Pengaruh Berbagai Konsentrasi Edible Coa

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI EDIBLE COATING CINCAU
TERHADAP SIFAT KIMIA DAN KERUSAKAN MIKROBIOLOGI
TOMAT (Lycopersium esculentum)

Usulan Penelitian

Diusulkan oleh:
Dita Jahidah
20120210124
Program Studi Agroteknologi

Kepada
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014

Usulan Penelitian
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI EDIBLE COATING CINCAU
TERHADAP SIFAT KIMIA DAN KERUSAKANMIKROBIOLOGI TOMAT
(Lycopersium esculentum)
Yang Diajukan Oleh :

Dita Jahidah
20120210124
Program Studi Agroteknologi

telah disetujui/disahkan oleh :
Pembimbing Utama

................................

Tanggal ...........................

Pembimbing Pendamping

................................

Tanggal ...........................

Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroteknologi


...............................

Tanggal ........................

I.

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tomat merupakan komoditas hortikultura yang memiliki potensial ekonomis
tinggi. Tomat dikenal sebagai buah yang kaya akan kandungan vitamin dan
mineral. Selain mengandung vitamin C, tomat juga memiliki beberapa jenis
kandungan mineral seperti kalsium dan fosfor serta kalori sebesar 20 kal/ 100 gr
tomat. Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat berguna sebagai antioksidan
yang dapat mencegah perkembangan penyakit kanker (Mutiarawati, 2009)
Berdasarkan data produksi tomat selama 15 tahun terakhir (1997-2011) yang
bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik), tomat mengalami peningkatan
produksi setiap tahunnya. Produksi tomat pada tahun 1997 sebesar 460.361 ton,
sedangkan pada tahun 2011 sebesar 954.046 ton. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan produksi lebih dari 100 % yang artinya tomat memiliki potensi bisnis

yang menjanjikan (Pantastico, 1993).
Di Indonesia pengembangan budidaya tanaman tomat mendapat prioritas
perhatian sejak tahun 1961, secara statistik potensi pasar buah tomat
diproyeksikan mengalami peningkatan permintaan sayuran rata-rata pertahun
sekitar 3,6 % - 4 % dalam periode 1988-2010. Tomat (Solanum lycopersicum L.)
merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi
penting di Indonesia. Apabila dilihat dari rata-rata produksinya, ternyata produksi
tomat di Indonesia masih rendah, yaitu 6,3 ton/ha jika dibandingkan dengan
negara-negara seperti Taiwan (21 ton/ha), Saudi Arabia (13,4 ton/ha) dan India
(9,5 ton/ ha)). Pada tahun 2002 produksi tomat dunia mencapai 109 juta ton.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Amerika adalah negara produsen
tomat terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 10%, diikuti oleh Turki dengan
kontribusi sekitar 8%, sedangkan kontribusi Indonesia terhadap produksi tomat
dunia hanya sekitar 0,5% (Pantastico, 1993).
Buah tomat mempunyai sifat sangat mudah mengalami kerusakan, kerusakan
tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas buah tomat sebelum sampai ke

tangan konsumen. Kerusakan itu diantaranya kerusakan mekanis, biologis dan
mikrobiologi. Tingkat kerusakan pascapanen buah dan sayur


baik mekanis,

biologis dan mikrobiologi mencapai 22% sampai 78%. Kehilangan produksi
tomat di negara berkembang mencapai 50%, yang terjadi sejak panen, penanganan
yang kurang baik, keterlambatan hasil sampai di konsumen, cara bongkar/muat
yang kasar dan penggunaan kemasan yang tidak memadai serta keadaan yang
tidak menguntungkan selama pengangkutan. Dengan keadaan produksi buah
tomat yang demikian maka diperlukan penanganan pasca panen yang tepat agar
buah tomat memiliki kualitas yang tetap terjaga mengingat setelah panen buah
masih melangsungkan proses hidup (metabolisme). Sehingga proses pembusukan
cepat terjadi. Penanganan pascapanen buah tomat hingga saat ini umumnya masih
ditangani secara tradisional dan relatif tertinggal. Hal ini ditandai dengan
penggunaan teknologi yang masih rendah dan dilakukan secara sederhana
ditingkat produsen sehingga kualitas dan umur simpan buah tomat rendah
(Pantastico, 1993).
Untuk menghambat proses pembusukan tersebut dan untuk meningkatkan
kualitas buah tomat maka masa simpan dan kesegarannya harus dipertahankan.
Solusi untuk menunda pematangan buah sehingga menghambat proses
pembusukan yaitu dengan pelilinan. Lilin yang digunakan dapat berasal dari
berbagai sumber seperti dari tanaman, hewan, mineral, maupun lilin sintetis. Akan

