Kajian Yuridis Mengenai Dampak Hukum Akibat Naik-Nya Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Regulasi Kenaikan Tarif Angkutan Umum (Studi Pada Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM))

BAB II
KAJIAN UMUM TENTANG ANGKUTAN UMUM DAN TARIF
A. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan Pengertian
Pengangkutan
Kegiatan dari transportasi memindahkan barang ( commodity of goods)
dan penumpang dari satu tempat (origin atau port of call) ke tempat lain atau
part of destination, maka dengan demikian pengangkut menghasilkan jasa

angkutan atau dengan perkataan lain produksi jasa bagi masyarakat yang
membutuhkan sangat bermanfaat untuk pemindahan/pengiriman barangbarangnya.10
Keberadaan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau
aktifitas kehidupan manusia sehari. Mulai dari zaman kehidupan manusia
yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu
barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat
tersebut dalam kegiatan pengangkutan.11
Sedangkan pengertian angkutan menurut Undang Undang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yaitu perpindahan orang dan atau barang dari satu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.
Angkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan/barang dari satu
tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan)


10

Soegijatna Tjakranegara, S.H, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Jakarta, Rineka
Cipta, 2003 hal.1
11 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2005, hal.3

Universitas Sumatera Utara

yang harus diperhatikan adalah keseimbangan antara kapasitas moda angkutan
dengan jumlah barang maupun orang yang memerlukan angkutan.
Pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik
mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak
diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat secara efisiensi. 12
Angkutan darat terdiri atas:
1. Angkutan jalan raya
2. Angkutan jalan rel atau kereta api
a.d.1. Angkutan jalan raya, meliputi angkutan yang menggunakan alat
angkut berupa manusia, binatang, pedati, sepeda motor, becak, bus, truck,
dan kendaraan bermotor lainnya. Tenaga yang digunakan adalah tenaga
manusia, tenaga


binatang, tenaga uap, BBM (bahan bakar minyak),

dan diesel.
a.d.2.

Angkutan jalan rel, menggunakan kereta api yang terdiri dari

lokomotif, gerbong barang dan kereta penumpang. Jalan yang
dipergunakan berupa jalan

baja, baik dua rel maupun mono rel dengan

tenaga penggerak berupa tenaga uap, diesel, dan tenaga listrik.13
Abdulkadir Muhammad mendefinisikan Pengangkutan sebagai proses
kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut yang
diatur undang-undang sesuai dengan angkutan dan kemajuan teknologi. 14

12


Ibid.,
Prof. R. Soekardono, SH, Hukum Dagang Indonesia , Jakarta, CV.Rajawali, hal. 23
14 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.1
13

Universitas Sumatera Utara

Poerwosutjipto,HMN

mengtakan

bahwa

Pengangkutan

adalah

perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan

barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.15
Sutio Usman Adji, dkk menyampaikan bahwa hukum pengangkutan
adalah sebuah perjanjian timbal-balik, pada mana pihak pengangkut
mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau
orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim
penerima; pengirim atau peneima; penumpang) berkeharusan untuk
menunaikan biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.16
Jika dilihat dari berbagai pengertian dan defenisi pengangkutan
diatas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, yaitu sebagai
berikut:
a. Pelaku, yaitu pihak yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada
yang berupa badan hukum yang melaksanakan pengangkutan
seperti perusahaan pengangkutan, baik berupa orang secara
alamiah maupun orang dalam arti badan hukum seperti Perseroan
Terbatas (PT) atau Koperasi. Orang secara alamiah sebagai

15


HMN. Purwusutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan,
Jakarta, Djambatan, 2001, hal.2
16 Hasim Purba, Op.Cit., hal.4

