BAB IV Kebijakan Ekonomi & Anggaran

(1)

BAB IV

ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAN ANGGARAN

4.1. Arah Kebijakan Ekonomi Tahun 2009

4.1.1. Kondisi Ekonomi Makro Jawa Timur Tahun 2007

Selama tahun 2007 perekonomian Jawa Timur mengalami perkembangan yang cukup baik. Secara agregat, pada tahun 2007 ekonomi Jawa Timur tumbuh sebesar 6,02% (Angka sangat sementara). Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh kinerja seluruh sektor lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan positif, terutama tiga sektor utama pendukung perekonomian Jawa Timur, yaitu sektor pertanian tumbuh sebesar 4,28%, sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 3,51% dan sektor perdagangan, hotel & restoran tumbuh sebesar 9,03%. Peranan ketiga sektor ini cukup besar terhadap PDRB Jawa Timur, dimana kontribusinya pada tahun 2007 mencapai 74,06% dengan rincian sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16,86%, sektor industri pengolahan sebesar 26,21% dan sektor perdagangan, hotel & restoran sebesar 30,99%.

Tabel

Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Peranan Sektoral Terhadap PDRB Jawa Timur

Tahun 2007

No Sektor Pertumbuhan

(%)

Kontribusi (%)

I Pertanian 4,28 16,86

II Pertambangan dan Penggalian 8,75 2,06

III Industri Pengolahan 3,51 26,21

IV Listrik, Gas dan Air Bersih 12,40 1,80

V Konstruksi 0,41 3,15

VI Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,63 30,99 VII Pengangkutan dan Komunikasi 6,67 5,75 VII

I

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

7,84 5,11

IX Jasa-jasa 5,02 8,06

PDRB 6,02 100


(2)

Apabila diukur dengan angka absolut PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB Jawa Timur pada tahun 2007 mencapai Rp. 532,04 trilyun atau meningkat sebesar 16,67% bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang tercatat Rp. 470,63 trilyun. Dengan data jumlah penduduk dari hasil proyeksi penduduk berdasarkan P4B yaitu sebesar 37.478.737 jiwa dengan pertumbuhan sebesar 1,06% maka PDRB per kapita Jawa Timur tahun 2007 mencapai Rp. 14,19 juta per kapita per tahun. Angka ini secara kasar menunjukkan, bahwa secara rata-rata setiap penduduk telah mampu menghasilkan Rp. 14,19 juta dalam setahun atau Rp. 1.182.975,00 dalam sebulan, suatu angka diatas upah minimum Kabupaten/Kota (UMK). Namun demikian PDRB per kapita tersebut, walaupun nilainya telah mencapai diatas UMK, akan tetapi secara absolut masih terkoreksi oleh besarnya nilai inflasi pada tahun berjalan. Dimana nilai inflasi Jawa Timur (kumulatif Januari-Desember 2007) sebesar 6,67%, yang berdampak penyesuaian harga, terutama harga-harga kebutuhan pokok.

Secara umum laju inflasi di Jawa Timur pada tahun 2007 tercatat sebesar 6,67%, jauh lebih kecil 3,59% dibandingkan inflasi pada tahun 2006 yang tercatat sebesar 10.26%. Tingginya inflasi pada tahun 2006 lebih dipicu oleh sektor jasa-jasa yang meningkat hingga 12,14%, sektor industri pengolahan sebesar 10,47%, sektor listrik, gas kota & air bersih sebesar 9,53%, dan sektor konstruksi sebesar 10,39. Sektor-sektor ini sangat terkait dan rentan terhadap kenaikan harga BBM pada tahun 2005. Dan pada tahun 2007 sektor-sektor tersebut masih meningkatkan harga jual barang dan Jasa yang diproduksinya sehingga inflasi sektor-sektor ini berada di atas rata-rata inflasi Jawa Timur.

Sedangkan yang menghambat laju inflasi pada tahun 2007 antara lain sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan inflasi sebesar 5,80%, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 5,16%,


(3)

sektor pertambangan dan penggalian sebesar 5,99% dan sektor pengangkutan sebesar 4,89%. Sektor pengangkutan sebenarnya sangat terkait langsung dengan kenaikan harga BBM, namun karena tingkat persaingan tarif angkutan cukup tinggi menyebabkan pengusaha harus menunda kenaikan tarif angkutan. Sektor-sektor ini inflasinya berada pada level di bawah rata-rata inflasi Jawa Timur.

