Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Dana Desa di Desa Tolang Kecamatan Ulupungkut Kabupaten Mandailing Natal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Secara umum teori adalah konsep abstrak yang nantinya akan mengidenfikasikan
adanya hubungan dari konsep-konsep yang ada untuk memahami suatu fenomena yang ada.
Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk
melakukan tindakan selanjutnya.
Menurut Arikunto (1996:92) kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat
dimana peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan tentang variabel
pokok, sub variabel, atau pokok masalah yang ada dalam penelitian. Kerangka teori
dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan
dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka teori dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1.1

Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1.1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang
dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan
martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik

dibidang ekonomi, sosial, agama, dan budaya. Pemberdayaan masyarakat terutama di
pedesaan tidak cukup hanya dengan upaya meningkatkan produktivitas, memberikan
kesempatan usaha yang sama atau modal saja, tetapi harus diikuti pula dengan perubahan
struktur sosial ekonomi masyarakat, mendukung berkembangnya potensi masyarakat melalui
peningkatan peran, produktivitas dan efisiensi (Widjaja,2003:169).

8
Universitas Sumatera Utara

Kartasasmita (1996: 45), menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah
konsep pebangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.Konsep ini mencerminkan
paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory,
empowering and sustainable”. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi
kebutuhan dasar (basic need) atau meyediakan mekanisme untuk mencegah proses
kemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikiranya belakangan ini banyak dikembangkan
sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa lalu.
Dalam konsep pemberdayaan menurut Prijono dan Pranarka (1996: 55), manusia adalah
subyek dari dirinya sendiri. Proses kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau
memotivasi individu agar memmpunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan
pilihan hidupnya.

Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang dikemukakan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk
memperoleh atau memberikan daya, kekuatan, atau kemampuan kepada individu masyarakat
lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta
masalah

yang

dihadapi

dan

sekaligus

memilih

alternatif

pemecahnya


dengan

mengoptimalkan sumber daya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
Pemberdayaan organisasi dapat dilakukan melalui pendelegasian wewenang
(pemberian wewenang), sehingga diharapkan organisasi lebih fleksibel, efektif, inovatif,
kreatif, etos kerja tinggi, yang pada akhirnya produktifitas organisasi menjadi meningkat.

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2 Prinsip dan Dasar Pemberdayaan
Prinsip utama dalam mengembangkan konsep pemberdayaan masyarakat menurut
Drijver dan Sajise (dalam Sutrisno, 2005, h.18) ada lima macam yaitu:
1. Pendekatan dari bawah (buttom up approach): pada kondisi ini pengelolaan dan para
stakeholder setuju pada tujuan yang ingin dicapai untuk kemudian mengembangkan
gagasan dan beberapa kegiatan setahap demi setahap untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan sebelumnya.
2. Partisipasi (participation): dimana setiap aktor yang terlibat memiliki kekuasaan
dalam setiap fase perencanaan dan pengelolaan.
3. Konsep keberlanjutan: merupakan pengembangan kemitraan dengan seluruh lapisan

masyarakat sehingga program pembangunan berkelanjutan dapat diterima secara
sosial dan ekonomi.
4. Keterpaduan: yaitu kebijakan dan strategi pada tingkat lokal, regional dan nasional.
5. Keuntungan sosial dan ekonomi: merupakan bagian dari program pengelolaan.
2.1.1.3 Proses Pemberdayaan Masyarakat
Proses pemberdayaan masyarakat mengandung dua kecenderungan. Pertama proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagai
kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya.
Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna
pemberdayaan.
Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses
menstimulasi, mendorong atu memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog
(Pranarka, 1996: 45).

10
Universitas Sumatera Utara

Kartasasmita (1996: 23) menatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui
tiga proses yaitu:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi
yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat
tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan
atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran
(awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya.
2. Memperkuat potensi daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-wering), sehingga
diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana.
3. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan,
harus

dicegah

yang

lemah

menjadi

bertambah


lemah,

oleh

karena

kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan masyarakat
menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkemampuan. Kaitannya dengan indikator
masyarakat berdaya, Sumardjo, (1999: 16) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya
yaitu:
1) Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi
kondisi perubahan ke depan
2) Mampu mengarahkan dirinya sendiri
3) Memiliki kekuatan untuk berunding
4) Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling
menguntungkan
5) Bertanggung jawab atas tindakannya