tetapi masyarakat harus lebih teliti dalam mengonsumsi buah karena bahan
pelapisan lilin yang digunakan banyak yang berbahan kimia seperti boraks,
rhodamine, dan formalin sehingga sangat berbahaya pada kesehatan manusia.
Oleh karena itu agar buah yang kita konsumsi tersebut aman dan tidak berbahaya
pada kesehatan tubuh, maka digunakan teknologi pelapisan lilin (edible coating)
dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti bahan yang berasal dari tanaman
yaitu gel cincau. Menurut penelitian Roiyana (2012), bahwa dengan perlakuan
konsentrasi 5% edible coating cincau merupakan perlakuan yang terbaik
berdasarkan sifat fisik yaitu kekerasan, warna dan susut bobot. Diduga dengan
konsentrasi tersebut dapat memperbaiki sifat kimia dan mengurangi kerusakan

mikrobiologi tomat karena dari penampilan fisiknya baik kemungkinan dalamnya
juga baik.
Konsep edible

coating

(pelapisan) pada

buah-buahan


dan sayuran

dipergunakan untuk memperlambat kehilangan uap air, memperbaiki penampakan
dengan mengkilapkan permukaan, sebagai carrier terhadap fungisida atau zat
pengatur tumbuh, dan sebagai barrier terhadap pertukaran gas dalam komoditas
dengan udara luar (Hadiyantoro, 2012).

B. Rumusan Masalah
Pada konsentrasi berapa edible coating cincau dapat berpengaruh terhadap
sifat kimia dan mikrobiologi.

C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh gel cincau terhadap sifat fisik kimia dan
kerusakan mikrobiologi.
2. Untuk menentukan konsentrasi gel cincau yang tepat untuk memperbaiki
sifat kimia dan mengurangi kerusakan mikrobiologi.

II.


TINJAUAN PUSTAKA

A. Pasca Panen Tomat
Tomat merupakan komoditi yang memiliki masa simpan / pasca panen yang
pendek, akibatnya apabila produksi tomat di suatu daerah melimpah atau terjadi
panen raya maka dapat diperkirakan bahwa akan banyak buah tomat
yang terbuang karena tidak terserap oleh pasar dan harjga jualnya akan sangat
rendah. bahkan di daerah sentra kita akan melihat hamparan tomat yang terbuang
di pinggir jalan dan buah tomat yang dibiarkan busuk di batang. Jika hal ini terus
terjadi tentulah akan sangat merugikan bagi petani. Untuk itu perlu diupayakan
agar tomat ini dapat memiliki masa simpan yang lebih lama dan nilai jual yang
lebih tinggi. Salah satu upaya untuk meningkatkan masa simpan dan nilai jual
yang lebih tinggi dapat diusahakan dengan cara pengolahan pasca panen tomat
(Mutiarawati, 2009).
Tomat merupakan buah yang memiliki pola respirasi klimakterik. Buah yang
bersifat klimakterik, respirasi akan terus meningkat seiring dengan semakin
matangnya buah tersebut sehingga mengakibatkan susut bobot buah juga semakin
meningkat terutama ketika buah tersebut telah mencapai puncak klimakteriknya.
Penanganan pasca panen buah tomat yang tepat harus memerhatikan beberapa hal
seperti penanganan panen, sortasi dan pencucian, pemutuan, pelilinan, labelling

dan pengemasan serta penyimpanan. Secara lengkap dijelaskan sebagai berikut:
1. Panen
Panen yang tepat adalah pada saat buah telah masak dan belum memasuki fase
akhir pemasakan buah. Umur buah/tingkat kematangan buah yang dipanen,
kondisi saat panen, dan cara panen merupakan faktor terpenting yang
mempengaruhi mutu tomat (Mutiarawati, 2009).

