Eksekusi Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Yang Dirampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige)

51

BAB II
PENEGAKKAN HUKUM OLEH HAKIM
TERHADAP BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOTIKA
DALAM PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BALIGE
Secara etimologi penegakan berasal dari kata tegak

yang berarti berdiri,

menegakkan berarti mendirikan, mempertahankan, mewujudkan melaksanakan,
sedangkan penegakan berarti proses, cara atau perbuatan menegakkan. Hukum pidana
terbagi atas hukum pidana materil dan formil. Hukum pidana materil adalah hukum
yang berisi aturan tentang jenis perbuatan yang dapat dipidana, subjek hukum yang
dapat dipidana dan jenis hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku pidana.
Hukum pidana formil adalah hukum yang berisi aturan yang berkaiatan dangan tata
cara melaksanakan hukum pidana itu sendiri dalam tataran prakteknya. 52
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang ada dalam kaidah-kaidah/ pandanganpandangan nilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
yang pada akhirnya menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. 53 Penegakan hukum adalah proses mewujudkan keinginankeinginan hukum menjadi kenyataan. 54 Keinginan-keinginan hukum itu tertuang

dalam bentuk konkritnya yang dapat berupa pasal-pasal perundang-undangan.
Substansi hukum itu adalah isi dari hukum itu sendiri yang merupakan aturan

52

Satochid Kartanegara, Hukum pidana: Kumpulan Kuliah, (Balai Lektur Mahasiswa: bagian
satu, tanpa tahun), hal.1
53
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, ( Binacipta, Jakarta. 1983), hal. 13
54
Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hal. 24

Universitas Sumatera Utara

52

sebagaimana seharusnya (das sollen) ternyata kemudian dilanggar, maka pada saat
itu juga terwujudlah kenyataan alamiah yang merupakan peristiwa konkrit yang
diatur dan disebut (das sein). Penegakan hukum secara sederhana adalah sebuah
konkretisasi atau kenyataan aturan hukum dalam kehidupan bermasyarakat oleh

seluruh masyarakat itu sendiri.
Hukum itu berisi kenyataan normatif yaitu apa yang seyogianya dilakukan
(das sollen) dan bukan berisi kenyataan alamiah atau peristiwa konkrit (das sein). 55
Hans Kelsen menyatakan bahwa sejauh perkataan norma menunjukkan sebuah
preskipsi atau perintah bahwa sesuatu seharusnya ada atau terjadi, maka ekspresi
verbal dari padanya adalah sebuah pernyataan keharusan (ougth-sollent) yang
disuruhkan oleh tindakan kemauan. 56 Kenyataan normatif (das sollen) ini disebut
juga law in book (hukum tertulis) atau ius constitutum (karena sedang diberlakukan)
dan ketika terjadi pelanggaran atas das sollen dimaksud, saat itu juga maka norma itu
harus dioperasikan sehingga berada dala kondisi ius operatum atau hukum dalam
keadaan dilaksanakan, diterapkan atau ditegakkan.
A. Pengertian Barang Bukti dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
1. Pengertian Barang Bukti
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, barang bukti adalah benda yang
digunakan untuk meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara

55

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,( Liberty Yogyakarta 1999),


hal. 16
56

Hans Kelsen, alih bahasa oleh B. Arief Sidharta, Hukum dan Logika, (Alumni, Bandung
2006), hal.5.

Universitas Sumatera Utara

53

pidana Istilah barang bukti terdapat dalam Pasal 21 ayat (1), 45 ayat (2), dan 46
ayat (2) dan Pasal 181 KUHAP 57. Istilah barang bukti tersebut tidak terdapat
dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 KUHAP yang berisi tafsir otentik.
Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita bahwa barang bukti adalah hasil
serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan dan atau penggeledahan dan atau
pemeriksaan akurat untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan yang dituduhkan kepada seseorang. Jenis barang
bukti yang berhubungan dengan perkara pidana sudah diatur dalam KUHAP, dan
ditentukan


cara-cara

penggeledahan,

untuk

penyitaan,

memperoleh
dan

barang

pemeriksaan

bukti,

surat.


yaitu

Apabila

di

melalui
dalam

penggeledahan atau pemeriksaan surat terdapat barang-barang yang diperlukan
untuk pembuktian suatu tindak pidana, maka terhadap barang-barang yang
ditemukan tersebut dilakukan penyitaan.
Jenis barang bukti tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP
meliputi: 58
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari
tindak pidana;
b. Benda
yang
telah dipergunakan secara

langsung
untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana;
57
58

Pasal 181 KUHAP
Pasal 39 ayat (1) KUHAP

Universitas Sumatera Utara

54

d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan.
Persoalan yang terpenting dari setiap proses pidana adalah mengenai