Universitas Sumatera Utara

pelaku misalnya buruh pelabuhan yang menyangkut dan
mengangkat barang-barang dari dan ke kapal.
b. Alat

pengangkutan,

yaitu

alat

yang

digunakan


untuk

menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digunakan secara
mekanik atau elektronik dengan teknologi tinggi yang harus
memenuhi

persyaratan

keamanan

dan

keselamatan

yang

ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek ( crene)
dan lain-lain.
c. Barang dan/atau penumpang, yaitu objek yang dimuat dan

diangkut. Barang muatan yang diangkut adalah barang yang dapat
diperdagangkan atau tidak dapat diperdagangkan dan berbagai
jenis yang diklasifikasikan sebagai barang umum ( general good),
barang-barang yang berbahaya (dangerous good), barang yang
mudah rusak (perishable good), barang beracun termasuk pula
animal product, jenazah, hewan, ikan, tumbuh-tumbuhan dan lainlain.
d. Perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang menyangkut barang atau
penumpang sejak permuatan atau boarding dengan penurunan di
tempat tujuan dengan selamat.
e. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan nilai tambah atau
kegunaan barang yang diangkut di tempat tujuan.

Universitas Sumatera Utara

f. Tujuan pengangkutan, yaitu barang dan/atau orang dapat selamat
sampai di tempat tujuan.
Perjanjian Pengangkutan
Untuk melakukan pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat
tujuan dilakukan dengan suatu perjanjian. Perjanjian pengangutan adalah
suatu perjanjian timbal-balik (consensuil) antara pengangkutan dengan

pengirim, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untu menyelenggarakan
pengangkutan barang, dan atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan dirinya untuk
membayar biaya angkutan.17
Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan ialah pengangkut dan
pengirim untuk pengangkutan barang, pengangkut dan penumpang untuk
pengangkutan penumpang. Dalam hal penumpang diwakili oleh majikannya,
majikan itu berstatus sebagai pihak. Perjanjian pengangkutan bersifat timbal
balik, artinya kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban dan
hak. Kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.sedangkan kewajiban
pengirim atau penumpang adalah membayar biaya pengangkutan.
Dalam pengertian “menyelenggarakan pengangkutan” tersimpul
pengangkutan dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh
pengangkut atau dilakukan oleh orang lain atas perintahnya. Istilah “dengan
selamat” mengandung arti bahwa apabila pengangkutan berjalan

17

“tidak


Soegijatna Tjakanegara, S.H, Op.Cit., hal.67

Universitas Sumatera Utara

selamat”, itu menjadi tanggung jawab pengangkut. Keadaan tidak selamat
mempunyai dua arti, yaitu:
1. Pada pengangkutan barang, barangnya tidak ada, lenyap, atau
musnah, atau barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya
disebabkan oleh berbagai kemungkinan peristiwa;
2. Pada pengangkutan penumpang, penumpang meninggal dunia atau
menderita luka/cacat sementara atau tetap, karena sesuatu peristiwa
atau kejadian.
Dari definisi diatas, dapat kita ketahui pihak-pihak yang terkait dalam
proses angkutan, yaitu:
1. Pihak Pengangkut
Untuk angkutan darat pihak pengangkut terdiri atas perusahaan Oto Bis
dan Perusahaan Kereta Api. Untuk perusahaan angkutan Oto Bis dapat
dilakukan oleh BUMN/BUMD, badan usaha milik swasta nasional,
koperasi atau perorangan. Pihak pengangkut ini mempunyai kewajiban

untuk mengangkut barang ataupun orang dari satu tempat ke tempat lain
dengan selamat.
2. Pihak Pengirim
Pengirim barang bisa saja bukan sebagai pemilik barang tersebut, tetapi
dia diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang ke tempat
tujuan sesuai dengan perjanjian pengangkutan. Pihak pengirim (pemakai
jasa angkutan) berkewajiban menyerahkan ongkos yang disepakati serta
menyerahkan barang yang dikirim pada alamat tujuan yang jelas.

