Seni Islam di Antara Idealitas dan Reali
Seni Islam di Antara Idealitas dan Realitas;
Tanggapan Terhadap Abdul Jabbar
Oleh: Andika Saput ra, S. T. , M. Sc
Pandangan Muhammad Abdul Jabbar yang saya kut ip dan sarikan dalam t ulisan ini
bersumberkan dari makalah beliau dalam sebuah buku ant ologi berj udul “ Fine Art in
Islamic Civilizat ion” yang dit erbit kan oleh The Universit y of Malaya Press Kuala Lumpur
pada t ahun 1981. Buku t ersebut t elah dit erj emah ke dalam Bahasa Indonesia dengan j udul
“ Seni Di Dalam Peradaban Islam” yang dit erbit kan oleh Penerbit Pust aka Bandung pada
t ahun 1988. Dalam t ulisan ini saya menggunakan buku t erj emah Bahasa Indonesia di mana
makalah yang dit ulis oleh Muhammad Abdul Jabbar merupakan makalah pengant ar bagi
seluruh makalah di dalam buku t ersebut dengan j udul “ Kedudukan Seni Dalam Kebudayaan
Islam” , karenanya memuat lingkup bahasan yang paling luas di ant ara makalah lainnya
yang spesif ik membahas salah sat u j enis seni dalam Seni Islam.
Sebelum masuk pada subst ansi bahasan t ul isan ini, sekilas akan saya sampaikan prof il
int elekt ual Abdul Jabbar. Muhammad Abdul Jabbar lahir pada t ahun 1944 dan meraih gelar
Dokt or dari Fakult as Pengkaj ian Timur Universit as Cambridge pada t ahun 1971 saat berusia
27 t ahun. Saat menulis buku yang saya j adikan pegangan dalam t ul isan ini, yakni pada
usianya yang ke 37 t ahun, Abdul Jabbar menj abat sebagai Prof esor Madya di Fakult as
Pengkaj ian Islam Universit as Kebangsaan Malaysia. Buku t ersebut disusun dan diedit ori oleh
Abdul Jabbar dengan melibat kan beberapa nama besar di bidang pengkaj ian Seni Islam
sebagai kont ribut or, di ant aranya adalah K. A. C Creswell dan Ismail Raj i’ Faruqi, yang
menunj ukkan keluasan j ej aring keilmuan yang dimiliki Abdul Jabbar.
Tulisan ini saya bagi menj adi t igas bagian. Pada bagian pert ama memuat pandangan
Muhammad Abdul Jabbar mengenai idealit as dan realit as Seni Islam. Fokus t ersebut
pent ing unt uk dit ekankan karena dalam makalah sepanj ang 19 halaman yang dit ulisnya,
Muhammad Abdul Jabbar menyaj ikan beragam f okus bahasan sebagai pengant ar bagi set iap
makalah di dalam buku t ersebut . Pada bagian kedua memuat t anggapan saya t erhadap
pandangan Muhammad Abdul Jabbar. Saya berupaya menyampaikan t anggapan yang
konst rukt if dengan melakukan sint esa ant ara pandangan saya sendiri dengan pandangan
Abdul Jabbar, sehingga t idak meniadakan seluruh pandangan Abdul Jabbar maupun
menerima keseluruhnya t anpa sikap krit is. Saya kira inilah sikap yang adil dalam
1
menanggapai suat u pandangan dan pemikiran. Dan bagian ket iga merupakan bagian
penut up yang memuat perenungan dan relevansi pandangan Abdul Jabbar dan pandangan
saya unt uk kebut uhan hidup umat Islam pada masa kini.
A. Pandangan Abdul Jabbar
Abdul Jabbar membuka makalahnya dengan pernyat aan mengenai kedudukan seni bagi
umat Islam,
“ Kaum Muslim dari beraneka kebangsaan t elah mewuj udkan karya-karya
bernilai seni sebagai perant ara pengungkapan pandangan hidupnya yang
khas” . (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Pernyat aan di at as menj elaskan bahwa dalam pandangan Abdul Jabbar, seni adalah media
bagi umat Islam unt uk mengungkapkan pandangan hidupnya yang khas. Kedudukan seni
bagi umat Islam disampaikan kembali oleh Abdul Jabbar di t empat yang berbeda,
“ Suat u bent uk kesenian menj adi Islami j ika hasil seni it u mengungkapkan
pandangan hidup kaum Muslim” . (1988: 2) –miring dan t ebal dari saya
Pandangan hidup umat Islam yang dimaksud oleh Abdul Jabbar dalam kedua pernyat aannya
di at as dij elaskannya pada kalimat yang lain,
“ Mereka (umat Islam –pen) membangun bent uk-bent uk seni yang kaya yang
sesuai dengan perspekt if kesadaran nilai Islam dan secara perlahan t api
past i mengembangkan gaya mereka sendiri sert a menambah sumbangan yang
asli di lapangan kesenian” . (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Menurut Abdul Jabbar, pandangan hidup umat Islam ialah kesadaran t erhadap nilai-nilai
Islam yang digunakannya dalam pencipt aan Seni Isl am. Kedudukan pandangan hidup Islam
menj adi sent ral dalam pandangan Abdul Jabbar karena ciri khas Seni Islam dibent uk oleh
pandangan hidup manusia pencipt anya, yang menj adikan seni yang dicipt a umat Islam
bermuat an nilai-nilai
Islam.
Pemahaman ini
dapat
diart ikan bahwa dalam proses
pencipt aan seni t erj adi aliran nilai Islam dari diri seniman Muslim kepada seni yang
dicipt anya.
Berdasar pernyat aan di at as, dalam pandangan Abdul Jabbar, Seni Islam haruslah
memenuhi dua syarat , yakni (1) umat Islam yang berpandangan hidup Islam; agar dapat
diwuj udkan (2) seni yang bermuat an nilai-nilai Islam. Kedua syarat ini menegaskan
2
hubungan erat ant ara pelaku seni yang merupakan syarat pert ama dengan produk seni yang
merupakan syarat kedua. Hubungan erat ant ara kedua syarat menj adikan syarat Seni Islam
dalam pandangan Abdul Jabbar bersif at asosiat if at au berpasangan di mana kehadiran
syarat pert ama akan diikut i oleh kehadiran syarat kedua. Syarat pert ama menj adi pent ing
karena berkait an dengan kehadiran syarat kedua. Kedudukan syarat pert ama ini dit egaskan
oleh Abdul Jabbar dalam pernyat aannya berikut ,
“ Seni Islam dapat j uga diberi bat asan sebagai suat u seni yang dihasilkan
oleh seniman at au desainer Muslim” . (1988: 2) –miring dan t ebal dari saya
Syarat pert ama merupakan bat asan sekaligus t imbangan bagi suat u seni dapat dinyat akan
sebagai Seni Islam. Konsekuensi logisnya, t anpa dipenuhinya syarat pert ama maka suat u
seni berada di luar bat as Seni Islam yang menj adikannya t idak dapat dinyat akan sebagai
Seni Islam. Sedangkan t erpenuhinya syarat kedua hanya dimungkinkan j ika dipenuhinya
syarat pert ama karena syarat kedua hanya dapat hadir di dalam bat as syarat pert ama.
Seni sebagai media pengungkapan pandangan hidup Isl am menj adikannya memiliki muat an
mat eri yang khas Islam. Bagi Abdul Jabbar muat an mat eri Seni Islam adalah sebagai
berikut ,
“ Para t ukang dan seniman Muslim berusaha menampilkan cit a Keesaan
Tuhan (t auhid) dalam karya seninya ” . (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Di t empat yang lain Abdul Jabbar menyat akan,
“ Seni Islam adalah seni yang mengungkapkan sikap pengabdian kepada
Allah. ” (1988: 2) –miring dan t ebal dari saya
Bagi Abdul Jabbar, muat an mat eri Seni Islam berkait an dengan cit a Keesaan Tuhan dan
ungkapan pengabdian kepada Tuhan yang dit ampilkan dalam media seni. Dengan demikian,
Seni Islam dalam pandangan Abdul Jabbar t idaklah meruj uk kepada dirinya sendiri. Seni
Islam merupakan t anda yang meruj uk kepada sesuat u di luar dirinya yang secara hirarki
lebih t inggi dan lebih luhur daripada seni it u sendiri. Sampai di sini dapat disimpulkan
sement ara bahwa Seni Islam menurut Abdul Jabbar adalah seni yang mengungkapkan cit a
Keesaan Tuhan at au dikenal dengan Tauhid yang merupakan asas Islam dan seni yang
mengungkapkan pengabdian kepada Tuhan yang merupakan hakikat t uj uan pencipt aan
manusia
dalam
Islam,
yang hanya
dapat
dihadirkan
oleh
seniman
Muslim
yang
berpandangan hidup Islam.
3
Islam
yang merupakan
imbuhan
dalam
f rase
Seni
Islam,
menurut
Abdul
Jabbar
berkedudukan sebagai pusat daya normat if dan sebagai penyedia bat as bagi umat Islam
dalam berkesenian (1988: 1). Sebagai pusat daya normat if , Islam membent uk pandangan
hidup umat Islam, sikap berkesenian dan mat eri yang diungkapkan dalam media seni.
Sedangkan Islam sebagai penyedia bat as diungkapkan oleh Abdul Jabbar,
“ Islam t idaklah menggariskan bent uk-bent uk seni t ert ent u, t et api sekedar
memberi pagar lapangan ekspresi . ” (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Maksud Abdul Jabbar dalam pernyat aannya di at as ialah segala ekspresi berkesenian umat
Islam dibenarkan j ika berada di dalam bat as-bat as yang t elah dit et apkan Islam. Islam
sebagai penyedia bat as, bukan j ust ru sebagai pemberi at uran yang ket at , menj adi
dorongan bagi umat Islam unt uk mengekspresikan pandangan hidupnya yang khas ke dalam
media seni yang beragam. Islam didudukkan sebagai penyedia bat as j uga meniscayakan
hadirnya keragaman dalam Seni Islam, yakni keragaman yang berada di dalam bat as-bat as
yang dit et apkan oleh Islam. Inilah isyarat yang hendak disampaikan Abdul Jabbar unt uk
mengant ar pembaca memahami gambaran besar makalah lain di dalam buku yang memuat
keragaman j enis Seni Islam dan bent ukan Seni Islam.
Gambar 1: St rukt ur Seni Islam dalam pandangan pert ama Abdul Jabbar
Sumber: Analisa, 2016
Pada bagian t ulisan selanj ut nya Abdul Jabbar menyangsikan pandangannya sendiri,
sebagaimana t elah saya paparkan di at as, dengan menggugat syarat kedua Seni Islam yang
berkait an dengan muat an mat eri Seni Islam,
“ Secara t eorit is memang Seni Islam dapat mengungkapkan konsep Tauhid,
t et api dalam prakt eknya apakah Seni Islam selalu menyampaikan pesan
Keesaan Tuhan? Menurut pendapat saya t idak demikian. ” (1988: 2) –miring
dan t ebal dari saya
4
Tidak hanya menyangsikan syarat kedua Seni Isl am yang t elah dit et apkannya, Abdul Jabbar
pada bagian selanj ut nya j uga meralat syarat pert ama Seni Islam yang memiliki kedudukan
sent ral dalam pandangannya,
“ (Seni Islam) dapat j uga berupa seni yang sesuai dengan apa yang dibayangkan
oleh seorang Muslim, sedangkan seniman yang membuat obj ek seninya
t idak mest i seorang Muslim. ” (1988: 2-3) –miring dan t ebal dari saya
Kesangsian yang menghinggapi Abdul Jabbar membawa dirinya pada kesimpulan lain bahwa
Seni Islam t idak harus merupakan hasil kreasi umat Islam dengan syarat muat an mat eri
yang dit ampilkannya sesuai dengan pandangan hidup umat Islam.
Abdul
Jabbar
membangun
argument asi
unt uk
meneguhkan
pandangannya
dengan
merangkai f ragmen kesej arahan umat Islam. Menurut Abdul Jabbar, pada masa abad
pert ama Peradaban Islam, umat Islam karena ket erbat asan yang dimilikinya membut uhkan
pekerj a-pekerj a asing unt uk menghasilkan Seni Islam yang dibut uhkan umat Islam. Karena
perannya yang t idak sedikit , menurut nya, para seniman non Muslim yang berst at us sebagai
dzimmi memainkan peranan yang pent ing dalam pembent ukan Seni Islam (1988: 4). Abdul
Jabbar mengut ip sebuah cont oh unt uk menguat kan pendapat nya,
“ Bangunan masj id adal ah Islami bukan hanya karena bangunan it u t erut ama
direncanakan sebagai t empat menyembah Allah oleh kaum Muslim, t et api j uga
karena kenyat aan bahwasanya bangunan suci it u mengungkapkan pandangan
hidup Islam. Asal-usul kebangsaan at au keyakinan dari sang t ukang at au
sang seniman dengan sendirinya merupakan segi yang kurang pent ing
dalam ruang lingkup Seni Islam. ” (1988: 3) –miring dan t ebal oleh saya
Unt uk
semakin
kalangan
meneguhkan
non-Muslim
dalam
pandangannya,
membent uk
Abdul
dan
Jabbar
memaparkan
mengembangkan
Seni
konst ribusi
Islam.
Beliau
menyebut kan kont ribusi seniman dan pekerj a non-Muslim pada karya-karya awal Seni
Islam, dalam hal ini berupa obj ek arsit ekt ur mencakup Masj id Nabawi di Madinah, Masj id
Jami’ al-Umawi di Damaskus dan Masj id Qubbat al-Sakhra di Yerusalem (1988: 3).
Perluasan
Masj id
Nabawi
pada
masa
Khalif ah
al-Walid
dari
Dinast i
Umayyah
mempekerj akan 30 orang seniman Kopt ik dan seniman dari Byzant ium dengan j umlah yang
sama.
Begit upula pada Masj id Jami’
al-Umawi mempekerj akan para seniman dari
Byzant ium. Sement ara unt uk membangun Masj id Qubbat al-Sakhra memperkerj akan para
seniman dari bangsa Sassania yang j uga berasal dari kalangan non Muslim (1988: 3-4).
5
Pada bagian yang lain dari t ulisannya Abdul Jabbar memaparkan peran sent ral seniman non
Muslim dal am pembent ukan ciri khas perwuj udan f isik Seni Islam, sehingga Seni Islam
mudah dikenali hingga hari ini, yang t idak lain adalah pola geomet ri yang diperkenalkan
oleh seniman bangsa Syria yang berst at us non Muslim (1988: 5). Penj abaran peran seniman
dan pekerj a non Muslim yang dirangkai oleh Abdul Jabbar memberi kesan bahwa seniman
non Muslim t idak sekedar berkedudukan sebagai ahli yang dibayar oleh umat Islam at as
hasil kerj anya, lebih dari it u umat Islam memiliki keberhut angan yang t idak sedikit kepada
kalangan seniman non Muslim karena at as konst ribusinya umat Islam di kemudian hari
berhasil mencapai peradaban seni yang t inggi.
