Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Corporate

Governance

merupakan tata

kelola

perusahaan

yang

menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang
menentukan kinerja perusahaan. Adanya krisis finansial Asia pada tahun 19971998 yang diawali krisis di Thailand (1997), Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia,
Hongkong dan Singapura, dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Corporate
Governance yang baik di negara-negara Asia. Ini disebabkan adanya kondisikondisi objektif yang relatif sama di negara-negara tersebut yaitu adanya
hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku bisnis yang berdampak pada
praktik konglomerasi dan monopoli, proteksi, serta intervensi pasar sehingga

membuat negara-negara tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan pasar
terbuka (Tjager, 2003 : 22 ).
Sentralisasi isu Corporate Governance dilatarbelakangi permasalahan
yang terkait dengan tren di industri pasar modal, korporasi, tuntutan akan
transparansi serta independensi, dan krisis finansial Asia (Sedarmayanti, 2012 :
59). Isu mengenai Corporate Governance mulai mengemuka, khususnya di
Indonesia

pada

tahun

1998

ketika

Indonesia

mengalami


krisis

yang

berkepanjangan. Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses pemulihan pasca
krisis di Indonesia disebabkan sangat lemahnya Corporate Governance yang
diterapkan dalam perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah

1
Universitas Sumatera Utara

maupun investor mulai memberikan perhatian yang signifikan dalam praktik
Good Corporate Governance (Sedarmayanti, 2012 : 59).
Pada situasi krisis tersebut, kondisi perusahaan-perusahaan publik di
Indonesia masih lemah dalam mengelola perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh
masih lemahnya standar-standar akuntansi dan regulasi, pertanggungjawaban
terhadap para pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi
serta proses-proses kepengurusan perusahaan. Kenyataan tersebut secara tidak
langsung menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di
Indonesia dalam menjalankan manajemen yang baik dalam memuaskan

stakeholders perusahaan (Tjager, 2003 :49-50).
Dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para
pelaku bisnis di Indonesia menyepakati penerapan Corporate Governance yang
baik (Good Corporate Governance / GCG) yaitu suatu sistem pengelolaan
perusahaan yang baik. Penerapan Good Corporate Governance merupakan salah
satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis yang melanda
Indonesia. Penerapan Corporate Governance yang baik dalam dunia usaha di
Indonesia merupakan tuntutan zaman agar perusahaan-perusahaan yang ada
jangan sampai tertindas persaingan global yang semakin keras sebab penerapan
Corporate Governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan
kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan (Tjager, 2003 :77-78).

2
Universitas Sumatera Utara

Corporate Governance sangat penting untuk memastikan bahwa
kepentingan stakeholders telah dilindungi (Sutojo S & E John, 2008 : 5).
Corporate Governance diharapkan dapat berfungsi sebagai alat pemberi
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima keuntungan atas
dana yang mereka investasikan pada perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan

harus melakukan pengungkapan terhadap aspek-aspek kinerja ekonomi, sosial,
lingkungan, dan keberlanjutan perusahaan sebagai wujud akuntabilitas terhadap
para investor dan stakeholders. Penerapan Corporate Governance haruslah
didukung dengan regulasi yang memadai untuk mencegah berbagai bentuk
ketidakjujuran dalam financial disclosure yang merugikan stakeholders
(Sedarmayanti, 2012 : 59).
Pelaksanaan Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang
baik) salah satunya didukung oleh struktur Corporate Governance yang terdiri
dari pihak stakeholder (dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan
direksi, komite audit, dan sebagainya) serta pihak shareholder (kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan publik). Salah satu
lembaga yang berwenang dalam menyusun pedoman mekanisme struktur
Corporate Governance di Indonesia adalah Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG). Melalui pedoman penyusunan struktur Corporate
Governance tersebut, perusahaan diharapkan mampu menerapkannya secara baik
di dalam perusahaannya dengan senantiasa menjunjung asas transparansi dan
akuntabilitas (Pedoman GCG di Negara ACMF-Kemenkeu RI, 2010).

3
Universitas Sumatera Utara


Pedoman struktur Corporate Governance yang disusun oleh KNKG hanya
merupakan acuan sedangkan pelaksanaannya diharapkan diatur lebih lanjut oleh
otoritas masing-masing sektor industri, oleh karena itu penerapan ini bersifat
voluntary (sukarela) dan tidak terdapat sanksi hukum apabila perusahaan tidak
menerapkan pedoman ini. Saat ini, Bapepam-LK sebagai otoritas pasar modal
tidak mewajibkan emiten dan perusahaan publik untuk menerapkan pedoman ini,
namun beberapa substansi yang terdapat dalam pedoman ini diadopsi oleh
Bapepam-LK ke dalam peraturan-peraturan Bapepam-LK yang sifatnya
mandatory (kewajiban) seperti kewajiban pembentukan komite audit dan
keberadaan komisaris independen dalam perusahaan (Pedoman GCG di Negara
ACMF-Kemenkeu RI, 2010).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil dewan komisaris, dewan
komisaris independen, dewan direksi, dan kepemilikan institusional sebagai
proksi dari struktur Corporate Governance yang kemudian dijadikan sebagai
variabel independen penelitian ini. Keseluruhan pihak manajerial baik dewan
komisaris, dewan komisaris independen, dan dewan direksi merupakan
manajemen puncak (top management) dalam perusahaan yang dipilih karena
dipercaya atas kompetensinya dalam mengelola perusahaan. Kompetensi dalam
hal ini meliputi pengetahuan, keterampilan, sifat, dan perilaku yang bisa bersifat

teknis, berkaitan dengan keterampilan antar pribadi, atau berorientasi bisnis
(Mondy, 2008:261).

4
Universitas Sumatera Utara

Dewan komisaris terdiri dari beberapa anggota yang diangkat dan diganti
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Secara umum dewan komisaris
mempunyai tanggung jawab dalam pengawasan manajemen perusahaan yang
dilakukan oleh dewan direksi, salah satunya adalah pengawasan kualitas informasi
yang terkandung dalam laporan keuangan (Corporate Governance-FCGI, Jilid II).
Tugas

dewan

perusahaan

komisaris

untuk


menyangkut pemantauan

bertahan

hidup,

melakukan

terhadap
kegiatan

kemampuan
bisnis,

dan

tumbuh/berkembang (Muntoro, 2009).
Untuk menjamin adanya independensi dalam pengambilan keputusan dan
kebijakan dalam pengawasan oleh dewan komisaris terhadap dewan direksi maka

diperlukan komisaris independen. Komisaris independen merupakan posisi yang
penting dalam melaksanakan fungsi pengawasan agar tercipta perusahaan yang
memiliki struktur Corporate Governance yang baik. Komisaris independen
berkontribusi penting dalam pengambilan keputusan dewan komisaris. (Roadmap
Tata Kelola Perusahaan Indonesia-OJK, 2014).
Di Indonesia, komisaris independen sebagai anggota dewan komisaris
yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik, harus memenuhi kriteria
tertentu. Kriteria komisaris independen antara lain meliputi: bukan merupakan
orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan emiten atau
perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir, tidak
mempunyai saham pada emiten atau perusahaan publik tersebut, tidak mempunyai
hubungan afiliasi, dan tidak mempunyai hubungan usaha baik yang berkaitan
5
Universitas Sumatera Utara

dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik tersebut. Dewan komisaris
independen dalam hal ini sangat diharapkan untuk memberikan pandangan yang
objektif dalam menilai kinerja dewan direksi (Roadmap Tata Kelola Perusahaan
Indonesia-OJK, 2014).

Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang
akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Setiap perusahaan harus dipimpin oleh dewan direksi yang efektif
untuk memimpin dan mengendalikan perusahaan. Dewan ini secara kolektif
bertanggung jawab atas keberhasilan perusahaan. Dewan direksi bekerja dengan
manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan dan manajemen bertanggung
jawab kepada dewan direksi. Kinerja dewan direksi akan diawasi oleh dewan
komisaris (Pedoman GCG di Negara ACMF-Kemenkeu RI, 2010).
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai kepemilikan institusional yang
merupakan jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi. Dalam
penelitian ini, kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan indikator
persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang
beredar. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku oportunistik manajer. Kepemilikan oleh institusional juga
dapat menurunkan agency costs, karena dengan adanya monitoring yang efektif
oleh pihak institusional menyebabkan penggunaan utang menurun, Moh’d et al.
(1998) dalam Sam’ani (2008).

6

Universitas Sumatera Utara

Penerapan struktur Corporate Governance yang baik dinilai dapat
memperbaiki kinerja dan citra perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders
serta meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan etika-etika umum pada industri manufaktur maupun jasa dalam
rangka mencitrakan sistem manajerial yang sehat. Selain itu penerapan struktur
Corporate Governance yang baik di dalam perusahaan diharapkan dapat
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, dengan meningkatkan kinerja
keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan
keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya struktur Corporate
Governance yang baik dapat meningkatkan kepercayaan investor (Sedarmayanti,
2012 : 60).
Hal ini diteliti lebih lanjut dalam riset yang dilakukan oleh McKinsey &
Co (2002) yang menyatakan bahwa sebagian besar investor menyatakan kesediaan
mereka untuk membayar nilai premium bagi perusahaan-perusahaan yang
memperlihatkan struktur Corporate Governance yang baik, terutama untuk
perusahaan-perusahaan di Indonesia (Tjager, 2003: 6-7).

7

Universitas Sumatera Utara

Berikut ini penulis memaparkan informasi mengenai data dewan
komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional,
dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA) dalam
Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Data Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independen, Dewan Direksi,
Kepemilikan Institusional dan ROA pada Perusahaan Sektor Infrastruktur,
Utilitas, dan Transportasi pada Tahun 2013
Rank
Sektor

Kode
Saham

Jumlah
DK
(Orang)

Jumlah DK
Independen
(Orang)

1
2
3
4
5

TLKM
GIAA
PGAS
EXCL
JSMR

6
6
6
6
6

2
3
2
2
2

Jumlah
Dewan
Direksi
(Orang)
8
8
6
7
5

Kepemilikan
Institusional
(%)

ROA (%)

63,47
82,07
56,97
66,48
70,00

15,85
0,37
20,48
2,56
4,36

Sumber: Company Report – Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id, Juli 2014) – Data Diolah

Dalam Tabel 1.1, penulis mengambil sampel 5 (lima) perusahaan sektor
infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang meraih penghargaan dari Majalah
Fortune Indonesia sebagai 100 (seratus) perusahaan terbesar di Indonesia.
Keseluruhan perusahaan memiliki jumlah dewan komisaris (DK) yang sama
sebanyak 6 (enam) orang dan persentase kepemilikan institusional melebihi 50%,
hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat
pengawasan komisaris yang relatif sama dan pengawasan yang lebih besar dari
pemegang saham institusi.
Jika dilihat dalam Tabel 1.1, hampir seluruh perusahaan memiliki dewan
komisaris independen (DKI) sebanyak 2 (dua) orang, kecuali GIAA dengan
jumlah dewan komisaris independen (DKI) sebanyak 3 (orang). Hal tersebut

8
Universitas Sumatera Utara

mengindikasikan bahwa kelima perusahaan tersebut telah mematuhi Peraturan
Bapepam-LK, bahwa emiten atau perusahaan publik wajib memiliki komisaris
independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah anggota dewan komisaris
(Pedoman GCG di Negara ACMF-Kemenkeu RI, 2010). Jika diamati secara
sekilas maka jumlah komisaris independen terbanyak dimiliki oleh GIAA, namun
hal tersebut berbanding terbalik dengan persentase ROA yang dimiliki GIAA,
dimana perusahaan tersebut memiliki ROA terendah dibanding perusahaan
lainnya.
Terdapat juga ketidakselarasan antara jumlah dewan direksi dengan ROA
perusahaan, seperti pada perusahaan PGAS dengan dewan direksi sejumlah 6
(enam) orang ternyata memiliki ROA tertinggi diantara keseluruhan perusahaan
yang bahkan memiliki dewan direksi hingga 8 (delapan) orang. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan dalam kualitas manajemen dan
kualitas struktur Corporate Governance pada masing-masing perusahaan. Adanya
hasil yang beragam dalam hubungan antara struktur Corporate Governance yang
diproksikan dengan dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan
direksi, dan kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan kemudian
mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan sampel perusahaan yang
lebih besar.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis akan menggunakan sampel
sejumlah 43 perusahaan dengan tujuan untuk menambah keakuratan hasil
penelitian. Sebab berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat inkonsistensi hasil
penelitian mengenai pengaruh dewan komisaris, dewan komisaris independen,
9
Universitas Sumatera Utara

dewan direksi, dan kepemilikan institusional terhadap ROA seperti; Jati (2009)
yang menyatakan terdapat pengaruh signifikan dewan direksi dan kepemilikan
institusional terhadap ROA sedangkan Noviawan dan Septiani (2013) menyatakan
bahwa dewan direksi dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap ROA
sedangkan dewan komisaris dan dewan komisaris independen tidak berpengaruh.
Maka dari itu peneliti kemudian melakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel
penelitian berbeda dengan penelitian terdahulu untuk menguji signifikasi
pengaruh dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan
kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan
ROA.
Dalam era globalisasi saat ini, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi
oleh perusahaan dalam memaksimalisasikan kinerja keuangan. Selain penerapan
mekanisme struktur Corporate Governance yang baik, hal lainnya yang perlu
dipertimbangkan adalah modal intelektual (Intelectual Capital / IC). Modal
intelektual merupakan kepemilikan pengetahuan, aplikasi pengalaman, teknologi
organisasional, hubungan pelanggan, dan keahlian profesional yang memberikan
keunggulan kompetitif perusahaan di pasar (Edvinson & Malone dalam Ahangar,
2011 : 89). Stakeholders memandang perusahaan berkinerja baik sebagai
perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif sehingga dari definisi tersebut
terlihat bahwa modal intelektual memberikan kontribusi dalam meningkatkan
kinerja perusahaan.
Globalisasi telah membuka begitu banyak pasar dan pesaing baru,
penyebaran teknologi yang begitu pesat serta pertumbuhan jaringan komputer
10
Universitas Sumatera Utara

yang luar biasa. Hal ini menyebabkan semakin bergunanya informasi dan
teknologi informasi dalam dunia usaha, bahkan keduanya telah menjadi bahan
baku utama dan produk terpenting ekonomi. Aset modal yang dibutuhkan untuk
kekayaan masa kini bukanlah tanah, peralatan mesin dan pabrik, melainkan modal
intelektual (Stewart, 1998 : x).
Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan, modal yang
konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik
lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada
pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi maka akan dapat diperoleh suatu cara dalam menggunakan sumber daya
lainnya secara efisien dan ekonomis yang nantinya akan memberikan keunggulan
bersaing (Rupert dalam Sawarjuwono, 2003).
Mengingat peran modal intelektual yang begitu penting dalam era
globalisasi saat ini, informasi terkait modal intelektual menjadi penting diketahui
oleh shareholder karena perannya yang strategis, namun perhatian perusahaan
tidak boleh terbatas pada shareholder, melainkan seluruh stakeholder sebab
stakeholder merupakan kelompok yang vital bagi kelangsungan dan kesuksesan
perusahaan. Stakeholder dapat memperoleh informasi modal intelektual jika ada
laporan yang menyajikan modal intelektual perusahaan. Namun, modal intelektual
merupakan sesuatu yang tidak sepenuhnya tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan. Hal ini menyebabkan diperlukannya model pengukuran modal
intelektual yang dapat digunakan untuk membandingkan modal intelektual antar
perusahaan (Sawarjuwono, 2003).

11
Universitas Sumatera Utara

Dengan terukurnya kinerja perusahaan maka nilai perusahaan tersebut juga
dapat diketahui secara jelas oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kemudian
juga dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik maka perusahaan akan
mampu bersaing dengan lebih baik. Dalam beberapa kesempatan muncul sebuah
wacana mengenai Intellectual Capital dan Corporate Governance sebagai unsurunsur yang harus diungkapkan dan diterapkan untuk menilai suatu perusahaan
menjadi hal yang semakin dipertimbangkan (Ningrum, 2012).
Ukuran yang digunakan untuk menilai efisiensi dari kemampuan
intelektual perusahaan adalah dengan menggunakan intellectual capital yang
berbasis moneter, yang dikenal dengan Pulic’s VAICTM. Model atau Metode
Value Added Intellectual Coefficient. (VAICTM) dikembangkan oleh Pulic yang
didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset
berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang
dimiliki perusahaan (Ulum, 2009:86).
Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan
Value Added (VA). Value Added adalah indikator paling objektif untuk menilai
keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan
nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output
mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di
pasar, sedangkan input mencakup seluruh beban yang digunakan dalam
memperoleh revenue. (Ulum, 2009:87). Untuk mendapatkan gambaran umum
mengenai hubungan antara VA dengan ROA, peneliti memberikan gambaran pada
Tabel 1.2.

12
Universitas Sumatera Utara

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Tabel 1.2
Hubungan antara Value Added (VA) dan Return on Asset (ROA)
VA
Kode Perusahaan
ROA (%)
(jutaan rupiah)
TLKM
32.421.000
15,85
GIAA
4.315.692
0,3
PGAS
14.726.544
20,48
EXCL
2.595.785
2,56
JSMR
3.859.375
4,36

Sumber: Laporan Keuangan Perusahan Tahun 2013 - Data Diolah

Dalam Tabel 1.2, penulis mengambil sampel 5 (lima) perusahaan sektor
infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang meraih penghargaan dari Majalah
Fortune Indonesia sebagai 100 (seratus) perusahaan terbesar di Indonesia.
Keseluruhan perusahaan memiliki persentase ROA yang positif dan dapat dilihat
hubungan yang positif antara Value Added (VA) dengan Return on Asset (ROA)
pada perusahaan TLKM dan PGAS dimana jumlah VA yang tinggi diikuti oleh
persentasi ROA yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain dengan
VA yang lebih rendah. Namun terdapat pula ketidakselarasan antara VA dengan
ROA pada perusahaan GIAA, dimana nilai VA nya yang lebih tinggi dari EXCL
dan JSMR ternyata memiliki nilai ROA yang tidak lebih tinggi.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti kemudian tertarik untuk
meneliti pengaruh struktur Corporate Governance dan Intelectual Capital / IC
(modal intelektual) terhadap kinerja keuangan pada perusahaan yang bergerak
pada sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Perusahaan dalam sektor tersebut dipilih karena berdasarkan riset yang
dilakukan oleh Guthrie & Petty (2000), sektor infrastruktur, utilitas, dan
transportasi merupakan bagian dari sektor manufaktur yang dinilai sangat dinamis

13
Universitas Sumatera Utara

terhadap perkembangan teknologi dan SDM sehingga cocok dijadikan sebagai
sampel penelitian terhadap Intellectual Capital (IC).
Lebih lanjut, sektor tersebut juga dinilai cocok dijadikan sebagai sampel
untuk penelitian mengenai struktur Corporate Governance dalam konteks
Indonesia karena sektor tersebut merupakan sektor yang juga dinamis, memiliki
informasi mengenai struktur Corporate Governance yang memadai (dewan
komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan kepemilikan
institusional) dan dinilai memiliki kinerja keuangan yang baik pada saat ini di
Indonesia, hal tersebut dibuktikan berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan
oleh Majalah Fortune Indonesia pada Tabel 1.3 yang menunjukkan 5 (lima) buah
sampel perusahaan yang dinilai memiliki kinerja keuangan yang baik berdasarkan
penilaian Fortune 100 Indonesia yang mencakup 100 perusahaan Indonesia
terbaik.
Tabel 1.3
Peringkat Berdasarkan Fortune 100 Indonesia
Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi pada Tahun 2013
Rank
Sektor

Kode
Saham

1
2
3
4
5

TLKM
GIAA
PGAS
EXCL
JSMR

Rank
Fortune
100
3
11
15
28
58

Pendapatan

Laba Bersih

Rp (Juta)

%

Rank

Rp (Juta)

82.967.000
38.694.657
31.254.107
21.265.060
10.294.668

8
19
29
1
13

6
90
9
46
38

14.205.000
114.945
8.960.536
1.032.817
1.336.317

Sumber: Majalah Fortune Indonesia (Vol.93, hal 64, Juli 2014)

14
Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Untuk membatasi pembahasan, maka peneliti menentukan batasan
masalah, yakni: “Apakah dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan
direksi, kepemilikan institusional, dan Value Added Intellectual Coefficient
(VAICTM) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan
sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?”

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris tentang
pengaruh dewan komisaris, dewan komisaris indepeden, dewan direksi,
kepemilikan institusional, dan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM)
terhadap kinerja keuangan baik secara parsial maupun simultan pada perusahaan
sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang
pengaruh struktur Corporate Governance dan Intellectual Capital (IC)
terhadap kinerja keuangan perusahaan;

15
Universitas Sumatera Utara

2. Bagi perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi sebagai bahan
masukan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan terutama dalam
masalah pengalokasian anggaran yang berkaitan dengan struktur Corporate
Governance dan Intellectual Capital (IC);
3. Bagi investor, dapat memberikan bahan masukan untuk pengambilan
keputusan mengenai investasi pada perusahaan yang telah menerapkan struktur
Corporate Governance yang baik dan juga mengetahui kualitas Intellectual
Capital (IC).

16
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR HIGH-IC DAN LOW-IC YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

22 105 47

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Intellectual Capital Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

1 20 116

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Intellectual Capital Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Intellectual Capital Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

0 1 2

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 11

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 2

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 34

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia Chapter III V

0 0 61

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 3

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 14