Etek Dalam Kebudayaan Mandailing Di Desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajemukan bangsa Indonesia dikenal dengan banyaknya suku dan etnisnya, setiap suku, etnis ini tentunya memiliki kekhasan adat istiadat dan budaya masing-masing. Dalam setiap warisan budaya nenek moyang yang sudah ada sejak dahulu dan salah satunya kesenian yang turun-temurun diwariskan kepada generasinya walaupun pada setiap perkembangannya tidak bisa dijaga keutuhannya, baik itu seni tari, seni ukir, seni tekstil, seni patung, serta seni musik, begitu juga kesenian yang ada disuku batak. Suku Batak sendiri dibagi atas lima bagian yaitu: Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing.

Orang Mandailing adalah salah satu puak Batak bertempat tinggal di kawasan Tapanuli Bahagian Selatan, kini secara administratif terdiri dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten mandailing natal, kabupaten Padanglawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas Selatan. Orang-orang Mandailing ini termasuk puak Batak karena menggunakan bahasa yang sama secara umum dengan bahasa Batak Toba, Angkola, serta Simalungun. Begitu pula dengan adat istiadatnya yang patrilinealistik1

1

Patrilinealistik adalah suatu garis keturunan dari ayah.

. Juga menggunakan marga yang diturunkan secara turun temurun. Sebagian besar dari marga-marga tersebut terdapat pula di belahan Toba, Angkola, dan Simalungun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa tentulah di masa yang lalu terdapat hubungan kekerabatan yang terlupakan oleh sejarah tertulis.


(2)

2

Dalam sejarahnya masyarakat Mandailing hidup dengan sistem pemerintahan tradisional, tradisi persawahan, pengembalaan kerbau, pelombongan arau penambangan emas, persenjataan, dan perairan. Kaya dengan mitologi asal-usul marga, Mandailing tercatat dalam kitab Nagarakertagama pada abad ke 14 M, namun sulit mendapatkan catatan sejarah mengenai mereka.

Mandailing sendiri dibagi dua walaupun sebenarnya adatnya sama. Pembagian itu adalah Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Daerah Mandailing Godang didominasi oleh marga Nasution yang wilayahnya mulai dari Sihepeng di sebelah utara Penyabungan sampai Maga di sebelah selatan serta daerah Batang Natal sampai Muara Soma dan Amara Parlampungan di sebelah barat. Daerah Mandailing Julu, didominasi oleh marga Lubis. Wilayahnya, mulai dari Laru dan Tambangan di sebelah utara. Di sebelah selatan mulai dari Kotanopan sampai Pakantan dan Hutanagodang.

Bagi etnik Batak Mandailing, musik menjadi sebuah kebutuhan yang banyak digunakan untuk tujuan hiburan, ritual, serta upacara adat, maka terdapatlah beberapa ensambel. Ensambel tersebut antara lain, ensembel gordang

sambilan, gordang lima, gondang dua, gondang tano, dan lain-lainnya.

Komponen musik gordang sambilan terdiri dari: sembilan gordang, momongan

tali sisasayak, dan sarune, dimana setiap daerah di Mandailing memiliki

permainan gordang sambilan. Pada upacara adat masyarakat Mandailing tidak terlepas dari pemain ensambel musik yang dimainkan secara bersamaan sesuai pola yang berlaku bagi masyarakat Mandailing. Namun begitupun ada juga yang terlepas dari bagian musik ini (tidak termasuk didalam ensambel musik). Adapun alat-alat musik tradisional Mandailing dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


(3)

3

1. Membranofon: gordang sambilan dan gondang dua (gondang boru), 2.. Aerofon: suling, salung, sordam, tulila, talatoid, saleot, dan uyup-uyup.

3. Idiofon: etek, dongung-dongung, pior, gondang aek dan eor-eor. ogung, momongan, doal, dan talisasayat

4. Kordofon: gordang tano, gondang bulu.

Musik dan kehidupan tradisional masyarakat Mandailing dapat dibagi atas 3 kategori yaitu:

1. Berhubungan dengan ritual keagamaan tradisional maupun adat. Contohnya ensambel gordang sambilan, ensambel gordang lima, dan ensambel gondang dua. Sebenarnya masih ada satu lagi yang penggunaannya lebih berbeda dan spesifik yaitu gordang tano.

2. Berhubungan dengan aktivitas (hiburan) pribadi atau sosial. Contohnya sordam, gondang bulu, otuk, uyup-uyup batang ni eme, dan tulila.

