Perbandingan Komposisi Zat Gizi Pada Tepung Kangkung Dan Biskuit Kangkung

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah,R. 2007. Pengelolaan Dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Bintang,M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. PT. Erlangga. Jakarta.

Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Edisi 1995. Pusat Penelitian & Pengembangan Gizi.

Http//blogspot.com/1970/Isi-kandungan gizi biskuit/.[18Juni2013]

Http//Wikipedia.com/biskuit)..[18Juni2013]

Lubis,Z.2009.Hidup Sehat Dengan Makanan Kaya Serat.IPB Press.Bogor.

Nazaruddin. 2002. Budi Daya Dan Pengaturan Sayuran Dataran Rendah.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Novary,E.W.1999. Penanganan & Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rukmana,R.2001.Kang-Kung. PT. Bumi Aksara. Jakarta. SNI 01-2891-1992.Cara Uji Makanan Dan Minuman.

Sudarmadji,S.,Haryono, B dan Suhardi.1998.Analisa bahan Makanan Dan Hasi Pertanian.Liberty. Yogyakarta.

Winarno,F.G.2002.Kimia Pangan Dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(2)

BAB 3 METODOLOGI

3.1. Alat

a. Eksikator yang berisi desika

b. Botol timbang dengan penutup 5 cm, tinggi 3 cm c. Oven terkalibrasi dengan ketelitian 10o C

d. Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg e. Labu Kjeldhal

f. Cawan porselen atau platina

g. Alat penyulingan dan kelengkapannya h. Hot plate

i. Erlenmeyer 500 mL j. Pendingin tegak k. Labu lemak 250 mL l. Corong

m. Pipet volume 10 mL, 25 mL n. Gelas ukur 50 mL

o. Buret 25 mL p. Pipet tetes q. Kertas saring

r. Kertas saring pembungkus (thimble) s. Kertas saring Whatman 41


(3)

u. Corong Buchner v. Pompa vakum w. Gelas piala 400 mL x. Kaca arloji

y. Tanur

z. Statif dan Klem

3.2. Bahan

a. Tepung kangkung b. Biskuit kangkung c. Campuran selen d. Indikator Campuran e. NaOH 30%

f. H2SO4(p)

g. H3BO3 2%

h. HCl 25% i. HCl 0,1% j. N-Hexan k. H2SO4 1,25 %

l. Etanol 96% m. Air panas n. CH3COOH 3%

o. NaOH 3,25% p. Aquadest


(4)

3.3. Prosedur

3.3.1. Penentuan Kadar Air ( metode Gravimetri)

a. Timbang dengan seksama 1 - 2 g cuplikan pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya.

b. Keringkan pada oven pada suhu 105o C selama 3 jam. c. Dinginkan dalam eksikator.

d. Timbang, ulangi pekerjaan hingga diperoleh bobot tetap

3.3.2.Penentuan Kadar Abu ( metode Gravimetri)

a. Pijarkan cawan di dalam tanur listrik pada suhu (550 ± 10) oC, yang sebelumnya dipanaskan dahulu pada penangas listrik/Bunsen dengan nyala api kecil selama 1 jam.

b. Dinginkan dalam eksikator selama 1 jam, kemudian timbang (W1).

c. Timbang 3 g sampai dengan 5 g contoh (W).

d. Arangkan di atas penangas listrik/Bunsen dengan nyala api kecil. e. Abukan dalam tanur pada suhu (550 ± 10) oC sampai putih atau

kelabu selama 5 jam sampai dengan 8 jam.

f. Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan timbang.

g. Masukkan kembali ke dalam tanur pada suhu yang sama selama 1 jam, dinginkan dalam eksikator dengan waktu yang sama dan timbang.


(5)

h. Ulangi seperti pada butir di atas sampai diperoleh bobot tetap (selisih penimbangan yang terakhir dan yang sebelumnya maksimum 1 mg (W2).

i. Lakukan duplo.

j. Hitung kadar abu dalam contoh.

3.3.3. Penentuan Kadar Protein (metode semimikro Kjedahl)

a. Timbang seksama 0,1 g cuplikan, masukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 mL.

b. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 mL H2SO4 pekat.

c. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau - hijauan (sekitar 2 jam).

d. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan sampai garis tanda.

e. Pipet 5 mL larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 mL NaOH 30%.

f. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 mL larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator.

g. Bilasi ujung pendingin dengan air suling. h. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.


(6)

3.3.4. Penentuan Lemak (metode Hidrolisis)

a. Timbang seksama 1 - 2 g cuplikan ke dalam gelas piala.

b. Tambahkan 30 mL HCl 25% dan 20 mL air serta beberapa butir batu didih.

c. Tutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit. d. Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga tidak

bereaksi asam lagi.

e. Keringkan kertas saring beserta isinya pada suhu 100 - 105oC. f. Masukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan

ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya 2-3 jam pada suhu lebih kurang 80oC.

g. Dinginkan dan timbang.

h. Ulangi proses pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap.

3.3.5. Penentuan Serat Kasar

a. Timbang seksama 2-4 g cuplikan. Bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi dengan cara soxhlet atau dengan cara mengaduk, mengenap tuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Keringkan contoh dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL. b. Tambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25%, kemudian didihkan

selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak.

c. Tambahkan 50 mL NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30 menit.


(7)

d. Dalam keadaan panas, saring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu whatman 54,41 atau 41yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

e. Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25% panas, air panas dan etanol 96%.

f. Angkat kertas saring beserta isinya, keringkan pada suhu 105oC dinginkan dan timbang sampai bobot tetap. Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1%, abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai bobot tetap.


