Kebijakan Penanganan Anak Yang berhadapa
KEBIJAKAN PENANGANAN
ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Oleh : Aef S Pratama
MAHASISWA STRATA 1 PROGRAM STUDY ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
Disampaikan pada kegiatan Sosialisasi di Kecamatan Cibuaya,
Karawang, 25 Agustus 2016
Latar belakang
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa
memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak
mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum
dalam sistem peradilan;
Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-hak Anak
(Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip
pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk
memberikan pelindungan khusus terhadap ABH;
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa
dan negara pada masa depan;
Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental
maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya
perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya, serta
adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
ANAK YANG
(ABH )
BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Kondisi awal
Penanganan ABH belum dilakukan secara terpadu
Belum adanya persamaan persepsi dalam
penanganan ABH dengan pendekatan keadilan
restoratif
Pemahaman APH dalam penanganan ABH masih
bervariasi akibat kurangnya sosialisasi UU yang
terkait dengan anak
Langkah strategis
Perubahan paradigma penanganan ABH secara holistik
dan terintegratif (integrated Criminal Justice System)
Penanganan perkara ABH melalui diversi dengan
pendekatan keadilan restoratif (restorative justice)
untuk kepentingan terbaik bagi anak
Optimalisasi pelaksanaan Keputusan Bersama tahun
2009 antara Ketua MA, Jaksa Agung, Kepala Polri,
Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, dan Menteri
Negara PP dan PA tentang Penanganan Anak yang
Berhadapan dengan Hukum.
Optimalisasi Peraturan Menteri Negara PP dan PA No.
15 Tahun 2010 ttg Pedoman Umum Penanganan ABH
Advokasi dan sosialisasi Peraturan Perundangundangan yang terkait dengan anak
Menindaklanjuti amanat UU SPPA
Capaian
Diterbitkannya SKB 6 K/L Tahun
2009 ttg Penanganan ABH
Diterbitkannya Permen PP dan
PA No. 15 Tahun 2010 ttg
Pedoman Umum Penanganan
ABH
Disahkannya UU No. 11 Tahun
2012 ttg Sistem Peradilan Pidana
Anak, yang memuat prinsip
Diversi dan Keadilan Restoratif
dalam penanganan ABH.
Peran KPP&PA dalam Ps. 94 UU
SPPA utk melakukan Koordinbasi,
Pemantauan, Evaluasi dan
Pelaporan SPPA
ARAH KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK
RPJMN TAHUN 2010-2014
peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas,
peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan
upaya menciptakan lingkungan yang ramah anak dalam
rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan
hidup anak;
peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan
diskriminasi; dan
peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.
FOKUS PRIORITAS PERLINDUNGAN ANAK
1. Peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antara
lain melalui:
• peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan anak usia
dini;
• peningkatan kualitas kesehatan anak; dan
• peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.
2. Perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi,
antara lain melalui:
• peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak;
• peningkatan perlindungan bagi pekerja anak;
• penghapusan pekerja terburuk anak; dan
• peningkatan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain melalui:
• penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait
perlindungan anak;
• peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak;
• peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak; dan
• peningkatan koordinasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan terkait
pemenuhan hak-hak anak, baik lokal, nasional maupun internasional.
SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN ANAK ?
Seseorang yang belum berusia
18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan
6
Perlindungan Anak ;
adalah segala kegiatan utk
menjamin & melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang &
berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat & martabat
kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan &
diskriminasi
7
APA TUJUAN
PERLINDUNGAN ANAK ?
1.
Terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan.
2.
Terlindunginya anak dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia
dan sejahtera.
8
PRIORITAS PERLINDUNGAN
UU No. 23 / 2002
PERLINDUNGAN KHUSUS
Anak dalam situasi darurat (pengungsi, korban kerusuhan,
korban bencana alam, dalam situasi konflik bersenjata)
Anak yang berhadapan dengan hukum
Anak dari kelompok minoritas atau terisolasi
Anak korban eksploitasi ekonomi dan/seksual
Anak korban perdagangan
Anak korban penyalahgunaan narkoba
Anak korban penculikan
Anak korban kekerasan fisik dan/mental-emosional, seksual
dan perlakuan salah lainnya
Anak yang mengalami kecacatan (disabilitas)
Anak korban penelantaran
(Ps. 59 UUPA)
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK
TANGGUNG JAWAB SIAPA?