pembuktian, karena dari jawaban atas persoalan inilah tertuduh akan dinyatakan
bersalah atau dibebaskan.34 Untuk kepentingan pembuktian tersebut maka kehadiran
benda-benda yang tersangkut dalam tindak pidana, sangat diperlukan. Benda-benda
yang dimaksudkan lazim dikenal dengan istilah barang bukti atau corpus delicti yakni
barang bukti kejahatan. Barang bukti itu mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses pidana. 59 Menurut Andi Hamzah barang bukti :
“ istilah barang barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai
mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik misalnya
pisau yang dipakai untuk menikam orang. Termasuk juga barang bukti ialah
hasil dari delik. Misalanya uang Negara yang dipakai (korupsi) untuk
membeli rumah pribadi, maka rumah pribadi tersebut merupakan barang bukti
atau hasil delik.” 60
Barang bukti yang bukan merupakan obyek, barang bukti atau hasil delik
tetapi dapat pula dijadikan barang bukti sepanjang barang bukti tersebut mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana misalnya uang yang dipakai korban pada
saat ia melakukan kejahatan korupsi bisa di jadikan barang bukti. Selanjutnya, benda
sitaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pidana, walaupun
semua aturan yang ada tidak ada satu pasalpun yang memberikan definisi atau
pengertian mengenai benda sitaan secara implicit (tersirat) ataupun secara nyata.
Walaupun demikian perlu diberi batasan bahwa benda sitaan yaitu benda yang

59
60

Moeljatno, Hukum Acara Pidana, Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum UGM, hal. 132.
Andi Hamzah, Kamus Hukum, ( Ghalia, Jakarta. 1986), hal.100.

Universitas Sumatera Utara

55

bergerak atau benda tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diambil alih
atau disimpan dalam penguasaan penyidik untuk kepentingan penyidik, penuntutan
dan pengadilan atau dengan kata lain yang dimaksud dengan benda sitaan adalah
barang atau benda sitaan hasil dari suatu penyitaan.
Benda sitaan menurut kamus bahasa Indonesia adalah benda adalah harta atau
barang yang berharga dan segala sesuatu yang berwujud atau berjasad. Sitaan berarti
perihal mengambil dan menahan barang-barang sebagiannya yang dilakukan menurut
putusan hakim atau oleh polisi. 61Pengertian benda sitaan erat sekali kaitannya dengan
barang bukti karena benda sitaan adalah barang bukti dari suatu perkara pidana yang
disita oleh aparat penegak hukum yang berwenang guna kepentingan pembuktian di

siding pengadilan. Istilah barang bukti dalam bahasa Belanda berarti “bewijsgoed” baik
dalam wetboek van strafrecht voor Indonesia, maupun dalam Het Herziene Inlandsch
Reglemen dan dalam peraturan perundang-undangan lainya. Barang bukti dalam hal ini

adalah barang-barang yang diperlukan sebagai alat bukti dapat diuraikan sebagai
berikut: terutama alat bukti seperti yang disebutkan dalam keterangan saksi atau
keterangan terdakwa. 62
Benda sitaan sebagai barang bukti menurut pemeliharaan yang tidak
terpisahkan dengan proses itu sendiri, status benda sitaan pada dasarnya tidak berbeda
dengan status seorang tersangka selama belum ada putusan yang mempunyai
kekuatan hukum yang pasti, maka benda sitaan masih merupakan milik tersangka
61
62

Ibid, hlm. 134.
SM. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri Jakarta, (Pradya Paramita, Jakarta. 1981),

hal. 98.

Universitas Sumatera Utara


56

atau mereka yang sedang berperkara. Sehingga benda sitaan harus dilindungi baik
terhadap kerusakan maupun terhadap pengunaan tanpa hak. 63
Namun menurut Soenarto Soerodibroto, istilah barang bukti dipergunakan
untuk memijak pada barang-barang yang disita berdasarkan Pasal 42 HIR yang
menurut tulisannya sebagai berikut: 64
“De met opsporen van misdrijven en overtredingen bekeste
ambtenanren,bacambten en bijzondere persone zijn wijders ge nouden om de
voorwerpen, welke to plegen van eeming misdrijf en tetval gemeen alle
zodanige zakewn, walke door middle van misdrif of overt reding zijn verkregin
voortge bracht of door voor in de plasts getreden, nate sporen en in beslang
tenamen zoder….
Dalam Perundang-undangan Negara Republik Indonesia Pasal 42 HIR
diterjemahkan “pengadilan atau pejabat dan orang-orang teristimewa yang
mewajibkan mengusut kejahatan dan pelanggaran selanjutnya harus mencari dan
merampas barang-barang yang dipakai.” 65 Dengan demikian, Benda Sitaan sebagai
Pidana Tambahan (Pasal 10 KUHP) bisa terjadi peralihan kepemilikan dari personal
ke negara. Penyitaan terhadap benda merupakan bagian dari pidana tambahan bagi

pelaku tindak pidana diantaranya adalah dengan perampasan barang-barang tertentu,
hal ini sangat jelas sekali diatur dalam Pasal 10 KUHP.
2. Pengertian Tindak Pidana

63

Heru Setiana, (Lapas Bojonegoro), “Rupbasan Tuntutan Reformasi Hukum”, Warta
Masyarakat., hal. 30.
64
Soenarto Seorodibroto, Apakah itu Barang Bukti ? Hukum dan Keadilan 1 dan 2, 1975,
hlm. 2-3.
65
Departamen Penerangan RI Kitab Himpunan Perundang-undangan Negara Republik
Indonesia Jilid I, 1962.

