Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Diagnosis Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. R. M. Djoelham Kota Binjai.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, A. (2011). Pola Resitensi Salmonella Enterica Serotype Typhi. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSHS Tahun 2006 – 2010. Bandung:Sari Pediatri.
Halaman241.
Bahn, M.K., Bahl., Bhartnagar, S. (2005). Typoid and Parathyroid Fever. Lancet:
366,749.
Bumett, C. (2015). Thypoid Fever Information. Salt Lake City: Departement Of
Health Bureau of Epidemiology. Halaman 9.
Departemen Kesehatan, RI. (2006). Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Halaman4,7,29.
Departemen Kesehatan,
Halaman 6.
RI. (2009). Pedoman Pemantauan Terapi Obat.
Departemen Kesehatan, RI. (2013). Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit
Demam Tifoid. Jakarta : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit.
Halaman 3.
Fransiska, M. (2012). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Bagian Ilmu
Kesehatan Pragram Studi Farmasi. Gorontalo: Universitas Gorontalo.
Halaman92.
Hadinegoro, SR., Tumbelaka, AR., Satari, HI. (2001). Pengobatan Cefixime Pada
Demam Tifoid Anak. Sari Pediatri: 182.
Hadirahardja, M.C dan Setiawan, N. (2008). Evaluasi Penggunaan Sefotaksim
Pada Pasien Anak Rawat Inap di Salah Satu Rumah Sakit Swasta
Semarang bulan Oktober-Desember 2005. Yoyakarta: Universitas Gajah
Mada. Halaman 78.
Hadisaputro, S. (1990). Beberapa Faktor Yang Memberi Pengaruh Kejadian
Pendarahan dan atau Perforasi Usus Pada Demam Tifoid. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Penelitian pada Masyarakat Departemen Pendidikan
dan Budaya. Halaman 173.
Hammad, O. (2011). Ceftriaxone Vs Chloramphenicol For Treatment Of Acute
Typhoid Fever. Life Science Journal.Halaman 101.
Universitas Sumatera Utara
Ikatan Apoteker Indonesia. (2011). ISO Indonesia. Volume 46. Jakarta: PT.
Otsuka Indonesia. Halaman 145-148,176.
Joenoes, N.Z. (2001). ARS Prescribendi Resep Yang Rasional, edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press. Halaman 20-25.
Jawet. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. Halaman: 43
Katzung, B.G. (2009). Basic and Clinical Pharmacology 4th ed. USA: McGrawHill. Halaman 145.
Lestari, A., Sucipto., dan Rahmayani, L. (2011). Studi Penggunaan Antibiotik
Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gysens di Bangsal Penyakit
Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Skripsi. Padang: Universitas
Andalas. Halaman 55.
Maas, L.T. (2007). Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 1112.
Mangunatmadja, I., Munasir, Z., Gatot, D. (2003). Pediatric Update. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman 83.
Menteri Kesehatan, RI. (2010). Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4-6
Menteri Kesehatan, RI. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 31-40.
Menteri Kesehatan, RI. (2015). Formularium Nasional. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 125-126.
Nurbaningrum, E. (2005). Pola Penggunaan Antibiotika Pada Penderita Rawat
Inap Anak Dengan Demam Tifoid di RSU Haji Surabaya Jawa Timur.
Skripsi. Surabaya: Universitas Surabaya. Halaman 25.
Noer, H.M.S. (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Halaman103.
Novianti, M.A. (2015). Studi Penggunaan Antibiotik Pada Penderita Penyakit
Demam Tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
Skripsi Sarjana Pada Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin.
Halaman 51 – 52.
Riyatno, I.P. dan Sutrisna, E. (2011). Cost Effectiviness Analysis Pengobatan
Demam Tifoid Anak Menggunakan Sefotaksim dan Kloramfenikol di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Purwokerto: Universitas Jendral
Sudirman. Halaman 3.
Universitas Sumatera Utara
Prest, M. (2003). Penggunaan Obat Pada Anak – Anak. Dalam: Farmasi Klinis.
