JALINAN KEMESRAAN ANTARA TEKNOLOGI DENGA

JALINAN KEMESRAAN ANTARA TEKNOLOGI DENGAN TINDAK PEMBELAJARAN
Patrisius Istiarto Djiwandono
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Ma Chung

Kemajuan teknologi memberi banyak manfaat kepada banyak bidang,
termasuk juga pembelajaran. Dalam ranah pendidikan dan pembelajaran, sejarah
sudah membuktikan bahwa teknologi senantiasa berperan dalam mendukung
pembelajaran, mulai dari yang paling sederhana seperti batu sabak seperti yang
digunakan oleh generasi kakek nenek kita di jaman penjajahan Belanda sampai ke
yang paling canggih seperti gawai elektronik yang dijinjing kemana-mana oleh para
guru dan mahasiswa sekarang ini. Perkembangan itu sampai pada satu titik dimana
beberapa orang mulai bertanya-tanya: sampai dimana peran teknologi itu dalam
kegiatan belajar-mengajar? Apakah teknologi akan menggantikan cara belajar
konvensional, membantu efisiensinya, atau bahkan menghambatnya?
Tulisan ini bermaksud menelisik peran teknologi dalam pembelajaran. Akan
dipaparkan beberapa fakta yang membuktikan bahwa teknologi canggih di era
millenium kedua ini ternyata juga bisa berperan penting dalam beberapa fase atau
jenis kegiatan belajar. Sebelumnya, perlu dikemukakan disini bahwa pembelajaran
yang dimaksud disini mencakup pembelajaran di kelas konvensional maupun
pembelajaran insidental yang bisa terjadi di luar kelas.


Penyampai ceramah satu arah
Di jaman konvensional, dosen atau guru berceramah di depan kelas, dan muridmuridnya menyimak dengan tekun supaya tidak kehilangan poin-poin yang penting.
Ceramah ini terjadi satu kali saja, dan tidak bisa diulang, dilambatkan, atau
dicepatkan. Tentunya agak sulit untuk menyuruh dosen mengulangi ceramahnya
yang panjang lebar karena sang murid belum paham bagian-bagian tertentu. Di
jaman dulu, praktis tidak ada solusi untuk kendala seperti ini. Namun di jaman kini,
teknologi maju seperti handy cam, kamera CCTV, ditambah lagi dengan Youtube
ternyata memungkinkan keluwesan itu. Ceramah dosen bisa direkam pada waktu

dan tempat yang lain sebelum kelas, kemudian ketika sesi pembelajaran dimulai,
rekaman itu
diputar ulang untuk para murid. Sekarang sang murid bisa
melambatkan, mengulang-ulang, atau mempercepat siaran ceramah itu tergantung
pada kecepatannya memahami materi.
Contoh paling jelas untuk penerapan ini adalah pada salah satu kelas online yang
diselenggarakan oleh Coursera. Situs ini menyediakan kurus-kursus gratis yang bisa
diakses melalui Internet, dan pada setiap tahap pelajaran menyediakan rekaman
ceramah dari para dosennya. Para peserta kursus dari berbagai belahan dunia bisa
dengan luwes menyimak ceramah tersebut, dan mengaturnya sedemikian rupa
sehingga mereka bisa menyimak bagian-bagian yang sulit beberapa kali,

menghentikannya untuk mencatat, atau bahkan melompatinya jika mereka merasa
bagian itu sudah sangat dipahami.

Satu jenis metode yang sekarang makin banyak diterapkan di kelas-kelas online
adalah “flipped classroom”. Bergmann dan Samms (2012) mengartikan flipped
classroom sebagai sesi dimana para murid menyimak rekaman ceramah dari para
gurunya di rumahnya masing-masing, lalu datang ke kelas pada hari berikutnya
untuk membahas konsep-konsep yang belum mereka pahami dalam ceramah
tersebut. Guru mereka akan membantu menjelaskan konsep-konsep tersebut di sesi
tatap muka di kelas. Alterantif lain adalah para murid mengerjakan satu tugas
tertentu setelah mendengarkan rekaman ceramah gurunya, lalu datang ke kelas
untuk membahas hasilnya bersama murid-murid lain dan gurunya. Bergmann dan
Samms menyatakan bahwa teknik ini ternyata bisa membuat pembelajaran menjadi
lebih efisien. Kedua pakar tersebut bahkan melanjutkan sampai ke konsep “flipped
learning”, yaitu teknik yang membuat guru bisa lebih intensif berinteraksi dengan
para muridnya secara individual (Bergmann dan Samss, 2014). Senada dengan
mereka, Saitta dkk (2015) mengatakan bahwa teknik seperti ini memberikan lebih
banyak waktu di kelas untuk melakukan demonstrasi, eksperimen, tanya-jawab,
atau berbagai kegiatan lain yang membuat para murid makin mendalami materi.