Kesangsian t erhadap pandangannya sendiri yang t elah saya sarikan pada awal t ulisan ini,
mendorong Abdul Jabbar unt uk merumuskan kembali bat asan Seni Islam sebagaimana
dapat dit angkap dalam pernyat aannya berikut ,
“ Seni Islam adalah seni yang diangankan dan dibiayai oleh orang-orang
Arab Muslim, t et api pengerj aan yang sesungguhnya dikerj akan oleh t enagat enaga bayaran non Arab dan sering mereka it u t idak memiliki lat ar
belakang sebagai Muslim. ” (1988: 4) –miring dan t ebal dari saya
Syarat Seni Islam dalam pandangan kedua Abdul Jabbar adalah (1) dari sisi pihak
pembuat nya t idak hanya dibat asi dari kalangan umat Islam; (2) dari sisi muat an mat eri seni
berkesesuaian dengan angan umat Islam; dan (3) sisi pendanaannya dibiayai oleh umat
Islam. Dibandingkan dengan syarat Seni yang dinyat akan Abdul Jabbar sebelumnya t erj adi
penambahan syarat , yakni syarat ket iga berkait an dengan pihak yang membiayai kegiat an
berkesenian hingga dihasilkannya karya seni.
Syarat pert ama mengalami perluasan yang awalnya dibat asi hanya dari kalangan umat
Islam menj adi t idak lagi mempert imbangkan ident it as keagamaan pelaku seni. Variabel
keagamaan pelaku seni dipinggirkan unt uk digant ikan dengan variabel keahlian pelaku seni.
Syarat kedua j uga mengalami perluasan yang awalnya muat an mat eri Seni Islam merupakan
realisasi dari pandangan hidup Islam yang khas sehingga muat an mat eri Seni Islam erat
seput ar cit a Keesaan Tuhan menj adi sangat luas melingkupi segala yang berkesesuaian
dengan bayangan dan angan umat Islam. Perluasan syarat muat an mat eri Seni Islam
sepat ut nya t et ap memperhat ikan kedudukan Islam sebagai penyedia bat as bagi Seni Islam
yang t idak dirubah oleh Abdul Jabbar hingga akhir t ulisannya, sehingga dapat dit af sirkan
bahwa yang dimaksudnya dengan bayangan dan angan umat Islam sepat ut nya dipahami
pada bat as yang dit et apkan oleh Islam, walaupun akan menj adi t idak mudah dipahami
6
demikian karena pada bat asan yang t erakhir Abdul Jabbar t idak lagi menggunakan kalimat
‘ pandangan hidup kaum Muslim yang khas’ yang sej at inya bersumberkan dari Islam.
Sebagai penut up bagian pert ama t ulisan ini, berdasar pandangannya yang t erakhir, Seni
Islam dalam pandangan Abdul Jabbar memuat t iga variabel, yakni pihak pemberi t ugas,
pihak yang menanggung pembiayaan dan pihak seniman. Umat Islam berkedudukan sebat as
pihak pemberi t ugas, pengguna karya seni dan pihak yang membiayai kerj a seni, sement ara
pihak seniman dapat diperankan oleh umat Islam maupun kalangan non Muslim. Dengan
korelasi ant ar variabel t ersebut Abdul Jabbar berkeyakinan muat an mat eri seni yang hadir
t et ap akan berkesesuaian dengan bayangan dan angan umat Islam.
Gambar 2: St rukt ur Seni Islam dalam pandangan kedua Abdul Jabbar
Sumber: Analisa, 2016
B. Tanggapan Terhadap Abdul Jabbar
Dalam pandangan Abdul Jabbar berkait an dengan Seni Islam t erdapat bagian yang saya
set uj ui yang t ermuat dalam empat poin berikut . Pert ama, Seni Islam merupakan media
bagi umat Islam unt uk mengekspresikan dan mengungkapkan pandangan hidupnya yang
khas, yakni Tauhid. Kedua, konsekuensi dari poin pert ama ialah Seni Islam t idak bebas nilai
karena memuat nilai-nilai Islam yang berasal dari pandangan hidup Islam yang khas.
Ket iga, pandangan hidup Islam menet apkan bahwasanya realit as bert ingkat -t ingkat . Seni
Islam sebagai media pengungkapan pandangan hidup Islam berkedudukan sebagai t anda
yang menunj uk kepada realit as yang lebih t inggi yang menj adikan Seni Islam yang
merupakan f enomena keduniaan mendapat kan dimensi religius-vert ikalnya. Keempat ,
7
kedudukan Islam dalam kegiat an berkesenian yang dil akukan umat Islam adalah sebagai
penyedia bat as bagi sikap dan ekspresi seni yang dit umpahkan. Ekspresi berkesenian oleh
umat Islam yang berada di dalam bat as-bat as Islam dinyat akan sebagai Seni Islam, dan
sebaliknya ekspresi yang berada di luar bat as t idak dapat dinyat akan sebagai Seni Islam
walaupun dicipt a oleh seniman Muslim.
Selain t erdapat bagian yang saya set uj ui, t erdapat pula bagian yang t idak saya set uj ui dari
pandangan Abdul Jabbar, yakni dipert ent angkannya pendekat an idealit as dan realit as
dalam mengkonst ruk penget ahuan t ent ang Seni Islam. Melalui t eks yang dihadirkannya,
saya memahami bahwa bagi Abdul Jabbar ant ara pendekat an idealit as dan realit as
merupakan dua j alan yang t idak akan saling bert emu, berpot ongan dan berkesesuaian. Seni
Islam berdasar pendekat an realit as adalah sebuah t anggapan yang dilakukan umat Islam
t erhadap t ant angan yang dihadapinya di bidang kesenian, karenanya t idak akan dicapai
idealit as disebabkan realit as it u sendiri dipenuhi ket erbat asan-ket erbat asan yang t idak
dapat diat asi dan dilampaui umat Islam. Sedangkan Seni Islam berdasar pendekat an
idealit as merupakan sebuah konsep yang hanya hadir secara penuh di alam khayali umat
Islam. Seluruh ikht iar yang dilakukan umat Isl am t idak dapat merealisasikan idealit as Seni
Islam secara penuh ke dalam realit as f isikal sehari-hari, karenanya akan selalu t erdapat
j arak ant ara idealit as dan realit as kesej arahan Seni Islam. Berdasar hal ini Abdul Jabbar
harus memil ih sat u di ant ara dua pendekat an t ersebut yang pada akhirnya beliau memilih
pendekat an realit as kesej arahan.
Pergeseran pendekat an yang digunakan Abdul Jabbar dalam memahami Seni Islam; dari
pendekat an idealit as bergant i menj adi pendekat am realit as, berdasar analisa saya
t erhadap t eks yang dihadirkannya, disebabkan dua hal. Pert ama, seni menunt ut hadirnya
pelaku seni dan obj ek seni dalam ruang dan wakt u, sehingga pembicaraan t ent ang seni
t idak dapat hanya berkut at pada ranah konsept ual-ideal-khayali. Jarak yang t idak dapat
dij embat ani ant ara idealit as dan realit as kesej arahan menj adikan Abdul Jabbar berpihak
pada pendekat an realit as kesej arahan di mana subj ek dan obj ek seni t elah dan masih hadir
secara f isik. Dengan pendekat an realit as, Abdul Jabbar merumuskan konsep Seni Islam
secara indukt if berdasar f ragmen sej arah sebagai bukt i t elah mewuj udnya Seni Islam dalam
lint asan ruang dan wakt u yang dilalui umat Islam.
Kedua, pergeseran f okus pada aspek perwuj udan f isik seni. Pada pandangannya yang
pert ama Abdul Jabbar berf okus pada aspek seniman Muslim yang mencipt a seni sebagai
media unt uk mengungkapkan pandangan hidup Islam. Fokus t ersebut memuat dua unsur
yakni, (1) seniman Muslim sebagai subj ek seni; dan (2) muat an mat eri seni sebagai obj ek
8
seni, sedangkan perwuj udan f isik seni t idak dibicarakannya karena menempat i posisi
pinggiran yang berkedudukan sebat as pemberi wuj ud f isik at au selubung t erhadap
pandangan hidup Islam yang hendak dit ayangkan oleh subj ek seni. Inilah dua syarat Seni
Islam dalam pandangan pert ama Abdul Jabbar yang dirumuskannya berdasar pendekat an
idealit as.
Pembalikan st rukt ur Seni Islam t erj adi pada pandangan kedua Abdul Jabbar dengan
menggeser unsur subj ek dan muat an mat eri seni ke daerah pinggiran dan memasukkan
unsur perwuj udan f isik seni ke daerah int i. Pergeseran f okus diikut i dengan pergeseran
pendekat an yang mendasari pandangan Abdul Jabbar disebabkan unsur perwuj udan f isik
merupakan unsur seni yang menyej arah yang selalu hadir dalam ruang dan wakt u. Unsur
perwuj udan f isik seni yang menempat i daerah int i dalam st rukt ur Seni Islam dit et apkan
oleh Abdul Jabbar memiliki kualit as seni-t inggi ( high-art ) at au yang lebih dikenal dengan
ist ilah seni-halus yang menj adi bat asan sekaligus syarat bagi set iap wuj ud f isik seni yang
dihadirkan oleh umat Islam maupun at as permint aan umat Islam.
Saya mencoba menangkap maksud baik Abdul Jabbar yang menet apkan seni-t inggi ( high-
art ) sebagai kualit as perwuj udan f isik Seni Islam yang seakan hendak menyampaikan pesan
bahwa dengan kualit as wuj ud f isiknya yang t inggi, Seni Islam t idak perlu diragukan lagi
kehadirannya secara f isikal konkret yang menyej arah dan secara t eorit ik sebagai bagian
dari khazanah ilmu penget ahuan seni dunia. Dengan begit u, t idak diragukan lagi kont ribusi
Seni Islam t erhadap pencapaian peradaban manusia secara keseluruhan dan pengaruhnya
bagi peradaban set elahnya. Paling t idak inil ah maksud baik yang saya dapat i dari remah
dan isyarat t eks yang dihadirkan Abdul Jabbar.
Dengan pendekat an realit as yang dif okuskan pada perwuj udan f isik seni yang berkual it as
seni-t inggi, Abdul Jabbar menet apkan awal kehadiran dan kesej arahan Seni Islam dimulai
dari masa Umayyah dan set erusnya karena pada masa ini t elah t erpenuhinya kondisi yang
dibut uhkan unt uk menghadirkan perwuj udan f isik Seni Islam berkualit as seni-t inggi.
Pert ama, ket ersediaan pref erensi seni. Int ensi t erhadap seni-t inggi mulai muncul ket ika
umat
Islam
hidup di
t engah lingkungan kot a yang t elah mencapai
t it ik puncak
peradabannya pada masa lalu, yakni Kot a Damaskus. Kehadiran art ef ak berkualit as senit inggi yang t ersebar di lingkungan hidupnya membent uk pref erensi umat Islam t erhadap
seni yang dit indak-lanj ut i umat Islam dengan mempelaj ari dan menyerap unsur seni-t inggi
dari peradaban lain unt uk menghadirkan Seni Islam berkualit as seni-t inggi.
9
Kedua, ket ersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang seni-t inggi.
Kondisi ini t erpenuhi saat umat Islam hidup di t engah lingkungan masyarakat yang beragam
dari berbagai agama dan lat ar belakang peradaban di mana dalam st rukt ur sosialnya
t erdapat kelompok seniman. Kondisi ini yang menj adi argument asi bagi Abdul Jabbar unt uk
menet apkan bahwasanya Seni Islam dapat dicipt a oleh seniman non Muslim unt uk
menghadirkan Seni Islam berkual it as seni-t inggi karena pada masanya hanya kalangan
seniman non Muslim yang memiliki keahlian demikian. Ket iga, ket ersediaan hart a unt uk
menghadirkan Seni Islam berkualit as seni-t inggi. Dengan kepemilikan hart a, umat Islam
memposisikan dirinya sebagai
pat ron bagi
perkembangan dan produksi
seni
yang
menyediakan dana sekaligus pemberi t ugas kepada pihak seniman non Muslim yang
memiliki keahlian di bidang seni-t inggi.
Dimulainya kehadiran dan kesej arahan Seni Isl am dari masa Umayyah hingga set erusnya
membawa konsekuensi yang t idak t erhindarkan bahwa Seni Islam merupakan f enomena
peradaban yang baru bagi umat Isl am yang t idak dit emui dan t idak memiliki akarnya dari
masa gerak hidup Rasul Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Tidak berart i sepanj ang
masa hidup Rasul Muhammad, khususnya di t engah umat Islam pada f ase Madinah, kosong
dari unsur seni. Seni yang hadir pada masa t ersebut merupakan seni-rakyat yang
kualit asnya dipert ent angkan dengan seni-t inggi, sehingga t idak memenuhi kualif ikasi Seni
Islam yang dit et apkan Abdul Jabbar, t ermasuk Masj id Quba dan Masj id Madinah yang
dihadirkan langsung oleh Rasul Muhammad besert a para sahabat nya. Seni-rakyat adalah
suat u t anda belum t umbuhnya sebuah peradaban yang pat ut diapresiasi dan dibanggakan
karena belum mampu memberikan kont ribusi bagi peradaban lainnya, sement ara senit inggi ialah suat u t anda bagi peradaban yang t engah t umbuh pesat hingga mencapai
puncaknya, dan inilah yang diinginkan oleh Abdul Jabbar dalam memandang Seni Islam.
Saya t idak sepakat dengan pandangan Abdul Jabbar yang mempert ent angkan pendekat an
idealit as dengan pendekat an realias dalam memahami Seni Islam. Menurut saya, idealit as
Islam t erdapat di dalam garis realit as kesej arahan umat Islam. Berart i dalam gerak
kesej arahan umat
Islam t erdapat
f ase ideal yang menj adi panut an bagi generasi
set elahnya. Sepanj ang gerak kesej arahan umat Islam, idealit as Islam t elah t ercapai dan
direalisasikan oleh Rasul Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam yang secara langsung
mendidik generasi sahabat . Inilah generasi pert ama yang merupakan generasi t erbaik umat
Islam, sehingga menj adi t auladan, t olak ukur kemaj uan, keberhasilan dan keselamat an
bagi generasi set elahnya. Dengan cara pandang demikian, gerak kesej arahan umat Islam
10
set elah masa generasi pert ama ( as-saabiquuna al-awwaluuna) hingga t ibanya kiamat nant i
merupakan perj uangan kembali mencapai dan merealisasikan idealit as Islam.
