Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Corporate Governance
Istilah Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Committee pada tahun 1992 dalam laporan yang dikenal sebagai Cadbury
Report. Laporan ini sebagai titik balik yang menentukan bagi praktik
Corporate Governance di seluruh dunia. Cadbury Report mendefinisikan
Corporate Governance sebagai “the system by which organisations are
directed and controlled” (suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan
dan mengendalikan organisasi).
Definisi lain dari Cadbury Committee memandang Corporate
Governance sebagai
a set of rules that define the relationship between shareholders,
managers, creditors, the government, employees and other internal and
external stakeholders in respect to their rights and responsibilities.
(seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang
saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan
dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka).


17
Universitas Sumatera Utara

Untuk memberikan pengertian yang lebih komprehensif, berbagai
lembaga nasional maupun internasional yang kredibel telah merumuskan
pengertian Corporate Governance itu sendiri, diantaranya adalah:
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefiniskan
Corporate Governance sebagai
.....seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang,
pengurus

(pengelola)

perusahaan,

pihak

kreditur,


pemerintah,

karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan
Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan
praktik Good Corporate Governance dipertegas dengan keluarnya Keputusan
Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan
praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Pengertian Corporate Governance berdasarkan keputusan tersebut
adalah “suatu proses dan struktur yang digunakan oleh pihak manajemen
BUMN untuk meningkatkan kebersihan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna kepentingan stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundangundangan dan nilai-nilai etika”.

18
Universitas Sumatera Utara

Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan Corporate Governance

sebagai
kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi
oleh perusahaaan yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan bekerja secara efisien, dengan demikian Corporate
Governance yang baik dapat menghasilkan nilai ekonomi jangka
panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan Corporate Governance sebagai
the structure through which shareholders, directors, managers set of
the board objectives of the company, the means of attaining these
objectives and monitoring performance.
(struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer
menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuantujuan tersebut dan mengawasi kinerja).
Berdasarkan pendapat beberapa institusi tersebut mengenai definisi
Corporate Governance, Tjager (2003 : 28-29) memberikan kesimpulan
bahwa Corporate Governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem,
proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai
pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi

tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk

19
Universitas Sumatera Utara

mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahankesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk
memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan
segera.
Mengenai

tujuan

dari

praktik

Good

Corporate


Governance,

Sedarmayanti (2012 : 60) memberikan kesimpulan bahwa tujuan dari struktur
Corporate Governance yang baik adalah untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi
risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan
yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya struktur Corporate
Governance yang baik dapat meningkatkan kepercayaan investor. Sebaliknya
struktur Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan
para investor. Hal ini kemudian dibuktikan oleh survei yang dilakukan oleh
McKinsey & Co (2002) menunjukkan bahwa Corporate Governance menjadi
perhatian utama para investor menyamai kinerja finansial dan potensi
pertumbuhan, khususnya bagi pasar yang sedang berkembang (emerging
markets) seperti Indonesia dimana Corporate Governance dipandang sebagai
kriteria kualitatif penentu.

20
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Prinsip-prinsip Dasar Good Corporate Governance

Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan arti penting Corporate
Governance ini, Organization for Economic Corporation and Development
(OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dan dapat diterapkan secara fleksibel sesuai dengan keadaan,

budaya, dan tradisi di masing-masing negara (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Prinsip-prinsip Dasar GCG (Tjager, 2003:49)

Prinsip-prinsip OECD mencakup lima bidang utama yaitu:
1. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya;
2. Peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
lainnya;
3. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu serta transparansi
sehubungan dengan struktur dan operasi korporasi;
4. Tanggung jawab dewan (maksudnya dewan komisaris maupun direksi)
terhadap

perusahaan,


pemegang

saham,

dan

pihak-pihak

yang

berkepentingan lainnya;

21
Universitas Sumatera Utara

5. Perlakuan yang setara (equitable treatment atau fairness), transparansi

(transparency),

akuntabilitas


(accountability),

dan

responsibilitas

(responsibility).

a. Fairness (Kewajaran)
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama
kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan
keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk
pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan
korporasi yang melindungi kepentingan minoritas; membuat pedoman
perilaku perusahaan (corporate conduct) dan atau kebijakan-kebijakan
yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang dalam, self
dealing, dan konflik kepentingan.
b. Disclosure dan Transparency (Tranparansi)

Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan
serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang
mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan.
Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta
tranparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders).

22
Universitas Sumatera Utara

Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem
akuntansi (accounting system) yang berbasiskan standar akuntansi dan
best

practices

pengungkapan


yang

menjamin

yang

berkualitas;

adanya

laporan

keuangan

mengembangkan

dan

Information


Technology (IT) dan Management Information System (MIS) untk

menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan proses
pengambilan keputusan yang efektif oleh dewan komisaris dan direksi.

c. Accountability (Akuntabilitas)
Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif
(effective oversight) berdasarkan balance of power antar manajer,

pemegang saham, dewan komisaris, dan auditor. Merupakan bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaan dan para pemegang
saham.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan
keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat;
mengembangkan komite audit dan risiko untuk mendukung fungsi
pengawasan oleh dewan komisaris; mengembangkan dan merumuskan
kembali perandan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategik
berdasarkan best practices (bukan sekedar audit).

23
Universitas Sumatera Utara

d. Responsibility (Tanggung Jawab)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan
oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para
pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan lapangan kerja, dan
perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. Ini merupakan tanggung
jawab korporasi sebagai anggota masyarakat yang tunduk kepada hukum
dan bertindak dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
sekitarnya.
Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab
merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan
adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan kekuasaan,
menjadi professional dan menjunjung etika, memelihara lingkungan
bisnis yang sehat.

2.1.3 Unsur-unsur Corporate Governance
Menurut Sutedi (2012:41-43), Corporate Governance terdiri dari
beberapa unsur penting diantaranya sebagai berikut:
a.

Corporate Governance – Internal Perusahaan

Merupakan unsur yang berasal dari dalam perusahaan dan unsur yang
selalu diperlukan di dalam perusahaan.
Unsur-unsur yang berasal dari dalam perusahaan adalah:
1)

Pemegang Saham;

2)

Direksi;

24
Universitas Sumatera Utara

3) Dewan Komisaris;
4) Manajer;
5) Karyawan/Serikat Pekerja;
6) Sistem Remunerasi Berdasarkan Kinerja;
7) Komite Audit.
Unsur-unsur yang selalu diperlukan di dalam perusahaan, antara lain
meliputi:
1) Keterbukaan dan Kerahasiaan (disclosure);
2) Transparansi;
3) Accountability;
4) Fairness;

5) Aturan dari Code of Conduct.
b.

Corporate Governance – External Perusahaan
Merupakan unsur yang berasal dari luar perusahaan dan unsur yang

selalu diperlukan di luar perusahaan. Unsur yang berasal dari luar
perusahaan adalah:
1) Kecukupan Undang-undang dan Perangkat Hukum;
2) Investor;
3) Institusi Penyedia Informasi;
4) Akuntan Publik;
5) Institusi yang Memihak Kepentingan Publik Bukan Golongan;
6) Pemberi Pinjaman;
7) Lembaga yang Mengesahkan Legalitas.

25
Universitas Sumatera Utara

Unsur-unsur yang selalu diperlukan di luar perusahaan antara lain:
1) Aturan dari Code of Conduct;
2) Fairness;
3) Accountability;

4) Jaminan Hukum.
Perilaku partisipasi pelaku Corporate Governance yang berada di
dalam rangkain unsur-unsur tersebut (internal dan eksternal)
menentukan kualitas Corporate Governance.

2.1.4 Struktur Corporate Governance
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dewan komisaris, dewan
komisaris independen, dewan direksi, dan kepemilikan institusional sebagai
unsur dari struktur Corporate Governance yang dijadikan sebagai variabel
independen.
2.1.4.1 Dewan Komisaris
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa
perusahaan melaksanakan Good Corporate Governance. Fungsi utama
dewan komisaris menurut Indonesian Code for Corporate Governance
adalah memberikan supervisi kepada direksi dalam menjalankan
tugasnya (Sinamo, 2012).

26
Universitas Sumatera Utara

Pada intinya, dewan komisaris merupakan mekanisme mengawasi
dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada
pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab
untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan
dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen,
maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan
perusahaan (Sinamo, 2012).
Dalam penelitian ini, dewan komisaris diukur berdasarkan jumlah
orang yang terlibat di dalamnya. Jumlah atau komposisi dari dewan
komisaris pada umumnya tidak dinyatakan secara kuantitatif di dalam
Pedoman Good Corporate Governance namun demikian jumlah
anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan

dengan

tetap

memperhatikan

efektifitas

dalam

pengambilan keputusan. Indonesia menganut two board system
dimana secara jelas fungsi direksi dan dewan komisaris dipisahkan
sehingga pengaturan komposisi atau jumlah direksi hanya mencakup
fungsi pengelolaan perusahaan (Pedoman GCG di Negara ACMFKemenkeu RI, 2010).
2.1.4.2 Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang
tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya
dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis

27
Universitas Sumatera Utara

atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan. (Sinamo, 2012).
Dalam penelitian, dewan komisaris independen diukur berdasarkan
jumlah orang yang terlibat di dalamnya. Di Indonesia Pedoman Good
Corporate

Governance

tidak

menentukan

jumlah

komisaris

independen, namun berdasarkan Peraturan Bapepam-LK, emiten atau
perusahaan publik wajib memiliki komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari jumlah anggota dewan komisaris (Pedoman GCG
di Negara ACMF-Kemenkeu RI, 2010).
2.1.4.3 Dewan Direksi
Dewan Direksi merupakan pusat dari pengendalian dalam
perusahaan, dan dewan ini merupakan penanggung jawab utama
dalam tingkat kesehatan dan keberhasilan perusahaan secara jangka
panjang (Louden, 1982 dalam Sekaredi, 2011).
Beiner et al. (2003) menyatakan bahwa kebanyakan perusahaan
memilih jumlah dewan direksi yang optimal, Sedangkan Syakhroza
(2002) mengatakan bahwa dalam perundang-undangan di Indonesia,
perusahaan Indonesia tidak diberi batasan berapa banyak seharusnya
jumlah dewan direksi. Peraturan hanya menyebutkan bahwa untuk
sebuah perusahaan perseroan terbuka yang menerbitkan surat
pengakuan hutang wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang
anggota direktur (Sekaredi, 2011).

28
Universitas Sumatera Utara

Dalam penelitian ini, dewan direksi diukur berdasarkan jumlah
orang yang terlibat di dalamnya. Jumlah atau komposisi dari direksi
pada umumnya tidak dinyatakan secara kuantitatif di dalam Pedoman
Good Corporate Governance namun demikian jumlah anggota direksi
harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap
memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan (Pedoman
GCG di Negara ACMF-Kemenkeu RI, 2010).
2.1.4.4 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara
yang dimiliki oleh institusi. Dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki
institusi dari seluruh modal saham yang beredar. Tingkat kepemilikan
institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang
lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku oportunistik manajer (Kemalasari, 2009).

2.1.5 Modal Intelektual (Intellectual Capital/IC)
Sebagai sebuah konsep, modal intelektual merujuk pada modal-modal
non fisik atau modal tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata
(invisible) yang terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta
teknologi yang digunakan (Ulum, 2009 : 14).
Ketertarikan akan IC bermula ketika Tom Stewart, pada Juni 1991,
menulis sebuah artikel (“Brain Power – How Intellectual Capital Is Becoming

29
Universitas Sumatera Utara

America’s Most Valuable Asset”), yang mengantar IC kepada agenda

manajemen.
Steward mendefinisikan IC dalam artikelnya sebagai
the sum of everything everybody in your company knows that gives you
a competitive edge in the market place. It is intellectual material –
knowledge, information, intellectual property, experience – that can be
put to use to create wealth (Ulum, 2009 : 19).
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD,

1999) mendefinisikan modal intelektual sebagai nilai ekonomi dari dua
kategori aset tak berwujud (intangibles asset)

yaitu organizational

(structural) capital yang meliputi sistem software, jaringan distribusi, dan

rantai pasokan. Kedua, human capital yang meliputi sumber daya manusia di
dalam perusahaan (sumber daya tenaga kerja / karyawan) dan di luar
perusahaan, seperti customers dan supplier (Ulum, 2009 : 21).
Bontis, dkk (2000) menyimpulkan secara umum dari para peneliti lain
bahwa Intellectual Capital terdiri atas tiga konstruk utama, yaitu: Human
Capital (HC), Structural Capital (SC), dan Customer Capital (CC). HC

merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang
direpresentasikan oleh karyawannya yang merupakan kombinasi dari genetic
inheritance, education, experience, and attitude tentang kehidupan dan bisnis.

SC meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam organisasi.
Termasuk dalam hal ini adalah database, organisational charts, process
manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan

30
Universitas Sumatera Utara

lebih besar daripada nilai materialnya. Sedangkan tema utama dari CC adalah
pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer
relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalannya

bisnis.

