Analisis Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten Karo

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pembangunan Ekonomi

Menurut Adam Smith (1776) terdapat dua aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Pada pertumbuhan output total terdapat tiga unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ialah sumber daya alam yang tersedia, sumber daya insani dan stok barang modal yang ada. Menurut Adam Smith, sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jika suatu saat nanti semua sumber daya alam tersebut telah digunakan secara penuh maka pertumbuhan output pun akan berhenti. Sedangkan sumber daya insani memiliki peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output dan stok modal merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Sedangkan pada pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk akan meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsisten yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup.

Malthus (1820), menyoroti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Menurut Malthus kenaikan jumlah penduduk yang terus menerus merupakan unsur yang perlu untuk adanya tambahan permintaan, tetapi kenaikan jumlah penduduk saja tanpa dibaringi dengan kemajuan faktor-faktor atau unsur-unsur perkembangan yang lain sudah tentu tidak akan menaikan pendapatan dan tidak akan menaikan permintaan. Turunnya biaya produksi akan


(2)

memperbesar keuntungan-keuntungan para kapitalis dan mendorong mereka untuk terus berproduksi.

Karl Marx (1867), memandang proses kemajuan ekonomi sebagai proses evolusi sosial. Menurutnya, faktor pendorong perkembangan ekonomi adalah kemajuan teknologi. Barang modal yang ada bukan merupakan milik pribadi (pemilik modal), melainkan milik bersama. Manusia bekerja bukan sekadar untuk makan, tetapi sebagai bagian dari ekspresi diri.

Arthur Lewis (1954), menjelaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan sektor industri. Menurut Lewis, syarat yang dibutuhkan untuk menjadikan sektor industri sebagai mesin pertumbuhan adalah investasi (barang modal) di sektor industri harus ditingkatkan. Pada saat yang bersamaan, upah kerja di sektor industri harus ditetapkan lebih tinggi dari tingkat upah di sektor pertanian. Perbedaan tingkat upah tersebut akan menarik pekerja di sektor pertanian pindah ke sektor industri.

2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif,


(3)

perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita, 2005). Pembangunan regional sebaiknya lebih memperhatikan keunggulan-keunggulan dan karakteristik khusus suatu daerah. Pembangunan juga harus dapat meningkatkan pendapatan per kapita dari penduduk tersebut dan akan meningkatkan daya tarik daerah untuk menarik investor-investor baru untuk menanamkan modalnya di daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kegiatan ekonomi yang lebih tinggi (Kuncoro, 2000)

Menurut Kuznets dalam Jhingan (2008), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini memiliki 3 komponen utama, yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian ini mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita, dan jangka panjang. Boediono (1999) juga menyebutkan secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan


(4)

”outputperkapita”. Dalam pengertian ini, teori tersebut harus mencakup teori

mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perluasan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999).

2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan,2005). Perhitungan Pendapatan Wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan.

Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang biasa kita kenal diantaranya: (1) Teori Ekonomi Klasik; (2) Teori Harrod-Domar; (3) Teori Solow-Swan; (4) Teori Jalur Cepat (Turnpike); (5) Teori Basis - Ekspor dan; (6) Model Interregional.

(1) Teori Ekonomi Klasik

Inti ajaran Adam Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state).


(5)

Pemerintah tidak perlu mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pandangan Smith kemudian dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perberbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan.

(2) Teori Harrod – Domar Dalam Sistem Regional Teori ini didasarkan pada asumsi:

1. perekonomian bersifat tertutup,

2. hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan,

3. proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta 4. tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan

tingkat pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap ( seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat – syarat keseimbangan sebagai berikut.

g = k = n

Di mana: g = growth (tingkat pertumbuhan output) k = capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja


(6)

Untuk perekonomian daerah, Harry W. Richardson mengatakan bahwa kekakuan di atas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/ hasil produksi yang berlebihan dapat diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocoran-kebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut.

(3) Teori Solow – Swan

Model Solow – Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Solow – Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L)

Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson menderivasikan rumus dari Solow - Swan menjadi sebagai berikut.

Yi = ai ki+ ( 1 - ai ) ni + T Di mana:

Yi = Besarnya output

Ki = Tingkat pertumbuhan modal

ni = Tingkat pertumbuhan tenaga kerja Ti = Kemajuan teknologi

Ai = Bagian yang dihasilkan oleh faktor modal


(7)

(4) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori Pertumbuhan Jalur Cepat ( Turnpike ) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Menurut teori ini, setiap negara perlu melihat sektor/ komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar.