Dilandasi pandangan di at as, saya hendak menawarkan garis kesej arahan Seni Islam yang
berbeda dengan Abdul Jabbar. Jika gerak kesej arahan Seni Islam menurut Abdul Jabbar
didasarkan at as kualit as perwuj udan f isik seni, maka saya menggunakan gerak kesej arahan
umat Islam sebagai dasar bagi garis kesej arahan Seni Isl am. Unt uk membandingkannya
lebih j elas lagi, Abdul Jabbar berf okus pada obj ek seni yang merupakan produk dari
kegiat an berkesenian, sedangkan saya berf okus pada seniman Muslim sebagai subj ek seni
yang melakukan kegiat an berkesenian.
Berdasarkan gerak kesej arahan umat Islam, saya membagi garis kesej arahan Seni Islam ke
dalam t iga f ase, yakni (1) Fase Pembent ukan Sist em nilai dan Modal Sosial; (2) Fase Kont ak
Peradaban; dan (3) Fase Tarikan. Fase pert ama Seni Islam melingkupi masa hidup
Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam hingga masa Khulaf a Rasyidin yang
merupakan f ase ideal dalam kesej arahan umat Islam. Pada f ase ini t erj adi dua hal yang
saling t erkait , yakni (1) t erbent uknya sist em nilai Seni Islam seiring t urunnya Wahyu Ilahi
kepada Rasul Muhammad secara bert ahap yang disampaikan dan diprakt ikkan langsung oleh
beliau Shalallahu Alaihi Wasallam agar dapat dipahami dan dicont oh oleh umat nya; dan (2)
keluarnya manusia dari kegelapan sist em nilai yang bersumberkan dari aqidah bat hil
menuj u cahaya sist em nilai Islam yang t erang benderang, sehingga muncul kalangan
seniman Muslim dalam sej arah umat Islam yang meyakini kebenaran sist em nilai Islam dan
menggunakannya dalam kegiat an berkesenian.
Terbent uknya sist em nilai Islam, hadirnya seniman Muslim dan digunakannya sist em nilai
Islam
sebagai
landasan bagi
prakt ik
berkesenian yang dilakukan seniman Muslim
menyebabkan t erj adinya perubahan pada muat an mat eri seni. Sebagai cont oh, muat an
mat eri seni syair yang dikenal luas masyarakat Arab pada masa f ase pert ama ialah seput ar
kemuliaan manusia yang dipandang dari kepemilikan hart a dan j umlah ket urunannya. Di
t angan seniman Muslim, seni syair digubah unt uk meledakkan semangat beribadah dan
semangat
j ihad
kaum
Muslimin,
membela
kemuliaan
kaum
Muslimin
dan
unt uk
mengekspresikan kecint aannya kepada Allah dan Rasul -Nya. Di bidang seni keruangan,
umat Islam menghadirkan ruang masj id yang secara konsept ual berbeda dengan ruang
ibadah umat lainnya. Kehadiran bent uk seni baru yang t idak t erdapat padanan pada
zamannya t idak lain karena dicipt a oleh seniman yang mengikat dirinya pada sist em nilai
baru, yakni sist em nilai Islam, yang membent uk cara pandangnya sebagai seniman, caranya
mengekspresikan nilai keindahan dan muat an mat eri seni yang hendak disampaikan.
11
Pada f ase pert ama, perwuj udan f isik Seni Islam masih sederhana dengan j enis seni yang
masih t erbat as karena t idak t erpenuhinya kondisi yang dibut uhkan unt uk hadirnya senit inggi sebagaimana t elah saya sampaikan di at as, selain karena beberapa j enis seni
diharamkan pada masa awal umat Islam karena t erkait dengan kesyirikan yang lekat dalam
alam budaya Jahiliyah. Karenanya perwuj udan f isik dan j enis seni t idak dapat dij adikan
t imbangan bagi Seni Islam pada f ase ini. Perwuj udan f isik Masj id Quba dan Masj id Madinah
yang hadir pada f ase pert ama Seni Islam dengan demikian t idak dapat dinilai dari
perwuj udan f isiknya, t et api dari sist em nilai yang mendasarinya dalam kont eks pada f ase
ini t engah t erj adi pembalikan sist em nilai di kalangan masyarakat Arab, sehingga dapat
diket ahui perubahan seni yang t erj adi dan pencapaian seni yang diraih umat Islam pada
zamannya.
Fase kedua melingkupi masa Dinast i Umayyah. Di sinilah saya mencoba mendudukkan
pandangan Abdul Jabbar berkait an dengan hadirnya Seni Islam berkualit as seni-t inggi dan
peran seniman non Muslim dalam pembent ukan Seni Islam. Pada f ase ini t erj adi t iga hal
berikut , (1) proses meningkat kan kualit as seniman Muslim dengan menyerap keahlian senit inggi dari kalangan seniman non Muslim; (2) meningkat kan kualit as pref erensi seni dengan
menyerap unsur seni-t inggi dari peradaban masa lalu yang t elah mencapai puncak
kej ayaannya; dan (3) menyerap il mu penget ahuan dari peradaban lain, t ermasuk ilmu
penget ahuan seni yang di ant aranya berasal dari Peradaban Yunani Kuno dan Mesir Kuno
melalui penerj emahan karya t ulis ke dalam Bahasa Arab. Singkat nya, f ase ini merupakan
f ase t ransmisi di mana t erj adi perpindahan keahlian seni dari masyarakat non Muslim ke
masyarakat Muslim, perpindahan unsur perwuj udan f isik seni-t inggi dari peradaban masa
lalu yang t elah mencapai puncaknya dan perpindahan khazanah ilmu penget ahuan seni dari
peradaban sebelumnya ke Dunia Isl am.
Saya berbeda pandangan dengan Abdul Jabbar dalam dua hal t erkait f ase ini. Pert ama,
Abdul Jabbar menekankan pada peran seniman non Muslim bagi perkembangan Seni Islam,
sedangkan saya menekankan pada gerak akt if
umat
Islam unt uk mengembangkan
kemampuan berkeseniannya melal ui proses belaj ar kepada seninam non Muslim, baik
secara langsung maupun t idak langsung. Kedua, Abdul Jabbar mengkat egorikan obj ek seni
yang dicipt a oleh seniman non Muslim sebagai Seni Isl am dengan syarat at as permint aan
dan dibiayai oleh umat Islam sert a berkesesuaian dengan pandangan hidup umat Islam
dalam lingkup yang seluas-luasnya. Saya t idak menolak peran seniman non Muslim bagi
umat Islam dalam bidang kesenian karena banyak f akt a sej arah yang menunj ukkan
demikian, sepert i para t ukang dan seniman non Muslim yang diperint ahkan oleh Umar bin
12
Abdul Aziz selaku Gubernur Madinah unt uk merenovasi Masj id Nabi, t et api saya t idak
mengkat egorikan hasil cipt a seniman non Muslim sebagai Seni Islam walaupun memenuhi
syarat yang diaj ukan oleh Abdul Jabbar.
Penolakan saya di at as didasarkan dua pert imbangan. Pert imbangan pert ama t erkait aliran
nilai dari pihak seniman non Muslim kepada obj ek seni yang dicipt anya. Pihak seniman non
Muslim mengimani sumber kebenaran yang berbeda dengan umat Islam, sehingga berpij ak
pada sist em nilai yang khas keyakinannya dalam berkegiat an kesenian. Walaupun pihak
seniman non Muslim menerima permint aan dari kalangan umat Islam unt uk mencipt a suat u
obj ek seni yang berkesesuaian dengan pandangan hidup umat Islam, t et ap saj a pihak
seniman non Muslim t idak dapat melepaskan sist em nil ai yang dianut nya dalam proses
pencipt aan obj ek seni unt uk menggant inya dengan sist em nilai yang dianut umat Islam.
Kalaupun t erwuj ud obj ek seni yang berkesesuaian dengan pandangan hidup umat Islam,
t erdapat perbedaan dalam memandang dan memahami obj ek seni t ersebut ant ara pihak
seniman non Muslim dengan pihak pengamat Muslim. Dengan cara pandang ini, pada
hakikat nya yang dilakukan umat Islam bukanlah mencipt a obj ek seni, t et api menaf sir obj ek
seni yang dihadirkan seniman non Muslim agar berkesesuaian dengan pandangan hidupnya.
Seni Islam berbeda dari seni selainnya sebab secara asasi memiliki perbedaan dalam aspek
sumber nilai, yakni Al-Qur’ an dan Sunnah Rasul Muhammad. Kesamaan perwuj udan f isik
Seni Islam dengan selainnya, sepert i unsur kubah sebagai penut up at ap, ornamen f lora,
unsur pelengkung dan sebagainya hanya berada pada ranah f isik-permukaan saj a,
sedangkan pada ranah f isik-dalaman memiliki perbedaan yang asasi disebabkan perbedaan
sumber nilai yang mendasari. Sebagai cont oh, ornamen f lora t elah banyak diwuj udkan oleh
berbagai peradaban sepert i Yunani Kuno dan India, begit u j uga Peradaban Islam. Ornamen
f lora yang dicipt a seniman Muslim yang berpandangan hidup Islam, sedari awal proses
pencipt aannya t elah didasari sist em nilai Islam yang menj adikannya memuat nilai Islam
dan karenanya mencerminkan Isl am. Sampai di sini inilah yang saya maksud dengan Seni
Islam, yakni seni yang didasari sumber nilai Islam sej ak awal proses pencipt aannya oleh
seniman Muslim yang berpandangan hidup Islam.
Pert imbangan kedua t erkait dengan st at us kepemilikan obj ek seni. Pandangan Abdul
Jabbar menyisakan masalah, apakah obj ek seni yang dicipt a oleh seniman non Muslim
dimiliki oleh pihak pemesan dan penyokong biaya at aukah pihak seniman yang mencipt a.
Jika seni direduksi sebat as perwuj udan f isiknya, obj ek seni yang dicipt a seniman non
Muslim dapat menj adi milik umat Islam melalui pert ukaran sej umlah harga berdasar
hubungan pemberi t ugas-penerima t ugas. Tet api j ika seni dilihat lebih luas, yakni sebuah
13
akt ivit as meluapkan dan mengekspresikan rasa keindahan melalui pencipt aan gagasan,
perilaku dan wuj ud f isik yang est et is sert a akt ivit as menyerap rasa keindahan dari wuj ud
seni, maka hubungan pert ukaran sej umlah harga t idak memadai bagi umat Islam unt uk
memiliki obj ek seni yang dicipt a seniman Non Muslim. Walaupun obj ek seni t elah
berpindah t angan, t et api secara psikologis-eksist ensial t et ap menj adi milik pihak seniman
karena obj ek seni t erikat kuat dengan pihak pencipt a yang menghadirkannya bagaikan
hubungan seorang ibu dengan anak yang dilahirkannya. Ini berart i upaya umat Islam
menaf sir obj ek seni yang dihadirkan seniman non Muslim agar berkesesuaian dengan
pandangan hidupnya bagaikan melakukan adopsi t erhadap seorang anak yang dilahirkan
oleh ibu yang t idak berasal dari kalangannya sendiri, sehingga bet apa pun kerasnya upaya
yang dilakukan t et ap saj a secara psikologis t idak akan dapat menj adikan obj ek seni
t ersebut sebagai miliknya secara penuh.
Berdasar pert imbangan di at as, dalam pandangan saya f ase kedua garis kesej arahan Seni
Islam bukanlah merupakan f ase pembent ukan wuj ud f isik obj ek seni, t et api f ase
pembent ukan dan peningkat an keahlian umat Islam di bidang seni, baik secara prakt is
maupun t eorit ik, sehingga produk akhir dari f ase ini ialah kualit as seniman Muslim yang
memiliki
keahlian di
bidang pencipt aan seni-t inggi
dan kepemilikan sumber
ilmu
penget ahuan seni dari peradaban lain yang akan digunakannya unt uk merumuskan ilmu
penget ahuan Seni Islam pada f ase selanj ut nya. Unt uk mengisi kekosongan obj ek seni
berkualit as seni-t inggi yang dicipt a seniman Muslim, kehadiran obj ek seni oleh seniman non
Muslim di t engah masyarakat Muslim memang t idak t erhindarkan dan j ust ru merupakan
sebuah keniscayaan dari t erj alinnya komunikasi yang int ens dengan masyarakat Muslim
sebab seni sebagai unsur peradaban selalu dibut uhkan kehadirannya di t engah masyarakat ,
t idak t erkecuali bagi masyakat Muslim. Dalam kont eks inil ah saya mendudukkan persoalan
pencipt aan seni oleh non Muslim at as permint aan dan biaya dari umat Islam, t idak lebih
dan t idak kurang, sehingga apresiasi saya t erhadap peran seniman non Muslim pun dalam
kont eks ini, yakni mengisi kekosongan kehadiran obj ek seni berkualit as seni-t inggi di
t engah umat Islam.
Fase ket iga melingkupi masa Dinast i Abbasiyah hingga set elahnya. Pada f ase ini t elah
t ersedia sumber daya manusia Muslim di bidang prakt ik berkesenian yang memiliki keahlian
seni-t inggi dan sumber daya manusia Muslim di bidang ilmu penget ahuan seni sebagai hasil
dari proses belaj ar yang t elah dil ewat i pada f ase t erdahulu. Ket ersediaan sumber daya
seniman Muslim menj adikan umat Islam dapat mencipt a seni berkualit as seni-t inggi
sement ara
ket ersediaan
sumber
daya il muwan,
f il osof ,
f uqaha dan
t eolog sert a
14
kepemilikan sumber ilmu penget ahuan dari peradaban sebelumnya menj adikan umat Islam
dapat merumuskan ilmu penget ahuan Seni Islam di at as landasan sist em nilai Isl am yang
t elah selesai t erbent uk pada f ase pert ama. Penguasaan ranah prakt ik berkesenian dan
ranah t eorit ik ilmu penget ahuan Seni Islam menj adikan umat Islam mandiri t anpa
kert egant ungan dengan pihak lain karena pencipt aan Seni Islam berkualit as seni-t inggi
dapat dilakukannya sendiri dengan kepemilikan ilmu penget ahuannya sendiri.