2. Sortasi dan grading
Pemungutan hasil panen tomat dapat dilakukan mulai sekitar umur 75 hari
setelah pindah tanam atau sekitar 3 bulan setelah penyebaran benih. Saat

pemanenan, kriteria buah yang dipetik disesuaikan dengan tujuan konsumsi
atau tujuan pemasaran. Kriteria panen yang paling mudah untuk menentukan
saat pemetikan adalah kriteria visual yaitu warna kulit buah. Hal ini
dikarenakan tingkat pemasakan buah tomat berkorelasi positif dengan
warnanya. Semakin masak buah tomat maka semakin merah warnanya,
sebaliknya semakin muda maka semakin hijau warnanya. Terhadap buah-buah
tomat tersebut kemudian dilakukan grading sesuai dengan warna dan
ukurannya untuk tujuan pasar tertentu atau untuk pemilahan konsumen yang
berbeda. Grading menurut warna lebih bertujuan untuk lama pendistribusian

tomat ke konsumen. Semakin hijau buah tomat maka semakin jauh jarak
transportasi yang dapat ditempuh. Sedangkan grading ukuran lebih
berdasarkan permintaan pasar. Pasar swalayan biasanya lebih meminta
keseragaman ukuran daripada pasar tradisional. Tomat dengan ukuran yang
sama akan di packing dalam satu kemasan (Mutiarawati, 2009).
3. Pelilinan
Beberapa jenis buah secara alami dilapisi oleh lilin yang berfungsi sebagai
pelindung terhadap serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Pelapisan lilin
pada buah-buahan sebenarnya adalah menggantikan dan menambah lapisan
lilin alami yang terdapat pada buah yang sebagian besar hilang selama
penanganan karena lapisan lilin yang menutupi pori-pori buah dapat menekan
respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan buah lebih lama dan nilai
jualnya lebih baik. Manfaat lainnya adalah meningkatkan kilau dan menutupi
luka atau goresan pada permukaan kulit buah sehingga penampilannya
menjadi lebih baik. Lilin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber
seperti tanaman, hewan, mineral maupun sintetis. Kebanyakan formula lilin
dipersiapkan dengan satu atau lebih bahan seperti beeswax, parafin wax,
carnauba wax (secara alami didapat dari carnauba palm) dan shellac (lilin dari
insekta). Syarat lilin yang digunakan : tidak mempengaruhi bau dan rasa buah,
cepat kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis,

tidak mengandung racun, harga murah dan mudah diperoleh. Syarat komoditi
yang dilapisi adalah segar (baru dipanen) dan bersih, sehat (tidak terserang
hama/penyakit) dan kematangan cukup. Lilin yang banyak digunakan adalah
lilin lebah yang diemulsikan dengan konsentrasi 4 – 12%. Air yang digunakan

tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung
dalam air tersebut dapat merusak emulsi lilin. Aplikasinya dapat dilakukan
dengan penyemprotan, pencelupan atau pengolesan (Mutiarawati, 2009).
4. Pengemasan
Pengemasan buah bertujuan melindungi buah dari luka, memudahkan
pengelolaan (penyimpanann, pengangkutan, distribusi), mempertahankan
mutu, mempermudah perlakuan khusus dan memberikan estetika yang
menarik konsumen. Pengemasan harus menggunakan wadah yang efisien dan
tidak menurunkan mutu. Bahan wadah untuk pengemasan dapat bermacammacam, mulai dari karung goni, keranjang bambu, kotak kayu, plastik, kardus,
stirofoam sampai jala-jala plastik. Kemasan-kemasan ini berbeda bentuk dan
penggunaanya tergantung dari tujuan pengemasan. Ada kemasan yang khusus
untuk pemanenan, untuk penyimpanan, untuk distribusi dan ada pula yang
digunakan untuk kemasan konsumen. Untuk kemasan yang digunakan untuk
penyimpanan di gudang, harus digunakan wadah yang kuat dan dengan
penataan yang sedemikian rupa karena biasanya dilakukan penumpukan.

Selain pengemasan dengan kotak kayu dan kardus, sekarang banyak
digunakan penyimpanan dengan menggunakan bahan plastik. Sifat-sifat
plastik yang digunakan juga berbeda-beda terutama sifat permeabilitasnya
yang memungkinkan zat-zat dapat keluar atau masuk ke dalam kemasan
plastik ini. Menurut Batu dan Thomson (1998), plastik jenis polyethylene 50
mikron dan polypropylene 25 mikron adalah yang terbaik dengan umur
simpan tomat hijau sampai 30 hingga berwarna merah dan 60 hari hingga
melunak pada penyimpanan suhu 13º C.
engemasan menggunakan plastik semipermeabel diatas disebut dengan MAP
(Modified

Atmosphere

Packaging).

MAP menghasilkan

pengurangan

konsentrasi O2 dan peningkatan konsentrasi CO2 di sekitar buah di dalam
plastik. Efek dari penurunan tingkat O2 adalah peningkatan CO2. Kecepatan
laju perubahan gas ini tergantung dari konsentrasi gas, waktu dan jenis buah.
MAP umumnya mengurangi laju respirasi dan pelunakan buah, memperlambat
serangan jamur pada buah dan mengurangi efek etilen karena pemasakan.
MAP juga dapat memenuhi kelembaban udara dalam kemasan untuk
memperlambat laju penurunan kadar air dan susut berat. Teknik MAP ini
sangat efektif bila digabungkan dengan pendinginan (Mutiarawati, 2009)

5. Penyimpanan
Penyimpanan buah tomat bertujuan untuk memperpanjang kegunaan,
menampung hasil panen yang melimpah, menyediakan buah jeruk sepanjang
tahun, membantu pengaturan pemasaran, meningkatkan keuntungan finansial
dan mempertahankan kualitas jeruk yang disimpan. Prinsip dari perlakuan
penyimpanan

yaitu

mengendalikan

laju

respirasi

dan

transpirasi,

mengendalikan atau mencegah penyakit dan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki oleh konsumen. Penyimpanan di ruang dingin dapat mengurangi
aktivitas respirasi dan metabolisme, pelunakan, kehilangan air dan pelayuan,
kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang/cendawan). Tomat yang
disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan
lainnya. Untuk mendapatkan hasil yang baik, suhu ruang penyimpanan dijaga
agar stabil. Suhu optimum untuk penyimpanan buah tomat adalah 10-15 0C
(Mutiarawati, 2009).
B. Edible Coating
Edible

coating

merupakan

suatu

metode

yang

digunakan

untuk

memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu dari buah-buahan pada
suhu ruang (Pantastico, 1997). Edible coating adalah lapisan tipis yang bertujuan
untuk memberikan penahanan yang selektif terhadap perpindahan massa. Edible
coating dapat dibuat dari tiga jenis bahan yang berbeda yaitu hidrokoloid (protein
dan polisakarida), lipida, dan komposit (Mulyadi, 2012).

1. Gel Cincau
Cincau merupakan salah satu makanan yang berbentuk gel dan diperoleh

dari peremasan daun tumbuhan tertentu dalam air. Ekstrak cincau hijau
tesusun atas komponen utama zat polisakarida pektin yang membentuk gel
pada cincau. Kandungan polisakarida pektin yang terdapat pada cincau hijau
tersebut merupakan kelompok hidrokoloid pembentuk gel yang apabila diserut

tipis-tipis mempunyai sifat amat rekat terhadap cetakan dan tembus pandang,
sehingga berpotensi untuk dibuat sebagai edible film. Komponen utama
ekstrak cincau hijau yang membentuk gel adalah polisakarida pektin yang
bermetoksi rendah. Karena kandungan utamanya adalah pektin maka ekstrak
cincau hijau dapat dianggap sebagai sumber serat pangan yang baik (Arinda,
2012).
2. Sifat Kimia
Tomat masih melakukan proses hidup, salah satunya adalah respirasi.
Respirasi memainkan peranan penting dalam kehidupan pascapanen buah dan
sayuran segar. Respirasi merupakan proses metabolisme yang memegang
peranan utama dalam perubahan-perubahan kimiawi maupun perubahanperubahan yang menjurus ke arah kerusakan/pembusukan. Hal ini dikarenakan
pada saat respirasi terjadi perombakan kompleks menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana dan selama proses respirasi dihasilkan panas yang pada
batas tertentu akan mempercepat terjadinya proses-proses yang mengarah
padakerusakan/pembusukan. Dari hasil respirasi ini tersedia energi dan istilah
laju respirasi digunakan untuk mendeskripsikan secara keseluruhan laju
perubahan yang di sebabkan oleh proses ini. Laju respirasi merupakan
aktivitas metabolic jaringan yang sering digunakan sebagai indikator untuk
menentukan laju kemunduran mutu dan kesegaran buah. Semakin cepat laju
respirasi pascapanennya, maka akan semakin cepat kemunduran mutunya
(Anonim, 2013).
3. Kerusakan mikrobiologi
Kerusakan pangan disebabkan oleh pertubuhan dan aktivitas mikroba,
terutama bakteri, ragi dan kapang. Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat
ditemukan di tanah, air, uadara, di atas kulit/ bulu, dan di dalam usus ternak.
Beberapa mikroba juga seing ditemukan di atas permukaan kulit buah-buahan,
sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzime yang aktif sehingga dapat
menghidrolisi pati, selulosa, atau dapat memfermentasi gula, menghidrolisis
lmak

yang

mengakibatkan

ketengikan,

atau

merusak

protein

yang

menghasilkan bau busuk. Mikroba tersebut dapat membentuk lendir, gas,
busa, warna yang menyimpang, asam, dan racun. Jika pangan mengalami

kontaminasi secara spontan dari udara maka di dalam pangan tersebut terdapat
pertumbuhan dari beberapa jenis mikroba.
Bakteri, ragi, dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang
hangat dan lembab. Mnurut kisaran suhu pertumbuhan, bakteri dapat
dikelompokkan ke dalam bakteri termofilik (45-550C), bakteri mesofilik (20450C). Spora dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri pada suhu
mendidih. Pada suhu yang lebih randah, spora akan membelah diri dan
berkembang biak. Beberapa bakteri dan kapang yang membutuhkan oksigen
untuktumbuh disebut bakteri aeroik sebaliknya, bakteri lainnya tidak akan
tumbuh/mati jika ada oksigen, yang demikian disebut bakteri anaerobik
(Anonim, 2013).

C. Hipotesis
Dengan perlakuan konsentrasi 5 % diduga dapat memperbaiki sifat kimia dan
mengurangi kerusakan mikrobiologi tomat.

III.

TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan antara lain : gel cincau (Stephania hernandifolia), Alat
yang digunakan antara lain :blender, saringan, pemanas (kompor gas), ruang
pendingin, pH meter, gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala, timbangan dan alat-alat
laboratorium lainnya.

C. Metode Penelitian
Penelitian disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan rancangan percobaan faktor tunggal dengan perlakuan edible coating
cincau pada konsentrasi yang berbeda. Edible coating cincau konsentrasi 7,5%,
5%, 2,5%. Masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan. Setiap kombinasi
perlakuan berjumlah 19 buah tomat yang terdiri dari 3 sampel perlakuan dan 16
sampel korban, sehingga total buah tomat yang diperlukan untuk 3 kombinasi
perlakuan yaitu 57 buah tomat. Faktor-faktor perlakuan yang dilakukan sebagai
berikut:
A. Cincau konsentrasi 7,5%
B. Cincau konsentrasi 5%
C. Cincau konsentrasi 2,5%

D. Cara Penelitian
Penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu sterilisasi alat, persiapan bahanbahan penelitian, pembuatan tepung tanaman cincau, pembuatan gel cincau,
pelapisan buah, penyimpanan.
1.