(5) Teori Basis Ekspor Richardson

Teori ini membagi kegiatan produksi/ jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan), atau disebut sektor nonbasis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan pekerjaan service (nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Walaupun teori basis ekspor (esport base theory) adalah yang paling sederhana dalam membicarakan unsur – unsur pendapatan daerah, tetapi dapat memberikan kerangka teoritis bagi banyak studi empiris tentang multiplier regional. Jadi teori ini memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional.


(8)

Teori basis ekspor membuat asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu – satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap pendapatan. Jadi, satu – satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat di dalam siklus pendapatan daerah. Asumsi kedua ialah bahwa fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan (intercept). Harry W. Richardson dalam bukunya dalam bukunya Elements of Regional Economics (Tarigan, 2005) memberi uraian sebagai berikut.

Yi= (Ei– Mi) + Xi Di mana:

Yi = pendapatan daerah Ei = pengeluaran daerah Mi = impor daerah Xi = ekspor daerah

(6) Model Pertumbuhan Interregional

Model ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor – faktor yang bersifat eksogen. Selain itu, model basis ekspor hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah tetangga. Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. Richardson (Tarigan, 2005) dengan memanipulasi rumus pendapatan yang


(9)

dikemukakan pertama kali oleh Keynes, merumuskan model interregional ini sebagai berikut.

Yi= Ci+ Ii+ Gi+ Xi- Mi Di mana:

Yi = Pendapatan daerah Ci = Konsumsi daerah Ii = Investasi daerah

Gi = Pengeluaran pemerintah daerah Xi = Ekspor daerah

Mi = Impor daerah

2.3. Pembangunan Pertanian

2.3.1.Paradigma Baru Pembangunan Pertanian

Paradigma dalam pembangunan pembangunan pertanian pada masa mendatang ini dan yang perlu mendapatkan perhatian para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:

a. Dari Sentralisasi ke Desentralisasi

Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian di daerah perlu diberikan wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya, karena mereka lebih mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Karena aparat perencana di daerah ini umumnya relatif masih lemah, maka bantuan tenaga ahli perguruan tinggi sebaiknya perlu dilibatkan. Untuk menguatkan pendapat ini tampaknya peranan instansi di daerah sudah waktunya mulai diperbesar. Misalnya paket


(10)

Kebijaksanaan Penerintah Tanggal 23 Oktober 1993 tentang ekspor-impor, tarif bea masuk dan tata niaga impor, penanaman modal, perizinan, dan AMDAL. b. Pendekatan Komoditas ke Sumber Daya

Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian sekarang sebaiknya tidak boleh lagi berpikir parsial tetapi harus berpikir holistik. Pendekatannya bukan bagaimana semata-semata produksi komoditas pertanian tertentu harus dicapai (misalnya pendekatan target produksi) tetapi harus pula memikirkan pengaruh kenaikan produksi tersebut ke aspek kehidupan lainnya misalnya bagaimana pengolahannya, pemasarannya, pengaruhnya terhadap eksistensi komoditas lain, multiplier effect-nya terhadap smber daya setempat dan sebagainya. Oleh karena itu pendekatan sumber daya ini pada sasarannya diarahkan pada bagaimana optimalisasi pemanfaatan sumber daya agar pembangunan pertanian dapat berhasil bersamaan dengan pembangunan sektor ekonomi yang lain. Berdasarkan konsep ini, maka pendekatan agribisnis perlu dikembangkan. Dengan dibentuknya Badan Agribisnis di Departemen Pertanian diharapkan pendekatan agribisnis ini dapat dikembangkan dengan baik. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ini baik itu inefisiensi di bidang teknis, harga maupun ekonomi.

c. Berasal Dari Peningkatan Pendapatan Petani ke Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

Pendapatan petani kecil juga berasal dari kegiatan non pertanian dan karena pendapatan masyarakat pedesaan sebagian besar juga didasarkan pada pendapatan yang berkaitan dengan kegiatan di sektor pertanian dan sejenisnya,


(11)

maka orientasi pembangunan pertanian tidak lagi memperhatikan petani saja tetapi juga perlu memperhatikan mesyarakat pedesaan secara luas. Karena petani di pedesaan khususnya petani kecil sangat bergantung dari pendapatan di sektor non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan sektor non pertanian di pedesaan menjadi sangat kental, maka memperhatikan petani tanpa memperhatikan masyarakat di sekitarnya adalah kurang seperti yang diharapkan. d. Berasal Dari Pendekatan Skala Subsistensi ke Skala Komersil

pertanian perlu Pembangunan memperhatikan skala usaha. Petani kecil perlu diarahkan berusaha tani pada skala usaha yang menguntungkan (Soekartawi, 1989c, 1991c). Membahas pengertian sakala ekonomi, baik skala usaha besar seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau perusahaan swasta berskala besar, maupun skala usaha kecil seperti kebanyakan usaha tani rakyat di Imdonesia, tentu tidak terlepas dari kaidah efisiensi. Secara makro , pengertian efisiensi dikaitkan dengan efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi. Sedangkan secara mikro, efisiensi dapat dibedakan menjadi efisiensi antar sektor yaitu bagaimana sumber daya pertanian dan non pertanian dapat dialokasikan sedemikian rupa sehingga optimal dan efisiensi dalam sektor yaitu bagaimana mengalokasikan sumber daya yang optimal dalam sektor pertanian itu sendiri (Johnson, 1998).

e. Dari Pendekatan Padat Karya ke Penggunaan Alat atau Mesin

Selama ini perlunya penggunaan pendekatan padat karyaselalu dijadikan alasan dalam kegiatan agribisnis agar kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja. Namun tidak disadari bahwa padat karya saja tanpa menggunakan alat atau


(12)

mesin, maka agribisnis tersebut tidak akan menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan komparatif. Oleh karena itu perlu dicari bagaimana alat dan mesin yang dipakai dan sekaligus masih mampu menyerap tenaga kerja. Teknologi yang dipilih tentunya harus mempunyai persyaratan tertentu dan tidak asal alat atau mesin, yang diharapkan adalah teknologi yang memenuhi beberapa hal seperti: mampu menghemat sumber daya, mampu menghemat penggunaan sarana produksi, mampu meningkatakan produktivitas kerja, dan mampu memperbaiki efisiensi pemasaran.

f. Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilaitambah Tinggi

Salah satu cara untuk menigkatkan nilai tambah adalah melaksanakan diversifikasi. Untuk itu aspek diversifikasi menjadi penting, apakah itu diversifikasi horizontal atau vertikal. Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian perlu bekerka keras untuk menganjurkan komoditi apa yang mempunyai nilai tambah lebih itu. Perlu diingat karena produk pertanian itu spesifik, maka perwilayahan komoditi yang disesuaikan dengan daya dukung sumber daya yang ada. Diversifikasi vertikal dapat diartikan sebagai upaya penganekaragaman produk pertanian dari hasil olahan produk tersebut. Sedangkan diversifikasi horizontal pada dasarnya adalah penganekaragaman usaha tani dengan cara mengintrodusir berbagai cabang usaha tani agar produknya mempunyai nilai tambah yang tinggi.


(13)

g. Dari Pendekatan “Tarik Tambang” ke “Dorong Gelombang”

PERHEPI (1989a&b) pernah melontarkan gagasan pendekatan ini. Selama PJP-I teori “tarik tambang” ini populer sekali, yaitu investasi diarahkan di daerah yang mempunyai potensi, dikembangkan sehingga muncul daerah tertentu yang berkembang cepat tetapi daerah lain tertinggal. Model ini akhirnya justru ditengarai memperlebar ketimpangan dan karena pendekatan tersebut, perlu

diikuti dengan kebijakan investasi “dorong gelombang” yang maksudnya daerah

tertinggal perlu didorong untuk berkembang agar dapat mengikuti daerah yang lebih maju. Dengan cara investasi dorong gelombang diharapkan pendapatan masyarakat antar daerah atau antar lapisan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan pendekatan ini, maka setiap tempat baik itu daerah yang mempunyai potensi tinggi, sedang atau kurang, memperoleh kesempatan yang sama untuk dikembangkan bersama-bersama.

h. Dari Pendekatan Peran Pemerintah yang Dominan ke Peran Masyarakat yang Lebih Besar

Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan pada proyek-proyek pembangunan pertanian pada masa mendatang. Bila pendekatan ini berhasil, maka beban pemerintah dalam pembangunan akan semakin berkurang. Jika diperhatikan, maka terlihat bahwa memang diperlukan reorientasi pendekatan pembangunan pertanian. Perubahan dari agraris menjadi industri sudah kian menjadi kenyataan. Konsep perubahan ini telah banyak diulas oleh peneliti peneliti, antara lain Malasis (1975) atau Soekartawi (1990f). Perubahan ini tidak dapat dihindarkan karena konsekuensi logis dari derasnya industrialisasi.