Universitas Sumatera Utara

57

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak
pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah
laku yang melanggar Undang-Undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang
dilarang oleh Undang-Undang harus dihindari dan barang siapa melanggarnya maka
akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu
yang harus ditaati oleh setiap warga negara wajib dicantumkan dalam UndangUndang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun
daerah.

66

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam UndangUndang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan
dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan
apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan
pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan. 67 Tindak pidana adalah
perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan
sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan

66

P.A.F. Lamintang Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. (PT. Citra Adityta Bakti.
Bandung. 1996). hal. 7.
67
Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.
2001. hlm. 22

Universitas Sumatera Utara

58

pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum. 68
Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana,
dalam garis besarnya perbedaan pendapat tersebut terbagi dalam dua aliran atau dua
pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan
monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk
adanya

pidana itu kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan

pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan
dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana
tidak meliputi pertanggungjawaban pidana. 69
Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini akan
disebutkan pendapat para sarjana berdasarkan pandangan mereka masing-masing
sehingga jelas letak perbedaannya.
. 1. Aliran Monistis
Menurut Simon, Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana
yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel mengatakan
bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam Undang-undang, yang
bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

68
69

P.A.F. Lamintang Op.cit. hlm. 16
Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, (Fakultas Hukum Unsoed. Purwokerto.Tahun. 1991,

Hal. 25

Universitas Sumatera Utara

59

Tindak pidana menurut E. Mezger adalah keseluruhan syarat untuk adanya
pidana. Menurut Karni, delik itu mengandung perbuatan yang mengandung
perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal
budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Dan menurut
definisi pendek Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti perbuatan yang
pelakunya dapat dikenakan pidana.
Jadi jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya “pemisahan antara
Criminal Act dan Criminal Responsibility”. 70
2. Aliran Dualistis
Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif, Strafbaarfeit adalah tidak
lain dari pada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, selanjutnya
menurut beliau bahwa menurut teori Strafbaarfeit itu adalah perbuatan yang bersifat
melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.
Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam
dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut. “Pandangan golongan
dualistis ini mengadakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan
sanksi ancaman pidana dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat”. 71
Penggolongan pandangan para sarjana tersebut diatas juga merupakan
penggolongan terhadap unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi dua yaitu:
1. Aliran Monistis

70
71

Ibid, hal 26
Ibid, hal 27-28

Universitas Sumatera Utara

60

Menurut pendapat D. Simons, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah:
a. Perbuatan manusia
b. Diancam dengan pidana
c. Melawan hukum
d. Dilakukan dengan kesalahan
e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab
Selanjutnya Simon menyebutkan adalah unsur objektif dan unsur subjektif.
Yang disebut sebagai unsur objektif adalah :
a. Perbuatan orang
b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu
c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu “
seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “Openbaar” atau “dimuka umum”.
Segi subjektif dari Strafbaarfeit adalah :
a. Orangnya mampu bertanggung jawab
b. Adalah kesalahan (dolus atau culpa) perbuatan harus dilakukan dengan
kesalahan.”
Menurut Van Hamel, “unsur-unsur Strafbaarfeit adalah :
a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang
b. Bersifat melawan hukum
c. Dilakukan dengan kesalahan

Universitas Sumatera Utara

61

d. Patut dipidana.” 72
Menurut E. Mezger, “unsur-unsur tindak pidana adalah :
a. Perbuatan dalam arti yang luar dari manusia
b. Sifat melawan hukum
c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang
d. Diancam dengan pidana.” 73
2. Aliran Dualistis
Menurut H.B. Vos, Strafbaarfeit hanya dirumuskan :
1. Kelakuan manusia
2. Diancam pidana dalam undang-undang
Kemudian menurut Moeljatno, perbuatan pidana memiliki unsur-unsur
sebagai berikut :
1. Perbuatan manusia
2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
3. Bersifat melawan hukum (syarat materil)
Syarat formil tersebut harus ada, hal ini disebabkan karena :
Adanya asas legalitas yang tersimpul dalam pasal 1 KUHP, syarat materil itu
harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat
sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan , oleh karena bertentangan
dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-

72
73

Ibid, hal 26
Ibid

Universitas Sumatera Utara

62

citakan oleh masyarakat itu, memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila
diikuti pendirian Moeljatno, 74
Maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan pidana
belaka atau disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung
jawab, jika seseorang melakukan tindak pidana kejahatan dan harus masuk ke dalam
persidangan untuk di adili dalam rangka mempertanggungjawabkan tindak pidana apa
yang telah diperbuatnya.
Hukum Acara Pidana akan memberi keterangan seperti rangkaian peraturan
hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan,
perkara-perkara kepidanaan dan bagimana cara menjatuhkan hukuman oleh Hakim,
jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan
sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi, dengan lain perkataan: Hukum
Acara Pidana ialah hukum yang mengatur tata cara bagaimana alat-alat negara
(Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) harus bertindak jika terjadi pelanggaran 75
Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana
berhak dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan menurut aturan-aturan
hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang itu diberikan segala jaminan
hukum yang telah ditentukan dan yang telah diperlukan untuk pembelaan.
Ruang lingkup kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan,
penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain. Perkara pidana ialah perkara tentang
74

Moeljatno,Perbuatan Pidana dan pertanggung jawaban dalam hukum Pidana. (Bina
Aksar.jakarta 1993). Hlm. 46.
75
Ibid hal 34

Universitas Sumatera Utara

63

pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan, umum, perbuatan mana di
ancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan.
Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, sebagai berikut:
a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain
kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku
III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan
hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku
ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam
perundang-undangan secara keseluruhan.
b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel
Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil
adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu
adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang
pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan
akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang
itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.
c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja
(dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak
pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai
berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang
lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan,
misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lainnya
seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.
d) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga
disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan
dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362
KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi
tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni, yaitu tindak pidana
yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur
perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan
552 KUHP. 76

76

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.
2001. hlm. 25-27

Universitas Sumatera Utara

64

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak Pidana
terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak Pidana
formil dan tindak Pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak
sengaja serta tindak Pidana aktif dan tindak Pidana pasif.
Unsur-unsur tindak Pidana adalah sebagai berikut:
a. Kelakuan dan akibat (perbuatan);
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan;
c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;
d. Unsur melawan hukum yang objektif ;
e. Unsur melawan hukum yang subyektif; 77
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas),
yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang
didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas
yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa
pertanggungjawaban Pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak
menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability)
kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku
tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan. 78
Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan
untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman masyarakat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan, memulihkan
keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, memasyarakatkan
77

Ibid. hlm. 30
Nawawi Arief,Barda . Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. Hal. 23
78

Universitas Sumatera Utara

65

terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan
membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan
kelalaian (culpa). Istilah kesengajaan atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai
opzet, adalah dari bahasa Indonesia yang berasal dari kata "sengaja", yang berarti
secara umum sebagai sesuatu yang memang disengaja atau benar-benar ditujukan
untuk itu. Pengertian kesengajaan ini tidak ditemukan rumusan-rumusan oleh Kitab
Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk itu hendaknya dikaji dari penjelasan
sejarah perundang- undangan (Memorie van Toe!killing), yang ternyata menerangkan
bahwa maksud daripada kesengajaan adalah "willens en weten", yang artinya
seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, harus menghendaki
(willen) perbuatan itu, serta harus menginsyafi (weten) akan akibat dari perbuatannya
itu". 79
Pengertian kesengajaan yang dirumuskan oleh Satochid Kartanegara, ialah
"Melaksanakan sesuatu perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat
atau bertindak. 80 Oleh Bambang Poernomo, dikemukakannya bahwa kesengajaan itu
secara alternatif dapat ditujukan kepada tiga elemen perbuatan pidana sehingga
terwujud kesengajaan terhadap perbuatan, kesengajaan terhadap akibat dan
kesengajaan terhadap hal ikhwal yang menyertai perbuatan pidana. 81

79

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta,
Tanpa Tahun.
80
Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Cetakan III, Jakarta, 1978
81
Satochid Kartanegara, Op.Cit. hal. 292.

Universitas Sumatera Utara

66

Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam,
yaitu sebagai berikut:
a. Kesengajaan yang bersifat tujuan (Opzet als Oogmerk)
Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat
dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai.
Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas
dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat
tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat
yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini.
b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian
Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan
untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar
bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.
c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan (Opzet hij Zekerheidsbewustzijn)
Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian
akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu
kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai kealpaan karena
merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya. 82
Unsur kesengajaan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan jalan melawan hukum. Syarat dari melawan hukum harus selalu
dihubungkan dengan alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan.
Sebagaimana diketahui arti melawan hukum menurut Sudarto ada tiga pendapat
yakni:
a) Bertentangan dengan hukum (Simons)
b) Bertentangan dengan hak (subjektif recht) dan orang lain (noyon)

82

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina
Aksara, Jakarta. 1993. hlm. 46

