Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1. Varietas Padi
Varietas merupakan salah satu komponen teknologi penting yang
mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan pendapatan
usahatani padi. Komponen teknologi ini sangat berperan dalam mengubah sistem
usahatani padi, dari subsistem menjadi usahatani padi komersial. Berbagai
varietas unggul padi tersedia dan dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah,
preferensi petani, dan kebutuhan pasar (Balitbang, 2011).
Badan Litbang Pertanian telah melepas lebih dari 200 varietas padi sejak
tahun 1930-an. Varietas yang dilepas mempunyai karakteristik yang beragam,
baik yang mempunyai umur genjah, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama dan
penyakit tertentu, dan karakter unggul lainnya. Lebih dari 90% areal persawahan
di Indonesia telah ditanami varietas unggul baru (VUB) yang dihasilkan oleh
Badan Litbang Pertanian. Beberapa VUB yang tidak asing bagi masyarakat
seperti : IR64, Ciherang, Cibogo, Cigeulis, dan Ciliwung, merupakan yang paling
banyak ditanam di Indonesia. Perkembangan VUB terus berlanjut, karena

kegiatan pemuliaan (menghasilkan varietas) selalu dilakukan. Kegiatan pemuliaan
padi tidak akan kehabisan materi untuk melakukan perbaikan ataupun
meningkatkan potensi varietas yang ada. Terbukti di tahun 2011, VUB yang
dilepas mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya terutama pada jenis padi
sawah irigasi dan padi hibrida. Setiap varietas yang dilepas mempunyai
keunggulan dan karakteristik yang beragam (Tabel 3 dan 4).

Universitas Sumatera Utara

9

Tabel 3. Deskripsi Padi Inbrida Tahan HDB yang dilepas Tahun 2011.
Deskripsi Varietas

Varietas
Umur

Tinggi

Jumlah

anakan
produktif

Potensi
Hasil

Ratarata
Hasil

Tekstur
nasi

Bentuk
beras

Ketahanan OPT

Inpari 14
Pakuan


113 hari

103 cm

17

8,2 t/ha

6,6 t/ha

Pulen

Ramping

Agak tahan Hawar Daun Bakteri
(HDB)/kresek patotipe III, agak tahan
blas ras 033
dan 133

Inpari 15

Parahyangan

117 hari

105 cm

15

7,5 t/ha

6,1 t/ha

Pulen

Ramping

Agak tahan terhadap wereng cokelat
biotipe 1, agak tahan HDB patotipe III,
tahan blas ras
033, agak tahan ras 133


Inpari 16
Pasundan

118 hari

102 cm

17

7,6 t/ha

6,3 t/ha

Pulen

Ramping

Tahan HDB patotipe III
Tahan blas ras 033, agak tahan

ras 073

Inpari 17

111 hari

105 cm

18

7,9 t/ha

6,2 t/ha

Pera

Ramping

Agak tahan wereng cokelat 1 dan 2, tahan
HDB patotipe III, IV dan VII, serta tahan

blas ras
033 dan 133

Inpari 18

102 hari

93 cm

15

9,5 t/ha

6,7 t/ha

Pulen

Ramping

Tahan wereng cokelat biotipe 1 dan 2,

agak tahan biotipe 3
Tahan HDB patotipe III, agak tahan
patotipe IV

Inpari 19

104 hari

102 cm

15

9,5 t/ha

6,7 t/ha

Pulen

Ramping


Tahan wereng cokelat biotipe 1 dan 2,
agak tahan biotipe 3
Tahan HDB patotipe III, agak tahan
patotipe IV

Inpari 20

104 hari

102 cm

15

8,8 t/ha

6,4 t/ha

Pulen

Ramping


Agak tahan wereng cokelat biotipe 1,
tahan HDB patotipe III, agak tahan blas
ras 033

Ciherang

116-125 hari

107-115
cm

14-17

8,5 t/ha

6 t/ha

Pulen


Ramping

Tahan wereng cokelat biotipe
2, agak tahan biotipe 3. Tahan
HDB patotipe III.

Sumber: SK Mentan 2011 dan Deskripsi Varietas Padi (BB Padi), Tahun 2011.