Editor: Aslam. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 191-192.
Setiabudy, R. (2007). Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan, S.G., editor.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 585587,700, 702.
Shea, K., Florini,K., and Barlam, T. (2002). When Wonder Drugs Don’t Work:
How Antibiotic Resistence Threatens Children, Seniors, and The Medically
Vulnerable Evironmental Defence. Washington, DC. Halaman 453.
Sidabutar, S., Satari, H. (2010). Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid Pada
Anak: Kloramfenikol Atau Seftriakson?. Sari Pediatri. Volume 11.
Halaman 93.
Surahman, E., Mandalas, E., dan Kardinah, E.I. (2008). Evaluasi Penggunaan
Sediaan Farmasi Intravena Untuk Penyakit Infeksi Salah Satu Rumah
Sakit Swasta Di Kota Bandung. Majalah Ilmu Kefarmasian. Halaman5,31.
Strom, B.L. dan Kimmel, S.I. (2006). Textbook of Pharmacoepidemiology.
London: John Wiley dan Sons Ltd. Halaman 19-20.
Susenas. (2013). Badan Pusat Statistik Dalam Buuletin Jendela Data Dan
Informasi Kesehatan, Semester 1.Halaman 69.
Susono, R.F., Sudarso., Galistiani, G.F. (2014). Cost Effectiviness Analysis
Pengobatan Pasien Demam Tifoid Pediatrik Menggunakan Cefotaxime
dan Chloramphenicol di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Halaman5.
Tambunan, T., Rundjan, L., Satari, H.I., Widiastuti, E., Somasetia, D.H., Kadim,
M. (2012). Formularium Spesialitik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Halaman 189.
Wattimena, J.R., Sugiarso, Nelly C., Widianto, Mathilda, B., Sukandar, E.Y.,
Soemardji, Andreanus, A., Setiadi, Anna, R. (1991). Farmakodinamik dan
Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman
16-17.
Zulkoni, A. (2011). Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika. Halaman62-63.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Alam, A. (2011). Pola Resitensi Salmonella Enterica Serotype Typhi. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSHS Tahun 2006 – 2010. Bandung:Sari Pediatri.
Halaman241.
Bahn, M.K., Bahl., Bhartnagar, S. (2005). Typoid and Parathyroid Fever. Lancet:
366,749.
Bumett, C. (2015). Thypoid Fever Information. Salt Lake City: Departement Of
Health Bureau of Epidemiology. Halaman 9.
Departemen Kesehatan, RI. (2006). Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Halaman4,7,29.
Departemen Kesehatan,
Halaman 6.
RI. (2009). Pedoman Pemantauan Terapi Obat.
Departemen Kesehatan, RI. (2013). Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit
Demam Tifoid. Jakarta : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit.
Halaman 3.
Fransiska, M. (2012). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Bagian Ilmu
Kesehatan Pragram Studi Farmasi. Gorontalo: Universitas Gorontalo.
Halaman92.
Hadinegoro, SR., Tumbelaka, AR., Satari, HI. (2001). Pengobatan Cefixime Pada
Demam Tifoid Anak. Sari Pediatri: 182.
Hadirahardja, M.C dan Setiawan, N. (2008). Evaluasi Penggunaan Sefotaksim
Pada Pasien Anak Rawat Inap di Salah Satu Rumah Sakit Swasta
Semarang bulan Oktober-Desember 2005. Yoyakarta: Universitas Gajah
Mada. Halaman 78.
Hadisaputro, S. (1990). Beberapa Faktor Yang Memberi Pengaruh Kejadian
Pendarahan dan atau Perforasi Usus Pada Demam Tifoid. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Penelitian pada Masyarakat Departemen Pendidikan
dan Budaya. Halaman 173.
Hammad, O. (2011). Ceftriaxone Vs Chloramphenicol For Treatment Of Acute
Typhoid Fever. Life Science Journal.Halaman 101.