Universitas Sumatera Utara

67

c) Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak perlu bertentangan dengan
hukum (hoge road). 83
Pengertian melawan hukum menurut sifatnya, juga dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Melawan hukum yang bersifat formil yaitu suatu perbuatan itu bersifat
melawan hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan
sebagai delik dalam suatu undang-undang, sedangkan sifat hukumnya
perbuatan itu harus hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang.
Hukum pidana formil hukum yang berisi aturan yang berkaitan dengan
tata cara melaksanakan hukum pidana itu sendiri dalam tatarann
prakteknya. 84Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan
melawan hukum atau bertentangan dengan undang-undang (hukum
tertulis).
2. Melawan hukum yang bersifat materil yaitu suatu perbuatan itu melawan
hukum atau tidak, tidak hanya terdapat dalam undang-undang yang
tertulis saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang
tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata
masuk dalam rumusan dalik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan
undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis. 85
B. Pengertian Narkotika Dan Penggolongannya
1. Pengertian Narkotika
Istilah narkotika berasal dari bahasa Inggris, narcotics yang berarti obat bius,
yang sama artinya dengan kata narcosis dalam bahasa yunani yang artinya
menidurkan atau membius. Arti narkotika secara umum adalah zat yang dapat

83

Sudarto. Op-cit, hal. 51
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah, (Balai Lektur Mahasiswa: Bagian
satu, tanpa tahun), hal. 1
85
Ibid, hal. 47-48
84

Universitas Sumatera Utara

68

menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan, atau penglihatan karena zat
tersebut mempengaruhi susunan saraf pusat.86
Narkotika menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah sejenis zat yang bila
dipergunakan (dimasukkan dalam tubuh) akan membawa pengaruh terhadap tubuh si
pemakai, pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan
khayalan-khayalan (halusinasi). 87 Menurut Sudarto mengatakan bahwa: Perkataan
narkotika berasal dari perkataan Yunani "narke" yang berarti terbius sehingga tidak
merasakan apa-apa. Dalam Encyclopedia Amerika dapat dijumpai pengertian
narcotic sebagai a drug that dulls the senses, relieves pain induces sleep and can
produce addiction in varying degrees". Sedang "drug" diartikan sebagai: Chemical
agen that is used therapeutically to treat disease/morebroadly, drug maybe delined as
any chemical agent attecis living protoplasm: jadi narkotika merupakan suatu bahan
yang menimbulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya
Sesuai dengan pengertian pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotik. Pengertian narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan.

86

Satgas Luhpen Narkoba Mabes POLRI, Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya
Narkoba, Psikologis, Medis, Religius, Dit. Binmas POLRI, Jakarta, 2001, hal. 3
87
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum tentang Narkotika di Indonesia, (Karya Nusantara,
Bandung, ) 1990, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

69

Berdasarkan pengertian tersebut diatas hal yang sama dengan narkotika dan
psikotropika adalah bentuknya sama-sama berupa zat atau obat alamiah sintetis.
Perbedaannya pada narkotika ada yang berasal dari tanaman, sedang dalam
pengertian narkotika dan psikotropika tidak disebutkan demikian. Narkotika dan
psikotropika pengaruhnya tertuju pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas terhadap aktifitas mental dan perilaku. Sedang pada narkotika dalam
pengertiannya tidak menguraikan pengaruh seperti itu, tetapi langsung memberikan
hubungan kausalitas, bahwa narkotika dapat menurunkan kesadaran, hilangnya rasa
nyeri. Baik narkotika maupun psikotropika sama-sama menimbulkan akibat pada
ketergantungan. 88
2. Penggolongan Narkotika
Dalam Undang-undang Nomor. 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam pasal
6 ayat (1) disebutkan, bahwa narkotika digolongkan menjadi 3 golongan, antara lain :
1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam: a.
Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika
Golongan III.
2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat(1) untuk
pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan
merupakan bagian yang terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
88

Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, hal. 153.

Universitas Sumatera Utara

70

C. Analisa Penegakkan Hukum oleh Hakim Terhadap Barang Bukti Tindak
Pidana Narkotika dalam Putusan Hakim Di Pengadilan Negeri Balige
1. Putusan
Hakim
Pengadilan
155/Pid.Sus.2014/PN.BALIGE
a.

Negeri

Balige

Nomor

:

Kronologis
Pada hari rabu tanggal 05 Pebruari 2014 sekitar pukul 17 .00 wib atau

setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan pebruari 2014 bertempat di dalam
lokasi penebangan kayu di aek bombing TPL Simare-mare Kec. Habinsaran kab.
Toba Samosir atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih di dalam
daerah hukum Pengadilanan Negeri Balige “ Tanpa hak dalam melawan hukum
menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menajdi perantara dalam
jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika golongan I dilakukan dengan cara:
Pada Rabu tanggal 05 Pebruari 2014 ketika saksi Salmona Nababan dan
Saksi Yonedi Silalahi sedang melakukan Penyelidikan terhadap pelaku Narkotika
di wilayah hukum Polres Toba Samosir tepatnya di kec. Habinsaran, kemudian
saksi-saksi mendapat informasi dari seorang informan yang tepatnya dapat di
percaya bahwa terdakwa ada menyimpan Narkotika jenis Ganja di aek Bombong
TPL simare-mare kec. Habinsaran Kab. Toba Samosir, kemudian saksi- saksi
melaporkan hal tersebut kepada Kasat Narkoba polres Tobasa yang kemudian atas
perintah Kasat res Narkoba Polres tobasa, Saksi-saksi melakukan pencarian
terhadap informasi tersebut selanjutnya menemukan yang di duga tersangka
selanjutnya melakukan interogasi kepada tersangka dan menyuruh tersangka