Universitas Sumatera Utara

10

Tabel 4. Deskripsi Padi Hibrida Berumur Genjah Dan Produktivitas Tinggi
Yang Dilepas Tahun 2011.
Deskripsi Varietas

Varietas
Umur

Tinggi

Jumlah
anakan
produktif

Potensi Hasil

Ratarata
Hasil

Tekstur
nasi

Bentuk
beras

Ketahanan OPT

Agak tahan wereng cokelat
biotipe 2 dan
3. Agak tahan HDB
patotipe III.

Hipa 12 SBU

105 hari

104,4 cm

15

MK 10,5 t/ha
MH 8,9 t/ha

Hipa 13

105 hari

105 cm

14

MK 10,5 t/ha
MH 9,4 t/ha

7,7 t/ha

Pulen

Ramping

Agak tahan wereng cokelat
biotipe 2.

Hipa 14 SBU

112 hari

112 cm

16

MK 12,1 t/ha
MH 11,8 t/ha

8,4 t/ha

Pulen

Ramping

Agak tahan wereng cokelat
biotipe 2 dan agak tahan
HDB patotipe III

Hipa Jatim 1

119 hari

117,2 cm

16

MK 10 t/ha
MH 9,7 t/ha

8,2 t/ha

Pulen

Ramping

Agak rentan terhadap
HDB patotipe III

Hipa Jatim 2

119 hari

116 cm

16

MK 10,9 t/ha
MH 10,7 t/ha

9,3 t/ha

Pulen

Ramping

Agak tahan HDB
patotipe III

Hipa Jatim 3

117 hari

109,4 cm

16

MK 10,7 t/ha
MH 10 t/ha

8,5 t/ha

Pulen

Ramping

Agak rentan terhadap
HDB patotipe III

Hipa 8

110-122
hari

120-130
cm

14-18

10,4 t/ha

7,5 t/ha

Pulen

Ramping

Agak tahan terhadap
HDB patotipe VIII

Ciherang

116-125
hari

107-115
cm

14-17

8,5 t/ha

6 t/ha

Pulen

Ramping

Tahan wereng cokelat biotipe
2, agak tahan biotipe 3. Tahan
HDB patotipe III.

7,7 t/ha

Pulen

Ramping

Sumber: SK Mentan 2011 dan Deskripsi Varietas Padi (BB Padi), Tahun 2011.
Padi Inbrida Tahan Hawar Daun Bakteri (HDB)
Sejak tahun 2008, penamaan padi sawah irigasi sudah tidak lagi
menggunakan nama sungai, melainkan dengan menggunakan singkatan Inpari
(Inbrida Padi Irigasi). Hingga tahun 2009, telah dikenal Inpari 1 hingga Inpari 13.
Inovasi terus berlanjut, varietas padi sawah irigasi dilepas lagi pada tahun 2011

Universitas Sumatera Utara

11

yaitu : Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Parahyangan, Inpari 16 Pasundan, Inpari 17,
Inpari 18, Inpari 19, dan Inpari 20. Dalam Tabel 3, dapat dilihat bagaimana
deskripsi dari masing-masing varietas tahan HDB. Berdasarkan deskripsi tersebut,
terlihat bahwa sebagian besar varietas padi irigasi yang dilepas mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan varietas yang telah dilepas sebelumnya yaitu
Ciherang. Keunggulannya seperti: tahan terhadap penyakit HDB (kresek),
mempunyai potensi hasil yang tinggi (kisaran 8-9 ton/ha), mempunyai rasa nasi
yang pulen, dan sangat sesuai untuk dikembangkan dilahan sawah irigasi dataran
rendah.
Padi Hibrida Berumur Genjah dan Produktivitas Tinggi
Padi hibrida yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, merupakan
varietas yang adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia
dengan nilai heterosis daya hasil 15–20% lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas padi inbrida. Saat ini, para pemulia di BB Padi di bawah koordinator
Dr. Satoto, telah merakit padi hibrida yang memiliki karakter yang unggul di
tahun 2011. Deskripsi hibrida padi (Hipa) beserta keunggulannya dapat dilihat
pada Tabel 3.
2.1.2 Teori Produksi
Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat
dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau
masukan yang juga disebut faktor-faktor produksi menjadi keluaran (output)
sehingga nilai barang tersebut bertambah. Beberapa faktor produksi atau input

Universitas Sumatera Utara

12

yang digunakan akan menghasilkan output (keluaran). Jumlah output juga
dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan. Hubungan antara jumlah penggunaan
input dan jumlah output yang dihasilkan, dengan teknologi tertentu, disebut fungsi
produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan
hubungan antara tingkat (dan kombinasi) penggunaan input dan tingkat output
per satuan waktu (Soeratno, 2000).
Pada model ini, hubungan antara input dan output disusun dalam fungsi
produksi (production function) yang berbentuk (Nicholson, 2002) :
q = f (K,L,M,...)
Di mana q mewakili output barang-barang tertentu selama satu periode, K
mewakili mesin (yaitu, modal) yang digunakan selama periode tersebut, L
mewakili input jam tenaga kerja, dan M mewakili bahan mentah yang digunakan.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Usahatani
Ilmu usahtani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan
efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya
yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan
sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan
(input) (Soekartawi, 1995).
Soekartawi (1989) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor
produksi (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

13

Namun bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang
sangat

penting.

Efisiensi

teknis

akan

tercapai

bila

petani

mampu

mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi dapat
tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninya dikatakan
bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh
dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga
relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana
produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan
efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.
Menurut Herlambang (2001) Faktor produksi adalah input yang digunakan
untuk menghasilkan barang- barang, dalam hal ini pengertian faktor produksi
adalah semua pengorbanan yang diberikan ke tanaman agar tanaman tersebut
mampu tumbuh dan menghasilkan produk pertanian yang baik. Faktor produksi
memang sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh.
Pada dasarnya

usahatani

padi memiliki dua faktor yang akan

mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internal penggunaan lahan,
tenaga kerja dan modal serta faktor-faktor eksternal yang meliputi faktor
produksi yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca, perubahan
harga dan sebagainya.
1. Tanah
Tanah memiliki beberapa sifat antara lain : (1) luas relatif tetap atau
dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan dan
atau

diperjualbelikan.

Dalam

usahatani,

lahan

didefinisikan

sebagai

tempat produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan dan luas

Universitas Sumatera Utara

14

lahan mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi.
Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan caracara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani
sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam-macam, karena ia tidak
dapat memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling menguntungkan.
2. Tenaga Kerja
Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumber daya
manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang
atau jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang
sanggup menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Dalam

usahatani

primitif,

alam

memegang

peranan

utama

sebagai penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani,
alam

dan tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi

usahatani. Adapun sifat pekerjaan

dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan

dalam usahatani sifatnya tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja
tergantung dari jenis tanaman, waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak
terdapat spesialis pekerjaan, sehingga seorang petani harus mengetahui tahap
pekerjaan dari awal sampai akhir hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam
usahatani terdapat ikatan yang erat antar pekerjaan yang diupah dengan petani
sebagai pelaksana.
Jenis tenaga kerja dalam usahatani meliputi tenaga kerja manusia,
ternak dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria,
wanita dan anak-anak.

Tenaga

kerja pria biasanya

dapat

mengerjakan

Universitas Sumatera Utara

15

seluruh pekerjaan. Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam,
memelihara tanaman/menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak
digunakan untuk menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan
yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan
hewan. Kemampuan kerja dari masing-masing tenaga kerja ini diperhitungkan
dengan setara kerja pria atau Hari Orang Kerja (HOK).
Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar
keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan,
dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah
dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan
borongan. Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil
panen. Tenaga kerja

dalam

keluarga

umumnya

tidak

diperhitungkan

karena sulit dalam pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini
lebih banyak digunakan pada petani yang menggarap lahan sempit.
Hernanto (1993) menyatakan bahwa satuan tenaga kerja dalam usahatani
dibedakan atas:
 Hari kerja pria (HKP) tenaga yang dikeluarkan satu pria dewasa per hari
dalam kegiatan usahatani. Tenaga kerja pria dengan usia ≥15 tahun bekerja
selama 8 jam/hari = 1 HKP
 Hari kerja wanita (HKW) adalah tenaga yang dikeluarkan oleh satu wanita
dewasa per hari dalam kegiatan usahatani. Tenaga kerja wanita dewasa
dengan usia ≥15 tahun bekerja selama 8 jam/hari = 0,8 HKP
 Hari kerja anak (HKA) adalah tenaga yang dikeluarkan oleh seorang anak per
hari yang nilainya = 0,5 HKP.

Universitas Sumatera Utara

16

 Hari kerja ternak (HKT) adalah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh satu ekor
hewan ternak (kerbau, lembu/sapi) per hari yang nilainya setara dengan 5
HKP.
 Hari kerja mesin (HKM) adalah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh satu unit
mesin yang setara denagn 25 HKP per hari penggunaannya dalam kegiatan
usahatani.
3. Modal
Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian
ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barangbarang baru, yaitu berupa produksi pertanian.
Menurut

Hernanto (1993) dalam usahatani

modal meliputi tanah,

bangunan-bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik dan lain-lain), alatalat pertanian (traktor, luku, garu, spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain),
tanaman, ternak, sarana produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obat- obatan) dan uang
tunai.
Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Modal tetap
(fixed capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode
produksi atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal
tetap ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital),
yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai habis dalam satu periode
proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat pertanian, bibit,
pupuk, obat-obatan dan uang tunai.

Universitas Sumatera Utara

17

4. Teknologi
Dalam

pengertian sederhana,

kemajuan teknologi terjadi karena

ditemukannya cara-cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam
menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti pekerjaan menanam dan lain
sebagainya.
2.2.1.1 Analisis Usahatani
Menurut Soekartawi (1995) perlunya analisis usahatani memang bukan
untuk kepentingan petani saja tetapi juga untuk para penyuluh pertanian seperti
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Penyuluh Pertanian Madya (PPM), dan
Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS), para mahasiswa atau pihak-pihak lain yang
berkepentingan untuk melakukan analisis usahatani. Dalam melakukan analisis
usahatani ini, seseorang dapat melakukannya menurut kepentingan untuk apa
analisis usahatani yang dilakukannya. Dalam banyak pengalaman analisis
usahatani yang dilakukan oleh petani atau produsen memang dimaksudkan untuk
tujuan mengetahui atau meneliti:
a. Keunggulan kompratif (comparative advantage)
b. Kenaikan hasil yang semakin menurun (law of deminishing returns)
c. Substitusi (substitutution effect)
d. Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure)
e. Biaya yang diluangkan (opportunity cost)
f. Pemilikan cabang usaha (macam tanaman lain apa yang dapat diusahakan), dan
g. Baku-timbang tujuan (goal trade-off).

Universitas Sumatera Utara

18

2.2.1.2. Biaya Usahatani
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya
tetap (fixed cost); dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini
umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap , dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap
ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya
pajak. Biaya untuk pajak akan tetap dibayar walaupun hasil usahatani itu besar
atau gagal sekalipun. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya
didefenisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh (Soekartawi, 1995).
2.2.1.3. Analisis Pendapatan
Menurut Soekartawi, dkk (1986) Pendapatan usahatani merupakan selisih
biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Besarnya pendapatan
yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja
keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota
keluarga. Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu
untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar
dapat melanjutkan kegiatannya.
memenuhi

Pendapatan

ini

akan

digunakan

untuk

kebutuhan- kebutuhan dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian

pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan.
Soekartawi (1995), menyatakan pendapatan usahatani adalah selisih
antara penerimaan dan semua biaya, dimana penerimaan usahatani dalah perkalian
antara produksi dan harga jual, sedangkan biaya adalah semua pengeluaran yang

Universitas Sumatera Utara

19

digunakan dalam suatu usahatani. Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut :

π =TR – TC

Keterangan :
Π

= Pendapatan (Rp)

TR (Total Revenue)

= Total Penerimaan (Rp)

TC (Total Cost )

= Total Biaya (Rp)

Total biaya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
TC = FC + VC
Keterangan :
TC (Total Cost)

= Total Biaya (Rp)

FC (Fixed Cost)

= Biaya Tetap (Rp)

VC (Variabel Cost)

= Biaya Variabel (Rp)

Penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
TR = Q . P
Keterangan :
TR (Total Revenue)

= Total Penerimaan (Rp)

Q (Quantity)

= Jumlah Produk (Kg)

P (Price)

= Harga Produk (Rp)

Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur
apakah usahataninya pada saat itu menguntungkan atau tidak menguntungkan.
Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya
angkutan dan biaya administrasi

yang mungkin melekat pada pembelian

Universitas Sumatera Utara

20

tersebut.
b. Cukup

untuk

membayar

bunga

modal

yang

ditanamkan

(termasuk

pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal).
c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk
upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.
2.2.1.4. Analisis Profitabilitas
Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak
(analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya. Salah satu ukuran
efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost
ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai
dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai
penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C rasio, menunjukkan
semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi
maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik (Soeharjo dan Patong, 1977).
Soekartawi (1995), analisis R/C yang dikenal dengan perbandingan antara
total penerimaan dan total biaya, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a = R/C
Keterangan :
a

= Perbandingan antara Penerimaan dengan biaya

TR (Total Revenue)

= Total Penerimaan (Rp)

TC (Total Cost)

= Total Biaya (Rp) Dengan kriteria :

Jika a > 1 , maka usahatani layak untuk diusahakan
Jika a < 1 , maka usahatani tidak layak untuk diusahakan

Universitas Sumatera Utara

21

Jika a = 1 , maka usahatani tidak untung dan tidak rugi
2.2.2. Jarak Tanam
Jarak tanam berpengaruh terhadap produksi dan efesiensi usahatani padi
sawah. Jarak tanam yang lebih rapat akan meningkatkan biaya tanam dan tanaman
mudah rebah. Sebaliknya, jarak tanam yang lebih lebar akan menurunkan
produksi karena berkurangnya populasi tanaman (Laporan Hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Optimasi Padi Sawah di Lahan Irigasi Sumut).
Sistem tanam legowo juga mulai dikenal dan diterapkan oleh petani.
Hal ini disebabkan selain meningkatkan produksi, sistem tanam legowo
memiliki banyak kelebihan antara lain pemeliharaan tanaman, pemupukan dan
penyemprotan menjadi lebih mudah dilaksanakan. Keuntungan sistem tanam
jajar legowo lainnya adalah semua barisan rumpun tanaman berada pada
bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman
pinggir), mudah dalam pengendalian HPT, menyediakan ruang kosong untuk
pengaturan air dan saluran pengumpul keong mas dan rumput padi yang telah
disiang, serta penggunaan pupuk lebih berdaya guna (BPTP Sumut, 2013).
Direkomendasikan menanam bibit per rumpun lebih sedikit. bibit yang
ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Lebih banyak jumlah bibit per
rumpun, lebih tinggi kompetisi antar bibit (tanaman) dalam satu rumpun.
Jarak tanam yang digunakan pada model legowo 2:1 adalah 40x20x10 cm.
Cara tanam berselang seling 2 baris dan 1 baris kosong (BPTP Sumut, 2013).
Sistem tanam Legowo 4:1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan
kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir
mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan

Universitas Sumatera Utara

22

demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan
dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan
kosong). Sistem tanam Legowo pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan
produksi yang diperoleh melalui peningkatan populasi tanaman di bagian pinggir
barisan paling luar pertanaman (tiap empat baris). Dengan dirapatkannya
jarak tanam dalam barisan menjadi 10 cm dibanding sistem tegel 20 cm maka
populasi tanaman pada sistem Legowo 4:1 adalah 400.000 rumpun/ha atau 60%
lebih tinggi dibanding sistem tegel 20x20 cm yang populasinya hanya 250.000
rumpun/ha. Sistem tanam tegel memiliki jarak tanam yang sama setiap tanaman.

Gambar 1. Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 dan Sistem Tanam Jajar
Legowo 4:1 dan Sistem Tanam Jajar Tegel
Hasil pengkajian Pujihartati dan Mulyati (2011) menunjukkan bahwa
sistem tanam legowo 2:1 mampu meningkatkan pendapatan usahatani sebesar
4,49% dari usahatani pada sistem tegel. Nazan et al (2000) melaporkan bahwa
teknologi 2:1 maupun 4:1 masih memberikan hasil yang lebih tinggi (12 -22%)
dibandingkan cara tanam tegel. Dari hasil penelitian Aribawa dan Kariada
(2011) terungkap bahwa interaksi perlakuan varietas dengan sistem tanam
menunjukkan pengaruh yang

nyata terhadap hasil gabah kering panen

tertinggi terlihat pada kombinasi perlakuan varietas dengan sistem legowo 2:1
dengan

tingkat

hasil

yang

diperoleh

8,15

ton

GKG/Ha

Universitas Sumatera Utara

23

(Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2012).
2.3. Penelitian Terdahulu
Dwi Ratna Sari Malau (2004) dalam penelitian yang berjudul “Analisis
Usahatani Padi Sawah Dengan Sistem Legowo 4:1 dan Sistem Tegel” menyatakan
bahwa berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata biaya produksi diperoleh hasil
t-hitung = -0,551 lebih kecil dari tabel t-tabel = 2,048 (α1/2.05), yang berarti
menerima H0 dan menolak H1. Secara nominal diketahui biaya produksi pada
sistem legowo lebih rendah dari sistem tegel, namun secara uji statistik perbedaan
biaya produksi itu tidak nyata. Dengan demikian berarti tidak ada perbedaan nyata
biaya produksi antara usahatani padi sawah sistem legowo dan sistem tegel.
Veny Betsy Saragih (2009) dalam penelitian yang berjudul “Monitoring
dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usahatani Padi Sawah”
menyatakan bahwa berdasarkan perhitungan kelayakan finansial antara petani
teknologi legowo 4:1 dengan tegel 20x20 cm yaitu 2,88 > 2,84. Dan perhitungan
oppurtunities juga demikian yaitu 1,96.1,95. Dari perhitungan kelayakan finansial
tersebut maka kedua sistem tanam tersebut layak untuk diusahakan, meskipun
terjadi perbedaan namun perbedaan tersebut tidaklah terlalu besar.

Universitas Sumatera Utara

24

2.4 Kerangka Pemikiran
Petani adalah individu yang melakukan usahatani. Usahatani yang
dimaksud yaitu berupa usaha yang dilakukan oleh petani pemilik, penggarap atau
penyewa lahan pada sebidang tanah yang dikuasainya, tempat petani mengelola
input produksi yang tersedia berupa luas lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan
tenaga kerja, dan dibarengi dengan segala pengetahuan dan kemampuannya
untuk memperoleh hasil. Di desa Sei Bamban ini menggunakan tiga sistem tanam
yang berbeda, yaitu yang menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1, sistem
tanam jajar legowo 4:1 dan sistem tanam tegel. Dalam operasionalisasi
usahataninya petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan usahatani.
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produk dengan harga, sedangkan
pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya-biaya
dalam usahatani.

Universitas Sumatera Utara

25

Skematis Kerangka Pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Petani Padi Sawah

Usahatani Padi

Sistem Tanam Jajar
legowo Legowo 2:1

Sistem Tanam
Jajar Legowo 4:1

Sistem Tanam
Tegel

Faktor Produksi:
 Lahan,
 Modal (Bibit,
Pupuk,Pestisida)
 Tenaga Kerja

Produksi (Output)
Produksi

(x)
Harga

Penerimaan

(-)
Biaya
Pendapatan

Kelayakan
Keterangan:
: Adanya hubungan

:Membandingkan

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

26

2.5 Hipotesis penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Curahan tenaga kerja usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo 2:1 lebih
tinggi bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan sistem
tanam tegel.
2. Jumlah biaya produksi usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo 2:1
lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan
sistem tanam tegel.
3. Produktivitas usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo 2:1 lebih tinggi
bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan sistem tanam
tegel.
4. Pendapatan usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo 2:1 lebih tinggi
bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan sistem tanam
tegel.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tanam Non Jajar Legowo

0 3 79

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tanam Non Jajar Legowo

0 0 14

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tanam Non Jajar Legowo

0 0 1

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tanam Non Jajar Legowo

0 0 3

Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 21

Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)

0 1 2

Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 7

Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai) Chapter III VI

0 0 45

Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)

0 1 1

Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 56