Universitas Sumatera Utara

Ditempat tujuan tersebut diserahterimakan kepada penerima yang mana
dan alamatnya tercantum dalam surat angkutan sebagai pihak ketiga yang
turut serta bertanggung jawab atas penerimaan barang.
3. Kedudukan pihak penerima barang karena sesuatu perjanjian untuk
berbuat sesuatu bagi penerima barang apakah barang itu diterimanya
sebagai suatu hadiah (Pasal 1217 KUHPerdata).
Hubungan kerja antara pengirim dan pengangkut, sebagai pihakpihak dalam perjanjian transportation adalah consensuil bukan berdiri sama
tinggi (gecoordineerd) karena disini tidak terdapat hubungan kerja antara
buruh dan majikan dan tidak terdapat pula hubungan pemborongan

menciptakan hal-hal baru mengadakan benda baru.18
Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada
perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang.
Dalam Bahasa Belanda, perjanjian disebut juga dengan overeenkomst dan
hukum perjanjian disebut dengan overseenkomstenrecht. Hukum perjanjian
diatur juga diatur dalam pasal 1313 KUHperdata yaitu suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih lainnya. Ketentuan pasal ini kurang tepat karena ada beberapa
kelemahan yang perlu dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari
rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari

18

Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan
itu ialah “saling mengikatkan diri” jadi ada consensus antara dua
pihak.
2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus. Dalam
pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan
kepentingan (zaakwarneming) yang tidak melawan hukum
(onrechtmatige daad ) yang tidak mengandung suatu consensus.
Seharusnya dipakai istilah “persetujuan”
3. Pengertian perjanjan terlalu luas. Pengertian perjanjian mencakup
juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga.
Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan
kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam
buku III KUHperdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang
bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal).
4. Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan pasal itu tidak
disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak
mengikatkan diri itu jelas untuk apa.
Sedangkan pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara
pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan dirinya
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang/orang dari satu tempat ke
tempat

tujuan

tertentu

dengan

selamat,

sedangkan

pengiriman

mengikatkan dirinya untuk membayar uang angkutan.

Universitas Sumatera Utara

Jadi dapat disimpulkan bahwa, perjanjian pengangkutan menurut
Subekti yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk
dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain,
sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkos.
B. Jenis-jenis, Asas-asas, dan Tanggung Jawab Perjanjian Pengangkutan
Jenis-jenis pengangkutan
Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan
manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu
barometer kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan
dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat
tersebut dalam kegiatan pengangkutan.19
Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “
mengangkut dan membawa” sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan
sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.20
Secara umum, pengangkutan terbagi atas 3 (tiga jenis), yakni:
a. Pengangkutan Darat
Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara,
yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan
darat dapat dilakukan dengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan
kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik
di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk
19
20

Hasim Purba, Op.Cit., hal.3
Ibid, hal.3

Universitas Sumatera Utara

menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di
satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan surat-surat/paket
melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan
darat.
Pengangkutan darat, diatur dalam:

1) KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai dari pasal 90 sampai
dengan pasal 98. Dalam bagian ini diatur sekaligus pengangkutan darat
dan pengangkutan perairan darat, tetapi hanya khusus mengenai
pengangkutan barang
2) Peraturan-peraturan khusus lainnya, misalnya:
a) S. 1927-262, tentang pengangkutan dengan kereta api;
b) UU No.3 Tahun 1965 (LN 1965-25), tentang “Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Raya”
c) S. 1936-451 bsd. PP No. 28 Tahun 1951 (LN 1951-47), yang telah
dirubah dan ditambah dengan PP No.44 Tahun 1954 (LN 1954-76) dan
PP No. 2 tahun 1964 (LN 1964-5), tentang “Peraturan Lalu-Lintas
Jalan (Wegverkeersverordening );
d) Peraturan-peraturan tentang pos dan telekomunikasi dan lain-lain.
b. Pengangkutan Laut
Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber
mata pencaharian dan makanan bagi umat manusia, sebagai tempat rekreasi, dan
sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya
perdagangan. Ruang lingkup ankutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup

Universitas Sumatera Utara

angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara,
sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1) Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri
2) Ruang lingkup angkutan laut luar negeri
Dalam hal ini, hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada
suatu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam,
sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum,
baik hukum public dan privat nasional maupun internasional.
Pengangkutan Laut, diatur dalam:

1) KUHD, Buku II, Bab V, tentang “Perjanjian carter kapal”;
2) KUHD, Buku II, Bab V-A, tentang “Pengangkutan barang-barang”;
3) KUHD, Buku II,, Bab V-B, tentang “Pengangkutan orang”;
4) Peraturan khusus lainnya.
c. Pengangkutan Udara
International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi
internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara
diseluruh dunia. Perusahaan tersebut telah menyetujui syarat-syarat umu
pengangkutan (General Condition of Carriage ), baik untuk penumpang,bagasi
maupun untuk barang. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk
mengadakan

keseragaman

dalam

syarat-syarat

pengangkutan

bagi

para

anggotanya. Syarat- syarat khusus ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon
penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu
disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat

Universitas Sumatera Utara

khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia. Dengan
membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan
antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuanketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku.21
Pengangkutan udara , diatur dalam:

1) S. 1939-100 (Luchtvervoerordonnantie ) bsd. UU No.83 Tahun 1958 (LN
1958-159 dan TLN No. 1687, tentang “Penerbangan”)
2) Peraturan-peraturan lainnya
Asas-asas Perjanjian Pengangkutan
Pada umumnya perjanjian pengangkutan dibuat tidak tertulis, yang penting
ialah persetujuan antara pihak-pihak, yang mengesahkan hubungan kewajiban dan
hak. Kewajiban dan hak itu sudah dirumuskan dalam undang-undang
pengangkutan. Jadi, perjanjian pengangkutan itu pada hakikatnya memberlakukan
kewajiban dan hak yang ditetapkan dalam undang-undang kepada kedua belah
pihak. 22
Akan tetapi perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan
tanggung jawab pengangkut. Artinya, apabila timbul kerugian, pengangkut bebas
dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah:
1. Keadaan memaksa (overmacht)
2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri
3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri

21

Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, Medan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU,
2002, hal.22
22 Abdulkadir Muhammad, SH, Op.Cit, hal.23

Universitas Sumatera Utara

Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum.23
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat
ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini
pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan.
Apabila perjanjian dibuat secara tertulis, maka pembatasan dituliskan secara
tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian. Tetapi apabila perjanjian dibuat
secara tidak tertulis maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan
memegang peranan penting, disamping ketentuan undang-undang. Bagaimanapun
pihak-pihak dilarang menghapuskan tanggung jawab sama sekali.
Maka dari itu asas dibuat dan dilaksanakan agar para pihak mengetahui
batasan-batasan yang dilaksanakan dalam menjalankan hak dan kewajibannya
masing-masing. Untuk itu, dibuatlah asas-asas pokok yang mendasari perjanjian
pengangkutan tersebut.
Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan, yaitu;
1. Asas Konsensual
Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara
tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak.
Dalam kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut,
dan udara dibuat secara tertulis, tetapi selalu didukung dokumen
pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis melaikan
sebagai ukti bahwa persetujuan diantara pihak-pihak telah ditentukan

23

Ibid

Universitas Sumatera Utara

dalam Undang-Undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan
ketentuan Undang-Undang.
2. Asas Koordinasi
Asas ini mensyarakatkan kedudukan yang sejajar antara pihakpihak dalam perjanjian pengangkutan.
3. Asas Campuran
Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis
perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut,
penyimpan barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan
pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut.
Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu
berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan, kecuali jika perjanjian
pengangkutan mengatur lain. Berdasarkan hasil penelitian ternyata
ketentuan daam pengangkutan itulah yang berlaku. Jika dalam perjanjian
pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis
perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas
konsensual.
4. Asas Tidak Ada Hak Retensi
Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak
dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan
tujuan pengangkutan. Pengangkutan hak retensi akan menyulitkan
pengangkut sendiri, misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya
penyimpanan, penjagaan, dan perawatan barang.

