Analisis Mutu dan Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Aek Habil dan Aek Parombunan Kota Sibolga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.Puskesmas
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya
kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif),

penyembuhan

(rehabilitatif),

yang

penyakit

(kuratif),


dilaksanakan

secara

dan

pemulihan

menyeluruh,

kesehatan

terpadu,

dan

berkesinambungan (Menkes, RI., 2014).

2.2 Gambaran Umum Puskesmas KotaSibolga
Menurut Dinas Kesehatan Kota Sibolga, jumlah seluruh puskesmas di

Kota Sibolga pada tahun 2016 adalah 5 puskesmas induk (1 puskesmas rawat inap
dan 4 puskesmas rawat jalan) dan 14 puskesmas pembantu (Pustu) yang terletak
di 4 kecamatan di kota Sibolga.

2.3Mutu Pelayanan Kefarmasian
Mutu pelayanan kefarmasian merupakan ukuran sejauh mana tingkat
pelayanan kefarmasian yang dilakukan memenuhi standar yang telah ditetapkan
dan sesuai dengan ekspektasi pasien.Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

7

Universitas Sumatera Utara

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Menkes, RI., 2014).
2.3.1 Sumber Daya Manusia
a. Ketenagaan

Tenaga

Kefarmasian

adalah

tenaga

yang

melakukanPekerjaan

Kefarmasian, yang terdiri atas Apotekerdan Tenaga Teknis Kefarmasian(PP 51,
2009).Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker(Menkes, RI., 2014).

b. Pendidikan Dan Pelatihan

Semua tenaga kefarmasian di puskesmas harus selalu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan
kompetensinya (Menkes, RI., 2014).
Tujuan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kefarmasian berdasarkan Permenkes
No.30 Tahun 2014 yaitu:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan pengelolaan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai.
b. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan Pelayanan
Kefarmasian.

8

Universitas Sumatera Utara

c. Terfasilitasinya studi banding, praktik dan magang bagi calon tenaga
kefarmasian internal maupun eksternal.
d. Tersedianya data Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling tentang Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai.
e. Tersedianya data penggunaan antibiotika dan injeksi.
f. Terwujudnya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang optimal.

g. Terkembangnya kualitas dan jenis pelayanan ruang farmasi Puskesmas.
2.3.2 Sarana dan Prasarana
Dalam upaya mendukung operasional pelayanan kefarmasian diperlukan
sarana danprasarana yang memadai untuk meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap pasien, mulai dari tempat, peralatan sampai dengan kelengkapan
administrasi yangberhubungan dengan pengobatan. Sarana dan prasarana tersebut
dirancang dan diatur untuk menjamin keselamatan dan efisiensi kerja serta
menghindari terjadinya kerusakan sediaan farmasi (Depkes, RI., 2008).
a. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, ditempatkan
pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan.Ruang ini diatur
agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan
disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.

9

Universitas Sumatera Utara


c. Ruang penyerahan obat
Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku pencatatan
penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang penyerahan obat dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku,
buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku
catatan konseling, formulir jadwal konsumsi obat, formulir catatan pengobatan
pasien, dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika
memungkinkan.
e. Ruang penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin
ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.
f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan

dengan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan pelayanan kefarmasian
dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang
memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka
untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik
manajemen yang baik.

10

Universitas Sumatera Utara

Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara
fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan(Menkes, RI., 2014).
2.3.3 Pengelolaan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai yang baik. Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
meliputi:
a. Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
i.


perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
mendekati kebutuhan

ii.

meningkatkan penggunaan Obat secara rasional

iii.

meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya, data
mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang
ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola
program yang berkaitan dengan pengobatan.
b. Permintaan obat dan bahan medis habis pakai

Tujuan permintaan obat dan bahan medis habis pakai adalah memenuhi
kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.