(8)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisa

4.1.1. Hasil Analisa Kadar Air a. Tepung Kangkung

NO CONTOH W1(gram) W2 (gram) W (gram) Kadar Air (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 42,1479 42,6467 42,1562 42,6183 42,1673 42,0048 42,4889 42,0024 42,4620 42,0088 1,7388 1,9227 1,8503 1,8901 1,9138 8,30 8,21 8,31 8,27 8,28

Rata- rata 8,27

b. Biskuit Kangkung

NO CONTOH W1(gram) W2 (gram) W(gram) Kadar Air (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 43,5098 40,1413 40,2451 42,1513 40,5316 43,4398 40,0594 40,1678 42,0713 40,4610 1,8146 2,1144 1,9815 2,0005 2,8153 3,86 3,87 3,90 3,90 3,89


(9)

4.1.2. Hasil Analisa Kadar Abu a. Tepung Kangkung

NO CONTOH W1(gram) W2 (gram) W(gram) Kadar Abu (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 33,1452 32,2650 33,7935 27,5040 26,7710 33,1288 32,2486 33,7749 27,5657 26,7542 2,3093 2,4113 2,5371 2,6062 2,4259 0,71 0,68 0,73 0,70 0,69

Rata- rata 0,70

b. Biskuit Kangkung

NO CONTOH W1(gram) W2 (gram) W(gram) Kadar Abu (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 32,2443 33,1262 33,7642 33,1356 32,9512 32,2295 33,1099 33.7501 33,1202 32,9366 3,0019 3,1203 2,9972 3,0176 2,9218 0,49 0,52 0,47 0,51 0,50

Rata- rata 0,50

4.1.3. Hasil Analisa Kadar Protein a. Tepung Kangkung

NO CONTOH V HCl 0,1 N (mL)

W (gram) Kadar protein (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 25,30 25,75 25,35 25,35 25,15 0,8165 0,8350 0,8213 0,8179 0,8113 28,38 28,25 28,27 28,39 28,40


(10)

b. Biskuit Kangkung NO CONTOH V HCl 0,1 N

(mL)

W (gram) Kadar Protein (%) 1. 2. 3. 4 5. I II III IV V 7,95 7,85 7,80 7,85 7,95 0,9992 0,5610 0,4893 0,5120 0,5320 7,29 7,31 7,30 7,28 7,30

Rata- rata 7,29

4.1.4. Hasil Analisa Kadar Lemak a. Tepung Kangkung

NO CONTOH W1 (gram) W2 (gram) W (gram) Kadar Lemak (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 102,3557 102,1353 103,2179 103,8132 104,1321 102,2400 102,0183 103,1033 103,6956 104,0151 2,1080 2,1308 2,1107 2,1352 2,1156 5,49 5,49 5,43 5,51 5,53

Rata- rata 5,49

b. Biskuit Kangkung

NO CONTOH W1 (gram) W2 (gram) W (gram) Kadar Lemak (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 104,0123 104,1325 104,3501 103,5013 104,5325 103,4112 103,5542 103,8476 102,6386 104,0311 2,4057 2,3015 2,0135 1,9871 2,0113 24,98 25,03 24,97 24,98 24,93


(11)

4.1.5. Hasil Analisa Kadar Serat Kasar a. Tepung Kangkung

NO CONTOH W1 (gram) W2 (gram) W (gram) Serat Kasar (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 1,2909 1,3017 1,0370 1,2145 1,2753 1,0700 1,0782 0,8147 0,9901 0,0540 2,1080 2,1308 2,1107 2,1352 2,1156 10,48 10,49 10,53 10,51 10,46

Rata- rata 10,49

b. Biskuit Kangkung

NO CONTOH W1 (gram) W2 (gram) W (gram) Serat Kasar (%) 1. 2. 3. 4. 5. I II III IV V 1,0490 1,0370 1,1315 1,0473 1,0479 1,0375 1,0148 1,1117 1,0282 1,0293 2,4057 2,3015 2,0135 1,9871 2,0113 0,92 0,93 0,93 0,92 0,91

Rata- rata 0,92

4.2. Reaksi percobaan 1. Tahap Destruksi

(C,H,O,N,S)n + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + CO2 + SO2

Larutan bening 2. Tahap destilasi

(NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH4OH + Na2SO4

NH4OH NH3(g) + H2O


(12)

2NH3

Indikator campuran

(NH4)2B4O7 + 5H2O

Larutan biru pekat 3. Tahap Titrasi

(NH4)2B4O7 + 2HCl 2NH4Cl + H2B4O7

Larutan merah lembayung

4.3.Perhitungan

4.3.1. Penentuan Kadar Air

Kadar Air = �1 –�2

� × 100%

W = bobot cuplikan sebelum dikeringkan, (gram)

W1 = bobot cuplikan + botol sebelum dikeringkan, (gram)

W2 = bobot cuplikan + botol setelah dikeringkan, (gram)

a. Tepung Kangkung

Kadar Air = 42,1479−42,0048

1,7388 × 100% = 8,30 %

b. Biskuit Kangkung

Kadar Air = 43,5098 ─ 43,4398

1,8146 × 100%


(13)

4.3.2. Penentuan Kadar Abu Kadar Abu = ��2 –�1

� � × 100%

Keterangan:

W = bobot contoh (gram)

W1 = bobot cawan kosong (gram)

W2 = bobot cawan kosong dan abu (gram)

a. Tepung Kangkung

Kadar Abu = 33,1452 2,3093−33,1288× 100%

= 0,71%

b. Biskuit Kangkung

Kadar Abu = 32,2443−32,2295

3,0019 × 100% = 0,49%

4.3.3. Penentuan Kadar Protein

Kadar protein = (V1 ─ V2) × N ×0,014 × Fk ×Fp

W × 100%

Dimana:

W = bobot cuplikan (gram)

V1 = volume HCl yang digunakan untuk penitaran contoh V2 = volume HCL yang digunakan untuk penitaran blanko


(14)

N = normalitas HCl

fk = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum 6,25 ;susu dan hasil olahannya 6,38; mentega kacang 5,46

Fp = faktor pengenceran

a. Tepung Kangkung

Kadar Protein = (25,30 ─ 0) × 0,1047 × 0,014 × 6,25

0,8156 × 100%

= 28,38 %

b. Biskuit Kangkung

Kadar protein = (7,95 – 0) x 0,1047 x 0,014 x 6,25

0,9992 × 100%

= 7,29 %

4.3.4. Penentuan Kadar Lemak Kadar lemak = W 1 ─ W 2

W × 100%

Dimana:

W = bobot cuplikan, (gram)

W1 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi,(gram)


(15)

a. Tepung kangkung

Kadar lemak = 102,3557 ─ 102,2400

2,1080 × 100% = 5,49%

b. Biskuit kangkung

Kadar lemak = 104,0123 ─ 103,4112

2,4057 × 100 % = 24,98 %

4.3.5. Penentuan Serat Kasar % Serat kasar =W ─ W 1

W 2 × 100%

Dimana:

W = bobot cuplikan,(gram) W1 = bobot abu,(gram)

W2 = bobot endapan pada kertas saring,(gram)

a. Tepung kangkung

% Serat kasar = 1,2909 ─ 1,0700

2,1080 × 100% = 10,48%

b. Biskuit kangkung

% Serat kasar = 1,0490 −1,0375

2,4057 × 100% = 0,92 %


(16)

4.3.6. Penentuan Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat = 100 % - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak + serat kasar )

a. Tepung Kangkung

Kadar Karbohidrat = 100 % −(8,30 + 0,70 + 28,38 + 5,49 + 10,48 )

= 47,44 % b. Biskuit kangkung

Kadar Karbohidrat = 100% −(3,86 + 0,50 + 7,29 + 24,98 + 0,92 )

= 62,87 %

4.4. Pembahasan

Dari hasil data dan perhitungan di atas, diperoleh komposisi zat gizi (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat) pada tepung kangkung lebih besar dari biskuit kangkung dan keduanya memiliki komposisi gizi yang lebih besar dari komposisi pada kangkung yang terdapat pada daftar zat gizi pangan Indonesia, edisi 1995. Hasil yang diperoleh untuk tepung kangkung yaitu kadar air sebesar 8,27%, abu sebesar 0,70%, protein sebesar 28,34%, lemak sebesar 5,49%, serat kasar sebesar 10,49%, dan karbohidrat sebesar 47,44%. Dimana hasil ini lebih besar dari gizi biskuit kangkung yang hasilnya adalah kadar air sebesar 3,88%, abu sebesar 0,50 %, protein sebesar 7,29%, lemak sebesar 24,49%, serat kasar sebesar 0,92%, karbohidrat sebesar 62,87%. Dimana hasil kedua olahan kangkung ini


(17)

memiliki gizi yang lebih besar dari gizi kangkung yang terdapat pada Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, edisi 1995.

Tabel 4.1. Komposisi gizi Kangkung dan olahannya Sampel Kadar

Air

Kadar Abu

Kadar Protein

Kadar Lemak

Kadar Karbohidrat

Kadar Serat Kasar

Kangkung 91,0 1,0 3,4 0,7 3,9 2,0

Tepung Kangkung

8,27 0,70 28,34 5,49 47,44 10,49 Biskuit

Kangkung


(18)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa :

a. Komposisi gizi pada tepung kangkung dan biskuit kangkung sebesar : 1. Tepung kangkung

Kadar air 8,27%, abu 0,70%, protein 28,34%, lemak 5,49%, serat kasar 10,49%, dan karbohidrat 46,71%.

2. Biskuit kangkung

Kadar air 3,88%, abu 0,50%, protein 7,29%, lemak 24,49%, serat kasar 0,92%, karbohidrat 62,92%.

b. Komposisi gizi pada tepung kangkung lebih besar dari biskuit kangkung dan keduanya olahan kangkung ini memiliki komposisi gizi yang lebih besar dari komposisi gizi pada kangkung yang terdapat pada Daftar Zat Gizi Pangan Indonesia, edisi tahun 1995. Ini artinya tepung kangkung dan biskuit kangkung layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

5.2.Saran

Sebaiknya dilakukan juga analisa penentuan kalsium, fosfor, karoten dan vitamin - vitamin agar diketahui komposisi zat gizi pangan secara keseluruhan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kangkung

Tanaman kangkung (Ipomea sp.) tumbuh liar diberbagai tempat, baik di daratan kering maupun di daerah berair di pinggir sungai. Tanaman sayur yang dikenal dengan nama internasional swampcabbage ini tumbuh tegak merambat atau tegak dengan batang berair. Negeri asal tanaman ini belum diketahui, tetapi yang pasti sayuran ini banyak dijumpai di daratan Asia Tenggara, baik sengaja ditanam atau tidak. Kangkung memang bukan barang asing didapur Indonesia karena selain mudah didapat dan murah harganya, rasanya pun cukup sedap.

Gambar 2.1. Kangkung

2.1.1. Varietas dan Jenis

Jenis kangkung yang dikenal adalah air yang tumbuh ditempat yang berair dan kangkung darat yang tumbuh di daratan kering. Kangkung


(20)

air memiliki daun berwarna hijau gelap dan lebar meruncing. Batangnya besar berongga dengan warna keunguan. Jenis kangkung darat mempunyai daun berwarna hijau muda dan berukuran lebih kecil dan sempit. Batangnya pun lebih kecil dan berwarna hijau pucat. Kedua jenis kangkung tersebut digunakan untuk berbagai jenis masakan. Secara umum kangkung air mempunyai rasa lebih sedap dibanding kangkung darat (Novary, 1999).

Untuk kangkung darat, varietas sutra sangat baik dikembangbiakan. Jenis ini bukan asli Indonesia, melainkan dari tempat yang cukup jauh di Pasifik, yakni kepulauan Hawai. Penampilannya menarik, tumbuh tegak dengan daun berwarna pucat keputihan. Batangnya berwarna hijau muda dengan daun berbentuk segitiga lebar. Sedikit berbeda dengan sifat kangkung darat lainnya. Kangkung sutra daunnya lebar dengan ujung tumpul. Rasa daunnya cukup enak dan tidak berlendir. Kangkung sutra tahan pula terhadap serangan penyakit daun. Adaptasinya dengan lahan kering terbukti memuaskan. Tak heran bila kangkung sutra menjadi anjuran utama untuk ditanam. Varietas kangkung darat lainnya yang baik ditanam ialah kangkung Bangkok. Kangkung ini memang berasal dari Thailan. Pertumbuhannya tegak dengan batang lebih putih dari kangkung sutra. Perbedaan yang jelas dengan kangkung sutra ialah daun kangkung Bangkok lebih ramping dan ujung meruncing.