(14)

Pengalaman di negara maju pun serupa, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai perubahan yang terjadi ini menjadi pembangunan di masing masing sektor menjadi stagnasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya. Reorientasi pembangunan pertanian yang didasarkan pada paradigma pembangunan ini perlu dilakukan secara bertahap dan berencana. 2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian

Untuk keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda. Pra-kondisi ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, social budaya dan lain-lain. Tetapi sector industry secara simultan memproduksi sarana-sarana produksi serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan hasil-hasil produksi pertanian mendapat pasaran baik di kota. Pemerintah disamping mengadakan investasi-investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan bangunan-bangunan irigasi memberikan pula penyuluhan-penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru. Dengan demikian maka iklim yang baik diciptakan untuk merangsang kegiatan membangun seluruh sektor pertanian.

Dalam buku A.T Mosher analisa lebih mendalam atas sepuluh syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat-syarat-syarat pelancar berdasarkan pengalaman pembangunan pertanian di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenaranya iklim pembangunan yang merangsang bagi pembangunan pertanian telah dapat tercipta dengan pelaksanaan Repelita mulai 1969/1970 yang secara tegas member prioritas pada sektor pertanian.


(15)

2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pelaksanaan pembangunan pertanian, yakni:

a) Program Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Sektor Pertanian Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21 bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak dibatasi maknanya dalam artian peningkatan produktivitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan dalam berbagai proses pembangunan.

Selama ini masalah produktivitas pertanian di negara-negara sedang berkembang selalu didekati dengan pendekatan ekonomi. Berbagai program, misalnya program kredit bagi petani, telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang berkembang untuk mendorong petani agar meningkatkan produktivitas mereka. Akan tetapi, program-program itu belum mampu memecahkan masalah tersebut secara tuntas. Produktivitas petani tetap rendah, dan kalaupun meningkat maka peningkatan tersebut relatif kecil.Hal ini menyebabkan orang meragukan pendapat yang menyederhanakan masalah produktivitas hanya sebagai masalah insentif. Di samping merupakan masalah insentif ekonomi, masalah rendahnya produktivitas juga merupakan masalah kurangnya insentif politik dalam artian tersumbatnya partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut


(16)

pembangunan nasional pada umunya, dan pembangunan pertanian disebabkan oleh tidak adanya suatu organisasi yang memiliki kekuatan politik untuk memperjuangkan kepentingan petani di forum nasional, di negara-negara yang sedang berkembang. Di samping itu, rendahnya produktivitas juga disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam pemilikan tanah. Atas dasar pertimbangan di atas, maka peningkatan sumber daya manusia dalam sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan produktivitas petani, namun harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka, melalui organisasi petani yang mandiri. Dengan kata lain, suatu sistem pertanian yang berkelanjutan harus didukung sebuah organisasi petani yang mandiri dan mempunyai kekuatan politik yang dapat memperjuangkan aspirasi kaum tani. Hal ini berarti bahwa pembangunan harus pula mengemban misi mendemokratisasikan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi nasional pada umunya, khususnya pada tingkat masyarakat pertanian. Dalam kaitannya dengan demokratisasi sistem politik, sosial, dan ekonomi tersebut, maka land reform merupakan bagian integeral dari suatu model pembangunan pertanian pada abad 21.

2.4. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi 2.4.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1974), pertanian di negara-negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:


(17)

1. Kontribusi Produk

Dalam hipotesisnya, Kuznets melihat bagaimana keterkaitan antara pangsa output dari sektor pertanian di dalam pertumbuhan relatif dari produk-produk netto pertanian dan non pertanian. Dalam suatu perekonomian yang sedang berkembang dimana pendapatan meningkat, pertumbuhan output di sektor pertanian dapat diharapkan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan output di sektor non pertanian dikarenakan oleh tiga alasan. Pertama, elastisitas pendapatan dari permintaan makanan dan produk-produk pertanian lainnya pada umunya lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari permintaan produk-produk non pertanian sesuai efek Engel. Kedua, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian, petani-petani menjadi semakin tergantung pada input-input yang dibeli dari sektor-sektor ekonomi non pertanian, ini disebut efek perubahan struktural sumber daya dari pertanian. Ketiga, karena permintaan terhadap jasa-jasa pemasaran di luar permintaan terhadap produk-produk pertanian meningkat, pengeluaran pangsa petani untuk makanan pada harga eceran menurun seiring waktu (disebut efek urbasisasi).

