Perbandingan Komposisi Zat Gizi Pada Tepung Kangkung Dan Biskuit Kangkung

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kangkung
Tanaman kangkung (Ipomea sp.) tumbuh liar diberbagai tempat, baik di
daratan kering maupun di daerah berair di pinggir sungai. Tanaman sayur
yang dikenal dengan nama internasional swampcabbage ini tumbuh tegak
merambat atau tegak dengan batang berair. Negeri asal tanaman ini belum
diketahui, tetapi yang pasti sayuran ini banyak dijumpai di daratan Asia
Tenggara, baik sengaja ditanam atau tidak. Kangkung memang bukan barang
asing didapur Indonesia karena selain mudah didapat dan murah harganya,
rasanya pun cukup sedap.

Gambar 2.1. Kangkung

2.1.1. Varietas dan Jenis
Jenis kangkung yang dikenal adalah air yang tumbuh ditempat yang
berair dan kangkung darat yang tumbuh di daratan kering. Kangkung

Universitas Sumatera Utara


air memiliki daun berwarna hijau gelap dan lebar meruncing.
Batangnya besar berongga dengan warna keunguan. Jenis kangkung
darat mempunyai daun berwarna hijau muda dan berukuran lebih
kecil dan sempit. Batangnya pun lebih kecil dan berwarna hijau pucat.
Kedua jenis kangkung tersebut digunakan untuk berbagai jenis
masakan. Secara umum kangkung air mempunyai rasa lebih sedap
dibanding kangkung darat (Novary, 1999).
Untuk

kangkung

darat,

varietas

sutra

sangat

baik


dikembangbiakan. Jenis ini bukan asli Indonesia, melainkan dari
tempat yang cukup jauh di Pasifik, yakni kepulauan Hawai.
Penampilannya menarik, tumbuh tegak dengan daun berwarna pucat
keputihan. Batangnya berwarna hijau muda dengan daun berbentuk
segitiga lebar. Sedikit berbeda dengan sifat kangkung darat lainnya.
Kangkung sutra daunnya lebar dengan ujung tumpul. Rasa daunnya
cukup enak dan tidak berlendir. Kangkung sutra tahan pula terhadap
serangan penyakit daun. Adaptasinya dengan lahan kering terbukti
memuaskan. Tak heran bila kangkung sutra menjadi anjuran utama
untuk ditanam. Varietas kangkung darat lainnya yang baik ditanam
ialah kangkung Bangkok. Kangkung ini memang berasal dari Thailan.
Pertumbuhannya tegak dengan batang lebih putih dari kangkung
sutra. Perbedaan yang jelas dengan kangkung sutra ialah daun
kangkung Bangkok lebih ramping dan ujung meruncing.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Kandungan Gizi
Kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang kaya gizi.

Sayuran ini merupakan sumber vitamin A, dan C, mineral besi,
kalsium, serta fosfor. Sayuran ini mengandung 29 kalori dalam setiap
100 gram ( Novary,1999).
Tabel 2.1. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Edisi
1995
Nama
bahan

En
er
gi

Kangkung

b.
d.
d.

Komposisi zat gizi 100 gram b.d.d


Prot
ein

Lem
ak

Hidr
at
aran
g
total

Sera
t

Abu

K
alsi
u

m

Fo
s
fo
r

Besi

Karotin
total

K
al

g

g

g


g

G

m
g

m
g

mg

mkg

28

3,4

0,7


3,9

2,0

1,0

67

54

2,3

5542

Vitamin

Air

A


B1

C

S.I

g

g

0

0,07

17,0

g

%


91,0

60

(Daftar komposisi zat gizi pangan Indonesia, 1995).

2.1.3. Syarat Tumbuh
Sayuran ini memang tidak rewel dengan syarat tumbuh. Bahkan
daerah perairan tawar seperti sungai kecil, danau, aliran air, kolam
atau pun sawah dapat dijadikan lahan kangkung. Karena toleransinya
yang tinggi terhadap daerah perairan ini, sebaiknya tidak menanam
kangkung di perairan yang sudah tercemar. Kangkung yang ditanam
di tempat tersebut akan menyerap zat- zat yang beracun yang
terdapat di dalamnya. Toleransi dengan tanah kering didapat pada

Universitas Sumatera Utara

jenis kangkung darat yang biasa dibiakkan di tanah atau bedengan
(Nazaruddin, 2002).


2.2. Biskuit
Biskuit adalah produk makanan kecil yang renyah yang dibuat dengan cara
dipanggang (kue kering). Istilah biskuit berbeda – beda diberbagai daerah
didunia. Asal kata ‘biskuit’ atau ‘biscuit’ berasal dari bahasa latin yaitu bis
coctus yang berarti “dimasak dua kali”. Di Amerika biskuit populer dengan
sebutan cookie yang berarti kue kecil yang dipanggang atau kue kering. Sejak
abad ke-16 hingga ke-18 juga sering disebut dengan besquite dan bisket.
Bentuk kata sejenis juga tercipta dibeberapa bahasa Eropa. Ciri - ciri dari
biskuit di antaranya renyah, kering, bentuk umumnya kecil, tipis dan rata. Di
Amerika Serikat biskuit tidaklah keras, tebal dan seperti gulungan kecil yang
serupa dengan mafin (muffin), sedangkan di Inggris, biskuit sama dengan
cookie atau cracker di Amerika. (http//Wikipedia.com/biskuit/).

Gambar 2.2. Biskuit Kangkung
Biskuit juga merupakan makanan yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Biskuit mengandung energi sebesar 485 kkal,
protein 6,9 gram, karbohidrat 75,1 gram, kalsium 62 miligram, fosfor 87
miligram, dan zat besi 3 miligram. Selain itu didalam biskuit juga terkandung
vitamin A, didapat dari penelitian terhadap 100 gram. Biskuit dengan jumlah


Universitas Sumatera Utara

yang dapat di makan 100% (http//blogspot.com/1970/Isi-kandungan gizi
biskuit/).

2.3. Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan bahwa banyaknya kandungan air persatuan
bobot bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu
berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet
basis).
Penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot basah (wet basis) dalam
perhitungannya berlaku rumus sebagai berikut:
�� = ��/�� × 100 %
Keterangan :
KA = kadar air bahan berdasarkan bobot basah ( % )
Wa = bobot air bahan ( gram)
Wb = bobot bahan basah ( gram )
Bahan yang dinyatakan mempunyai kadar air 20 % berdasarkan bobot
basah, berarti 100 gram bahan tersebut terdapat air sebanyak 20 gram dan
bahan kering air sebanyak 80 gram. Jika dinyatakan dalam sistem bobot
kering maka kadar airnya adalah (20/80) x 100 %, atau sama dengan 25 %.
Penentuan bobot kering suatu bahan dengan melakukan penimbangan.
Penimbangan dilakukan setelah bobot bahan tersebut tidak berubah lagi

Universitas Sumatera Utara

selama pengeringan berlangsung. Untuk mengatasi masalah tersebut biasanya
dilakukan pengeringan dengan menggunakan suhu 1050C minimal 2 jam.
Analisis kadar air bahan biasanya ditentukan berdasarkan sistem bobot
kering.

Penyebabnya

karena

perhitungan

berdasarkan

bobot

basah

mempunyai kelemahan, yaitu bobot basah bahan selalu berubah – ubah
setiap saat. Berdasarkan bobot kering, hal itu tidak akan terjadi karena bobot
kering bahan selalu tetap (Adawyah, 2007).

2.4. Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik
dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral.
Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu.
Dalam proses pembakaran, bahan - bahan organik terbakar tetapi zat
anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemenelemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum
banyak penelitian sejenis dilakukan pada manusia. Karena itu peranan
berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui
(Winarno, 1992).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam
garam yaitu garam organik dan garam anorganik.

Universitas Sumatera Utara

Penentuan kadar abu digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara
lain:
a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan.
b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup
tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.
Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering
atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung.
Penentuan kadar abu cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua
zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 0C dan kemudian
melakukan

penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran

tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara
2 - 8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang
umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu
30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin,
untuk itu maka krus yang berisi abu harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam
oven bersuhu 105oC agar suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke
dalam eksikator sampai dingin.
Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam
usaha penentuan trace elemen dan logam-logam beracun. Pengabuan cara
basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam
bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan

Universitas Sumatera Utara

adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan
pemanasan pada suhu tinggi. Sebagaimana cara kering, setelah selesai
pengabuan bahan kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu
105oC sekitar 15 – 30 menit selanjutnya dipindahkan ke dalam eksikator
sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan. Pengabuan diulangi sampai
diperoleh berat abu yang konstan (Sudarmadji, 1989).