Sterilisasi
Alat-alat yang terbuat dari logam dan gelas dicuci bersih kemudian setelah
kering alat-alat tersebut dibungkus menggunakan kertas paying. Alat-alat dari
logam dan kaca yang telah dibungkus kertas paying kemudian disterilkan

dalam autoklaf dengan temperature 1210C bertekanan 1 atm selama 30 menit.
2. Persiapan bahan-bahan penelitian

Bahan yang digunakan antara lain : buah tomat, gel cincau (Stephania
hernandifolia), larutan amilum, aquades, larutan iodium. Buah tomat yang
3.

disiapkan dicuci bersih dan dieringkan menggunakan lap bersih.
Pembuatan formulasi gel cincau
Pembuatan bubuk cincau diawali dengan mencuci daun cincau segar dengan
air dingin, kemudian dikeringkan dengan oven 50oC selama 18 jam atau
dijemur dari jam 08.00 sampai 15.00 selama tiga hari (total 21 jam).
Kemudian daun yang sudah kering tersebut digiling dan diayak dengan ayakan
berdiameter 0.5 milimeter. Jika akan dibuat gel cincau, bubuk cincau
dimasukkan ke dalam kantung kain yang berfungsi sebagai penyaring,
kemudian ditambah air, diekstrak dengan cara pengadukan selama 2.5 menit
lalu diperas. Air yang digunakan ialah air yang telah dimasak dan didinginkan

sampai suhu kamar (Koswara, 2008).
4. Setelah dilakukan pelapisan dan penyimpanan, kemudian diuji berdasarkan
susut bobot, tingkat kekerasan, perubahan warna, uji mikrobiologi, kadar
vitamin c, dan laju respirasi.

E. Parameter yang Diamati
1. Susut bobot
Susut bobot buah adalah kehilangan air dari dalam buah diakibatkan
oleh proses respirasi dan transpirasi pada buah tersebut. Meningkatnya laju
respirasi akan menyebabkan perombakan senyawa seperti karbohidrat
dalam buah dan menghasilkan CO2, energi dan air yang menguap melalui
permukaan kulit buah yang menyebabkan kehilangan bobot pada buah.
Pengamatan susut bobot buah dilakukan pada hari ke-0, ke-2, ke-4 dan
ke-6, ke-8, ke-10, dank e-12. Pengamatan dilakukan menggunakan metode
penimbangan untuk mengetahui selisih berat awal dengan berat setelah
penyimpanan. Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang buah
perulangan dengan menggunakan timbangan analitik. Setelah pengamatan
selesai, dihitung persentase untuk susut berat setiap buah perulangan
dengan rumus :

Susut Berat=

a−b
x 100
a

Keterangan :
a : Berat sebelum disimpan
b : Berat setelah disimpan
2. Kekerasan tekstur buah tomat
Salah satu tanda buah yang sudah matang adalah tekstur yang lebih
lunak. Tekstur merupakan karakteristik yang penting untuk analisis
permukaan buah. Nilai kekerasan tekstur akan semakin menurun seiring
dengan proses pematangan buah, sehingga dapat mengakibatkan
penurunan mutu dari buah tomat yang disimpan.
Pengamatan kekerasan buah dilakukan pada hari ke-0, ke-3, ke-6, ke9, dan ke-12 penyimpanan diukur menggunakan pnetrometer fruit.
Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan pucuk alat pada tiga
bagian buah yaitu bagian ujung, tengah dan pangkal buah dan hasilnya
dirata-rata yang dinyatakan dalam satuan gram/detik.
3. Perubahan warna buah tomat
Pematangan buah merupakan proses yang sangat kompleks dan
terprogram secara genetik yang diawali dengan perubahan warna.
Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses perombakan maupun
proses sintetik. Sisntesis likopen dan perombakan klorofil merupakan ciri
perubahan warna pada buah tomat. Perubahan warna buah tomat dari hijau
menjadi merah menunjukkan bahwa buah tomat mengalami pematangan.
Pengukuran warna buah menggunakan musel colour chard.
4. Kadar Vitamin C
Pengukuran kadar vitamin C dilakukan pada awal pengamatan
(sebelum

dilakukan

penyimpanan).