2. Kontribusi Pasar

Negara Indonesia dengan populasi peratanian yang tinggi memiliki potensi pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor non pertanian, khususnya industri. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri baik barang-barang konsumsi maupun barang-barang-barang-barang produsen memperlihatkan suatu aspek dari kontribusi pasar sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi. Terdapat dua faktor penting yang dianggap sebagai prasyarat sektor pertanian lewat


(18)

kontribusi pasarnya terhadap deversifikasi dan pertumbuhan. Pertama, dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem ekonomi tertutup kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik dari pertumbuhan pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri domestik lebih terjamin daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan dalam sistem ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang impor. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non pertanian dalam negeri. Kedua, teknologi yang digunakan di sektor pertanian menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi sektor tersebut. Permintaan terhadap barang-barang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil dibandingkan permintaan sektor pertanian modern.

3. Kontribusi Faktor-faktor Produksi

Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor-sektor pertanian adalah tenaga kerja. Secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian tidak akan menurun sampai suatu titik dimana laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor non pertanian melewati tingkat pertumbuhan tenaga kerja (titik balik).


(19)

4. Kontribusi Devisa

Kontribusi sektor pertanian suatu negara terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas komoditi komoditi pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk berbasis pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang dari ku lit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain. Namun peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan devisa dapat berlawanan dengan perannya sebagai kontributor terhadap pasar domestik. Suplai dari pertanian ke pasar domestik bisa kecil karena sebagian besar dari hasil produksi sektor tersebut diekspor. Dengan kata lain usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan ekspor. Untuk menghindari gejala trde-off ini, maka ada dua hal yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi di satu pihak dan meningkatkan daya saing produk-produknya di pihak lain.

2.4.2. Keterkaitan Terhadap Sektor Pertanian

Keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lain dapat dianalisis dengan memakai metodologi input-output (I-O). Keterkaitan produksi menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara satu sektor dengan sektor lain.

Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga fungsi utama. Pertama, sebagai sumber investasi di sektor-sektor non pertanian. Surplus uang di sektor pertanian menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor


(20)

lain. Kedua, sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain, khususnya agroindustri dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan permintaan di pasar output dimana output pertanian sebagai sumber diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian ini dapat diprediksi apabila sektor pertanian mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi ekonomi domestik akan sangat besar akibat industri dan sektor lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pertanian juga mengalami stagnasi karena tiga fungsi dari pertanian tersebut.

2.4.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan

Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni:

1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin, dan ini merupakan salah prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa terus berlangsung. Ketahanan pangan juga berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan politik.

2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan pertanian yang baik membuat tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang non makanan, terutama produk-produk industri. Ini merupakan keterkaitan konsumsi atau peningkatan pendapatan di sektor pertanian membuat permintaan akhir terhadap output di sektor industri juga meningkat.


(21)

3. Dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian merupakan salah satu sumber input bagi industri pengolahan.

4. Masih dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian dapat menghasilkan surplus uang (MS) di sektor tersebut yang bisa menjadi sumber investasi di sektor lain, terutama industri pengolahan. Ini disebut keterkaitan investasi, pertumbuhan output pertanian menghasilkan dana investasi bagi sektor-sektor lain.

Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi antar pertanian dan industri, dan studi-studi kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang membuktikan betapa pentingnya pertanian bagi pertumbuhan produksi di industri. Studi tersebut menunjukkan bahwaketerkaitan antar kedua sektor tersebut didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, bukan efek keterkaitan produksi, dan sangat sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi. Oleh karena itu pertanian memerankan suatu peranan penting dalam pertumbuhan output di industri.

2.4.4. Pertanian sebagai Sektor Pemimpin

Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan salah satu sumber pendapatan devisa negara, tetapi potensinya juga harus dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sektor “pemimpin”. Artinya semakin besar ketergantungan dari pada pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lain terhadap pertumbuhan


(22)

output di sektor pertanian semakin besar pula peran peran pertanian sebagai sektor pemimpin.

Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di dalam pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dalam pernyataan dari

Simatupang dan Syafa’at (2000) sebagai berikut:

Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional.

Menurut mereka ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional. Kelima syarat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Strategis, dalam arti esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan dari pembangunan nasional, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya.

2. Tangguh, yang berarti unggul dalam persaingan baik dalam negeri maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik maupun alam. Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keunggulan kompetitif, berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis (sosial, ekonomi, politik, alam).


(23)

3. Artikulatif, yang artinya pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lainnya dalam suatu spektrum yang luas.

4. Progresif, yang berarti pertanian dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbukan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Hanya jika output pertanian tumbuh positif dan berkelanjutan, sektor tersebut dapat berfungsi sebagai motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional.