2.5. Protein
Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam amino yang
tersusun dari atom nitrogen, karbon, hydrogen, dan oksigen, beberapa jenis
asam amino yang mengandung sulfur (metionin, sistin, dan sistein) yang
dihubungkan oleh ikatan peptida. Dalam makhluk hidup, protein berperan
sebagai pembentuk struktur sel dan beberapa jenis protein memiliki peran
fisiologis.
Berdasarkan bentuk molekulnya, protein digolongkan menjadi protein
globular (albumin, globulin, dan haemoglobin) dan protein serabut (keratin
pada rambut dan fibroin pada sutra). Berdasarkan tingkat kelarutannya dalam
air, protein globular sangat mudah larut dalam air, sedangkan protein keratin
tidak larut dalam air.
Uji kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan atau jenis
protein dalam suatu bahan, sedangkan uji kuantitatif dapat dilakuan untuk
mengetahui jumlah kandungan protein dalam suatu bahan.

Universitas Sumatera Utara

Prinsip metode Mikro-Kjedahl adalah mula - mula bahan didestruksi
dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau
butiran Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan
indikator. Metode Mikro-Kjedahl umumnya dapat dibedakan atas dua cara,
yaitu cara makro dan semimikro. Cara makro-Kjedahl digunakan untuk
sampel yang sukar dihomogenisasi dan besarnya 1 - 3 g, sedangkan
semimikro-kjedahl dirancang untuk sampel yang berukuran kecil yaitu
kurang

dari 300 mg dari bahan yang homogen. Kekurangannya adalah

bahwa purin, piridin, vitamin-vitamin, asam amino besar, keratin, dan
kreatinin ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun
demikian, cara ini masih digunakan hingga kini dan dianggap cukup teliti
untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisis protein
dengan metode mikro-Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

a. Proses destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalm asam sulfat pekat sehingga terjadi
penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya, yaitu unsur-unsur C, H, O, N,
S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan
protein dalam suatu bahan. Sebanyak 100 mg sampel (kedelai, tepung
terigu, atau bahan lain) ditambahkan dengan katalisator N sebanyak
0,5 – 1 g.
Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan
menaikkan titik didih asam sulfat saat penambahan H2SO4 pekat, serta

Universitas Sumatera Utara

mempercepat kenaikkan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan
lebih cepat. Katalisator N terdiri dari campuran K2SO4 dan HgO dengan
perbandingan 20 : 1.
Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna
jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel bahan
padat telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada
partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung
senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama
dengan suhu ruang, sehingga penambahan perlakuan lain pada proses
berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan, karena reaksi yang
sebelumnya telah usai.

b. Proses destilasi
Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambahkan dengan
aquades untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat
didestilasi dengan sempurna, serta untuk lebih memudahkan proses
analisis karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Prinsip
destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan
titik didih.
Pada tahap destilasi, Ammonium sulfat dipecah menjadi Ammonia
(NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkali dan dipanaskan dengan
pemanas. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh
larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini

Universitas Sumatera Utara

adalah asam borat 4% dalam jumlah yang berlebih. Indikator BCG-MR
digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih.
Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap destilat NH3 yang
berupa gas yang bersifat basa. Supaya Ammonia dapat ditangkap secara
maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam
larutan asam standar, sehingga dapat ditentukan jumlah protein yang
sesuai dengan kadar protein yang terkandung dalam bahan. Selama proses
destilasi, lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah warna menjadi
biru. Hal ini disebabkan karena larutan menangkap adanya Ammonia
dalam bahan yang bersifat basa, sehingga mengubah warna merah muda
menjadi biru.
Reaksi destilasi akan berakhir bila Ammonia yang telah terdestilasi
tidak bereaksi lagi. Setelah destilasi selesai, larutan sampel berwarna
keruh dan terdapat endapan di dasar tabung (endapan HgO), sedangkan
larutan asam dalam Erlenmeyer akan berwarna biru karena berada dalam
suasana basa akibat menangkap Ammonia.

c. Tahap titrasi
Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada
penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan
melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi
dengan Ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrsi dengan HCl yang
telah distandarisasi (telah disiapkan sebelumnya). Selain destilat sampel,
destilat blanko juga dititrasi, karena selisih titrasi sampel dengan titrasi

Universitas Sumatera Utara

blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang
diperlukan untuk menetralkan akan ekuivalen dengan banyaknya N. titrasi
HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya
warna larutan dari biru menjadi merah muda karena adanya HCl berlebih
yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah
muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N
dalam bentuk NH4, sehingga kandungan N dalam protein sampel dapat
diketahui.
Kadar Nitrogen (%N) dapat ditentukan dengan rumus berikut ini:

%� =

(�� − ��)
× � ��� × 14,008 × 100%
�� ������

ts : Volume titrasi sampel

tb : Volume titrasi blanko
Dengan demikian, % protein adalah sebagai berikut:
% ������� = %� × ��

fk : Faktor konversi atau perkalian = 6,25

Apabila pada bahan yang telah diketahui komposisinya dengan lebih
tepat, maka faktor konversi yang digunakan adalah faktor konversi yang
lebih tepat yang telah diketahui per bahan.
Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah
hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya
protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein
murni). Karena pada bahan belum diketahui komposisi unsur-unsur

Universitas Sumatera Utara

penyusunnya secara pasti, maka faktor konversi yang digunakan adalah
100/16 atau 6,25 (Bintang, 2010).