Penambah wawasan
Teknologi Internet yang sudah praktis digenggam telapak tangan memungkinkan
murid untuk menambah wawasannya tentang suatu bidang ilmu atau suatu topik.
Setelah mendengarkan uraian dari dosen, atau bahkan sebelum ceramah pertama
dimulai, sang murid bisa membuka gadgetnya dan mengakses seribu satu sumber
penambah wawasan di dunia maya: Wikipedia, glossary, Google Scholar, Youtube,
dan banyak lagi.

Ketika dosen sedang menerangkan materi pada ceramah pertamanya, sang
mahasiswa yang sudah sedikit tercerahkan tadi bisa mengikutinya dengan lebih
lancar karena wawasannya sudah bertambah lewat teknologi maju. Bahkan terbuka
kemungkinan mahasiswa membaca materi yang sudah lebih terbarukan daripada
materi yang dibaca dosen atau gurunya. Disini kita sadari bahwa memperbesar
peran teknologi informasi dalam pembelajaran juga mensyaratkan perubahan cara
berpikir dan bersikap oleh guru. Para gru tentunya harus siap mengakui kebenaran
argumen sang murid jika ternyata apa yang dibacanya lewat media online lebih
berterima dan masuk akal.

Kalau dilihat dari perspektif Taksonomi Bloom (Anderson dan Krathwohl, 2001),
kedua hal yang saya ungkapkan di atas masih bersumbu pada kegiatan kognitif

Mengingat dan Memahami. Kedua tindak pikir ini masih belum tergolong berpikir
tingkat tinggi. Maka yang berikutnya adalah untuk yang selangkah lebih maju, yakni
Menerapkan.

Melatih
Penerapan tentunya harus didahului oleh beberapa kali tindak pelatihan. Materi
pelajaran yang sudah diserap (diingat dan dipahami) dari ceramah dosen sekarang
harus dilatihkan atau dipraktekkan. Salah satu bentuk praktek adalah melakukan
latihan, dan latihan inipun bisa berupa ragam. Salah satunya adalah tanya jawab
dengan dosen atau dengan teman sekelas. Kali ini teknologi Internet menyediakan
platform seperti Edmodo atau Coursesites untuk melakukan diskusi secara online.
Dosen melemparkan satu atau dua pertanyaan atau bahan diskusi, dan para
mahasiswanya menanggapi entah secara individu atau berkelompok. Dengan
demikian terjadi pembelajaran antar mereka. Penelitian saya setahun yang lalu
menunjukkan bahwa murid-murid yang tergolong lemah di kelas mendapatkan
manfaat dari diskusi online dengan teman-temannya yang lebih pintar. Bukan hanya
itu. Mereka yang di kelas tergolong pasif karena mengalami "tekanan psikologis"
oleh kecemerlangan (dan kadang-kadang juga dominasi) teman-temannya yang
lebih pintar ternyata lebih mau aktif ketika diskusi online. Ini karena faktor
penghambat psikologis itu praktis lenyap ketika hanya mereka sendirian atau hanya

dengan teman baiknya.

Untuk mata kuliah yang mengharuskan pengingatan akan konsep-konsep utama,
Power Point bisa dimanipulasi sedemikian rupa sehingga menjadi flashcards: satu

konsep ditampilkan, mahasiswa diminta mengingat dan mengatakan definisinya,
kemudian definisi tersebut ditampilkan di slide melalui pengaturan "Animations"
sehingga mahasiswa bisa mencocokkan jawabannya.

Blog juga bisa dimanfaatkan sebagai alat belajar dalam kegiatan melatih ini. Blog
yang saya buat di katamachungers.wordpress.com memuat teks-teks pilihan para
mahasiswa saya lengkap dengan kata-kata baru yang telah mereka pelajari dari
teks-teks tersebut. Blog bisa memuat uraian jawaban atau karya tulis atau proposal
mahasiswa
yang
kemudian
terbuka
untuk
rekan
dan/atau

dosennya
mengomentarinya.

Salah satu piranti lunak berupa apps yang bisa dengan mudah ditanamkan ke
dalam gawai adalah lingua.ly. Piranti ini menyediakan peluang untuk membaca teks
secara online sesuai dengan minat si pengguna, kemudian menerangkan arti katakata baru di teks tersebut, dan selanjutnya mengetes pemahaman kata-kata baru
itu secara berkala. Semakin banyak kata yang dikuasai oleh pengguna, semakin
tinggi skornya karena tabungan perbendaharaan katanya juga semakin banyak.
Singkat kata, apps ini memadukan tahapan memahami dan menerapkan dengan
sangat baik.

Untuk ranah tata bahasa, ada satu lagi situs gratis yang sangat tepat untuk melatih
dan menguji penguasaan tata bahasa: NoRedInk. Situs ini mengandung beberapa
puluh pokok bahasan tata bahasa Inggris yang bisa dipilih dan dilatihkan oleh para
guru ke murid-muridnya. Latihan untuk siswa dilengkapi dengan skoring dan umpan
balik sehingga para siswa bukan hanya tahu skornya tapi juga mendapatkan
informasi kenapa jawabannya salah.

Satu lagi situs yang mengkombinasikan
Vocabulary.com. Sesuai namanya, situs ini

memperluas pengetahuan kosa kata bahasa
dan spaced incremental practice, materi yang
ke dalam memori jangka panjang sang siswa.

tes dengan pelatihan ini adalah
bertujuan utama membantu siswa
Inggris. Dengan teknik pengulangan
diajarkan bisa secara efektif meresap

Merancang
Merancang adalah kegiatan kognitif paling tinggi yang diperoleh setelah mengikuti
suatu mata kuliah atau suatu pelajaran selama beberapa bulan. Dalam ranah inipun

yang namanya Google, blog, Youtube, Vimeo dan Coursesites tadi bisa makin
menjadi-jadi perannya untuk membantu mahasiswa merancang sesuatu. Selain bisa
mempelajari model dari Google dan sumber-sumber lain yang Google sarankan,
sang mahasiswa bisa memamerkan model atau karya buatannya di blog atau
Coursesites dan menantikan komentar dari dosen dan teman-temannya.

Sekedar tahu saja, "gudang senjata" saya dalam memainkan peran menjadi dosen

dan sarjana selain situs-situs di atas adalah ini: Scribd, docstoc, Academia Edu, dan
Power Slides. Itu masih ditambah dengan jurnal-jurnal online.

Satu pesan penting adalah bahwa secanggih-canggihnya dan sekaya-kayanya
teknologi informasi dan komunikasi, teknologi tersebut sulit untuk menggantikan
dua kata kunci keberhasilan pembelajaran, yakni motivasi tinggi dari sang murid,
dan gairah mengajar dari guru atau dosennya. Secanggih dan selengkap apapun
gawai dan penyediaan piranti lunaknya, keberhasilan belajar tidak akan pernah
tercapai tanpa motiasi belajar dan semangat mengajar.

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L., & Krathwohl, D. R. 2001. A taxonomy for learning, teaching, and
assessing: a revision of Bloom Taxonomy. New York: Longman Publishing.
Bergmann, J., dan Samms, A. 2012. Flip your classroom: reach every student in
every class everyday. International Society for Technology in Education.
Bergmann, J., dan Samms,
A. 2014. Flipped learning: gateway to student
engagement. International Society for Technology in Education.


Saitta, E., Morrison, B., Waldrop, J. B., Bowdon, M. A. 2015. Joining the flipped
classroom conversation. Dalam Waldrop, J. B., & Bowdon, M. A. (Ed). Best practices
for flipping the college classroom. Routledge.