5. Responsif, yang berarti pertanian sebagai sektor andalan mampu memberi respons yang cepat dan besar terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah.


(1)

kontribusi pasarnya terhadap deversifikasi dan pertumbuhan. Pertama, dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem ekonomi tertutup kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik dari pertumbuhan pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri domestik lebih terjamin daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan dalam sistem ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang impor. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non pertanian dalam negeri. Kedua, teknologi yang digunakan di sektor pertanian menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi sektor tersebut. Permintaan terhadap barang-barang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil dibandingkan permintaan sektor pertanian modern.

3. Kontribusi Faktor-faktor Produksi

Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor-sektor pertanian adalah tenaga kerja. Secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian tidak akan menurun sampai suatu titik dimana laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor non pertanian melewati tingkat pertumbuhan tenaga kerja (titik balik).


(2)

4. Kontribusi Devisa

Kontribusi sektor pertanian suatu negara terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas komoditi komoditi pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk berbasis pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang dari ku lit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain. Namun peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan devisa dapat berlawanan dengan perannya sebagai kontributor terhadap pasar domestik. Suplai dari pertanian ke pasar domestik bisa kecil karena sebagian besar dari hasil produksi sektor tersebut diekspor. Dengan kata lain usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan ekspor. Untuk menghindari gejala trde-off ini, maka ada dua hal yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi di satu pihak dan meningkatkan daya saing produk-produknya di pihak lain.

2.4.2. Keterkaitan Terhadap Sektor Pertanian

Keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lain dapat dianalisis dengan memakai metodologi input-output (I-O). Keterkaitan produksi menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara satu sektor dengan sektor lain.

Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga fungsi utama. Pertama, sebagai sumber investasi di sektor-sektor non pertanian.


(3)

lain. Kedua, sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain, khususnya agroindustri dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan permintaan di pasar output dimana output pertanian sebagai sumber diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian ini dapat diprediksi apabila sektor pertanian mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi ekonomi domestik akan sangat besar akibat industri dan sektor lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pertanian juga mengalami stagnasi karena tiga fungsi dari pertanian tersebut.

2.4.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan

Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni:

1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin, dan ini merupakan salah prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa terus berlangsung. Ketahanan pangan juga berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan politik.

2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan pertanian yang baik membuat tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang non makanan, terutama produk-produk industri. Ini merupakan keterkaitan konsumsi atau peningkatan pendapatan di sektor pertanian membuat permintaan akhir terhadap output di sektor industri juga meningkat.


(4)

3. Dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian merupakan salah satu sumber input bagi industri pengolahan.

4. Masih dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian dapat menghasilkan surplus uang (MS) di sektor tersebut yang bisa menjadi sumber investasi di sektor lain, terutama industri pengolahan. Ini disebut keterkaitan investasi, pertumbuhan output pertanian menghasilkan dana investasi bagi sektor-sektor lain.

Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi antar pertanian dan industri, dan studi-studi kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang membuktikan betapa pentingnya pertanian bagi pertumbuhan produksi di industri. Studi tersebut menunjukkan bahwaketerkaitan antar kedua sektor tersebut didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, bukan efek keterkaitan produksi, dan sangat sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi. Oleh karena itu pertanian memerankan suatu peranan penting dalam pertumbuhan output di industri.

2.4.4. Pertanian sebagai Sektor Pemimpin

Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan salah satu sumber pendapatan devisa negara, tetapi potensinya juga harus dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sektor “pemimpin”. Artinya semakin besar ketergantungan dari


(5)

output di sektor pertanian semakin besar pula peran peran pertanian sebagai sektor pemimpin.

Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di dalam pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dalam pernyataan dari Simatupang dan Syafa’at (2000) sebagai berikut:

Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional.

Menurut mereka ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional. Kelima syarat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Strategis, dalam arti esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan dari pembangunan nasional, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya.

2. Tangguh, yang berarti unggul dalam persaingan baik dalam negeri maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik maupun alam. Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keunggulan kompetitif, berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis (sosial, ekonomi, politik, alam).


(6)

3. Artikulatif, yang artinya pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lainnya dalam suatu spektrum yang luas.

4. Progresif, yang berarti pertanian dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbukan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Hanya jika output pertanian tumbuh positif dan berkelanjutan, sektor tersebut dapat berfungsi sebagai motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional.

5. Responsif, yang berarti pertanian sebagai sektor andalan mampu memberi respons yang cepat dan besar terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah.