BOOK Mediamorfosa FX Lilik DM Perselisihan Internal
Perselisihan Internal dan Kematian Surat Kabar :
Studi Kasus Penutupan Harian Sore Sinar Harapan
F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Universitas Multimedia Nusantara
� [email protected]
Pendahuluan
Teknologi digital berkembang sangat pesat dalam beberapa
tahun terakhir. Hal itu antara lain terlihat dari munculnya sejumlah
sarana alternatif—selain surat kabar-- yang bisa digunakan untuk
mendapatkan informasi oleh masyarakat. Sarana alternatif itu adalah
gawai, lengkap dengan segala perangkat lunak di dalamnya. Di dalam
sebuah gawai yang terkoneksi dengan internet, setiap orang akan sangat
dengan mudah terhubung dengan sumber-sumber informasi melalui
portal berita dan platform jejaring sosial.
Keberadaan internet telah menginterupsi strategi distribusi
konten dan strategi investasi media massa. Nic Newman dalam Digital
News Project 2017 memaparkan hal itu. Dia mejaring pendapat dari
143 pimpinan media digital dari 24 negara. Salah satu temuan menarik
dari penelitian itu adalah bahwa sebagian besar responden (78 persen)
memilih untuk mengembangkan investasi distribusi informasi melalui
Facebook. Semetara itu, responden yang yang lain menyebutkan
berbagai aplikasi alternatif untuk mendistribusikan berita, antara lain
Youtube, Facebook Messenger, Whatsapp, Twitter, dan Snapchat.
Situasi itu menunjukkan bahwa sebagian besar pimpinan
media digital mulai meninggalkan atau--paling tidak—bukan hanya
memikirkan distribusi konten melalui cara tradisional, yaitu melalui
portal berita mereka, apalagi sirkulasi surat kabar. Kondisi ini sangat
masuk akal bila disandingkan dengan kenyataan yang dilaporkan
Reuters Institute Digital News Report, sebagaimana dikutip oleh World
Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA). Laporan
123
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
itu menunjukkan tren peningkatan penggunaan gawai sebagai sarana
mendapatkan informasi di berbagai belahan dunia.
Perubahan pola konsumsi berita diikuti oleh penurunan
pendapatan surat kabar. Secara global, menurut data World Press Tren,
pendapatan iklan surat kabar berkurang di beberapa negara. Banyak
pihak memprediksi bahwa hal itu disebabkan oleh peningkatan
penggunaan sebagai etalase utama untuk memajang produk-produk
jurnalistik. Dengan kata lain, media cetak tidak lagi akan menjadi
pilihan pertama, baik oleh pembaca maupun oleh pemasang iklan.
Nic Newman dalam laporannya memaparkan bahwa Google dan
Facebook adalah dua platform yang menyerap iklan digital terbanyak.
Mengutip data publik dari kedua perusahaan tersebut, Newman
mamaparkan bahwa Google telah meraup pendapatan iklan sebesar 9,5
miliar dolar pada kuartal ketiga 2016. Facebook berada di bawahnya
dengan pendapatan sebesar 3,4 miliar dolar. Kondisi ini, menurut
Newman, menunjukkan Google dan Facebook telah menguasai 99
persen pasar iklan secara global, sementara media lain hanya mendapat
bagian 1 persen.
Kondisi tersebut menjadi alasan yang cukup kuat bagi fenomena
penurunan sirkulasi dan iklan media cetak, terutama di Eropa dan
Amerika. Data World Press Tren menunjukkan rata-rata penurunan
sirkulasi surat kabar dalam kurun waktu lima tahun terakhir di
beberapa negara di Benua Amerika bagian utara mencapai 8,8 persen.
Sementara itu, penurunan sirkulasi di Eropa mencapai 21,3 persen
(WAN-IFRA, 2015).
Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Salah satu surat kabar di
Indonesia yang mengalami penurunan sirkulasi dan akhirnya berhenti
terbit adalah Sinar Harapan. Penutupan surat kabar sore itu menarik
perhatian berbagai pihak. Bahkan, penutupan tersebut menjadi bahan
pemberitaan di berbagai media massa. Perhatian itu tidak lepas dari
perjuangan panjang Sinar Harapan dalam merekam berbagai peristiwa
penting di Indonesia. Bahkan, dalam satu artikel, CNN Indonesia
menyayangkan penutupan surat kabar yang berdiri dan menjadi
saksi perubahan rezim, dari Demokrasi Terpimpin menjadi Orde
Baru tersebut (Kandi, 2015). Bagi penliti, penutupan Sinar Harapan
menyisakan pertanyaan yang perlu dijawab secara sistematis.
124
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Penelitian ini mencoba menggali berbagai dimensi krisis yang
dialami oleh Sinar Harapan. Kemudian, penelitian ini juga menguraikan
bagaimana berbagai dimensi krisis itu berkontribusi terhadap
keputusan manajemen untuk menutup surat kabar sore tersebut.
Kajian Teori
Dimensi Krisis Surat Kabar
Media cetak, khususnya surat kabar, masih menikmati masa jaya
sampai dengan awal tahun 2000-an. Namun, memasuki dekade ke-2 di
era yang sama, surat kabar di Amerika Serikat mulai terpuruk. Siles dan
Boczkowski menyatakan, gejala tersebut ternyata tidak hanya terjadi
di Amerika Serikat, namun juga melanda surat kabar di beberapa
negara lain (2012: 376). Sejumlah surat kabar mulai ditinggalkan oleh
pemasang iklan. Kondisi itu diperburuk dengan menurunnya jumlah
sirkulasi.
Melalui sebuah tulisan yang terbit di jurnal New Media and Society,
Siles dan Boczkowski menawarkan beberapa dimensi tentang krisis
yang dialami oleh surat kabar. Intisari konsep itu mereka rumuskan
berdasarkan pendalaman terhadap sejumlah penelitian tentang krisis
surat kabar di Amerika Serikat. Menurut mereka, krisis surat kabar
bisa dilihat dari beberapa dimensi. Dua dimensi yang relevan bagi
penelitian ini adalah dimensi penyebab dan dimensi manifestasi.
1. Dimensi Penyebab
Siles dan Boczkowski menyatakan, sejumlah riset tentang krisis
surat kabar di Amerika Serikat menunjukkan keseragaman pola
penyebab. Secara umum, krisis surat kabar disebabkan oleh tiga faktor,
yaitu ekonomi, teknologi, dan sosial.
Sejumlah peneliti, menurut Siles dan Boczkowski, menemukan
bahwa faktor ekonomi yang menyebabkan krisis di sejumlah surat
kabar selalu berkaitan dengan ketidaksesuaian model bisnis dengan
tuntutan perkembangan zaman. Beberapa surat kabar menerapkan
model bisnis yang tidak sesuai dengan konteks masyarakat saat ini.
Bentuk nyata dari krisis perusahaan akibat faktor ekonomi itu adalah
turunnya iklan surat kabar. Kondisi itu semakin diperburuk oleh krisis
global yang terjadi pada 2008 silam.
125
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Faktor teknologi juga memiliki andil dalam memperparah
krisis surat kabar. Sejumlah peneliti sepakat menunjuk internet
sebagai fenomena utama yang berberan pesar dalam hal ini. Siles
dan Boczkowski menyatakan, kemunculan internet mengakibatkan
surat kabar harus mengubah sistem produksi berita, menyesuaikan
dengan pola konsumsi informasi oleh masyarakat, serta mengurangi
pendapatan iklan dari divisi cetak (2012: 378).
Faktor lain yang menyebabkan krisis surat kabar adalah
transformasi sosial. Siles dan Boczkowski mengasosiasikan faktor ini
dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas berita surat
kabar. Bahkan, menurut keduanya, beberapa penelitian menunjukkan
masyarakat tidak percaya terhadap kualitas para jurnalis surat kabar.
2. Dimensi Manifestasi
Menurut Siles dan Boczkowski, penyebab krisis surat kabar yang
telah diuraikan akan termanifestasi menjadi beberapa bentuk. Tiga
manifestasi krisis surat kabar adalah penurunan jumlah pembaca,
pengurangan jumlah karyawan, serta perubahan kualitas dan kuantitas
konten.
Beberapa riset terhadap koran di Amerika Serikat menunjukkan
manifestasi dalam hal penurunan jumlah pembaca. Hal ini sekaligus
menunjukkan migrasi pembaca yang signiikan ke ruang-ruang digital.
Kemudian, pengurangan jumlah karyawan adalah manifestasi lain
yang mungkin muncul. Keterpurukan ekonomi dan kegagalan untuk
mengimbangi perkembangan teknologi sangat mungkin membuat
manajemen surat kabar tertentu untuk mengurangi jumlah karyawan.
Menurut Siles dan Boczkowski, beberapa riset yang mereka pelajari
menunjukkan penurunan pendapatan perusahaan berbanding lurus
dengan pengurangan karyawan surat kabar, termasuk staf redaksi.
Arti Penting Krisis
Kirchhof (2009), sebagaimana dikutip oleh Siles dan Boczkowski,
menjelaskan bahwa penutupan surat kabar di AS serta transformasi isi
surat kabar membawa implikasi politik yang cukup besar. Menurut Siles
dan Boczkowski, surat kabar pada dasarnya mengemban misi layanan
publik. Sehingga penutupan sebuah surat kabar, betapapun kecilnya
perusahaan surat kabar tersebut, adalah sebuah bentuk hilangnya
126
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
salah satu sumber pengetahuan politik bagi masyarakat. Surat kabar
adalah sumber pengetahuan yang membuat masyarakat bisa membuat
keputusan-keputusan politik yang terukur (2012: 380)
Solusi untuk Krisis
Sejumlah ahli, menurut Siles dan Boczkowski, mengusulkan
penerapan model bisnis yang baru sebagai salah satu solusi untuk
mengantisipasi krisis sebuah surat kabar. Model bisnis yang baru ini
sangat mungkin terlepas dari model bisnis konvensional yang sangat
bergantung kepada pendapatan iklan. Oleh karena itu, sejumlah
model pendanaan alternatif bisa menjadi pilihan, antara lain sponsor
dari individu atau yayasan, crowd-sourcing, kolaborasi antara
jurnalis profesional dan pewarta warga (pro-am project), kerjasama
antarinstitusi, kepemilikan oleh keluarga, dll (2012: 381).
Solusi lainnya adalah penguatan kualitas isi surat kabar. Menurut
Meyer, seperti dikutip oleh Siles dan Boczkowski, kepercayaan publik
dan pengiklan kepada surat kabar akan meningkat seiring dengan
peningkatan kualitas konten.
Metode Penelitian
Penelitian ini berjenis kualitatif yang diharapkan bisa
mendeskripsikan sebuah gejala secara mendalam. Sebuah penelitian
kualitatif, menurut Denzin dan Lincoln (1994: 4), menekankan pada
proses dan makna. Penelitian semacam itu tidak bertujuan untuk
mengukur kuantitas, jumlah, intensitas, dan frekuensi dari sesuatu.
Melalui elaborasi yang akan dilakukan, peneliti berusaha
mendeskripsikan sebuah gejala atau kasus secara komprehensif. Oleh
karena itu, studi kasus menjadi pilihan metode yang paling relevan.
Robert E Stake menjelaskan, studi kasus haruslah meletakkan perhatian
utama pada proses mempelajari sebuah kasus. Oleh karena itu, dalam
sebuah studi kasus, peneliti bisa menggunakan berbagai macam cara
untuk dapat memahami sebuah kasus secara komprehensif (Denzin
dan Lincoln, 1994: 236).
Dalam penelitian ini, peneliti mempelajari dan mendeskripsikan
kasus penutupan harian sore Sinar Harapan. Untuk bisa mencapai
tingkat kedalaman, peneliti melakukan observasi sehingga bisa
mendapatkan gambaran umum terhadaap kasus tersebut. Kemudian,
127
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
peneliti juga memanfaatkan beberapa pustaka yang relevan untuk
digunakan sebagai basis konseptual bagi penelitian ini.
Hal krusial lain yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan
serangkaian wawancara dengan beberapa informan. Wawancara
dilakukan secara terpisah pada 16 Desember 2015 dan 19 Januari 2016.
Beberapa informan yang memberikan gambaran komprehensif tentang
penutupan Sinar Harapan adalah:
1. Mantan Komisaris Utama Sinar Harapan, Aristides Katoppo
2. Pemimpin Redaksi Sinar Harapan, Rikardo Somba
3. Redaktur Pelaksana Sinar Harapan, Ray
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada sub bab ini, peneliti akan menguraikan sejumlah fakta
yang peneliti dapatkan selama melakukan observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan langsung di ruang redaksi Sinar Harapan. Data
observasi itu dilebur bersama temuan-temuan selama melakukan
proses wawancara.
Berhenti terbit
Informasi mengenai penghentian operasional Sinar Harapan mulai
terdengar oleh sejumlah karyawan harian sore itu pada pertengahan
2015. Kabar ini semakin berhembus lebih kencang menjelang akhir tahun
itu. Setiap karyawan, memiliki versi masing-masing mengenai rencana
penutupan tersebut. Ray Soemantoro yang saat itu menjabat sebagai
redaktur pelaksana menggambarkan situasi tersebut sebagai situasi
yang penuh dengan rumor. Sekelompok karyawan merasa mengaku
mendapatkan informasi dan memberi tahu karyawan lainnya mengenai
rencana penutupan tersebut. Sementara itu, sekelompok karyawan lainnya
bertanya-tanya mengenai kebenaran kabar penutupan tersebut. Melihat
kabar yang semakin simpang siur, akhirnya jajaran petinggi di redaksi Sinar
Harapan berusaha mendapat kepastian dari Board of Directors (BOD).
“Pimpinan, dari Pemred sampai Redpel, berusaha untuk mencari
informasi itu ke BOD. Kami kasih tahu dan ternyata BOD ngomong
langsung ke kita, mengatakan bahwa kita karena sesuatu dan lain
hal akhirnya diputuskan bahwa tanggal 31 Desember ini adalah
terbitan kita terakhir, dan tanggal 1 Januari itu kita sudah berhenti
beroperasi”. (Ray, wawancara 16 Desember 2015).
128
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Ray dan jajaran pengelola redaksi belum mendapatkan alasan yang
pasti mengapa direksi memutuskan untuk menghentikan penerbitan
surat kabar. Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian kepada
karyawan, jajaran petinggi redaksi meminta BOD untuk membuat
pengumuman resmi kepada semua karyawan.
Menjelang akhir November 2015, BOD membuat keputusan
untuk menyatakan secara resmi di hadapan seluruh karyawan. Saat itu,
menurut Ray, karyawan diundang untuk hadir di auditorium. Sebagian
besar awak redaksi hadir. Sebagian yang lain berasal dari divisi nonredaksi. Di auditorium, mereka menanti pernyataan dari direksi.
Seperti halnya ketika berbicara kepada jajaran pimpinan redaksi, saat
itu BOD juga menyatakan hal yang sama kepada karyawan. Pernyataan
untuk menutup Sinar Harapan itu disertai harapan kepada seluruh
karyawan untuk tetap bekerja sampai dengan akhir Desember 2015. BOD
juga menyatakan komitmen perusahaan untuk memenuhi semua hak
karyawan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan BOD itu ditanggapi secara beragam oleh para karyawan.
Beberapa dari mereka berusaha memahami, sementara yang lain menyimpan
sejumlah pertanyaan. Harapan BOD agar karyawan tetap bekerja seperti
biasa juga mendapatkan respon yang beragam. Ray menjelaskan, beberapa
karyawan memang bekerja seperti biasa. Tapi, tidak sedikit karyawan dan
wartawan yang seperti patah arang dan tidak memiliki semangat bekerja.
“Tapi kan mereka kerjanya ada yang setengah hati. Ada yang
berpkir untuk mencari pekerjaan di tempat lain, terus berupaya
apply di sana sini atau wawancara. Dan ada sebagian teman-teman
yang tidak semangat lagi”. (Ray, wawancara 16 Desember 2015).
Untuk menyiasati hal itu, Ray dan jajaran pimpinan di redaksi
berusaha untuk tetap menumbuhkan semangat kerja dan optimisme awak
redaksi. Hal itu antara lain diwujudkan dengan mendatangkan sejumlah
tokoh nasional untuk berbicang di ruang redaksi. Mereka membicarakan
banyak hal, mulai dari isu yang sedang hangat dan ramai diberitakan,
hingga hal-hal lain yang berkaitan dengan Sinar Harapan.
Ray mengakui suasana ruang redaksi menjadi tidak semarak
setelah BOD mengumumkan rencana penutupan Sinar Harapan.
Selain tidak lagi memiliki semangat ketika bekerja, beberapa karyawan
bahkan sudah tidak masuk kerja lagi. Akibatnya, ruang redaksi Sinar
129
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Harapan menjadi sepi, bahkan pada saat tenggat pengumpulan berita.
Biasanya, masa tenggat pengumpulan berita adalah momen ketika
ruang redaksi mencapai puncak keramaian.
Kesenyapan ruang redaksi itu terlihat menjelang akhir Desember
2015. Berdasarkan pengamatan peneliti, sebagian besar meja kerja
wartawan kosong. Hanya tidak lebih dari 5 wartawan uang berada di
ruang redaksi saat itu. Mereka yang berada di ruang redaksi melakukan
berbagai hal. Ada yang sekedar duduk-duduk. Ada juga yang memantau
pemberitaan melalui internet.
Gambar 4.1 Suasana redaksi Sinar Harapan pada Desember 2015
Sumber: dokumentasi peneliti
Gambar 4.2 Suasana redaksi Sinar Harapan pada Desember 2015
Sumber: dokumentasi peneliti
130
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Perombakan
Keputusan dewan direksi untuk menutup kegiatan Sinar Harapan
adalah puncak dari rangkaian gangguan yang sebenarnya sudah
dirasakan oleh awak surat kabar sore itu. Salah satu krisis yang disadari
oleh awak Sinar Harapan adalah penurunan penjualan dan penurunan
jumlah iklan. Hal itu diperparah dengan terpaan media daring yang
semakin ketat.
Jajaran direksi PT Sinar Harapan Persada, perusahaan yang
menaungi surat kabar Sinar Harapan, sebenarnya telah mengeluarkan
ketentuan yang cukup progresif untuk menyikapi hal itu. Di bawah
koordinasi Duad Sinjal selaku pemimpin umum, Dewan Direksi
Sinar Harapan telah mengeluarkan SK Pemimpin UMUM Nomor
001/SK/PU/III/2015 tentang Transformasi Cara Kerja Redaksi untuk
Keterpaduan Sinar Harapan Online dan Cetak. Selain itu, Pemimpin
Umum juga mengeluarkan SK nomor 003/SK/PU/IV/2015 tentang
Penggunaan CMS sepenuhnya. Kedua surat keputusan itu menjadi
dasar bagi Pemimpin Redaksi Sinar Harapan, Rikando Somba untuk
mengeluarkan ketentuan tentang Sistem Prosedur Operasional
Redaksi. Dalam pengantar untuk ketentuan itu, Rikando menuliskan
bahwa Sistem Prosedur Operasional Redaksi diperlukan untuk
mengubah pola kerja dan kualitas Sinar Harapan secara komprehensif
untuk menghadapi persaingan media dan ancaman keberlangsungan
hidup Sinar Harapan.
Sebelum akhirnya ditutup, Sinar Harapan memang mengalami
masalah. Menurut Rikando, salah satu penyebab keterpurukan Sinar
Harapan adalah kondisi keuangan yang buruk. Selama sekitar 15
tahun sejak lahir kembali, menurut dia, koran sore itu tidak pernah
membukukan keuntungan yang signiikan, bahkan cenderung terus
merugi. Semua operasional perusahaan ditanggung oleh investor.
“Sinar Harapan dari awal terbit sampai sekarang gak pernah
untung, disubsidi terus. Bahkan hanya beberapa kali lah di bulanbulan tertentu kita pernah meringankan beban investor, dengan
lebih dari setengah operasional cost kita yang mikir”. (Rikando
Somba, Wawancara 16 Desember 2015).
Dia menghitung, rata-rata biaya operasional Sinar Harapan adalah
Rp1,8 miliar hingga Rp2,2 miliar per bulan untuk berbagai biaya rutin.
131
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Itu berarti investor menanggung sekitar Rp210 miliar selama Sinar
Harapan terbit dalam kurun waktu 15 tahun.
Berdasarkan dokumen yang didapatkan oleh peneliti, Sistem Prosedur
Operasional Redaksi yang tertuang di dalam surat keputusan bernomor
009/SK/Pemred/IX/2015 itu mengatur tiga hal utama untuk memperbaiki
kondisi Sinar Harapan. Berikut adalah ketiga hal tersebut yang dituliskan
sama persis dengan narasi yang terdapat di dalam dokumen:
1. Rapat redaksi
Selama ini, rapat redaksi kerap tidak diikuti oleh semua desk.
Bahkan, ada redaktur yang tidak pernah ikut rapat. Perencanaan
berita menjadi tidak maksimal, khususnya untuk halaman utama
atau 1 serta rubrik-rubrik khusus.
2. Penampilan Dinamis dan Estetis
Perlunya penampilan desain yang dimanis sekaligus menarik
bagi pembaca. Mewajibkan redaktur dan asisten redaktur untuk
memperhatikan estetika halaman koran yang lebih baik.
3. Disiplin, Kualitas, dan Produktivitas Kerja
Selama ini, disiplin tak menjadi fokus dalam upaya menghasilkan
etos kerja yang baik. Dengan SOP, diharap terbentuk etos kerja
yang kompetitif dengan media lain.
Tiga hal utama di dalam Sistem Prosedur Operasional Redaksi
tersebut kemudian diuraikan menjadi 27 butir. Sebagian dari butirbutir itu mengatur tentang rapat redaksi dan kehadiran awak redaksi.
Namun, beberapa butir yang lain mengatur hal lain yang relatif lebih
progresif, yaitu diversiikasi konten, integrasi dengan platform daring
(sinarharapan.co), dan pemanfaatan berbagai platform media sosial.
Berikut adalah butir-butir progresif tersebut:
• Penetapan kuota minimum 3 berita per hari, termasuk untuk pemuatan
di sinarharapan.co. Selain itu, semua redaktur sinarharapan.co wajib
menyunting semua berita yang dikirimkan oleh reporter (Butir 9)
• Redaktur pelaksana wajib menyunting 10 berita dari media
penyedia konten dan ditayangkan di sinarharapan.co (butir 10)
• Semua penyunting tidak hanya wajib menyunting untuk surat
kabar, tapi juga wajib menyunting dan menulis di kanal tertentu
untuk sinarharapan.co (butir 19)
132
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
• Setiap awak redaksi diwajibkan mempunyai akun media sosial, bisa
Facebook atau Twitter, dan sebaiknya membagikan berita Sinar
Harapan melalui media sosial tersebut (butir 24)
• Pemimpin Redaksi, Redaktur Pelaksana, dan Staf Desk DataKonten mengelola akun twitter @sinar_harapan dan membagikan
berita-berita dari sinarharapan.co (butir 26)
• Staf Desk Data dan Konten menyiapkan e-mail berisi teaser berita
koran dan sinarharapan.co serta membagikannya ke publik setiap
hari (butir 27)
Keberadaan sinarharapan.co mendapat perhatian khusus dari
jajaran petinggi redaksi Sinar Harapan. Menurut Rikando, perhatian
itu mulai muncul pada 2010 ketika manajemen redaksi menempatkan
beberapa orang khusus di divisi daring tersebut. Sebelumnya,
sinarharapan.co yang muncul sejak 2005 itu hanya merupakan versi
daring dari surat kabar Sinar Harapan. Segala konten surat kabar akan
muncul persis sama di sinarharapan.co.
Setelah resmi menjadi Pemimpin Redaksi, Rikando mulai menerapkan
kebijakan itu lebih ketat. Dia menggagas perubahan wajah di sinarharapan.
co. Bahkan, ia juga mengubah tampilan surat kabar Sinar Harapan.
Dari sisi penghargaan dan hukuman bagi wartawan, dia menerapkan
mekanisme pengukuran yang cukup ketat. Sistem Prosedur Operasional
Redaksi menjadi panduan untuk menentukan apakah seorang wartawan
atau redaktur masuk kategori berprestasi atau buruk. Untuk mereka
yang berprestasi, perusahaan akan memberikan bonus. Sedangkan yang
memiliki kinerja buruk akan mendapatkan hukuman.
Kebijakan manajemen redaksi itu ternyata tidak mendapatkan
respon yang bulat. Sebagian menganggapnya sebagai hal yang positif.
Namun, beberapa awak redaksi yang lain menganggapnya sebagai
sebuah kebijakan yang tidak baik. “Persoalannya kemudian adalah,
internal politics di sini yang heavy. Jadi ada beberapa pihak yang gak
suka sama saya dan gak suka gaya kepemimpinan saya,” kata Rikando
dalam wawancara dengan peneliti (16 Desember 2015). Rikando
bahkan mengaku pernah mendapatkan kritik dari para redaktur yang
mendapat nilai buruk dalam hal kinerja.
Kebijakan pimpinan redaksi lain yang ditolak adalah tentang
perubahan tampikan Sinar Harapan. Kali ini, penolakan berasal dari
133
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
sesepuh sekaligus pendiri Sinar Harapan, Aristides Katoppo. Rikando
bahkan mengaku pernah berdebat dengan Aristides mengenai hal itu.
“Dia sampai gebrak meja marah karena wajah Sinar Harapan
diubah sama saya. Memang mungkin ada orang yang suka dengan
nostalgic ideas. Dan memang saya kurang ajar karena saya bilang
ke dia bahwa orang kaya dahulu yang sekarang jadi gembel itu gak
bisa mengklaim dirinya sebagai orang kaya. Saya menganalogikan
Sinar Harapan itu kayak gitu. Jadi saya bilang manajemen konlik
yang you kelola zaman dulu Pak, sama teori-teori jurnalistik
zaman dulu udah gak practicable buat saya dan teman-teman saya”.
(Rikando Somba, Wawancara 16 Desember 2015).
Meski demikian, Rikando menegaskan bahwa perubahan wajah
Sinar Harapan adalah karena kecintaannya kepada koran tersebut.
Dia menegaskan, usahanya itu adalah untuk membuat Sinar Harapan
menjadi lebih baik dan dapat bersaing. Dia juga menyatakan bahwa
semangat yang ditanamkan oleh para pendiri Sinar Harapan, termasuk
Aristides, sangat baik dan tidak akan pernah hilang.
“Saya warisi spirit anda, saya warisi kehebatan anda, tapi benchmark
kita sudah berbeda. Dan yang kedua, niatan saya mengubah wajah
(Sinar Harapan) dan sebagainya tidak untuk menghilangkan
idealismenya”. (Rikando Somba, Wawancara 16 Desember 2015).
Dalam diskusi terpisah, Aristides Katoppo menjawab pertanyaan
peneliti tentang polemik di dalam Sinar Harapan. Pada prinsipnya,
Aristides tidak menyangkal bahwa yang akan meneruskan langkah Sinar
Harapan adalah generasi muda. Dia juga menyadari bahwa bentuk dan
tampilan media juga berubah. Namun, pada saat yang sama, dia juga
tidak membantah bahwa dirinya tidak sependapat dengan perubahan
yang terjadi di Sinar Harapan. Salah satu hal yang dia sayangkan adalah
lenyapnya motto koran sore itu, yaitu “Memperjuangkan Kebenaran,
Keadilan, Kebebasan, dan Perdamaian Berdasarkan Kasih”.
“Cuma satu hal, kalau anda mau pakai nama Sinar Harapan, saya
harapkan anda coba menjunjung tinggi semboyan atau vision dari
para pendirinya. Banyak yang mengatakan itu sudah kolot, sudah
kuno. Memperjuangkan Kebenaran, Keadilan, Kebebasan, dan
Perdamaian Berdasarkan Kasih”. (Aristides Katoppo. Diskusi 19
Januari 2016).
134
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Aristides sebenarnya sudah memutuskan untuk tidak campur
tangan lagi dengan apa yang terjadi di Sinar Harapan. Namun, dia
merasa terpanggil untuk melibatkan diri jika ada sesuatu yang dia
anggap tidak benar.
“Bahkan, suatu ketika, saya mungkin, bukan intervensi, saya
bilang saya tidak mau campur tangan, tidak mau turun tangan.
Tapi di lain pihak tidak boleh pangku tangan, tidak boleh lepas
tangan, angkat tangan, apalagi cuci tangan. Jadi bisa apa saya?
Saya bisa mengulurkan tangan kalau ada yang minta. Tapi suatu
ketika saya langgar sendiri karena saya lihat motto Sinar Harapan
tiba-tiba sudah hilang. Jadi saya datang. Ya kasarnya itu sudah
kuno lah, sudah tidak relevan lagi untuk zaman sekarang. Saya
mengatakan saya hormati pendapat anda, namun jangan kaitkan
ini dengan nama Sinar Harapan”. (Aristides Katoppo. Diskusi 19
Januari 2016).
Mosi Tidak Percaya
Konlik internal di Sinar Harapan semakin meruncing setelah
sekitar 30 karyawan Sinar Harapan melayangkan mosi tidak percaya
kepada Pemimpin Umum Sinar Harapan, Daud Sinjal. Meskipun
ditujukan kepada Daud, namun mosi tersebut juga menyeret nama
Rikando Somba sebagai Pemimpin Redaksi.
Salah satu latar belakang munculnya mosi tersebut adalah kondisi
inansial Sinar Harapan yang semakin memburuk. Menurut catatan
para pembuat mosi, pendapatan iklan Sinar Harapan cenderung turun.
Penurunan paling tajam terjadi pada September 2015. Pada bulan itu,
pendapatan iklan sebesar Rp 510.594.589. Jumlah ini jauh lebih rendah
bila dibandingkan dengan jumlah sebulan sebelumnya (Agustus 2015)
yaitu sebanyak Rp 1.190.974.459.
Hal-hal lain yang menjadi perhatian para pembuat mosi tercatat di
halaman awal dokumen mosi. Beberapa hal itu antara lain:
• Penyamarataan aturan, terutama jam kerja, bagi awak redaksi dan
non redaksi
• Keputusan yang diambil selalu bersifat top-down, tanpa evaluasi,
sehingga tidak mendapatkan hasil perubahan yang signiikan
• Pimpinan Sinar Harapan dianggap tidak memiliki visi jangka
panjang
135
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
• Mekanisme penghargaan dan hukuman di Sinar Harapan dianggap
hanya berdasarkan prinsip suka dan tidak suka terhadap seseorang
• Pimpinan perusahaan dianggap gagal dalam mempersatukan
semua unsur di dalam perusahaan tersebut
• Pimpinan perusahaan dianggap melakukan pembiaran ketika
Pemimpin Redaksi memiliki perusahaan yang bergerak di bidang
advokasi media. Para pembuat mosi menganggap hal itu berpotensi
menimbulkan konlik kepentingan.
Mosi tidak percaya itu dilayangkan oleh 30 orang karyawan Sinar
Harapan, 16 orang diantaranya adalah awak redaksi. Sementara itu,
sisanya berasal dari divisi lain, yaitu marketing, sirkulasi, kontributor,
IT, Umum, dan Keuangan. Mosi tersebut dikirimkan langsung kepada
jajaran komisaris Sinar Harapan dan ditembuskan kepada beberapa
pihak, yaitu pemegang saham, direksi, dan pemimpin redaksi.
Penghentian penerbitan Sinar Harapan adalah ujung dari krisis
jangka panjang yang dihadapi oleh surat kabar tersebut. Selama kurun
waktu yang cukup lama, koran sore tersebut telah berada dalam
masa krisis. Berdasarkan kajian dimensi krisis seperti yang dikaji
oleh Siles dan Boczkowski, krisis yang dialami oleh Sinar Harapan
relatif tidak memiliki arti penting bagi konteks politik nasional. Siles
dan Boczkowski menyebutkan, penutupan sebuah surat kabar bisa
memberikan kontribusi bagi dunia politik. Dalam beberapa kasus,
kondisi politik bisa dinamis karena publik kehilangan surat kabar yang
sering mereka gunakan sebagai referensi politik. Kasus Sinar Harapan
ini agak berbeda karena koran ini tidak memiliki kontribusi yang cukup
signiikan bagi kondisi politik nasional. Masa keemasan Sinar Harapan
terjadi sekitar tiga dekade yang lalu. Oleh karena itu, Sinar Harapan
memang sudah relatif “tenggelam” dan tertinggal oleh media lain yang
lebih memiliki dampak. Singkatnya, dari sisi arti penting, penutupan
Sinar Harapan tidak mempengaruhi dinamika politik nasional.
Namun demikian, penutupan Sinar Harapan mereleksikan kembali
dimensi “penyebab krisis” yang diuraikan oleh Siles dan Boczkowski.
Kondisi inansial adalah salah satu penyebab utama kehancuran
Sinar Harapan. Hal itu ditunjukkan dengan penurunan produksi dan
sirkulasi. Aspek inansial lain yang juga terlihat memburuk adalah
pendapatan iklan. Level pendapatan iklan Sinar Harapan beberapa
136
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
bulan terakhir menjelang penutupan telah mencapai kondisi terburuk.
Dalam hal ini, analisis Siles dan Boczkowski tentang aspek inansial
sebagai salah satu penyebab utama krisis juga terjadi di Sinar Harapan.
Berikutnya adalah aspek teknologi sebagai penyebab krisis. Dalam
hal ini, Sinar Harapan adalah sebuah anomali. Artinya, perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi bukanlah penyebab krisis.
Bahkan, Sinar Harapan sempat mencoba untuk menyelaraskan diri
dengan perkembangan teknologi supaya bisa tetap bersaing dengan
media lain. Berbagai upaya untuk memperkuat sinarharapan.co adalah
upaya nyata jajaran pimpinan redaksi dalam mempertahankan Sinar
Harapan.
Anomali penyebab krisis yang terjadi di koran sore ini semakin
terlihat nyata ketika membahas konlik internal. Konlik di dalam tubuh
perusahaan justru menjadi pemantik krisis yang lebih parah, sehingga
akhirnya berujung pada penutupan perusahaan. Konlik internal
ini juga menjadi salah satu “penghalang” kemajuan, sehingga upaya
pembenahan diri yang terwujud dalam penerapan Sistem Prosedur
Operasional Redaksi tidak bisa berjalan dengan baik. Hal tersebut
diperparah dengan politik internal yang cenderung menyerang pribadi
beberapa orang. Konlik internal di Sinar Harapan ini sangat berlapis.
Konlik operasional terjadi antara awak redaksi dengan pimpinan
perusahaan dan pimpinan redaksi. Sedangkan konlik idealisme
terjadi antara jajaran pimpinan redaksi dan pendiri atau sesepuh Sinar
Harapan.
Penutup
Simpulan
Di penghujung 2015, Sinar Harapan berhenti beroperasi. Surat kabar
sore ini mengalami krisis multidimensi. Finansial dan hambatan teknologi
adalah dua dimensi yang cukup berpengaruh. Secara inansial, koran ini
tidak meraup untung selama 15 tahun dan hanya mengandalkan suntikan
dana dari investor. Sementara dari aspek tekonologi, Sinar Harapan relatif
lambat dalam memanfaatkan teknologi dan internet untuk bertahan di
tengah gempuran digitalisasi konten.
Kemudian, studi ini menemukan aspek lain yang tidak terdapat
di dalam konsep dimensi krisis surat kabar, yaitu konlik internal.
137
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Lapisan konlik inansial ini cukup kompleks. Di satu sisi, pemimpin
redaksi yang sedang mencoba melakukan digitalisasi berhadapan
dengan generasi senior yang khawatir bahwa perubahan yang
terjadi akan menghilangkan semangat serta nilai luhur surat kabar
tersebut. Sementara itu, karyawan di level bawah juga terlibat dalam
perselisihan. Mereka merasa pemred dan jajaran manajemen tidak
mampu menjalankan amanah sehingga perusahaan mengalami krisis.
Saran
Penelitian mengenai Sinar Harapan bisa dipertajam justru dengan
mengungkap berbagai hal yang lebih mikro. Misalnya, mengungkap
pengalaman personal Pemimpin Redaksi Sinar Harapan yang- dari
segi usia- masuk kategori generasi muda berusaha mempertahankan
konsep modern di bawah baying-bayang romantisme jurnalistik masa
lalu. Untuk itu, studi fenomenologi bisa menjadi alternatf metodologi
yang mungkin dijalankan.
Sementara itu, secara praktis, krisis yang dihadapi oleh Sinar
Harapan bisa menjadi pelajaran bagi industri media cetak pada
umumnya. Penulis menyarankan media cetak yang mengalami sedang
krisis untuk mempertahankan dan menumbuhkan soliditas internal.
Keseragaman visi untuk mempertahankan perusahaan perlu terus
dijaga, sehingga semua energi bisa dipusatkan pada upaya perbaikan
dan mempertahankan perusahaan di tengah persaingan media.
138
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Datar Pustaka
Denzin, N. K., & S, L. Y. Handbook of Qualitative Research. London:
Sage Publications.
Globe, T. J. (2015). he Jakarta Globe. Retrieved February 2015, from
http://jakartaglobe.beritasatu.com/news/jakarta-globes-journeynewspaper-digital-format/
Kandi, R. D. (2015, December 31). Retrieved January 25, 2017,
from
CNN
Indonesia:
http://www.cnnindonesia.com/
nasional/20151231171551-20-101488/terang-redup-jalan-aristideskatoppo-di-sinar-harapan/2
Newman, N. (2017). Digital News Project 2017: Journalism, Media, and
Technology Trends and Predictions 2017. Oxford: Reuters Institute
for the Study of Journalism.
Siles, I., & Boczkowski, P. J. (2012). Making sense of the newspaper crisis:
A critical assessment of existing research and an agenda for future
work. New Media & Society , 1375-1394.
Soloski, J. (2013). Collapse of the US newspaper industry:Goodwill,
leverage and bankruptcy. Journalism , 309-329.
WAN-IFRA. (2015). World Press Tren: Newspaper Revenues Shit To
New Sources. Retrieved February 2015, from WAN-IFRA: http://
www.wan-ifra.org/press-releases/2015/06/01/world-presstrends-newspaper-revenues-shit-to-new-sources
139
Studi Kasus Penutupan Harian Sore Sinar Harapan
F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Universitas Multimedia Nusantara
� [email protected]
Pendahuluan
Teknologi digital berkembang sangat pesat dalam beberapa
tahun terakhir. Hal itu antara lain terlihat dari munculnya sejumlah
sarana alternatif—selain surat kabar-- yang bisa digunakan untuk
mendapatkan informasi oleh masyarakat. Sarana alternatif itu adalah
gawai, lengkap dengan segala perangkat lunak di dalamnya. Di dalam
sebuah gawai yang terkoneksi dengan internet, setiap orang akan sangat
dengan mudah terhubung dengan sumber-sumber informasi melalui
portal berita dan platform jejaring sosial.
Keberadaan internet telah menginterupsi strategi distribusi
konten dan strategi investasi media massa. Nic Newman dalam Digital
News Project 2017 memaparkan hal itu. Dia mejaring pendapat dari
143 pimpinan media digital dari 24 negara. Salah satu temuan menarik
dari penelitian itu adalah bahwa sebagian besar responden (78 persen)
memilih untuk mengembangkan investasi distribusi informasi melalui
Facebook. Semetara itu, responden yang yang lain menyebutkan
berbagai aplikasi alternatif untuk mendistribusikan berita, antara lain
Youtube, Facebook Messenger, Whatsapp, Twitter, dan Snapchat.
Situasi itu menunjukkan bahwa sebagian besar pimpinan
media digital mulai meninggalkan atau--paling tidak—bukan hanya
memikirkan distribusi konten melalui cara tradisional, yaitu melalui
portal berita mereka, apalagi sirkulasi surat kabar. Kondisi ini sangat
masuk akal bila disandingkan dengan kenyataan yang dilaporkan
Reuters Institute Digital News Report, sebagaimana dikutip oleh World
Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA). Laporan
123
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
itu menunjukkan tren peningkatan penggunaan gawai sebagai sarana
mendapatkan informasi di berbagai belahan dunia.
Perubahan pola konsumsi berita diikuti oleh penurunan
pendapatan surat kabar. Secara global, menurut data World Press Tren,
pendapatan iklan surat kabar berkurang di beberapa negara. Banyak
pihak memprediksi bahwa hal itu disebabkan oleh peningkatan
penggunaan sebagai etalase utama untuk memajang produk-produk
jurnalistik. Dengan kata lain, media cetak tidak lagi akan menjadi
pilihan pertama, baik oleh pembaca maupun oleh pemasang iklan.
Nic Newman dalam laporannya memaparkan bahwa Google dan
Facebook adalah dua platform yang menyerap iklan digital terbanyak.
Mengutip data publik dari kedua perusahaan tersebut, Newman
mamaparkan bahwa Google telah meraup pendapatan iklan sebesar 9,5
miliar dolar pada kuartal ketiga 2016. Facebook berada di bawahnya
dengan pendapatan sebesar 3,4 miliar dolar. Kondisi ini, menurut
Newman, menunjukkan Google dan Facebook telah menguasai 99
persen pasar iklan secara global, sementara media lain hanya mendapat
bagian 1 persen.
Kondisi tersebut menjadi alasan yang cukup kuat bagi fenomena
penurunan sirkulasi dan iklan media cetak, terutama di Eropa dan
Amerika. Data World Press Tren menunjukkan rata-rata penurunan
sirkulasi surat kabar dalam kurun waktu lima tahun terakhir di
beberapa negara di Benua Amerika bagian utara mencapai 8,8 persen.
Sementara itu, penurunan sirkulasi di Eropa mencapai 21,3 persen
(WAN-IFRA, 2015).
Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Salah satu surat kabar di
Indonesia yang mengalami penurunan sirkulasi dan akhirnya berhenti
terbit adalah Sinar Harapan. Penutupan surat kabar sore itu menarik
perhatian berbagai pihak. Bahkan, penutupan tersebut menjadi bahan
pemberitaan di berbagai media massa. Perhatian itu tidak lepas dari
perjuangan panjang Sinar Harapan dalam merekam berbagai peristiwa
penting di Indonesia. Bahkan, dalam satu artikel, CNN Indonesia
menyayangkan penutupan surat kabar yang berdiri dan menjadi
saksi perubahan rezim, dari Demokrasi Terpimpin menjadi Orde
Baru tersebut (Kandi, 2015). Bagi penliti, penutupan Sinar Harapan
menyisakan pertanyaan yang perlu dijawab secara sistematis.
124
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Penelitian ini mencoba menggali berbagai dimensi krisis yang
dialami oleh Sinar Harapan. Kemudian, penelitian ini juga menguraikan
bagaimana berbagai dimensi krisis itu berkontribusi terhadap
keputusan manajemen untuk menutup surat kabar sore tersebut.
Kajian Teori
Dimensi Krisis Surat Kabar
Media cetak, khususnya surat kabar, masih menikmati masa jaya
sampai dengan awal tahun 2000-an. Namun, memasuki dekade ke-2 di
era yang sama, surat kabar di Amerika Serikat mulai terpuruk. Siles dan
Boczkowski menyatakan, gejala tersebut ternyata tidak hanya terjadi
di Amerika Serikat, namun juga melanda surat kabar di beberapa
negara lain (2012: 376). Sejumlah surat kabar mulai ditinggalkan oleh
pemasang iklan. Kondisi itu diperburuk dengan menurunnya jumlah
sirkulasi.
Melalui sebuah tulisan yang terbit di jurnal New Media and Society,
Siles dan Boczkowski menawarkan beberapa dimensi tentang krisis
yang dialami oleh surat kabar. Intisari konsep itu mereka rumuskan
berdasarkan pendalaman terhadap sejumlah penelitian tentang krisis
surat kabar di Amerika Serikat. Menurut mereka, krisis surat kabar
bisa dilihat dari beberapa dimensi. Dua dimensi yang relevan bagi
penelitian ini adalah dimensi penyebab dan dimensi manifestasi.
1. Dimensi Penyebab
Siles dan Boczkowski menyatakan, sejumlah riset tentang krisis
surat kabar di Amerika Serikat menunjukkan keseragaman pola
penyebab. Secara umum, krisis surat kabar disebabkan oleh tiga faktor,
yaitu ekonomi, teknologi, dan sosial.
Sejumlah peneliti, menurut Siles dan Boczkowski, menemukan
bahwa faktor ekonomi yang menyebabkan krisis di sejumlah surat
kabar selalu berkaitan dengan ketidaksesuaian model bisnis dengan
tuntutan perkembangan zaman. Beberapa surat kabar menerapkan
model bisnis yang tidak sesuai dengan konteks masyarakat saat ini.
Bentuk nyata dari krisis perusahaan akibat faktor ekonomi itu adalah
turunnya iklan surat kabar. Kondisi itu semakin diperburuk oleh krisis
global yang terjadi pada 2008 silam.
125
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Faktor teknologi juga memiliki andil dalam memperparah
krisis surat kabar. Sejumlah peneliti sepakat menunjuk internet
sebagai fenomena utama yang berberan pesar dalam hal ini. Siles
dan Boczkowski menyatakan, kemunculan internet mengakibatkan
surat kabar harus mengubah sistem produksi berita, menyesuaikan
dengan pola konsumsi informasi oleh masyarakat, serta mengurangi
pendapatan iklan dari divisi cetak (2012: 378).
Faktor lain yang menyebabkan krisis surat kabar adalah
transformasi sosial. Siles dan Boczkowski mengasosiasikan faktor ini
dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas berita surat
kabar. Bahkan, menurut keduanya, beberapa penelitian menunjukkan
masyarakat tidak percaya terhadap kualitas para jurnalis surat kabar.
2. Dimensi Manifestasi
Menurut Siles dan Boczkowski, penyebab krisis surat kabar yang
telah diuraikan akan termanifestasi menjadi beberapa bentuk. Tiga
manifestasi krisis surat kabar adalah penurunan jumlah pembaca,
pengurangan jumlah karyawan, serta perubahan kualitas dan kuantitas
konten.
Beberapa riset terhadap koran di Amerika Serikat menunjukkan
manifestasi dalam hal penurunan jumlah pembaca. Hal ini sekaligus
menunjukkan migrasi pembaca yang signiikan ke ruang-ruang digital.
Kemudian, pengurangan jumlah karyawan adalah manifestasi lain
yang mungkin muncul. Keterpurukan ekonomi dan kegagalan untuk
mengimbangi perkembangan teknologi sangat mungkin membuat
manajemen surat kabar tertentu untuk mengurangi jumlah karyawan.
Menurut Siles dan Boczkowski, beberapa riset yang mereka pelajari
menunjukkan penurunan pendapatan perusahaan berbanding lurus
dengan pengurangan karyawan surat kabar, termasuk staf redaksi.
Arti Penting Krisis
Kirchhof (2009), sebagaimana dikutip oleh Siles dan Boczkowski,
menjelaskan bahwa penutupan surat kabar di AS serta transformasi isi
surat kabar membawa implikasi politik yang cukup besar. Menurut Siles
dan Boczkowski, surat kabar pada dasarnya mengemban misi layanan
publik. Sehingga penutupan sebuah surat kabar, betapapun kecilnya
perusahaan surat kabar tersebut, adalah sebuah bentuk hilangnya
126
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
salah satu sumber pengetahuan politik bagi masyarakat. Surat kabar
adalah sumber pengetahuan yang membuat masyarakat bisa membuat
keputusan-keputusan politik yang terukur (2012: 380)
Solusi untuk Krisis
Sejumlah ahli, menurut Siles dan Boczkowski, mengusulkan
penerapan model bisnis yang baru sebagai salah satu solusi untuk
mengantisipasi krisis sebuah surat kabar. Model bisnis yang baru ini
sangat mungkin terlepas dari model bisnis konvensional yang sangat
bergantung kepada pendapatan iklan. Oleh karena itu, sejumlah
model pendanaan alternatif bisa menjadi pilihan, antara lain sponsor
dari individu atau yayasan, crowd-sourcing, kolaborasi antara
jurnalis profesional dan pewarta warga (pro-am project), kerjasama
antarinstitusi, kepemilikan oleh keluarga, dll (2012: 381).
Solusi lainnya adalah penguatan kualitas isi surat kabar. Menurut
Meyer, seperti dikutip oleh Siles dan Boczkowski, kepercayaan publik
dan pengiklan kepada surat kabar akan meningkat seiring dengan
peningkatan kualitas konten.
Metode Penelitian
Penelitian ini berjenis kualitatif yang diharapkan bisa
mendeskripsikan sebuah gejala secara mendalam. Sebuah penelitian
kualitatif, menurut Denzin dan Lincoln (1994: 4), menekankan pada
proses dan makna. Penelitian semacam itu tidak bertujuan untuk
mengukur kuantitas, jumlah, intensitas, dan frekuensi dari sesuatu.
Melalui elaborasi yang akan dilakukan, peneliti berusaha
mendeskripsikan sebuah gejala atau kasus secara komprehensif. Oleh
karena itu, studi kasus menjadi pilihan metode yang paling relevan.
Robert E Stake menjelaskan, studi kasus haruslah meletakkan perhatian
utama pada proses mempelajari sebuah kasus. Oleh karena itu, dalam
sebuah studi kasus, peneliti bisa menggunakan berbagai macam cara
untuk dapat memahami sebuah kasus secara komprehensif (Denzin
dan Lincoln, 1994: 236).
Dalam penelitian ini, peneliti mempelajari dan mendeskripsikan
kasus penutupan harian sore Sinar Harapan. Untuk bisa mencapai
tingkat kedalaman, peneliti melakukan observasi sehingga bisa
mendapatkan gambaran umum terhadaap kasus tersebut. Kemudian,
127
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
peneliti juga memanfaatkan beberapa pustaka yang relevan untuk
digunakan sebagai basis konseptual bagi penelitian ini.
Hal krusial lain yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan
serangkaian wawancara dengan beberapa informan. Wawancara
dilakukan secara terpisah pada 16 Desember 2015 dan 19 Januari 2016.
Beberapa informan yang memberikan gambaran komprehensif tentang
penutupan Sinar Harapan adalah:
1. Mantan Komisaris Utama Sinar Harapan, Aristides Katoppo
2. Pemimpin Redaksi Sinar Harapan, Rikardo Somba
3. Redaktur Pelaksana Sinar Harapan, Ray
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada sub bab ini, peneliti akan menguraikan sejumlah fakta
yang peneliti dapatkan selama melakukan observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan langsung di ruang redaksi Sinar Harapan. Data
observasi itu dilebur bersama temuan-temuan selama melakukan
proses wawancara.
Berhenti terbit
Informasi mengenai penghentian operasional Sinar Harapan mulai
terdengar oleh sejumlah karyawan harian sore itu pada pertengahan
2015. Kabar ini semakin berhembus lebih kencang menjelang akhir tahun
itu. Setiap karyawan, memiliki versi masing-masing mengenai rencana
penutupan tersebut. Ray Soemantoro yang saat itu menjabat sebagai
redaktur pelaksana menggambarkan situasi tersebut sebagai situasi
yang penuh dengan rumor. Sekelompok karyawan merasa mengaku
mendapatkan informasi dan memberi tahu karyawan lainnya mengenai
rencana penutupan tersebut. Sementara itu, sekelompok karyawan lainnya
bertanya-tanya mengenai kebenaran kabar penutupan tersebut. Melihat
kabar yang semakin simpang siur, akhirnya jajaran petinggi di redaksi Sinar
Harapan berusaha mendapat kepastian dari Board of Directors (BOD).
“Pimpinan, dari Pemred sampai Redpel, berusaha untuk mencari
informasi itu ke BOD. Kami kasih tahu dan ternyata BOD ngomong
langsung ke kita, mengatakan bahwa kita karena sesuatu dan lain
hal akhirnya diputuskan bahwa tanggal 31 Desember ini adalah
terbitan kita terakhir, dan tanggal 1 Januari itu kita sudah berhenti
beroperasi”. (Ray, wawancara 16 Desember 2015).
128
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Ray dan jajaran pengelola redaksi belum mendapatkan alasan yang
pasti mengapa direksi memutuskan untuk menghentikan penerbitan
surat kabar. Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian kepada
karyawan, jajaran petinggi redaksi meminta BOD untuk membuat
pengumuman resmi kepada semua karyawan.
Menjelang akhir November 2015, BOD membuat keputusan
untuk menyatakan secara resmi di hadapan seluruh karyawan. Saat itu,
menurut Ray, karyawan diundang untuk hadir di auditorium. Sebagian
besar awak redaksi hadir. Sebagian yang lain berasal dari divisi nonredaksi. Di auditorium, mereka menanti pernyataan dari direksi.
Seperti halnya ketika berbicara kepada jajaran pimpinan redaksi, saat
itu BOD juga menyatakan hal yang sama kepada karyawan. Pernyataan
untuk menutup Sinar Harapan itu disertai harapan kepada seluruh
karyawan untuk tetap bekerja sampai dengan akhir Desember 2015. BOD
juga menyatakan komitmen perusahaan untuk memenuhi semua hak
karyawan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan BOD itu ditanggapi secara beragam oleh para karyawan.
Beberapa dari mereka berusaha memahami, sementara yang lain menyimpan
sejumlah pertanyaan. Harapan BOD agar karyawan tetap bekerja seperti
biasa juga mendapatkan respon yang beragam. Ray menjelaskan, beberapa
karyawan memang bekerja seperti biasa. Tapi, tidak sedikit karyawan dan
wartawan yang seperti patah arang dan tidak memiliki semangat bekerja.
“Tapi kan mereka kerjanya ada yang setengah hati. Ada yang
berpkir untuk mencari pekerjaan di tempat lain, terus berupaya
apply di sana sini atau wawancara. Dan ada sebagian teman-teman
yang tidak semangat lagi”. (Ray, wawancara 16 Desember 2015).
Untuk menyiasati hal itu, Ray dan jajaran pimpinan di redaksi
berusaha untuk tetap menumbuhkan semangat kerja dan optimisme awak
redaksi. Hal itu antara lain diwujudkan dengan mendatangkan sejumlah
tokoh nasional untuk berbicang di ruang redaksi. Mereka membicarakan
banyak hal, mulai dari isu yang sedang hangat dan ramai diberitakan,
hingga hal-hal lain yang berkaitan dengan Sinar Harapan.
Ray mengakui suasana ruang redaksi menjadi tidak semarak
setelah BOD mengumumkan rencana penutupan Sinar Harapan.
Selain tidak lagi memiliki semangat ketika bekerja, beberapa karyawan
bahkan sudah tidak masuk kerja lagi. Akibatnya, ruang redaksi Sinar
129
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Harapan menjadi sepi, bahkan pada saat tenggat pengumpulan berita.
Biasanya, masa tenggat pengumpulan berita adalah momen ketika
ruang redaksi mencapai puncak keramaian.
Kesenyapan ruang redaksi itu terlihat menjelang akhir Desember
2015. Berdasarkan pengamatan peneliti, sebagian besar meja kerja
wartawan kosong. Hanya tidak lebih dari 5 wartawan uang berada di
ruang redaksi saat itu. Mereka yang berada di ruang redaksi melakukan
berbagai hal. Ada yang sekedar duduk-duduk. Ada juga yang memantau
pemberitaan melalui internet.
Gambar 4.1 Suasana redaksi Sinar Harapan pada Desember 2015
Sumber: dokumentasi peneliti
Gambar 4.2 Suasana redaksi Sinar Harapan pada Desember 2015
Sumber: dokumentasi peneliti
130
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Perombakan
Keputusan dewan direksi untuk menutup kegiatan Sinar Harapan
adalah puncak dari rangkaian gangguan yang sebenarnya sudah
dirasakan oleh awak surat kabar sore itu. Salah satu krisis yang disadari
oleh awak Sinar Harapan adalah penurunan penjualan dan penurunan
jumlah iklan. Hal itu diperparah dengan terpaan media daring yang
semakin ketat.
Jajaran direksi PT Sinar Harapan Persada, perusahaan yang
menaungi surat kabar Sinar Harapan, sebenarnya telah mengeluarkan
ketentuan yang cukup progresif untuk menyikapi hal itu. Di bawah
koordinasi Duad Sinjal selaku pemimpin umum, Dewan Direksi
Sinar Harapan telah mengeluarkan SK Pemimpin UMUM Nomor
001/SK/PU/III/2015 tentang Transformasi Cara Kerja Redaksi untuk
Keterpaduan Sinar Harapan Online dan Cetak. Selain itu, Pemimpin
Umum juga mengeluarkan SK nomor 003/SK/PU/IV/2015 tentang
Penggunaan CMS sepenuhnya. Kedua surat keputusan itu menjadi
dasar bagi Pemimpin Redaksi Sinar Harapan, Rikando Somba untuk
mengeluarkan ketentuan tentang Sistem Prosedur Operasional
Redaksi. Dalam pengantar untuk ketentuan itu, Rikando menuliskan
bahwa Sistem Prosedur Operasional Redaksi diperlukan untuk
mengubah pola kerja dan kualitas Sinar Harapan secara komprehensif
untuk menghadapi persaingan media dan ancaman keberlangsungan
hidup Sinar Harapan.
Sebelum akhirnya ditutup, Sinar Harapan memang mengalami
masalah. Menurut Rikando, salah satu penyebab keterpurukan Sinar
Harapan adalah kondisi keuangan yang buruk. Selama sekitar 15
tahun sejak lahir kembali, menurut dia, koran sore itu tidak pernah
membukukan keuntungan yang signiikan, bahkan cenderung terus
merugi. Semua operasional perusahaan ditanggung oleh investor.
“Sinar Harapan dari awal terbit sampai sekarang gak pernah
untung, disubsidi terus. Bahkan hanya beberapa kali lah di bulanbulan tertentu kita pernah meringankan beban investor, dengan
lebih dari setengah operasional cost kita yang mikir”. (Rikando
Somba, Wawancara 16 Desember 2015).
Dia menghitung, rata-rata biaya operasional Sinar Harapan adalah
Rp1,8 miliar hingga Rp2,2 miliar per bulan untuk berbagai biaya rutin.
131
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Itu berarti investor menanggung sekitar Rp210 miliar selama Sinar
Harapan terbit dalam kurun waktu 15 tahun.
Berdasarkan dokumen yang didapatkan oleh peneliti, Sistem Prosedur
Operasional Redaksi yang tertuang di dalam surat keputusan bernomor
009/SK/Pemred/IX/2015 itu mengatur tiga hal utama untuk memperbaiki
kondisi Sinar Harapan. Berikut adalah ketiga hal tersebut yang dituliskan
sama persis dengan narasi yang terdapat di dalam dokumen:
1. Rapat redaksi
Selama ini, rapat redaksi kerap tidak diikuti oleh semua desk.
Bahkan, ada redaktur yang tidak pernah ikut rapat. Perencanaan
berita menjadi tidak maksimal, khususnya untuk halaman utama
atau 1 serta rubrik-rubrik khusus.
2. Penampilan Dinamis dan Estetis
Perlunya penampilan desain yang dimanis sekaligus menarik
bagi pembaca. Mewajibkan redaktur dan asisten redaktur untuk
memperhatikan estetika halaman koran yang lebih baik.
3. Disiplin, Kualitas, dan Produktivitas Kerja
Selama ini, disiplin tak menjadi fokus dalam upaya menghasilkan
etos kerja yang baik. Dengan SOP, diharap terbentuk etos kerja
yang kompetitif dengan media lain.
Tiga hal utama di dalam Sistem Prosedur Operasional Redaksi
tersebut kemudian diuraikan menjadi 27 butir. Sebagian dari butirbutir itu mengatur tentang rapat redaksi dan kehadiran awak redaksi.
Namun, beberapa butir yang lain mengatur hal lain yang relatif lebih
progresif, yaitu diversiikasi konten, integrasi dengan platform daring
(sinarharapan.co), dan pemanfaatan berbagai platform media sosial.
Berikut adalah butir-butir progresif tersebut:
• Penetapan kuota minimum 3 berita per hari, termasuk untuk pemuatan
di sinarharapan.co. Selain itu, semua redaktur sinarharapan.co wajib
menyunting semua berita yang dikirimkan oleh reporter (Butir 9)
• Redaktur pelaksana wajib menyunting 10 berita dari media
penyedia konten dan ditayangkan di sinarharapan.co (butir 10)
• Semua penyunting tidak hanya wajib menyunting untuk surat
kabar, tapi juga wajib menyunting dan menulis di kanal tertentu
untuk sinarharapan.co (butir 19)
132
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
• Setiap awak redaksi diwajibkan mempunyai akun media sosial, bisa
Facebook atau Twitter, dan sebaiknya membagikan berita Sinar
Harapan melalui media sosial tersebut (butir 24)
• Pemimpin Redaksi, Redaktur Pelaksana, dan Staf Desk DataKonten mengelola akun twitter @sinar_harapan dan membagikan
berita-berita dari sinarharapan.co (butir 26)
• Staf Desk Data dan Konten menyiapkan e-mail berisi teaser berita
koran dan sinarharapan.co serta membagikannya ke publik setiap
hari (butir 27)
Keberadaan sinarharapan.co mendapat perhatian khusus dari
jajaran petinggi redaksi Sinar Harapan. Menurut Rikando, perhatian
itu mulai muncul pada 2010 ketika manajemen redaksi menempatkan
beberapa orang khusus di divisi daring tersebut. Sebelumnya,
sinarharapan.co yang muncul sejak 2005 itu hanya merupakan versi
daring dari surat kabar Sinar Harapan. Segala konten surat kabar akan
muncul persis sama di sinarharapan.co.
Setelah resmi menjadi Pemimpin Redaksi, Rikando mulai menerapkan
kebijakan itu lebih ketat. Dia menggagas perubahan wajah di sinarharapan.
co. Bahkan, ia juga mengubah tampilan surat kabar Sinar Harapan.
Dari sisi penghargaan dan hukuman bagi wartawan, dia menerapkan
mekanisme pengukuran yang cukup ketat. Sistem Prosedur Operasional
Redaksi menjadi panduan untuk menentukan apakah seorang wartawan
atau redaktur masuk kategori berprestasi atau buruk. Untuk mereka
yang berprestasi, perusahaan akan memberikan bonus. Sedangkan yang
memiliki kinerja buruk akan mendapatkan hukuman.
Kebijakan manajemen redaksi itu ternyata tidak mendapatkan
respon yang bulat. Sebagian menganggapnya sebagai hal yang positif.
Namun, beberapa awak redaksi yang lain menganggapnya sebagai
sebuah kebijakan yang tidak baik. “Persoalannya kemudian adalah,
internal politics di sini yang heavy. Jadi ada beberapa pihak yang gak
suka sama saya dan gak suka gaya kepemimpinan saya,” kata Rikando
dalam wawancara dengan peneliti (16 Desember 2015). Rikando
bahkan mengaku pernah mendapatkan kritik dari para redaktur yang
mendapat nilai buruk dalam hal kinerja.
Kebijakan pimpinan redaksi lain yang ditolak adalah tentang
perubahan tampikan Sinar Harapan. Kali ini, penolakan berasal dari
133
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
sesepuh sekaligus pendiri Sinar Harapan, Aristides Katoppo. Rikando
bahkan mengaku pernah berdebat dengan Aristides mengenai hal itu.
“Dia sampai gebrak meja marah karena wajah Sinar Harapan
diubah sama saya. Memang mungkin ada orang yang suka dengan
nostalgic ideas. Dan memang saya kurang ajar karena saya bilang
ke dia bahwa orang kaya dahulu yang sekarang jadi gembel itu gak
bisa mengklaim dirinya sebagai orang kaya. Saya menganalogikan
Sinar Harapan itu kayak gitu. Jadi saya bilang manajemen konlik
yang you kelola zaman dulu Pak, sama teori-teori jurnalistik
zaman dulu udah gak practicable buat saya dan teman-teman saya”.
(Rikando Somba, Wawancara 16 Desember 2015).
Meski demikian, Rikando menegaskan bahwa perubahan wajah
Sinar Harapan adalah karena kecintaannya kepada koran tersebut.
Dia menegaskan, usahanya itu adalah untuk membuat Sinar Harapan
menjadi lebih baik dan dapat bersaing. Dia juga menyatakan bahwa
semangat yang ditanamkan oleh para pendiri Sinar Harapan, termasuk
Aristides, sangat baik dan tidak akan pernah hilang.
“Saya warisi spirit anda, saya warisi kehebatan anda, tapi benchmark
kita sudah berbeda. Dan yang kedua, niatan saya mengubah wajah
(Sinar Harapan) dan sebagainya tidak untuk menghilangkan
idealismenya”. (Rikando Somba, Wawancara 16 Desember 2015).
Dalam diskusi terpisah, Aristides Katoppo menjawab pertanyaan
peneliti tentang polemik di dalam Sinar Harapan. Pada prinsipnya,
Aristides tidak menyangkal bahwa yang akan meneruskan langkah Sinar
Harapan adalah generasi muda. Dia juga menyadari bahwa bentuk dan
tampilan media juga berubah. Namun, pada saat yang sama, dia juga
tidak membantah bahwa dirinya tidak sependapat dengan perubahan
yang terjadi di Sinar Harapan. Salah satu hal yang dia sayangkan adalah
lenyapnya motto koran sore itu, yaitu “Memperjuangkan Kebenaran,
Keadilan, Kebebasan, dan Perdamaian Berdasarkan Kasih”.
“Cuma satu hal, kalau anda mau pakai nama Sinar Harapan, saya
harapkan anda coba menjunjung tinggi semboyan atau vision dari
para pendirinya. Banyak yang mengatakan itu sudah kolot, sudah
kuno. Memperjuangkan Kebenaran, Keadilan, Kebebasan, dan
Perdamaian Berdasarkan Kasih”. (Aristides Katoppo. Diskusi 19
Januari 2016).
134
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Aristides sebenarnya sudah memutuskan untuk tidak campur
tangan lagi dengan apa yang terjadi di Sinar Harapan. Namun, dia
merasa terpanggil untuk melibatkan diri jika ada sesuatu yang dia
anggap tidak benar.
“Bahkan, suatu ketika, saya mungkin, bukan intervensi, saya
bilang saya tidak mau campur tangan, tidak mau turun tangan.
Tapi di lain pihak tidak boleh pangku tangan, tidak boleh lepas
tangan, angkat tangan, apalagi cuci tangan. Jadi bisa apa saya?
Saya bisa mengulurkan tangan kalau ada yang minta. Tapi suatu
ketika saya langgar sendiri karena saya lihat motto Sinar Harapan
tiba-tiba sudah hilang. Jadi saya datang. Ya kasarnya itu sudah
kuno lah, sudah tidak relevan lagi untuk zaman sekarang. Saya
mengatakan saya hormati pendapat anda, namun jangan kaitkan
ini dengan nama Sinar Harapan”. (Aristides Katoppo. Diskusi 19
Januari 2016).
Mosi Tidak Percaya
Konlik internal di Sinar Harapan semakin meruncing setelah
sekitar 30 karyawan Sinar Harapan melayangkan mosi tidak percaya
kepada Pemimpin Umum Sinar Harapan, Daud Sinjal. Meskipun
ditujukan kepada Daud, namun mosi tersebut juga menyeret nama
Rikando Somba sebagai Pemimpin Redaksi.
Salah satu latar belakang munculnya mosi tersebut adalah kondisi
inansial Sinar Harapan yang semakin memburuk. Menurut catatan
para pembuat mosi, pendapatan iklan Sinar Harapan cenderung turun.
Penurunan paling tajam terjadi pada September 2015. Pada bulan itu,
pendapatan iklan sebesar Rp 510.594.589. Jumlah ini jauh lebih rendah
bila dibandingkan dengan jumlah sebulan sebelumnya (Agustus 2015)
yaitu sebanyak Rp 1.190.974.459.
Hal-hal lain yang menjadi perhatian para pembuat mosi tercatat di
halaman awal dokumen mosi. Beberapa hal itu antara lain:
• Penyamarataan aturan, terutama jam kerja, bagi awak redaksi dan
non redaksi
• Keputusan yang diambil selalu bersifat top-down, tanpa evaluasi,
sehingga tidak mendapatkan hasil perubahan yang signiikan
• Pimpinan Sinar Harapan dianggap tidak memiliki visi jangka
panjang
135
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
• Mekanisme penghargaan dan hukuman di Sinar Harapan dianggap
hanya berdasarkan prinsip suka dan tidak suka terhadap seseorang
• Pimpinan perusahaan dianggap gagal dalam mempersatukan
semua unsur di dalam perusahaan tersebut
• Pimpinan perusahaan dianggap melakukan pembiaran ketika
Pemimpin Redaksi memiliki perusahaan yang bergerak di bidang
advokasi media. Para pembuat mosi menganggap hal itu berpotensi
menimbulkan konlik kepentingan.
Mosi tidak percaya itu dilayangkan oleh 30 orang karyawan Sinar
Harapan, 16 orang diantaranya adalah awak redaksi. Sementara itu,
sisanya berasal dari divisi lain, yaitu marketing, sirkulasi, kontributor,
IT, Umum, dan Keuangan. Mosi tersebut dikirimkan langsung kepada
jajaran komisaris Sinar Harapan dan ditembuskan kepada beberapa
pihak, yaitu pemegang saham, direksi, dan pemimpin redaksi.
Penghentian penerbitan Sinar Harapan adalah ujung dari krisis
jangka panjang yang dihadapi oleh surat kabar tersebut. Selama kurun
waktu yang cukup lama, koran sore tersebut telah berada dalam
masa krisis. Berdasarkan kajian dimensi krisis seperti yang dikaji
oleh Siles dan Boczkowski, krisis yang dialami oleh Sinar Harapan
relatif tidak memiliki arti penting bagi konteks politik nasional. Siles
dan Boczkowski menyebutkan, penutupan sebuah surat kabar bisa
memberikan kontribusi bagi dunia politik. Dalam beberapa kasus,
kondisi politik bisa dinamis karena publik kehilangan surat kabar yang
sering mereka gunakan sebagai referensi politik. Kasus Sinar Harapan
ini agak berbeda karena koran ini tidak memiliki kontribusi yang cukup
signiikan bagi kondisi politik nasional. Masa keemasan Sinar Harapan
terjadi sekitar tiga dekade yang lalu. Oleh karena itu, Sinar Harapan
memang sudah relatif “tenggelam” dan tertinggal oleh media lain yang
lebih memiliki dampak. Singkatnya, dari sisi arti penting, penutupan
Sinar Harapan tidak mempengaruhi dinamika politik nasional.
Namun demikian, penutupan Sinar Harapan mereleksikan kembali
dimensi “penyebab krisis” yang diuraikan oleh Siles dan Boczkowski.
Kondisi inansial adalah salah satu penyebab utama kehancuran
Sinar Harapan. Hal itu ditunjukkan dengan penurunan produksi dan
sirkulasi. Aspek inansial lain yang juga terlihat memburuk adalah
pendapatan iklan. Level pendapatan iklan Sinar Harapan beberapa
136
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
bulan terakhir menjelang penutupan telah mencapai kondisi terburuk.
Dalam hal ini, analisis Siles dan Boczkowski tentang aspek inansial
sebagai salah satu penyebab utama krisis juga terjadi di Sinar Harapan.
Berikutnya adalah aspek teknologi sebagai penyebab krisis. Dalam
hal ini, Sinar Harapan adalah sebuah anomali. Artinya, perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi bukanlah penyebab krisis.
Bahkan, Sinar Harapan sempat mencoba untuk menyelaraskan diri
dengan perkembangan teknologi supaya bisa tetap bersaing dengan
media lain. Berbagai upaya untuk memperkuat sinarharapan.co adalah
upaya nyata jajaran pimpinan redaksi dalam mempertahankan Sinar
Harapan.
Anomali penyebab krisis yang terjadi di koran sore ini semakin
terlihat nyata ketika membahas konlik internal. Konlik di dalam tubuh
perusahaan justru menjadi pemantik krisis yang lebih parah, sehingga
akhirnya berujung pada penutupan perusahaan. Konlik internal
ini juga menjadi salah satu “penghalang” kemajuan, sehingga upaya
pembenahan diri yang terwujud dalam penerapan Sistem Prosedur
Operasional Redaksi tidak bisa berjalan dengan baik. Hal tersebut
diperparah dengan politik internal yang cenderung menyerang pribadi
beberapa orang. Konlik internal di Sinar Harapan ini sangat berlapis.
Konlik operasional terjadi antara awak redaksi dengan pimpinan
perusahaan dan pimpinan redaksi. Sedangkan konlik idealisme
terjadi antara jajaran pimpinan redaksi dan pendiri atau sesepuh Sinar
Harapan.
Penutup
Simpulan
Di penghujung 2015, Sinar Harapan berhenti beroperasi. Surat kabar
sore ini mengalami krisis multidimensi. Finansial dan hambatan teknologi
adalah dua dimensi yang cukup berpengaruh. Secara inansial, koran ini
tidak meraup untung selama 15 tahun dan hanya mengandalkan suntikan
dana dari investor. Sementara dari aspek tekonologi, Sinar Harapan relatif
lambat dalam memanfaatkan teknologi dan internet untuk bertahan di
tengah gempuran digitalisasi konten.
Kemudian, studi ini menemukan aspek lain yang tidak terdapat
di dalam konsep dimensi krisis surat kabar, yaitu konlik internal.
137
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Lapisan konlik inansial ini cukup kompleks. Di satu sisi, pemimpin
redaksi yang sedang mencoba melakukan digitalisasi berhadapan
dengan generasi senior yang khawatir bahwa perubahan yang
terjadi akan menghilangkan semangat serta nilai luhur surat kabar
tersebut. Sementara itu, karyawan di level bawah juga terlibat dalam
perselisihan. Mereka merasa pemred dan jajaran manajemen tidak
mampu menjalankan amanah sehingga perusahaan mengalami krisis.
Saran
Penelitian mengenai Sinar Harapan bisa dipertajam justru dengan
mengungkap berbagai hal yang lebih mikro. Misalnya, mengungkap
pengalaman personal Pemimpin Redaksi Sinar Harapan yang- dari
segi usia- masuk kategori generasi muda berusaha mempertahankan
konsep modern di bawah baying-bayang romantisme jurnalistik masa
lalu. Untuk itu, studi fenomenologi bisa menjadi alternatf metodologi
yang mungkin dijalankan.
Sementara itu, secara praktis, krisis yang dihadapi oleh Sinar
Harapan bisa menjadi pelajaran bagi industri media cetak pada
umumnya. Penulis menyarankan media cetak yang mengalami sedang
krisis untuk mempertahankan dan menumbuhkan soliditas internal.
Keseragaman visi untuk mempertahankan perusahaan perlu terus
dijaga, sehingga semua energi bisa dipusatkan pada upaya perbaikan
dan mempertahankan perusahaan di tengah persaingan media.
138
F.X. Lilik Dwi Mardjianto, Perselisihan Internal dan...
Datar Pustaka
Denzin, N. K., & S, L. Y. Handbook of Qualitative Research. London:
Sage Publications.
Globe, T. J. (2015). he Jakarta Globe. Retrieved February 2015, from
http://jakartaglobe.beritasatu.com/news/jakarta-globes-journeynewspaper-digital-format/
Kandi, R. D. (2015, December 31). Retrieved January 25, 2017,
from
CNN
Indonesia:
http://www.cnnindonesia.com/
nasional/20151231171551-20-101488/terang-redup-jalan-aristideskatoppo-di-sinar-harapan/2
Newman, N. (2017). Digital News Project 2017: Journalism, Media, and
Technology Trends and Predictions 2017. Oxford: Reuters Institute
for the Study of Journalism.
Siles, I., & Boczkowski, P. J. (2012). Making sense of the newspaper crisis:
A critical assessment of existing research and an agenda for future
work. New Media & Society , 1375-1394.
Soloski, J. (2013). Collapse of the US newspaper industry:Goodwill,
leverage and bankruptcy. Journalism , 309-329.
WAN-IFRA. (2015). World Press Tren: Newspaper Revenues Shit To
New Sources. Retrieved February 2015, from WAN-IFRA: http://
www.wan-ifra.org/press-releases/2015/06/01/world-presstrends-newspaper-revenues-shit-to-new-sources
139