Universitas Sumatera Utara

Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan
Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu:
1. Tanggung Jawab karena Kesalahan
Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan
dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggungjawab membayar
segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak menderita
kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian
ada pada pihak yang dirugikan, bukan pengangkut. Prinsip ini dianut
dalam Pasal 1365 KUHPerdara tentang perbuatan melawan hukum
sebagai aturan umum. Aturan khusus ditentukan dalam undang-undang
yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.
2. Tanggung Jawab karena Praduga
Menurut

prinsip

ini,

setiap

pengangkut

dianggap

selalu

bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan
yang

diselenggarakannya.

Akan

tetapi,

jika

pengangkut

dapat

membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dibebaskan dari tanggung jawab
membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan
kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk
menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu
tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada di pihak pengangkut,
bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup
menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan
diselenggarakan pengangkut.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, jelas bahwa dalam hukum pengangkutan
Indonesia prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga
kedua-duanya dianut. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah
asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas,
sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian.
Aartinya, pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul
dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil
membuktikan bahwa ia tidak bersalah/lalai, ia dibebaskan sebagian atau
seluruh dari tanggung jawabnya.
3. Tanggung Jawab Mutlak
Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas
setiap

kerugian

yang

timbul

dalam

pengangkutan

yang

diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan
pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur
kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari
tanggung jawab dengan alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu.
Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: “pengangkut bertanggung
jawab atas kerugian yang timbul karena peristiwa apa pun dalam
penyelenggaraan pengangkutan ini”.
Dalam undang-undang, pengangkutan, ternyata prinsip tanggung
jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur ungkin karena alasan bahwa
pengangkut yang berusaha di bidang jasa pengangkutan tidak perlu
dibebani dengan resiko yang terlalu berat. Namun, tidak berarti bahwa

Universitas Sumatera Utara

pihak-pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian
pengangkutan. Pihak-pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini
untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab berdasarkan asas
kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan dalam perjanjian
pengangkutan, harus dinyatakan dengan tegas, misalnya dimuat pada
dokumen pengangkutan.
Tanggung Jawab Pengusaha Pegangkutan
Pengusaha pengangkutan (transport ordernemer ) atas keselamatan
barang, kelambatan barang, kelambatan datangnya barang, baik kerusakan
dan kehilangan barang yang diangkut, dengan demikian posisi pengusaha
pengangkutan sama dengan pengangkutan yang dimaksud dalam Pasal 91
KUHD.
Kedudukan hukum Pengusaha Pengangkutan sama dengan
pengangkut.
Luasnya Tanggung Jawab Pengangkutan

Tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan
1246 KUHPerdata.
Pasal 1236, pengangkut wajib memberi ganti rugi atas biaya dan rugi
bunga yang layak harus diterima, bila ia tidak dapat menyerahkann atau
tidak

merawat

sepantasnya

untuk

menyelamatkan

barang-barang

angkutan.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1246, biaya kerugian bunga itu terdiri dari kerugian yang telah
dideritanya dan laba yang sedianya akan diperoleh, kerugian harus diganti
ialah misalnya:
-

harga pembelian

-

biaya pengiriman dan laba yang layak diharapkan.
Batas tanggung jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal
1247 dan 1248 KUHD, kerugian penerimaan dan pengiriman barang
menjadi beban pengangkut yang dibatasi dengan syarat sebagai
berikut:
a. Kerugian dapat diperkirakan secara layak, pada saat timbulnya
perikatan.
b. Kerugian itu harus merupakan akibat langsung dari tidak
terlaksananya perjanjian pengangkutan.