Tabel

Inflasi PDRB Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2007

N0 Sektor 2006

(%)

2007 (%)

I Pertanian 11,66 6,91

II Pertambangan dan Penggalian 10,37 5,99

III Industri Pengolahan 10,47 6,34

IV Listrik, Gas dan Air Bersih 9,53 5,16

V Konstruksi 10,39 8,96

VI Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,55 7,40 VII Pengangkutan dan Komunikasi 10,16 4,89 VII

I

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

8,55 5,80

IX Jasa-jasa 12,14 7,74

PDRB 10,26 7,67

Selanjutnya ditinjau menurut penggunaan, distribusi PDRB Jawa Timur tahun 2007 yang terbesar adalah pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga selama tahun 2007 tercatat sebesar 55,55% dari seluruh pengeluaran di Jawa Timur, atau sekitar Rp. 295,55 trilyun yang terdiri dari Rp. 160,66 trilyun untuk konsumsi makanan dan Rp. 134,89 trilyun untuk konsumsi non makanan. Dibandingkan dengan tahun 2006 dimana total pengeluaran konsumsi rumah tangga di Jawa Timur yang tercatat sebesar 59,89% atau sekitar Rp. 281,85 trilyun yang terdiri atas Rp. 164, 57 trilyun untuk konsumsi makanan dan Rp. 117,27 trilyun untuk non makanan. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergesaran secara mendasar mengenai distribusi pengeluaran.

Ekspor yang mencakup baik ekspor ke luar negari maupun ke luar propinsi menempati urutan kedua dalam distribusi PDRB Jawa Timur


(4)

tahun 2007 menurut penggunaan, dengan kontribusi sebesar 35,29% atau sekitar Rp. 187,74 trilyun. Urutan selanjutnya dengan kontribusi sebesar 30,33% atau sekitar Rp. 161,37 trilyun ditempati impor baik dari negara lain maupun dari propinsi lain. Tingginya peran ekspor dan impor dalam perekonomian Jawa Timur karena Jawa Timur merupakan pusat industri dan perdagangan di kawasan Indonesia Timur.

Pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok merupakan variabel yang bisa digunakan untuk menghitung besarnya investasi yang ditanam. Pada tahun 2007 investasi yang terserap di Jawa Timur tercatat sebesar Rp. 168,24 trilyun atau 31,62% dari total PDRB, yang terdiri dari pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp. 90,29 trilyun atau 16,96% dari total PDRB dan perubahan stok sebesar Rp. 77,95 trilyun atau 14,65 dari total PDRB. Investasi yang ditanam ini berasal baik dari masyarakat Jawa Timur sendiri maupun dari masyarakat luar Jawa Timur. Investasi berguna untuk memacu kapasitas dari unit kegiatan ekonomi yang belum terpakai secara optimal.

Konsumsi pemerintah di Jawa Timur pada tahun 2007 tercatat sebesar 7,34% dari total PDRB atau sekitar Rp. 39,07 trilyun yang digunakan untuk melaksanakan fungsinya sebagai regulator dalam rangka mendorong kinerja perekonomian Jawa Timur.

Tabel

Distribusi dan Pertumbuhan PDRB Jawa Timur Menurut PenggunaanTahun 2007

N0 Sektor Kontribusi

(%)

Pertumbuhan (%)

I Konsumsi Rumah Tangga 55,55 6,82

II Konsumsi LSMTU 0,53 4,94

III Konsumsi Pemerintah 7,34 13,15

IV PMTB 16,97 5,75

V Perubahan Stok 14,65 -28,24

VI Ekspor 35,29 5,10

VII Impor 30,33 5,09

PDRB 100 5,98


(5)

Jika dilihat dari pertumbuhan masing-masing komponen penggunaan, tampak bahwa konsumsi rumah tangga pada tahun 2007 tumbuh sebesar 6,82% yang berada pada level di atas pertumbuhan Jawa Timur yang sebesar 5,98. Sedangkan pertumbuhan tertinggi menurut penggunaan adalah konsumsi pemerintah yang tumbuh sebesar 13,15%, hal ini seiring dengan peningkatan perluasan jenis layanan yang diberikan kepada masyarakat.

Investasi yang merupakan denyut nadi dari pertumbuhan ekonomi, pada tahun 2007 memperlihatkan peningkatan, dimana pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh sebesar 5,75%. Peningkatan tersebut dipicu dengan semakin maraknya pembuatan bangunan/gedung terutama gedung-gedung pembelanjaan.