11

Universitas Sumatera Utara

c. Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai
Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Petugas penerimaan
wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Obat, bentuk Obat
sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas
penerima dapat mengajukan keberatan.
d. Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.Penyimpanan obat dan
bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

i.

Bentuk dan jenis sediaan

ii.

Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban)

iii.

Mudah atau tidaknya meledak/terbakar

iv.

Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.

e. Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan
waktu yang tepat.

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
i.

Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;

ii.

Puskesmas Pembantu;

iii.

Puskesmas Keliling;

12

Universitas Sumatera Utara

iv.

Posyandu; dan

v.

Polindes.

f. Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di unit
pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Obat terdiri dari:
i.

Pengendalian persediaan

ii.

Pengendalian penggunaan

iii.

Penanganan Obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa

g. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
i.

Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah
dilakukan

ii.

Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian

iii.

Sumber data untuk pembuatan laporan

h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
i.

Mengendalikan

dan

menghindari

terjadinya

kesalahan

dalam

pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga
kualitas maupun pemerataan pelayanan
ii.

Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan bahan medis
habis pakai

iii.

Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan (Menkes,
RI., 2014).

13

Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
b. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien
yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
d. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan Obat secara rasional (Menkes, RI., 2014).
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
i.

Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien

ii.

Nama, dan paraf dokter

iii.

Tanggal resep

iv.

Ruangan/unit asal resep

Persyaratan farmasetik meliputi:
i.

Bentuk dan kekuatan sediaan

ii.

Dosis dan jumlah obat

iii.

Stabilitas dan ketersediaan

14

Universitas Sumatera Utara

iv.

Aturan dan cara penggunaan

v.

Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat)

Persyaratan klinis meliputi:
i.

Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

ii.

Duplikasi pengobatan

iii.

Alergi, interaksi dan efek samping obat

iv.

Kontra indikasi

v.

Efek adiktif.
Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat

merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat,
memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai pendokumentasian.
Tujuan:
i.

Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.

ii.

Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan
(Menkes, RI., 2014).

b. Pelayanan informasi obat (PIO)
Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien,
tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan.
Kegiatan pelayanan informasi obat meliputi :
1. Pelayanan Informasi
Terutama untuk mendukung pelayanan kefarmasian, yang aktivitasnya
meliputi:

15

Universitas Sumatera Utara

- Menjawab pertanyaan
- Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan
- Menyiapkan materi dan membuat buletin, brosur, leaflet, dll
Informasi obat yang lazim diperlukan pasien
i.

Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam
sehari,apakah di waktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini
termasuk apakahobat diminum sebelum atau sesudah makan.

ii.

Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau
harusdihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus
dihabiskanuntuk mencegah timbulnya resistensi.

iii.

Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan.Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai
cara penggunaanobat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu
seperti obat oral, obattetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat
semprot hidung, tetes telinga,suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet
vagina.

iv.

Efek

yang

akan

timbul

dari

penggunaan

obat,

misalnya

berkeringat,mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing
berubah warna,dan sebagainya.
v.

Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya interaksi obat dengan obat
lainatau makanan tertentu dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet
rendahkalori, kehamilan dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek
obat yangtidak dikehendaki.

16

Universitas Sumatera Utara

2. Pendidikan dan Pelatihan
Beberapa kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dapat dilakukan antara lain:
i.

Menyajikan informasi mengenai obat dan atau penggunaan obat dalam
bentukpenyuluhan.

ii.

Membimbing

apoteker

magang/mahasiswa

yang

sedang

praktik

kerjalapangan mengenai keterampilan dalam pelayanan informasi obat
(Depkes, RI., 2008).
c. Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikanmasalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan keputusan
penggunaan obat.
Tujuan :
Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan
tenagakesehatan mengenai nama obat, khasiat/indikasi, tujuan pengobatan,
jadwalpengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek
samping obat,tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan
obat-obat lain.
Kegiatan :
1. Memulai komunikasi antara apoteker dengan pasien
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan dokter kepada
pasiendengan metode pertanyaan terbuka :
i. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat yang diberikan
ii.

Bagaimana cara pemakaian

iii.

Efek yang ditimbulkan dari penggunaan obat tersebut

17

Universitas Sumatera Utara

3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
4. Verifikasi akhir
Mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat, untuk mengoptimalkan
tujuan terapi (Depkes, RI., 2008).
d. Ronde/Visite pasien
Tujuan:
i.

Memeriksa obat pasien

ii.

Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien

iii.

Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan
obat

iv.

Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam
terapi pasien.

Kegiatan visite mandiri:
Untuk Pasien Baru
1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal
pemberian Obat.
3) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah,
mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan
pasien.
4) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait
Obat yang mungkin terjadi.

18

Universitas Sumatera Utara

Untuk pasien lama dengan instruksi baru
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian Obat.
Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam
satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan
terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk
itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan
Obat sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat (Menkes, RI., 2014).
e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
Tujuan:
i.

Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang.

ii.

Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah
sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:
i.

Menganalisis laporan efek samping Obat.

ii.

Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.

iii.

Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

19

Universitas Sumatera Utara

iv.

Melaporkan

ke

Pusat

Monitoring

Efek

Samping

Obat

Nasional(Menkes, RI., 2014).
f. Pemantauan terapi obat (PTO)
Tujuan:
i.

Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.

ii.

Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan
Obat.

Kriteria pasien:
i.

Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

ii.

Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

iii.

Adanya multidiagnosis.

iv.

Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

v.

Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

vi.

Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan (Menkes, RI., 2014).

g. Evaluasi penggunaan obat
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur, sistematis
dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan:
i.

Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.

ii.

Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.
(Depkes, RI., 2008).

20

Universitas Sumatera Utara

2.3.5 Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian
Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan untuk
mencegah terjadinya masalah terkait obat atau mencegah terjadinya kesalahan
pengobatan/medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan
pasien (patient safety).
Kegiatan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
untuk peningkatan mutu sesuai standar.
b. Pelaksanaan, yaitu:
i.

Monitoring

dan

evaluasi

capaian

pelaksanaan

rencana

kerja

(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja)
ii.

Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.

c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
i.

Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar

ii.

Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan
(Menkes, RI., 2014).

2.4 Kepuasan Pasien
Kepuasan

pasien

merupakan

tingkat

perasaan

pasien

setelah

membandingkan dengan harapannya. Seorang pasien jika merasa puas dengan
nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan, sangat besar kemungkinannya untuk
menjadi pelanggan dalam waktu yang lama (Umar, 1996).
Menurut Bustami (2011), terdapat lima determinan atau penentuan mutu
pelayanan yang akhirnya menjadi penentu tingkat kepuasan yang dapat dirincikan
sebagai berikut:

21

Universitas Sumatera Utara

a.

Kehandalan, yaitu kemampuan memberikan pelayanan dengan segera,
tepat (akurat), dan memuaskan. Dalam hal ini adalah melayani secara
benar.

b.

Ketanggapan, yaitu keinginan para karyawan/staf membantu semua
pelanggan serta berkeinginan dan melaksanankan pemberian pelayanan
dengan tanggap. Dalam hal ini adalah sikap dari penyedia jasa yang penuh
perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan.

c.

Keyakinan, yaitu karyawan/staf memiliki kompetensi, kesopanan dan
dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari risiko dan keraguraguan. Dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan jasa.

d.

Empati,

yaitu

karyawan/staf

mampu

menempatkan

dirinya

pada

pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan
komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta
dapat memahami kebutuhan dari pelanggan. Dalam hal ini adalah
perhatian yang diberikan kepada pelanggan.
e.

Fasilitas berwujud, dapat berupa ketersediaan sarana dan prasarana
termasuk alat yang siap pakai serta penampilan karyawan/staf yang
menyenangkan.

22

Universitas Sumatera Utara