Kewajiban tanggung jawab pengangkut : ialah memenuhi kewajiban

pengangkut sesuai dengan persetujuan yaitu menjaga keselamatan terhadap
penumpang dan barang yang harus diangkutnya terhadap sesuatu hal yang akan
menimpa barang angkutannya, dikirim, dipercayakan, diserahkan kepadanya
berdasarkan ketentuan Pasal 468 KUHD di mana pada:
Ayat 1: bahwa pengangkut diwajibkan menjamin keselamatan barang saat
diterima hingga saat diserahkan baik sebagian ataupun seluruhnya menurut
perjanjian, terkecuali ia dapat membuktikan kerugian itu disebabkan karena:
-

Kejadian yang tidak dapat dicegah maupun dihindarkan secara layak
diluar kemampuan pengangkut.

Universitas Sumatera Utara

-

Sifat atau keadaan barang yang diangkut ciri-ciri yang tidak diberitahukan
secara sempurna oleh pengirim barang.

-

Akibat tidak sempurnanya pembungkus (packing)

Ayat 2: bahwa ia harus membayar ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan atas
barang.
Ayat 3: pengangkut harus bertanggung jawab mengganti kerugian atas segala
perbuatan mereka, yang dipekerjakan dalam pengangkutan atas kelalaian dan
akibat

kurang sempurna

alat

pengangkutan

yang dipergunakan dalam

penyelenggaraan.
Pengecualian pada Pasal 468 KUHD tersebut diatas dimasukkan dalam
ketentuan Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata yang mengenai persetujuan pada
umumnya:
a. Jika ada alasan yang sah untuk tidak dapat dihukum membayar ganti rugi,
karena tidak dipenuhinya suatu janji, yang dapat dibuktikan karena suatu
hal yang tidak dapat terduga, di mana pengangkut menunjukkan sikap
itikad baik yang membuktikan pertanggungjawaban (Pasal 1244
KUHPerdata).
b. Tidak dapat diganti segala rugi biaya dan bunga oleh sebab overmacht,
dengan perhitungan seluruhnya karena keadaan memaksa disebabkan
kejadian itu yang tidak terduga sebelumnya (Pasal 1245 KUHPerdata).
Penerima Boleh Menolak Barang-barang yang diangkut

Penerima barang boleh menolak barang-barang yang rusak ataupun
tidak lengkap jumlahnya dengan cara membiarkan barang tersebut pada

Universitas Sumatera Utara

tangan pengangkut, kemudian penerima menuntut ganti rugi atas semua
barang yang diangkut, sebagaimana halnya orang yang tidak berprestasi
dan tuntutan tersebut harus menurut asas yang tercantum dalam Pasal
1246 dan 1248 KUHPerdata.
Pengurangan atau Penghapusan Tanggung Jawab Pengangkutan

Pengurangan dan tanggung jawabnya mungkin dapat diadakan
tetapi atas persetujuan dari pihak pengirim ataupun penerima barang
karena sifatnya dwingen recht (Pasal 1320 KUHPerdata).
Klausul pengurangan tanggung jawab pengangkutan diadakan seimbang
dengan

biaya

pengurangan

angkutan,

tetapi

imbangan

tersebut

diperkirakan demikian rupa barang yang diangkut tetap terjamin
keselamatannya tidak akan merugikan pihak pengirim barang, oleh karena
itu dalam hal ini pengirim perlu mendapatkan perlindungan dari
pembentukan undang-undang (hukum).
Bilamana barang yang diangkut tersebut terlambat datangnya dari
waktu yang ditetapkan, maka penerima barang tidak dapat menuntut atas
dasar Pasal 93 KUHD tetapi harus mengajukan tuntutan ganti rugi
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu perbuatan melanggar hukum
merugikan oranglain, oleh karena wajib karena salahnya maka siapa yang
merugikan harus mengganti segala rugi dan laba oleh karena itu
pengangkut harus dapat membuktikan beban pembuktian yang sah
menurut hukum.