ANAK SENDIRI
SEBAGAI SUBYEK ATAS
HAK-HAKNYA
ORANGTUA
DIBEBANI TANGGUNG
JAWAB UNTUK HIDUP
DAN TUMBUH KEMBANG
PERLINDUNGAN
MASYARAKAT
HARUS IKUT BERPARTISIPASI
DALAM TANGGUNG JAWAB ORANGTUA
DAN KEWAJIBAN NEGARA
NEGARA BERKEPENTINGAN TERHADAP KUALITAS ANAK,
DIBEBANI KEWAJIBAN UNTUK MENDAYAGUNAKAN
10
SELURUH SUMBERDAYANYA, TERMASUK HUKUM,
UNTUK MELINDUNGI ANAK DAN HAK-HAKNYA
Perubahan
Paradigma
Pembangunan
Anak
Selama
ini
Parsial,
Segmentati
f,
Sektoral
Di masa
datang
Holistik ,
Integratif
Sustainab
le
11
Pendekatan
Sistem Perlindungan Anak (SPA)
SPA fokus pada setiap elemen sistem
perlindungan anak yang saling
berinteraksi, meliputi:
1.Sistem
2.Sistem
3.Sistem
4.Sistem
5.Sistem
Hukum dan kebijakan;
kesejahteraan sosial;
peradilan anak;
perubahan perilaku; dan
data dan informasi anak.
12
Elemen-elemen tersebut diarahkan
oleh tiga komponen sistem yaitu
1. Norma (apa mandatnya)
2. Struktur & pelayanan
(siapa yang
bertanggungjawab dan
bagaimana
kapasitasnya)
3. Proses (bagaimana
prosedur/standarnya)
13
Upaya-upaya yang dilakukan
untuk melaksanakan sistem
perlindungan anak
dikembangkan melalui tiga jenis
layanan:
1.Pencegahan (layanan primer);
2.Pengurangan risiko kerentanan
(layanan sekunder);
3.Penanganan anak yang telah
menjadi korban (layanan tersier).
14
Pencegahan
Adalah segala upaya yang secara langsung
ditujukan kepada masyarakat untuk
memperkuat kemampuan masyarakat dalam
mengasuh anak dan melindungi anak secara
aman.
Hal itu termasuk di dalamnya segala aktivitas
yang ditujukan untuk melakukan perubahan
sikap dan perilaku sosial masyarakat melalui
advokasi, kampanye kesadaran, penguatan
keterampilan orang tua, promosi, bentukbentuk alternative penegakan disiplin tanpa
kekerasan dan kesadaran tentang dampak
buruk kekerasan terhadap anak
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
15
Pengurangan resiko kerentanan
Adalah layanan yang secara langsung
ditujukan kepada masyarakat dan
keluarga yang teridentifikasi rentan
terjadinya kekerasan, ekploitasi,
perlakuan salah, dan penelantaran anak.
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
16
Penanganan korban
Adalah langkah atau tanggapan
segera untuk menangani anak yang
secara serius telah mengalami
kekerasan, eksploitasi, perlakuan
salah, dan penelantaran.
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
17
KEBIJAKAN PENANGANAN ABH
Diarahkan kepada penyelesaian perkara
anak
dengan
pendekatan
keadilan
restoratif yang dilakukan oleh berbagai
instansi/lembaga terkait, baik penegak
hukum, pemerintah, pemerintah provinsi,
kabupaten/kota
maupun
organisasi/
lembaga/badan
sosial
kemasyarakatan,
pengacara, dan lembaga kemasyarakatan
lainnya dengan jejaring secara sistematis,
komprehensif,
berkesinambungan
dan
terpadu (Pedum PABH)
PERUBAHAN PARADIGMA
Retributive
Retributive
Justice
Justice
Restitutive
Restitutive
Justice
Justice
Restorative
Restorative
Justice
Justice
SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN ABH?
Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak
yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi
korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi
tindak pidana.
Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya
disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
(UU SPPA)
20
PERLINDUNGAN ABH
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Ps. 28B (2) UUD 1945)
Pemerintah dan lembaga negara lainnya
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak
yang berhadapan dengan hukum (Ps. 59 UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang
berhadapan dengan hukum meliputi anak yang
berkonflik dengan hukum dan anak korban
tindak pidana, merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat
(Ps. 64 (1) UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum, dilaksanakan melalui:
a. Perlakuan secara manusiawi;
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak;
c. Penyediaan sarana & prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan
yang terbaik bagi anak;
e. Pemantauan & pencatatan terus menerus terhadap
perkembangan anak yang berhadapan dengan
hukum;
f. Jaminan untuk tetap berhubungan dengan ortu dan
keluarga;
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan hindari labelisasi (Ps.64 (2) UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban
tindak pidana,
pidana dilaksanakan melalui:
a. Upaya rehabilitasi, baik di dalam dan diluar lembaga;
b.Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan utk menghindari lebelisasi;
c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan
saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosial; dan
d.Pemberian aksesibilitas utk mendapatkan informasi
mengenai perkembangan perkara (Ps.64 (3) UUPA)
Hak anak yang dirampas kemerdekaannya
Mendapatkan perlakuan secara manusiawi.
Penempatan dipisah dari orang dewasa.
Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya.
Membela diri dan memperoleh keadilan di depan
pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum (Ps.17 (1) UUPA)
(Ket: terampas kemerdekaannya menyangkut yang dialami anak
dalam proses hukum, yakni penahanan, penangkapan, ataupun
penghukuman)
Hak Anak dalam proses peradilan pidana:
a. diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b.dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain
secara efektif;
d.melakukan kegiatan rekreasional;
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta
merendahkan derajat dan martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur
hidup;
g.tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang
paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak
yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang
yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan
orang yang dipercaya oleh Anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
l. memperoleh kehidupan pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak
cacat;
n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (Ps.3 UU SPPA)
IDENTITAS ANAK WAJIB DIRAHASIAKAN
Pasal 19 UU SPPA
(1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak
Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di
media cetak ataupun elektronik.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama
Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan
hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak,
Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.
Pasal 97 UU SPPA
Setiap orang yang melanggar kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KEPUTUSAN BERSAMA
Ketua Mahkamah Agung R.I; Jaksa Agung R.I;
Kepala Kepolisian Negara R.I; Menteri Hukum dan HAM R.I;
Menteri Sosial R.I; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak R.I.
No.166A/KMA/SKB/XII/2009
No.148A/A/JA/12/2009
No.B/45/XII/2009
No.M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009
No.10/PRS-2/KPTS/2009
No.02/Men.PP dan PA/XII/2009
TENTANG
PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Latar Belakang
Atas keinginan yang kuat dan kebutuhan yang
berkembang di kalangan penegak hukum untuk
menerapkan wacana ”Restorative Justice” dalam
penanganan ABH dengan mempertimbangkan tidak
hanya legal justice tetapi juga social justice dan
moral justice.
Merupakan salah satu program yang dicanangkan
oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Meningkatkan citra positif Indonesia terhadap
“concluding comment” Komite Hak Anak PBB dalam
penanganan ABH di Indonesia.
MAKSUD DAN TUJUAN
Mewujudkan koordinasi dan keterpaduan
APH dan pihak terkait dalam penanganan
ABH.
Persamaan persepsi diantara jejaring
kerja dalam penanganan ABH.
Meningkatkan efektifitas penanganan
ABH secara sistematis, komprehensif,
berkesinambungan dan terpadu.
Terjaminnya perlindungan khusus bagi
anak melalui koordinasi dan kerjasama
dalam penanganan ABH.
PELAKSANAAN PENANGANAN ABH
SKB
MA
JAK.GUNG
POLRI
Personil
Fasilitas pra/sarana
Diskusi rutin&pelatihan
Menerbitkan
Sema/Perma dan
menyusun SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Efektifitas fungsi
bimbingan dan
pengawasan Ketua
PT.
Personil
Fasilitas ruang
pemeriksaan
Melakukan penuntutan
Diskusi rutin&pelatihan
Menerbitkan
SE/Perjakgung dan SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Efektifitas fungsi
bimbingan dan
pengawasan Kajati.
Personil
Meningkatkan UPPA
dan RPK
Melakukan penyidikan
thd ABH
Fasilitas ruang
pemeriksaan
Melakukan Diklat
MenerbitkanSE/
Perkapolri, dan SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal.
