Kepastian Hukum Penguasaan Negara Atas Usaha-Usaha Pertambangan Mineral dan Batabara di Indonesia

(1)

Daftar Pustaka

Buku :

C.S.T Kansil dan Kansil.cristine,Kitab Undang-Undang Hukum Agraria,Jakarta: Sinar Grafika 2001,

Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Bandung: Djambatan, 1997. Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Penguatan LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.2001

Budiono kusumohamidjojo, Ketertiban yang adil, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999

Lawrence M.Friedman, American Law (New York : W.W. Norton and Company,1984)

Leonard J.Theberge, ”Law and Economic Development”, Journal of International Law and Policy,Vol 9, (1980)

A.P Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Medan: Mandar Maju, 1994

Tampil anshari siregar, UUPA dalam bagan, Medan: KSHM USU, 2003 A.P.Parlindungan. Komentar atas UUPA, Bandung: Mandar Maju, 1991

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (edisi kedua), jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan & balai pustaka,1995

Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, jakarta, UII Press, 2004

Bagir Manan, Beberapa catatan atas Rancangan Undang-Undang tentang minyak dan gas bumi, Bandung: FH-Unpad, 1999


(2)

Boedi harsono, Undang-undang pokok agraria, (cetakan ketiga), Jakarta: Djambatan, 1970

Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 UUD 1945, Jakarta: Mutiara, 1977 Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, Jakarta: Djambatan, 1954

Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan konstitusi suatu negara, Bandung: Mandar Maju, 1995

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan hukum tanah nasioanal dalam hubungannya dengan TAP MPR RI IX/MPR/2001, Surabaya: Universitas Trisakti, 2002

Urip Santoso, Hukum Agraria, Jakarta: Prenada Media Grup, 2012

Soetaryo sigit, Potensi Sumber Daya Mineral Dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia, ilmiah Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa di ITB, Bandung: 1996

Deno Kamelus, fungsi hukum terhadap ekonomi di indonesia, disertasi, pps-unair, surabaya, 1998

Roziq B. Soetjipto, Sejarah Munculnya Pemilikan Pengusahaan Pertambangan yang berorientasi Kerakyatan, yokyakarta: loekman soetrisno et al, 1997

Direktorat jenderal pertambangan umum departemen pertambangan dan energi, kilas balik 50 tahun pertambangan umum dan wawasan 25 tahun mendatang, jakarta: 1995

Sukandarramidi, Hukum Pertambangan, Jakarta: UII Press, 2003 R.Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian,Jakarta: Intermasa, 1983

Sri Soemantri M.,Permasalahan Hukum Tata Negara (dan Politik) Dalam Perspektif Penelitian,Pengembangan dan Pendidikan Hukum di


(3)

Indonesia,Semarang: FH-UNDIP-Dikti -Depdikbud,1996)

Taqwaddin, “Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat oleh Masyarakat Hukum Adat (Mukim) di Provinsi Aceh”, (Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2010)

Husen Alting, Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah ,LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010

Hazairin. Demokrasi Pancasila. Tintamas, Jakarta, 1970

Soepomo. Bab-Bab tentang Hukum Adat, Pradya Paramita, Jakarta,1977. Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2008.

Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (suatu pengantar),laksbang justitia Suarabaya, Surabaya, 2014

Salim HS., Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika, jakarta, 2012

Mochtar Kusumaatmadja,Hukum, Masyarakat, dan pembinaan hukum, Binacipta, Bandung.1976

Jurnal

Perlindungan Hukum Masyarakat Adat di Wilayah Pertambangan.Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 3. Desember 2013,hal 208

Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad, Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi. Salemba


(4)

Humanika.Jakarta, 2010

Pusat Data dan Informasi.Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.2015

Tim Kerja Dibawah Pimpinan Dr. Herlambang P Wiratraman, S.H., MA, LAPORAN AKHIR TIM PENGKAJIAN KONSTITUSI TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nassional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2014.

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI,Laporan akhir tim pengkajian konstitusi tentang perlindungan hukum terhadap masyarakat hukum adat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Jakarta, 2014

Internet

Diakses tanggal 09

februari 2016, pukul 20.00 wib

Peraturan Perundang-Undangan

UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Energi Sumber Daya Mineral

Peraturan Pemerintah RI No.22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(5)

Landasan historis Tafsiran UUPP 1967

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian.

Undang – Undang Pokok Pertambangan,UU No.11 Tahun 1967,(LN No.22 Tahun 1967)

Undang – undang Perseroan Terbatas,UU No 40 Tahun 2007,(LN No. 106 Tahun 2007,TLN No.4756)


(6)

BAB III

Hak dan kewajiban pemegang izin usaha pertambangan dalam

mengelola Mineral dan Batubara

A. Izin Pengelolaan Mineral dan Batubara

Kontrak atau Izin pengelolaan mineral dan batubara di indonesia saat ini beraneka ragam, dikarenakan masih berlakunya berbagai jenis kontrak atau izin yang ditetapkan sebelum berlakunya undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Kontrak atau izin pertambangan yang berlaku sebelum undang-undang No. 4 Tahun 2009, meliputi:

1. Kontrak karya;

2. Perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara; 3. Kuasa Pertambangan;

4. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

Sementara itu, izin yang dikenal dalam undang-undang No. 4 Tahun 2009, meliputi:

1. Izin Pertambangan Rakyat (IPR); 2. Izin Usaha Pertambangan (IUP); dan 3. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Apabila disintesiskan pembagian diatas, maka kontrak atau izin pengelolaan mineral dan mineral yang berlaku kini, meliputi:

a. Kontrak Karya;


(7)

c. Kuasa Pertambangan; d. Izin Pertambangan Rakyat;

e. Izin Usaha Pertambangan (IUP); dan f. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Ke-enam jenis pengelolaan mineral dan batubara tersebut dapat dikualifikasikan menjadi dua macam yaitu:

a. Kontrak Karya

Kontrak termasuk ke dalam golongan perjanjian. Menurut R. Subekti66

Berdasarkan asas tersebut, maka kaidah hukum perjanjian dapat dipersempitatau diperluas oleh para pihak yang membuat perjanjian atau kontrak.

, pengertian kontrak lebih sempit dari perjanjian karena kontrak mensyaratkan bentuknya selalu tertulis,sedangkan perjanjian bentuknya selain tertulis dapat juga dilakukan secara lisan. Dengan demikian, mazhab kontrak dapat termasuk ke dalam perjanjian. Di dalam sebuah kontrak, para pihak dapat menentukan sendiri mengenai ketentuan ketentuanyang akan mengatur para pihak yang terlibatdidalamnya.

67

66

R.Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian,Intermasa,Jakarta,1983.hal. 1. 67

Sri Soemantri M.,Permasalahan Hukum Tata Negara (dan Politik) Dalam Perspektif Penelitian,Pengembangan dan Pendidikan Hukum di Indonesia,Semarang: FHUNDIPDikti -Depdikbud,1996), hal 8

Subjek hukum yang terlibat di dalam sebuah kontrak tidak terbatas pada individu kodrati melainkan para pihak yang terdiri lebih dari satuindividu.Kebijakan Pemerintah dalam pertambangan Batu bara dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya,kesempatan kerja dan usaha. Selain itu,pembangunan bidang usaha


(8)

pertambangan terutama dilakukan melalui program pengolahan hasil pertambangan secara efisien.68

Di Indonesia terdapat beberapa ketentuan yang digunakan dalam hal investasi pertambangan batu bara sebelum di berlakukannya Undang – Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diantaranya adalah dengan menggunakan Kontrak Karya dalam Pertambangan (KKP). Kontrak Karya dalam Pertambangan merupakan perjanjian antara pemerintah dan pengusaha pertambanganuntuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pertambangan di Indonesia.69

Di dalam Kontrak Karya Pertambangan terdapat ketentuan – ketentuan yang mengatur berbagai hak dan kewajiban kontraktor serta berbagai kemudahan yang dapat diberikan pemerintah kepada kontraktor untuk melaksanakan kegiatan usahanya.

Di dalamkonsep kontrak karya ini kedudukan antara pemerintah dan pengusaha pertambangan memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai pihak-pihak yang sedang melakukan perjanjian. Pemerintah sebagai principal sedangkan pengusaha sebagai contractor.

70

68

Aminuddin Ilmar,Hukum Penanaman Modal di Indonesia ,(Jakarta:Preneda Media,2005),hal 144

69

Ari wahyudi Hertanto,kontrak karya (suatu kajian hukum keperdataan),hukum dan pembangunan 2, Jakarta, 2008. Hal 204

70

Joko Susilo dan Adi Prathomo,Sejarah Perkembangan Pertambangan Indonesia ( Kumpulan Tulisan S.Sigit,1967-2004)”,Yayasan Minergy Informasi Indonesia,Jakarta, 2004. hal 91

Adanya kontrak karya pertambangan ini lahir dari amanat Undang – undang No 11 Tahun 1967 tentang pokok-pokok Pertambangan yang merupakan dasara dari kegiatan pertambangan di Indonesia terutama mengenai mineral dan batu bara. Undang–undang ini merupakan undang-undang yang medahului adanya undang–undang No 4 Tahun 2009. Penerapan konsep Kontrak Karya


(9)

Pertambangan ini didasari pada pasal 10 Undang – undang No 11 Tahun 1967,yaitu71

1. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasapertambangan.

:

2. Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harusberpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri.

3. Perjanjian karya tersebut dalam ayat 2 pasal ini berlaku sesudah disahkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan

Perwakilan Rakyat apabila menyangkuteksploitasigolonganasepanjangmengenaibahan-bahangalian

yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.

Setiap perusahan pertambangan yang ingin memiliki usaha di bidang pertambangan harus menggunakan konsep kontrak karya ini. Penerapan konsep ini ditegaskan keberlakuannya di dalam pasal 8 Undang – undang No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yaitu :

“Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain

71

Indonesia ,Undang – Undang Pokok Pertambangan,UU No.11 Tahun 1967,(LN No.22 Tahun 1967),pasal 10


(10)

sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku”72

Di dalam Undang-undang No 5 Tahun tentang penanaman modal asing mengatur mengenai bentuk badan usaha yang dapat diberikan izin untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal mengenai bentuk badan usaha tersebut diatur di dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun yang menyatakan bahwa penanaman modal asing di Indonesia harus dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum di Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Indonesia,kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka sudah tegas bahwabentuk badan usaha untuk melakukan penanaman modal asing haruslah berbetnuk Perseroan Terbatas atau PT. Dengan demikian, bentuk badan usaha Perseroan Terbatas haruslah tunduk dan berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dasar hukum dari kontrak karya untuk diterapkan dalam penanaman modal dalam bidang pertambangan batu bara di Indonesia diatur dalam pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.1 Tahun 1967 dan pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) Undang-undang No 11 Tahun 1967. Dari dua dasar hukum tersebut dalam dipahami bahwa kontrak karya pada dasarnya tergolong ke dalam sebuah perjanjian. Subjek dari perjanjian itu adalah pemerintah dan pengusaha pertambangan, sedangkan objek dari perjanjian itu sendiri adalah pertambangan mineral dan batu bara.

72

Indonesia , Undang – undang Penanaman Modal Asing , UU No. 1 Tahun 1967, ( LN Tahun 1967 No 1,TLN Tahun 1967 No), Ps8.


(11)

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – undang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksana Undang – Undang Perseroan Terbatas.73Di dalam ketentuan yang dikandung dalam Undang – undang penanaman modal dimungkinkanpenanaman modal yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh asing.74

“Suatu perjanjian yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan Kontraktor Asing semata – mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupuneksploitasi dalam bidang pertambangan umum,sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak.”

Perusahaan yang mengandung modal asing maka disebut sebagai PT PMA atau Peseroan Terbatas Penanaman Modal Asing.

Kontrak karya memiliki definisi lain yang diberikan di dalam keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam rangka Penanaman Modal Asing,yaitu:

75

1. Adanya Konsep kontraktual,yaitu perjanjian yang dibuat oleh parapihak; Bedasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam konsep Kontrak Karya Pertambangan,yaitu:

2. Adanya subjek hukum yang merupakan pihak – pihak yang terlibat di 73

Indonesia,Undang – undang Perseroan Terbatas,UU No 40 Tahun 2007,(LN No. 106 Tahun 2007,TLN No.4756),ps. 1 angka (1)

74

Indonesia,Undang – undang Perseroan Terbatas,UU No 40 Tahun 2007,(LN No. 106 Tahun 2007,TLN No.4756),ps. 1 angka (1)

75

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing ,KepMen Energi dan SDM No. 1614 Tahun 2004 ,Ps. 1 angka 1


(12)

dalam perjanjian tersebut yaitu antara pemerintah dan pengusaha pertambangan yang dapat berupa kontraktor asing atau perusahaaangabungan;

Karakteristik sistem pengelolaan mineral dengan menggunakan kontrak karya, yaitu Subjek hukumya, Yaitu :

• pemerintah indonesia dengan badan hukum indonesia atau merupakan gabungan antara badan hukum indonesia dengan badan hukum asing;

• Objeknya, yaitu pemanfaatan dan pengembangan potensi pertambangan di indonesia;

• Segala biaya untuk melakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, dan operasi ditanggung oleh badan hukum;

• Membayar segala jenis pajak sebagaimana ditentukan dalam kontrak karya;

• Haknya, meliputi:

− Hak tunggal untuk mencari dan melakukan eksplorasi mineral di dalam wilayah kontrak karya;

− Mengembangkan dan menambang secara baik setiap endapan mineral yang ditemukan dalam wilayah pertambangan;

− Mengolah dan memurnikan, menyimpan dan mengangkut dengan cara apapun semua mineral yang dihasilkan;

− Memasarkan dan menjual atau melepaskan semua produksi di dalam maupun luar negeri, melakukan kegiatan lainnya yang mungkin perlu atau memudahkan serta akan dilaksanakan dengan betul-betul memperhatikan persetujuan ini.


(13)

sebelum kemerdekaan,melalui Indishe Mijnwet 1899. Indische Mijnwet adalah sebuah ketentuan mengenai pertambangan yang diterapkan oleh kolonial Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda mendeklarasikan penguasaan barang tambang seperti mineral dan logam yang ada di wilayah Indonesia. Peraturan mengenaipertambanganini mengalami perubahan pada Tahun 1910 dan 1918dan dengan menerapkan Mijnordonnantie76sebagai ketentuan pelengkap. Perbaikan pada tahun 1910 menambahkan pasal 5a Indische Mijnwet,yang menjadi dasar bagi perjanjian,yang kemudian sering disebut dengan “5a Contract”.77

1. Pemerintah berwenang untuk melakukan penyelidikan dan ekploitasi selama hal itu tidak bertentangan dengan hak – hak yang telah diberikan kepada penyidik atau pemegangkonsepsi;

Ketentuan dari 5a Contract adalah sebagai berikut:

2. Untuk hal tersebut, pemerintah dapat melakukan sendiri penyelidikan dan eksploitasi atau mengadakan perjanjian dengan perorangan atau perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 Undang –undang ini sesuai dengan perjanjian itu maka wajib melaksanakan eksploitasi ataupun penyelidikan dan eksploitasi yangdimaksud;

3. Perjanjian yang demikian itu tidak akan dilaksanakan,kecuali telah disahkan dengan undang –undang.78

Berdasarkan ketentuan diatas yang dijadikan acuan untuk membentukkonsep

76

Mijnordonnantie adalah sistem hukum pertambangan pada masa kolonial Belanda yang merupakan perbaikan dari sistem Indische Mijnwet.

77

Muhammad Chalid,”Studi Agenda Tersembunyi di Balik Kontrrak Karya dan Operasi Tambang INCO”,disampaikan pada temu Profesi Tahunan (TPT) IX dan Kongres IV PerhimpunanAhli Pertambangan Indonesia (PERHAPI)),(14 September200)

78


(14)

kontrak karya ,maka dikenal sistem konsesi yang juga merupakan sistem pengelolaan pertambangan yang mencakup hak menguasai atas tanah disamping pemberian kuasapertambangan. Sistem kontrak karya pada dasarnya mengambil jalan tengah antara sistem konsesi ini, dimana kontraktor asing mendapat hak penuh terhadap mineral dan tanah,dengan model kontrak bagi hasil dimana negara tuan rumah langsung mendapatkan hak atas peralatan dan prasarana dan dalam waktu singkat seluruhoperasi menjadi milik negara.79

Dalam Undang – undang No 11 Tahun 1967,padadasarnya semua mineral diuasahakan oleh Negara dan berdasarkan ketentuan undang-undang dimaksud, Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk pekerjaan yang belum mampu dikerjakan sendiri. Pemerintah dalam hal ini mengawasi dan memantau jalannya pelaksanaan pekerjaandimaksud,sedangkansarana yang melandasi dan merupakan dasar hukumnya adalah berupa perjanjian yang harus terlebih dahulu mengkonsultasikannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat.80

Dalam perkembangan konsep Kontrak Karya Pertambangan ini mengalami beberapa perubahan untuk memperbaiki berbagai konsep yang ada di dalamnya yang menyangkut beberapa bidang selain dari bidang pertambangan seperti bidang keuangan,pajak, dan pendapatan negara lainnya, walaupun selama perkembangannya tidak mengalami perubahan yang mendasar dan signifikan. Dengan demikian dalam kurun waktu 30 Tahun (1967-1997), terdapat tujuh generasi KKP.81

Berdasarkan prinsipnya,kontrak karya termasuk ke dalam suatu perjanjian.

79

Salim H.S.,Hukum Pertambangan di Indonesia,Opcit hal143 80

Ari Wahyudi.Op.Cit. Hal 5 81


(15)

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.82Dengan adanya perjanjian ini maka akan menimbulkan suatu hubugan perikatan. Intisari dari sebuah perjanjian adalah adanya janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Komtrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antar dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.83

Di dalam kontrakkarya ini terdapat suatu bentuk kerjasama antara para pihak yang terikat di dalamnya. Berdasarkan definisinya, kerjasama adalah ikatan dua orang atau lebih yang mempunyai kepentingan – kepentingan yang saling menguntungkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Di dalam mencapai suatu tujuan tersebut tedapat suatu titik keseimbangan diantara kepentingan mereka. Titik keseimbangan dapat bertahan apabila para pihak melaksanakan kewajiban masing-masing sesuai yang diperjanjikan disertai dengan keseimbangan yang optimal dari kepentingan ekonomi masing-masing.84Inti dari Kontrak karya ini adalah adanya motivasi untuk sama- sama mencari keuntungan untuk kedua belah pihak. Melalui pendekatan ekonomi,jelas dapat terbaca bahwa motivasi dari kerjasama migas dan pertambangan umumpada akhirnya adalah motif untuk mendapatkan keuntungan, dimana secara jumlah sudah dapat diperhitungkan versus risiko dan segala hambatannya.85

82

Subekti,Hukum Perjanjian,cetakan XX,(Jakarta,PT Intermasa,tahun 2004), hal 11 83

I b i d

84

Sutadi Pudjo Utomo,Prinsip-prinsip dalam Perjanjian Kerja sama,BPMIGA,jakarta. Hal 2 85


(16)

Adapun pihak – pihak yang berwenang untuk menandatangani kontrak karya menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1614 Tahun 2004 tentang pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, gubernur dan bupati/walikota tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya. Menurut Keputusan ini pihak yang berwenang untuk menandatangani adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia atau kontraktor, terutama badan hukum asing. Sedangkan pejabat yang berwenang untuk pemrosesan permohonan Kontrak Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara adalah Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, gubernur, dan Bupati/Walikota.

Pemerintah di dalam Kontrak Karya, kedudukannya sama dengan pihak lain, dimana posisinya sama dengan posisi para pihak di dalam perjanjian keperdataan pada umum. Para pihak memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan tidak ada yang memiliki kedudukan yang suprior dibandingkan dengan pihak yang lainnya di dalam perjanjian tersebut. Menurut pak Bagir Manan adalah hubungan (hukum) kesederajatan yang merupakan hubungan keperdataan antara pemerintah dengan orang atau badan hukum keperdataan.86

86

Bagir Manan,Bentuk – Bentuk Perbuatan Keperdataan yang Dapat Dilakukan oleh Pemerintah Daerah,Journal Padjajaran University,( Bandung :LP.Unpad,1996),hal.24

Hal ini dilakukan bukan untuk merendahkan posisi

pemerintah Indonesia agar setara dengan

badanhukumswasta.Haliniuntukmewujudkankesejahteraanumumdansebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan membentuk fungsi-fungsi baru yang tidak bersifat pemerintahan, menuntut pemerintah turut serta dalam pergaulan


(17)

kemasyarakatan atau hubungan (hukum) sebagai pihak atau subjek yang tidak berbedadengan subjek hukum perorangan atau badan-badan hukum keperdataan pada umumnya.87

b. Perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), merupakan:

Suatu perbuatan keperdataan hanya dapat dilakukan oleh Badan Hukum atau pribadi kodrati, oleh karena itu, suatu negara jika ingin melakukan suatu kegiatan keperdataan harus diwakili oleh badan hukum yang mengatasnamakan Negara, dapatberupa Badan Hukum Negara. Selain badan hukum negara,pemerintah juga dapat mewakili negara sebagai subjek hukum untuk melakukan kegiatan keperdataan berupa kontrak. Pemerintah dapat langsung melakukan kontrak dengan menggunakan pemerintah pusat atau daerah maupun tidak langsung dengan menggunakan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha MilikDaerah.

Pemerintah dalam hal ini mewakili negara dapat memasukan unsur hukum publik di dalam kontrak yang akan dilakukannya. Walaupun kontrak bersifat keperdataan namun karena negara bersifat mewakili kepentingan publik maka unsur tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontrak. Kepentingan publik yang dimaksud dapat berupa ketentuang perundang-undangan yang berlaku dimasukkan sebagai syarat-syarat kontrak tersebut. Hubungan antara pemerintah dengan mitranya atau (lawan kontraknya) tidak berada di dalam kedudukan yang sama,tetapi pemerinahmempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari mitranya. Karena itu disebut perjanjian publik.

87

Abrar Saleng,”Kepastian Hukum dan Status Hukum Pemerintah dalam Kontrak Karya Pertambangan”,Buletin Mimbar Hukum, 2010 hal .75


(18)

Perjanjian antara pemerintah republik indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan batubara dengan berpedoman kepada undang-undang No. 1 Tahun 1967 Tentang penanaman modal asing serta undang-undang No.11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan umum”.

88

• Subjek hukumnya, yaitu pemerintah rapublik indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA);

Dengan menganalisis defenisi ini, maka dapat dikemukakan karakteristik perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Karakteristik itu, disajikan berikut ini:

• Objeknya, yaitu untuk pengusahaan batubara;

• Kewajibannya, meliputi:

− Menyampaikan rencana kerja dan rencana anggaran belanja tahunan kepada pemerintah;

− Menyerahkan sebesar 13,50 % (tiga belas dan lima puluh perseratus) hasil produksi batubara kepada pemerintah secara tunai atas harga pada saat berada di atas kapal (free on board) atau harga setempat (at sale point);

− Membayar pajak kepada pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat perjanjian ditandatangani;

− Membayar pungutan-pungutan daerah untuk fasilitas atau pengesahan yang diberikan oleh pemerintah;

88


(19)

− Membayar iuran tetap (dead rent) kepada pemerintah berdasarkan luas wilayah kerja pengusahaan pertambangan batubara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

− Menyampaikan daftar rencana kebutuhan barang modal dan bahan yang di impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemerintah untuk mendapatkan persetujuan;

− Mendirikan badan hukum menurut hukum indonesia, berkedudukan di indonesia dan semata-mata berusaha dalam bidang pengusahaan pertambangan batubara;

− Dalam hal kontraktor swasta merupakan perusahaan penanaman modal asing yang seluruh modalnya dimiliki dan/atau badan hukum asing, perusahaan kontraktor swasta tersebut menjual sebagian sahamnya kepada warganya dan/atau badan hukum indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

− Wajib mengutamakan penggunaan hasil produksi dan jasa dalam negeri, tenaga kerja indonesia;

− Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan daerah dan perlindungan lingkungan.

• Adapun haknya, meliputi:

− Melakukan kegiatan eksplorasi, dan eksploitasi terhadap sumber daya tambang batubara diwilayah hukum pertambangan indonesia;

− Dibebaskan dari bea masuk;


(20)

− Dibebaskan bea balik nama sehubungan dengan pemilikan barang-barang tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pasal 2 huruf i undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pertambangan disebutkan pengertian kuasa pertambangan adalah :

“wewenang yang diberikan kepada badan/perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan”.

Wewenang merupakan hak dan kekuasaan yang diberikan oleh hukym kepada badan/perorangan untuk melakukan usaha pertambangan. Sementara pejabat yang berwenang untuk memberikan kewenangan kepada perorangan adalah menteri, gubernur, bupati/walikota. Pemberian kewenangan tersebut dituangkan dalam surat keputusan pemberian kuasa pertambangan. Sementara itu, badan/perorangan yang dapat diberikan kewenangan untuk melaksanakan usaha pertambangan adalah:

• Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh menteri, gubernur, bupati/walikota;

• Perusahaan negara;

• Perusahaan daerah;

• Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan daerah;

• Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan (pasal 5 undang-undang no.11 tahun 1967).

Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun 2001 tentang perubahan kedua atas peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangantelah ditentukan bahwa setiap usaha


(21)

pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital, baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu mendapatkan kuasa pertambangan. Dimana kuasa pertambangan tersebut dituangkan kedalam surat keputusan kuasa pertambangan, yang diterbitkan oleh:

• Kewenangan bupati/walikota

Bupati/walikota berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam wilayah kabupaten/kota dan/atau diwilayah laut sampai 4 mil laut.

• Kewenangan Gubernur

Gubernur berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dan tidak dilakukan kerjasama antara kabupaten/kota maupun antar kabupaten/kota dengan provinsi, dan/atau diwilayah laut yang terletak antara 4 sampai dengan 12 mil laut.

• Kewenangan Menteri

Menteri berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama antar provinsi, dan/atau diwilayah laut yang terletak diluar 12 mil laut.

Sebelum pejabat yang berwenang menerbitkan surat kuasa pertambangan, syarat dan ketentuan yang berlaku pada saat itu yang terdapat dalam surat keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K/29/MEM/2000 Tentang Pedoman Teknis penyelenggaraan Tugas Pemerintahan diBidang Pertambangan Umum.


(22)

Selain konsep Kontrak Karya Pertambangan ini terdapat juga konsep Kuasapertambangan. Menurut Undang-undang No 11 Tahun 1967,kuasa pertambangan adalah wewenang yang diberikan kepada badan/perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan.89Kuasa Pertambangan adalah salah satu instrumen hukum yangdapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan olehuntuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan olehpemegang kuasa pertambangan. Setiap pihak yang ingin melakukan usaha pertambangan di Indonesia harus memiliki kuasa pertambangan terlebih dahuluWewenang yang dimaksud di dalam pasal 2 huruf i Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 adalah hak dan kekuasaan yang secara hukumdiberikan kepada badan/perseorangan untuk melakukan usaha pertambangan. Wewenang untuk memberikan Kuasa Pertambangan tersebut dimiliki oleh pejabat-pejabat sesuai dengan wilayah kekuasaannya diantaranya adalah menteri, gubernur, walikota/bupati. Menurut pasal 5

Undang-undangNomor 11 Tahun 1967yang

tergolongdalambadan/perseorangan yang dapat diberikan kuasa pertambangan adalah sebagai berikut:90

a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk olehMenteri; b. PerusahaanNegara;

c. PerusahaanDaerah;

d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara danDaerah;

89

Indonesia,Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,UU Nomor11 Tahun 1967,LN No.22 Tahun 1967 ,Ps. 2 huruf i.

90

Indonesia,Undang – Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,UU Nomor 11 Tahun 1967,LN No.22 Tahun 1967.Ps 5.


(23)

e. Koperasi;

f. Badan atau perseorangan swasta yang telah memenuhipersyaratan; g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah

dengan Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang telah memenuhi persyaratan;

h. Pertambanganrakyat.

Walaupun telah ditentukan para pihak-pihak yang dapat memiliki Kuasa Pertambangan,namun di dalam pasal 6 sampai dengan pasal 9 Undang – undang No 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan mengatur lebih rinci pembagian pihak – pihak lembaga,badan usaha atau perseorangan yang dapat melakukan usaha pertambangan khususnya bahan galian strategis dan bahan galian vital.

Konsep Kuasa Pertambangan memiliki tiga jenis yang diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang – undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan, antara lain :

a. Surat Keputusan PenugasanPertambangan

Surat Keputusan Penugasan Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya kepada Instansi Pemerintah yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum dan tahap eksplorasi.

b. Surat Keputusan Izin PertambanganRakyat

Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Bupati/Walikota kepada rakuat setempat untuk melaksanakanusaha pertambangan secara kecil – kecilan dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas.


(24)

c. Surat Keputusan Pemberian KuasaPertambangan

Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya kepada perusahaan negara, perusahaan daerah, badan usaha swasta atau perorangan untuk meliputi usaha pertambangan yang meliptu tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan barang tambang.

Pemberian Kuasa Pertambangan bersifat parsial pada setiap tahapan kegiatan usaha pertambangan. Berdasarkan pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang – undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuanPokok Pertambangan. Jenis-jenis Kuasa Pertambangan tersebut adalah sebagai berikut:91

a. Kuasa Pertambangan PenyelidikanUmum

Kuasa pertambangan penyelidikan umum adlah kuasa untuk melakukan penyelidikan secara geologi umum dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk mentepkan tanda – tanda adanya bahan galian pada umumnnya;

b. Kuasa PertambanganEksplorasi

Kuasa pertambangan eksplorasi adalah wewenang yang diberikan oleh pejabat berwenang untuk melakukan penyidikan geologi pertambangan

91

Indonesia,Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang – undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan, PP No 75 Tahun 2001,LN Nomor 151 Tahun 2001.Ps 7 ayat 2


(25)

untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya sifat letakan bahan galian;

c. Kuasa PertambanganEksploitasi

Kuasa pertambangan eksploitasi adalah kuasa pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya;

d. Kuasa Pertambangan Pengolahan danPemurnian

Kuasa pertambangan pengolahan dan pemurnian adalah kuasa pertambangan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh untur yang terdapat pada bahan galian tersebut;

e. Kuasa Pertambangan Pengankutan danPenjualan

Kuasa pertambangan pengangkutan dan penjualan adalah kuasa pertambangan untuk memindahkan bahan galian dan hasil pengelolahan dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempatpengolahan/pemurnian.

Adapun prosedur pengajuan kuasa pertambangan yang diatur dalam pasal 13,15, dan 17 Peraturan Pemerintah No 75 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman teknis Penyelenggaran Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa kuasa pertambangan diajukan sesuai dengan bentuk yang ditentukan oleh oleh menteri,gubernur,atau bupati/walikota. Suatu Kuasa Pertambangan diajukan terpisah secara sendiri-sendiri, lapangan-lapangan untuk pertambangan yang terpisah harus diajukan secara terpisah pula dengan masing-masing kuasa pertambangan yang terpisah pula. Pada tahapan


(26)

penyelidikan umum dan eksplorasi, kuasa pertambangan yang diajukan harus melampirkan peta wilayah lapangan usaha pertambangan dengan batas – batas yang jelas, serta menyebutkan bahan galian yang terdapat di wilayahtersebut.

Kuasa Pertambangan memiliki persyaratan yang berbeda – beda untuk pengumpulan permohonan berkas – berkas yang diajukan. Hal ini diatur dalam lampiran Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum. Sedangkan prosedur untuk permohonan Kuasa Pertambangan bergantung pada pejabat yang berwenang untuk memberikan Kuasa Pertambangan tersebut untuk para pihak pemohon.

d. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

92

• adanya izin;

Istilah izin pertambangan rakyat berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu small-scale mining permit. Sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah mijnbouw mogelijk te maken, dan dalam bahasa jerman disebut bergbau. Pengertian izin pertambangan rakyat dirumuskan dalam pasal 1 angka 10 undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menjelaskan bahwa :

“izin pertambangan rakyat adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas”

Adapun unsur-unsur dalam pengertian tersebut meliputi:

• adanya usaha pertambangan;

• wilayah pada pertambangan rakyat; 92


(27)

• luas wilayahnya terbatas;

• investasi terbatas.

Adapun wilayah pertambangan rakyat (selanjutnya disebut wpr), adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Luas wilayahnya terbatas mengandung makna bahwa pemegang IPR hanya dapat diberikan pada wilayah penambangan yang tidak begitu luas. Adapun jenis kegiatan pertambangan dalam pasal 66 undang-undang nomor 4 Tahun 2009 ditentukan ada 4 kelompok kegiatan pertambangan rakyat, ke-empat kelompok itu antara lain:

• Pertambangan mineral Logam;

• pertambangan mineral bukan logam;

• pertambangan batuan; dan/atau

• pertambangan batubara.

93

• perorangan;

Untuk pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan IPR pada dasarnya tidak setiap orang atau seorang diri yang dapat mengajukan permohonan IPRnya. Namun yang dapat mengajukannya adalah penduduk setempat. Adapun klasifikasi penduduk setempat ini antara lain:

• kelompok; dan

• koperasi.

Namun diantara klasifikasi ini tetap didasarkan kepada orang perorangan atau masyarakat yang mendiami suatu tempat, apakah itu dalam suatu kampung nagari 93

Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara


(28)

atau lainnya yang bertemapat disekitar WPR. Sementara untukpejabat yang berwenang untuk menerbitkan IPR adalah Bupati/Walikota, namun dapat dilimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebelum IPR diberikan, maka bupati/walikota menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR). 94

• adanya izin;

Sedang untuk luas wilayah pertambangan rakyat bagi pemohon perorangan paling banyak 1 hektar, untuk pemohon masyarakat adalah paling banyak 5 hektar dan untuk pemohon koperasi paling banyak 10 hektar.

Istilah izin pertambangan rakyat berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu small-scale mining permit. Sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah mijnbouw mogelijk te maken, dan dalam bahasa jerman disebut bergbau. Pengertian izin pertambangan rakyat dirumuskan dalam pasal 1 angka 10 undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menjelaskan bahwa :

“izin pertambangan rakyat adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas”

Adapun unsur-unsur dalam pengertian tersebut meliputi:

• adanya usaha pertambangan;

• wilayah pada pertambangan rakyat;

• luas wilayahnya terbatas;

• investasi terbatas. 94

Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara


(29)

Adapun wilayah pertambangan rakyat (selanjutnya disebut wpr), adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Luas wilayahnya terbatas mengandung makna bahwa pemegang IPR hanya dapat diberikan pada wilayah penambangan yang tidak begitu luas. Adapun jenis kegiatan pertambangan dalam pasal 66 undang-undang nomor 4 Tahun 2009 ditentukan ada 4 kelompok kegiatan pertambangan rakyat, ke-empat kelompok itu antara lain:

• Pertambangan mineral Logam;

• pertambangan mineral bukan logam;

• pertambangan batuan; dan/atau

• pertambangan batubara.

95

• perorangan;

Untuk pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan IPR pada dasarnya tidak setiap orang atau seorang diri yang dapat mengajukan permohonan IPRnya. Namun yang dapat mengajukannya adalah penduduk setempat. Adapun klasifikasi penduduk setempat ini antara lain:

• kelompok; dan

• koperasi.

Namun diantara klasifikasi ini tetap didasarkan kepada orang perorangan atau masyarakat yang mendiami suatu tempat, apakah itu dalam suatu kampung nagari atau lainnya yang bertemapat disekitar WPR. Sementara untukpejabat yang berwenang untuk menerbitkan IPR adalah Bupati/Walikota, namun dapat

95

Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara


(30)

dilimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebelum IPR diberikan, maka bupati/walikota menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR). 96

e. Izin Usaha Pertambangan Khusus

Sedang untuk luas wilayah pertambangan rakyat bagi pemohon perorangan paling banyak 1 hektar, untuk pemohon masyarakat adalah paling banyak 5 hektar dan untuk pemohon koperasi paling banyak 10 hektar. Hak dan Kewajiban Izin Usaha Pertambangan

Sistem pengelolaan mineral dan batubara di Indonesia saat ini bersifat pulralistik karena berlakunya beraneka ragam kontrak atau izin pertambangan, baik yang berlaku sebelum atau sesudah berlakunya undang-undang Nomor 29 Tahun 2009. Izin usaha Pertambangan Khusus (selanjutnya disingkat IUPK) berasal dari terjemahan bahasa ingris yaitu Special Mining Permit atau Special Mining License sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah Speciale Mijnbouwlicentie.

97

a. badan usaha milik negara (BUMN);

IUPK merupakan izin yang diberikan penerbit izin kepada pemegang IUPK untuk melaksanakan usaha pertambangan diwilayah izin usaha pertambangan khusus sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam undang-undang. Adapun yang berhak untuk mengajukan permohonan IUPK, yaitu:

b. badan usaha milik daerah (BUMD) c. badan usaha swasta (BUS)

96

Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara

97


(31)

Sementara yang berwenang untuk menerbitkan IUPK hanya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Adapun yang menjadi objek IUPK adalah sebagai berikut:98

a. penyelidikan umum; b. eksplorasi;

c. studi kelayakan; d. konstruksi; e. penambangan;

f. pengolahan dan pemurnian; g. pengangkutan dan penjualan; dan h. pascatambang.

Adapun yang menjadi kekhususan dari izin ini adalah sebagai berikut:

a. Pejabat yang berwenang untuk meneritkan IUPK hanyalah menteri ESDM.

b. Yang dapat mengajukan permohonan IUPL hanyalah BUMN, BUMb dan BUS.

c. Objeknya Mineral Logam dan batubara sedangkan IUP meliputi mineral logam, bukan logam dan batubara.

d. Cara pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus adalah melalui prioritas dan lelang.

e. WIUPK nya cukup luas. Untuk WIUPK eksplorasi mineral logam adalah seluas 100.000 hektare, WIUPK produksi seluas 25.000 hektare, WIUPK

98


(32)

ekplorasi batubara seluas 50.000 hektare dan WIUPK produksi batubara seluas 15.000 hektare.

f. Jangka waktunya cukup panjang yaitu 48 tahun.

f. Izin Usaha Pertambangan

Berdasarkan pasal 1 angka 7 UUP Minerba, dijelaskan bahwasanya Izin Usaha Pertambangan adalah “Izin untuk melaksanakan usaha pertambangan”.99

1. Adanya izin; dan

Apabila kita analisis defenisi ini, maka ada dua unsur yang paling penting dalam IUP, yaitu:

2. Usaha pertambangan.

Izin merupakan suatu pernyataan atau perstujuan yang memperbolehkan pemegangnya untuk melakukan usaha pertambangan. Sementara itu, usaha pertambangan atau mining business merupakan:

“Kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyeledikan umum, eksplorasi, studi kelayakan (feasibility study), kontruksi, penambangan, pengolahan, dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang”.100

• IUP Eksplorasi, adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan usaha pertambangan, yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.

Adapun macam-macam IUP terbagi menjadi dua bagian yaitu:

99

Pasal 1 Angka 7 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.

100

Pasal 1 Angka 6 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara


(33)

• IUP Operasi Produksi, yaitu izin usaha yanag diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Ekplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi, yang meliputi kegiatan kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan.

Maka dapat disimpulkan bahwa setiap mereka yang ingin mendapatkan izin usaha pertambangan harus melalui beberapa tahapan. Adapun tahapan itu antara lain adalah :

• Penyelidikan Umum

Penyelidikan umum merupakan tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui :

− Kondisi geologi regional, yaitu keadaan struktur dan komposisi dari mineral pada suatu wilayah tertentu. dan

− Indikasi adanya mineralisasi adalah tanda-tanda adanya bahan mineral yang terdapat dalam wilayah tertentu.

• Eksplorasi merupakan tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang:

− Lokasi bahan galian;

− Bentuk bahan galian;

− Dimensi bahan galian;

− Sebaran bahan galian;

− Kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian; dan


(34)

• Studi kelayakan (feasibility study) adalah tahapan kegiatan usaha

pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan, untuk menentukan :

− Kelayakan ekonomis;

− Kelayakan teknis usaha pertambangan;

− Analisis mengenai dampak lingkungan; dan

− Perencanaan pascatambang.

• Operasi produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan kegiatan produksi bahan yang meliputi:

− Kontruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi prosuksi dan pengendalian dampak lingkungan.

− Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan mineral ikutannya.

− Pengolahan dan pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

− Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.

− Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan.

Sementara itu, yang dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh IUP Mineral dan batubara, yaitu:


(35)

a) Badan usaha, adalah setiap badan hukum yang bergerak dibidang pertambangan yang didirikan berdasarkan ketentuan hukum indonesia dan berkedudukan dalam wilayah NKRI.101

• badan hukum yang bergerak dibidang pertambangan;

Ciri badan usah yang dapat mengajukan permohonan IUP adalah:

• didirikan berdasarkan hukum indonesia; dan

• kedudukan badan usaha, yaitu wilayah NKRI.

Adapun badan usaha dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

• badan usaha swasta nasional;

• Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan

• Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

b) Koperasi, adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.102

103

• keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk menjadi anggota dengan tanpa memalui suatu proses formal dan materi tertentu;

Adapun prinsip-prinsip dari koperasi itu senidir adalah sebagai berikut:

• pengelolaan usaha dilakukan secara demokratis dalam artian bahwa setiap keputusan yang berhubungan dengan usaha haruslah melalui 101

Pasal 1 Angka 32 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara

102

Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. 103


(36)

rapat anggota, pembentukan pengawas, penentuan pengurus, dan penunjukan pengelola sebagai karyawan yang bekerja dikoperasi;

• pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

• Pemberian balas jasa yang diberikan kepada setiap anggota hanya terbatas terhadap modal yang diberikannya.

• kemandirian, dimana koperasi tidak terikat pada suatu organisasi tertentu maupun bergantung kepada organisasi lainnya.

c) Perorangan, dapat berupa:

• orang perorangan;

• perseroan firma, adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha untuk melakukan suatu usaha dibawah satu nama bersama.104 Dalam perseroan firma, tiap-tiap persero bertanggung jawab secara renteng untuk seluruh perikatan-perikatan perseroannya105

• Perseroan Komanditer, adalh perseroan yang dibentuk dengan cara meminjamkan uang, didirikan antara seseorang atau beberapa orang persero yang memiliki tanggung jawab renteng.

;

106

Dengan di berlakukanya UU No.4Tahun 2009 tentang mineral dan Batubara secara secara otomatis membuat UU No.11 Tahun 1967 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Maka berakhirlah rezim KP,SIPD,PKP2B dan kontrak karya akan digantikan dengan Izin Usaha Pertambangan(“IUP”).Sedangkan untuk

104

Pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) 105

Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) 106


(37)

KP,SIPD,Kontrak Karya dan PKP2B yang telah lahir sebelum berlakunya UU No.4 Tahun 2009 tetap dihormati sampai masa berlakunya berakhir. Berikut peraturan pelaksana dari UU No. 4 Tahun 2009:

a. PP No.22 Tahun 2010 tentang wilayah Pertambangan. b. PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha.

c. PP No.55 Tahun 2010 tentang konsep kontrak perjanjian digantikan dengan system IUP.

Dari penjelasan diatas terdapat perbedaan yang sangat jelas antara kontrak izin pengusahaan pertambangan yang berlaku baik dimasing-masing masa peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Syarat untuk mendapatkan izin usaha pertambangan Minerba

Setiap masyarakat baik individual, kelompok masyarakat maupun koperasi dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan IUP, IUPK dan IPR. Adapun syarat dan ketentuan untuk memiliki setiap izin tersebut adalah berbeda cara, diantaranya adalah sebagai berikut.

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa IUP terbagi menjadi dua yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Adapun syarat untuk mengajukan IUP tersebut secara umum adalah meliputi :

a. Administratif; b. teknis;

c. lingkungan; dan d. finansial.


(38)

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh pemohon badan usaha yaitu:

a. syarat untuk permohonan IUP yang bergerak dibidang mineral logam dan batubara, yaitu:

• surat permohonan;

• susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan

• surat keterangan domisili perusahaan.

b. Sementara untuk pertambangan diluar mineral logam dan dan batuan, yaitu:

• surat permohonan;

• profil badan usaha;

• akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;

• nomor pokok wajib pajak (NJOP);

• susunan direksi dan daftar pemegang saham;

• surat keterangan domisili.

Untuk permohonan admistratif oleh pemohon yang berbentuk koperasi adalah sebagai berikut:

a. syarat mengajukan permohonan IUP dalam rangka pengelolaan mineral logam dan batubara adalah sebagai berikut:

• surat permohonan;

• susunan pengurus; dan


(39)

b. syarat untuk permohonan IUP dalam rangka pengelolaan dibidang bukan mineral bukan logam dan batuan antara lain:

• surat permohonan;

• profil koperasi;

• akte pendirian koperasi yang bergerak dibidang pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang bewenang;

• nomor pokok wajib pajak;

• susuanan pengurus; dan

• keterangan domisili.

Syarat adminsitratif untuk pemohon yang bersifat orang perorangan adalah sebagai berikut:

a. syarat untuk mengajukan IUP dalam bidang pertambangan mineral logam dan batubara adalah sebagai berikut:

• surat permohonan; dan

• surat keterangan domisili.

b. untuk IUP dalam bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan, yaitu:

• surat permohonan;

• kartu tanda penduduk;

• nomor pokok wajib pajak;

• surat keterangan domisili.

Untuk perusahaan firma dan komanditer dalam permohonannya harus memenuhi syarat adminsitratif yang sama dengan permohonan oleh perusahaan


(40)

badan usaha.

Disamping syarat administratif, kepada pemohon IUP juga diminta untuk memenuhi syarat teknis. Syarat teknis untuk mengajukan IUP eksplorasi yang harus dilengkapi adalah :

a. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikir 3 (tiga) tahun; b. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang

dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;

syarat teknis untuk mengajukan IUP Operasi produksi, meliputi:

a. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi yang berlaku secara nasional;

b. laporan lengkap eksplorasi; c. laporan studi kelayakan;

d. rencana reklamsi dan pascatambang; e. rencana kerja dan anggaran biaya;

f. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan

g. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman palaing sedikit 3 (tiga) tahun.

Pemohon IUP juga harus memenuhi persyaratan lingkungan. Persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi oleh pemohon IUP eksplorasi yaitu dengan membuat pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan


(41)

dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi oleh pemohon IUP operasi produkdi adalah sebagai berikut:

a. persyaratan kesanggupan untuk mematuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan

b. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Persyaratan finansial merupakan persyaratan yang berkaitan dengan keuangan. Pemohon IUP, baik IUP Eksplorasi dan IUP produksi harus memenuhi persyaratan finansial. Persyaratan pemohon IUP eksplorasi, meliputi:

a. bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; b. bukti pembayaran harga nilai konpensasi data informasi hasil lelang

WIUP logam atau batubara dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.

Persyaratan finansial yang harus dipenuhi oleh pemohon IUP Operasi Produksi, meliputi:

a. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; b. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan

c. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.


(42)

undang-undang-undang No.4 Tahun 2009 telah ditentukan mengenai substansi danhal-hal yang wajib dimuat dalam IUP Eksplorasi dan IUP Produksi. Hal-hal yang wajib dimuat dalam IUP eksplorsi meliputi:

a. nama perusahaan; b. lokasi dan luas wilayah; c. rencana umum tataruang; d. jaminan kesungguhan; e. modal investasi;

f. perpanjangan waktu tahap kegiatan; g. hak dan kewajiban pemegang IUP; h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan; i. jenis usaha yang diberikan;

j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah pertambangan;

k. perpajakan;

l. penyelesaian perselisihan; m. iurn tetap dan iuran eksplorasi; n. AMDAL.

Hal-hal yang wajib dimuat dalam IUP operasi produksi, meliputi: a. nama perusahaan;

b. luas wilayah;

c. lokasi penambangan;

d. lokasi pengolahan dan pemurnian; e. pengangkutan dan penjualan;


(43)

f. modal investasi;

g. jangka waktu berlakunya IUP; h. jangka waktu tahap kegiatan; i. penyelesaian masalah pertanahan;

j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang; k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;

l. perpanjangan IUP;

m.hak dan kewajiban pemegang IUP;

n. rencana pengembangn dan pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah pertambangan;

o. perpajakan;

p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi;

q. penyelesaian perselisihan;

r. keselamatan dan kesehatan kerja; s. konservasi mineral;

t. pemanfaatan brang, jasa, dan teknologi dalam negeridan teknologi dalam negeri;

u. penerapan kaidah keteknologian dan keekonomian pertambangan yang baik;

v. pengembangan tenaga kerja indonesia; w.pengelolaan data mineral; dan

x. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral.


(44)

IUP hanya diberikan untuk satu jenis mineral kepada pemohon. Namun, apabila dalam pelaksanaannya telah ditentukan jenis mineral yang akan dikelola, namun berikutnya ditemukan jensi mineral yang baru. Maka untuk menjawab hal itu dalam paal 40 UUPMinerba telah ditentukan:

a. pemegang IUP yang menemukan mineral lain didalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya;

b. pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain yang wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

c. pemegang IUP dapat juga menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut;

d. pemegang IUP yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan, wajib menjaga mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain;

e. IUP untuk mineral lain dapat diberikan kepada pihak oleh menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

C. Hak dan Kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Badan usaha, koperasi atau perorangan yang melakukan usaha pertambangan baru dapat melakukan usahanya setelah mendapat izin usaha pertambangan (IUP). Sejak adanya IUP, maka sejak itulah timbul hak dan kewajiban bagi pemegang IUP.


(45)

107

a. dapat melakukan seluruh atau sebagian tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun prosduksi;

Dalam pasal 90 sampai dengan pasal 94 undang-undang nomor 4 Tahun 2009 telah diatur mengenai hak pemegang IUP. Yaitu:

b. dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum untuk memenuhi seluruh kegiatan pertambangan setelah memenuhi peraturan perundang-undangan;

c. memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau iuran produksi, kecuali mineral ikutan radioaktif.

d. mengalihkan kepemilikan dan/atau saham dibursa saham indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu; e. melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Adapun kewajiban pemegang IUP ditentukan dalam pasal 112, yaitu:108

a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik. Dalam kaidah penerapan teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP wajib melaksanakan:

• ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja;

• keselamatan operasi pertambangan;

• pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang;

107

Pasal 90-94 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara

108


(46)

• upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;

• pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standart baku mutu lingkungan sebelum dilepas kelingkungan.

b. mengelola keuangan sesuai dengan standart sistem akutansi indonesia; c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral;

d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan;

f. menjamin penerapan standart baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah;

g. menjada kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; h. menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat

mengajukan permohonan IUP operasi produksi;

i. pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pascatambang;

j. menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang; k. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dalam pelaksanaan

penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral; l. melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam

negeri;

m. badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud untuk menjual mineral yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi produksi untuk penjualan;


(47)

n. iuran produksi;

o. menyampaikan laporan hasil penjualan mineral yang tergali kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; p. mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang dan jasa

dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; q. mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada didaerah tersebut sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

r. menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat;

s. menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan produksi kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangnya;

t. memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangnya;

u. setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUPbadan usaha yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha Milik Swasta Nasional.

v. membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah;

w. membayar kepada pemrintah 4% dan kepada pemerintah daerh 6% dari keuntungan bersih.

Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Pendapatan negara terdiri atas :


(48)

a. penerimaan pajak; b. penerimaan bukan pajak; c. hibah.

Penerimaan pajak adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas : a. pajak dalam negeri; dan

b. pajak perdagangan international.

Pajak dalam negeri dalah semua penerimaan pajak yang berasal dari: a. pajak penghasilan;

b. pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah;

c. pajak bumi dan bangunan;

d. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan; e. bea cukai; dan

f. pajak lainnya.

Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.

Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan pemerintah pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, penerimaan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum. Peneriman negara bukan pajak terdiri atas ;

a. iuran tetap; b. iuran eksplorasi; c. iuran produksi; dan


(49)

d. kompensasi data informasi.

Pendapatan daerah terdiri atas: a. pajak daerah;

b. retribusi daerah; dan

c. pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(50)

BAB IV

Kepastian hukum pemberian izin usaha pertambangan dikaitkan

dengan hak menguasai negara berdasarkan UUPA

Dalam Undang-Undang Minerba terdapat ketentuan-ketentuan yang menurut beberapa kalangan pelaku usaha pertambangan memuat pasal-pasal yangbersifat kontradiktif satu sama lain. Menurut hemat penulis, Undang-undang Minerbayang sejatinya dibuat dalam rangka memberikan landasan hukum bagilangkah-langkah pembaharuan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan khususnya minerba demi menyesuaikan diri denganperubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Ini ditandai dengan seiring perkembangan sistem kontrak pengusahaan pertambangan dalam suatu wilayah pertambangan. Khusus dalam skripsi ini adalah mengenai pemberian izin usaha pertambangan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 7 Undang-undang Minerba dengan pengaruhnya terhadap ketentuan mengenai hak ulayat masyarakat hukum adat, terhadap pemgembangan dan pemberdayaan masyarakat lingkar tambang, dan implikasinya terhadap undang-undang perkebunan dan kehutanan.

Oleh karena itu sudah barang tentu Undang-Undang Minerba dibuat dengan tujuan untukmemberikan kepastian hukum bagi semua kalangan, khususnya bagi pelakuusaha mineral dan pertambangan.Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai keraguanbeberapa kalangan tentang pertambangan Minerba yang akandibahas satu persatu rumusan hukum dari ketentuan-ketentuan penting mengenai pemberian izin usaha pertambangan yangsebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Minerba tersebut.


(51)

A. Kajian hukum pemberian IUP dengan hak ulayat masyarakat hukum adat (Mahudat).

1. Pengertian dan pengakuan Mahudat

Sudah barang tentu bahwa mahudat di indonesia masih lazim kita jumpai dalam perkembangan berbangsa dan bernegara. Pemerintah tidak dapat mengabaikan pertentangan antara penerapanUndang-Undang Minerba yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Mahudat, karenaMahudat ini keberadaan dan eksisitensinya masih diakui dalam KonstitusiRepublik Indonesia, Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:

”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukumadat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai denganperkembangan dan prinsip Negara Kesatuam Republik Indonesia yang diaturdalam undang-undang”.

Istilah masyarakat hukum adat sendiri adalah istilah resmi yang tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya sebagai padanan dari rechtgemeenschapt, atau oleh sedikit literatur menyebutnya adatrechtgemenschap. Istilah masyarakat hukum adat dilahirkan dan digunakan oleh pakar hukum adat yang lebih banyak difungsikan untuk keperluan teoritikakademis.Sedangkan istilah masyarakat adat adalah istilah yang lazimdiungkapkan dalam bahasa sehari-hari oleh kalangan non-hukum yang


(52)

mengacu pada sejumlah kesepakatan internasional.109

Dalam skripsi ini, masyarakat adat disamakan artinya dengan pengertian masyarakat hukum adat, sebagaimana lazim ditemukan dalam peraturan perundang-undangan. Secara faktual setiap provinsi di Indonesia terdapat Istilah masyarakat adat merupakan padanan dari indigeneous people. Istilah itu sudah dikenal luas dan telah disebutkan dalam sejumlah kesepakatan internasional, yaitu : Convention of International Labor Organixation Concerning Indigeneous and Tribal People in Independent Countries (1989), Deklarasi Cari-Oca tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (1992), Deklarasi Bumi Rio de Janairo(1992), Declaration on the Right of Asian Indigenous Tribal People Chianmai (1993), De Vienna Declaration and Programme Action yang dirumuskan oleh United Nations World Conference on Human Rights (1993). Sekarang istilah indigenous people semakin resmi penggunaannya dengan telah lahirnya Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nation Declaration on the Rights of Indegenous People) pada tahun 2007.

Banyak ahli berpendapat bahwa pengertian masyarakat adat harusdibedakan dengan masyarakat hukum adat. Konsep masyarakat adat merupakan pengertian umum untuk menyebut masyarakat tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Sedangkan masyarakat hukum adat merupakan pengertian teknis yuridis yang menunjuk sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan lingkungan kehidupan tertentu, memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga kepentingan kelompok (keluar dan kedalam), dan memiliki tata aturan (sistem) hukum dan pemerintahan.

109Taqwaddin,

“Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat oleh Masyarakat Hukum Adat (Mukim) di Provinsi Aceh”, (Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2010),hlm. 36.


(53)

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan karakteristiknya masing-masing yang telah ada ratusan tahun yang lalu. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, yang bertingkah laku sebagai kesatuan, menetap disuatu daerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, memiliki hukum adat masing-masing dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang berwujud ataupun tidak berwujud serta menguasai sumberdaya alam dalam jangkauannya. Mereka memiliki sistem kebudayaan yang kompleks dalam tatanan kemasyarakatannya dan mempunyai hubungan yang kuat dengan tanah dan sumber daya alamnya.110Masyarakat hukum adat juga diartikan sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

111

110 I B I D

111Husen Alting,

Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah ,LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010. hlm. 30.

Konsep masyarakat hukum adat untuk pertama kali diperkenalkan olehCornelius van Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius van Vollenhoven menjelaskan lebih mendalam tentang masyarakat hukum adat. Ter Haar memberikan pengertian sebagai berikut, masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk


(54)

selama-lamanya.

Kusumo Pujosewojo, memberikan pengertian yang hampir sejalan denganTer Haar, beliau mengartikan masyarakat hukum adat sebagai masyarakat yang timbul secara spontan diwilayah tertentu, berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasasolidaritas sangat besar di antara anggota, memandang anggota masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.112

113

1. terdapat masyarakat yang tertatur;

Sedangkan menurut Hazairin, masyarakat hukum adat adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua

anggotanya. Para tokoh masyarakat adat yang tergabung dalam

AMANmerumuskan masyarakat hukum adat sebagai sekelompok orang yang terikat olehtatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar hukum tersebut maka dapat dirumuskan kriteria masyarakat hukum adat sebagai berikut :

2. menempati suatu wilayah tertentu; 3. terdapat kelembagaan;

4. memiliki kekayaan bersama;

112

Ibid.hal 44 113


(55)

5. susunan masyarakat berdasarkan pertalian darah atau lingkungan daerah; 6. hidup secara komunal dan gotong-royong.

114

1. Sifat magis religious diartikan sebagai suatu pola pikir yang didasarkanpada keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral.Sebelum masyarakat bersentuhan dengan sistem hukum agama religiusitas ini diwujudkan dalam cara berpikir yang prologka, animism, dan kepercayaan pada alam ghaib. Masyarakat harus menjaga keharmonisan antara alam nyata dan alam batin (dunia gaib). Setelah masyarakat mengenal sisitem hukum agama perasaan religious diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada Tuhan (Allah). Masyarakat percaya bahwa setiap perbuatan apapun bentuknya akan selalu mendapat imbalan dan hukuman tuhan sesuai dengan derajat perubahannya.

Dalam buku De Commune Trek in bet Indonesische Rechtsleven, F.D. Hollenmann mengkonstruksikan 4 (empat) sifat umum dari masyarakat adat, yaitu magis religious, komunal, konkrit dan kontan. Hal ini terungkap dalam uraian singkat sebagai berikut:

2. Sifat komunal (commuun), masyarakat memiliki asumsi bahwa setiap individu, anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan. diyakini bahwa kepentingan individu harus sewajarnya disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat karena tidak ada individu yang terlepas dari masyarakat.

114


(56)

3. Sifat konkrit diartikan sebagai corak yang serba jelas atau nyata menunjukkan bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan secara diam-diam atau samar.

4. Sifat kontan (kontane handeling) mengandung arti sebagai

kesertamertaanterutama dalam pemenuhan prestasi. Setiap pemenuhan prestasi selaludengan kontra prestasi yang diberikan secara sertamerta/seketika.

Masyarakat adat menunjukkan hubungan yang erat dalam hubungan antarpersonal dan proses interaksi sosial yang terjadi antarmanusia tersebut menimbulkan pola-pola tertentu yang disebut dengan cara (a uniform or customary of belonging within a social group).115

1) Dalam UUD 1945

Masyarakat Hukum adat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkandari bangsa Indonesia, keberadaannya tidak dapat dipungkiri sejak dahulu hingga saat ini. Konstitusi Indonesia menggunakan beberapa istilah untuk menunjuk kesatuan masyarakat hukum adat, seperti kesatuan masyarakat hukum adat, masyarakat adat, serta masyarakat tradisional, sehingga istilah–istilah ini dapat digunakan sekaligus atau secara berganti-gantian.

Bila kembali pada masa lalu dalam pembahasan Undang-Undang Dasar1945 pada sidang-sidang BPUPKI dan PPKI, hanya Soepomo dan Moehammad Yamin yang mengemukakan pendapat tentang perlunya mengakui

115Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad,

Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi. Salemba Humanika.Jakarta, 2010. hlm. 12.


(57)

keberadaan hukum adat dalam konstitusi yang akan dibentuk. Sementara anggota sidang lainnya tidak terlihat secara tegas ada yang memberikan pemikiran konseptual berkaitan dengan posisi hukum adat dalam negara republik yang sedang dirancang. Moehammad Yamin menyampaikan, bahwa kesanggupan dan kecakapan bangsa Indonesia dalam mengurus tata negara dan hak atas tanah sudah muncul beribu-ribu tahun yang lalu. Beliau tidak menjelaskan lebih jauh konsepsi hak atas tanah yang disinggungnya, melainkan menyatakan bahwa adanya berbagai macam susunan persekutuan hukum adat itu dapat ditarik beberapa persamaannya tentang ide perwakilan dalam pemerintahan. Sehingga Moehammad Yamin menyimpulkan bahwa persekutuan hukum adat itu menjadi basis perwakilan dalam pemerintahan republik.116

“…Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasarkan atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun”.

Sedangkan Seopomo dengan paham Negara integralistikmenyampaikan bahwa :

117 118

“hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa harus diperingati juga. Daerah-daerah yang bersifat istimewa itu ialah, pertamadaerah kerajaan (kooti), baik di Jawa maupun di luar Jawa, yang dalam bahasa Belanda dinamakan zelfbesturendelanschapen. Kedua, daerah-daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli, ialah dorfgemeinschaften, daerah-daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, huta dan kuria di Lebih lanjut dalam menjelaskan susunan pemerintahan, Soepomo menyampaikan bahwa:

116

Taqwaddin, Op. Cit., hlm. 71.

117

Soepomo. Bab-Bab tentang Hukum Adat, Pradya Paramita, Jakarta,1977.hal 49-50 118

Tim Kerja Dibawah Pimpinan Dr. Herlambang P Wiratraman, S.H., MA, LAPORAN AKHIR TIM PENGKAJIAN KONSTITUSI TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nassional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2014.Hal 29


(58)

Tapanuli, gampong di Aceh…. Dihormati dengan menghormati dan memperbaiki susunan asli.”

Masyarakat Hukum Adat (mahudat) mendapat pengakuan secara konstitusional. Dalam konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam pasal 18B ayat 2 dan pasal 28I ayat 3. Berikut bunyi lengkap kedua pasal tersebut:

Pasal 18 B ayat (2):

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Pasal 28 I ayat (3):

“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”

Dengan demikian, negara ‘mengakui’ serta ‘menghormati’ eksistensimasyarakat hukum adat namun dengan catatan 4 (empat) persyaratan yuridis yakni :

a) sepanjang masih ada;

b) sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban;

c) sesuai dengan prinsip negara kesatuan republik Indonesia; dan d) diatur dalam undang-undang.

Satcipto Rahardjo mengungkapkan empat klausula yuridis yang menjadi kriteria eksistensi masyarakat hukum adat disertai komentarnya sebagai berikut:119

a) “Sepanjang masih hidup”

Kita tidak semata-mata melakukan pengamatan dari luar, melainkanjuga dari dalam, dengan menyalami perasaan masyarakat setempat (pendekatan

119


(59)

partisipatif).

b) “Sesuai dengan perkembangan masyarakat”

Syarat ini mengandung resiko untuk memaksakan (imposing)kepentingan raksasa atas nama “perkembangan masyarakat”. Tidak member peluang untuk membiarkan dinamika masyarakat setempat berproses sendiri secara bebas.

c) “Sesuai dengan prinsip NKRI”

Kelemahan paradigm ini melihat NKRI dan masyarakat adat sebagaidua antitas yang berbeda dan berhadap-hadapan.

d) “Diatur dalam undang-undang”

Indonesia adalah Negara berdasar hukum, apabila dalam Negara yangdemikian itu segalanya diserahkan kepada hukum, maka kehidupan sehari-hari tidak akan berjalan dengan produktif. Hukum yang selalu ingin mengatur ranahnya sendiri dan merasa cakap untuk itu telah gagal (bila tidak melibatkan fenomena sosial lainnya).

Oleh karena keempat syarat tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar, makakeempatnya bisa disebut sebagai syarat konstitusional.120

2) Ketetapan Majelis Perusyawaratan Rakyat Nomor

TAP-XVII/MPR/1998Pasal 41.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ini mempunyai posisi historis sebagai landasan hukum konstitusional pertama yang secara formal mengakui

120


(1)

dalam kesempatan ini ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya karena belum sampai mempersembahkan sebuah seminar nasional seperti yang sudah dirancang bersama;

8. Bapak Affan Mukti, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II Penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan, arahan dan masukan bapak dalam proses pengerjaan skripsi saya ini. Karena pesan beliau untuk lebih kreatif dalam membuat judul skripsi dengan inovasi yang baru jugalah sehingga saya memilih judul skripsi ini;

9. Ibu Mariati Zendrato, S.H., M.Hum., selaku Dosen dalam Program Kekhususan Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU);

10. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum., selaku Dosen dalam Program Kekhususan Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU). Bagi penulis, beliau merupakan dosen yang sangat berarti dalam memberikan motivasi dan perhatian. Termasuk dalam Penelitian Pendaftaran Tanah beliau, telah mempercayakan saya untuk turut membantu beliau, merupakan sebuah kesempatan dan kebanggaan untuk dapat berbagi ilmu langsung terjun kemasyarakat di Lubuk Pakam bersama beliau;

11. Bapak/Ibu Dosen FH USU yang telah memberikan banyak pengajaran Ilmu Hukum kepada penulis.

12. yang paling utama walaupun tidak dalam tata urutan pertama, Keluarga tercinta saya yaitu Orang Tua Penulis Marlin Situmeang dan Santima Manik. Terima kasih atas kasih sayang dari bapak dan ibu, saya sangat bangga memiliki orang tua seperti-Mu. Skripsi ini saya persembahkan untuk Kalian.


(2)

Juga kepada saudara/i saya Dharma Susanto Situmeang (beserta keluarga), Kawati Situmeang (beserta keluarga), Delida Situmeang, Mega Sari Situmeang yang telah memberikan saya perhatian dan motivasi untuk selalu berbuat yang lebih baik, terutama dalam proses pengerjaan skripsi ini.Kalian sangat berarti;

13. Sahabat penulis yang paling spesial dan sayangi Dormin Pasaribu. Juga sahabat kembar saya Yetti L.Marbun, Ifandi G.Silitonga, Dian P.Hutauruk; 14. Teman seperjuangan kilinis saya Riskar S.Tarigan, Randi S.Rambe, Fernando

Situmorang, Adithya A.Manalu, Dermawan Sitorus, Helen M.Pasaribu, Laurensiah M.Tobing, dan lain yang belum saya sebut satu persatu;

15. Teman seperjuangan di SMA saya Agustina Purba yang sangat baik, Pernado Simanjuntak, Khufrin Manullang, Frans Tarigan, Maranata I. Gultom, Retno S.S, Riwan H dan teman yang lain yang belum saya sebut satu persatu;

16. Teman seperjuangan saya di GmnI Komisariat FH-USU Bung Erwin M.N, B’Alex M, B’Nain C.M, B’Brenada, Sarinah Regina Manik, S’Rizki S, S’Purim, S’Pinta, S’Juniarti , S’Rina dan Bung dan Sarinah sekalian yang belum saya sebut satu persatu. Terima kasih atas kerja sama dan pembelajaran dan pengalaman Berorganisasinya;

17. Teman seperjuangan saya Delegasi FH-USU di Unpad Law Fair, Desi Mariayu Siregar, Mipa S,Agnes K, Jimmi S, Defin, dan teman yang belum saya sebut satu persatu;

18. Teman seperjuangan di Ikatan Mahasiswa Hukum Agraria FH-USU yaitu Suci P, Riska, dan teman lain yang belum saya sebut satu persatu. Terima kasih atas bantuan kawan-kawan sekalian dalam pengerjaan skripsi ini, juga


(3)

dalam setiap seminar dan penelitian yang kita lakukan bersama;

19. Abang, kakak, Teman dan Junior di Ikatan Alumni SMA N.1 Sorkam Barat (IKASABARA). Terima kasih atas segala bantuannya dan arahannya.

20. Teman satu rumah saya, saudara Sindoro Situmeang, Oka Simatupang, Oskar P, kakak Corry, Yusni, Adek saya Mulia Raja, Gindo N, Erta T, Rivaldi S, atas Motivasi, bantuan, dan pengertian yang diberikan kepada saya dalam mengerjakan skripsi ini.

21. Teman saya dalam merancang Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nias Utara seperti Anita Silaban, Ana M, dan teman-teman yang lain yang belum saya sebut satu persatu.

22. Dusanak di Himpunan Mahasiswa Sibolga-Tapanuli Tengah, yang telah memberikan hiburan, pengalaman berorganisasi kepada penulis.

23. Abang, Teman-teman, dan adik-adik saya di Unit Kegiatan Sepak bola FH-USU yang tidak saya sebut satu persatu, atas dukungan dan kerja sama dalam berbagi ilmu baik didalam maupun diluar lapangan dengan saya.

24. Abang dan teman saya di Futsal Hore-Hore yang telah banyak memberikan saya masukan dalam pengerjaan skripsi ini dan diluar pengerjaan skripsi ini. 25. Alm. Prof.A.P. Parlindungan yang telah menciptakan karya buku dan

perpustakaan Pribadi yang membuat saya betah mengerjakan skripsi saya diruangan beliau.

Demikian terimakasih ini penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara materil maupun materil baik dalam penulisan skripsi ini maupun ketika proses perkuliahan. Penulis juga meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan skripsi saya ini, baik dalam penulisannya


(4)

maupun materi pembahasannya. Semoga rahmat Tuhan yang selalu beserta kita, untuk menjalani setiap aktivitas kita, kini dan sepanjang segala abad.

Medan, 19 April 2017 Penulis,


(5)

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...10

B.Perumusan Masalah ...20

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan ...20

D.Keaslian Penulisan...21

E.Tinjauan Pustaka...22

F.Metode Penelitian ...32

G.Sistematika Penulisan ...32

BAB II A. Kekuasaan Negara Atas Usaha-UsahaPertambangan di Indonesia Dikaitkan dengan Hukum Agraria Konsep Teoritis kekuasaan negara Atas Bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. ...39

B.Landasan Filosofis kukuasaan negara atas usaha-usaha pertambangan minerba di-Indonesia. ...41

C. Objek Hak Penguasaan Negara ...50

1. Berkaitan dengan pengusahaan pertambangan dan energi...50

2.Berkaitan dengan ketersediaan dan kebutuhan orang banyak terhadap bahan galian (bahan tambang)...51

D.Sistem Hukum Pengelolaan Usaha-usaha Pertambangan di-Indonesia. ...52

1. Masa Kekuasaan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) 1619-1799...52

2. Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1800-1942)...54

3. Perkembangan Pada Periode 1942-1949 ...61

4. Perkembangan Periode 1950-1966 ...63


(6)

6. Undang-undang No.4 Tahun 2009-Sekarang...64

E.Penggolongan Bahan Galian Pertambangan ...71

BAB IIIHak dan kewajiban pemegang izin usaha pertambangan dalam mengelola Mineral dan Batubara A.Kontrak Pengelolaan Minerba ...78

B.Hak dan Kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) ... 116

BAB IVKepastian hukum pemberian izin usaha pertambangan dikaitkan dengan Hak Pengelolaan Berdasarkan UUPA A.Kepastian hukum pemberian IUP dengan hak ulayat masyarakat hukum adat (Mahudat). ... 123

1. Pengertian dan pengakuan Mahudat ... 123

a. Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat ... 143

b. Hak Lain diluar Hak Atas Tanah ... 145

B. Kepastian Hukum Izin Usaha Pertambangan Terhadap Pengembangan Masyarakat Lingkar Tambang...151

C. Kepastian hukum izin usaha pertambangan terhadap kehutanan. ... 172

BAB VKesimpulan dan Saran A.Kesimpulan ... 180

B.Saran ... 183