Universitas Sumatera Utara

-

Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata lebih layak bila dipergunakan bagi
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yaitu bagi yang dirugikan.

-

Kerugian terhadap penerimaan barang yang dikirim menggugat
pengangkut harus mempergunakan Pasal 1967 KUHPerdata dengan
batas waktu lamanya sampai 30 tahun masih dapat berlaku dengan
ketentuan penerima atau pemilik barang harus dapat membuktikan
beban kerugian dengan nyata menurut hukum, oleh karena itu masa
kini tenggang waktu diperpendek waktunya sampai 1 tahun.
Telah dikatakan bahwa kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan
pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai tempat
tujuan dengan selamat. Kalau tidak selamat, menjadi tanggung jawab
pengangkut. Bila penyelenggaraan pengangkutan tidak selamat, akan
terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai di tempat tujuan tidak ada
(musnah) atau ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya. Barang tidak
ada, mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, atau dicuri
orang, dibuang dan lain-lain. Kalau barang muatan tidak ada atau ada,
tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut
harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau
rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4 macam sebab
sebagai tersebut di bawah ini, yaitu:
a. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeure)
b. Cacat pada barang itu sendiri

Universitas Sumatera Utara

c. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur (Pasal
91 KUHD)
d. Keterlambatan datangnya barang di tempat tujuan, yang
disebabkan karena keadaan memaksa (Pasal 92 KUHD); dalam
hal ini barang tidak rusak atau musnah.
Sebetulnya ketentuan-ketentuan dalam pasal 92 KUHD tu sudah
dapat disimpulkam dari pasal 1244 dan 1245 KUHPer. Ketentuanketentuan dalam pasal 92 KUHD itu lebih menjelaskan dalam
bidang hukum dagang dan sesuai dengan agagium “ lex specialis
degorate lex generali”.

Tanggung jawab di sini dalam bentuk perikatan yang mewajibkan
penanggung jawab untuk mengganti kerugian kepada pihak
ketiga,bila terjadi kerugian yang disebabkan karena sebab-sebab
yang menjadi tanggung jawab pengangkut, yang disebut oleh
undang-undang.
C. Pengertian Tarif dan Pengaturannya di dalam PerUndang-Undangan
Agar mendapat suatu tarif/daftar harga yang wajar perlu bagi perusahaan
jasa angkutan menetapkan daftar harga biaya (cost) yang harus dikeluarkan
selaras dengan barang/orang yang diangkut yang lazimnya perorangan mengirim
barang atau perusahaan yang menggunakan jasa pengangkutan meminta daftar
harga. Dengan sendirinya menurut kebiasaan dalam menetapkan jasa angkutan,
perhitungan tarif biasanya didasarkan atas keadaan barang, apakah menurut berat,

Universitas Sumatera Utara

volume atau nilai barang yang diangkut serta jarak yang ditempuh atau tempat
tujuan barang (part of destination).24
Seseorang yang mempunyai perusahaan pengangkutan baik angkutan
darat, angkutan laut, dan angkutan udara wajar untuk memahami segala jenis
biaya yang harus dikeluarkan dan diminta, sebab jasa yang sudah diberikan adalah
sebagai tolak ukur untuk tarif angkutan umum sehingga dapat memberikan suatu
provit pihak pengangkutan.
Dalam penetapan tarif jasa angkutan atau tarif harga perlu kiranya
memperhatikan:
a. Dasar perhitungan tarif (Structure of Rate )
b. Dasar tingkat yang wajar (Reasonable Level of Rate )
Ad. a. Dasar perhitungan tarif (Structure of Rate )
Dibagi dalan unsur-unsur:
1. Nilai Pelayanan (The Value Of Service Pricing )
2. Pengeluaran Biaya (The Cost Of Service Pricing )
3. Volume Barang (What The Traffic Will Bear )
Ad. 1. Nilai Pelayanan (The value of Service Pricing )
Tinggi rendahnya tarif price utility berdasarkan atas nilai pelayanan yang
tadi dipengaruhi oleh:25
a. Harga barang yang diangkut.