SKB
KEMHUK HAM
KEMSOS
Personil Bapas, Rutan,
Lapas
Menetapkan kebijakan,
progam, keg
Meningkatkan yan
Litmas, bimwas,
dampingan thd ABH
Fasilitas pra/sarana
Menerbitkan SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Tenaga psikolog,
pendidik dan medis.
Personil Pekerja
Sosial
Fasilitas PanSos
Marsudi Putra,
RPSA, Pusat Trauma
Menerbitkan SOP
Juklak/Juknis
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Mendorong peran
kel, masy dan orsos,
LSM peduli thd
ABH.
KEM PP&PA
Merumuskan kebijakan
ABH
Melakukan koord, sinkro
dengan K/L terkait
Melaksanakan pelatihan
Menerbitkan Permen
SOP, Juklak/Juknis
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal,
advokasi dan fasilitasi
Mendorong peran serta
masyarakat
Melakukan pemantauan,
analisis, evaluasi dan
pelaporan.
KOORDINASI DAN KOMUNIKASI
Pertemuan koordinasi diadakan sekurangkurangnya 6 bulan sekali dengan
difasilitasi Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pertemuan dihadiri pimpinan instansi
terkait/wakil yang ditunjuk.
Dilakukan di tingkat pusat dan daerah.
Untuk mewujudkan penanganan ABH
perlu dibentuk jejaring dan kerjasama
lintas instansi, organisasi profesi,
akademisi/pakar, ormas dipusat dan
daerah.
PP DAN PERPRES AMANAT UU SPPA
PP mengenai:
1. Diversi (Ps. 15)
2. Syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta
program pendidikan, pembinaan dan pembimbingan
(Ps. 21)
3. Pedoman register perkara anak (Ps. 25)
4. Bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana (Ps. 71)
5. Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak (Ps. 82)
6. Tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan,
evaluasi dan pelaporan SPPA (Ps. 94)
Perpres mengenai:
1. Pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi (Ps. 90)
2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Ps. 92)
Pasal 94 UU SPPA
(1) Kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang
perlindungan anak melakukan koordinasi lintas sektoral
dengan lembaga terkait;
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam rangka sinkronisasi perumusan
kebijakan mengenai langkah pencegahan, penyelesaian
administrasi perkara, rehabilitasi, dan reintegrasi
sosial;
(3) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan
Sistem Peradilan Pidana Anak dilakukan oleh
kementerian dan komisi yang menyelenggarakan
urusan di bidang perlindungan anak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
PERAN
KPP&PA
Pasal
94
UU
SPPA
melakuka
n
koordinasi
lintas
sektoral
dengan
lembaga
terkait
Pemantau
an,
evaluasi,
dan
pelaporan
pelaksana
an SPPA
sinkronis
asi
perumus
an
kebijaka
n
ha
a
g
ce
n
n
pe
menge
nai
langka
h
penyelesai
an
administra
si perkara
reha
bilita
si
rei
nte
sos grasi
ial
KOORDINASI: ayat (1)
SIAPA YANG MELAKUKAN KOORDINASI?
KPP&PA melakukan koordinasi lintas sektoral
dengan lembaga terkait.
Lembaga terkait: Mahkamah Agung;
Kejaksaan Agung RI; Kepolisian Negara RI;
Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian
Sosial; Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan; Kementerian Kesehatan;
Kementerian Dalam Negeri; Kementerian
Agama; Kementerian/lembaga terkait lainnya.
DI DAERAH?
Koordinasi dilakukan di pemerintahan daerah
MAKNA KOORDINASI:
ayat (2)
KOORDINASI UNTUK APA?
•sinkronisasi perumusan kebijakan;
•pelaksanaan pencegahan;
•pelaksanaan penyelesaian
administrasi perkara;
•pelaksanaan rehabilitasi; dan
•pelaksanaan reintegrasi sosial.
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN
PELAPORAN: ayat (3)
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak
dilakukan oleh kementerian dan komisi yang
menyelenggarakan urusan di bidang
perlindungan anak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Siapa yang menjalankan tugas? KPP dan/atau
KPAI? atau dilakukan kerjasama.
Tugasnya dibatasi pada: pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan Sistem
Peradilan Pidana Anak.