Universitas Sumatera Utara

71

mengeluarkan dompetnya ternya di dalam dompet milik tersangka menemuka 1
(satu) bungkus ganja besar seberat 1 (satu) ons di taksir seharga Rp.300.000 (tiga
ratus ribu rupiah)
b. Dakwaan 89
Dakwaan Kesatu : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal
114 ayat (1)

90

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika, Dakwaan

Kedua Pasal 111 ayat (1) 91 Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika;
c. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum 92
1. Menyatakan terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak, terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak dan melawan
hukum

menanam,

memelihara,

memiliki,

menyimpan,

menguasai,

atau

menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman” sebagaiamana diatur
dan diancam dalam pasal 111 ayat (1) Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang
Nakotika dalam dakwaan kedua;

89

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di
persidangan dilakukan, Dakwaan selain berisikan indentitas terdakwa, juga memuat uraian tindak
pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Dakwaan yang
dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang dibacakan di depan siding pengadilan.
90
Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan I, di pidana penjara seumur hidup atau di pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000.-(satu milyar rupiah) dan
paling banyak Rp.10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah).
91
Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, di pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000.(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.- (delapan milyar Rupiah).
92
Surat Tuntutan No.reg.Perkara PDM-04/Blg/Tpul/01/2014 tgl 24 Maret 2014

Universitas Sumatera Utara

72

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar
Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) subsidair selama 6 (enam) bulan
kurungan;
3. Menetapkan barang bukti berupa :
-

1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di
bungkus dengan kertas warna hijau;

-

5 (lima) lembar kertas tiktak;
Masing-masing di rampas untuk dimusnahkan;

4.

Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp.2.000.- (dua ribu rupiah)
d. Fakta-fakta Hukum
Dalam membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum menghadirkan
saksi-saksi yang di dengar keterangannya di bawah sumpah yaitu :
1. Saksi I. Salmon Nababan
Terdakwa maruli Tua Simanjuntak di tangkap pada hari rabu tanggal 5
Pebruari 2014 sekitar pukul 17.00 wib bertempat di tempat kerjanya terdakwa di
Aek Bombong TPL simare kecamatan Habinsaran kab. Toba Samosir di dalam
lokasi penebangan kayu menemukan 1 (satu) bungkus kecil ganja kering dengan
kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak yang di simpan di dalam dompet
terdakwa;
2. Saksi II. Yonedi Silalahi

Universitas Sumatera Utara

73

Saksi bersama saksi Salmon Nababab melakukan penangkapan setelah
sebelumnya melakukan penyelidikan selanjutnya atas perintah Kasat res Narkoba
supaya melakukan penangkapan orang yang dimaksud tersebut setelah sebelumnya
mendapat informasi dari informan kemudian Terdakwa maruli Tua Simanjuntak di
tangkap pada hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 17.00 wib bertempat
di tempat kerjanya terdakwa di Aek Bombong TPL simare kecamatan Habinsaran
kab. Toba Samosir di dalam lokasi penebangan kayu

menemukan 1 (satu)

bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak
yang di simpan di dalam dompet terdakwa;
e. Pertimbangan hakim
Menimbang bahwa terhadap Barang bukti : 1 (satu) bungkus kecil ganja
kering dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak, di pertimbangkan
sebagai berikut :
Menimbang bahwa pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun
2009 tentang Narkotika menjelaskan Bahwa “ Narkotika, Prekusor Narkotika dan
alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor
Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya
dinyatakan di rampas untuk Negara;
Menimbang bahwa dimuka persidangan telah terbukti bahwa 1 (satu)
bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak
adalah alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika yang
merupakan milik terdakwa dan berdasarkan fakta hukum di persidangan bahwa

Universitas Sumatera Utara

74

barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, maka mengacu
kepada ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang
Narkotika tersebut, Majelis hakim dalam amarnya menetapkan bahwa seluruh
barang bukti dalam perkara di nyatakan di rampas untuk Negara.
f. Putusan hakim
7. Menyatakan terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak, terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak menyimpan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”
8. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar
Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut
tidak di bayar dig anti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;
9.

Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di

kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;
10. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
11. Menetapkan barang bukti berupa :
-

1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus
dengan kertas warna hijau;

-

5 (lima) lembar kertas tiktak;

Masing-masing di rampas untuk Negara;
12. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp.5.000.- (lima ribu rupiah);

Universitas Sumatera Utara

75

g. Analisa Kasus
Putusan hakim yang menetapkan barang bukti berupa 1 (satu) bungkus
kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau, 5 (lima)
lembar kertas tiktak masing-masing di rampas untuk Negara, hal tersebut menurut
teori pembuktian menurut undang-undang Negatif (Negatief Wettelijk bewijs
theorie) yang mana hakim hanya boleh menjatuhkan pidana bila sedikitnya telah
terdapat alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang dan di tambah
dengan Keyakinan Hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap putusan hakim Pengadilan
Negeri Balige yang dalam pertimbangan untuk barang bukti Narkotika
menyatakan di Rampas untuk Negara bertentangan dengan teori kepastian hukum
yang mengacu pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang menerangkan “Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang
yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau
yang mengangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di
rampas untuk Negara” 93 sementara berdasarkan fakta hukum dalam persidangan,
bahwa barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, sementara
dalam pertimbangan hakim tersebut mengacu ketentuan pasal 101 ayat (1)

93

Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Universitas Sumatera Utara

76

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan seluruh
barang bukti dalam perkara a qua dinyatakan di rampas untuk Negara.
Menurut

peneliti

bahwa

Putusan

Majelis

Hakim

yang

dalam

pertimbangan bahwa terhadap Barang bukti : 1 (satu) bungkus kecil ganja kering
dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak di Rampas untuk Negara
telah bertentangan dengan pasal 45 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum acara
Pidana (KUHAP) yang menerangkan : “ Benda sitaan yang bersifat terlarang atau
dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dirampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan”
Menurut peneliti tujuan hukum semata-mata untuk menciptakan kepastian
hukum, di kaitkan dengan Putusan Hakim Pengadilan Negeri yang memutuskan
barang bukti 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan
kertas warna hijau, 5 (lima) lembar kertas tiktak masing-masing di rampas untuk
Negara, yang merupakan barang benda yang sifatnya terlarang atau dilarang untuk
diedarkan sebagiamana dalam pertimbangan Hakim bahwa yang dimaksud dengan
Narkotika golongan I (satu) adalah termasuk di dalamnya Ganja (Cannabis sativa)
yang dalam daftar Lampiran undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2009 Tentang Narkotika berada pada urut nomor 8 (delapan) maka akan
menimbulkan ketidak pastian hukum dimasyarakat menganai status barang bukti
Narkotika tersebut.
2.

Putusan
Hakim
Pengadilan
156/Pid.Sus.2014/PN.BALIGE

Negeri

Balige

Nomor

:

Universitas Sumatera Utara

77

a. Kronologis
Hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 13.00 wib ketika saksi
Salmon Nababan dan sasksi Yonedi Silalahi sedang melakukan Penyelidikan
terhadap pelaku Narkotika di wilayah hukum Polres Toba Samosir tepatnya di kec.
Habinsaran, kemudian saksi-saksi mendapat informasi dari seorang informan yang
tepatnya dapat di percaya bahwa terdakwa ada menyimpan Narkotika jenis Ganja
di desa raja Oppu Hutapea Kec. Laguboti Kab. Toba Samosir,
Kemudian atas informasi tersebut saksi Salmon Nababan dan sasksi
Yonedi Silalahi melaporkan hal tersebut kepada Kasat Narkoba polres Tobasa
yang kemudian atas perintah Kasat Res Narkoba Polres tobasa, saksi Salmon
Nababan dan sasksi Yonedi Silalahi melakukan pencarian terhadap informasi
tersebut selanjutnya menemukan yang di duga tersangka selanjutnya menemukan
tersangka kemudian saksi Salmon Nababan dan sasksi Yonedi Silalahi melakukan
interogasi kepada tersangka dengan di damping Kepala desa melakukan
penggeledahan di rumah terdakwa dan diatas pintu depan rumah terdakwa saksi
Salmon Nababan menemukan 1 (satu) bungkus dan di dalam kamar mandi di
temukan 2 (dua) bungkus Narkotika jenis ganja, selanjutnya tersangka di bawa ke
Polres Tobasa untuk pemeriksaan lebih Lanjut
b. Dakwaan 94

94

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan
di persidangan dilakukan, Dakwaan selain berisikan indentitas terdakwa, juga memuat uraian tindak
pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Dakwaan yang
dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang dibacakan di depan sidang pengadilan

Universitas Sumatera Utara

78

Dakwaan Kesatu : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 114
ayat (1)

95

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika, Dakwaan Kedua

Pasal 111 ayat (1)

96

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika atau

Dakwaan ketiga pasal 127 ayat (1) huruf “a”

97

Undang-Undang No.35 tahun 2009

tentang Nakotika;
c. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
1. Menyatakan terdakwa Rozali terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak dan melawan hokum menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Narkotika

Golongan I dalam bentuk tanaman” sebagaiamana diatur dan diancam dalam pasal
111 ayat (1) Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika dalam dakwaan
kedua;
2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Rozali oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.(delapan ratus juta rupiah) subsidair selama 6 (enam) bulan kurungan;

95

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan I, di pidana penjara seumur hidup atau di pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000.-(satu milyar rupiah) dan
paling banyak Rp.10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah)
96
Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, di pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000.(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.- (delapan milyar Rupiah).
97
Setiap penyalah guna narkotika golongan I bagi diri sendiri di pidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Universitas Sumatera Utara

79

3. Menetapkan barang bukti berupa :
-

1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus
dengan kertas warna hijau;

-

5 (lima) lembar kertas tiktak;
Masing-masing di rampas untuk dimusnahkan;

4. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.2.000.- (dua ribu rupiah)
d. Fakta-fakta Hukum
Dalam membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum menghadirkan
saksi-saksi yang di dengar keterangannya di bawah sumpah yaitu :
1.

Saksi I. Salmon Nababan
Menerangkan bahwa saksi melakukan penangkapan bersama teman-teman

dari satuan Res Narkoba Polres Tobasa berdasarkan informasi masyarakat,
kemudian saksi melaporkan informasi tersebut kepda atasan saksi Kasat Res
Narkoba dan atas perintah supaya melakukan penyelidikan atas informasi tersebut
selanjutnya saksi bersama saksi lain dari Polres Narkoba menangkat tersangka
yang mengaku bernama Rozali pada hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar
pukul 14.00 wib bertempat di depan rumah tersangka selanjutnya melakukan
penggeledahan di temukan Narkotika jenis ganja;
2.

Saksi II. Yonedi Silalahi
Saksi bersama saksi Salmon Nababan melakukan penangkapan setelah

sebelumnya melakukan penyelidikan selanjutnya atas perintah Kasat res Narkoba

Universitas Sumatera Utara

80

supaya melakukan penangkapan orang yang dimaksud tersebut setelah sebelumnya
mendapat informasi dari informan kemudian tersangka Rozali pada hari rabu
tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 14.00 wib bertempat di depan rumah
tersangka selanjutnya melakukan penggeledahan di temukan Narkotika jenis
ganja;
e.

Pertimbangan hakim
Menimbang bahwa terhadap Barang bukti : 3 (tiga) bungkus kecil ganja

kering di bungkus kertas koran, di pertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang bahwa pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun
2009 tentang Narkotika menjelaskan Bahwa “ Narkotika, Prekusor Narkotika dan
alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor
Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya
dinyatakan di rampas untuk Negara;
Menimbang bahwa dimuka persidangan telah terbukti 3 (tiga) bungkus
kecil ganja kering di bungkus kertas koran adalah alat atau barang yang digunakan
di dalam tindak pidana Narkotika yang merupakan milik terdakwa dan
berdasarkan fakta hukum di persidangan bahwa barang bukti tersebut berhubungan
langsung sebagai Narkotika, maka mengacu kepada ketentuan pasal 101 ayat (1)
Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, Majelis hakim
dalam amarnya menetapkan bahwa seluruh barang bukti dalam perkara di
nyatakan di rampas untuk Negara.
f. Putusan hakim

Universitas Sumatera Utara

81

1.

Menyatakan terdakwa Rozali, terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak menyimpan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman”
2.

Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Rozali oleh karena itu dengan

pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.(delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak di bayar dig
anti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;
3.

Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di

kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;
4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
- 3 (tiga) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus
kertas koran;
Masing-masing di rampas untuk Negara;
6.

Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp.5.000.- (lima ribu rupiah);
g.

Analisa Kasus
Putusan hakim yang menetapkan barang bukti berupa 3 (tiga) bungkus

kecil ganja kering di bungkus kertas koran masing-masing di rampas untuk Negara,
hal tersebut menurut teori pembuktian menurut undang-undang Negatif (Negatief
Wettelijk bewijs theorie) yang mana hakim hanya boleh menjatuhkan pidana bila

Universitas Sumatera Utara

82

sedikitnya telah terdapat alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang dan di
tambah dengan Keyakinan Hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan dalam putusan hakim Pengadilan Negeri
Balige yang dalam pertimbangan untuk barang bukti Narkotika menyatakan di
Rampas untuk Negara bertentangan dengan teori kepastian hukum yang mengacu
pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
menerangkan “Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di
dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang mengangkut
Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara”
98

sementara berdasarkan fakta hukum dalam persidangan, bahwa barang bukti

tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, sementara dalam pertimbangan
hakim tersebut mengacu ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan seluruh barang bukti dalam perkara a qua
dinyatakan di rampas untuk Negara.
Terhadap Putusan Majelis Hakim yang dalam pertimbangan bahwa
terhadap Barang bukti : 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran
di Rampas untuk Negara telah bertentangan dengan pasal 45 ayat (4) Kitab Undangundang Hukum acara Pidana (KUHAP) yang menerangkan :“ Benda sitaan yang
bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan

98

Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Universitas Sumatera Utara

83

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk kepentingan Negara atau
dimusnahkan”
Tujuan hukum semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, di kaitkan
dengan Putusan Hakim Pengadilan Negeri yang memutuskan barang bukti 1 (satu)
bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau, 5
(lima) lembar kertas tiktak 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas
koran masing-masing di rampas untuk Negara, yang merupakan barang benda yang
sifatnya terlarang atau dilarang untuk diedarkan sebagiamana dalam pertimbangan
Hakim bahwa yang