Selain investasi, ekspor dan impor di Jawa Timur juga memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 ekspor tumbuh sebesar 5,10%, sedangkan impor tumbuh sebesar 5,09%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perekonomian Jawa Timur dari tahun ke tahun menuju arah posistif dan kondisi ini diharapkan dapat mendongkrak bagi semua dunia usaha di Jawa Timur.

Nilai ekspor Jawa Timur Tahun 2007 sebesar 11,7 milyar US$ atau mengalami peningkatan sebesar 30,5% dibandingkan tahun 2006 yaitu 9,01 milyar US$. Pencapaian ini menempatkan Jawa Timur pada posisi kedua dalam memberikan kontribusi ekspor nasional, setelah sebelumnya menempati urutan ketiga. Pesatnya pertumbuhan ekspor ini didukung oleh 10 komoditi utama Jawa Timur yaitu pengolahan tembaga, timah; kimia dasar; pengolahan kayu; besi baja; Pulp & kertas; makanan & minuman; tekstil; pengolahan karet; udang dan alat-alat listrik. Kesepuluh komoditas tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap ekspor Jawa Timur yaitu sebesar 78,10%. Adapun 10 negara tujuan utama ekspor


(6)

Jawa Timur adalah Jepang; Amerika Serikat, Malaysia; RRC; Thailand; Singapura; Korea Selatan; Taiwan; Australia dan Jerman. Sedangkan nilai impor Jawa Timur sampai dengan Oktober tahun 2007 tercatat sebesar 5,70 milyar US$ atau relatif sama dibandingkan periode yang sama tahun 2006 yaitu 5,69 milyar US$. Adapun 10 komoditi utama impor non migas Jawa Timur adalah besi baja; kimia dasar; makanan & minuman; makanan ternak; Pulp & kertas; hasil pertanian; pengolahan aluminium; barang-barang kimia; tekstil dan biji lainnya. Sedangkan 10 negara utama asal impor Jawa Timur meliputi Singapura; RRC; Jepang; Korea Selatan Amerika Serikat; Australia; Malaysia; Jepang; India dan Taiwan.

4.1.2. Proyeksi Makro Ekonomi Jawa Timur Tahun 2008

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Propinsi Jawa Timur Tahun 2006-2008, ditetapkan target pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2008 adalah 6,30%. Untuk dapat mencapai target tersebut kondisi ekonomi Jawa Timur tahun 2008 akan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan internal sebagai berikut :

Lingkungan Eksternal

Pertama, memburuknya perekonomian dunia yang diawali dengan adanya krisis ekonomi di Amerika Serikat yang disebabkan oleh jatuhnya pasar surat utang ”subprime mortgage” atau kredit kepemilikan rumah (KPR) di Amerika Serikat. Subprime mortgage adalah surat utang yang ditopang jaminan kredit kepemilikan rumah (KPR) yang profil debitornya memiliki kemampuan membayar yang rendah (golongan menengah ke bawah). Melemahnya ekonomi Amerika Serikat menyebabkan meningkatnya persentase gagal bayar debitor KPR segmen tersebut. Akibatnya, harga surat utang subprime mortgage jatuh. Kejatuhan harga surat utang subprime


(7)

mortgage membawa kerugian bagi bank dan perusahaan pengelola dana (fund management) yang membeli surat utang tersebut dan ternyata yang memiliki surat utang subprime mortgage bukan hanya perbankan di Amerika Serikat, tetapi ada juga perbankan di Australia, Singapura, Taiwan, China, atau di India. Perbankan di benua lain pasti juga memiliki eksposur ke surat utang subprime mortgage yang akibatnya, harga saham perbankan di seluruh dunia jatuh. Berhubung psikologi pasar selalu cenderung ekstrem, banyak pelaku pasar percaya bahwa meruginya perbankan besar akan berdampak kepada pelambatan laju pertumbuhan kredit, dan pelambatan kegiatan ekonomi yang selanjutnya berdampak pada jatuhnya harga saham nonperbankan di seluruh dunia yang tentu saja akan mempengaruhi nilai perdangangan antar negara.

Kedua, melambungnya harga minyak mentah dunia yang mencapai US$ 100 per barrel akan berdampak pada ketidakstabilan ekonomi dunia. Kenaikan harga minyak akan berdampak pada kenaikan harga-harga komoditi lainnya yang bisa memicu tingginya laju inflasi dunia dan kenaikan suku bunga perbankan.

Ketiga, Adanya gagasan pengembangan kerjasama ekonomi di kawasan-kawasan regional terutama di Negara-negara tetangga. Hal ini akan sangat mempengaruhi kinerja perekonomian Jawa Timur. Untuk itu diperlukan upaya keterlibatan Jawa Timur dalam hal kerjasama ekonomi di kawasan-kawasan tersebut.

Keempat : Melambungnya harga bahan baku pangan khususnya biji-bijian seperti jagung, kedelai di tingkat nasional sebagai akibat lonjakan harga di tingkat dunia akan memberi dampak terhadap ketahanan pangan di Jawa Timur, sehingga diperlukan upaya untuk tetap menjaga kestabilan harga di tingkat nasional.

Kelima : Membaiknya kondisi ekonomi makro nasional didukung oleh rendahnya laju inflasi, stabilnya nilai tukar rupiah, dan suku bunga


(8)

SBI yang makin kondusif bagi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Lingkungan Internal

Pertama, Sering terjadinya bencana alam merupakan faktor internal yang harus disikapi, khususnya bencana lumpur LAPINDO yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.

Kedua, adanya pemilihan kepala daerah yang salah satunya Pemilihan Gubernur Jawa Timur untuk masa jabatan 2008-2013. Hal ini akan menyebabkan dunia usaha bersikap “wait and see” terhadap kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Kepala Daerah terpilih, sehingga penciptaan investasi-investasi baru akan cenderung stagnan.

Ketiga, Dukungan sektor perbankan untuk bisa mendorong percepatan pergerakan ekonomi riil masih rendah. Hal ini ditandai dengan tingkat penyaluran kredit perbankan di Jawa Timur masih rendah. Berdasarkan data dari Bank Indonesia angka Loan to Debt Ratio (LDR) bank-bank di Jawa Timur hanya mencapai 59%, sehingga masih ada sekitar 41% dana yang dihimpun perbankan dari masyarakat yang belum disalurkan (iddle money). Sedangkan dari plafond kredit yang disalurkan hanya sekitar 7% dalam bentuk kredit jangka panjang, dan 93% kredit jangka pendek yang sebagian besar untuk kredit konsumsi, sehingga dana yang disalurkan untuk menggerakkan sektor riil masih sangat sedikit;

Keempat : Meningkatnya upaya Pemerintah dalam menata kebijakan/regulasi yang mampu mendorong percepatan tumbuhnya ekonomi riil, sehingga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.


(9)

Kelima : Membaiknya kondisi makro ekonomi Jawa Timur didukung dengan tingkat inflasi Jawa Timur yang tetap terkendali, hal ini ditandai dengan masih terkendalinya stabilitas harga-harga di Jawa Timur bahkan angka inflasi Jawa Timur ini masih lebih rendah dari nasional yang mencapai 6,95%, selain itu iklim usaha jawa Timur yang masih tetap kondusif, menyebabkan kinerja ekspor Jawa Timur masih optimis akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro Jawa Timur tahun 2007 dan proyeksi makro ekonomi tahun 2008 seperti yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan ekonomi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan pada :

Pertama, memperkuat kualitas pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan produksi bukan lagi konsumsi, sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi juga diiringi dengan peningkatan penyediaan lapangan kerja baru untuk menampung bertambahnya angkatan kerja baru maupun pengangguran yang masih ada.

Kedua, peningkatan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi, kelancaran dan efisiensi jaringan distribusi.

Ketiga, perkuatan struktur ekonomi, dengan mengembangkan sektor industri yang berbasis bahan baku lokal terutama yang didukung oleh sektor pertanian dalam arti luas

Keempat, peningkatan daya saing UMKM dan ekonomi sektor riil dengan fasilitasi permodalan melalui program subsidi bunga pinjaman agar bisa mendorong perbankan untuk berperan meningkatkan kinerja UMKM dan menggerakkan ekonomi sektor riil melalui pemberian kredit dengan bunga non komersial

Kelima, peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor primer melaui pemberdayaan hasil-hasil produski dibidang pertanian dan kelautan


(10)

Keenam, mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dan kemandirian dalam rangka peningkatan produktivitas melalui inovasi, penguasaan, penelitian, pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi

Ketujuh, penataan kelembagaan ekonomi dengan menciptakan kerangka regulasi yang bisa menjamin iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif serta perlindungan konsumen serta pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Jawa Timur dalam rangka percepatan investasi baru dengan pemberian insentif dan disinsentif bagi calon investor baru di kawasan tersebut sehingga industri di Jawa Timur bisa berkembang dengan pesat.

Kedelapan, mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung ekonomi terutama infrastruktur transportasi dan sumber daya air dalam rangka meningkatkan produksi, kelancaran distribusi maupun penciptaan investasi-investasi baru.

4.2. Prospek Ekonomi Tahun 2009

Kondisi perekonomian di Jawa Timur sudah mengindikasikan ke arah keadaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya yang menunjukkan peningkatan. Setelah sempat mengalami kontraksi minus 16,12 % pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur terus menanjak, dari posisi pertumbuhan 1,24 % pada tahun 1999, meningkat berturut-turut menjadi 3,24 % tahun 2000, 3,33 % tahun 2001, 3,80 % tahun 2002, 4,78 tahun 2003, 5,83 tahun 2004 dan pada tahun 2005 mencapai 5,84 %, yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi sejak krisis. Sedangkan pada tahun 2006 untuk pertumbuhan ekonomi Jawa Timur telah mencapai 5,80% dan terus meningkat pada tahun 2007, dimana pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 6,02% (angka sementara) dan diharapkan setelah dilakukan validasi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2007 bisa mencapai 6,10%. Selanjutnya pada tahun


(11)

2008 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur diproyeksikan bisa mencapai 6,30% dan diperkirakan masih bisa ditingkatkan lagi pada tahun 2009.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2009, jika ditinjau berdasarkan sektor ekonomi diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan yang mendasar bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana pertumbuhannya masih akan ditopang oleh tiga sektor pendukung utama yaitu Sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian.

Dari sisi moneter, Kondisi stabilitas ekonomi makro, seperti kestabilan nilai tukar rupiah, terkendalinya laju inflasi dan kestabilan tingkat suku bunga perbankan akan mempengaruhi prospek perekonomian Jawa Timur tahun 2009. Dengan perkiraan relatif stabilnya nilai tukar rupiah dan menurunnya suku bunga perbankan serta dukungan kebijakan moneter yang hati-hati, serta laju inflasi rata-rata bisa ditekan pada angka 5 - 7 % per tahun, maka prospek ekonomi Jawa Timur 2009 akan lebih baik dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2009 bisa mencapai lebih dari 6,30%.

Dibidang perbankan, diharapkan bank-bank di Jawa Timur dapat terus meningkatkan dukungan pada ekonomi sektor riil dengan difasilitasi oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur dengan memberikan subsidi bunga kepada UMKM, sehingga peran bank-bank di Jawa Timur dapat ditingkatkan untuk dapat memberikan kredit-kredit modal usaha kepada UMKM dengan bunga yang terjangkau.

4.3. Arah Kebijakan Anggaran Tahun 2009 4.3.1. Kebijakan Pendapatan Daerah

Kebijakan Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan pada:


(12)

a. Peningkatan target pendapatan daerah baik pajak langsung maupun tidak langsung secara terencana sesuai kondisi perekonomian dengan memperhatikan kendala, potensi, dan coverage ratio yang ada,

b. Mengembangkan kebijakan pendapatan daerah yang dapat diterima masyarakat, partisipatif, bertanggung jawab dan berkelanjutan.

c. Perluasan sumber-sumber penerimaan daerah 4.3.2. Kebijakan Belanja Daerah.

Kebijakan Belanja Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan pada:

a. Pemenuhan belanja sesuai urusan-urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi, baik urusan wajib maupun urusan pilihan sesuai dengan peraturan perundangan;

b. Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar masyarakat, khususnya bidang pendidikan, kesehatan dan pangan. c. Stimulasi pertumbuhan ekonomi di sektor riil melalui

fasilitasi pemberian subsidi bunga kepada kredit yang dilakukan oleh UMKM;

d. Melanjutkan proyek-proyek strategis sesuai tahapan.

e. Penanganan bencana alam dan pasca bencana alam. Belanja penanganan bencana alam dan paska bencana alam dialokasikan dengan pola ”ploting mengambang” yang sewaktu-waktu dapat dibelanjakan. Belanja dari pola ploting mengambang jika tidak dapat diserap karena tidak terjadi bencana, sisa lebih bukan tidak dihitung sebagai kerangka prestasi kerja.


(13)

f. Mengakomodasikan dinamika masyarakat yang berkembang

g. Memenuhi prinsip keadilan tidak hanya terkonsentrasi pada lokus tertentu serta dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat.

h. Mengacu pada sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota

4.3.3. Kebijakan Pembiayaan Daerah.

Kebijakan Pembiayaan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan untuk meningkatkan manajemen pembiayaan daerah yang mengarah pada akurasi, efisiensi, efektifitas dan profitabilitas.

4.3.4. Strategi Pendapatan Daerah. 1. Pendapatan Asli Daerah

Strategi di bidang pendapatan asli daerah pada prinsipnya diarahkan pada peningkatan pendapatan daerah yang dilaksanakan dengan 3 (tiga) fokus strategi, yaitu:

i. Bidang Pendapatan

a. Perluasan dan peningkatan sumber penerimaan dan pembiayaan Daerah serta mendorong peningkatan tertib administrasi keuangan Daerah

b. Peningkatan Hubungan Kerja/ kerjasama antar Dinas dilingkungan Propinsi Jawa Timur dan dengan Pemerintah/BUMN dalam rangka peningkatan penerimaan Bagi Hasil dari Pemerintah,


(14)

c. Pengembangan fasilitasi kerjasama dengan Kabupaten/Kota dibidang Pajak dan Retribusi Daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. d. Optimalisasi pemanfaatan aset dan pengelolaan

BUMD yang didukung oleh sistem evaluasi kinerja BUMD yang memungkinkan BUMD dioptimalkan maupun dilakukan re-strukturisasi.

ii. Bidang Pelayanan Publik

a. Pengembangan/ peningkatan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat,

b. Pembangunan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat,

c. Meningkatkan kualitas pelayanan, dengan pemanfaatan teknologi informasi (hardware dan software) sebagai pendukung utama kelembagaan, d. Pengembangan sistem dan prosedur pemungutan

dan pembayaran pajak, retribusi daerah dan pendapatan lainnya

iii. Bidang Kelembagaan

a. Penyederhanaan peraturan perundang-undangan, b. Pengembangan manajemen pendapatan daerah

dengan prinsip profesionalitas, efisiensi, transparan dan bertanggung jawab,

c. Peningkatan kapabilitas dan profesionalisme Sumber Daya Manusia Aparatur dibidang pengelolaan Keuangan Daerah,


(15)

e. Program Rekruitmen Sumber Daya Manusia Aparatur berbasis Kompetensi.

f. Optimalisasi UPTD 2. Dana Perimbangan

a. Merubah struktur Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (DK/TP) untuk bisa dijadikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Propinsi.

b. Memperjuangkan “redistribusi” Penerimaan Pusat ke Daerah diluar DAU dan DAK, yang mengarah kepada keseimbangan yang proporsional bagi daerah yang mempunyai sumber daya ekonomi dan memberikan kontribusi berupa cukai atau pajak ke Pusat.

4.3.5. Strategi Belanja Daerah.

a. Melaksanakan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan belanja melalui kejelasan klasifikasi pada obyek belanja. Layanan dasar dengan pola full allocated/cost sharing, penanganan bencana/keadaan darurat pola full allocated/cost sharing, belanja pengembangan ekonomi di sektor riil dengan pola stimulasi, insentif dan subsidi. b. Memperbanyak konsep public-private inisiatif yang

ditindaklanjuti dengan kesepakatan-kesepakatan pembiayaan (public private funding agreement).

c. Stimulasi kebijakan eksternal dalam rangka pemanfaatan idle capital lembaga perbankan untuk mengoptimalkan baki debet kredit untuk sector riil dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi.

d. Optimalisasi Pemanfaatan belanja untuk mendukung kebijakan insentif di sector riil.


(16)

e. Efektivitas stimulasi sektor riil melalui penyusunan prospektus bisnis melalui pembentukan pengelolaan inisiasi investasi (management board investation initiation).

4.3.6. Strategi Pembiayaan Daerah.

a. Apabila APBD surplus maka perlu dilakukan transfer ke persediaan Kas dalam bentuk giro, deposito, penyertaan modal atau sisa lebih perhitungan anggaran tahun berjalan.

b. Apabila APBD defisit, maka perlu memanfaatkan anggaran yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, dan melakukan rasionalisasi belanja.

c. Apabila Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tidak mencukupi untuk menutup defisit APBD, maka ditutup dengan dana pinjaman.


(17)

(18)

(1)

f. Mengakomodasikan dinamika masyarakat yang berkembang

g. Memenuhi prinsip keadilan tidak hanya terkonsentrasi pada lokus tertentu serta dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat.

h. Mengacu pada sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota

4.3.3. Kebijakan Pembiayaan Daerah.

Kebijakan Pembiayaan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan untuk meningkatkan manajemen pembiayaan daerah yang mengarah pada akurasi, efisiensi, efektifitas dan profitabilitas.

4.3.4. Strategi Pendapatan Daerah. 1. Pendapatan Asli Daerah

Strategi di bidang pendapatan asli daerah pada prinsipnya diarahkan pada peningkatan pendapatan daerah yang dilaksanakan dengan 3 (tiga) fokus strategi, yaitu:

i. Bidang Pendapatan

a. Perluasan dan peningkatan sumber penerimaan dan pembiayaan Daerah serta mendorong peningkatan tertib administrasi keuangan Daerah

b. Peningkatan Hubungan Kerja/ kerjasama antar Dinas dilingkungan Propinsi Jawa Timur dan dengan Pemerintah/BUMN dalam rangka peningkatan penerimaan Bagi Hasil dari Pemerintah,


(2)

c. Pengembangan fasilitasi kerjasama dengan Kabupaten/Kota dibidang Pajak dan Retribusi Daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. d. Optimalisasi pemanfaatan aset dan pengelolaan

BUMD yang didukung oleh sistem evaluasi kinerja BUMD yang memungkinkan BUMD dioptimalkan maupun dilakukan re-strukturisasi.

ii. Bidang Pelayanan Publik

a. Pengembangan/ peningkatan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat,

b. Pembangunan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat,

c. Meningkatkan kualitas pelayanan, dengan pemanfaatan teknologi informasi (hardware dan software) sebagai pendukung utama kelembagaan, d. Pengembangan sistem dan prosedur pemungutan

dan pembayaran pajak, retribusi daerah dan pendapatan lainnya

iii. Bidang Kelembagaan

a. Penyederhanaan peraturan perundang-undangan, b. Pengembangan manajemen pendapatan daerah

dengan prinsip profesionalitas, efisiensi, transparan dan bertanggung jawab,

c. Peningkatan kapabilitas dan profesionalisme Sumber Daya Manusia Aparatur dibidang pengelolaan Keuangan Daerah,


(3)

e. Program Rekruitmen Sumber Daya Manusia Aparatur berbasis Kompetensi.

f. Optimalisasi UPTD 2. Dana Perimbangan

a. Merubah struktur Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (DK/TP) untuk bisa dijadikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Propinsi.

b. Memperjuangkan “redistribusi” Penerimaan Pusat ke Daerah diluar DAU dan DAK, yang mengarah kepada keseimbangan yang proporsional bagi daerah yang mempunyai sumber daya ekonomi dan memberikan kontribusi berupa cukai atau pajak ke Pusat.

4.3.5. Strategi Belanja Daerah.

a. Melaksanakan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan belanja melalui kejelasan klasifikasi pada obyek belanja. Layanan dasar dengan pola full allocated/cost sharing, penanganan bencana/keadaan darurat pola full allocated/cost sharing, belanja pengembangan ekonomi di sektor riil dengan pola stimulasi, insentif dan subsidi. b. Memperbanyak konsep public-private inisiatif yang

ditindaklanjuti dengan kesepakatan-kesepakatan pembiayaan (public private funding agreement).

c. Stimulasi kebijakan eksternal dalam rangka pemanfaatan idle capital lembaga perbankan untuk mengoptimalkan baki debet kredit untuk sector riil dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi.


(4)

e. Efektivitas stimulasi sektor riil melalui penyusunan prospektus bisnis melalui pembentukan pengelolaan inisiasi investasi (management board investation initiation).

4.3.6. Strategi Pembiayaan Daerah.

a. Apabila APBD surplus maka perlu dilakukan transfer ke persediaan Kas dalam bentuk giro, deposito, penyertaan modal atau sisa lebih perhitungan anggaran tahun berjalan.

b. Apabila APBD defisit, maka perlu memanfaatkan anggaran yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, dan melakukan rasionalisasi belanja.

c. Apabila Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tidak mencukupi untuk menutup defisit APBD, maka ditutup dengan dana pinjaman.


(5)

(6)