(21)

2.1.2. Kandungan Gizi

Kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang kaya gizi. Sayuran ini merupakan sumber vitamin A, dan C, mineral besi, kalsium, serta fosfor. Sayuran ini mengandung 29 kalori dalam setiap 100 gram ( Novary,1999).

Tabel 2.1. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Edisi 1995

(Daftar komposisi zat gizi pangan Indonesia, 1995).

2.1.3. Syarat Tumbuh

Sayuran ini memang tidak rewel dengan syarat tumbuh. Bahkan daerah perairan tawar seperti sungai kecil, danau, aliran air, kolam atau pun sawah dapat dijadikan lahan kangkung. Karena toleransinya yang tinggi terhadap daerah perairan ini, sebaiknya tidak menanam kangkung di perairan yang sudah tercemar. Kangkung yang ditanam di tempat tersebut akan menyerap zat- zat yang beracun yang terdapat di dalamnya. Toleransi dengan tanah kering didapat pada

Nama bahan

Komposisi zat gizi 100 gram b.d.d

b. d. d. % En er gi K al Prot ein g Lem ak g Hidr at aran g total g Sera t g Abu G K al-si u m m g Fo s fo r m g Besi mg Kar-otin total mkg

Vitamin Air

g A S.I B1 g C g Kang-kung


(22)

jenis kangkung darat yang biasa dibiakkan di tanah atau bedengan (Nazaruddin, 2002).

2.2. Biskuit

Biskuit adalah produk makanan kecil yang renyah yang dibuat dengan cara dipanggang (kue kering). Istilah biskuit berbeda – beda diberbagai daerah didunia. Asal kata ‘biskuit’ atau ‘biscuit’ berasal dari bahasa latin yaitu bis coctus yang berarti “dimasak dua kali”. Di Amerika biskuit populer dengan sebutan cookie yang berarti kue kecil yang dipanggang atau kue kering. Sejak abad ke-16 hingga ke-18 juga sering disebut dengan besquite dan bisket. Bentuk kata sejenis juga tercipta dibeberapa bahasa Eropa. Ciri - ciri dari biskuit di antaranya renyah, kering, bentuk umumnya kecil, tipis dan rata. Di Amerika Serikat biskuit tidaklah keras, tebal dan seperti gulungan kecil yang serupa dengan mafin (muffin), sedangkan di Inggris, biskuit sama dengan cookie atau cracker di Amerika. (http//Wikipedia.com/biskuit/).

Gambar 2.2. Biskuit Kangkung

Biskuit juga merupakan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Biskuit mengandung energi sebesar 485 kkal, protein 6,9 gram, karbohidrat 75,1 gram, kalsium 62 miligram, fosfor 87 miligram, dan zat besi 3 miligram. Selain itu didalam biskuit juga terkandung vitamin A, didapat dari penelitian terhadap 100 gram. Biskuit dengan jumlah


(23)

yang dapat di makan 100% (http//blogspot.com/1970/Isi-kandungan gizi biskuit/).

2.3. Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan bahwa banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis).

Penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot basah (wet basis) dalam perhitungannya berlaku rumus sebagai berikut:

��= ��/��× 100 %

Keterangan :

KA = kadar air bahan berdasarkan bobot basah ( % )

Wa = bobot air bahan ( gram) Wb = bobot bahan basah ( gram )

Bahan yang dinyatakan mempunyai kadar air 20 % berdasarkan bobot basah, berarti 100 gram bahan tersebut terdapat air sebanyak 20 gram dan bahan kering air sebanyak 80 gram. Jika dinyatakan dalam sistem bobot kering maka kadar airnya adalah (20/80) x 100 %, atau sama dengan 25 %.

Penentuan bobot kering suatu bahan dengan melakukan penimbangan. Penimbangan dilakukan setelah bobot bahan tersebut tidak berubah lagi


(24)

selama pengeringan berlangsung. Untuk mengatasi masalah tersebut biasanya dilakukan pengeringan dengan menggunakan suhu 1050C minimal 2 jam.

Analisis kadar air bahan biasanya ditentukan berdasarkan sistem bobot kering. Penyebabnya karena perhitungan berdasarkan bobot basah mempunyai kelemahan, yaitu bobot basah bahan selalu berubah – ubah setiap saat. Berdasarkan bobot kering, hal itu tidak akan terjadi karena bobot kering bahan selalu tetap (Adawyah, 2007).

2.4. Kadar Abu

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral.

Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan - bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemen- elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakukan pada manusia. Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui (Winarno, 1992).

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik.


(25)

Penentuan kadar abu digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:

a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.

Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.

Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung.

Penentuan kadar abu cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 0C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2 - 8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampai dingin.

Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan trace elemen dan logam-logam beracun. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan


(26)

adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuan bahan kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 – 30 menit selanjutnya dipindahkan ke dalam eksikator sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan. Pengabuan diulangi sampai diperoleh berat abu yang konstan (Sudarmadji, 1989).

2.5. Protein

Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam amino yang tersusun dari atom nitrogen, karbon, hydrogen, dan oksigen, beberapa jenis asam amino yang mengandung sulfur (metionin, sistin, dan sistein) yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Dalam makhluk hidup, protein berperan sebagai pembentuk struktur sel dan beberapa jenis protein memiliki peran fisiologis.

Berdasarkan bentuk molekulnya, protein digolongkan menjadi protein globular (albumin, globulin, dan haemoglobin) dan protein serabut (keratin pada rambut dan fibroin pada sutra). Berdasarkan tingkat kelarutannya dalam air, protein globular sangat mudah larut dalam air, sedangkan protein keratin tidak larut dalam air.