Kemudian

pada

hari

ke-4

penyimpanan dilakukan pengukuran kedua, pada hari ke-8 penyimpanan
dilakukan pengukuran ketiga dan pada hari ke-12 penyimpanan dilakukan
pengukuran terakhir. Menurut Tim Pengampu Mata Kuliah Kompetensi
Pasca Panen (2011) pengukuran dilakukan menggunakan metode titrasi
Iod, yaitu dengan cara mengambil contoh sampel sebanyak 10 gram lalu
mengencerkan menggunakan aquades sampai 250 ml. Mengambil filtrat
sebanyak 25 ml, menambahkan 2 ml larutan amilum 1% sebagai indikator.
Mentitrasi dengan 0,01 N larutan Iodium standar sampai terlihat warna

biru konstan. Kadar vitamin C dinyatakan dengan satuan persen dan
penghitungan kadar vitamin C menggunakan rumus :
axb
x 0,08 x 100
0,01
vitaminC=
Berat sampel (mg)
Keterangan :
a : volume titrasi sampel seluruhnya (ml)
b : konsentrasi larutan Iod (N)
5. Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi dilakukan pada terakhir yaitu hari ke-12. Perhitungan
dilakukan dengan cara menghitung total mikrobia menggunakan metode
plate count. Langkah-langkah dalam uji mikrobiologi sebagai berikut
(Jutono dkk, 1980 dalam Hadiyantoro, 2012) :
a. Membuat medium MEA sebanyak 1 liter. Bahan yang digunakan
malt/ekstrak daging 3 gram, pepton 5 gram, aquades 1000 ml dan agar
15 gram. Memasukkan dan mencampur bahan-bahan tersebut dalam
erlenmeyer
Mendinginkan

steril.

Memanaskan

larutan

kemudian

hingga

larutan

mengukur

pH

mendidih.
5,5

dengan

menambahkan NaOH 1 N. Menambahkan aquades sampai volume
tepat 1000 ml. Menyeterilkan larutan dengan autoklaf pada tekanan 1
atm selama 20 menit.
b. Menyiapkan sampel
1) Menimbang bahan (buah) yang telah dihaluskan sebanyak 1 gram,
kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades
steril, gojog homogen dengan vortex.
2) Mengencerkan 10-2, mengambil 1 ml hasil penyaringan pada
langkah pertama, kemudian memasukkan dalam botol suntik berisi
99 ml aquades steril dan menggojog sampai homogen.
3) Mengencerkan 10-4, mengambil 1 ml hasil pengenceran 10-2,
kemudian memasukkan ke dalam botol suntik berisi 99 ml aquades
steril dan menggojog sampai homogen.

4) Mengencerkan 10-5, mengambil 1 ml hasil pengenceran 10-4,
kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades
steril dan menggojog sampai homogen.
5) Mengencerkan 10-6, mengambil 1 ml hasil pengenceran 10-5,
kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades
steril dan menggojog sampai homogen.
6) Mengencerkan 10-7, mengambil 1 ml hasil pengenceran 10-6,
kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades
steril dan menggojog sampai homogen.
c. Menyiapkan petridish yang telah diisi medium MEA ± 10 ml dan
memberi label masing-masing petridish untuk pengenceran 10-6, 10-7
dan 10-8.
d. Menginokulasikan maisng-masing suspensi hasil pengenceran 10-5,
10-6 dan 10-7 sebanyak 0,1 ml pada petridish yang berisi medium
MEA.
e. Meratakan suspensi mikroba dengan drgalsky steril.
f. Menginkubasikan petridish yang berisi suspensi mikroba selama 2 hari
pada suhu kamar.
g. Jumlah mikroba yang tumbuh pada petridish dihitung dengan coloni
counter.
Penghitungan mikroba dengan metode plate count harus memenuhi
beberapa syarat berikut :
a. Jumlah koloni tiap petridish antara 30-300 koloni.
b. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah petridish
(spreader).
c. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran yang berturut-turut
natara

pengenceran

yang

lebih

besar

dengan

pengenceran

sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil 2 maka hasilnya dirata-rata
dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah koloni
dari hasil pengenceran sebelumnya.
6. Laju respirasi

Pengukuran laju respirasi diukur setiap dua hari sekali yaitu pada hari keo, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, ke-10, ke-12.
Rumus laju respirasi:

ml blangko−ml contoh xNaClx NaOH
Berat sampel (mg)

F. Analisis data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
Metode Analisis Deskriptif, yaitu metode penganalisisan data yang
mengumpulkan,

mengklasifikasikan,

menginterprestasikan

data

sehingga

menganalisis
memberikan

dan

gambaran

menyeluruh mengenai masalah yang dihadapi. Data hasil penelitian
pada perlakuan yang berpengaruh nyata, di lanjutkan dengan uji beda
rataan yaitu uji Duncan (DMRT) dengan taraf 5 %.