3. Berhubungan dengan lingkungan kerja, terutama di bidang pertanian. Contohnya: dotuk aek, etek, doting-doting, otor, dan dorang.

Pada tulisan ini penulis ingin membahas sebuah alat musik yang termasuk didalam kebudayaan mandailing yaitu Etek buluh. Etek termasuk dalam klasifikasi idiophone, alat musik ini terbuat dari satu setengah ruas atau dua ruas bambu (buluh)2

2

Seperti halnya pada Batak toba, Mandailing juga menyebut bambu dengan buluh. Bambu tergolong pada ras rerumputan dengan nama latin Schizostachyum brachycladum Kurz

yang disebut dengan buluh soma, yang banyak ditemukan dalam hutan. Bambu yang dijadikan alat musik ini mempunyai diameter kurang lebih 10-14 cm dan pada bagian tengah tabung (tube) bambu dibuat lubang berbentuk empat persegi panjang, yang lebarnya 4 cm dan begitu pula panjangnya kurang lebih 30-35 cm. Tube (tabung) bambu terdiri dari satu ruas dan kedua bongkolnya


(4)

4

tetap dibiarkan utuh. Kurang lebih setengah ruas yang sisa ke samping dibentuk seperti huruf ’U’ dengan membuang bagian tengahnya. Bagian bambu yang sisa pada sebelah atas dan bawah mempunyai lebar kurang lebih 4 cm. Selanjutnya yang lebih umum, di mana pada sebelah ruas lainnya dibentuk pula hal yang serupa, akan tetapi hanya untuk bagian atas saja, yang panjangnya sekitar 20 cm dan lebarnya kurang lebih 4 cm juga. Umumnya lapisan luar (kulit bambu) tidak dibuang, tapi ada juga alat musik etek yang semua bagian luar bambu yang dibuang, dan kemudian dibubuhi cat pewarna atau tidak dicat sama sekali.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Ridwan Nasution3

Alat musikal yang oleh masyarakat Mandailing dinamakan etek atau otuk ini, penamaannya yang demikian itu dikarenakan produk bunyi yang

pada tanggal 3 Juli 2015, dengan melihat perkembangannya saat ini keberadaan etek sebenarnya tidak seperti apa yang terjadi pada waktu dahulu. Beliau mengatakan bahwa alat musik ini tidak lagi difungsikan sebagaimana fungsinya pada zaman dahulu. Beliau juga mengatakan bahwa alat musik etek ini adalah alat untuk menghibur ataupun pelipur lara bagi para lelaki yang telah lelah satu harian kerja di ladang ataupun sawah dan untuk mengusir rasa kesepian di dalam sopo atau gubuk di ladang mereka.

Selebihnya, alat musik etek Mandailing ini juga difungsikan sebagai pengusir hama binatang, contohnya adalah burung pada sawah dan juga kera-kera yang ada di ladang mereka yang kerap mengganggu serta merugikan tanaman para petani. Mata pencaharian sebagai petani ini adalah mata pencaharian utama orang-orang Mandailing.

3

Sebelum melakukan penelitian ke desa Marisi, penulis terlebih dahulu telah melakukan

penelitian perdana dimana Bapak Ridwan Aman Nasution sebagai narasumber penulis untuk alat musik Etek Mandailing.


(5)

5

dihasilkannya ketika sedang dimainkan yaitu berupa onomatopeik (tiruan bunyi di dalam memori pemain musik): tek … tek … tek … dan tuk … tuk … tuk …. Etek atau otuk ini dapat diklasifikasikan kepada slit drum4

Pada masyarakat Tapanuli Selatan etek disebut dengan otor. Informan yang penulis dapati pada desa ini cukup diandalkandalam mengorek informasidalam penggunaan etek ini pada masa lampau. Mengingat sekarang memang sudah tidak ada lagi peladang-peladang yang menggunakan etek tersebut diladang mereka. Padi pada sawah yang sekarang sudah memakai jaring dalam menghalau burung. Ladang-ladang atau kebun yang sekarang sudah menjadi lahan karet dan sawit (dahulu durian).

, yang dimainkan pada saat seseorang menjaga ladangnya untuk mengusir rasa sepi, dan dapat juga dipergunakan untuk menghalau hama tanaman di ladang, misalnya seperti monyet, kera, tupai, dan lain-lain. Biasanya etek ini dapat dijumpai di setiap sopo (gubuk) di ladang dan seringkali dimainkan pada siang hari. Tidak jarang, antara sesama peladang di lereng-lereng bukit itu memainkan etek secara bersahut-sahutan, layaknya suatu alat komunikasi sesama mereka. Seseorang yang memainkannya mungkin bermaksud mengetahui apakah temannya sudah berada di ladangnya atau tidak. Apabila temannya itu ternyata berada di ladangnya, tentu ia akan membalas panggilan kawannya itu lewat permainan etek pula. Bagaimanapun pada zaman dahulu belum ada suatu komunikasi seperti zaman sekarang ini seperti handphone yang dengan mudahnya memanggil teman yang sudah diladang dan juga belum ada kendaraan yg bisa mengantar para petani dalam menjangkau ladang mereka yang ada di hutan pedalaman.

4

Slit drum adalah alat musik yang berbentuk tabung silindris yang mempunyai lubang resonator yang terbuat dari bambu atau kayu dimainkan dengan cara memukul badan dari alat musik tersebut (idiophone)


(6)

6

Bagaimana alat musik ini dilakukan dan bagaimana kajian dari pembuatan atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi seperti yang telah dikemukakan oleh Khasima Shusuma, maka penulis akan mencoba meneliti, mengkaji dan menuliskannya dalam bentuk karya tulisan ilmiah dengan judul :“Etek dalam kebudayaan Mandailing di desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan.”

1.2 Pokok permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, dan untuk menghindari terjadinya keluasan dari judul skripsi ini, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam karya tulis ini, yaitu:

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan alat musik etek Mandailing didesa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli selatan ? 2. Bagaimana teknik permainan dari alat musik etek Mandailing?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji proses pembuatan alat musik etek Mandailing didesa Marisi, Kecamatan angkola timur, Kabupaten Tapanuli selatan baik dari segi struktur bagian dari alat musik etek tersebut, maupun fungsional atau fungsi dari setiap bagian yang terdapat pada alat musik ini.

2. Untuk mengkaji teknik permainan dari alat musik Etek mandailing 1.3.2 Manfaat Penelitian


(7)

7

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai alat musik etek Mandailing di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan selanjutnya.

3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang penulis peroleh selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

4. Suatu upaya untuk melestarikan salah satu Instrument musik tradisional Mandaling.

5. Untuk memenuhi syarat ujian untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Untuk memberikan pemahaman tentang tulisan ini,maka penulis menguraikan konsep sebagai suatu landasan berpikir dalam penulisan. Tulisan ini berupa suatu kajian alat musik Etek mandailing dalam kebudayaannya yang akan membahas fungsi, penggunaan dan bagaimana alat musik itu dibuat.

Istilah kebudayaan menurut E.B Taylor (1873:30) dalam bukunya Primitive Culture kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat-istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Mengacu pada pernyataan tersebut,Penulis beranggapan bahwa Etek


(8)

8

Mandailing juga termasuk suatu kebudayaan karena termasuk pada kesenian masyarakat.

Istilah idiophone adalah klasifikasi alat musik yang ditinjau berdasarkan penggetar utamanya sebagai penghasil bunyi yaitu badan dari alat musik tersebut. (klasifikasi alat musik oleh Curt Sach dan Hornbostel, 1890). Etek mandailing sendiri termasuk ke dalam klasifikasi struck idiophone yang mana disini adalah jenis idiophone yang dipukul. Etek Mandailing sendiri sejatinya adalah alat musik yang dikategorikan solo instrumen, mengingat pada dasarnya dimainkan oleh seseorang yang sedang menjaga ladang atau kebun dan sawahnya. Namun dewasa ini sudah banyak penggunaan alat musik Etek ini yang digabungkan dengan alat musik lain sperti:gondang buluh, saleot,tali sisayak walaupun penggunaannya hanya sebatas permainan saja.

Dari konsep-konsep yang telah penulis sebutkan, dapat disimpulkan Etek dalam kebudayaan Mandailing di desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan adalah penelitian secara mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknik-teknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari instrumen Etek Mandailing tersebut.

1.4.2 Teori

Etnomusikologi bukan hanya studi musik dari aspek oralnya, akan tetapi juga dari aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika. Ada setidaknnya enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian dan salah satunya adalah mengenai budaya material musik. Penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Khasima Shusumu yaitu Measuring and Ilustrating Musical Instrument.


(9)

9

Pendekatan yang mendasar untuk membahas mengenai budaya material instrument musik yaitu pendekatan secara struktural serta fungsional dalam laporan Asia Performing Traditional Art (APTA) (1978:174).

Struktural berkaitan dengan pengamatan (observasi), pengukuran, perekaman atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil konstruksi, serta baha-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau kompenen yang memproduksi (menghasilkan suara) antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada, serta kualitas suara yang dihasilkan. Dalam tulisan ini mengenai proses dan teknik pembuatan etek akan memakai pendekatan secara struktural serta fungsional.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu : Idiophone penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, Aerophone, penggetar utama bunyinya adalah udara, Membranophone, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, Kordophone, penggetar utama bunyinnya adalah senar atau dawai. Mengacu pada teori tersebut, maka Etek mandailing termasuk ke dalam kelompok Idiophone, dimana penggetar utama bunyinya berasal dari badan alat musik itu sendiri.

Untuk mengkaji aspek organologis alat musik etek ini menurut pandangan masyarakat pendukungnya secara emik, penulis menggunakan sebuah teori yang lazim digunakan di dalam antropologi maupun etnomusikologi, yaitu yang disebut


(10)

10

dengan teori etnosains (ethnoscience). Menurut Ihromi (2006) yang dimaksud dengan teori etnosains adalah sebuah teori di dalam disiplin ilmu antropologi yang menekankan perhatian kepada latar belakang ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat yang kita teliti. Jadi masyarakat atau informanlah yang lebih diperhatikan oleh peneliti dibandingkan dengan pandangan dan penafsiran dari peneliti itu sendiri. Dalam rangka studi alat musik etek ini, penulis menggunakan teori etnosains berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Mandailing mengenai alat musik ini.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam Moleong, 1990:3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi terntentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri serta berhubungan dengan orang-orang dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.Untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Meleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study) (Merriam, 1964:37)

Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, umumnya ada dua macam, menggunakan metode pertanyaan (questionnaires) dan menggunakan wawancara (interview).


(11)

11 1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori serta informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

Pada tahap sebelum ke lapangan dan sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca tulisan-tulisan ilmiah, literatur, situs internet, buku dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian.

1.5.2 Kerja Lapangan

Penulis juga melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung ke lokasi penelitian serta melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan, dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelititan terdapat juga hal-hal baru yang menjadi bahan pertanyaan. Hal ini dilakukan agar memperoleh data-data yang benar untuk mendukung hasil penelitian.

1.5.3 Wawancara

Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif seperti yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139). Menurutnya peneliti terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan dapat berkembang pada saat melakukan penelitian tapi tetap sesuai dengan topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155),


(12)

12

wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang.

Sebagai alat perekam pada saat penelitian penulis menggunakan Handphone Android bermerk Asus. Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital bermerk Casio Exilim,dan alat tulis seperti pena serta buku tulis untuk mencatat hasil wawancara.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Sebagai kerja laboratorium maka data-data yang diperoleh dari hasil kerja lapangan selanjutya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisi nantinya akan disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data yang berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi. (Meriam, 1995:85).

Untuk mengkaji teknik permainan etek Mandailing, terutama dalam bentuk notasi musik di dlaam etnomusikologi, penulis menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1963:98) ”Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.

1.5.5 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis pilih adalah lokasi yang merupakan salah satu daerah kebuayaan dari masyarakat atau orang mandailing yang bertempat didesa Marisi, kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan. Dimana


(13)

13

pada desa ini penulis menjumpai seorang Bapak yang dianggap paham tentang daerah tersebut dan terlebih juga tentang alat musik Etek yang notabene sebagai fokus penulis.


(1)

8

Mandailing juga termasuk suatu kebudayaan karena termasuk pada kesenian masyarakat.

Istilah idiophone adalah klasifikasi alat musik yang ditinjau berdasarkan penggetar utamanya sebagai penghasil bunyi yaitu badan dari alat musik tersebut. (klasifikasi alat musik oleh Curt Sach dan Hornbostel, 1890). Etek mandailing sendiri termasuk ke dalam klasifikasi struck idiophone yang mana disini adalah jenis idiophone yang dipukul. Etek Mandailing sendiri sejatinya adalah alat musik yang dikategorikan solo instrumen, mengingat pada dasarnya dimainkan oleh seseorang yang sedang menjaga ladang atau kebun dan sawahnya. Namun dewasa ini sudah banyak penggunaan alat musik Etek ini yang digabungkan dengan alat musik lain sperti:gondang buluh, saleot,tali sisayak walaupun penggunaannya hanya sebatas permainan saja.

Dari konsep-konsep yang telah penulis sebutkan, dapat disimpulkan Etek dalam kebudayaan Mandailing di desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan adalah penelitian secara mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknik-teknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari instrumen Etek Mandailing tersebut.

1.4.2 Teori

Etnomusikologi bukan hanya studi musik dari aspek oralnya, akan tetapi juga dari aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika. Ada setidaknnya enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian dan salah satunya adalah mengenai budaya material musik. Penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Khasima Shusumu yaitu Measuring and Ilustrating Musical Instrument.


(2)

9

Pendekatan yang mendasar untuk membahas mengenai budaya material instrument musik yaitu pendekatan secara struktural serta fungsional dalam laporan Asia Performing Traditional Art (APTA) (1978:174).

Struktural berkaitan dengan pengamatan (observasi), pengukuran, perekaman atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil konstruksi, serta baha-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau kompenen yang memproduksi (menghasilkan suara) antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada, serta kualitas suara yang dihasilkan. Dalam tulisan ini mengenai proses dan teknik pembuatan etek akan memakai pendekatan secara struktural serta fungsional.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu : Idiophone penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, Aerophone, penggetar utama bunyinya adalah udara, Membranophone, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, Kordophone, penggetar utama bunyinnya adalah senar atau dawai. Mengacu pada teori tersebut, maka Etek mandailing termasuk ke dalam kelompok Idiophone, dimana penggetar utama bunyinya berasal dari badan alat musik itu sendiri.

Untuk mengkaji aspek organologis alat musik etek ini menurut pandangan masyarakat pendukungnya secara emik, penulis menggunakan sebuah teori yang lazim digunakan di dalam antropologi maupun etnomusikologi, yaitu yang disebut


(3)

10

dengan teori etnosains (ethnoscience). Menurut Ihromi (2006) yang dimaksud dengan teori etnosains adalah sebuah teori di dalam disiplin ilmu antropologi yang menekankan perhatian kepada latar belakang ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat yang kita teliti. Jadi masyarakat atau informanlah yang lebih diperhatikan oleh peneliti dibandingkan dengan pandangan dan penafsiran dari peneliti itu sendiri. Dalam rangka studi alat musik etek ini, penulis menggunakan teori etnosains berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Mandailing mengenai alat musik ini.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam Moleong, 1990:3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi terntentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri serta berhubungan dengan orang-orang dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.Untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Meleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study) (Merriam, 1964:37)

Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, umumnya ada dua macam, menggunakan metode pertanyaan (questionnaires) dan menggunakan wawancara (interview).


(4)

11 1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori serta informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

Pada tahap sebelum ke lapangan dan sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca tulisan-tulisan ilmiah, literatur, situs internet, buku dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian.

1.5.2 Kerja Lapangan

Penulis juga melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung ke lokasi penelitian serta melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan, dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelititan terdapat juga hal-hal baru yang menjadi bahan pertanyaan. Hal ini dilakukan agar memperoleh data-data yang benar untuk mendukung hasil penelitian.

1.5.3 Wawancara

Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif seperti yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139). Menurutnya peneliti terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan dapat berkembang pada saat melakukan penelitian tapi tetap sesuai dengan topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155),


(5)

12

wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang.

Sebagai alat perekam pada saat penelitian penulis menggunakan Handphone Android bermerk Asus. Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital bermerk Casio Exilim,dan alat tulis seperti pena serta buku tulis untuk mencatat hasil wawancara.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Sebagai kerja laboratorium maka data-data yang diperoleh dari hasil kerja lapangan selanjutya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisi nantinya akan disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data yang berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi. (Meriam, 1995:85).

Untuk mengkaji teknik permainan etek Mandailing, terutama dalam bentuk notasi musik di dlaam etnomusikologi, penulis menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1963:98) ”Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.

1.5.5 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis pilih adalah lokasi yang merupakan salah satu daerah kebuayaan dari masyarakat atau orang mandailing yang bertempat didesa Marisi, kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan. Dimana


(6)

13

pada desa ini penulis menjumpai seorang Bapak yang dianggap paham tentang daerah tersebut dan terlebih juga tentang alat musik Etek yang notabene sebagai fokus penulis.