11
Universitas Sumatera Utara

Tjokrowinoto (2001: 32) menyatakan bahwa meskipun proses pemberdayaan suatu
masyarakat merupakan suatu proses pemberdayaan, namun dalam implementasinya tidak
semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam pelaksanaanya. Tak jarang ada
kelompok-kelompok dalam komunitas yang melakukan penolakan terhadap pembaharuan
ataupun inovasi yang muncul.
Tjokrowinoto (2001: 34) menyatakan beberapa kendala (hambatan) dalam
pembangunan masyarakat, baik yang berasal dari kepribadian individu maupun berasal dari
sistem sosial:
a) Berasal dari Kepribadian Individu; kesetabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit),
seleksi ingatan dan persepsi (Selective Perception and Retention), ketergantungan
(Depedence), super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau
menerima pembaharuan, dan rasa tak percaya diri (self-Distrust).
b) Berasal dari sistem sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Comformity to
Norms), yang “mengikat” sebagian anggta masyarakat pada suatu komunitas tertentu,
kesatuan, dan kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence),
kelompok kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sakral (The Sacrosanct),
dan penolakan terhadap orang luar (Rejection of Outsiders).


12
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.4 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah membentuk individu
dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir,
bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat
yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang
dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan
mempergunakan daya atau kemampuan yang dimiliki.
Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik,
dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik atau material.Pelaku pemberdayaan
harus dapat berperan sebagai motivator, mediator, dan fasilitator yang baik.Pelaku
pemberdayaan tidak hanya dituntut untuk memperdaya pengetahuannya, melainkan mereka
dituntut meningkatkan ketrampilannya dalam mendesain pemberdayaan.
Bentuk-bentuk kemampuan yang relevan dengan kualitas pelaku pemberdayaan yakni:
1) Kemampuan untuk melihat peluang-peluang yang ada
2) Kemampuan untuk mengambil keputusan dan langkah-langkah yang dianggap

prioritas dengan mengacu pada visi, misi, dan tujuan yang mempunyai potensi
memberikan input dan sumber bagi proses pembangunan
3) Kemampuan menjual inovasi dan memperluas wilayah penerimaan program-program
yang diperuntukkan bagi kaum miskin
4) Kemampuan memainkan peranan sebagai fasilitator atau meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk tumbuh berkembang dengan kekuatan sendiri (Tjokrowinoto, 2001:
62).

13
Universitas Sumatera Utara

Paradigma baru dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia adalah paradigma
pemberdayaan masyarakat, dimana masyarakat menjadi pusat/titik tekan pembangunan
(people centered development).
Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan dan kemandirian dalam mengelola sumber daya serta memenuhi kebutuhannya.
Pemberdayaan merupakan istilah lain dari empowerment/penguatan yang berarti pemberian
kekuatan pada masyarakat untuk mengatur kehidupannya sendiri.
2.1.1.5 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pemanfaatan Dana Desa (DD).

2.1.1.5.1 Faktor pendukung
Keberhasilan implementasi tersebut dipengaruhi oleh 3 variabel, yaitu :
1. Karakteristik Pelaksana
Kebijakan yang dilihat dari tinggi rendahnya kompetensi organisasi pelaksana
terhadap pelaksanaan kebijakan, komitmen pelaksana untuk mengimplementasikan
kebijakan serta konsistensi, perhatian dan keseriusan organisasi pelaksana terhadap
upaya pencapaian tujuan kebijakan.
2. Komunikasi Antar Organ
Komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan Dana Desa meliputi
komunikasi vertikal dan horisontal. Komunikasi vertical terjalin antara pelaksana
dalam hal ini tim teknis dan tim pengelola dengan masyarakat melalui musyawarah
tingkat desa. Komunikasi horisontal terjalin antar pelaksana yang dapat ditunjukkan
dengan system koordinasinya.

14
Universitas Sumatera Utara

Tim Teknis Desa Makamhaji melakukan koordinasi kepada Tim Pengelola
DD hampir setiap hari untuk melakukan pelaporan dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan yang sedang berlangsung.

3. Sumber Daya Keuangan
Dana Desa berasal dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah (DAU)
setelah dikurangi belanja pegawai yang telah disesuaikan dengan APBDP.
2.1.1.5.2

Faktor Penghambat

Pengalaman yang baru ini diakui oleh semua pihak masih membutuhkan
waktu untuk belajar banyak bagaimana mengelola secara mandiri pembangunan di
desa. Kesenjangan kemampuan antara aparatur pemerintahan Kabupaten dan Desa
yang disebabkan oleh perbedaan jam terbang ini masih menjadi penghambat
kelancaran implementasi DD.
2.1.1.6 Pemberdayaan Masyarakat dalam Kebijakan Dana Desa.
Kebijakan Dana Desa (DD) merupakan kebijakan yang menggunakan perpaduan
antara pendekatan top-down dan bottom-up. Kedua pendekatan ini terefleksi pada proses
perumusan kebijakan yang dilakukan oleh dua unsur yaitu pemerintah dan masyarakat. Di
tingkat pusat dirumuskan kebijakan berupa Pedoman Pelaksanaan Dana Desa yang bersifat
normatif disertai dengan batasan-batasan administratif.
Sedangkan di bawah terjadi proses interaksi secara terpadu antara kebijakan normatif
dan administratif tersebut dengan aspirasi dan kreativitas masyarakat selaras dengan kasus
maupun potensi yang dimiliki. Proses interaksi ini berlangsung dalam musyawarah
perencanaan pembangunan (Musrenbang).

15
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Dana Desa
Pasal 90 ayat 3 dan 5 undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa
penyelenggaraan kewenangan desa dapat ditugaskan oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Kewenangan desa yang ditugaskan oleh pemerintah pusat didanai oleh
anggaran pendapatan dan belanja negara.Sedangkan, kewenangan desa yang ditugaskan oleh
pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Berdasarkan peraturan diatas jelas bahwa setiap desa akan mendapatkan anggaran
dana desa baik dari pusat maupun daerah yang menjadi sumber keuangan dan kekayaan desa.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar desa untuk mendanai kebutuhan desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat. Dana Desa merupakan perolehan
bagian keuangan desa dari kabupaten yang penyalurannya melalui Kas Desa. Dana Desa
adalah bagian dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten.
Menurut Sanusi (2004) Dana Desa adalah dana yang harus dialokasikan pemerintah
kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diterima dari kabupaten yang penggunaannya untuk 30% belanja aparatur dan
operator dan 70% untuk belanja publik dan pemberdayaan masyarakat.

16
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Desa
Secara umum di Indonesia, desa atau yangdisebut dengan nama lain sesuai bahasa
daerah setempat dapat dikatakan sebagai suatu wilayah yang ditinggali oleh sejumlah orang
yang saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadatnya yang relatif sama,
dan mempunyai tata-cara tersendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya.
Sebagian besar mata pencahariannya adalah bertani atau nelayan.Pada desa daratan
sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai petani baik sawah ataupun kebun,
sedangkan pada desa pesisir sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai
nelayan(Nurcholis,2011:2).
Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkasan

hakasal-usul

yang

bersifat

istimewa.

Landasan

pemikiran

dalam

mengenaiPemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,demokratisasi
dan pemberdayaan masyarakat (H.A.W. Widjaja 2003:3).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 1, “ Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diakui otonominya dan Kepala Desa melalui pemerintah dapat diberikan penugasan
pendelegasian dari pemrintahan ataupun dari pemerintahan daerah untuk melaksanakan
wewenang pemerintah Desa.Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Desa
adalahkeanekaragaman, partisipasi, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

17
Universitas Sumatera Utara

Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa yakni:
1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul
desa.
2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan urusan
pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangandiserahkan
kepada desa.
Dengan demikian tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan
penyelenggaraan Pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan
pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan
pembangunan.

18
Universitas Sumatera Utara

2.2 Defenisi konsep
Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai
untuk menggambarkan sebagai fenomena yang sama.(Singarimbun dan Efendi,2009:17).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka peneliti mengemukakan defenisi dari konsep
penelitian ini adalah :
1. Pemberdayaan Masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan
kondisi diri sendiri, Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya
ikut berpartisipasi. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan
masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen
pembangunan atau dikenal juga sebagai subjek. Disini subjek merupakan motor
penggerak, dan bukan penerima manfaat atau obyek saja.
2. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan desa dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan
masyarakat.
3. Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkasan hakasal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam
mengenaiPemerintahan

Desa

adalah

keanekaragaman,

partisipasi,

otonomi

asli,demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

19
Universitas Sumatera Utara

2.3

Hipotesis Kerja
Hipotesis kerja disusun berdasarkan atas teori yang dipandang handal. Oleh karena

itu, berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan hipotesis
kerja:, “Pemberdayaan masyarakat melalui Pemanfaatan Dana Desa di Desa Tolang
Kecamatan Ulupungkut Kabupaten mandailing Natal terkait dengan potensi Sumber Daya
Manusia (SDM), Pemberdayaan yang mengandung arti melindungi, dan Memperkuat potensi
atau daya yang dimiliki (empowering)”.

20
Universitas Sumatera Utara