Melalui Diversi dengan
pendekatan Restorative Justice,
jauhkan Anak dari penjara
ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Oleh : Aef S Pratama
MAHASISWA STRATA 1 PROGRAM STUDY ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
Disampaikan pada kegiatan Sosialisasi di Kecamatan Cibuaya,
Karawang, 25 Agustus 2016
Latar belakang
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa
memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak
mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum
dalam sistem peradilan;
Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-hak Anak
(Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip
pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk
memberikan pelindungan khusus terhadap ABH;
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa
dan negara pada masa depan;
Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental
maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya
perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya, serta
adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
ANAK YANG
(ABH )
BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Kondisi awal
Penanganan ABH belum dilakukan secara terpadu
Belum adanya persamaan persepsi dalam
penanganan ABH dengan pendekatan keadilan
restoratif
Pemahaman APH dalam penanganan ABH masih
bervariasi akibat kurangnya sosialisasi UU yang
terkait dengan anak
Langkah strategis
Perubahan paradigma penanganan ABH secara holistik
dan terintegratif (integrated Criminal Justice System)
Penanganan perkara ABH melalui diversi dengan
pendekatan keadilan restoratif (restorative justice)
untuk kepentingan terbaik bagi anak
Optimalisasi pelaksanaan Keputusan Bersama tahun
2009 antara Ketua MA, Jaksa Agung, Kepala Polri,
Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, dan Menteri
Negara PP dan PA tentang Penanganan Anak yang
Berhadapan dengan Hukum.
Optimalisasi Peraturan Menteri Negara PP dan PA No.
15 Tahun 2010 ttg Pedoman Umum Penanganan ABH
Advokasi dan sosialisasi Peraturan Perundangundangan yang terkait dengan anak
Menindaklanjuti amanat UU SPPA
Capaian
Diterbitkannya SKB 6 K/L Tahun
2009 ttg Penanganan ABH
Diterbitkannya Permen PP dan
PA No. 15 Tahun 2010 ttg
Pedoman Umum Penanganan
ABH
Disahkannya UU No. 11 Tahun
2012 ttg Sistem Peradilan Pidana
Anak, yang memuat prinsip
Diversi dan Keadilan Restoratif
dalam penanganan ABH.
Peran KPP&PA dalam Ps. 94 UU
SPPA utk melakukan Koordinbasi,
Pemantauan, Evaluasi dan
Pelaporan SPPA
ARAH KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK
RPJMN TAHUN 2010-2014
peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas,
peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan
upaya menciptakan lingkungan yang ramah anak dalam
rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan
hidup anak;
peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan
diskriminasi; dan
peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.
FOKUS PRIORITAS PERLINDUNGAN ANAK
1. Peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antara
lain melalui:
• peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan anak usia
dini;
• peningkatan kualitas kesehatan anak; dan
• peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.
2. Perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi,
antara lain melalui:
• peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak;
• peningkatan perlindungan bagi pekerja anak;
• penghapusan pekerja terburuk anak; dan
• peningkatan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain melalui:
• penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait
perlindungan anak;
• peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak;
• peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak; dan
• peningkatan koordinasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan terkait
pemenuhan hak-hak anak, baik lokal, nasional maupun internasional.
SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN ANAK ?
Seseorang yang belum berusia
18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan
6
Perlindungan Anak ;
adalah segala kegiatan utk
menjamin & melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang &
berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat & martabat
kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan &
diskriminasi
7
APA TUJUAN
PERLINDUNGAN ANAK ?
1.
Terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan.
2.
Terlindunginya anak dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia
dan sejahtera.
8
PRIORITAS PERLINDUNGAN
UU No. 23 / 2002
PERLINDUNGAN KHUSUS
Anak dalam situasi darurat (pengungsi, korban kerusuhan,
korban bencana alam, dalam situasi konflik bersenjata)
Anak yang berhadapan dengan hukum
Anak dari kelompok minoritas atau terisolasi
Anak korban eksploitasi ekonomi dan/seksual
Anak korban perdagangan
Anak korban penyalahgunaan narkoba
Anak korban penculikan
Anak korban kekerasan fisik dan/mental-emosional, seksual
dan perlakuan salah lainnya
Anak yang mengalami kecacatan (disabilitas)
Anak korban penelantaran
(Ps. 59 UUPA)
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK
TANGGUNG JAWAB SIAPA?
ANAK SENDIRI
SEBAGAI SUBYEK ATAS
HAK-HAKNYA
ORANGTUA
DIBEBANI TANGGUNG
JAWAB UNTUK HIDUP
DAN TUMBUH KEMBANG
PERLINDUNGAN
MASYARAKAT
HARUS IKUT BERPARTISIPASI
DALAM TANGGUNG JAWAB ORANGTUA
DAN KEWAJIBAN NEGARA
NEGARA BERKEPENTINGAN TERHADAP KUALITAS ANAK,
DIBEBANI KEWAJIBAN UNTUK MENDAYAGUNAKAN
10
SELURUH SUMBERDAYANYA, TERMASUK HUKUM,
UNTUK MELINDUNGI ANAK DAN HAK-HAKNYA
Perubahan
Paradigma
Pembangunan
Anak
Selama
ini
Parsial,
Segmentati
f,
Sektoral
Di masa
datang
Holistik ,
Integratif
Sustainab
le
11
Pendekatan
Sistem Perlindungan Anak (SPA)
SPA fokus pada setiap elemen sistem
perlindungan anak yang saling
berinteraksi, meliputi:
1.Sistem
2.Sistem
3.Sistem
4.Sistem
5.Sistem
Hukum dan kebijakan;
kesejahteraan sosial;
peradilan anak;
perubahan perilaku; dan
data dan informasi anak.
12
Elemen-elemen tersebut diarahkan
oleh tiga komponen sistem yaitu
1. Norma (apa mandatnya)
2. Struktur & pelayanan
(siapa yang
bertanggungjawab dan
bagaimana
kapasitasnya)
3. Proses (bagaimana
prosedur/standarnya)
13
Upaya-upaya yang dilakukan
untuk melaksanakan sistem
perlindungan anak
dikembangkan melalui tiga jenis
layanan:
1.Pencegahan (layanan primer);
2.Pengurangan risiko kerentanan
(layanan sekunder);
3.Penanganan anak yang telah
menjadi korban (layanan tersier).
14
Pencegahan
Adalah segala upaya yang secara langsung
ditujukan kepada masyarakat untuk
memperkuat kemampuan masyarakat dalam
mengasuh anak dan melindungi anak secara
aman.
Hal itu termasuk di dalamnya segala aktivitas
yang ditujukan untuk melakukan perubahan
sikap dan perilaku sosial masyarakat melalui
advokasi, kampanye kesadaran, penguatan
keterampilan orang tua, promosi, bentukbentuk alternative penegakan disiplin tanpa
kekerasan dan kesadaran tentang dampak
buruk kekerasan terhadap anak
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
15
Pengurangan resiko kerentanan
Adalah layanan yang secara langsung
ditujukan kepada masyarakat dan
keluarga yang teridentifikasi rentan
terjadinya kekerasan, ekploitasi,
perlakuan salah, dan penelantaran anak.
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
16
Penanganan korban
Adalah langkah atau tanggapan
segera untuk menangani anak yang
secara serius telah mengalami
kekerasan, eksploitasi, perlakuan
salah, dan penelantaran.
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
17
KEBIJAKAN PENANGANAN ABH
Diarahkan kepada penyelesaian perkara
anak
dengan
pendekatan
keadilan
restoratif yang dilakukan oleh berbagai
instansi/lembaga terkait, baik penegak
hukum, pemerintah, pemerintah provinsi,
kabupaten/kota
maupun
organisasi/
lembaga/badan
sosial
kemasyarakatan,
pengacara, dan lembaga kemasyarakatan
lainnya dengan jejaring secara sistematis,
komprehensif,
berkesinambungan
dan
terpadu (Pedum PABH)
PERUBAHAN PARADIGMA
Retributive
Retributive
Justice
Justice
Restitutive
Restitutive
Justice
Justice
Restorative
Restorative
Justice
Justice
SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN ABH?
Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak
yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi
korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi
tindak pidana.
Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya
disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
(UU SPPA)
20
PERLINDUNGAN ABH
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Ps. 28B (2) UUD 1945)
Pemerintah dan lembaga negara lainnya
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak
yang berhadapan dengan hukum (Ps. 59 UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang
berhadapan dengan hukum meliputi anak yang
berkonflik dengan hukum dan anak korban
tindak pidana, merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat
(Ps. 64 (1) UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum, dilaksanakan melalui:
a. Perlakuan secara manusiawi;
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak;
c. Penyediaan sarana & prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan
yang terbaik bagi anak;
e. Pemantauan & pencatatan terus menerus terhadap
perkembangan anak yang berhadapan dengan
hukum;
f. Jaminan untuk tetap berhubungan dengan ortu dan
keluarga;
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan hindari labelisasi (Ps.64 (2) UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban
tindak pidana,
pidana dilaksanakan melalui:
a. Upaya rehabilitasi, baik di dalam dan diluar lembaga;
b.Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan utk menghindari lebelisasi;
c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan
saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosial; dan
d.Pemberian aksesibilitas utk mendapatkan informasi
mengenai perkembangan perkara (Ps.64 (3) UUPA)
Hak anak yang dirampas kemerdekaannya
Mendapatkan perlakuan secara manusiawi.
Penempatan dipisah dari orang dewasa.
Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya.
Membela diri dan memperoleh keadilan di depan
pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum (Ps.17 (1) UUPA)
(Ket: terampas kemerdekaannya menyangkut yang dialami anak
dalam proses hukum, yakni penahanan, penangkapan, ataupun
penghukuman)
Hak Anak dalam proses peradilan pidana:
a. diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b.dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain
secara efektif;
d.melakukan kegiatan rekreasional;
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta
merendahkan derajat dan martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur
hidup;
g.tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang
paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak
yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang
yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan
orang yang dipercaya oleh Anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
l. memperoleh kehidupan pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak
cacat;
n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (Ps.3 UU SPPA)
IDENTITAS ANAK WAJIB DIRAHASIAKAN
Pasal 19 UU SPPA
(1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak
Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di
media cetak ataupun elektronik.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama
Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan
hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak,
Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.
Pasal 97 UU SPPA
Setiap orang yang melanggar kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KEPUTUSAN BERSAMA
Ketua Mahkamah Agung R.I; Jaksa Agung R.I;
Kepala Kepolisian Negara R.I; Menteri Hukum dan HAM R.I;
Menteri Sosial R.I; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak R.I.
No.166A/KMA/SKB/XII/2009
No.148A/A/JA/12/2009
No.B/45/XII/2009
No.M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009
No.10/PRS-2/KPTS/2009
No.02/Men.PP dan PA/XII/2009
TENTANG
PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Latar Belakang
Atas keinginan yang kuat dan kebutuhan yang
berkembang di kalangan penegak hukum untuk
menerapkan wacana ”Restorative Justice” dalam
penanganan ABH dengan mempertimbangkan tidak
hanya legal justice tetapi juga social justice dan
moral justice.
Merupakan salah satu program yang dicanangkan
oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Meningkatkan citra positif Indonesia terhadap
“concluding comment” Komite Hak Anak PBB dalam
penanganan ABH di Indonesia.
MAKSUD DAN TUJUAN
Mewujudkan koordinasi dan keterpaduan
APH dan pihak terkait dalam penanganan
ABH.
Persamaan persepsi diantara jejaring
kerja dalam penanganan ABH.
Meningkatkan efektifitas penanganan
ABH secara sistematis, komprehensif,
berkesinambungan dan terpadu.
Terjaminnya perlindungan khusus bagi
anak melalui koordinasi dan kerjasama
dalam penanganan ABH.
PELAKSANAAN PENANGANAN ABH
SKB
MA
JAK.GUNG
POLRI
Personil
Fasilitas pra/sarana
Diskusi rutin&pelatihan
Menerbitkan
Sema/Perma dan
menyusun SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Efektifitas fungsi
bimbingan dan
pengawasan Ketua
PT.
Personil
Fasilitas ruang
pemeriksaan
Melakukan penuntutan
Diskusi rutin&pelatihan
Menerbitkan
SE/Perjakgung dan SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Efektifitas fungsi
bimbingan dan
pengawasan Kajati.
Personil
Meningkatkan UPPA
dan RPK
Melakukan penyidikan
thd ABH
Fasilitas ruang
pemeriksaan
Melakukan Diklat
MenerbitkanSE/
Perkapolri, dan SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal.
SKB
KEMHUK HAM
KEMSOS
Personil Bapas, Rutan,
Lapas
Menetapkan kebijakan,
progam, keg
Meningkatkan yan
Litmas, bimwas,
dampingan thd ABH
Fasilitas pra/sarana
Menerbitkan SOP
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Tenaga psikolog,
pendidik dan medis.
Personil Pekerja
Sosial
Fasilitas PanSos
Marsudi Putra,
RPSA, Pusat Trauma
Menerbitkan SOP
Juklak/Juknis
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal
Mendorong peran
kel, masy dan orsos,
LSM peduli thd
ABH.
KEM PP&PA
Merumuskan kebijakan
ABH
Melakukan koord, sinkro
dengan K/L terkait
Melaksanakan pelatihan
Menerbitkan Permen
SOP, Juklak/Juknis
Membentuk Pokja
Sosialisasi internal,
advokasi dan fasilitasi
Mendorong peran serta
masyarakat
Melakukan pemantauan,
analisis, evaluasi dan
pelaporan.
KOORDINASI DAN KOMUNIKASI
Pertemuan koordinasi diadakan sekurangkurangnya 6 bulan sekali dengan
difasilitasi Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pertemuan dihadiri pimpinan instansi
terkait/wakil yang ditunjuk.
Dilakukan di tingkat pusat dan daerah.
Untuk mewujudkan penanganan ABH
perlu dibentuk jejaring dan kerjasama
lintas instansi, organisasi profesi,
akademisi/pakar, ormas dipusat dan
daerah.
PP DAN PERPRES AMANAT UU SPPA
PP mengenai:
1. Diversi (Ps. 15)
2. Syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta
program pendidikan, pembinaan dan pembimbingan
(Ps. 21)
3. Pedoman register perkara anak (Ps. 25)
4. Bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana (Ps. 71)
5. Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak (Ps. 82)
6. Tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan,
evaluasi dan pelaporan SPPA (Ps. 94)
Perpres mengenai:
1. Pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi (Ps. 90)
2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Ps. 92)
Pasal 94 UU SPPA
(1) Kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang
perlindungan anak melakukan koordinasi lintas sektoral
dengan lembaga terkait;
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam rangka sinkronisasi perumusan
kebijakan mengenai langkah pencegahan, penyelesaian
administrasi perkara, rehabilitasi, dan reintegrasi
sosial;
(3) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan
Sistem Peradilan Pidana Anak dilakukan oleh
kementerian dan komisi yang menyelenggarakan
urusan di bidang perlindungan anak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
PERAN
KPP&PA
Pasal
94
UU
SPPA
melakuka
n
koordinasi
lintas
sektoral
dengan
lembaga
terkait
Pemantau
an,
evaluasi,
dan
pelaporan
pelaksana
an SPPA
sinkronis
asi
perumus
an
kebijaka
n
ha
a
g
ce
n
n
pe
menge
nai
langka
h
penyelesai
an
administra
si perkara
reha
bilita
si
rei
nte
sos grasi
ial
KOORDINASI: ayat (1)
SIAPA YANG MELAKUKAN KOORDINASI?
KPP&PA melakukan koordinasi lintas sektoral
dengan lembaga terkait.
Lembaga terkait: Mahkamah Agung;
Kejaksaan Agung RI; Kepolisian Negara RI;
Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian
Sosial; Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan; Kementerian Kesehatan;
Kementerian Dalam Negeri; Kementerian
Agama; Kementerian/lembaga terkait lainnya.
DI DAERAH?
Koordinasi dilakukan di pemerintahan daerah
MAKNA KOORDINASI:
ayat (2)
KOORDINASI UNTUK APA?
•sinkronisasi perumusan kebijakan;
•pelaksanaan pencegahan;
•pelaksanaan penyelesaian
administrasi perkara;
•pelaksanaan rehabilitasi; dan
•pelaksanaan reintegrasi sosial.
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN
PELAPORAN: ayat (3)
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak
dilakukan oleh kementerian dan komisi yang
menyelenggarakan urusan di bidang
perlindungan anak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Siapa yang menjalankan tugas? KPP dan/atau
KPAI? atau dilakukan kerjasama.
Tugasnya dibatasi pada: pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan Sistem
Peradilan Pidana Anak.
Melalui Diversi dengan
pendekatan Restorative Justice,
jauhkan Anak dari penjara