Universitas Sumatera Utara
Ikatan Apoteker Indonesia. (2011). ISO Indonesia. Volume 46. Jakarta: PT.
Otsuka Indonesia. Halaman 145-148,176.
Joenoes, N.Z. (2001). ARS Prescribendi Resep Yang Rasional, edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press. Halaman 20-25.
Jawet. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. Halaman: 43
Katzung, B.G. (2009). Basic and Clinical Pharmacology 4th ed. USA: McGrawHill. Halaman 145.
Lestari, A., Sucipto., dan Rahmayani, L. (2011). Studi Penggunaan Antibiotik
Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gysens di Bangsal Penyakit
Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Skripsi. Padang: Universitas
Andalas. Halaman 55.
Maas, L.T. (2007). Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 1112.
Mangunatmadja, I., Munasir, Z., Gatot, D. (2003). Pediatric Update. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman 83.
Menteri Kesehatan, RI. (2010). Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4-6
Menteri Kesehatan, RI. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 31-40.
Menteri Kesehatan, RI. (2015). Formularium Nasional. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 125-126.
Nurbaningrum, E. (2005). Pola Penggunaan Antibiotika Pada Penderita Rawat
Inap Anak Dengan Demam Tifoid di RSU Haji Surabaya Jawa Timur.
Skripsi. Surabaya: Universitas Surabaya. Halaman 25.
Noer, H.M.S. (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Halaman103.
Novianti, M.A. (2015). Studi Penggunaan Antibiotik Pada Penderita Penyakit
Demam Tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
Skripsi Sarjana Pada Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin.
Halaman 51 – 52.
Riyatno, I.P. dan Sutrisna, E. (2011). Cost Effectiviness Analysis Pengobatan
Demam Tifoid Anak Menggunakan Sefotaksim dan Kloramfenikol di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Purwokerto: Universitas Jendral
Sudirman. Halaman 3.
Universitas Sumatera Utara
Prest, M. (2003). Penggunaan Obat Pada Anak – Anak. Dalam: Farmasi Klinis.
Editor: Aslam. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 191-192.
Setiabudy, R. (2007). Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan, S.G., editor.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 585587,700, 702.
Shea, K., Florini,K., and Barlam, T. (2002). When Wonder Drugs Don’t Work:
How Antibiotic Resistence Threatens Children, Seniors, and The Medically
Vulnerable Evironmental Defence. Washington, DC. Halaman 453.
Sidabutar, S., Satari, H. (2010). Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid Pada
Anak: Kloramfenikol Atau Seftriakson?. Sari Pediatri. Volume 11.
Halaman 93.
Surahman, E., Mandalas, E., dan Kardinah, E.I. (2008). Evaluasi Penggunaan
Sediaan Farmasi Intravena Untuk Penyakit Infeksi Salah Satu Rumah
Sakit Swasta Di Kota Bandung. Majalah Ilmu Kefarmasian. Halaman5,31.
Strom, B.L. dan Kimmel, S.I. (2006). Textbook of Pharmacoepidemiology.
London: John Wiley dan Sons Ltd. Halaman 19-20.
Susenas. (2013). Badan Pusat Statistik Dalam Buuletin Jendela Data Dan
Informasi Kesehatan, Semester 1.Halaman 69.
Susono, R.F., Sudarso., Galistiani, G.F. (2014). Cost Effectiviness Analysis
Pengobatan Pasien Demam Tifoid Pediatrik Menggunakan Cefotaxime
dan Chloramphenicol di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Halaman5.
Tambunan, T., Rundjan, L., Satari, H.I., Widiastuti, E., Somasetia, D.H., Kadim,
M. (2012). Formularium Spesialitik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Halaman 189.
Wattimena, J.R., Sugiarso, Nelly C., Widianto, Mathilda, B., Sukandar, E.Y.,
Soemardji, Andreanus, A., Setiadi, Anna, R. (1991). Farmakodinamik dan
Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman
16-17.
Zulkoni, A. (2011). Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika. Halaman62-63.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara