Kepastian Hukum Penguasaan Negara Atas Usaha-Usaha Pertambangan Mineral dan Batabara di Indonesia

BAB II
Kekuasaan Negara Atas Usaha-Usaha
Pertambangan di Indonesia Dikaitkan dengan Hukum
Agraria

A. Konsep Teoritis kekuasaan negara Atas Bumi, air, ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
28

Rangkaian kata “bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya” sebagaimna terdapat dalam pasal 1 dan 2 UUPA (sebagai
pengertian dari UUPA) berbeda dengan yang terdapat dalam UUD 1945 pasal 33
ayat 3 yang tidak mencantumkan kata “ruang angkasa”.
Perbedaan diatas tidaklah semerta-merta dapat dijadikan sebagai alasan untuk
mengatakan UUPA itu bertentangan ataupun mempunyai cakupan yang lebih luas
dibandingkan dengan UUD 1945. Dimana keberadaan ruang angkasa didalam
UUPA tersebut tidak tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang hanya
bersifat deklaratif dan bukan bersifat konstitutif. Dalam artian bahwa hanya
sekedar pernyataan yang lebih tegas karena dengan menyebut bumi, dan air
berarti disitu sudah terdapat ruang angkasa atau dengan kata lain tidak ada bumi

dan air yang tidak memiliki ruang angkasa.
Timbul pertanyaan bahwa apakah Mineral dan batubara termasuk kedalam
pengertian Agraria. Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut perlulah kita kaji
berdasarkan pengertian Agraria berdasarkan UUPA yang termaktub dalam
penjelasan umum UUPA poin 1: “Hukum agraria yng baru itu (UUPA) harus
memberikan kemungkinan akan tercapainya fungsi dari bumi, air, ruang angkasa
28

Tampil anshari siregar, UUPA dalam bagan, KSHM USU, Medan. 2003, hal 4

Universitas Sumatera Utara

serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus sesuai pula dengan
kepentingan rakyat dan kepentingan negara serta memenuhi kebutuhannya
menurut perkembangan zaman dalam segala soal agraria”. Yang selanjutnya
dalam pasal 1 ayat 2 UUPA juga dijelaskan bahwa “ seluruh bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dalam wilayah RI
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa adalah bumi, air dan ruang angkasa
bangsa indonesia dan merupakan kekayaan alam nasional”. Dan dipasal 2 ayat 1
“atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal yang

dimaksud dalam pasal 1 undang-undang ini bumi, air, ruang angkasa, serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat indonesia”. 29
30

Dapat disimpulkan bahwa agraria yang dimaksud sebagai cakupan dari

pengaturan UUPA ini adalah Bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya. Yang dipertegas kembali berdasarkan pendapat prof.A.P
Parlindungan yang menyatakan pengertian agraria itu dibagi menjadi 2 :
1.

Dalam arti sempit adalah tanah;

2.

Dalam arti luas meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya.
Adapun agraria yang dikembangkan uupa adalah dalam pengertian luas. Yang


dengan lahirnya undang-undang ini kemudian melahirkan undang-undang lain
yang mengatur sendiri bidangnya seperti undang-undang tentang kehutanan,
pengairan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk salah
satunya adalah undang-undang tentang PERTAMBANGAN yang pada saat itu
29
30

Ibid
A.P.Parlindungan. Komentar atas UUPA, Mandar Maju, Bandung, 1991.hal 5

Universitas Sumatera Utara

adalah uu no. 11 tahun 1967.

B. Landasan Filosofis kukuasaan negara atas usaha-usaha pertambangan
minerba di-Indonesia.
31

Sebelum kita membahas mengenai landasan filosofis hak penguasaan atas


usaha-usaha pertambangan minerba. Maka terlebih dahulu kita melihat
kebelakang pembahasan bab ini yang menyatakan bahwasanya minerba termasuk
kedalam agraria yang dalam pengertian luas. Dimana minerba ini merupakan
kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi. Sehingga kita harus melihat
Dasar konstitusionil penguasaan negara atas usaha-usaha pertambangan haruslah
berdasarkan UUD 1945. Adapun konsepsi negara hukum medern secara
konstitusionil dapat dirujuk pada rumusan tujuan negara yaitu; melindungi
segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia serta mewujudkan keadilan sosial. Adapun normatifisasi
memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial ini termuat dalam pasal 33
UUD 1945.
Secara singkat, pendiri negara (Founding Father) kita menyepakati pasal 33
UUD 1945 tersebut sebagai salah satu landasan konstitusional negara dalam
pengolahan sumber daya alam negara. Dasar-dasar pemikiran yang juga
melandasi pasal tersebut adalah kemerdekaan RepublikIndonesia sendiri yang
diraih melalui prinsip tolong menolong, sehingga landasan perekonomian negara
pun pada saat itu melalui landasan pemikiran tersebut. Pada dasarnya, apabila
31


Tampil anshari siregar,op. Cit. hal 29

Universitas Sumatera Utara

suatu perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Karena baikburuknya suatu perusahaan apabila nasib beribu-ribu orang yang bekerja didalam
perusahaan tersebut ditentukan oleh orang partikulir saja (swasta), yang nota
benenya akan berpedoman kepada motif ekonomi yaitu untuk memperoleh
keuntungan.
Kata “dikuasai” oleh negara yang terdapat dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945
tidak ditafsirkan secara khusus dalam penjelasannya, sehingga memungkinkan
untuk dilakukan penafsiran akan makna dan cakupan pengertiannya. Maka untuk
mengetahui lebih lanjut tentang kata dikuasai oleh negara, maka terlebih dahulu
ditafsirkan secara etimologis (asal usul kata). Berdasarkan kamus besar bahasa
indonesia (KBBI) “dikuasai oleh negara (kalimat pasif)” mempunyai perbedaan
arti dengan negara menguasai. Kata “menguasai” memiliki arti berkuasa atas
(sesuatu), memegang kekuasaan atas (sesuatu), sedangkan pengertian kata
“penguasaan” berarti ; proses, cara, perbuatan menguasai, atau mengusahakan.
Dengan demikian pengertian kata penguasaan lebih luas dari kata menguasai. 32
Dalam


rangka

penguasaan

negara

atas

usaha-usaha

pertambangan

mengandung pengertian negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan
mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah
hukum pertambangan indonesia. Jika dirunut ke-pasal 33 ayat 3 UUD 1945
“bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dari ayat tersebut
terdapat dua aspek kaidah yang tidak dapat dipisahkan, yaitu “Hak penguasaan
negara” dan “dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Hak
32


Kamus Besar Bahasa Indonesia, (edisi kedua), departemen pendidikan dan kebudayaan &
balai pustaka, jakarta,1995,hal.533.

Universitas Sumatera Utara

penguasaan negara merupakan instrumen (alat) atau bersifat instrumental,
sedangkan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat merupakan
tujuan (objektivitas) dari pada alat setelah dipergunakan. Hak penguasaan negara
merupakan konsep yang didasarkan pada organisasi kekuasaan dari seluruh
rakyat. 33 Hak penguasaan negara selain berisi wewenang untuk mengatur dan
mengurus dan mengawasi pengelolaan atau penguasaan bahan galian, juga berisi
kewajiban untuk mempergunakannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengusahaan dan penggunaan bahan galian disesuaikan dengan tujuan dan
diantara keduanya memiliki sifat kesesuaian yang mutlak dan tidak dapat diubah.
Kemakmuran rakyat merupakan semangat dan cita negara kesejahteraan yang
harus diwujudkan oleh negara dan pemerintah negara indonesia.
Oleh karena itu, HPN atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung
didalamnya pada hakikatnya merupakan suatu perlindungan dan jaminan akan
terwujudnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Keterkaitan HPN dengan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
menurut Bagir manan akan mewujudkan kewajiban negara:
a. Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat
(kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat;
b. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam
maupun diatas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat
dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat;

33

Abrar Saleng,Hukum Pertambangan,UII Press, jakarta,2004, hal.21

Universitas Sumatera Utara

c. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan
rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam
menikmati kekayaan alam. 34
Atas dasar hubungan HPN dengan objek kepemilikan atau merupakan objek
HPN, maka HPN harus dilihat dalam konteks hak dan kewajiban negara sebagai

pemilik yang bersifat hukum publik (Publiejkrechtelijk) bukan sebagai hak dan
kewajiban yang bersifat (privaatrechtelijk). Pemahaman yang demikian bermakna
bahwa negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencana, pelaksana,
sekaligus sebagai pengawas pengelolaan, penggunanaan dan pemanfaatan sumber
daya alam nasional.
Jika dilihat dari UUPA sendiri mengenai pengaturan penguasaan negara atas
BARAKA tepatnya dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan sebagai berikut “Seluruh
bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah republik indonesia, sebagai karunia tuhan yang maha esa adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa indonesia dan merupakan kekayaan
nasional.” Dalam pasal ini telah diakui bahwa semua ciptaan di alam raya ini
adalah karunia tuhan yang maha esa dan berada dalam penguasaannya. Pandangan
ini sejalan dengan masyarakat tradisional indonesia baik sebelum atau sesudah
mengenal Tuhan, mereka menganggap bahwa ada sosok pencipta alam melalui
kepercayaan mereka. Sehingga dalam UUPA sendiri adalah berdasarkan hukum
adat yaitu dalam pasal 5 “hukum agraria yang berlaku atas BARAKA adalah
hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
kepentingan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme
34


Bagir Manan, Beberapa catatan atas Rancangan Undang-Undang tentang minyak dan gas
bumi, FH-Unpad, Bandung, 1999, Hal.12.

Universitas Sumatera Utara

indonesia serta peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini serta
peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama”. Namun, dalam hal ini hukum adat yang
dimaksud bukanlah hukum adat murni. Karena banyak pengaturan hukum adat
yang antara masyarakat yang satu dan yang lainnya memiliki perbedaan.
Diantaranya mengenai pewarisan, dalam sistem hukum patrineal seperti batak
toba. Laki-laki lah yang boleh menerima warisan dari kedua orang tuanya.
Berbeda dengan matrineal, yang mana perempuanlah yang menjadi pewaris.
Maka untuk mengambil jalan tengahnya UUPA menghendaki baik laki-laki
maupun perempuan dapat memiliki Tanah baik didapat karena jual beli maupum
karena pewarisan. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sifat hubungan
bangsa indonesia dengan BARAKA menurut UUPA? Jika melihat memori
penjelasan pada angka II/a menyatakan bahwa sifat hubungan itu adalah
hubungan semacam hak ulayat. Hak ulayat dalam hukum adat adalah hubungan
antara masyarakat hukum adat dengan wilayahnya. Namun hubungan yang

dimaksud dalam hal ini bukanlah hubungan hak milik. Seperti halnya menurut
Boedi harsono bahwa;
“Hubungan antara masyarakat adat dengan wilayahnya adalah hubungan
kepunyaan menurut aslinya memberi wewenang untuk menguasai sebagai
empunya (tuannya), sedangkan hubungan kepunyaan tidak harus merupakan
hubungan hal milik. Hubungan kepunyaan bangsa inipun demikian halnya sama
seperti hak ulayat ini”. 35
Maka untuk kekonsistenan hukum adat dalam uupa, untuk tetap menjaga
35

Boedi harsono, Undang-undang pokok agraria, (cetakan ketiga), Djambatan, Jakarta,1970,
hal.70.

Universitas Sumatera Utara

hubungan tersebut diatas. Maka dalam pasal 6 UUPA sudah diatur “segala hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Kembali ke memori penjelasan UUPA pada
angka II/4 disebutkan;
“...hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang adalah tidak dapat dibenarkan
bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata
untuk kepentingan pribadinya, apalagi hal itu akan menimbulkan kerugian pada
masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat
dari haknya hingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Namun
dalam hal ini, kepentingan pribadi terhadap hak atas tanah akan terdesak sama
sekali oleh kepentingan umum. Keduanya harus saling mengimbangi sehingga
pada akhirnya akan tercapai tujuan utama yaitu; kemakmuran, keadilan dan
kesejahteraan bagi rakyat seluruhnya”.
36

Walaupun berdasarkan penjelasan diatas sudah diterangkan mengenai

kemiripan antara hak ulayat dengan HPN. Pada dasarnya, hak ulayat tidaklah
sama dengan HPN yang bersumber dari konstitusi negara. Terdapat perbedaan
antara hak ulayat dan HPN dari unsur-unsur berikut, yaitu:
a. Subjeknya, Hak ulayat adalah masyarakat hukum bukan perorangan dan
HPN adalah Negara melalui pemerintah.
b. Objeknya, bagi hak ulayat adalah tanah, air, dan sumber-sumber alam
tertentu dalam wilayahnya, sedangkan HPN lebih luas sebab selain semua
sumber daya alam yang ada dalam wilayah negara indonesia, juga semua

36

Abrar Saleng, Hukum....Op.Cit, Hal 159.

Universitas Sumatera Utara

cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak.
c. Isinya, bagi hak ulayat adalah rangkaian wewenang dan kewajiban yang
meliputi pengaturan, pemberian cara penggunaan sumber daya alam dan
pemeliharaanya, sedangkan bagi HPN adalah sejumlah wewenang dan
kewajiban

publik

yang

meliputi

pengaturan,

pengurusan

serta

pengawasan, penggunaan dan pemanfaatan potensi segenap sumber daya
alam dan cabang-cabang produksi penting yang dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat.
d. Pelaksana, bagi hak ulayat adalah kepala persukutuan hukum atau kepala
adat, sedangkan bagi HPN adalah pemerintah republik indonesia.
Sementara itu, yang menjadi persamaan antara hak ulayat dan HPN terletak
pada hak yang dimiliki negara melalui pemerintah dan hak yang dimiliki oleh
kepala persekutuan hukum adat, kuasa yang dimiliki atas pengelolaan wilayah
hukum dari HPN dan hak ulayat adalah sama untuk kepentingan bersama sesuai
wilayah hukum yang menjadi cakupannya.
Penjelasan diatas merupakan penegasan mengenai Hak Penguasaan Negara
dan hak milik atas tanah berdasarkan UUPA. Pengertian demikian sama halnya
dengan pengertian Hak Penguasaan yang terdapat dalam pasal 33 UUD 1945.
Didalam UU No.5 Tahun 1960 (UUPA) telah disebutkan bahwa penguasaan
negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dapat
dikuasakan kepada daerah. Walaupun ketentuan ini memungkinkan daerah turut
serta menyelenggarakan hak menguasai oleh negara tas bumi, air, dan kekayaan
alam didalamnya, tetapi tidak cukup jelas terutama mengenai makna

Universitas Sumatera Utara

“dikuasakan”.
Konsep Hak Penguasaan Negara atau lebih dikenal dengan asas domein,
mengandung perngertian kepemilikan (ownership). Negara adalah pemilik atas
tanah, karena itu memiliki segala wewenang melakukan tindakan yang bersifat
kepemilikan (eigensdaad). UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar agraria
(UUPA) merumuskan makna “hak menguasai negara” sebagai wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan perubahan, penggunaan , persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan–hubungan hukum mengenai
bumi,air dan ruang anngkasa.
Selanjutnya disebutkan wewenang menguasai tersebut digunakan untuk
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan pelaksanaannnya dapat
dikuasakan kepada daerah dan masyarakat hukum adat. Dalam penjelasan umum
lebih dijelaskan bahwa negara tidak memiliki, melainkan bertindak selaku
pemegang

kekuasaan.

Jadi,

bersifat

publik

atau

pemerintahan

belaka

(bestuursdaad). Yang sering kali dilupakan adalah tujuan dari dikuasai negara.
Baik dalam UUD 1945 maupun UUPA ditegaskan bahwa hak menguasai oleh
negara adalah untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan tujuan tersebut, ada beberapa larangan yang tidak boleh dilanggar,
yaitu:
a.

Apabila dengan iktikad baik tanah – tanah tersebut merupakan salah satu
penjelmaan dari tujuan kemakmuran rakyat. Rakyat harus mendapat hak

Universitas Sumatera Utara

didahulukan dari pada occupant baru yang menyalahgunakan formalitas–
formalitas hukum yang berlaku.
b.

Tanah yang telah dikuasai oleh negara, tetapi telah dimanfaatkan rakyat
dengan iktikad baik (ter geode trouw) hanya dapat dicabut atau
diasingkan dari mereka, semata – mata untuk kepentingan umum, yaitu
untuk kepentingan sosial dan/ atau kepentingan negara.

c.

Setiap pencabutan atau pemutusan hubungan hukum atau hubungan
konkrit yang diduduki atau dimanfaatkan rakyat dengan iktikad baik,
harus dijamin tidak akan menurunkan status atau kualitas hidup mereka
karena hubungan mereka dengan tanah tersebut.

Untuk mengetahui lebih banyak mengenai hak penguasaan negara terhadap
tanah sebagaimana yang berlaku dinegara kita. Maka, perlu dirujuk kedalam
beberapa rumusan pengertian, makna dan substansi dikuasai oleh negara sebagai
dasar untuk mengakaji HPN berdasarkan pendapat para ahli, yaitu:
a. Mohammad Hatta merumuskan tentang pengertian dikuasai oleh negara;
“Dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha,
usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan
negara terdapat pada membuat peraturan guna memperlancar jalan
ekonomi, perturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah
oleh orang yang bermodal.” 37
b. Muhammad Yamin merumuskan pengertian dikuasai oleh negara
termasuk

37

mengatur

dan/atau

menyelenggarakan

terutama

untuk

Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 UUD 1945, Mutiara, Jakarta, 1977, Hal.28.

Universitas Sumatera Utara

memperbaiki dan

mempertinggi produksi dengan

mengutamakan

koperasi. 38
c. Panitia Keuangan dan Perekonomian bentukan Badan Penyelidik UsahaUsaha Kemerdekan Indonesia (BPUPKI)yang diketuai oleh Mohammad
Hatta merumuskan pengertian dikuasai oleh negara adalah sebagai
berikut:


Pemerintah harus bersedia menjadi pengawas dan pengatur dengan
berpedoman kepada keselamatan rakyat.



Semakin besar perusahaan dan semakin banyak orang yang
menggantungkan dasar hidupnya karena semakin besar mestinya
kesertaan pemerintah.





Tanah..Haruslah dibawah kekuasaan Negara;
Perusahaan tambang yang besar...dijalankan sebagai usaha negara. 39

d. Bagir Manan merumuskan cakupan pengertian dikuasai oleh negara atau
HPN adalah sebagai berikut:


Penguasaan semacam kepemilikan oleh negara. Artinya negara
melalui pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk
menentukan hak, wewenang atasnya. Termasuk disini bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya.





Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan;
Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk usahausaha tertentu. 40

38
39

Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, Djambatan, Jakarta, 1954, Hal 42-43
Mohammad Hatta, Op.Cit

Universitas Sumatera Utara

Rumusan-rumusan di atas, mengandung beberapa unsur yang sama.
Persamaan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengkaji lebih mendalam
mengenai konsep penguasaan negara atas pertambangan. Dari pemahaman
berbagai persamaan itu, maka rumusan pengertian HPN ialah negara melalui
pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan
dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur (regelen), mengurus,
mengelola (besturen), dan mengawasi (toezichthouden) pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam.
Berdasarkan logika diatas, maka semestinya makna dikuasai oleh negara
mengandung arti sebagai berikut.
a.

Hak (negara) itu harus dilihat sebagai antitesi dari asas domein yang
memberi wewenang

kepada

negara

untuk

melakukan

tindakan

kepemilikan yang bertentangan dengan asas kepunyaan menurut adat
istiadat.

Hak

kepunyaan

didasarkan

pada

asas

komunal

dan

penguasahanya sebagai pengatur belaka.
b.

Hak menguasai oleh negara tidak boleh dilepaskan dari tujuan, yaitu
demi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat. Negara harus memberikan
hak terdahulu kepada rakyat yang telah secara nyata dan dengan iktikad
baik memanfaatkan tanah.

Selain itu, pengaruh pertambangan terhadap lapangan pekerjaan, sumber
ekonomi bagi negara sangat dirasakan dalam perkembangannya. Apabila
seseorang dapat memiliki kekuasaan diatas tanah yang berpotensi untuk dijadikan
sebagai lahan untuk pertambangan, maka keadilanpun akan sangat kabur.
40

Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan konstitusi suatu negara, Mandar Maju,
Bandung, 1995, Hal.55

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditarik beberapa pokok-pokok
pikiran yang terkandung didalamnya antara lain :
a. Perekonomian indonesia berdasarkan pada cita-cita tolong menolong dan
usaha bersama, dilaksanakan dalam bentuk koperasi;
b. Perusahaan besar mesti dibawah kekuasaan pemerintah, yang dimaskud
dengan perusahaan besar adalah yang menguasai hajat hidup orang
banyak dan dimana banyak orang menggantungkan hidupnya;
c. Perusahaan besar berbentuk korporasi diawasi dan penyertaan modal
pemerintah, perusahaan yang dimaksud berbentuk korporasi publik;
d. Perusahaan tambang dalam bentuk usaha negara dapat diserahkan kepada
badan yang bertanggung jawab kepada pemerintah.
e. Tanah dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara. 41
Sementara itu, Keterkaitan Hak Penguasan Negara dengan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat menurut Bagir Manan akan mewujudkan hak dan kewajiban
negara;
a. Segala bentuk pemanfaatan (bumi, air) serta hasil yang didapat (kekayaan
alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteran
masyarakat;
b. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat didalam
atau diatas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat
dihasilkan secara langsung atau dinikmati oleh rakyat;

41

Landasan historis Tafsiran UUPP 1967

Universitas Sumatera Utara

c. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan
rakyat tidak mempunyai kesempatan ataupun akan kehilangan haknya
dalam menikmati kekayaan alam. 42
Ketiga kewajiban diatas, sebagai jaminan bagi tujuan HPN atas sumber daya
alam yang sekaligus memberikan pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu,
negara hanya melakukan bestuurdaad dan beheersdaad dan tidak melakukan
eigensdaad.
Begitu luasnya cakupan dari hak menguasai negara tersebut sebagaimana
telah diatur dalam pasal 2 ayat 2 UUPA. Semakin jelas lagi diayat 4 dijelaskan
bahwa hak menguasai tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra
dan masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Dengan demikian, daerah-daerah otonom ataupun lembagalembaga pemerintah tidak boleh melakukan wewenang agraria atau Hak
Penguasaan Negara tanpa didelegasikan terlebih dahulu oleh instansi puasat dan
tertuang dalam peraturan perundang-undangan tertentu dan ditentukan wewenang
apa saja yang diberikan. 43

C. Objek Hak Penguasaan Negara
Hak pengelolaan yang diatur dalam peraturan menteri agraria Nomor 9 Tahun
1965, peraturan menteri agraria Nomor 1 Tahun 1966, Peraturan menteri dalam
Negeri Nomor 5 Tahun 1973, Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun

42

Bagir Manan, Beberapa catatan atas Rancangan Undang-undang tentang Minyak dan Gas
Bumi, FH-UNPAD, Bandung, 1999, Hal 12.
43
A.P Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem U.U.P.A, Mandar Maju, Bandung, 1989. Hal
5

Universitas Sumatera Utara

1974, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tidak
memberikan pengertian hak pengelolaan.
Adapun pngertian Hak Pengelolaan disebutkan dalam pasal 1 angka 2
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yaitu hak menguasai negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Pengertian yang sama tentang hak pengelolaan disebutkan dalam pasal 1 angka 4
PP Nomor 24 Tahun 1997, pasal 1 angka 2 PP nomor 36 Tahun 1998 Tentang
Penerbitan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang dinyatakan tidak berlaku
lagi oleh pasal 1 angka 2 PP Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penerbitan dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar, pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara
Agraria/dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998 Tentang
Penetapan uang pemasukan dalam pemberian hak atas tanah, pasal 1 angka 3
peraturan Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1999 yang dinyatakan tidak berlaku lagi oleh pasal 1 angka 3 peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011, pasal 1
angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 9 Tahun 1999 dan pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Agraria/Kepala
Badan pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik
atas Tanah Untuk Rumah sangat sederhana dan Rumah sederhana.
Pengertian yang lebih lengkap tentang hak pengelolaan dinyatakan dalam
penjelasan pasal 2 ayat 3 huruf f undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang
Perubahan atas undang-undang nomor 21 Tahun 1997 Tentang Pengenaan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

“Hak menguasai hak atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya
dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan
penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak
ketiga dan/atau bekerja sama dengan pihak ketiga”.
Dari pengertian tersebut diata, hak pengelolaan menunjukkan bahwa :
a.

Hak pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas tanah bukan hak
atas tanah.

b.

Hak pengelolaan merupakan pelimpahan sebagian kewenangan dari hak
menguasai negara atas tanah.

c.

Kewenangan dalam hak pengelolaan adalah merencanakan peruntukan
dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, dan menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada
piahk ketiga dan/atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Pihak-pihak yang dapat mempunyai hak pengelolaan disebut subjek hak
pengelolaan. Dimana dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan bahwa
yang dapat mempunyai hak pengelolaan adalah:
a. Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata cara Pemberian dan
Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang
menyebutkan:
Ayat 1 “Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:
a) Instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah;
b) Badan Usaha Milik Negara;
c) Badan Usaha Milik Daerah;
d) PT. Persero;
e) Badan Otorita;
f) Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Ayat 2 “Badan-Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
diberikan hak pengelolaan sepanjang masih sesuai dengan tugas fungsi
pokok berkaitan dengan pengelolaan tanah.
b. Dalam penjelasan pasal 2 huruf a peraturan pemerintah nomor 36
Tahun 1997 Tentang Penerbitan dan Penggunaan Tanah Terlantar
disebutkan bahwa termasuk lembaga pemerintah lainnya adalah
Otorita

pengembangan

industri

batam,

Badan

Pengelolaan

Gelanggang Olahraga Senayan dan lembaga sejenis yang diatur
dengan keputusan presiden.

Dalam UUPA dimuat hak penguasaan atas tanah, yang didalamnya dijelaskan
mengenai wewenang yang dapat dilakukan, kewajiban yang dapat dilakukan, dan
larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pemegang haknya. Boedi Harsono
menyatakan bahwa dalam UUPA dimuat jenjang tatat susunan atau hirarki hak
penguasaan atas tanah, yaitu: 44
1.

hak bangsa indonesia atas tanah;

2.

hak menguasai negara atas tanah:

3.

hak ulayat masyarakat hukum adat:

4.

hak perseorangan atas tanah yang meliputi hak tanggungan, tanah
wakaf, dan hak milik atas satuan rumah susun.

Hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan menjadi induk bagi hak-hak
penguasaan atas tanah yang ada adalah hak bangsa indonesia atas tanah. Dalam
hak bangsa indonesia atas tanah menunjukkan adanya unsur privat yaitu

44

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan hukum tanah nasioanal dalam hubungannya dengan
TAP MPR RI IX/MPR/2001, Universitas Trisakti, Maret 2002, hal.43

Universitas Sumatera Utara

hubungan kepemilikan antara bangsa indonesia dengan tanah yang ada idseluruh
wilayah republik indonesia. Selain itu, dalam hak bangsa indonesia atas tanah
mengandung tugas untuk mengatur dan mengelola tanah bersama tersebut bagi
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yang termasuk kedalam bidang
hukum publik. Hak menguasai negara atas tanah bersumber dari hak bangsa
indonesia atas tanah, yang pada hakikatnya merupakan pelaksanaan tugas
kewenangan bangsa indonesia yang mengandung unsur hukum publik. 45
46

Objek hak penguasaan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD

1945 menyangkut dua hal yaitu:
5.

terhadap cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak;

6.

terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya;

7.

cabang produksi yang erat kaitannya dengan dengan kedua hal tersebut
diatas antara lain sektor pertambangan dan energi.

47

Kandungan yang terkandung dalam penguasaan cabang produksi dan

sumber-sumber alam adalah mencakup:
1.

berkaitan dengan pengusahaan pertambangan dan energi.

Pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya alam pertambangan secara
efisien akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat
secara keseluruhan, baik langsung maupun tidak langsung. Usaha untuk
memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat yang sifatnya langsung, misalnya
dari sektor energi. Pembangunan dan pembangkit tenaga listrik dengan
45

Urip Santoso, Hukum Agraria, Prenada Media Grup, Jakarta, 2012, Hal.154
Abrar Saleng,Hukum Pertambangan,UII Press, jakarta,2004, hal.35
47
Soetaryo sigit, Op CIt hal.36

46

Universitas Sumatera Utara

tersedianya jaringan listrik sebagai sumber energi dan penerangan rumah tangga,
secara langsung dapat meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Demikian
sektor pertambangan yang peduli akan lingkungan akan berdampak langsung
kepada perbaikan struktur kehidupan masyarakat disekitarnya.
Usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tidak langsung dari sektor
pertambangan yaitu melalui penerimaan negara baik dalam bentuk pajak maupun
non-pajak (seperti royalty, iuran tetap, deviden, pungutuan lainnya).

2.

berkaitan dengan ketersediaan dan kebutuhan orang banyak terhadap
bahan galian (bahan tambang).

Bahan galian yang dibutuhkan rakyat banyak, tetapi persediaannya langka
atau terbatas termasuk cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang
banyak. Meskipun dikomsumsi oleh rakyat banyak, tetapi bila persediaanya juga
banyak atau persediaanya sedikit (terbatas), tetapi dikonsumsi oleh sebagian
warga masyarakat belum dapat dikelompokkan sebagai cabang produksi penting
yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Berdasarkan batasan diatas, maka bila terjadi terhadap jenis bahan galian
tertentu yang merupakan bahan baku penting, sangat strategis dan vital bagi suatu
industri pengolahan yang hasil akhirnya akan dikonsumsi atau dimanfatkan oleh
orang banyak. Dalam hal yang demikian ukurannya bukan secara langsung
dikonsumsi, tetapi juga sebagai bahan baku suatu manufaktur yang lain. Bahan
galian yang demikian dapat diklasifikasikan sebagi yang menguasai hajat hidup
orang banyak. Umumnya bahan galian yang dimaksud dalah bahan galian

Universitas Sumatera Utara

strategis dan vital (golongan a dan b) 48.
Oleh karena itu konsep cabang-cabang produksi penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak adfalah sangat dinamis dan berkembang
menurut ukuran, sebagaimana ketersediaannya dibanding dengan daya dukungnya
terhadap pemenuhan kebutuhan, harapan-harapan dan permintaan pasar. 49

D. Sistem Hukum Pengelolaan Usaha-usaha Pertambangan diIndonesia.
Sebelum dijelaskan mengenai landasan yuridis bagi pelaksanaan usaha-usaha
pertambangan, terlebih dahulu dirunut berdasarkan sejarah hingga terbentuknya
pengaturan tersebut. Adapun sejarah pengaturan pertambangan di indonesia
dibagi kedalam beberapa masa, yaitu:
1.

Masa Kekuasaan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) 1619-1799
Sejarah telah mencatat bahwa penjajahan belanda atas kepulauan nusantara,

berawal dari tahun 1619 dibawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen bersama
pasukannya berhasil menaklukkan jayakarta dan mendirikan kota baru yang diberi
nama batavia. 50 VOC pada awalnya adalah perusahaan dagang belanda yang
bertujuan mendapatkan monopoli atas perdagangan rempah-rempah diwilayah
kepulauan nusantara, kemudian berkembangan menjadi sebuah kekuatan
penjajahan. Untuk memenuhi ambisinya, VOC dibawah pimpinan J.P.Coen tidak
segan-segan berperang menghancurkan raja-raja pribumi yang menghambat usaha
48

Soetaryo sigit, Potensi Sumber Daya Mineral Dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia,
Pidato ilmiah Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa di ITB, Bandung, 1996, hal 36.
49
Deno Kamelus, fungsi hukum terhadap ekonomi di indonesia, disertasi, pps-unair, surabaya,
1998, hal 42.
50
Soetaryo sigit, I B I D hal 4

Universitas Sumatera Utara

mereka, khusunya kerajaan-kerajaan di Jawa dan Maluku. Kemudian melalui
politik Pecah Belah atau lebih sering disebut devide et impera untuk
mempermudah VOC untuk meruntuhkan kerajaan-kerajaan nusantara.
Selama kurun waktu penguasaan belanda terhadap nusantara, usaha-usaha
pertambangan dilakukan dengan berbagai macam kegiatan. Soetaryo Sigit,
seorang pakar pertambangan terkemuka di indonesia menyimpulkan bahwa ;
“Dalam hal penyelidikan geologi yang bersifat mendasar, cukp banyak yang
telah dilakukan dan dihasilkan oleh pakar belanda. Hal ini tidak mengherankan,
karena bangsa belanda sejak dahulu terkenal memiliki ilmuan-ilmuan besar
diberbagai bidang. Dalam bidang pertambangan sebaliknya, ternyata orangorang belanda tidak mampu mengembangkan hindia belanda sebagai suatu
wilayah pertambangan terkemuka, meskipun potensi energi mineral daerah ini
sangatlah besar. Hal inipun tidaklah mengherankan, karena negeri belanda
tidaklah negera pertambangan. Sebelum memasuki negeri industri pad dasrnya
rakyat belanda hidup dari pertanian dan perdagangan. 51
Sejalan dengan kesimpulan diatas, dapat dipahami jika VOC sebagai
perusahaan dagang dalam meluaskan usahanya kedalam berbagai macam
perkebunan tidak pernah menunjjukan minat untuk usaha bidang pertambangan.
Meski demikian, VOC tetap terlibat kedalam kegiatan perdangan hasil tambang,
sebagaimana dicatat oleh sejarah pada tahun 1710 mulai melakukan pembelian
timah dari Sultan Palembang yang dihsailkan oleh tambang-tambang yang
dikerjakan oleh orang-orang cina dipulau bangka. 52

51

I d e m. , hal. 5
Roziq B. Soetjipto,Sejarah Munculnya Pemilikan Pengusahaan Pertambangan yang berorientasi
Kerakyatan, loekman soetrisno et,al, yokyakarta, 1997, hal.15
52

Universitas Sumatera Utara

2.

Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1800-1942)
Setelah bubarnya VOC karena konflik internal yang ada dalam tubuh

kepengurusan internalnya. Semua aset (milik) dan kegiatan VOC oleh pemerintah
hindia belanda sampai jatuhnya ketangan inggeris (1811), khusus yang berkenaan
dengan usaha/kegiatan pertambangan tidak banyak mengalami perunahan yang
berarti. Baru setelah ingeris menyerahkan kembali tanah jajahan ini kepada
belanda (1816), dilakukanlah cara pemerintahan hindia belanda.
Semasa hindia belanda, usaha pertambangan dilaksnakan oleh pemerintah
maupun swasta dengan menggunakan berbagai pola atau bentuk perizinan.
Semula memang telah menjadi kebijakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk
melaksanakan sendiri usaha-usaha pertambangan besar yang dinilai vital seperti
tambang batu bara dan timah. Tetapi untuk beberapa proyek besar seperti
pengembangan tambang nikel di sulawesi tenggara, pengusahaannya dilakukan
oleh pihak swasta berdasarkan suatu kontrak khusus dengan pemerintah. Kontrak
itu dikenal dengan nama 5a contract karena didasarkan pada ketentuan pasal 5a
Indische Mijnwet. Pasal 5a adalah pasal yang ditambahkan pada indische mijnwet
saat

dilakukan amandemen II

tahun 1918

dan amandemen I

tahun

1910. 53Kemudian perlu dicatat bahwa pada amandemen 1918 dilakukan
perubahan pada ketentuan ayat (3) pasal 5a indische mijnwet yaitu bahwa hanya
kontrak yang eksplorasi saja tidak perlu disahkan dengan undang-undang.

3.

Perkembangan Pada Periode 1942-1949
Pada tahun 1942, pemerintah hindia belanda menyerah kepada balatentara

53

Soetaryo Sigit, Potensi....Op. Cit, hal.10

Universitas Sumatera Utara

jepang tepatnya pada tanggal 08 Maret 1942 menandai berakhirnya kekuasaan
hindia belanda atas indonesia. Selama pendudukan jepang Indische Mijnwet 1899
praktis tidak berjalan, sebab semua kebijaksanaan mengenai pertambangan
termasuk operasi minyak berada ditangan komando Militer Jepang yang
disesuaikan dengan situasi perang. Beberapa kegiatan pertambangan yang
sebelumya diusahakan oleh pemrintah hindia belanda dilanjutkan oleh pemerintah
jepang seperti minyak bumi, batubara, timah, bauksit, nikel dibuka kembali dan
diteruskan. Selain itu, selama penjajahan jepang atas indonesia jepang telah
mampu mengembangkan potenis pertambangan indonesia. Sejumlah tambang
batu bara dibuka untuk mendapatkan batu bara kokas seperti di daerah kalimantan
selatan, sebagian lagi diberbagai lokasi dijawa barat untuk memasok batubara
bagi kereta api dijawa. Selain batu bara, tambang tembaga juga mulai dibuka
seperti didaerah Tirtomoyo (Jawa Tengah), Sangkaropi (Sulawesi Selatan),
Timbulun (Sumatera Barat), Bijih Besi di Lampung dan berbagai daerah
dikalimantan selatan, sinaber dikalimantan barat dan jawa barat, bijih mangan di
pulau Doi, Bauksit dikalimantan Barat.54
Hingga Indonesia telah meraih kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus
1945, tidak banyak yang dapat dilakukan atas pertambangan di indonesia. Selang
tahun 1945-1949, pemerintah Belanda melalui Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) berhasil mengusai berbagai daerah di pulau jawa. Selama
kurun waktu tersebut tidak benyak perkembangan yang terjadi atas pertambangan
Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949 berlangsung secara resmi penyerahan

54

Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi

Universitas Sumatera Utara

kedaulatan dari pihak belanda kepada republik indonesia serikat, dan pada tanggal
17 Agustus 1950 Republik Indonesia Serikat Melebur menjadi Negara kesatuan
Republik Indonesia.

4.

Perkembangan Periode 1950-1966
Dalam periode Demokrasi terpimpin ini, banyak isu politik yang sangat peka

berkembangan di Indonesia. Salah satunya adalah tentang masalah pengawasan
ats usaha pertambangan timah dan minyak bumi yang masih dikuasai oleh modal
belanda dan modal asing lainnya. Oleh karena itu, pada bulan juli 1951 anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS), Teuku Mr.Moh.Hassan dan
kawan-kawan menyusun mosi untuk mendesak pemerintah untuk segera
mengambil langkah-langkah guna membenahi pengaturan dan pengawasan usaha
pertambangan di Indonesia.
Adapun mosi tersebut dinamakan “Mosi Mr.Teuku Moh. Hassan DKK”,
yang memuat hal-hal penting diantaranya sebagai berikut:
a. Membentuk suatu komisi negara urusan pertambangan dalam jangka
waktu satu bulan dengan rugas sebagai berikut:


Menyelidiki masalah pengolahan pertambangan minyak, timah, batu
bara, tambang emas/perak dan bahan mineral lainnya di indonesia.



Mempersiapkan

rencana

rencana

pembentukan

undang-undang

pertambangan indonesia yang sesuai dengan keadaan dewasa ini.


Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah untuk menyelesaikan
dan mengatur pengolahan minyak di sumatera khususnya dan sumbersumber minyak di daerah lainnya.

Universitas Sumatera Utara



Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah mengenai status
pertambangan di indonesia.



Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah mengenai penetetapan
pajak dan harga minyak.



Membuat usul-usul lain mengenai pertambangan sebagai salah satu
sumber penghasilan bagi negara.

b. Menunda

segala

pemberian

izin,

konsesi,

eksplorasi,

maupun

memperpanjang izin-izin yang sudah habis waktunya, selama menunggu
hasil pekerjaan panitia negara urusan pertambangan.
55

Menanggapi mosi parlemen ini, panitia negara yang dibentuk pemerintah

berhasil menyiapkan naskah Rancangan Undang-undang pertambangan pada awal
tahun 1952. Akan tetapi karena silih bergantinya kabinet, RUU ini tidak pernah
disampaikan kepada DPRS. Namun demikian, pemerintah dapat menrbitkan No.5
Tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan. Adapun peraturan
pelaksana Undang-undang ini termuat dalam Peraturan Pemrintah No.59 Tahun
1959.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, maka semua hak pertambangan yang
terbit sebelum tahun 1949 yang selama ini belum juga dikerjakan dan diusahakan
ataupun masih dalam taraf permulaan pengusahaan dan tidak menunjukkan
kesungguhan, semuanya dibatalkan. Dalam undang-undang ini ditetapkan pula
bagi stiap daerah yang mengalami pembatalan akan menjadi bebas dalam artian
harus dimohonkan dan diterbitkan hak pertambangan yang baru dengan ketentuan
hak tersebut dapat diberikan kepada perusahaan negara dan/atau daerah swatantra.
55

Saleng Abrar,Hukum Pertambangan, UII Press, jakarta,2004, hal.59

Universitas Sumatera Utara

Penerbitan hak pertambangan ini adalah wewenang Menteri Perindutrian (yang
waktu itu membawahi sektor pertambangan).
Pada tahun 1960, pemerintah menerbitkan suatu peraturan mengenai
pertambangan yang diundangkan sebagai peraturan pemerintah pengganti undangundang yang kemudian menjadi undang-undang No.37 Prp. Tahun 1960 tentang
Pertambangan yang lebih dikenal sebagai undang-undang Pertambangan 1960.
Undang-undang ini mengakhiri berlakunya Indische Mijnwet 1899 yang tidak
selaras dengan cita-cita kepentingan nasional dan merupakan undang-undang
pertambangan nasional yang pertama.
Setelah berlakunya undang-undang pertambangan 1960, pemerintah juga
mengeluarkan peraturan pemerintah yang khusus mengatur pertambangan minyak
dan gas bumi yang kemudian diundangkan sebagai peraturan pemerintah
pengganti undang-undang yang kemudian menjadi undang-undang No.44 Prp.
Tahun 1960 tentang pertambangan Minyak dan Gas bumi. Dalam undang undang
pertambangan 1960, mengizinkan pemerintah menarik modal asing untuk
mengembangkan bidang eksplorasi dan eksploitasi bidang pertambangan
berdasarkan pola production Sharing Contract. Sebagaimana diatur dalam
peraturan presiden Nomor 20 Tahun 1963. Pola bagi hasil ini pada dasarnya tidak
lain berupa peminjaman modal dari pihak asing yang akan dibayar kembali
dengan hasil produksi. Namun pola ini, ketika itu tidak berhasil menarik minat
swasta dan mendatangkan modal dari luar negeri sebagaiman yang diharapkan.
5.

Periode 1967-2009
Periode ini menurut soetaryo sigit merupakan babak baru dalam kebijakan
ekonomi dan perkembangan pertambangan indonesia. Babak baru ini diawali

Universitas Sumatera Utara

dengan

keluarnya

Ketetapan

MPRS

No.XXIII/MPRS/1966

Tentang

Pembaharuan Kebijaksanaan dan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan
Pembangunan. Ketetapan MPRS tersebut memuat beberapa hal yang sangat
penting terkait sektor pertambangan, antara lain sebagai berikut 56:
a. Kekayaan potensi yang terdapat dalam alam indonesia perlu digali dan
diolah agar dapat dijadikan kekuatan ekonomi yang rill (Bab II pasal 8).
b. Potensi Modal, teknologi dan keahlian dari luar negegri dapat
dimanfaatkan untuk

penanggulangan kemerosotan ekonomi serta

pembangunan indonesia (Bab II, Pasal 10).
c. Dengan mengingat terbatasnya modal dari luar negeri, perlu segera
ditetapkan undang-undang mengenai modal asing dan modal domestik
(Bab VII, Pasal 62).
Berdasarkan ketetapan MPRS diatas, disusunlah rancangan undang-undang
tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diundangkan menjadi undangundang No.1 Tahun 1967. Untuk menyesuaikan kebijaksanaan baru dalam
perekonomian, khususnya mengenai usaha-usaha pertambangan tidak mungkin
dilaksanakan tanpa mengganti undang-undang pertambangan 1960. Departemen
pertambangan segera membentuk panitia penyusun rencana undang-undang
pertambangan. Hasil kerja panitia diajukan kepada DPR menjelang pertengahan
tahun 1967. Menyusul terbitnya undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang
Penanaman Modal Asing, terbit pula undang-undang Nomor 11 Tahun 1967
Tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pertambangan (selanjutnya dinamakan

56

Direktorat jenderal pertambangan umum departemen pertambangan dan energi, kilas balik 50
tahun pertambangan umum dan wawasan 25 tahun mendatang, jakarta, 1995, hal.II-20.

Universitas Sumatera Utara

UUPP 1967). 57
58

UUPP memuat beberapa prinsip-prinsip pokok yang berbeda dengan

Indische Mijnwet, yaitu;
a. Penguasaan sumber daya alam oleh negara sesuai dengan pasal 33 UUD
1945, dimana negara menguasai segala sumber daya alam sepenuhpenuhnya untuk kepentingan negara dan kemakmuran rakyat (pasal 1).
b. Penggolongan bahan-bahan galian dalam golongan strategis, vital dan non
srategis dan vital (pasal 3).
c. Sifat dari perusahaan pertambangan, yang pada dasarnya harus dilakukan
oleh negara atau perusahaan negara/daerah, sedangkan perusahaan swasta
nasional,

asing

hanya

dapat

bertindak

sebagai kontraktor

dari

negara/perusahaan negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
d. Konsesi ditiadakan, sedang wewenang untuk melakukan kegiatan usaha
pertambangan diberikan berdasarkan kuasa pertambangan (KP), sebab
konsesi memberikan hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi pemegang
konsesi. Selain itu, hak konsesi merupakan hak kebendaan (Zakelijkrecht,
Propertyrights), sehingga dapat dijadikan Jaminan hipotik. Berbeda
dengan hak kontraktor dan hak pemegang kuasa pertambangan, tidak
mempunyai kekuatan hukum yang demikian, menurut hukum indonesia.

6.

Undang-undang No.4 Tahun 2009-Sekarang
Indonesia

pertambangan

dianugerahi
dan

sumber

indonesia

daya

mamiliki

alam

termasuk

ketergantungan

bahan
tinggi

galian
terhadap

57

Seotaryo Sigit
Survey of Indonesia Economic Law, Mining Law, Padjajaran University Law School, Bandung,
1974, Hal 11 (dalam Buku Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Hal.7 2)
58

Universitas Sumatera Utara

pemanfaatan

bahan

galian

pertambangan

tersebut

sebagai

modal

pembangunan.Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) dinyatakan bahwa” bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
digunakan sebesar-besar nya untuk kemakmuran rakyat”. Namun dalam
implementasinya, negara acap kali dihadapkan pada kondisi dilematis antara
pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungan dan sosial, termasuk
penyeimbangan pertumbuhan dengan pemerataan.Refleksi saat ini adalah
penguasaan oleh negara lebih mendominasi pemanfaatannya, sehingga perlu
penyeimbangan baru berupa pengelolaan kebijakan nasional.
Undang Undang dasar 1945 pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung didalam nya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.Mengingat mineral dan
batu

bara

sebagai

kekayaan

alam

yang

terkandung

didalam

bumi

merupakansumber daya alam yang tidak terbarukan, pengelolaannya perlu
dilakukan seoptimal mungki, efisien, transparan,berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar besar abgi
kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Guna memenuhi ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang undang dasar 1945
tersebut, telah diterbitkaN Undang undang nomor 11 tahun 1967 tentang
Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan.Undang Undang tersebut selama lebih
kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan
sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional.
Dalam perkembangan lebih lanjut, undang Undang tersebut yang muatannya
bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan

Universitas Sumatera Utara

tantangan diamsa depan.disamping itu pembangunan pertambangan harus
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional
maupun internasional.Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral
dan batu bara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi,
otonomi daerah, hak asasi manusia,lingkungan hidup, perkembangan teknologi
dan informasi,hak atas kekayaan intelektual, serta tuntutan penigkatan peran
swasta dan masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah
permasalahan tersebut, perlu disusun peraturan perundang-undangan baru
dibidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat memberikan landasan
hukum bagi langkah langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan
pengelolaan dan pengisahaan pertambangan mineral dan batubara.
Undang Undang ini mengandung pokok-pokok pikiran, yakni sebagai
berikut:
a. Mineral dan batu bara sebagai sumberdaya yang tak terbarukan dikuasai
oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan
oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha.
b. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan keoada badan usaha yang
yang

berbadan

hukum

indonesia,koperasi

,perseorangan,maupun

masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batu bara
berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh
pemerintah

dan/

atau

pemerintah

daerah

yang

sesuai

dengan

kewenangannya masing-masing.

Universitas Sumatera Utara

c. Dalam rangka penyelengggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara
berdasarkan

prinsip

eksternalitas,akuntabilitas,

dan

dilaksanakan
efisiensi

yang

melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah.
d. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang
sebesar besar bagi kesejahteraan rakyat indonesia.
e. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah
dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/ pengusaha kecil dan
menengah serta mendorong tumbuh nya industri penunjang pertambangan.
f. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan

harus

dilaksanakan

dengan

memperhatiakn

prinsip

lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
Dengan demikian denga