum yang mengatur
mengenai hal ini, mulai dari level undang-undang yakni UndangUndang Darurat
Nomor 12 Tahun 1951 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang
Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api. Selebihnya adalah
peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian yaitu Surat Keputusan (Skep) Kepala
Kepolisian (Kapolri) Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan
Pengendalian Senjata Non-Organik TNI/Polri dan Peraturan Kapolri (Perkap) No.
Pol: 13/II/2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik
TNI/Polri untuk kepentingan olahraga.
Fenomena perdagangan dan kepemilikan senjata api di Indonesia makin
marak akhir-akhir ini yang ditandai dengan banyaknya perdagangan dan
penggunaan senjata api yang mengikuti kegiatan perdagangan senjata api yang
legal maupun illegal dan aksi kekerasan yang terjadi dengan senjata api. Senjata api
yang dimiliki pun ada yang memilki izin dan ada pula yang illegal. Sehingga
5

http://m.tempo.co/index?kanal=masalah&id=1401&mlta=senjata-ilegal tanggal 23 Maret


2017

Universitas Sumatera Utara

bertolak dari fenomena yang terjadi, maka perlu dikaji mengenai pengaturan
mengenai senjata api di Indonesia.6
Maraknya tingkat kriminalitas yang berkaitan dengan senjata api
akhirakhir ini bisa dikatakan sudah mencapai tingkat meresahkan. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya pengawasan oleh aparat yang
berwenang terhadap peredaran senjata api ilegal di kalangan masyarakat sipil.
Selain itu bagi masyarakat sipil yang ingin memiliki senjata, proses kepemilikan
bisa dilakukan dengan proses yang relatif mudah dan juga dengan biaya yang
terbilang murah.
Perubahan pada diri “hukum” ini sesungguhnya berfungsi menjembatani
keinginan-keinginan manusia agar tidak timbul perilaku yang anarkis, destruktif,
kondisi chaos yang sangat melelahkan masyarakat terutama masyarakat kelas
bawah atau grass root.7
Dalam perkembangan kejahatan-kejahatan tersebut terutama kejahatan
terhadap nyawa dan tubuh manusia seperti penganiayaan, pengancaman bahkan
pembunuhan dewasa ini cenderung menggunakan senjata api bagi para pelakunya.

Ini dikarenakan senjata api dapat digunakan secara praktis serta dapat
meminimalisirkan risiko perlawanan korban terhadap pelaku. Hal ini menimbulkan
akibat yang lebih parah bagi korban akibat dari penggunaan senjata api dalam suatu
kejahatan, dan tidak jarang menimbulkan luka-luka berat bahkan kematian bagi
seseorang.

6

Saddam Tri Widodo, Tinjauan Yuridis Terhadap Perijinan Perdagangan dan Kepemilikan
Senjata Api di Indonesia, Jurnal Beraja NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 12 (2013), hal
2
7
Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 27

Universitas Sumatera Utara

Fenomena kalangan sipil memiliki senjata api digunakan sebagai bela diri
(self defense) tidak bisa dibilang menjadi budaya seperti layaknya di Amerika. Di
Indonesia, penjualan senjata api ilegal masih dilakukan secara sembunyisembunyi.8
Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu

atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang
dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Proses pembakaran cepat ini secara
teknis disebut deflagrasi. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam
sebagai propelan, sedangkan senjata api modern kini menggunakan bubuk nirasap,
cordite, atau

propelan

lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan

laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk menambah
kestabilan lintasan.9
Kepemilikan senjata api untuk masyarakat sipil itu tidaklah dapat selalu
dikaitkan dengan tingginya angka kriminalitas oleh pelaku kejahatan yang
menggunakan senjata api. Karena belum tentu pelaku kriminal memiliki senjata
api secara legal berdasarkan izin kepemilikan senjata api yang dikeluarkan oleh
Kepolisian. Bagi

pelaku kriminal yang belum memiliki senjata, tentunya


mereka akan berusaha untuk mendapatkannya secara ilegal.
Secara normatif, negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat
ketat dalam menarapkan aturan kepemilikan senjata api. Hal tersebut dapat kita
lihat dalam standar administratif perizinan senjata api yang terdapat pada UndangUndang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api, Undang-Undang
8
9

https://tirto.id/kontroversi-kepemilikan-senjata-api-bLKb diakses 14 Maret 2017
Senjata Api”, http: //www. Wikipedia.or.id/senjata_api, Didownload pada 14 Maret 2017