Uji kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan atau jenis protein dalam suatu bahan, sedangkan uji kuantitatif dapat dilakuan untuk mengetahui jumlah kandungan protein dalam suatu bahan.


(27)

Prinsip metode Mikro-Kjedahl adalah mula - mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Metode Mikro-Kjedahl umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro. Cara makro-Kjedahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenisasi dan besarnya 1 - 3 g, sedangkan semimikro-kjedahl dirancang untuk sampel yang berukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Kekurangannya adalah bahwa purin, piridin, vitamin-vitamin, asam amino besar, keratin, dan kreatinin ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini masih digunakan hingga kini dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisis protein dengan metode mikro-Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

a. Proses destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalm asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya, yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. Sebanyak 100 mg sampel (kedelai, tepung

terigu, atau bahan lain) ditambahkan dengan katalisator N sebanyak 0,5 – 1 g.

Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih asam sulfat saat penambahan H2SO4 pekat, serta


(28)

mempercepat kenaikkan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator N terdiri dari campuran K2SO4 dan HgO dengan

perbandingan 20 : 1.

Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel bahan padat telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama

dengan suhu ruang, sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan, karena reaksi yang sebelumnya telah usai.

b. Proses destilasi

Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambahkan dengan aquades untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna, serta untuk lebih memudahkan proses analisis karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih.

Pada tahap destilasi, Ammonium sulfat dipecah menjadi Ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkali dan dipanaskan dengan

pemanas. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini


(29)

adalah asam borat 4% dalam jumlah yang berlebih. Indikator BCG-MR digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih.

Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap destilat NH3 yang

berupa gas yang bersifat basa. Supaya Ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar, sehingga dapat ditentukan jumlah protein yang sesuai dengan kadar protein yang terkandung dalam bahan. Selama proses destilasi, lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah warna menjadi biru. Hal ini disebabkan karena larutan menangkap adanya Ammonia dalam bahan yang bersifat basa, sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.

Reaksi destilasi akan berakhir bila Ammonia yang telah terdestilasi tidak bereaksi lagi. Setelah destilasi selesai, larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung (endapan HgO), sedangkan larutan asam dalam Erlenmeyer akan berwarna biru karena berada dalam suasana basa akibat menangkap Ammonia.

c. Tahap titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan Ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrsi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan sebelumnya). Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi, karena selisih titrasi sampel dengan titrasi


(30)

blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang diperlukan untuk menetralkan akan ekuivalen dengan banyaknya N. titrasi HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari biru menjadi merah muda karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4, sehingga kandungan N dalam protein sampel dapat

diketahui.

Kadar Nitrogen (%N) dapat ditentukan dengan rumus berikut ini:

%� = (�� − ��)

�������� ×���� × 14,008 × 100%

ts : Volume titrasi sampel

tb : Volume titrasi blanko

Dengan demikian, % protein adalah sebagai berikut:

% ������� = %� ��

fk : Faktor konversi atau perkalian = 6,25

Apabila pada bahan yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat, maka faktor konversi yang digunakan adalah faktor konversi yang lebih tepat yang telah diketahui per bahan.

Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Karena pada bahan belum diketahui komposisi unsur-unsur


(31)

penyusunnya secara pasti, maka faktor konversi yang digunakan adalah 100/16 atau 6,25 (Bintang, 2010).

2.6. Lipid

Lipid merupakan senyawa ester asam lemak dengan gliserol yang terdiri dari atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Tiga asam lemak yang berikatan dengan satu molekul gliserol disebut triasil gliserol atau trigliserida. Lipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti aseton, alkohol, kloroform, eter dan benzena. Dalam makhuk hidup lipid berperan sebagai sumber energi, pembentuk struktur membran sel dan dapat sebagai insulator. Pada suhu ruang, lipid berbentuk padat yang disebut lemak dan lipid yang berbentuk cair disebut minyak.

Uji kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui sifat, kelarutan dan jenis lipid dalam suatu bahan, sedangkan uji kuantitatif dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan lipid dalam suatu bahan. Pengujian dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

2.6.1. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi subtansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lain. Penentuan kadar lemak dengan pelarut menghasilkan lemak kasar (crude fat). Umunya, analisis lemak kasar ada dua macam, yaitu cara


(32)

kering dan cara basah. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah trasnferdifusi komponen terlarut dari padatan inert kedalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstrkasi.

Pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam

thimble, kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus dilakukan secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, dianjurkan menggunakan vakum oven (suhu 70oC). Penentuan kadar lemak dengan cara ekstraksi kering dapat menggunakan alat yang digunakan soxhlet. Ekstraksi ini dapat dilakukan secara terputus - putus. Pada ekstraktor soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil kemudian keluar dalam fase cair. Kemudian cairan masuk kedalam keselongsong yang berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan didalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam sifon sama dengan tinggi pelarut diselongsong. Kemudian, pelarut seluruhnya akan mengalir masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon (Bintang, 2010).


(33)

2.7. Karbohidrat

Karbohidrat atau sakarida adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton, atau senyawa yang dihidrolisis dari keduanya. Unsur utama penyusunnya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Karbohidrat merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lain yang menggunakan energi matahari untuk melakukan pembentukan karbohidrat (Toha, 2005).

Beberapa jenis karbohidrat memiliki peranan penting, antara lain monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa, ribosa), diskarida (laktosa, sukrosa, maltosa) dan polisakarida (glikogen pada hewan dan selulosa pada tanaman) (Bintang, 2010).

2.8. Serat

Serat makanan adalah komponen karbohidrat kompleks tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tetapi dapat dicerna oleh mikro bakteri pencernaan. Serat makanan merupakan wadah berbiak yang baik bagi mikroflora usus. Serat makanan menurut jenisNya dibedakan menjadi dua, yaitu serat larut dan serat tak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas. Pektin dan getah tanaman (gum) adalah zat - zat yang termasuk dalam serat makanan larut, sedangkan selulosa, hemiselulosa, dan lignin tergolong kedalam kelompok serat tak larut.


(34)

Serat tak larut dapat diperoleh dari banyak sumber antara lain, kelompok padi - padian seperti padi, gandum, sorgum, yang pada kulit bulirnya lebih banyak mengandung serat yang tak larut. Kemudian batang sayuran seperti bayam, kangkung, sawi, selada, kol, lidah buaya, atau tangkai daun, dan jari- jari daun seperti: daun pepaya dan daun singkong. Kelompok kacang - kacangan seperti: kacang hijau, kacang tolo, kacang bogor, kacang merah, kedelai, yang pada bagian bulirnya banyak mengandung serat tak larut (Lubis, 2009).


(35)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sayuran merupakan bahan pangan yang mudah di dapatkan diberbagai tempat. Dan sayur bukanlah makanan pokok. Melainkan hanya sebagai pelengkap. Meskipun begitu sayur tidak bisa diabaikan begitu saja. Dimana diketahui sayuran sangat penting bagi kesehatan manusia. Sayur dibutuhkan manusia untuk beberapa manfaat. Kandungan aneka vitamin, karbohidrat, dan mineral pada sayur tidak dapat disubstitusi dengan makanan pokok.

Karbohidrat dalam sayuran berbentuk selulosa, gula, dan zat tepung. Gula dan zat tepung yang dikandung sayuran memang tidak banyak, namun selulosa yang dikandung sayuran memberi manfaat yang lebih banyak bagi manusia. Selulosa secara alami dikenal berupa serat. Serat pada sayuran berupa bahan yang relatif keras yang memberi bentuk atau penampilan suatu jenis tanaman (Nazaruddin, 2002).

Sebagai bagian dari menu makanan sayuran segar berperan menyediakan vitamin, mineral, atau serat dan juga mempunyai khasiat lain untuk kesehatan, kebugaran, maupun kecantikan. Bahkan sayuran dipercaya dapat menunda proses penuaan. Berbagai jenis sayuran, baik berupa bunga, buah, umbi, atau batang muda, hampir semuanya berkhasiat luar biasa bagi tubuh. Dengan beranekaragaman jenis sayuran maka memungkinkan kita


(36)

mengkonsumsinya setiap hari tanpa merasa jenuh atau bosan. Berbagai metode pemasakan dan penyajian dapat pula diterapkan agar sayuran dalam menu yang senantiasa bervariasi. Sebenarnya hampir semua jenis sayuran mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, hanya jumlahnya yang berbeda. Walaupun karbohidrat, protein, dan lemak juga terdapat di dalamnya, tetapi jumlahnya relatif kecil dibandingkan kandungan vitamin dan mineral. Kecuali terjadi pada beberapa sayuran, seperti kentang dan jagung yang disebut sumber karbohidrat atau sayuran kacang- kacangan yang juga dikenal sumber protein (Novary, 1999).

Kegunaan sayuran kangkung selain sebagai sumber vitamin A dan mineral serta unsur gizi lainnya yang berguna bagi kesehatan tubuh, juga dapat berfungsi menenangkan syaraf atau berkhasiat sebagai “obat tidur”. Di samping itu, tanaman kangkung mujarab untuk dijadikan bahan obat tradisional. Seorang pakar kesehatan di Filipina bernama Herminia de Guzman Ladion memasukkan kangkung dalam kelompok tanaman obat penyembuh ajaib, di antaranya berkhasiat sebagai penyembuh penyakit sembelit. Sembelit merupakan suatu keadaan dimana proses pengeluaran sisa pencernaan berlangsung lambat atau sulit karena mengeras. Resep pengobatan dengan bahan dari tanaman kangkung cukup sederhana yaitu mengkonsumsi dua mangkuk daun kangkung rebus bersama makanan lainnya. Di samping berkhasiat untuk menyembuhkan sembelit tanaman kangkung juga dapat dijadikan bagian dari menu bagi orang yang sedang diet. Dalam literatur lain ditemukan bahwa akar kangkung berguna bagi obat penyakit wasir atau haemorrhoid (Rukmana, 2001).


(37)

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menganalisa dan menyusun karya ilmiah tentang kangkung yang telah diolah menjadi tepung kangkung dan biskuit kangkung.

1.2. Permasalahan

Permasalahan yang dijumpai adalah apakah zat gizi (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar) yang terkandung dalam tepung kangkung dan biskuit kangkung masih sesuai dengan komponen zat gizi pada sayur kangkung yang tertera pada daftar komposisi zat gizi pangan Indonesia, edisi 1995.

1.3. Tujuan

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui komposisi gizi dari tepung kangkung dan biskuit kangkung.

b. Untuk mengetahui apakah komposisi tepung kangkung dan biskuit kangkung sesuai dengan komposisi gizi sayur kangkung menurut daftar komposisi zat gizi pangan Indonesia, edisi 1995.

1.4. Manfaat

Manfaat dari analisa kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar pada tepung kangkung dan biskuit kangkung yaitu


(38)

untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa kangkung yang telah diolah menjadi tepung dan biskuit telah memenuhi daftar gizi pangan Indonesia, sehingga layak untuk dikonsumsi.

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND). Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan, Telp. (061) 736371.


(39)

PERBANDINGAN KOMPOSISI ZAT GIZI PADA TEPUNG KANGKUNG DAN BISKUIT KANGKUNG

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat pada tepung kangkung dan biskuit kangkung. Metode penelitian untuk kadar air dan abu berdasarkan metode gravimetri, protein berdasarkan metode semimikro-kjeldahl, lemak berdasarkan metode hidrolisis, serat kasar berdasarkan ekstraksi soxhlet dan karbohidrat berdasarkan metode selisih. Hasil yang diperoleh untuk tepung kangkung, kadar air 8,27%, abu 0,70%, protein 28,34%,lemak 5,49%, serat kasar 19,49%, dankarbohidrat 47,44%. Dan untuk biskuit kangkung, kadar air 3,88%, abu 0,50%, protein 7,29%, lemak24,49%, serat kasar 0,92% , dan karbohidrat 62,87%. Dari hasil analisa ini dapat disimpulkan bahwa tepung kangkung memiliki komposisi gizi yang lebih besar dibandingkan biskuit kangkung. Dan kedua olahan kangkung ini memiliki komposisi gizi yang lebih tinggi dibandingkan komposisi gizi kangkung yang terdapat pada Daftar Komposisi Gizi Pangan Indonesia, Edisi tahun 1995, sehingga kedua olahan kangkung ini layak untuk dikonsumsi.