2.6. Lipid
Lipid merupakan senyawa ester asam lemak dengan gliserol yang terdiri
dari atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Tiga asam lemak yang berikatan
dengan satu molekul gliserol disebut triasil gliserol atau trigliserida. Lipid
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti aseton,
alkohol, kloroform, eter dan benzena. Dalam makhuk hidup lipid berperan
sebagai sumber energi, pembentuk struktur membran sel dan dapat sebagai
insulator. Pada suhu ruang, lipid berbentuk padat yang disebut lemak dan
lipid yang berbentuk cair disebut minyak.
Uji kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui sifat, kelarutan dan
jenis lipid dalam suatu bahan, sedangkan uji kuantitatif dapat dilakukan
untuk mengetahui jumlah kandungan lipid dalam suatu bahan. Pengujian
dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

2.6.1. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstraksi subtansi yang diinginkan tanpa melarutkan material
lain. Penentuan kadar lemak dengan pelarut menghasilkan lemak kasar
(crude fat). Umunya, analisis lemak kasar ada dua macam, yaitu cara

Universitas Sumatera Utara

kering dan cara basah. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah
trasnferdifusi komponen terlarut dari padatan inert kedalam pelarutnya.
Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik, karena komponen
terlarut kemudian dikembalikan ke keadaan semula tanpa mengalami
perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika
bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstrkasi.
Pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam
thimble, kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan
airnya. Pemanasan harus dilakukan secepatnya dan dihindari suhu
yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, dianjurkan menggunakan vakum
oven (suhu 70oC). Penentuan kadar lemak dengan cara ekstraksi kering
dapat menggunakan alat yang digunakan soxhlet. Ekstraksi ini dapat
dilakukan secara terputus - putus. Pada ekstraktor soxhlet, pelarut
dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut
kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil kemudian keluar
dalam fase cair. Kemudian cairan masuk kedalam keselongsong yang
berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan didalam
selongsong sampai tinggi pelarut dalam sifon sama dengan tinggi
pelarut diselongsong. Kemudian, pelarut seluruhnya akan mengalir
masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa
ini disebut dengan efek sifon (Bintang, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.7. Karbohidrat
Karbohidrat atau sakarida adalah polihidroksi aldehid

atau polihidroksi

keton, atau senyawa yang dihidrolisis dari keduanya. Unsur utama
penyusunnya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Karbohidrat merupakan
pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lain yang
menggunakan energi matahari untuk melakukan pembentukan karbohidrat
(Toha, 2005).
Beberapa jenis karbohidrat memiliki peranan penting, antara lain
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa, ribosa), diskarida (laktosa,
sukrosa, maltosa) dan polisakarida (glikogen pada hewan dan selulosa pada
tanaman) (Bintang, 2010).

2.8. Serat
Serat makanan adalah komponen karbohidrat kompleks tidak dapat dicerna
oleh enzim pencernaan, tetapi dapat dicerna oleh mikro bakteri pencernaan.
Serat makanan merupakan wadah berbiak yang baik bagi mikroflora usus.
Serat makanan menurut jenisNya dibedakan menjadi dua, yaitu serat larut
dan serat tak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tak larut
tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas. Pektin dan getah
tanaman (gum) adalah zat - zat yang termasuk dalam serat makanan larut,
sedangkan selulosa, hemiselulosa, dan lignin tergolong kedalam kelompok
serat tak larut.

Universitas Sumatera Utara

Serat tak larut dapat diperoleh dari banyak sumber antara lain,
kelompok padi - padian seperti padi, gandum, sorgum, yang pada kulit
bulirnya lebih banyak mengandung serat yang tak larut. Kemudian batang
sayuran seperti bayam, kangkung, sawi, selada, kol, lidah buaya, atau
tangkai daun, dan jari- jari daun seperti: daun pepaya dan daun singkong.
Kelompok kacang - kacangan seperti: kacang hijau, kacang tolo, kacang
bogor, kacang merah, kedelai, yang pada bagian bulirnya banyak
mengandung serat tak larut (Lubis, 2009).

Universitas Sumatera Utara