Sebagai dampak dari berj alannya beriringan ant ara pencipt aan Seni Islam dan perumusan
ilmu penget ahuan Seni Islam, pada f ase ket iga t erj adi t arikan ant ara landasan f ilosof is Seni
Islam yang merupakan ranah t eorit ik dengan perwuj udan Seni Islam yang merupakan ranah
prakt ik. Ada kalanya keduanya berkesesuaian di mana kehadiran wuj ud f isik Seni Islam
dibidani oleh ilmu penget ahuan Seni Islam yang dilandasi oleh sist em nilai Isl am. Ada
kalanya pula keduanya t idak berkesesuaian di mana kehadiran wuj ud f isik seni oleh
seniman Muslim dibidani ilmu penget ahuan seni yang bersumberkan dari sist em nilai selain
Islam at au pencipt aan seni yang bersandarkan pada landasan f ilosof is Seni Islam t et api
menggunakan unsur f isik seni dari peradaban lain t anpa proses penyesuaian dan
penyerapan ke dalam sist em nilai Islam yang menyebabkan ant ara l andasan f ilosof is dan
perwuj udan f isiknya t idak t erhubung.
Tarikan yang t erj adi pada f ase ket iga gerak kesej arahan Seni Islam paling t idak disebabkan
t iga f akt or, yakni (1) maraknya prakt ik berkesenian yang beriringan dengan perumusan
ilmu penget ahuan Seni Islam, sehingga memungkinkan aspek yang sat u berkembang lebih
pesat dibandingkan aspek lainnya; (2) meluasnya persebaran Islam yang diikut i dengan
perpindahan pusat Peradaban Islam seiring pergant ian Dinast i. Persebaran Islam t erkait
dengan keragaman kondisi hidup, sej arah, sumber daya alam dan kepemilikan budaya umat
Islam yang membent uk keragaman keberagamaan di kalangan umat Islam, sehingga
memunculkan keragaman seni yang dicipt a umat Islam. Ismail Raj i’ Faruqi di dalam
bukunya berj udul At las Kebudayaan Islam menyinggung perihal t arikan seni di Dunia Islam
disebabkan f akt or ini. Menurut nya pada bagian Timur wilayah Dunia Islam cenderung
menghadirkan seni dengan waj ah yang mencerminkan ort odoksi Islam, sedangkan pada
bagian Barat wilayah Dunia Islam cenderung menghadirkan seni dengan waj ah yang
mencerminkan pemahaman Islam yang het erodoks; dan f akt or (3) perbedaan pandangan
yang hampir t idak bisa dij embat ani ant ara kalangan f uqaha, t eolog, suf i dan f ilosof yang
t idak bisa dihindari memunculkan parsialit as pemahaman Islam. Dampaknya dalam bidang
seni hanya menekankan pada salah sat u aspek Islam dalam pencipt aan Seni Islam. Kal angan
f uqaha berf okus pada perwuj udan f isik seni yang berkesesuaian dengan hukum Islam
15
sepert i keharaman wuj ud f isik seni menyerupai makhluk hidup, sement ara kalangan t eolog
berupaya menj abarkan konsep Tauhid secara rasional sebagai asas bagi seluruh aspek
kehidupan umat Islam, t ermasuk kegiat an berkesenian unt uk mewuj udkan Seni Islam yang
mencerminkan cit a Tauhid. Dengan pendekat an rasional pula kalangan f ilosof berf okus
pada perumusan prinsip est et ika yang sif at nya preskript if . Berbeda dengan kalangan
lainnya, kalangan suf i berf okus pada subst ansi seni yang memuat pesan-pesan Islam secara
esot eris-met af orik unt uk mencapai pengalaman spirit ual-est et ik secara eksist ensial.
Tarikan yang t erj adi ant ara aspek f ilosof is dan perwuj udan f isik seni menj adikan t idak
set iap seni yang dicipt a umat Islam dapat dinyat akan sebagai Seni Islam. Sampai di sini,
unt uk melengkapi t akrif Seni Islam pada f ase kedua, Seni Islam merupakan hasil cipt a
seniman Muslim di mana perwuj udan f isiknya berlandaskan pada asas f ilosof is yang
bersumberkan dari Islam. Kebalikannya, seni yang dicipt a umat Islam di mana perwuj udan
f isiknya t idak selaras dengan asas f ilosof is Seni Islam at au asas f ilosof is it u sendiri t idak
bersumberkan dari Islam, maka seni yang demikian t idak dapat dinyat akan sebagai Seni
Islam. St at usnya sebat as sebagai Seni Muslim yang meruj uk pada ident it as pencipt anya.
Dengan cara pandang demikian, pada f ase ket iga garis kesej arahan Seni Islam t erdapat seni
yang berkesesuaian dengan idealit as Islam dan seni hasil cipt a seniman Muslim yang
berj arak dari idealit as Islam. Keduanya merupakan khazanah seni yang dimiliki umat Islam
sepanj ang gerak kesej arahannya. Demikianlah sej arah pat ut nya dipahami sebagai gerak
yang dinamis, sebab dalam gerak kesej arahannya t idak selalu idealit as Islam mampu
dicapai oleh umat Islam, t ermasuk di bidang pencipt aan seni.
Gambar 3: Garis kesej arahan Seni Islam menurut pandangan penulis
Sumber: Analisa, 2016
16
Demikian t anggapan saya t erhadap pandangan kedua Abdul Jabbar dalam aspek ont ologi
t erkait dengan t akrif dan syarat Seni Islam dan aspek epist emologi t erkait dengan sumber
kebenaran dan pencipt aan Seni Isl am. Pada beberapa hal saya bersepakat dengan Abdul
Jabbar dan pada hal lainnya saya memiliki pendapat yang berbeda sebagaimana saya t elah
j abarkan di at as. Pandangan Abdul Jabbar menurut saya pent ing unt uk diulas dan
dit anggapi karena saya pribadi beberapa kal i bert emu dan berdiskusi langsung dengan
pengaj ar, penelit i dan mahasiswa penggiat Arsit ekt ur Islam yang memiliki pandangan
serupa dengan pandangan kedua Abdul Jabbar. Oleh karenanya t anggapan saya t erhadap
pandangan Abdul Jabbar yang t ert uang dalam t ulisan ini sekaligus merupakan t anggapan
saya t erhadap pandangan serupa di bidang Arsit ekt ur Islam.
Sat u hal yang luput dari t anggapan saya t erhadap Abdul Jabbar ial ah aspek aksiologi Seni
Islam. Pada pandangannya yang pert ama Abdul Jabbar t elah j elas menyat akan t uj uan dari
pencipt aan Seni Islam adalah merupakan sikap penghambaan seorang Muslim kepada Allah.
Saya bersepakat dengan Abdul Jabbar bahwa pencipt aan dan penyerapan Seni Islam oleh
umat Islam harus dilakukan dalam koridor penghambaan diri kepada Allah yang didasari
niat ikhlas dan ilmu yang benar. Dari sini dapat dipahami j ika pada pandangannya yang
kedua Abdul Jabbar meminggirkan aspek aksiologi Seni Islam sebagai konsekuensi
mendudukkan seniman non Muslim sebagai pihak pencipt a Seni Islam yang t ent u saj a t idak
didasari penghambaan diri kepada Allah dalam pencipt aan obj ek seni yang dihadirkannya.
Gambar 4: St rukt ur Seni Islam menurut pandangan penulis
Sumber: Analisa, 2016
Sebagai kesimpulan t anggapan saya, dalam pandangan saya idealit as dan realit as Seni
Islam merupakan kesat uan dalam garis kesej arahan Seni Islam di mana pada sat u f ase
keduanya bersinggungan, berpot ongan dan berkesesuaian dan pada f ase yang lain keduanya
17
t erpisah, sehingga t erj adi j arak ant ara idealit as Seni Islam yang berada di alam khayali
dengan realit as berkesenian yang dialami umat Islam. Dalam kondisi ini umat Islam sebagai
pihak pencipt a dan penikmat Seni Islam dengan kepemilikan Islam di dalam dirinya
senant iasa melakukan ikht iar unt uk mempersempit j arak ant ara idealit as dan realit as
bahkan menj adikan keduanya melebur dalam kesat uan. Pandangan yang saya pilih
mengambil arah j alan yang berbeda dengan Abdul Jabbar yang meyakini bahwasanya
ant ara idealit as dan realit as Seni Islam t idak dapat dij embat ani. Sekali lagi, saya t idak
bersepakat dengan pandangan t ersebut !
C. Penutup
Tiga f ase pembent ukan Seni Islam bukanlah sekedar gerak kesej arahan yang t elah berlalu,
t et api merupakan t ahapan-t ahapan yang pada dasarnya merupakan st rat egi peradaban
unt uk mencapai puncak pencapaian Seni Islam. Pandangan bahwa peradaban akan berulang
bukanlah dimaksudkan akan berulang dengan sendirinya oleh daya peradaban it u sendiri,
t et api dengan daya upaya dari manusia pengusungnya. Di sinilah t ahapan-t ahapan Seni
Islam yang t elah t erj adi pada masa lalu mendapat kan relevansinya unt uk sekali lagi
digunakan umat Islam sebagai st rat egi peradaban unt uk kembali mencapai puncak
pencapaian Seni Islam.
Fase pert ama pembent ukan Seni Islam t idak akan pernah t erulang sepenuhnya karena
pembent ukan sist em nilai Islam t elah selesai dengan selesainya t ugas kerasulan Muhammad
Shalallahu Alaihi Wasallam. Yang akan t erus berulang dari f ase pert ama adalah hij rahnya
umat Islam dari sist em nilai yang bert ent angan dengan Islam unt uk kembali kepada sist em
nilai Tauhid. Dalam kont eks seni, f ase pert ama merupakan upaya penyadaran kepada
seniman Muslim, penelit i Muslim di bidang kesenian dan pembelaj ar Muslim di bidang
kesenian
unt uk
hij rah
epist emologi.
Fase
kedua
merupakan
upaya
umat
Islam
meningkat kan kualit as keahliannya mencipt a seni sesuai dengan kebut uhan dan t unt ut an
zaman dan mempelaj ari khazanah ilmu penget ahuan seni dari berbagai peradaban,
t ermasuk khazanah il mu penget ahuan Seni Islam yang t elah dirumuskan oleh generasi
t erdahulu umat Islam. Fase ket iga merupakan upaya seniman Muslim menghadirkan Seni
Islam yang paripurna dan pengembangan ilmu penget ahuan Seni Islam yang aj eg lagi
mencerahkan yang merupakan pengembangan ilmu penget ahuan Seni Islam yang t elah
dirumuskan pada masa lalu. Berkaca dari kesej arahan yang t elah lalu, pelaj aran dari f ase
ket iga yang dapat diambil bagi generasi kini ialah menghindari t erj adinya konf lik di
kalangan umat Islam agar parsialit as pemahaman Islam dapat dihindari, sehingga dapat
dicipt a Seni Islam yang mencerminkan Islam secara ut uh keseluruhan.
18
Tiga t ahap pembent ukan Seni Islam hanya dapat dipahami saling ket erkait annya sebagai
sat u kesat uan st rat egi peradaban j ika dilet akkan dalam kerangka pendidikan. Fase
pert ama merupakan pendidikan waj ib ain bagi set iap Muslim yang melingkupi perkara
keimanan, kewaj ibannya selaku umat Islam dan persoalan halal haram. Fase kedua,
seorang Muslim yang t elah menyesaikan j enj ang f ase pert ama diizinkan memasuki ranah
pendidikan waj ib kif ayah, salah sat unya ialah berkecimpung di bidang kesenian, yang
merupakan. Set elah dinilai memiliki ot orit as, pembel aj ar Muslim di bidang kesenian
dit et apkan sebagai seniman yang mengemban t ugas sebagai wakil Allah di muka bumi
dengan beramal di ranah prakt ik berkesenian maupun ranah t eorit ik kesenian. Dengan
t ahapan sepert i ini, Seni Islam dihadirkan oleh pribadi Muslim yang berserah diri
sepenuhnya sebagai seorang hamba sekaligus memiliki ot orit as di bidang Seni Islam,
sehingga Seni Islam yang dicipt a maupun ilmu penget ahuan Seni Islam yang dirumuskan
merupakan cahaya Islam yang dit ebar unt uk mengusir kegelapan.
Gambar 5: St rat egi peradaban unt uk kebut uhan masa kini berdasar garis perkembangan
Seni Islam menurut pandangan penulis
Sumber: Analisa, 2016
Akan berbeda arah j ika garis kesej arahan Seni Islam menurut Abdul Jabbar digunakan
dalam kont eks hari ini. Di sat u sisi umat Islam berposisi sebagai subj ek-akt if pemberi t ugas
dan penyokong biaya unt uk menghadirkan Seni Islam, sement ara di sisi yang l ain umat
Islam berposisi sebagai subj ek-pasif dalam pencipt aan Seni Isl am dengan menyerahkan
seluruhkan kepada pihak yang memiliki keahlian di bidang seni-t inggi, t idak t erkecuali
kepada pihak seniman non Muslim. Bergant ung kepada keahlian pihak lain menj adikan
umat Islam t idak berf okus pada peningkat an kualit as diri agar daya upaya dapat seluruhnya
dikerahkan unt uk memenuhi pendanaan dan pengembangan pref erensi seni.
19
Alih-alih t erbent uk st rukt ur biner dalam hubungan pemberi-penerima t ugas di mana yang
pert ama memiliki kedudukan yang lebih t inggi daripada yang kedua sehingga dapat
mendikt e dan mempengaruhi yang kedua, yang t erj adi j ust ru sebaliknya di mana pihak
penerima t ugas mendikt e pihak pemberi t ugas dikarenakan ket iadaan kepemilikan ilmu di
bidang kesenian, sehingga dengan perlahan obj ek seni yang dihadirkan mempengaruhi cara
pandang umat
Islam t erhadap seni pada khususnya dan t erhadap realit as secara
keseluruhan. Fenomena demikian t engah t erj adi di banyak negara Muslim di berbagai
belahan dunia, sebut saj a salah sat unya ialah Dubai yang celakanya menj adi model bagi
t idak sedikit negara Muslim lainnya sepert i Indonesia.
Demikianlah sat u pert imbangan lagi yang memberat kan saya unt uk bersepakat dengan
Abdul Jabbar t erkait kedudukan umat Islam dan seniman non Muslim yang t ermuat dalam
pandangan keduanya. Dan t ampaknya pandangan kedua Abdul Jabbar t elah diprakt ikkan
pada hari ini, baik secara sadar maupun t anpa sadar, yang secara perwuj udan f isik t elah
memukau banyak mat a t et api t urut menghadirkan masalah yang t idak sedikit pula, di
ant aranya peminggiran kalangan ekonomi bawah, perendahan seni rakyat , eksploit asi alam
dan t erut ama kerusakan int ernal bat in umat Islam. Jika ini konsekuensi yang harus
dit erima dan harga yang harus dibayar unt uk perkembangan perwuj udan seni yang
dikat akan Islam, t ent u saj a saya t idak bersepakat !
Allahu a’ lam bishawab.
Bert empat di Kart asura pada Saf ar 1438 Hij rah Nabi
20
Tanggapan Terhadap Abdul Jabbar
Oleh: Andika Saput ra, S. T. , M. Sc
Pandangan Muhammad Abdul Jabbar yang saya kut ip dan sarikan dalam t ulisan ini
bersumberkan dari makalah beliau dalam sebuah buku ant ologi berj udul “ Fine Art in
Islamic Civilizat ion” yang dit erbit kan oleh The Universit y of Malaya Press Kuala Lumpur
pada t ahun 1981. Buku t ersebut t elah dit erj emah ke dalam Bahasa Indonesia dengan j udul
“ Seni Di Dalam Peradaban Islam” yang dit erbit kan oleh Penerbit Pust aka Bandung pada
t ahun 1988. Dalam t ulisan ini saya menggunakan buku t erj emah Bahasa Indonesia di mana
makalah yang dit ulis oleh Muhammad Abdul Jabbar merupakan makalah pengant ar bagi
seluruh makalah di dalam buku t ersebut dengan j udul “ Kedudukan Seni Dalam Kebudayaan
Islam” , karenanya memuat lingkup bahasan yang paling luas di ant ara makalah lainnya
yang spesif ik membahas salah sat u j enis seni dalam Seni Islam.
Sebelum masuk pada subst ansi bahasan t ul isan ini, sekilas akan saya sampaikan prof il
int elekt ual Abdul Jabbar. Muhammad Abdul Jabbar lahir pada t ahun 1944 dan meraih gelar
Dokt or dari Fakult as Pengkaj ian Timur Universit as Cambridge pada t ahun 1971 saat berusia
27 t ahun. Saat menulis buku yang saya j adikan pegangan dalam t ul isan ini, yakni pada
usianya yang ke 37 t ahun, Abdul Jabbar menj abat sebagai Prof esor Madya di Fakult as
Pengkaj ian Islam Universit as Kebangsaan Malaysia. Buku t ersebut disusun dan diedit ori oleh
Abdul Jabbar dengan melibat kan beberapa nama besar di bidang pengkaj ian Seni Islam
sebagai kont ribut or, di ant aranya adalah K. A. C Creswell dan Ismail Raj i’ Faruqi, yang
menunj ukkan keluasan j ej aring keilmuan yang dimiliki Abdul Jabbar.
Tulisan ini saya bagi menj adi t igas bagian. Pada bagian pert ama memuat pandangan
Muhammad Abdul Jabbar mengenai idealit as dan realit as Seni Islam. Fokus t ersebut
pent ing unt uk dit ekankan karena dalam makalah sepanj ang 19 halaman yang dit ulisnya,
Muhammad Abdul Jabbar menyaj ikan beragam f okus bahasan sebagai pengant ar bagi set iap
makalah di dalam buku t ersebut . Pada bagian kedua memuat t anggapan saya t erhadap
pandangan Muhammad Abdul Jabbar. Saya berupaya menyampaikan t anggapan yang
konst rukt if dengan melakukan sint esa ant ara pandangan saya sendiri dengan pandangan
Abdul Jabbar, sehingga t idak meniadakan seluruh pandangan Abdul Jabbar maupun
menerima keseluruhnya t anpa sikap krit is. Saya kira inilah sikap yang adil dalam
1
menanggapai suat u pandangan dan pemikiran. Dan bagian ket iga merupakan bagian
penut up yang memuat perenungan dan relevansi pandangan Abdul Jabbar dan pandangan
saya unt uk kebut uhan hidup umat Islam pada masa kini.
A. Pandangan Abdul Jabbar
Abdul Jabbar membuka makalahnya dengan pernyat aan mengenai kedudukan seni bagi
umat Islam,
“ Kaum Muslim dari beraneka kebangsaan t elah mewuj udkan karya-karya
bernilai seni sebagai perant ara pengungkapan pandangan hidupnya yang
khas” . (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Pernyat aan di at as menj elaskan bahwa dalam pandangan Abdul Jabbar, seni adalah media
bagi umat Islam unt uk mengungkapkan pandangan hidupnya yang khas. Kedudukan seni
bagi umat Islam disampaikan kembali oleh Abdul Jabbar di t empat yang berbeda,
“ Suat u bent uk kesenian menj adi Islami j ika hasil seni it u mengungkapkan
pandangan hidup kaum Muslim” . (1988: 2) –miring dan t ebal dari saya
Pandangan hidup umat Islam yang dimaksud oleh Abdul Jabbar dalam kedua pernyat aannya
di at as dij elaskannya pada kalimat yang lain,
“ Mereka (umat Islam –pen) membangun bent uk-bent uk seni yang kaya yang
sesuai dengan perspekt if kesadaran nilai Islam dan secara perlahan t api
past i mengembangkan gaya mereka sendiri sert a menambah sumbangan yang
asli di lapangan kesenian” . (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Menurut Abdul Jabbar, pandangan hidup umat Islam ialah kesadaran t erhadap nilai-nilai
Islam yang digunakannya dalam pencipt aan Seni Isl am. Kedudukan pandangan hidup Islam
menj adi sent ral dalam pandangan Abdul Jabbar karena ciri khas Seni Islam dibent uk oleh
pandangan hidup manusia pencipt anya, yang menj adikan seni yang dicipt a umat Islam
bermuat an nilai-nilai
Islam.
Pemahaman ini
dapat
diart ikan bahwa dalam proses
pencipt aan seni t erj adi aliran nilai Islam dari diri seniman Muslim kepada seni yang
dicipt anya.
Berdasar pernyat aan di at as, dalam pandangan Abdul Jabbar, Seni Islam haruslah
memenuhi dua syarat , yakni (1) umat Islam yang berpandangan hidup Islam; agar dapat
diwuj udkan (2) seni yang bermuat an nilai-nilai Islam. Kedua syarat ini menegaskan
2
hubungan erat ant ara pelaku seni yang merupakan syarat pert ama dengan produk seni yang
merupakan syarat kedua. Hubungan erat ant ara kedua syarat menj adikan syarat Seni Islam
dalam pandangan Abdul Jabbar bersif at asosiat if at au berpasangan di mana kehadiran
syarat pert ama akan diikut i oleh kehadiran syarat kedua. Syarat pert ama menj adi pent ing
karena berkait an dengan kehadiran syarat kedua. Kedudukan syarat pert ama ini dit egaskan
oleh Abdul Jabbar dalam pernyat aannya berikut ,
“ Seni Islam dapat j uga diberi bat asan sebagai suat u seni yang dihasilkan
oleh seniman at au desainer Muslim” . (1988: 2) –miring dan t ebal dari saya
Syarat pert ama merupakan bat asan sekaligus t imbangan bagi suat u seni dapat dinyat akan
sebagai Seni Islam. Konsekuensi logisnya, t anpa dipenuhinya syarat pert ama maka suat u
seni berada di luar bat as Seni Islam yang menj adikannya t idak dapat dinyat akan sebagai
Seni Islam. Sedangkan t erpenuhinya syarat kedua hanya dimungkinkan j ika dipenuhinya
syarat pert ama karena syarat kedua hanya dapat hadir di dalam bat as syarat pert ama.
Seni sebagai media pengungkapan pandangan hidup Isl am menj adikannya memiliki muat an
mat eri yang khas Islam. Bagi Abdul Jabbar muat an mat eri Seni Islam adalah sebagai
berikut ,
“ Para t ukang dan seniman Muslim berusaha menampilkan cit a Keesaan
Tuhan (t auhid) dalam karya seninya ” . (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Di t empat yang lain Abdul Jabbar menyat akan,
“ Seni Islam adalah seni yang mengungkapkan sikap pengabdian kepada
Allah. ” (1988: 2) –miring dan t ebal dari saya
Bagi Abdul Jabbar, muat an mat eri Seni Islam berkait an dengan cit a Keesaan Tuhan dan
ungkapan pengabdian kepada Tuhan yang dit ampilkan dalam media seni. Dengan demikian,
Seni Islam dalam pandangan Abdul Jabbar t idaklah meruj uk kepada dirinya sendiri. Seni
Islam merupakan t anda yang meruj uk kepada sesuat u di luar dirinya yang secara hirarki
lebih t inggi dan lebih luhur daripada seni it u sendiri. Sampai di sini dapat disimpulkan
sement ara bahwa Seni Islam menurut Abdul Jabbar adalah seni yang mengungkapkan cit a
Keesaan Tuhan at au dikenal dengan Tauhid yang merupakan asas Islam dan seni yang
mengungkapkan pengabdian kepada Tuhan yang merupakan hakikat t uj uan pencipt aan
manusia
dalam
Islam,
yang hanya
dapat
dihadirkan
oleh
seniman
Muslim
yang
berpandangan hidup Islam.
3
Islam
yang merupakan
imbuhan
dalam
f rase
Seni
Islam,
menurut
Abdul
Jabbar
berkedudukan sebagai pusat daya normat if dan sebagai penyedia bat as bagi umat Islam
dalam berkesenian (1988: 1). Sebagai pusat daya normat if , Islam membent uk pandangan
hidup umat Islam, sikap berkesenian dan mat eri yang diungkapkan dalam media seni.
Sedangkan Islam sebagai penyedia bat as diungkapkan oleh Abdul Jabbar,
“ Islam t idaklah menggariskan bent uk-bent uk seni t ert ent u, t et api sekedar
memberi pagar lapangan ekspresi . ” (1988: 1) –miring dan t ebal dari saya
Maksud Abdul Jabbar dalam pernyat aannya di at as ialah segala ekspresi berkesenian umat
Islam dibenarkan j ika berada di dalam bat as-bat as yang t elah dit et apkan Islam. Islam
sebagai penyedia bat as, bukan j ust ru sebagai pemberi at uran yang ket at , menj adi
dorongan bagi umat Islam unt uk mengekspresikan pandangan hidupnya yang khas ke dalam
media seni yang beragam. Islam didudukkan sebagai penyedia bat as j uga meniscayakan
hadirnya keragaman dalam Seni Islam, yakni keragaman yang berada di dalam bat as-bat as
yang dit et apkan oleh Islam. Inilah isyarat yang hendak disampaikan Abdul Jabbar unt uk
mengant ar pembaca memahami gambaran besar makalah lain di dalam buku yang memuat
keragaman j enis Seni Islam dan bent ukan Seni Islam.
Gambar 1: St rukt ur Seni Islam dalam pandangan pert ama Abdul Jabbar
Sumber: Analisa, 2016
Pada bagian t ulisan selanj ut nya Abdul Jabbar menyangsikan pandangannya sendiri,
sebagaimana t elah saya paparkan di at as, dengan menggugat syarat kedua Seni Islam yang
berkait an dengan muat an mat eri Seni Islam,
“ Secara t eorit is memang Seni Islam dapat mengungkapkan konsep Tauhid,
t et api dalam prakt eknya apakah Seni Islam selalu menyampaikan pesan
Keesaan Tuhan? Menurut pendapat saya t idak demikian. ” (1988: 2) –miring
dan t ebal dari saya
4
Tidak hanya menyangsikan syarat kedua Seni Isl am yang t elah dit et apkannya, Abdul Jabbar
pada bagian selanj ut nya j uga meralat syarat pert ama Seni Islam yang memiliki kedudukan
sent ral dalam pandangannya,
“ (Seni Islam) dapat j uga berupa seni yang sesuai dengan apa yang dibayangkan
oleh seorang Muslim, sedangkan seniman yang membuat obj ek seninya
t idak mest i seorang Muslim. ” (1988: 2-3) –miring dan t ebal dari saya
Kesangsian yang menghinggapi Abdul Jabbar membawa dirinya pada kesimpulan lain bahwa
Seni Islam t idak harus merupakan hasil kreasi umat Islam dengan syarat muat an mat eri
yang dit ampilkannya sesuai dengan pandangan hidup umat Islam.
Abdul
Jabbar
membangun
argument asi
unt uk
meneguhkan
pandangannya
dengan
merangkai f ragmen kesej arahan umat Islam. Menurut Abdul Jabbar, pada masa abad
pert ama Peradaban Islam, umat Islam karena ket erbat asan yang dimilikinya membut uhkan
pekerj a-pekerj a asing unt uk menghasilkan Seni Islam yang dibut uhkan umat Islam. Karena
perannya yang t idak sedikit , menurut nya, para seniman non Muslim yang berst at us sebagai
dzimmi memainkan peranan yang pent ing dalam pembent ukan Seni Islam (1988: 4). Abdul
Jabbar mengut ip sebuah cont oh unt uk menguat kan pendapat nya,
“ Bangunan masj id adal ah Islami bukan hanya karena bangunan it u t erut ama
direncanakan sebagai t empat menyembah Allah oleh kaum Muslim, t et api j uga
karena kenyat aan bahwasanya bangunan suci it u mengungkapkan pandangan
hidup Islam. Asal-usul kebangsaan at au keyakinan dari sang t ukang at au
sang seniman dengan sendirinya merupakan segi yang kurang pent ing
dalam ruang lingkup Seni Islam. ” (1988: 3) –miring dan t ebal oleh saya
Unt uk
semakin
kalangan
meneguhkan
non-Muslim
dalam
pandangannya,
membent uk
Abdul
dan
Jabbar
memaparkan
mengembangkan
Seni
konst ribusi
Islam.
Beliau
menyebut kan kont ribusi seniman dan pekerj a non-Muslim pada karya-karya awal Seni
Islam, dalam hal ini berupa obj ek arsit ekt ur mencakup Masj id Nabawi di Madinah, Masj id
Jami’ al-Umawi di Damaskus dan Masj id Qubbat al-Sakhra di Yerusalem (1988: 3).
Perluasan
Masj id
Nabawi
pada
masa
Khalif ah
al-Walid
dari
Dinast i
Umayyah
mempekerj akan 30 orang seniman Kopt ik dan seniman dari Byzant ium dengan j umlah yang
sama.
Begit upula pada Masj id Jami’
al-Umawi mempekerj akan para seniman dari
Byzant ium. Sement ara unt uk membangun Masj id Qubbat al-Sakhra memperkerj akan para
seniman dari bangsa Sassania yang j uga berasal dari kalangan non Muslim (1988: 3-4).
5
Pada bagian yang lain dari t ulisannya Abdul Jabbar memaparkan peran sent ral seniman non
Muslim dal am pembent ukan ciri khas perwuj udan f isik Seni Islam, sehingga Seni Islam
mudah dikenali hingga hari ini, yang t idak lain adalah pola geomet ri yang diperkenalkan
oleh seniman bangsa Syria yang berst at us non Muslim (1988: 5). Penj abaran peran seniman
dan pekerj a non Muslim yang dirangkai oleh Abdul Jabbar memberi kesan bahwa seniman
non Muslim t idak sekedar berkedudukan sebagai ahli yang dibayar oleh umat Islam at as
hasil kerj anya, lebih dari it u umat Islam memiliki keberhut angan yang t idak sedikit kepada
kalangan seniman non Muslim karena at as konst ribusinya umat Islam di kemudian hari
berhasil mencapai peradaban seni yang t inggi.
Kesangsian t erhadap pandangannya sendiri yang t elah saya sarikan pada awal t ulisan ini,
mendorong Abdul Jabbar unt uk merumuskan kembali bat asan Seni Islam sebagaimana
dapat dit angkap dalam pernyat aannya berikut ,
“ Seni Islam adalah seni yang diangankan dan dibiayai oleh orang-orang
Arab Muslim, t et api pengerj aan yang sesungguhnya dikerj akan oleh t enagat enaga bayaran non Arab dan sering mereka it u t idak memiliki lat ar
belakang sebagai Muslim. ” (1988: 4) –miring dan t ebal dari saya
Syarat Seni Islam dalam pandangan kedua Abdul Jabbar adalah (1) dari sisi pihak
pembuat nya t idak hanya dibat asi dari kalangan umat Islam; (2) dari sisi muat an mat eri seni
berkesesuaian dengan angan umat Islam; dan (3) sisi pendanaannya dibiayai oleh umat
Islam. Dibandingkan dengan syarat Seni yang dinyat akan Abdul Jabbar sebelumnya t erj adi
penambahan syarat , yakni syarat ket iga berkait an dengan pihak yang membiayai kegiat an
berkesenian hingga dihasilkannya karya seni.
Syarat pert ama mengalami perluasan yang awalnya dibat asi hanya dari kalangan umat
Islam menj adi t idak lagi mempert imbangkan ident it as keagamaan pelaku seni. Variabel
keagamaan pelaku seni dipinggirkan unt uk digant ikan dengan variabel keahlian pelaku seni.
Syarat kedua j uga mengalami perluasan yang awalnya muat an mat eri Seni Islam merupakan
realisasi dari pandangan hidup Islam yang khas sehingga muat an mat eri Seni Islam erat
seput ar cit a Keesaan Tuhan menj adi sangat luas melingkupi segala yang berkesesuaian
dengan bayangan dan angan umat Islam. Perluasan syarat muat an mat eri Seni Islam
sepat ut nya t et ap memperhat ikan kedudukan Islam sebagai penyedia bat as bagi Seni Islam
yang t idak dirubah oleh Abdul Jabbar hingga akhir t ulisannya, sehingga dapat dit af sirkan
bahwa yang dimaksudnya dengan bayangan dan angan umat Islam sepat ut nya dipahami
pada bat as yang dit et apkan oleh Islam, walaupun akan menj adi t idak mudah dipahami
6
demikian karena pada bat asan yang t erakhir Abdul Jabbar t idak lagi menggunakan kalimat
‘ pandangan hidup kaum Muslim yang khas’ yang sej at inya bersumberkan dari Islam.
Sebagai penut up bagian pert ama t ulisan ini, berdasar pandangannya yang t erakhir, Seni
Islam dalam pandangan Abdul Jabbar memuat t iga variabel, yakni pihak pemberi t ugas,
pihak yang menanggung pembiayaan dan pihak seniman. Umat Islam berkedudukan sebat as
pihak pemberi t ugas, pengguna karya seni dan pihak yang membiayai kerj a seni, sement ara
pihak seniman dapat diperankan oleh umat Islam maupun kalangan non Muslim. Dengan
korelasi ant ar variabel t ersebut Abdul Jabbar berkeyakinan muat an mat eri seni yang hadir
t et ap akan berkesesuaian dengan bayangan dan angan umat Islam.
Gambar 2: St rukt ur Seni Islam dalam pandangan kedua Abdul Jabbar
Sumber: Analisa, 2016
B. Tanggapan Terhadap Abdul Jabbar
Dalam pandangan Abdul Jabbar berkait an dengan Seni Islam t erdapat bagian yang saya
set uj ui yang t ermuat dalam empat poin berikut . Pert ama, Seni Islam merupakan media
bagi umat Islam unt uk mengekspresikan dan mengungkapkan pandangan hidupnya yang
khas, yakni Tauhid. Kedua, konsekuensi dari poin pert ama ialah Seni Islam t idak bebas nilai
karena memuat nilai-nilai Islam yang berasal dari pandangan hidup Islam yang khas.
Ket iga, pandangan hidup Islam menet apkan bahwasanya realit as bert ingkat -t ingkat . Seni
Islam sebagai media pengungkapan pandangan hidup Islam berkedudukan sebagai t anda
yang menunj uk kepada realit as yang lebih t inggi yang menj adikan Seni Islam yang
merupakan f enomena keduniaan mendapat kan dimensi religius-vert ikalnya. Keempat ,
7
kedudukan Islam dalam kegiat an berkesenian yang dil akukan umat Islam adalah sebagai
penyedia bat as bagi sikap dan ekspresi seni yang dit umpahkan. Ekspresi berkesenian oleh
umat Islam yang berada di dalam bat as-bat as Islam dinyat akan sebagai Seni Islam, dan
sebaliknya ekspresi yang berada di luar bat as t idak dapat dinyat akan sebagai Seni Islam
walaupun dicipt a oleh seniman Muslim.
Selain t erdapat bagian yang saya set uj ui, t erdapat pula bagian yang t idak saya set uj ui dari
pandangan Abdul Jabbar, yakni dipert ent angkannya pendekat an idealit as dan realit as
dalam mengkonst ruk penget ahuan t ent ang Seni Islam. Melalui t eks yang dihadirkannya,
saya memahami bahwa bagi Abdul Jabbar ant ara pendekat an idealit as dan realit as
merupakan dua j alan yang t idak akan saling bert emu, berpot ongan dan berkesesuaian. Seni
Islam berdasar pendekat an realit as adalah sebuah t anggapan yang dilakukan umat Islam
t erhadap t ant angan yang dihadapinya di bidang kesenian, karenanya t idak akan dicapai
idealit as disebabkan realit as it u sendiri dipenuhi ket erbat asan-ket erbat asan yang t idak
dapat diat asi dan dilampaui umat Islam. Sedangkan Seni Islam berdasar pendekat an
idealit as merupakan sebuah konsep yang hanya hadir secara penuh di alam khayali umat
Islam. Seluruh ikht iar yang dilakukan umat Isl am t idak dapat merealisasikan idealit as Seni
Islam secara penuh ke dalam realit as f isikal sehari-hari, karenanya akan selalu t erdapat
j arak ant ara idealit as dan realit as kesej arahan Seni Islam. Berdasar hal ini Abdul Jabbar
harus memil ih sat u di ant ara dua pendekat an t ersebut yang pada akhirnya beliau memilih
pendekat an realit as kesej arahan.
Pergeseran pendekat an yang digunakan Abdul Jabbar dalam memahami Seni Islam; dari
pendekat an idealit as bergant i menj adi pendekat am realit as, berdasar analisa saya
t erhadap t eks yang dihadirkannya, disebabkan dua hal. Pert ama, seni menunt ut hadirnya
pelaku seni dan obj ek seni dalam ruang dan wakt u, sehingga pembicaraan t ent ang seni
t idak dapat hanya berkut at pada ranah konsept ual-ideal-khayali. Jarak yang t idak dapat
dij embat ani ant ara idealit as dan realit as kesej arahan menj adikan Abdul Jabbar berpihak
pada pendekat an realit as kesej arahan di mana subj ek dan obj ek seni t elah dan masih hadir
secara f isik. Dengan pendekat an realit as, Abdul Jabbar merumuskan konsep Seni Islam
secara indukt if berdasar f ragmen sej arah sebagai bukt i t elah mewuj udnya Seni Islam dalam
lint asan ruang dan wakt u yang dilalui umat Islam.
Kedua, pergeseran f okus pada aspek perwuj udan f isik seni. Pada pandangannya yang
pert ama Abdul Jabbar berf okus pada aspek seniman Muslim yang mencipt a seni sebagai
media unt uk mengungkapkan pandangan hidup Islam. Fokus t ersebut memuat dua unsur
yakni, (1) seniman Muslim sebagai subj ek seni; dan (2) muat an mat eri seni sebagai obj ek
8
seni, sedangkan perwuj udan f isik seni t idak dibicarakannya karena menempat i posisi
pinggiran yang berkedudukan sebat as pemberi wuj ud f isik at au selubung t erhadap
pandangan hidup Islam yang hendak dit ayangkan oleh subj ek seni. Inilah dua syarat Seni
Islam dalam pandangan pert ama Abdul Jabbar yang dirumuskannya berdasar pendekat an
idealit as.
Pembalikan st rukt ur Seni Islam t erj adi pada pandangan kedua Abdul Jabbar dengan
menggeser unsur subj ek dan muat an mat eri seni ke daerah pinggiran dan memasukkan
unsur perwuj udan f isik seni ke daerah int i. Pergeseran f okus diikut i dengan pergeseran
pendekat an yang mendasari pandangan Abdul Jabbar disebabkan unsur perwuj udan f isik
merupakan unsur seni yang menyej arah yang selalu hadir dalam ruang dan wakt u. Unsur
perwuj udan f isik seni yang menempat i daerah int i dalam st rukt ur Seni Islam dit et apkan
oleh Abdul Jabbar memiliki kualit as seni-t inggi ( high-art ) at au yang lebih dikenal dengan
ist ilah seni-halus yang menj adi bat asan sekaligus syarat bagi set iap wuj ud f isik seni yang
dihadirkan oleh umat Islam maupun at as permint aan umat Islam.
Saya mencoba menangkap maksud baik Abdul Jabbar yang menet apkan seni-t inggi ( high-
art ) sebagai kualit as perwuj udan f isik Seni Islam yang seakan hendak menyampaikan pesan
bahwa dengan kualit as wuj ud f isiknya yang t inggi, Seni Islam t idak perlu diragukan lagi
kehadirannya secara f isikal konkret yang menyej arah dan secara t eorit ik sebagai bagian
dari khazanah ilmu penget ahuan seni dunia. Dengan begit u, t idak diragukan lagi kont ribusi
Seni Islam t erhadap pencapaian peradaban manusia secara keseluruhan dan pengaruhnya
bagi peradaban set elahnya. Paling t idak inil ah maksud baik yang saya dapat i dari remah
dan isyarat t eks yang dihadirkan Abdul Jabbar.
Dengan pendekat an realit as yang dif okuskan pada perwuj udan f isik seni yang berkual it as
seni-t inggi, Abdul Jabbar menet apkan awal kehadiran dan kesej arahan Seni Islam dimulai
dari masa Umayyah dan set erusnya karena pada masa ini t elah t erpenuhinya kondisi yang
dibut uhkan unt uk menghadirkan perwuj udan f isik Seni Islam berkualit as seni-t inggi.
Pert ama, ket ersediaan pref erensi seni. Int ensi t erhadap seni-t inggi mulai muncul ket ika
umat
Islam
hidup di
t engah lingkungan kot a yang t elah mencapai
t it ik puncak
peradabannya pada masa lalu, yakni Kot a Damaskus. Kehadiran art ef ak berkualit as senit inggi yang t ersebar di lingkungan hidupnya membent uk pref erensi umat Islam t erhadap
seni yang dit indak-lanj ut i umat Islam dengan mempelaj ari dan menyerap unsur seni-t inggi
dari peradaban lain unt uk menghadirkan Seni Islam berkualit as seni-t inggi.
9
Kedua, ket ersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang seni-t inggi.
Kondisi ini t erpenuhi saat umat Islam hidup di t engah lingkungan masyarakat yang beragam
dari berbagai agama dan lat ar belakang peradaban di mana dalam st rukt ur sosialnya
t erdapat kelompok seniman. Kondisi ini yang menj adi argument asi bagi Abdul Jabbar unt uk
menet apkan bahwasanya Seni Islam dapat dicipt a oleh seniman non Muslim unt uk
menghadirkan Seni Islam berkual it as seni-t inggi karena pada masanya hanya kalangan
seniman non Muslim yang memiliki keahlian demikian. Ket iga, ket ersediaan hart a unt uk
menghadirkan Seni Islam berkualit as seni-t inggi. Dengan kepemilikan hart a, umat Islam
memposisikan dirinya sebagai
pat ron bagi
perkembangan dan produksi
seni
yang
menyediakan dana sekaligus pemberi t ugas kepada pihak seniman non Muslim yang
memiliki keahlian di bidang seni-t inggi.
Dimulainya kehadiran dan kesej arahan Seni Isl am dari masa Umayyah hingga set erusnya
membawa konsekuensi yang t idak t erhindarkan bahwa Seni Islam merupakan f enomena
peradaban yang baru bagi umat Isl am yang t idak dit emui dan t idak memiliki akarnya dari
masa gerak hidup Rasul Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Tidak berart i sepanj ang
masa hidup Rasul Muhammad, khususnya di t engah umat Islam pada f ase Madinah, kosong
dari unsur seni. Seni yang hadir pada masa t ersebut merupakan seni-rakyat yang
kualit asnya dipert ent angkan dengan seni-t inggi, sehingga t idak memenuhi kualif ikasi Seni
Islam yang dit et apkan Abdul Jabbar, t ermasuk Masj id Quba dan Masj id Madinah yang
dihadirkan langsung oleh Rasul Muhammad besert a para sahabat nya. Seni-rakyat adalah
suat u t anda belum t umbuhnya sebuah peradaban yang pat ut diapresiasi dan dibanggakan
karena belum mampu memberikan kont ribusi bagi peradaban lainnya, sement ara senit inggi ialah suat u t anda bagi peradaban yang t engah t umbuh pesat hingga mencapai
puncaknya, dan inilah yang diinginkan oleh Abdul Jabbar dalam memandang Seni Islam.
Saya t idak sepakat dengan pandangan Abdul Jabbar yang mempert ent angkan pendekat an
idealit as dengan pendekat an realias dalam memahami Seni Islam. Menurut saya, idealit as
Islam t erdapat di dalam garis realit as kesej arahan umat Islam. Berart i dalam gerak
kesej arahan umat
Islam t erdapat
f ase ideal yang menj adi panut an bagi generasi
set elahnya. Sepanj ang gerak kesej arahan umat Islam, idealit as Islam t elah t ercapai dan
direalisasikan oleh Rasul Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam yang secara langsung
mendidik generasi sahabat . Inilah generasi pert ama yang merupakan generasi t erbaik umat
Islam, sehingga menj adi t auladan, t olak ukur kemaj uan, keberhasilan dan keselamat an
bagi generasi set elahnya. Dengan cara pandang demikian, gerak kesej arahan umat Islam
10
set elah masa generasi pert ama ( as-saabiquuna al-awwaluuna) hingga t ibanya kiamat nant i
merupakan perj uangan kembali mencapai dan merealisasikan idealit as Islam.
Dilandasi pandangan di at as, saya hendak menawarkan garis kesej arahan Seni Islam yang
berbeda dengan Abdul Jabbar. Jika gerak kesej arahan Seni Islam menurut Abdul Jabbar
didasarkan at as kualit as perwuj udan f isik seni, maka saya menggunakan gerak kesej arahan
umat Islam sebagai dasar bagi garis kesej arahan Seni Isl am. Unt uk membandingkannya
lebih j elas lagi, Abdul Jabbar berf okus pada obj ek seni yang merupakan produk dari
kegiat an berkesenian, sedangkan saya berf okus pada seniman Muslim sebagai subj ek seni
yang melakukan kegiat an berkesenian.
Berdasarkan gerak kesej arahan umat Islam, saya membagi garis kesej arahan Seni Islam ke
dalam t iga f ase, yakni (1) Fase Pembent ukan Sist em nilai dan Modal Sosial; (2) Fase Kont ak
Peradaban; dan (3) Fase Tarikan. Fase pert ama Seni Islam melingkupi masa hidup
Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam hingga masa Khulaf a Rasyidin yang
merupakan f ase ideal dalam kesej arahan umat Islam. Pada f ase ini t erj adi dua hal yang
saling t erkait , yakni (1) t erbent uknya sist em nilai Seni Islam seiring t urunnya Wahyu Ilahi
kepada Rasul Muhammad secara bert ahap yang disampaikan dan diprakt ikkan langsung oleh
beliau Shalallahu Alaihi Wasallam agar dapat dipahami dan dicont oh oleh umat nya; dan (2)
keluarnya manusia dari kegelapan sist em nilai yang bersumberkan dari aqidah bat hil
menuj u cahaya sist em nilai Islam yang t erang benderang, sehingga muncul kalangan
seniman Muslim dalam sej arah umat Islam yang meyakini kebenaran sist em nilai Islam dan
menggunakannya dalam kegiat an berkesenian.
Terbent uknya sist em nilai Islam, hadirnya seniman Muslim dan digunakannya sist em nilai
Islam
sebagai
landasan bagi
prakt ik
berkesenian yang dilakukan seniman Muslim
menyebabkan t erj adinya perubahan pada muat an mat eri seni. Sebagai cont oh, muat an
mat eri seni syair yang dikenal luas masyarakat Arab pada masa f ase pert ama ialah seput ar
kemuliaan manusia yang dipandang dari kepemilikan hart a dan j umlah ket urunannya. Di
t angan seniman Muslim, seni syair digubah unt uk meledakkan semangat beribadah dan
semangat
j ihad
kaum
Muslimin,
membela
kemuliaan
kaum
Muslimin
dan
unt uk
mengekspresikan kecint aannya kepada Allah dan Rasul -Nya. Di bidang seni keruangan,
umat Islam menghadirkan ruang masj id yang secara konsept ual berbeda dengan ruang
ibadah umat lainnya. Kehadiran bent uk seni baru yang t idak t erdapat padanan pada
zamannya t idak lain karena dicipt a oleh seniman yang mengikat dirinya pada sist em nilai
baru, yakni sist em nilai Islam, yang membent uk cara pandangnya sebagai seniman, caranya
mengekspresikan nilai keindahan dan muat an mat eri seni yang hendak disampaikan.
11
Pada f ase pert ama, perwuj udan f isik Seni Islam masih sederhana dengan j enis seni yang
masih t erbat as karena t idak t erpenuhinya kondisi yang dibut uhkan unt uk hadirnya senit inggi sebagaimana t elah saya sampaikan di at as, selain karena beberapa j enis seni
diharamkan pada masa awal umat Islam karena t erkait dengan kesyirikan yang lekat dalam
alam budaya Jahiliyah. Karenanya perwuj udan f isik dan j enis seni t idak dapat dij adikan
t imbangan bagi Seni Islam pada f ase ini. Perwuj udan f isik Masj id Quba dan Masj id Madinah
yang hadir pada f ase pert ama Seni Islam dengan demikian t idak dapat dinilai dari
perwuj udan f isiknya, t et api dari sist em nilai yang mendasarinya dalam kont eks pada f ase
ini t engah t erj adi pembalikan sist em nilai di kalangan masyarakat Arab, sehingga dapat
diket ahui perubahan seni yang t erj adi dan pencapaian seni yang diraih umat Islam pada
zamannya.
Fase kedua melingkupi masa Dinast i Umayyah. Di sinilah saya mencoba mendudukkan
pandangan Abdul Jabbar berkait an dengan hadirnya Seni Islam berkualit as seni-t inggi dan
peran seniman non Muslim dalam pembent ukan Seni Islam. Pada f ase ini t erj adi t iga hal
berikut , (1) proses meningkat kan kualit as seniman Muslim dengan menyerap keahlian senit inggi dari kalangan seniman non Muslim; (2) meningkat kan kualit as pref erensi seni dengan
menyerap unsur seni-t inggi dari peradaban masa lalu yang t elah mencapai puncak
kej ayaannya; dan (3) menyerap il mu penget ahuan dari peradaban lain, t ermasuk ilmu
penget ahuan seni yang di ant aranya berasal dari Peradaban Yunani Kuno dan Mesir Kuno
melalui penerj emahan karya t ulis ke dalam Bahasa Arab. Singkat nya, f ase ini merupakan
f ase t ransmisi di mana t erj adi perpindahan keahlian seni dari masyarakat non Muslim ke
masyarakat Muslim, perpindahan unsur perwuj udan f isik seni-t inggi dari peradaban masa
lalu yang t elah mencapai puncaknya dan perpindahan khazanah ilmu penget ahuan seni dari
peradaban sebelumnya ke Dunia Isl am.
Saya berbeda pandangan dengan Abdul Jabbar dalam dua hal t erkait f ase ini. Pert ama,
Abdul Jabbar menekankan pada peran seniman non Muslim bagi perkembangan Seni Islam,
sedangkan saya menekankan pada gerak akt if
umat
Islam unt uk mengembangkan
kemampuan berkeseniannya melal ui proses belaj ar kepada seninam non Muslim, baik
secara langsung maupun t idak langsung. Kedua, Abdul Jabbar mengkat egorikan obj ek seni
yang dicipt a oleh seniman non Muslim sebagai Seni Isl am dengan syarat at as permint aan
dan dibiayai oleh umat Islam sert a berkesesuaian dengan pandangan hidup umat Islam
dalam lingkup yang seluas-luasnya. Saya t idak menolak peran seniman non Muslim bagi
umat Islam dalam bidang kesenian karena banyak f akt a sej arah yang menunj ukkan
demikian, sepert i para t ukang dan seniman non Muslim yang diperint ahkan oleh Umar bin
12
Abdul Aziz selaku Gubernur Madinah unt uk merenovasi Masj id Nabi, t et api saya t idak
mengkat egorikan hasil cipt a seniman non Muslim sebagai Seni Islam walaupun memenuhi
syarat yang diaj ukan oleh Abdul Jabbar.
Penolakan saya di at as didasarkan dua pert imbangan. Pert imbangan pert ama t erkait aliran
nilai dari pihak seniman non Muslim kepada obj ek seni yang dicipt anya. Pihak seniman non
Muslim mengimani sumber kebenaran yang berbeda dengan umat Islam, sehingga berpij ak
pada sist em nilai yang khas keyakinannya dalam berkegiat an kesenian. Walaupun pihak
seniman non Muslim menerima permint aan dari kalangan umat Islam unt uk mencipt a suat u
obj ek seni yang berkesesuaian dengan pandangan hidup umat Islam, t et ap saj a pihak
seniman non Muslim t idak dapat melepaskan sist em nil ai yang dianut nya dalam proses
pencipt aan obj ek seni unt uk menggant inya dengan sist em nilai yang dianut umat Islam.
Kalaupun t erwuj ud obj ek seni yang berkesesuaian dengan pandangan hidup umat Islam,
t erdapat perbedaan dalam memandang dan memahami obj ek seni t ersebut ant ara pihak
seniman non Muslim dengan pihak pengamat Muslim. Dengan cara pandang ini, pada
hakikat nya yang dilakukan umat Islam bukanlah mencipt a obj ek seni, t et api menaf sir obj ek
seni yang dihadirkan seniman non Muslim agar berkesesuaian dengan pandangan hidupnya.
Seni Islam berbeda dari seni selainnya sebab secara asasi memiliki perbedaan dalam aspek
sumber nilai, yakni Al-Qur’ an dan Sunnah Rasul Muhammad. Kesamaan perwuj udan f isik
Seni Islam dengan selainnya, sepert i unsur kubah sebagai penut up at ap, ornamen f lora,
unsur pelengkung dan sebagainya hanya berada pada ranah f isik-permukaan saj a,
sedangkan pada ranah f isik-dalaman memiliki perbedaan yang asasi disebabkan perbedaan
sumber nilai yang mendasari. Sebagai cont oh, ornamen f lora t elah banyak diwuj udkan oleh
berbagai peradaban sepert i Yunani Kuno dan India, begit u j uga Peradaban Islam. Ornamen
f lora yang dicipt a seniman Muslim yang berpandangan hidup Islam, sedari awal proses
pencipt aannya t elah didasari sist em nilai Islam yang menj adikannya memuat nilai Islam
dan karenanya mencerminkan Isl am. Sampai di sini inilah yang saya maksud dengan Seni
Islam, yakni seni yang didasari sumber nilai Islam sej ak awal proses pencipt aannya oleh
seniman Muslim yang berpandangan hidup Islam.
Pert imbangan kedua t erkait dengan st at us kepemilikan obj ek seni. Pandangan Abdul
Jabbar menyisakan masalah, apakah obj ek seni yang dicipt a oleh seniman non Muslim
dimiliki oleh pihak pemesan dan penyokong biaya at aukah pihak seniman yang mencipt a.
Jika seni direduksi sebat as perwuj udan f isiknya, obj ek seni yang dicipt a seniman non
Muslim dapat menj adi milik umat Islam melalui pert ukaran sej umlah harga berdasar
hubungan pemberi t ugas-penerima t ugas. Tet api j ika seni dilihat lebih luas, yakni sebuah
13
akt ivit as meluapkan dan mengekspresikan rasa keindahan melalui pencipt aan gagasan,
perilaku dan wuj ud f isik yang est et is sert a akt ivit as menyerap rasa keindahan dari wuj ud
seni, maka hubungan pert ukaran sej umlah harga t idak memadai bagi umat Islam unt uk
memiliki obj ek seni yang dicipt a seniman Non Muslim. Walaupun obj ek seni t elah
berpindah t angan, t et api secara psikologis-eksist ensial t et ap menj adi milik pihak seniman
karena obj ek seni t erikat kuat dengan pihak pencipt a yang menghadirkannya bagaikan
hubungan seorang ibu dengan anak yang dilahirkannya. Ini berart i upaya umat Islam
menaf sir obj ek seni yang dihadirkan seniman non Muslim agar berkesesuaian dengan
pandangan hidupnya bagaikan melakukan adopsi t erhadap seorang anak yang dilahirkan
oleh ibu yang t idak berasal dari kalangannya sendiri, sehingga bet apa pun kerasnya upaya
yang dilakukan t et ap saj a secara psikologis t idak akan dapat menj adikan obj ek seni
t ersebut sebagai miliknya secara penuh.
Berdasar pert imbangan di at as, dalam pandangan saya f ase kedua garis kesej arahan Seni
Islam bukanlah merupakan f ase pembent ukan wuj ud f isik obj ek seni, t et api f ase
pembent ukan dan peningkat an keahlian umat Islam di bidang seni, baik secara prakt is
maupun t eorit ik, sehingga produk akhir dari f ase ini ialah kualit as seniman Muslim yang
memiliki
keahlian di
bidang pencipt aan seni-t inggi
dan kepemilikan sumber
ilmu
penget ahuan seni dari peradaban lain yang akan digunakannya unt uk merumuskan ilmu
penget ahuan Seni Islam pada f ase selanj ut nya. Unt uk mengisi kekosongan obj ek seni
berkualit as seni-t inggi yang dicipt a seniman Muslim, kehadiran obj ek seni oleh seniman non
Muslim di t engah masyarakat Muslim memang t idak t erhindarkan dan j ust ru merupakan
sebuah keniscayaan dari t erj alinnya komunikasi yang int ens dengan masyarakat Muslim
sebab seni sebagai unsur peradaban selalu dibut uhkan kehadirannya di t engah masyarakat ,
t idak t erkecuali bagi masyakat Muslim. Dalam kont eks inil ah saya mendudukkan persoalan
pencipt aan seni oleh non Muslim at as permint aan dan biaya dari umat Islam, t idak lebih
dan t idak kurang, sehingga apresiasi saya t erhadap peran seniman non Muslim pun dalam
kont eks ini, yakni mengisi kekosongan kehadiran obj ek seni berkualit as seni-t inggi di
t engah umat Islam.
Fase ket iga melingkupi masa Dinast i Abbasiyah hingga set elahnya. Pada f ase ini t elah
t ersedia sumber daya manusia Muslim di bidang prakt ik berkesenian yang memiliki keahlian
seni-t inggi dan sumber daya manusia Muslim di bidang ilmu penget ahuan seni sebagai hasil
dari proses belaj ar yang t elah dil ewat i pada f ase t erdahulu. Ket ersediaan sumber daya
seniman Muslim menj adikan umat Islam dapat mencipt a seni berkualit as seni-t inggi
sement ara
ket ersediaan
sumber
daya il muwan,
f il osof ,
f uqaha dan
t eolog sert a
14
kepemilikan sumber ilmu penget ahuan dari peradaban sebelumnya menj adikan umat Islam
dapat merumuskan ilmu penget ahuan Seni Islam di at as landasan sist em nilai Isl am yang
t elah selesai t erbent uk pada f ase pert ama. Penguasaan ranah prakt ik berkesenian dan
ranah t eorit ik ilmu penget ahuan Seni Islam menj adikan umat Islam mandiri t anpa
kert egant ungan dengan pihak lain karena pencipt aan Seni Islam berkualit as seni-t inggi
dapat dilakukannya sendiri dengan kepemilikan ilmu penget ahuannya sendiri.
Sebagai dampak dari berj alannya beriringan ant ara pencipt aan Seni Islam dan perumusan
ilmu penget ahuan Seni Islam, pada f ase ket iga t erj adi t arikan ant ara landasan f ilosof is Seni
Islam yang merupakan ranah t eorit ik dengan perwuj udan Seni Islam yang merupakan ranah
prakt ik. Ada kalanya keduanya berkesesuaian di mana kehadiran wuj ud f isik Seni Islam
dibidani oleh ilmu penget ahuan Seni Islam yang dilandasi oleh sist em nilai Isl am. Ada
kalanya pula keduanya t idak berkesesuaian di mana kehadiran wuj ud f isik seni oleh
seniman Muslim dibidani ilmu penget ahuan seni yang bersumberkan dari sist em nilai selain
Islam at au pencipt aan seni yang bersandarkan pada landasan f ilosof is Seni Islam t et api
menggunakan unsur f isik seni dari peradaban lain t anpa proses penyesuaian dan
penyerapan ke dalam sist em nilai Islam yang menyebabkan ant ara l andasan f ilosof is dan
perwuj udan f isiknya t idak t erhubung.
Tarikan yang t erj adi pada f ase ket iga gerak kesej arahan Seni Islam paling t idak disebabkan
t iga f akt or, yakni (1) maraknya prakt ik berkesenian yang beriringan dengan perumusan
ilmu penget ahuan Seni Islam, sehingga memungkinkan aspek yang sat u berkembang lebih
pesat dibandingkan aspek lainnya; (2) meluasnya persebaran Islam yang diikut i dengan
perpindahan pusat Peradaban Islam seiring pergant ian Dinast i. Persebaran Islam t erkait
dengan keragaman kondisi hidup, sej arah, sumber daya alam dan kepemilikan budaya umat
Islam yang membent uk keragaman keberagamaan di kalangan umat Islam, sehingga
memunculkan keragaman seni yang dicipt a umat Islam. Ismail Raj i’ Faruqi di dalam
bukunya berj udul At las Kebudayaan Islam menyinggung perihal t arikan seni di Dunia Islam
disebabkan f akt or ini. Menurut nya pada bagian Timur wilayah Dunia Islam cenderung
menghadirkan seni dengan waj ah yang mencerminkan ort odoksi Islam, sedangkan pada
bagian Barat wilayah Dunia Islam cenderung menghadirkan seni dengan waj ah yang
mencerminkan pemahaman Islam yang het erodoks; dan f akt or (3) perbedaan pandangan
yang hampir t idak bisa dij embat ani ant ara kalangan f uqaha, t eolog, suf i dan f ilosof yang
t idak bisa dihindari memunculkan parsialit as pemahaman Islam. Dampaknya dalam bidang
seni hanya menekankan pada salah sat u aspek Islam dalam pencipt aan Seni Islam. Kal angan
f uqaha berf okus pada perwuj udan f isik seni yang berkesesuaian dengan hukum Islam
15
sepert i keharaman wuj ud f isik seni menyerupai makhluk hidup, sement ara kalangan t eolog
berupaya menj abarkan konsep Tauhid secara rasional sebagai asas bagi seluruh aspek
kehidupan umat Islam, t ermasuk kegiat an berkesenian unt uk mewuj udkan Seni Islam yang
mencerminkan cit a Tauhid. Dengan pendekat an rasional pula kalangan f ilosof berf okus
pada perumusan prinsip est et ika yang sif at nya preskript if . Berbeda dengan kalangan
lainnya, kalangan suf i berf okus pada subst ansi seni yang memuat pesan-pesan Islam secara
esot eris-met af orik unt uk mencapai pengalaman spirit ual-est et ik secara eksist ensial.
Tarikan yang t erj adi ant ara aspek f ilosof is dan perwuj udan f isik seni menj adikan t idak
set iap seni yang dicipt a umat Islam dapat dinyat akan sebagai Seni Islam. Sampai di sini,
unt uk melengkapi t akrif Seni Islam pada f ase kedua, Seni Islam merupakan hasil cipt a
seniman Muslim di mana perwuj udan f isiknya berlandaskan pada asas f ilosof is yang
bersumberkan dari Islam. Kebalikannya, seni yang dicipt a umat Islam di mana perwuj udan
f isiknya t idak selaras dengan asas f ilosof is Seni Islam at au asas f ilosof is it u sendiri t idak
bersumberkan dari Islam, maka seni yang demikian t idak dapat dinyat akan sebagai Seni
Islam. St at usnya sebat as sebagai Seni Muslim yang meruj uk pada ident it as pencipt anya.
Dengan cara pandang demikian, pada f ase ket iga garis kesej arahan Seni Islam t erdapat seni
yang berkesesuaian dengan idealit as Islam dan seni hasil cipt a seniman Muslim yang
berj arak dari idealit as Islam. Keduanya merupakan khazanah seni yang dimiliki umat Islam
sepanj ang gerak kesej arahannya. Demikianlah sej arah pat ut nya dipahami sebagai gerak
yang dinamis, sebab dalam gerak kesej arahannya t idak selalu idealit as Islam mampu
dicapai oleh umat Islam, t ermasuk di bidang pencipt aan seni.
Gambar 3: Garis kesej arahan Seni Islam menurut pandangan penulis
Sumber: Analisa, 2016
16
Demikian t anggapan saya t erhadap pandangan kedua Abdul Jabbar dalam aspek ont ologi
t erkait dengan t akrif dan syarat Seni Islam dan aspek epist emologi t erkait dengan sumber
kebenaran dan pencipt aan Seni Isl am. Pada beberapa hal saya bersepakat dengan Abdul
Jabbar dan pada hal lainnya saya memiliki pendapat yang berbeda sebagaimana saya t elah
j abarkan di at as. Pandangan Abdul Jabbar menurut saya pent ing unt uk diulas dan
dit anggapi karena saya pribadi beberapa kal i bert emu dan berdiskusi langsung dengan
pengaj ar, penelit i dan mahasiswa penggiat Arsit ekt ur Islam yang memiliki pandangan
serupa dengan pandangan kedua Abdul Jabbar. Oleh karenanya t anggapan saya t erhadap
pandangan Abdul Jabbar yang t ert uang dalam t ulisan ini sekaligus merupakan t anggapan
saya t erhadap pandangan serupa di bidang Arsit ekt ur Islam.
Sat u hal yang luput dari t anggapan saya t erhadap Abdul Jabbar ial ah aspek aksiologi Seni
Islam. Pada pandangannya yang pert ama Abdul Jabbar t elah j elas menyat akan t uj uan dari
pencipt aan Seni Islam adalah merupakan sikap penghambaan seorang Muslim kepada Allah.
Saya bersepakat dengan Abdul Jabbar bahwa pencipt aan dan penyerapan Seni Islam oleh
umat Islam harus dilakukan dalam koridor penghambaan diri kepada Allah yang didasari
niat ikhlas dan ilmu yang benar. Dari sini dapat dipahami j ika pada pandangannya yang
kedua Abdul Jabbar meminggirkan aspek aksiologi Seni Islam sebagai konsekuensi
mendudukkan seniman non Muslim sebagai pihak pencipt a Seni Islam yang t ent u saj a t idak
didasari penghambaan diri kepada Allah dalam pencipt aan obj ek seni yang dihadirkannya.
Gambar 4: St rukt ur Seni Islam menurut pandangan penulis
Sumber: Analisa, 2016
Sebagai kesimpulan t anggapan saya, dalam pandangan saya idealit as dan realit as Seni
Islam merupakan kesat uan dalam garis kesej arahan Seni Islam di mana pada sat u f ase
keduanya bersinggungan, berpot ongan dan berkesesuaian dan pada f ase yang lain keduanya
17
t erpisah, sehingga t erj adi j arak ant ara idealit as Seni Islam yang berada di alam khayali
dengan realit as berkesenian yang dialami umat Islam. Dalam kondisi ini umat Islam sebagai
pihak pencipt a dan penikmat Seni Islam dengan kepemilikan Islam di dalam dirinya
senant iasa melakukan ikht iar unt uk mempersempit j arak ant ara idealit as dan realit as
bahkan menj adikan keduanya melebur dalam kesat uan. Pandangan yang saya pilih
mengambil arah j alan yang berbeda dengan Abdul Jabbar yang meyakini bahwasanya
ant ara idealit as dan realit as Seni Islam t idak dapat dij embat ani. Sekali lagi, saya t idak
bersepakat dengan pandangan t ersebut !
C. Penutup
Tiga f ase pembent ukan Seni Islam bukanlah sekedar gerak kesej arahan yang t elah berlalu,
t et api merupakan t ahapan-t ahapan yang pada dasarnya merupakan st rat egi peradaban
unt uk mencapai puncak pencapaian Seni Islam. Pandangan bahwa peradaban akan berulang
bukanlah dimaksudkan akan berulang dengan sendirinya oleh daya peradaban it u sendiri,
t et api dengan daya upaya dari manusia pengusungnya. Di sinilah t ahapan-t ahapan Seni
Islam yang t elah t erj adi pada masa lalu mendapat kan relevansinya unt uk sekali lagi
digunakan umat Islam sebagai st rat egi peradaban unt uk kembali mencapai puncak
pencapaian Seni Islam.
Fase pert ama pembent ukan Seni Islam t idak akan pernah t erulang sepenuhnya karena
pembent ukan sist em nilai Islam t elah selesai dengan selesainya t ugas kerasulan Muhammad
Shalallahu Alaihi Wasallam. Yang akan t erus berulang dari f ase pert ama adalah hij rahnya
umat Islam dari sist em nilai yang bert ent angan dengan Islam unt uk kembali kepada sist em
nilai Tauhid. Dalam kont eks seni, f ase pert ama merupakan upaya penyadaran kepada
seniman Muslim, penelit i Muslim di bidang kesenian dan pembelaj ar Muslim di bidang
kesenian
unt uk
hij rah
epist emologi.
Fase
kedua
merupakan
upaya
umat
Islam
meningkat kan kualit as keahliannya mencipt a seni sesuai dengan kebut uhan dan t unt ut an
zaman dan mempelaj ari khazanah ilmu penget ahuan seni dari berbagai peradaban,
t ermasuk khazanah il mu penget ahuan Seni Islam yang t elah dirumuskan oleh generasi
t erdahulu umat Islam. Fase ket iga merupakan upaya seniman Muslim menghadirkan Seni
Islam yang paripurna dan pengembangan ilmu penget ahuan Seni Islam yang aj eg lagi
mencerahkan yang merupakan pengembangan ilmu penget ahuan Seni Islam yang t elah
dirumuskan pada masa lalu. Berkaca dari kesej arahan yang t elah lalu, pelaj aran dari f ase
ket iga yang dapat diambil bagi generasi kini ialah menghindari t erj adinya konf lik di
kalangan umat Islam agar parsialit as pemahaman Islam dapat dihindari, sehingga dapat
dicipt a Seni Islam yang mencerminkan Islam secara ut uh keseluruhan.
18
Tiga t ahap pembent ukan Seni Islam hanya dapat dipahami saling ket erkait annya sebagai
sat u kesat uan st rat egi peradaban j ika dilet akkan dalam kerangka pendidikan. Fase
pert ama merupakan pendidikan waj ib ain bagi set iap Muslim yang melingkupi perkara
keimanan, kewaj ibannya selaku umat Islam dan persoalan halal haram. Fase kedua,
seorang Muslim yang t elah menyesaikan j enj ang f ase pert ama diizinkan memasuki ranah
pendidikan waj ib kif ayah, salah sat unya ialah berkecimpung di bidang kesenian, yang
merupakan. Set elah dinilai memiliki ot orit as, pembel aj ar Muslim di bidang kesenian
dit et apkan sebagai seniman yang mengemban t ugas sebagai wakil Allah di muka bumi
dengan beramal di ranah prakt ik berkesenian maupun ranah t eorit ik kesenian. Dengan
t ahapan sepert i ini, Seni Islam dihadirkan oleh pribadi Muslim yang berserah diri
sepenuhnya sebagai seorang hamba sekaligus memiliki ot orit as di bidang Seni Islam,
sehingga Seni Islam yang dicipt a maupun ilmu penget ahuan Seni Islam yang dirumuskan
merupakan cahaya Islam yang dit ebar unt uk mengusir kegelapan.
Gambar 5: St rat egi peradaban unt uk kebut uhan masa kini berdasar garis perkembangan
Seni Islam menurut pandangan penulis
Sumber: Analisa, 2016
Akan berbeda arah j ika garis kesej arahan Seni Islam menurut Abdul Jabbar digunakan
dalam kont eks hari ini. Di sat u sisi umat Islam berposisi sebagai subj ek-akt if pemberi t ugas
dan penyokong biaya unt uk menghadirkan Seni Islam, sement ara di sisi yang l ain umat
Islam berposisi sebagai subj ek-pasif dalam pencipt aan Seni Isl am dengan menyerahkan
seluruhkan kepada pihak yang memiliki keahlian di bidang seni-t inggi, t idak t erkecuali
kepada pihak seniman non Muslim. Bergant ung kepada keahlian pihak lain menj adikan
umat Islam t idak berf okus pada peningkat an kualit as diri agar daya upaya dapat seluruhnya
dikerahkan unt uk memenuhi pendanaan dan pengembangan pref erensi seni.
19
Alih-alih t erbent uk st rukt ur biner dalam hubungan pemberi-penerima t ugas di mana yang
pert ama memiliki kedudukan yang lebih t inggi daripada yang kedua sehingga dapat
mendikt e dan mempengaruhi yang kedua, yang t erj adi j ust ru sebaliknya di mana pihak
penerima t ugas mendikt e pihak pemberi t ugas dikarenakan ket iadaan kepemilikan ilmu di
bidang kesenian, sehingga dengan perlahan obj ek seni yang dihadirkan mempengaruhi cara
pandang umat
Islam t erhadap seni pada khususnya dan t erhadap realit as secara
keseluruhan. Fenomena demikian t engah t erj adi di banyak negara Muslim di berbagai
belahan dunia, sebut saj a salah sat unya ialah Dubai yang celakanya menj adi model bagi
t idak sedikit negara Muslim lainnya sepert i Indonesia.
Demikianlah sat u pert imbangan lagi yang memberat kan saya unt uk bersepakat dengan
Abdul Jabbar t erkait kedudukan umat Islam dan seniman non Muslim yang t ermuat dalam
pandangan keduanya. Dan t ampaknya pandangan kedua Abdul Jabbar t elah diprakt ikkan
pada hari ini, baik secara sadar maupun t anpa sadar, yang secara perwuj udan f isik t elah
memukau banyak mat a t et api t urut menghadirkan masalah yang t idak sedikit pula, di
ant aranya peminggiran kalangan ekonomi bawah, perendahan seni rakyat , eksploit asi alam
dan t erut ama kerusakan int ernal bat in umat Islam. Jika ini konsekuensi yang harus
dit erima dan harga yang harus dibayar unt uk perkembangan perwuj udan seni yang
dikat akan Islam, t ent u saj a saya t idak bersepakat !
Allahu a’ lam bishawab.
Bert empat di Kart asura pada Saf ar 1438 Hij rah Nabi
20