2.1.6. Komponen Modal Intelektual / Intellectual Capital (IC)
Stewart (1998 : 83 - 180) mengklasifikasikan IC menjadi tiga jenis
capital yaitu structural, human, dan customer yang dapat digambarkan dalam

model Value Creation of Intellectual Capital sebagai berikut:









Competency
Skills
Brainpower
Tacit knowledge

Infrastructure
Process
Organization Culture





Customers
Suppliers /
Distributors
Brand
Network

Gambar 2.2 Value Creation dalam Model IC (Stewart, 1998) - Data Diolah

31
Universitas Sumatera Utara

Sawarjuwono (2003) kemudian menjelaskan ketiga elemen utama
modal intelektual dalam Gambar 2.2 sebagai berikut:
1. Human Capital (Modal Manusia).
Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah

sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit
untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat bersumbernya
pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan kemampuan
kolektif

perusahaan

untuk

menghasilkan

solusi

terbaik

berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan
tersebut.

Human

capital

akan

meningkat

jika

perusahaan

mampu

menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. Brinker (dalam
Purnomosidhi, 2005) memberikan beberapa karakteristik dasar yang dapat
diukur dari modal ini, yaitu training programs, credential, experience,
competence, recruitment, mentoring, learning programs, individual potential
and personality.

2. Structural Capital atau Organizational Capital (Modal Organisasi)
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan

dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang
mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang
optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional
perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen

32
Universitas Sumatera Utara

dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang
individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika
organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual
capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada

tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.

3. Relational Capital atau Costumer Capital (Modal Pelanggan)
Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan
nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang
harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para
mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas,
berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan
perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan
pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat
muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat
menambah nilai bagi perusahaan tersebut.

2.1.7 Pengukuran Modal Intelektual / Intellectual Capital (IC)
Dalam

penelitian

ini,

peneliti

mengukur

modal

intellectual

menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficeint (VAIC™).
Metode ini dikembangkan oleh Pulic (1997), didesain untuk menyajikan
informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset)

33
Universitas Sumatera Utara

dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model
ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added
(VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis
dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value
creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input

(Ulum, 2009 :86-87).
Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan
revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar,

sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam
memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal penting dalam model ini
adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN.
Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential
(yang direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya
(cost) dan tidak masuk dalam komponen IN (Pulic, 1999). Oleh karena itu,
aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai
identitas penciptaan nilai (value creating entity) (Ulum, 2009:87).
Intellectual Capital (IC) terbagi atas 3 tahapan yaitu:

a. Value Added Capital Employed (VACA)
VACA adalah indikator untuk Value Aded (VA) yang diciptakan
oleh satu unit dari physical capital. yaitu: VACA (Value Added Capital
Employed), yang merupakan rasio dari VA terhadap CE (Capital
Employment), dimana merupakan atas dana yang tersedia atas ekuitas.

34
Universitas Sumatera Utara

b. Value Added Human Capital (VAHU)
VAHU merupakan banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang
dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC (Human Capital)
atau beban karyawan terhadap Value Added .
c. Structural Capital Value Added (STVA)
Rasio ini mengukur jumlah SC (Structural Capital) atau hasil dari
VA (Value Added) dikurangi HC (Human Capital) yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 (satu) rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana
keberhasilan SC dalam penciptaan nilai.
VAIC™ mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi yang
dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator). VAIC™
merupakan penjumlahan dari 3 (tiga) komponen sebelumnya, yaitu: VACA,
VAHU, dan STVA (Ulum, 2009:90).
Keunggulan metode VAIC™ adalah karena data yang dibutuhkan
relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang
dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka
keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan
perusahaan. Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan
indikator keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk
melengkapi profil suatu perusahaan secara individu. Indikator-indikator

35
Universitas Sumatera Utara

tersebut, khususnya indikator non-keuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat
oleh perusahaan yang lain (Tan et al., 2007 dalam Ulum, 2009:90).
2.1.8 Kinerja Keuangan
Kinerja Keuangan atau Financial Performance perusahaan merupakan
kinerja suatu perusahaan merupakan hasil dari suatu proses dengan
mengorbankan berbagai sumber daya. Salah satu parameter kinerja tersebut
adalah laba. Laba bagi perusahaan sangat diperlukan karena untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Untuk memperoleh laba, perusahaan harus
melakukan kegiatan operasional. Kegiatan operasional ini dapat terlaksana
jika perusahaan mempunyai sumber daya. Laba dapat memberikan sinyal
yang positif mengenai prospek perusahaan di masa depan tentang kinerja
perusahaan. Dengan adanya pertumbuhan laba yang terus meningkat dari
tahun ke tahun, akan memberikan sinyal yang positif mengenai kinerja
perusahaan.
Analisis rasio keuangan merupakan analisis yang paling populer untuk
mengidenttifikasi kondisi keuangan dan kinerja keuangan perusahaan.
Berikut ini ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
keuangan perusahaan (Syahyunan, 2012:92-93) diantaranya adalah:
a. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian jangka pendeknya secara
tepat waktu. Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur likuiditas yaitu;
Current Ratio, Quick Ratio, Cash Ratio, dan Net Working Ratio.

36
Universitas Sumatera Utara

b. Rasio Leverage (Leverage Ratio)

Rasio leverage digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam melunasi seluruh utang-utangnya atau dengan kata lain rasio ini dapat
pula digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mendanai kegiatan
usahanya apakah lebih banyak menggunakan utang atau ekuitas. Rasio
leverage yang umumnya dipakai antara lain adalah Debt Ratio, Debt to Equity
Ratio, Time Interest Earned Ratio, Fixed Charge Coverage Ratio, dan Debt
Service Coverage.
c. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

Rasio

aktivitas

digunakan

untuk

mengetahui

seberapa

efektif

manajemen perusahaan menggunakan aktiva yang dimilikinya dalam
melaksanakan kegiatan perusahaan. Rasio aktivitas yang umum digunakan
yaitu; Average Collection Period, Inventory Turnover, Fixed Asset Turnover,
dan Total Asset Turnover.
d. Rasio Profitabilitas (ProfitabilityRatio)

Rasio

profitabilitas

digunakan

untuk

mengetahui

kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan
perusahaan oleh manajemen. Rasio profitabilitas yang sering digunakan yaitu;
Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit margin, Return on
Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Return on Investment (ROI).
e. Rasio Penilaian (Valuation Ratio)

Rasio penilaian bertujuan menjadi tolok ukur yang mengaitkan
hubungan antara harga saham biasa dengan pendapatan perusahaan dan nilai

37
Universitas Sumatera Utara

buku saham atau mencerminkan performance perusahaan secara keseluruhan.
Rasio penilaian yang sering digunakan yaitu; Price Earning ratio, Earning
Per Share, Dividend Per Share, Dividend Yield, Payout Ratio, Book Value
Per Share, dan Price to Book Value.

2.1.9 Pengukuran Kinerja Keuangan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Return on Asset (ROA)
sebagai metode pengukuran kinerja keuangan perusahaan. Adapun Return on
Asset (ROA) adalah rasio yang menggambarkan perputaran aktiva yang

diukur dari volume penjualan. Semakin besar semakin baik yang berarti
bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba. ROA ini diukur
dengan cara membagi pendapatan operasional setelah pajak (laba bersih)
terhadap total aktiva. Selanjutnya akan dilambangkan dengan ROA
(Kemalasari, 2009).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.2.1 Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Kinerja
Keuangan
Terdapat berbagai penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para ahli
mengenai pengaruh struktur Corporate Governance (dewan komisaris, dewan
komisaris independen, dewan direksi, dan kepemilikan institusional) terhadap

38
Universitas Sumatera Utara

kinerja keuangan (ROA) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.1,
diantaranya sebagai berikut :
Sam’ani (2008) meneliti pengaruh dari Good Corporate Governance
terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.
Variabel independen diproksikan dengan kepemilikan institusional, dewan
komisaris, dewan direksi, komisaris independen, dan komite audit. Kemudian
untuk variabel dependennya diukur dengan Cash Flow Return on Asset
(CFROA). Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi

berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dewan komisaris,
dewan direksi, komite audit mempunyai hubungan yang positif dan signifikan
terhadap kinerja. Sedangkan kepemilikan institusional mempunyai hubungan
yang negatif dan signifikan terhadap kinerja dan variabel komisaris
independen secara signifikan tidak dapat mempengaruhi kinerja.
Jati (2009) meneliti pengaruh dari struktur Corporate Governance
terhadap kinerja perusahaan. Variabel independen dalam penelitian ini ialah
struktur Corporate Governance yang meliputi kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan, ukuran
dewan direksi, dan keberadaan komite audit. Variabel dependennya adalah
kinerja perusahaan. yang diukur dengan menggunakan Return on Assets
(ROA) dan Return on Equity (ROE). Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel struktur Corporate
Governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan tidak

39
Universitas Sumatera Utara

terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel struktur Corporate
Governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROE.

Kemalasari (2009) meneliti pengaruh GCG terhadap kinerja perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEI. Variabel independennya adalah komposisi
dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan komite audit, sedangkan
variabel dependen nya adalah ROA, NPM. BOPO, dan ROE. Analisis data
yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua variabel penelitian tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan baik secara simultan maupun parsial.
Sekaredi (2011) meneliti mengenai pengaruh Corporate Governance
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi,
komite audit dan kepemilikan institusional. Variabel dependen yang
digunakan adalah Tobin’s Q untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
berdasarkan pasar dan Cash Flow Return On Asset (CFROA) sebagai
pengukur kinerja berdasarkan operasional perusahaan. Analisis data yang
digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan
kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan, dewan komisaris independen berpengaruh negatif
signifikan, dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan, dewan
direksi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pasar sedangkan
terhadap kinerja operasional berpengaruh negatif signifikan, dan komite audit

40
Universitas Sumatera Utara

berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pasar sedangkan berdasarkan
operasional perusahaan berpengaruh negatif signifikan.
Noviawan & Septiani (2013) meneliti pengaruh mekanisme Corporate
Governance dan struktur kepemilikan terhadap kinerja keuangan. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
berganda. Adapun yang menjadi variabel independen ialah ukuran dewan
komisaris, komisaris independen, ukuran dewan direksi, ukuran komite audit,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Variabel dependennya
ialah kinerja keuangan yang diukur menggunakan Return on Asset (ROA).
Hasil

penelitian

menunjukkan

ukuran

dewan

komisaris,

komisaris

independen, ukuran komite audit, dan kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Sedangkan ukuran dewan direksi dan
kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu - Struktur Corporate Governance

No.

1

Peneliti
dan
Tahun
Penelitian

Sam’ani
(2008)

Judul
Penelitian

“Pengaruh dari
Good Corporate
Governance
terhadap Kinerja
Keuangan
Perusahaan
Perbankan yang
Terdaftar di
BEI”

Variabel Penelitian

Independen:
Kepemilikan
institusional, dewan
komisaris, dewan direksi,
komisaris independen,
dan komite audit.
Dependen: Kinerja
Keuangan (CFROA).

Hasil Penelitian

Dewan komisaris, dewan
direksi, komite audit
mempunyai hubungan
yang positif dan signifikan
terhadap kinerja.
Sedangkan kepemilikan
institusional mempunyai
hubungan yang negatif dan
signifikan terhadap kinerja
dan variabel komisaris
independen secara
signifikan tidak dapat
mempengaruhi kinerja.

41
Universitas Sumatera Utara

No.

2

3

4

Peneliti
dan
Tahun
Penelitian

Jati (2009)

Kemalasari
(2009)

Sekaredi
(2011)

Judul
Penelitian

“Pengaruh
Struktur
Corporate
Governance
terhadap Kinerja
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di BEI”

“Pengaruh
Penerapan Good
Corporate
Governance
terhadap Kinerja
Perusahaan
Perbankan di
BEI”

“Pengaruh
Corporate
Governance
terhadap Kinerja
Keuangan
Perusahaan”

Variabel Penelitian

Independen :
Kepemilikan
institusional,
kepemilikan manajerial,
ukuran perusahaan,
pertumbuhan penjualan,
ukuran dewan direksi,
dan keberadaan komite
audit.
Dependen : Kinerja
keuangan (ROA &
ROE).
Independen : Komposisi
dewan komisaris,
kepemilikan
institusional, dan komite
audit.

Hasil Penelitian

Terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel
struktur Corporate
Governance terhadap ROA
dan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan
antara variabel struktur
Corporate Governance
terhadap ROE.

Semua variabel penelitian
tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan baik
secara simultan maupun
parsial.

Dependen : Kinerja
keuangan (ROA, NPM.
BOPO, dan ROE.

Independen: dewan
komisaris, dewan
komisaris independen,
dewan direksi, komite
audit dan kepemilikan
institusional.
Dependen: Kinerja
Keuangan (Tobin’s Q
dan CFROA).

Kepemilikan institusional
berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan,
dewan komisaris
independen berpengaruh
negatif signifikan, dewan
komisaris berpengaruh
positif positif tidak
signifikan, dewan direksi
berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap pasar
sedangkan terhadap kinerja
operasional berpengaruh
negatif signifikan, dan
komite audit berpengaruh
negatif tidak signifikan
terhadap pasar sedangkan
berdasarkan operasional
perusahaan berpengaruh
negatif signifikan.

42
Universitas Sumatera Utara

No.

5

Peneliti
dan
Tahun
Penelitian

Noviawan
dan
Septiani
(2013)

Judul
Penelitian

“Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance dan
Struktur
Kepemilikan
Kinerja
Keuangan”

Variabel Penelitian

Independen : Ukuran
dewan komisaris,
komisaris independen,
ukuran dewan direksi,
ukuran komite audit,
kepemilikan
institusional, dan
kepemilikan manajerial.
Dependen : Kinerja
keuangan (ROA)

Hasil Penelitian

Ukuran dewan komisaris,
komisaris independen,
ukuran komite audit, dan
kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan.
Sedangkan ukuran dewan
direksi dan kepemilikan
institusional berpengaruh
positif terhadap kinerja
keuangan.

Sumber : Penelitian Terdahulu (Data Diolah)

2.2.2 Pengaruh Intellectual Capital (IC) / Modal Intelektual terhadap
Kinerja Keuangan
Penelitian mengenai pengaruh Intellectual Capital (IC) / modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan telah banyak dilakukan. Berikut ini
merupakan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu
diantaranya adalah :
Dian (2012) meneliti pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan sektor pertambangan. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah VAIC™ (CEE, HCE, dan SCE). Sedangkan variabel dependen yang
dipilih adalah kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ATO (Asset
Turnover). Peneliti menganalisis data dengan analisis regresi berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa VAIC™ (CEE, HCE, dan SCE) berpengaruh

43
Universitas Sumatera Utara

terhadap kinerja perusahaan (ATO) secara simultan. Sedangkan secara parsial
hanya CEE yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (ATO).
Santoso

(2012)

meneliti

pengaruh

modal

intelektual

dan

pengungkapannya terhadap kinerja perusahaan LQ 45. Variabel independen
dalam penelitian ini adalah VAIC™ (CEE, HCE, dan SCE) dan Intellectual
Capital Disclosure (ICD). Sedangkan variabel dependen yang dipilih adalah

kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA, ATO (Asset Turnover), dan MB
(market to book ratio). Peneliti menganalisis data dengan analisis konten
(content analysis) berdasarkan penelitian Abeysekera & Guthrie (2005)

sejumlah 58 item dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan
modal intelektual dan pengungkapan modal intelektual tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan di Indonesia. Sebab perusahaan di Indonesia
masih mengandalkan peningkatan value added nya melalui efisiensi modal
fisik dan bukan modal intelektual.
Batubara (2013) meneliti pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap
kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur sektor konsumsi yang terdaftar
di BEI. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Intelectual Capital,
yang terdiri dari VACA, VAHU dan STVA. Sedangkan variabel dependen
yang dipilih adalah kinerja keuangan ROA, ROE, dan nilai pasar. Peneliti
menganalisis data dengan analisis regresi berganda. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Intelectual
Capital, yang terdiri dari VACA, VAHU dan STVA terhadap kinerja

keuangan yang terdiri dari ROA, ROE dan nilai pasar.

44
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu – Intellectual Capital (IC)
No

Peneliti
dan Tahun
Penelitian

Dian
1
(2012)

2

3

Santoso
(2012)

Batubara
(2013)

Judul
Penelitian

“Pengaruh
Modal
Intelektual
Terhadap
Kinerja
Perusahaan”

“Pengaruh
Modal
Intelektual dan
Pengungkapann
ya Terhadap
Kinerja
Perusahaan”

“Pengaruh
Intellectual
Capital (IC)
terhadap Kinerja
Keuangan
Perusahaan”

Variabel Penelitian

Independen : VAIC™
(CEE, HCE, dan SCE).
Dependen : Kinerja
perusahaan (ATO)

Independen : VAIC™
(CEE, HCE, dan SCE) dan
Intellectual Capital
Disclosure (ICD).
Dependen : Kinerja
perusahaan (ROA ATO,
MB)

Independen : Intellectual
Capital - VAIC™ (VACA,
VAHU dan STVA).
Dependen : Kinerja
keuangan yang terdiri dari
ROA, ROE dan nilai pasar.

Hasil Penelitian

Modal intelektual
(VAIC™) berpengaruh
terhadap kinerja
perusahaan secara
simultan. Hanya CEE
yang berpengaruh secara
parsial.

Modal intelektual dan
pengungkapan modal
intelektual tidak
berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan di
Indonesia.

Terdapat pengaruh
positif dan signifikan
antara Intelectual Capital
(VAIC™) yang terdiri
dari VACA, VAHU dan
STVA terhadap kinerja
keuangan perusahaan.

Sumber:Penelitian Terdahulu ( Data Diolah)

45
Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konseptual
Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan

hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan kinerja
perusahaan (Tjager, 2003:22 ). Pada penelitian ini, peneliti memilih dewan
komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan kepemilikan
institusional sebagai proksi dari struktur Corporate Governance yang kemudian
dijadikan sebagai variabel independen penelitian ini.
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab
secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada
direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan Good Corporate
Governance. Sedangkan dewan komisaris independen adalah anggota dewan

komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris
lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Dewan
direksi merupakan pusat dari pengendalian dalam perusahaan, dan dewan ini
merupakan penanggung jawab utama dalam tingkat kesehatan dan keberhasilan
perusahaan secara jangka panjang (Sekaredi, 2011).
Jumlah atau komposisi dari dewan komisaris dan dewan direksi pada
umumnya tidak dinyatakan secara kuantitatif di dalam pedoman Good Corporate
Governance namun demikian jumlah anggota dewan komisaris dan dewan direksi

harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan

46
Universitas Sumatera Utara

efektifitas dalam pengambilan keputusan, berbeda halnya dengan jumlah dewan
komisaris independen yang harus sesuai dengan Peraturan Bapepam-LK yang
menegaskan bahwa emiten atau perusahaan publik wajib memiliki komisaris
independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah anggota dewan komisaris
(Pedoman GCG di Negara ACMF-Kemenkeu RI, 2010).
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki
oleh institusi. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan
usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga
dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer (Kemalasari, 2009).
Sedarmayanti (2012 : 60) menyatakan bahwa struktur Corporate
Governance yang baik di dalam perusahaan diharapkan dapat berpengaruh

terhadap kinerja perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi
risiko

yang

mungkin

dilakukan

oleh

dewan

dengan

keputusan

yang

menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Corporate Governance dapat
meningkatkan kepercayaan investor. Penerapan Corporate Governance pada
dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu
perusahaan (Tjager, 2003 :77-78).
Selain meneliti tentang pengaruh struktur Corporate Governance yang
diproksikan dengan dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan
direksi, dan kepemilikan institusional, peneliti juga meneliti tentang pengaruh
modal intelektual (Intellectual Capital/IC) terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Modal intelektual merujuk pada modal-modal non fisik atau modal tidak
berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata (invisible) yang terkait dengan

47
Universitas Sumatera Utara

pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan (Ulum,
2009 : 14).
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur Intellectual Capital (IC)
menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM). Metode ini
dikembangkan oleh Pulic (1997), didesain untuk menyajikan informasi tentang
value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak

berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan (Ulum, 2009:86).
Dengan terukurnya kinerja perusahaan maka nilai perusahaan tersebut juga
dapat diketahui secara jelas oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kemudian
juga dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik maka perusahaan akan
mampu bersaing dengan lebih baik. Dalam beberapa kesempatan muncul sebuah
wacana mengenai Intellectual Capital dan Corporate Governance sebagai unsurunsur yang harus diungkapkan dan diterapkan untuk menilai suatu perusahaan
menjadi hal yang semakin dipertimbangkan (Ningrum, 2012).

48
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai
berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen (X) adalah dewan
komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan kepemilikan
institusional, serta Intellectual Capital / IC (modal intelektual) yang diukur
dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM), kemudian yang menjadi
variabel dependennya (Y) adalah kinerja keuangan yang diukur dengan Return on
Asset (ROA).

49
Universitas Sumatera Utara

2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Kuncoro (2009 : 59) adalah suatu penjelasan sementara
tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan
terjadi. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun oleh peneliti, yang
kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan. Fungsi dari
hipotesis adalah sebagai pedoman untuk dapat mengarahkan penelitian agar sesuai
dengan apa yang diharapkan peneliti. Berdasarkan kerangka konseptual, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
“Dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan

institusional, dan Intellectual Capital (IC) berpengaruh secara signifikan
terhadap Return on Asset (ROA)”.

50
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR HIGH-IC DAN LOW-IC YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

22 105 47

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Intellectual Capital Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

1 20 116

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Intellectual Capital Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Intellectual Capital Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

0 1 2

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 11

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 2

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 16

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia Chapter III V

0 0 61

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 3

Pengaruh struktur corporate governance dan Intellectual capital (ic) terhadap kinerja keuangan Perusahaan infrastruktur, utilitas, dan Transportasi di bursa efek indonesia

0 0 14