24
25

Soegijatna Tjakranegara, Op.Cit, hal.4
Ibid

Universitas Sumatera Utara

b. Kalau terdapat banyak pengiriman barang atau ekspeditur, maka tariff
harga naik, kalau pengiriman baramg hanya satu atau dua atau beberapa,
maka tidak akan ada cencurentic.
c. Persaingan antara pemilik angkutan yang menawarkan jasanya akan
menurunkan tarif angkutan.
d. Kalau suatu macam barang banyak diproduksi maka harga barang akan
turun, jika harga rendah orang juga tidak ingin membayar tarif yang tinggi
karena barang tidak akan mampu bersaing dipasaran, akhirnya produksi
jasa angkutan kehilangan pasaran jasa angkutan.
e. Terhadap barang yang rendah harganya karena banyaknya barang yang
diproduksi akan mempengaruhi tarif angkutan pula, trend and trade flow
of goods didukung produksi jasa angkutan sebagai urat nadi.

Ad. 2. Pengeluaran Biaya (The Cost Of Service Pricing)
Pengeluaran biaya penentuan ini didasarkan atas pengeluaran biaya yang
sebenarnya untuk mengangkut orang atau mengirimkan barang, segala macam
biaya diperhitungkan, ditambah dengan sekedar keuntungan atas jasa yang
dikerjakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tarif jasa angkutan disebabkan:26
1. Bahaya yang disebabkan kemungkinan yang timbul diperjalanan.
2. Jumlah barang yang dikirim, membutuhkan bale space/beberapa meter
kubik fest ruang. Makin banyak barang dan macam ragamnya, makin
besar pula biaya yang harus dibayar oleh yang mengirimkan barang.
26

Ningrum Lestari, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum Bisnis, Bandung, Citra
Aditya Bisnis, 2004, hal.47

Universitas Sumatera Utara

3. Barang-barang yang memerlukan pengawasan dan perawatan khusus.
4. Biaya istimewa yang harus dikeluarkan untuk mengirimkan barang,
misalnya membutuhkan pembungkusan istimewa; kuat, rapi, menarik.
5. Jurusan/trayek pengangkutan menentukan pula mahalnya pengangkutan
umpama tempat yang jarang penduduknya atau tempat yang tidak
ditempati line tetap.
6. Jauhnya jarak yang diangkut atau ditempuh, akan memahalkan biaya tarif
angkutan.
Ad. 3. Volume Barang (What The Traffic Will Bear )
Volume barang yang diangkut hal ini tergantung pada volume angkutan
yang telah ditentukan. Dalam prakteknya tidak ada suatu sistem tariff yang
didasarkan atas suatu basis tariff, tetapi biasanya orang mempergunakan
kombinasi dari beberapa asas apakah atas dasar:
-

Nilai pelayanan atau pengeluran biaya-biaya yang dikeluarkan. Tetapi
ternyata dalam praktek bahwa value of service selalu akan
memberikan tarif yang paling menguntungkan (tarifnya paling rendah)

-

Sedangkan What The Traffic Will Bearakan menelorkan tarif yang
letaknya antara kedua tadi.27

Untuk pengaturan tentang tarif itu sendiri, pengaturannya terdapat di dalam
PERATURAN

MENTERI

PERHUBUNGAN

REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR PM 31 TAHUN 2015 TENTANG TERIF DASAR , TARIF DASAR
BATAS ATAS DAN TARIF DASAR ATAS BAWAH ANGKUTAN

27

Soegijatna Tjakanegara, S.H, Op.Cit., hal.67

Universitas Sumatera Utara

PENUMPANG ANTAR PROVINSI KELAS EKONOMI DI JALAN DENGAN
MOBIL BUS UMUM.

Universitas Sumatera Utara