Universitas Sumatera Utara

Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata
Api. Dan selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian, Surat
Keputusan Kepala Polisi Republik Indonesia Nomor Polisi: 82 Tahun 2004,
selanjutnya disingkat Skep/82/II/2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan
Pengendalian Senjata Non-Organik TNI/POLRI, dan yang terakhir Peraturan
Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman
Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api. 10
Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran

terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana
objektif yaitu suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan
hukum itu sendiri dan hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan didalam
hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum.
Secara normatif, Indonesia sebenarnya termasuk Negara yang cukup ketat
menerapkan aturan kepemilikian senjata api untuk kalangan sipil. Ada sejumlah
dasar hukum yang mengatur mengenai hal ini, yakni UU Darurat No. 12 Tahun
1951, UU No. 8 Tahun 1948 dan Perpu No. 20 tahun 1960, selebihnya adalah
peraturan yang diterbitkan oleh kepolisian seperti SK Kapolri No. Skep/244/II/1999
dan SK Kapolri Nomor 82 tahun 2004 tentang pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian senjata non organik.
Peredaran senjata api di Indonesia mengalami peningkatan, hal ini dapat
dilihat banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan senjata api di masyarakat.
10

Deddy Setyawan, Pertanggung jawaban Hukum Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan
Senjata api, www.eprints.upnjatim.ac.id, diakses 21 Maret 2017

Universitas Sumatera Utara

Peredaran senjata api ilegal sampai kepada masyakat tentu tidak terjadi begitu saja,
beberapa sumber penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api,
antara lain:
1. Penyelundupan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan impor, namun juga
ekspor.

Hal

ini

sering

dilakukan

baik

oleh

perusahaan–perusahaan

eksportir/importir ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan
dokumen tentang isi dari kiriman.
2. Pasokan dari dalam negeri, maka hal ini erat kaitannya dengan keterlibatan
oknum militer ataupun oknum polisi, karena memang mereka dilegalkan oleh
undang-undang untuk menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api.
Namun pada kenyataannya kepemilikan senjata api yang legal tersebut sering
disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organik TNI / POLRI dengan
harga yang murah kepada masyarakat sipil.11
Kepemilikan senjata api ilegal sebenarnya sudah diatur dalam beberapa
peraturan

perundang-undangan.

Terdapat

ketentuan

tersendiri

mengenai

kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil. Kepemilikan senjata api secara
umum diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat
pidana. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan :
“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima,
mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyaai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,
menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan
11

M.Tito Karnavian. Indonesia Top Secret Membokar Konflik Poso, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hal. 197

Universitas Sumatera Utara

dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak,
dihukum dengan hukuman mati dan/atau hukuman penjara seumur hidup atau
hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.12
Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, adanya ketertarikan untuk
melakukan penelitian yang dirangkai dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap
Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil (Studi Putusan
No. 370/Pid.Sus/2016/PN-Mdn).

I. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan
beberapa masalah yang harus dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai kepemilikan senjata api oleh
masyarakat sipil?
2. Bagaimana pengawasan penguasaan dan penggunaan senjata api oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia?
3. Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap pihak yang menguasai dan
menggunakan senjata api (Studi Putusan No. 370/Pid.Sus/2016/PN-Mdn)?

J. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai kepemilikan senjata api
oleh masyarakat sipil.

12

http://lk2fhui.com/2013/10/02/pembatasan-kepemilikan-senjata-api-oleh-masyarakat-sipildalam -perspektif-hukum-dan-sanksi-pidana-atas-penyalahgunaannya/diakses tanggal 21 April
2017.

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui pengawasan penguasaan dan penggunaan senjata api oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap pihak yang menguasai
dan menggunakan senjata api (Studi Putusan No. 370/Pid.Sus/2016/PNMdn).
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis
Dapat memperkaya khasanah pengetahuan hukum pidana, khususnya tindak
pidana penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil, sehingga dapat
bermanfaat bagi pengembangan hukum pidana
2. Secara praktis
Memberi

pengetahuan

dan

pemahaman

mengenai

dasar

hukum

penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil.

K. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai, Tinjauan Yuridis Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil (Studi
Putusan No. 370/Pid.Sus/2016/PN-Mdn), belum pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang
penguasaan senjata api, antara lain:
Muhammad Heru (2010), Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku
Kepemilikan Dan Penjualan Senjata Api Serta Amunisi Ilegal Oleh Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Sipil (Studi Putusan Nomor 3550/Pid.B/2006/PN.Mdn). Adapun permasalahan
dalam penelitian ini :
1. Pengaturan mengenai kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kepemilkan senjata api illegal
3. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kepemilkan dan penjulan senjata
api ilegal serta amunisi oleh masyarakat sipil
Nicolas Samosir (2015), dengan judul penelitian Analisis Hukum
Mengenai Penguasaan dan Penggunaan Senjata Api Tanpa Hak oleh Warga Sipil
(Studi

Kasus

pada

Putusan

Nomor:

261/Pid.b/2013/PN.GS).

Adapun

permasalahan dalam penelitian ini,
1. Pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan
senjata api
2. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penguasaan dan
penggunaan senjata api
3. Upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan
senjata api tanpa hak oleh warga sipil
Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya, dan secara akademis
dapat dipertanggungjawabkan secara akademik maupun secara ilmiah

Universitas Sumatera Utara

L. Tinjauan Pustaka
4. Pengertian Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api
Senjata Api menurut Tom A. Warlow adalah senjata yang dapat dibawa
kemana-mana, yang cara kerjanya menggunakan peluru, didorong oleh beban yang
bersifat meledak seperti senapan, bedil dan pistol13
Peredaran senjata api di Indonesia belakangan terlihat terjadi adanya
peningkatan, hal ini terindikasi dengan banyak muncul kasus – kasus
penyalahgunaan senjata api di masyarakat. Peredaran senjata api ilegal hingga
sampai kepada masyakat tentu tidak terjadi begitu saja, beberapa sumber
penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api.14
Kontroversi kepemilikan senjata api ilegal merupakan suatu permasalahan
yang hangat dibicarakan. Ilegal yang dimaksud di sini ialah tidak legal, atau tidak
sah menurut hukum. Kepemilikan senjata api ilegal ini tidak hanya dilihat sebagai
bentuk pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai suatu sarana kejahatan yang
berbahaya oleh pelaku tindak pidana. Hal ini sejalan dengan meningkatnya dan
maraknya tindak kejahatan di sekitar kita, penembakan oleh orang tidak dikenal,
teror penembakan di sejumlah tempat-tempat umum, hingga kejahatan yang
diikuti oleh ancaman bahkan pembunuhan dengan senjata api tersebut. 15

13

Warlow, Tom A. Fireams The Law and Forensic Ballistic (Second Editon: CRC, Press,
2004), hal 16
14
M.Tito Karnavian,Indonesia Top Scret Membokar Konflik Poso, (Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2008), hal 197
15
http://www.lk2fhui.com/pembatasan-kepemilikan-senjata-api-oleh-masyarakat-sipildalam-perspektif-hukum-dan-sanksi-pidana-atas-penyalahgunaannya/ diakses tanggal 21 Maret
2017

Universitas Sumatera Utara

5. Peraturan-peraturan tentang Senjata Api
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 menjelaskan secara
terperinci mengenai aturan serta ketentuan pidana yang berhubungan dengan
senjata api, dan juga menjelaskan apa yang di maksud dengan senjata api beserta
jenis-jenisnya. Mengenai pasal-pasal yang terkait dengan senjata api adalah seperti
berikut:
Pasal 1
(1) Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat,
menerima,

mencoba

memperoleh,

menyerahkan

atau

mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api,
amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau
hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi
tingginya dua puluh tahun.
(2) Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk
juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat (1) dari
Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling : in-, uit-, doorvoer en lossing)
1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal
30 Mei 1939 (Stbl. No. 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu
senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno
atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata
yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak

Universitas Sumatera Utara

dapat dipergunakan. (3) Yang dimaksudkan dengan pengertian bahanbahan peledak termasuk semua barang yang dapat meledak, yang
dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 18 September 1893 (Stbl. 234),
yang telah diubah terkemudian sekali dengan Ordonnantie tanggal 9 Mei
1931 (Stbl. No. 168), semua jenis mesin, bom-bom, bom-bom
pembakar,ranjau-ranjau (mijnen), granat-granat tangan dan pada umumnya
semua bahan peledak baik yang merupakan luluhan kimia tunggal
(enkelvoudige chemischeverbindingen) maupun yang merupakan adukan
bahan-bahan peledak (explosievemengsels) atau bahan-bahan peledak
pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk meledakkan
lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam pengertian amunis
6. Peraturan-Peraturan tentang Izin kepemilikan senjata api
Ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948, Tentang
Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api, yang dirumuskan
sebagai berikut: Dalam pasal 9 UU tersebut dikatakan bahwa setiap orang yang
bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus
mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala
kepolisian negara. Dengan dasar itu, setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau
pemakaian senjata api (IKSA) harus ditandatangani langsung oleh Kapolri dan
tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kapolda. Untuk kepentingan
pengawasan Polri juga mendasarkan sikapnya pada Undang-Undang Nomor. 20
Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perisinan Menurut Undang-Undang Senjata Api.
Izin kepemilikan senjata api yang bertujuan untuk bela diri hanya diberikan kepada

Universitas Sumatera Utara

1

pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif.
Mereka masing-masing adalah pejabat swasta datau perbankan, pejabat pemerintah,
TNI/Polri dan purnawirawan.

M. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis
adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. 16
1. Sifat penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis.
Dikatakan

bersifat

deskriptif karena

dalam

penelitian

ini

diharapkan

memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai
tindak pidana penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil. Bersifat analitis
maksudnya bahwa penelitian ini tidak hanya memaparkan apa yang telah
diteliti, akan tetapi juga dianalisis terhadap putusan No. 370.Pid. Sus/2016/PNMdn.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif
untuk mengkaji peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tindak pidana
kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil. Penelitian yuridis normatif adalah
penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari
16

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Press, Jakarta, 2010), hal. 42.

Universitas Sumatera Utara

bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama
bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan
rujukan bidang hukum. 17 Maka pendekatan yang yang dilakukan adalah
pendekatan peraturan hukum yang berlaku baik itu dalam peraturan peraturan
perundang-undangan nasional terutama tindak pidana penguasaan senjata api oleh
masyarakat sipil.
3. Sumber data
Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan (library research)
terhadap bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah penelitian yang sering
disebut sebagai bahan hukum sekunder. 18 Data sekunder berasal dari penelitian
kepustakaan (library research) yang diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
2) Ordonansi Bahan Peledak (Lembaran Negara tahun 1893 No. 234) Diubah
Terakhir Menjadi Lembaran Negara Tahun 1931 No. 168 Tentang
Pemasukan, Pengeluaran, Pemilikan, Pembuatan, Pengangkutan Dan
Pemakaian Bahan Peledak (tetap digunakan berdasarkan Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945).
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan
Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.

17

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal.33.
18
Fajat dan Yulianto, Dualisme Penelitan Hukum. Normatif dan Empiris, (Yogyakarta
:Pustaka Pelajar, , 2010), hal. 34.

Universitas Sumatera Utara

4) Undang-Undang

Nomor

12

Tahun

1951

tentang

Mengubah

"Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 Nomor 17)
Dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948
(Lembaran Negara No. 78 Tahun 1951 Jo. Pasal 1 Ayat D Undang-undang
No. 8 Tahun 1948) Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian
Senjata Api.
5) Undang-Undang Nomor 20 PRP Tahun 1960 Tentang Kewenangan
Perizinan Yang Diberikan Menurut Perundang-Undangan Mengenai
Senjata Api, Amunisi Dan Mesiu.
6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1996 Tanggal
23 Agustus 1996 Tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan
Cukai.
8) Keppres Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 1999 Tanggal 11 Oktober
1999 Tentang Bahan Peledak.
9) Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor: 418/MPP/Kep/6/2003 tanggal 17 Juni 2003 Tentang Ketentuan
Impor Nitro Cellulose (Nc).
10) Peraturan Menteri Pertahanan Nomor: Per/22/M/XII/2006 Tanggal 19
Desember

2006

Tentang

Pedoman

Pengaturan,

Pembinaan

dan

Pengembangan BadanUsaha Bahan Peledak Komersial.
11) Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/244/II/1999. 11) Surat Keputusan

Universitas Sumatera Utara

Kapolri No Pol: Skep/1198/IX/2000 Tanggal 18 September 2000 tentang
Rekomendasi Izin Pemilikan dan Penggunaan Senjata Api .
12) Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/82/II/2004 Tanggal 16 Pebruari
2004 Perihal Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian
Senjata Api Non Organik TNI/ Polri.
13) Peraturan Kapolri No. Pol. 13/X/2006 Tanggal 3 Oktober 2006 Perihal
Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI Polri Untuk
Kepentingan Olehraga
14) Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2008 Tanggal 29 April 2008 Tentang
Pengawasan, Pengendalian Dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial.
15) Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan
dalam Tindakan Kepolisian
16) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
17) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
18) Putusan Pengadilan No. 370.Sus/2016/PN-Mdn
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasl-hasil penelitian, hasil
karangan dari kalangan hukum, dan seterusnya.19
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; seperti adalah kamus
hukum, kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia.

19

Ibid, hal 13

Universitas Sumatera Utara

4. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library research)

yaitu pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa
peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, jurnal ilmiah, majalahmajalah artikel, putusan Pengadilan yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti serta tulisan- tulisan yang terkait dengan tindak pidana penguasaan senjata
api oleh masyarakat sipil.
5.

Analisis data
Keseluruhan data atau bahan yang diperoleh dianalisis secara kualtitatif,

yaitu dengan memberi penilaian terhadap hasil penelitian berdasarkan peraturan
perundang-undangan, pendapat para ahli, dan akal sehat dengan uraian kalimatkalimat dan tidak menggunakan angka-angka. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bagaimana penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil. Analisa
data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritaka kepada orang
lain.20
N. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut
dengan bab. Dimana masing-masing bab diuraikan pokok-pokok pembahasannya
20

Lexy J.Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Remaja Rosdakarya, Jakarta, 2007),

hal 248

Universitas Sumatera Utara

secara tersendiri. Namun masih saling berhubungan dengan konteks penelitian ini.
Dan antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Secara sistematis,
pembahasan akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, yang diuraikan sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan beberapa uraian hal-hal yang bersifat umum, yaitu
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian
serta sistematika penulisan.

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEPEMILIKAN SENJATA
API OLEH MASYARAKAT SIPIL
Bab ini berisikan pengertian masyarakat sipil, pengertian senjata api,
prosedur kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil, Syarat-syarat
Perizinan Kepemilikan Senjata Api.

BAB III

PENGAWASAN PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA
API OLEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Bab ini berisikan mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Peraturan Tentang Penggunaan Senjata Api oleh Kepolisian Republik
Indonesia

BAB IV

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PIHAK YANG
MENGUASAI DAN MENGGUNAKAN SENJATA API (Studi
Putusan No. 370/PID.SUS/2016/PN-Mdn)

Universitas Sumatera Utara

Bab ini berisikan analisis putusan, kronologis kasusi, dakwaan, tuntutan
jaksa penutut umum, fakta-fakta hukum, putusan hakim dan analisis
yuridis.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini dimana ditemukan
jawaban berupa kesimpulan dari semua permasalahan yang penulis
kemukakan dalam bab terdahulu, kemudian penulis memberikan saransaran yang mudah-mudahan berguna bagi ilmu hukum.

Universitas Sumatera Utara