G. Jadwal Penelitian

September
Kegiata
n
Persiapan
pelaksanaan
kegiatan
Persiapan bahan
dan alat
Pembuatan gel
cincau
Pengaplikasian:
pelapisan buah

Oktober

November

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengumpulan
data
Analisa dan
pembuatan
laporan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2014.
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/10/jhptump-anengmelime-451-2-babii.pdf
Anonim.
2013.
Kerusakan
mikrobiologi
pangan.www.
lmuthp.wordpress.com/serba-serbi/3-mikrobiologi-pangan/
Arinda. 2012. Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Cincau Hijau (Premna
Oblongifolia.
Merr)
Untuk
Pembuatan
Edible
Film.
http://eprints.uns.ac.id/267/1/161902608201011271.pdf
Hasanah U. 2009. Pemanfaatan Gel Lidah Buaya Sebagai Edible Coating
Untuk Memperpanjang Umur Simpan Paprika (Capsicum Annum
Varietas
Sunny).
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12118. Diakses 9
Mei 2014

Hadiyantoro, D. W. 2012. Penggunaan Edible Coating Gel Lidah Buaya
Untuk Memperpanjang Umur Simpan dan Mempertahankan
Kualitas Buah Tomat (Lycopersicum esculentum Milli) Var.
Martha. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 55 hal.
Mutiarawati. 2009. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/11/penanganan_pasca_panen_hasil_pertani
an.pdf
Mulyadi, A. F., Sri K. dan Deborah G. L. G. 2011. Aplikasi Edible
Coating Untuk Menurunkan Tingkat Kerusakan Jeruk Manis
(Citrus Sinensis) (Kajian Konsentrasi Karagenan Dan Gliserol).
Prosiding Seminar Nasional, Program Studi Teknologi Industri
Pertanian bekerjasama dengan Asosiasi Profesi Teknologi
Agroindustri (APTA). hal 507-516.
Roiyana M, Izzati M, dan Prihastanti E. 2012. Potensi Dan Efisiensi
Senyawa Hidrokoloid Nabati Sebagai Bahan Penunda
Pematangan Buah. eprints.undip.ac.id/38819/2/5._royanna.pdf.
Diakses 9 Mei 2014.
Pantastico R. B. 1993. Fisiologi Pascapanen : Penanganan dan
Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan
Subtropika. Terjemahan Kamariyani. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Sirossiris.
2012.
Hidrokoloid
dan
Gum.
http://lordbroken.wordpress.com/2011/11/08/hidrokoloid-dangum/. Diakses 9 Mei 2014
Sinaga, R.M. 1984. Penelitian Mutu Fisis Buah Beberapa Varitas Tomat.
Buletin Penelitian Hortikultura. Balai Penelitian Hortikultura.
Lembang. 11 (4) : 32-37.Tannenbaum, S.R. 1976.
Tim Pengampu Mata Kuliah Kompetensi Pasca Panen. 2011. Panduan
Praktikum Fisiologi Pasca Panen, Teknologi Pasca Panen,
Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman. Laboraturium Pasca Panen
FP UMY. Yogyakarta. 21 hal.

LAMPIRAN
Layout penelitian

A1

B2

C2

B1

A2

C3

C1

A3

B3

Keterangan:
-

Masing-masing perlakuan terdapat 3 ulangan dan 16 korban

-

Total buah per perlakuan yaitu 19 buah tomat

-

Korban tidak ditampilkan di layout

Cincau konsentrasi 7,5% (A1, A2, A3)
Cincau konsentrasi 5% (B1, B2, B3)
Cincau konsentrasi 2% (C1, C2, C3)