(40)

COMPARISON OF COMPOSITION NUTRITIONAL ON THE FLOUR AND WATER SPINACH BISCUITS

ABSTRACT

Has been done analysis moisture content, ash, protein, fat, fiber coarse, and carbohydrateson the flour and water spinach biscuits. Methods research for moisture content and ash based on methods gravimetric, protein based methods of semimikro-kjeldahl, fat based on methods hydrolysis, fiber coarse based on extraction soxhlet and carbohydrates based on determinan. Results which obtained for water spinach flour, moisture content 8.27%, ash 0.70%, protein 28.34%, fat 5.49%, fiber coarse 19.49%, and carbohydrate 47.44%. And for water spinach biscuits, moisture content 3.88%, ash 0,50%, protein 7.29%, fat 24.49%, fiber coarse 0.92%, and carbohydrate 62.87%. The results of this analysis, we can be concluded that the water spinach flour has greater composition nutritional than water spinach biscuits. Both of product have greater composition nutritional than one of them, which has been contained on List Composition of Nutrition of Food Indonesian, Edition 1995th. So we can be concluded both of water spinach product are feasible for be consumed.


(41)

PERBANDINGAN KOMPOSISI ZAT GIZI PADA TEPUNG

KANGKUNG DAN BISKUIT KANGKUNG

KARYA ILMIAH

PUPUT ARIANTIKA

(102401004)

PROGRAM DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(42)

PERSETUJUAN

Judul : PERBANDINGAN KOMPOSISI ZAT GIZI PADA

TEPUNG KANGKUNG DAN BISKUIT KANGKUNG

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : PUPUT ARIANTIKA

Nomor Induk Mahasiswa : 102401004

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA

Departmen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

Disetujui di Medan, Juli 2013

Diketahui

Prodi D3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dra. Emma Zaidar, MS Dra. EmmaZaidar,MS

NIP.195512181987012001 NIP.195512181987012001

Mengetahui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001


(43)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KOMPOSISI ZAT GIZI PADA TEPUNG KANGKUNG DAN BISKUIT KANGKUNG

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

PUPUT ARIANTIKA 102401004


(44)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam atas junjunganNabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususunan tugas akhir ini dengan judul Perbandingan Komposisi Zat Gizi pada Tepung Kangkung dan Biskuit Kangkung.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dra. Emma Zaidar, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan tugas akhir ini. Terima kasih kepada Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia. Akhirnya tidak terlupakan kepada Bapak, Ibu dan keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Semoga Allah SWT akan membalasnya.


(45)

PERBANDINGAN KOMPOSISI ZAT GIZI PADA TEPUNG KANGKUNG DAN BISKUIT KANGKUNG

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat pada tepung kangkung dan biskuit kangkung. Metode penelitian untuk kadar air dan abu berdasarkan metode gravimetri, protein berdasarkan metode semimikro-kjeldahl, lemak berdasarkan metode hidrolisis, serat kasar berdasarkan ekstraksi soxhlet dan karbohidrat berdasarkan metode selisih. Hasil yang diperoleh untuk tepung kangkung, kadar air 8,27%, abu 0,70%, protein 28,34%,lemak 5,49%, serat kasar 19,49%, dankarbohidrat 47,44%. Dan untuk biskuit kangkung, kadar air 3,88%, abu 0,50%, protein 7,29%, lemak24,49%, serat kasar 0,92% , dan karbohidrat 62,87%. Dari hasil analisa ini dapat disimpulkan bahwa tepung kangkung memiliki komposisi gizi yang lebih besar dibandingkan biskuit kangkung. Dan kedua olahan kangkung ini memiliki komposisi gizi yang lebih tinggi dibandingkan komposisi gizi kangkung yang terdapat pada Daftar Komposisi Gizi Pangan Indonesia, Edisi tahun 1995, sehingga kedua olahan kangkung ini layak untuk dikonsumsi.


(46)

COMPARISON OF COMPOSITION NUTRITIONAL ON THE FLOUR AND WATER SPINACH BISCUITS

ABSTRACT

Has been done analysis moisture content, ash, protein, fat, fiber coarse, and carbohydrateson the flour and water spinach biscuits. Methods research for moisture content and ash based on methods gravimetric, protein based methods of semimikro-kjeldahl, fat based on methods hydrolysis, fiber coarse based on extraction soxhlet and carbohydrates based on determinan. Results which obtained for water spinach flour, moisture content 8.27%, ash 0.70%, protein 28.34%, fat 5.49%, fiber coarse 19.49%, and carbohydrate 47.44%. And for water spinach biscuits, moisture content 3.88%, ash 0,50%, protein 7.29%, fat 24.49%, fiber coarse 0.92%, and carbohydrate 62.87%. The results of this analysis, we can be concluded that the water spinach flour has greater composition nutritional than water spinach biscuits. Both of product have greater composition nutritional than one of them, which has been contained on List Composition of Nutrition of Food Indonesian, Edition 1995th. So we can be concluded both of water spinach product are feasible for be consumed.


(47)

DAFTAR ISI

Halaman

Perserujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

1.5 Lokasi Penelitian 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kangkung 5

2.1.2 Varietas dan Jenis 5

2.1.2 Kandungan Gizi 7

2.1.3 Syarat Tumbuh 7

2.2 Biskuit 8

2.3 Kadar Air 9

2.4 Kadar Abu 10

2.5 Protein 12

2.6 Lipid 17

2.6.1 Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet 17

2.7 Karbohidrat 19

2.8 Serat 19

BAB 3. Metodologi

3.1 Alat 21

3.2 Bahan 22

3.3 Prosedur 23

3.3.1 Penentuan Kadar Air (metode Gravimetri) 23 3.3.2 Penentuan Kadar Abu (metode Gravimetri) 23 3.3.3 Penentuan Kadar Protein(metode semimikro khedjal) 24 3.3.4 Penentuan Lemak (metode Hidrolisis) 25

3.3.5 Penentuan Serat Kasar 25

BAB 4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Data Percobaan 27


(48)

4.1.3 Data penentuan Kadar Abu 28

4.1.4 Data penentuan Protein 28

4.1.5 Data penentuan Kadar Lemak 29 4.1.6 Data penentuan Serat Kasar 30

4.2 Reaksi 30

4.3 Perhitungan 31

4.3.1 Penentuan Kadar Air 31

4.3.2 Penentuan Kadar Abu 32

4.3.3 Penentuan Kadar Protein 32

4.3.4 Penentuan Kadar Lemak 33

4.3.5 Penentuan Serat Kasar 34

4.3.6 Penentuan Kadar Karbohidrat 35

4.4 Pembahasan 35

BAB 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

Daftar Pustaka 38


(49)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel 2.1 4.1

Judul

Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Edisi 1995 Komposisi Gizi Kangkung dan Olahannya

Halaman

7 36


(50)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Tabel 2.1 2.2

Judul

Kangkung

Biskuit Kangkung

Halaman

5 8


(1)

PERBANDINGAN KOMPOSISI ZAT GIZI PADA TEPUNG KANGKUNG DAN BISKUIT KANGKUNG

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat pada tepung kangkung dan biskuit kangkung. Metode penelitian untuk kadar air dan abu berdasarkan metode gravimetri, protein berdasarkan metode semimikro-kjeldahl, lemak berdasarkan metode hidrolisis, serat kasar berdasarkan ekstraksi soxhlet dan karbohidrat berdasarkan metode selisih. Hasil yang diperoleh untuk tepung kangkung, kadar air 8,27%, abu 0,70%, protein 28,34%,lemak 5,49%, serat kasar 19,49%, dankarbohidrat 47,44%. Dan untuk biskuit kangkung, kadar air 3,88%, abu 0,50%, protein 7,29%, lemak24,49%, serat kasar 0,92% , dan karbohidrat 62,87%. Dari hasil analisa ini dapat disimpulkan bahwa tepung kangkung memiliki komposisi gizi yang lebih besar dibandingkan biskuit kangkung. Dan kedua olahan kangkung ini memiliki komposisi gizi yang lebih tinggi dibandingkan komposisi gizi kangkung yang terdapat pada Daftar Komposisi Gizi Pangan Indonesia, Edisi tahun 1995, sehingga kedua olahan kangkung ini layak untuk dikonsumsi.

Keyword : protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, gizi


(2)

COMPARISON OF COMPOSITION NUTRITIONAL ON THE FLOUR AND WATER SPINACH BISCUITS

ABSTRACT

Has been done analysis moisture content, ash, protein, fat, fiber coarse, and carbohydrateson the flour and water spinach biscuits. Methods research for moisture content and ash based on methods gravimetric, protein based methods of semimikro-kjeldahl, fat based on methods hydrolysis, fiber coarse based on extraction soxhlet and carbohydrates based on determinan. Results which obtained for water spinach flour, moisture content 8.27%, ash 0.70%, protein 28.34%, fat 5.49%, fiber coarse 19.49%, and carbohydrate 47.44%. And for water spinach biscuits, moisture content 3.88%, ash 0,50%, protein 7.29%, fat 24.49%, fiber coarse 0.92%, and carbohydrate 62.87%. The results of this analysis, we can be concluded that the water spinach flour has greater composition nutritional than water spinach biscuits. Both of product have greater composition nutritional than one of them, which has been contained on List Composition of Nutrition of Food Indonesian, Edition 1995th. So we can be concluded both of water spinach product are feasible for be consumed.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Perserujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

1.5 Lokasi Penelitian 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kangkung 5

2.1.2 Varietas dan Jenis 5 2.1.2 Kandungan Gizi 7

2.1.3 Syarat Tumbuh 7

2.2 Biskuit 8

2.3 Kadar Air 9

2.4 Kadar Abu 10

2.5 Protein 12

2.6 Lipid 17

2.6.1 Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet 17

2.7 Karbohidrat 19

2.8 Serat 19

BAB 3. Metodologi

3.1 Alat 21

3.2 Bahan 22

3.3 Prosedur 23

3.3.1 Penentuan Kadar Air (metode Gravimetri) 23 3.3.2 Penentuan Kadar Abu (metode Gravimetri) 23 3.3.3 Penentuan Kadar Protein(metode semimikro khedjal) 24 3.3.4 Penentuan Lemak (metode Hidrolisis) 25 3.3.5 Penentuan Serat Kasar 25 BAB 4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Data Percobaan 27

4.1.2 Data Penentuan Kadar Air 27


(4)

4.1.3 Data penentuan Kadar Abu 28 4.1.4 Data penentuan Protein 28 4.1.5 Data penentuan Kadar Lemak 29 4.1.6 Data penentuan Serat Kasar 30

4.2 Reaksi 30

4.3 Perhitungan 31

4.3.1 Penentuan Kadar Air 31 4.3.2 Penentuan Kadar Abu 32 4.3.3 Penentuan Kadar Protein 32 4.3.4 Penentuan Kadar Lemak 33 4.3.5 Penentuan Serat Kasar 34 4.3.6 Penentuan Kadar Karbohidrat 35

4.4 Pembahasan 35

BAB 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

Daftar Pustaka 38


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel 2.1 4.1

Judul

Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Edisi 1995 Komposisi Gizi Kangkung dan Olahannya

Halaman

7 36


(6)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Tabel 2.1 2.2

Judul

Kangkung

Biskuit Kangkung

Halaman

5 8