1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINANGA KOTA MANADO
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINANGA KOTA MANADO Stely Anjayani Mpangulu*, Grace D. Kandou*, Jootje M. L. Umboh*- Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit pernapasan terberat dan
banyak menimbulkan akibat dan kematian. Penderita yang terkena serangan infeksi ini sangat
menderita, apalagi bila udara lembab, dingin atau cuaca terlalu panas. Berdasarkan laporan
hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan keluhan penduduk adalah 25%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Minanga kota Manado.Penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah balita berumur 12-59 bulan yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Minanga yang didapat dari data Posyandu bulan Maret 2016 dengan jumlah 973
orang, dengan total sampel sebanyak 91 orang balita. Analisis bivariat uji Chi Square ( α=0,05) dengan menggunakan program komputer SPPS Statistik 21.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 50,5% atau sebanyak 46 balita mengalami ISPA dan
49,5% atau sebanyak 45 balita tidak mengalami ISPA. Pendidikan ibu (p=0,023), perilaku
merokok anggota keluarga di dalam rumah (p=0,000) dan status imunisasi (p=0,158).
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat dua variabel
independen yang berhubungan terhadap ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga,
yaitu pendidikan ibu dan perilaku merokok anggota keluarga. Sedangkan variabel yang tidak
berhubungan yaitu status imunisasi.
Kata kunci: ISPA, Balita, pendidikan ibu, kebiasaan merokok anggota keluarga, status imunisasi.
ABSTRACTAcute Respiratory Infection (ARI) is one of the toughest respiratory diseases and the cause of most
death to people. Patients of the disease will really suffer specially when the air is humid, cold or
too hot. Based on the report of the Health Research in 2013, the prevalence of ARI based on the
diagnosis of health workers and complaints of residents is 25%. The purpose of this study was to
determine the factors associated with the incidence of ARI in children under five years in working
area of Minanga health center in Manado city.This research is an analytic observational with cross sectional study. The population in this study
were toddlers aged 12-59 months who are at Puskesmas Minanga obtained from the data IHC in
March 2016, with the number of 973 people, with a total sample of 91 children under five years.
Bivariate analysis using Chi Square (α = 0.05) using a computer program SPSS Statistics 21.The results showed that 50.5% or as much as 46 infants suffered ARI and 49.5% or as much as 45
infants did not experience respiratory infection. Mothers education (p=0,023), smoking habits of
family members (p=0,000), and immunization status (p=0,158). Furthermore, based on the
results of the bivariate analysis, it is known that there are two independent variables related to
ARI in infants at Puskesmas Minanga, namely maternal education and the smoking habits of
family members. While the variables are not related, immunization status.
Keyword: Acute Respiratory Infection (ARI), children under five years Mothers Education Level,
smoking habits of family members, Immunization StatusPENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan disebabkan oleh bakteri dan virus. Penyakit ini diawali dengan beberapa gejala atau lebih, salah satunya yaitu panas disertai sakit tenggorokan atau rasa nyeri saat menelan, pilek, batuk berdahak atau kering (Riskesdas, 2013). Menurut data yang diperoleh dari WHO pada tahun 2012, ISPA atau pneumonia merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh balita, yaitu sebanyak 78% balita yang datang berkunjung ke pelayanan kesehatan.
Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi
ISPA yaitu sebesar 25% berdasarkan diagnosis dari tenaga kesehatan dan berdasarkan keluhan penduduk. NTT, NTB, Papua, dan Jawa Timur merupakan Provinsi-provinsi dengan angka kejadian ISPA yang cukup tinggi. Tahun 2013, untuk insiden dan prevalensi pneumonia adalah 1,8% dan 4,5%. Di Indonesia insiden dan prevalensi pneumonia di Indonesia tahun 2013 adalah 1,8% dan 4,5%.
Laporan hasil RISKEDAS pada tahun 2007, menyatakan bahwa dalam sebulan terakhir, penyebaran ISPA di Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan kelompok umur tidak berpola, seluruh kelompok umur mulai dari bayi sampai dengan usia lanjut. Menurut jenis kelamin, didapatkan bahwa pada perempuan prevalensi ISPA sedikit lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dan menurut pendidikan, untuk pendidikan rendah kasus ISPA cenderung lebih tinggi. Dan dilihat pada laporan 10 penyakit menonjol di Puskesmas Minanga kota Manado tahun 2015,
ISPA merupakan penyakit tertinggi sejak bulan Januari sampai Desember 2015, terutama pada balita (0-59 bulan) dengan jumlah penderita sebanyak 954. Pada tahun 2016, sejak bulan Januari sampai Maret jumlah penderita ISPA pada balita yaitu sebanyak 317.
Menurut Depkes (2004) dikutip dalam Fillacano (2013) tingginya angka kejadian ISPA mungkin bisa disebabkan oleh faktor lingkungan fisik rumah, faktor perilaku, faktor individu, dan faktor sosial-ekonomi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga kota Manado.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini yaitu menggunakan jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Minanga kota Manado pada bulan Mei
- – Agustus 2016. Populasi yaitu seluruh ibu yang memiliki balita dengan umur 12-59
Dalam penelitian ini, variabel terikat yaitu ISPA pada balita, dan variabel bebas yaitu pendidikan ibu, kebiasaan merokok anggota keluarga, dan status imunisasi. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode wawancara langsung dengan responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan data jumlah kasus penyakit ISPA di Puskesmas Minanga pada tahun 2015 dan 2016. Penelitian ini menggunakan uji chi square dan taraf signifikan (α) yaitu 0,05 dengan bantuan program computer SPSS.
HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Balita
Berdasarkan hasil pengumpulan data mengenai karakteristik balita di Puskesmas Minanga kota Manado didapatkan bahwa terdapat 49 balita (53,8%) berjenis kelamin laki-laki dan 42 balita (46,2%) berjenis kelamin perempuan. Umur balita sebagian besar adalah 1 tahun sebanyak 32 orang (35,2%).
B. Analisis Univariat
Berdasarkan hasil yang didapatkan, distribusi kejadian ISPA pada balita sebanyak 45 orang balita (49,5%) tidak menderita
ISPA. Sedangkan yang menderita ISPA sebanyak 46 orang balita (50,5%). Distribusi pendidikan ibu di wilayah kerja Puskesmas Minanga sebanyak 55 orang ibu (60,4%) berpendidikan tinggi (tamat SMA sampai perguruan tinggi) dan sebanyak 36 orang ibu (39,6%) berpendidikan rendah (tidak sekolah sampai tidak tamat SMA). Distribusi kebiasaan merokok anggota keluarga sebanyak 19 balita (20,9%) yang memiliki anggota keluarga yang tidak merokok di dalam rumah dan 72 balita (79,1%) memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Distribusi status imunisasi balita sebanyak 82 balita (90,1%) sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap yakni BCG, DPT, Polio, dan campak dan 9 balita (9,9%) belum mendapatkan imunisasi lengkap.
C. Analisis Bivariat Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Tabel 1. Hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga Balita
% Tidak % Pendidikan n % p-value OR
ISPA
ISPA Rendah 24 66,7 12 33,3 36 100 0,023 3,000 Tinggi 22 40,0 33 60,0 55 100 (1,247-
7,220) Jumlah 46 50,5 45 49,5 91 100
Pada tabel 1 menunjukkan hasil analisis ibu terhadap kejadian ISPA pada balita hubungan antara pendidikan ibu di wilayah kerja Puskemas Minanga terhadap kejadian ISPA pada balita yaitu kota Manado. Dari hasil analisis didapat sebanyak 24 dari 36 (66,7%) ibu balita nilai OR sebesar 3,000 (1,247- 7,220) dengan status pendidikan rendah dan yang berarti bahwa balita yang memiliki balita mengalami ISPA. Sedangkan ibu dengan pendidikan rendah beresiko sebanyak 33 dari 55 (60,0%) ibu balita 3,000 kali mengalami
ISPA dengan status pendidikan tinggi dan dibandingkan dengan balita yang balita tidak mengalami ISPA. memiliki ibu berpendidikan tinggi. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,023 (p-value < 0,05) sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara pendidikan
Hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA
pada balitaTabel 8. Hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita Anggota
Balita keluarga TIDAK merokok n % p-value OR
ISPA %
ISPA % dalam rumah Ya 44 61,1 28 38,9 72 100 0,000 13,357
(2,864
- – 62,297) Tidak
2 10,5 17 89,5 19 100 Jumlah 46 50,5 45 49,5 91 100 Tabel 8 menunjukkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita diperoleh sebanyak 44 dari 72 (61,1%) balita memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan balita mengalami
- – 62,297) yang berarti bahwa balita yang memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah beresiko 13,357 kali mengalami ISPA dibandingkan dengan balita yang tidak memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah.
ISPA. Sementara itu, sebanyak 17 dari 19 (89,5%) balita tidak memiliki anggota keluarga yang merokok didalam rumah dan balita tidak mengalami ISPA. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,000 (p-value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskemas Minanga kota Manado. Dari hasil analisis didapat nilai OR sebesar 13,357 (2,864
Hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita
Tabel 9. Hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita Status imunisasi
Balita n % p-value OR
ISPA % TIDAK
ISPA %
Tidak Lengkap 7 77,8 2 22,2 9 100 0,158 3,859 (0,756-19,698)
Lengkap 39 47,6 43 52,4 82 100 Jumlah 46 50,5 45 49,5 91 100
Tabel 9 menunjukkan hasil analisis hubungan antara status imunisasi terhadap kejadian ISPA pada balita diperoleh sebanyak 7 dari 9 (77,8%) balita tidak mendapatkan imunisasi lengkap dan balita mengalami ISPA. Sementara itu, sebanyak 43 dari 82 (52,4%) balita yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan balita tidak mengalami ISPA. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,158 (p-value > 0,05) sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskemas Minanga kota Manado. Dari hasil analisis didapat nilai OR sebesar 3,859 (0,756-19,698) yang berarti bahwa balita yang memiliki status imunisasi tidak lengkap beresiko 3,859 kali mengalami
ISPA dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi lengkap.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian terhadap 91 anak balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Minanga kota Manado didapatkan hasil angka kejadian ISPA yaitu sebesar 50,5 % mengalami ISPA dan 49,5% tidak mengalami ISPA. Pada penelitian ini, balita dikatakan mengalami ISPA dan tidak mengalami
ISPA berdasarkan diagnosis medis dan tercatat sebagai penderita ISPA dibuku registrasi Puskesmas Minanga. Penyakit ini biasanya selalu terjadi pada musim pancaroba yang memungkinkan terjadunya peningkatan sirkulasi virus di udara. Jika terjadi perubahan musim misalnya dari musim panas ke musim dingin, biasanya balita akan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga kondisi kesehatan mereka yang masih sangat rentan terhadap penyakit ini akan membuat mereka mudah terserang penyakit. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang berpendidikan rendah adalah sebanyak 36 (39,6%). Sedangkan ibu yang berpendidikan tinggi adalah sebanyak 55 (60,4%). Banyaknya jumlah ibu balita yang memiliki tingkat pendidikan tinggi di wilayah kerja Puskesmas Minanga diakibatkan karena di wilayah kerja Puskesmas ini ada begitu banyak instansi pendidikan yang masih mudah untuk dijangkau oleh masyarakat dan juga dapat disebabkan kesadaran masyarakat malalayang akan pentingnya pendidikan sudah cukup baik.
Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah adalah sebanyak 72 responden (79,1%). Sedangkan responden yang tidak memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah adalah sebanyak 19 responden (20,9%). Salah satu faktor yang menentukan kualitas udara di dalam rumah ditentukan oleh perilaku merokok anggota keluarga. Perilaku merokok anggota keluarga akan memberikan dampak pada balita dan salah satu dampaknya adalah resiko untuk mengalami gangguan saluran pernapasan. Begitu banyaknya anggota keluarga yang merokok di dalam rumah disebabkan karena masih kurangnya kesadaran dari masyarakat tentang dampak berbahaya dari asap yang dikeluarkan dari rokok. Salah satu dampaknya adalah banyaknya jumlah balita yang mengalami ISPA. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 82 balita (90,1%) yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap. Sedangkan yang belum mendapatkan imunisasi lengkap yaitu sebanyak 9 balita (9,9%). Imunisasi campak merupakan jenis imunisasi yang sebagian besar belum didapatkan oleh balita yang memiliki status imunisasi tidak lengkap. Para ibu beralasan tidak membawa balitanya untuk diimunisasi yaitu dikarenakan balita sedang sakit saat akan diimunisasi campak..
Hasil mengenai pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita didapat sebanyak 24 ibu (66,7%) yang berpendidikan rendah dan memiliki balita yang mengalami ISPA, sedangkan ibu yang berpendidikan tinggi dan memiliki balita yang mengalami ISPA sebanyak 22 ibu (40,0%). Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p= 0,023 sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pendidikan ibu terhadap ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mulyati (2004) dan Fillacano (2013), menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh sinaga (2011) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita. Memerangi kebodohan merupakan salah satu tujuan dari pendidikan, Pendidikan ini dapat juga berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan untuk bekerja ataupun berusaha dan bekerja, sehingga lewat semua itu dapat meningkatkan pendapatan. Selain itu, lewat pendidikan juga seseorang dapat mempengaruhi mudah tidaknya dalam hal menerima pengetahuan, dan lewat pengetahuan yang diterima itu, diharapkan seorang ibu dapat merubah perilakunya, terutama perilaku dalam menjaga kesehatan. Hasil observasi dilapangan, ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung membiarkan balitanya saat mengalami gejala ISPA, mereka menganggap gejala penyakit ini akan hilang dengan sendirinya. Berbeda dengan ibu yang memiliki pendidikan tinggi, mereka akan langsung memberikan obat pada balita saat terkena gejala ISPA.
Hasil mengenai kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadia ISPA pada balita didapatkan sebanyak 44 dari 72 balita (61,1%) memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan balita mengalami ISPA, sedangkan 2 dari 19 balita (10,5%) tidak memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan balita mengalami ISPA. Hasil uji chi square pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Arum (2014), Trimurti (2016), Trisnawati dan Juwarni (2012) menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fillacano (2013) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita Keterpaparan dengan asap rokok pada balita sangat tinggi pada saat berada dalam rumah atau dalam keadaan bersantai bersama anggota keluyarga lain. Hal inilah yang membuat balita dalam rumah tersebut memiliki risiko tinggi untuk terpapar dengan asap rokok.
Hasil mengenai status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita didapatkan sebanyak 7 dari 9 orang balita (77,8%) tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap dan balita mengalami ISPA, sedangkan 39 dari 82 orang balita (47,6%) mendapatkan imunisasi lengkap dan balita mengalami
ISPA. Hasil uji statistik pada tabel 8 menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pandu’u (2014) dan Layuk (2012) menunjukkan tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Marhamah (2012) yang menunjukkan adanya hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini disebabkan karena hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita tidak terjadi secara langsung. Sebagian besar kasus ISPA disertai dengan komplikasi campak yang merupakan faktor resiko terjadinya
ISPA. Imunisasi campak merupakan imunisasi yang berhubungan erat dengan kejadian ISPA. Akan tetapi imunisasi campak diberikan bukan untuk memberikan kekebalan atau anti bodi terhadap
ISPA secara langsung, melainkan hanya mencegah faktor yang dapat menimbulkan terjadinya penyakit ISPA.
KESIMPULAN 1.
Terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga kota Manado (nilai p < 0,05)
2. Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga kota Manado (nilai p < 0,05) 3. Tidak terdapat hubungan antara status imunisasi dengan kejadian
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga kota Manado (nilai p > 0,05).
SARAN
1. Bagi Puskesmas Puskesmas dan Posyandu perlu melakukan berkoordinasi didalam meningkatkan target imunisasi yang lengkap sesuai umur balita di wilayah kerja Puskesmas Minanga. Memberikan berbagai penyuluhan, sosialisasi, atau informasi yang cukup lengkap kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
ISPA terutama perilaku merokok di dalam rumah.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset
Universitas Hasanuddin ri.unhas.ac.id/bitsream /handle/123456789/4279/RIBK ARERUNGLAYUK(K1110932
ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura. Makassar: FKM
Berhubungan dengan Kejadian
Wahiduddin. 2008. Faktor yang
04 Februari 2016 Layuk R. R, Noer N. N, dan
diakses pada
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 (online)
Universitas Islam Negeri, (Online), Vol. 14, Hal. 88 ry.uinjkt.ac.id/dspace/ bitstream/123456789/24284/1/R AHMAYATUL%2520FILLAC ANO-fkik.pdf) diakses pada tanggal 18 Mei 2016
2. Bagi masyarakat Perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA (perilaku merokok dalam rumah) dengan cara mencegah penularan penyakit sebelum menyebabkan penyakit tersebut berkembang menjadi lebih parah.
lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat . Jakarta.
Fillacano R. 2013. Hubungan
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDASProvinsiSulawesi Utara tahun 2007 . Jakarta
Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah ik/t34 371.pdf) diakses pada tanggal 18 Mei 2016
ISPA pada Balita di Dusun Patukan Ambar ketawang Gamping Sleman Yogyakarta .
Paparan Rokok dan Terjadinya
Arum A.K. 2014. Hubungan Antara
Melengkapi imunisasi anak dengan pergi ke Puskesmas atau Posyandu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh petugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
6).pdf) diakses pada tanggal 18 Mei 2016
ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado . Manado:
ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga 2012 .
Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua Dengan Kejadian
18 Mei 2016. Trisnawati Y. dan Juwarni. 2012.
Jakarta. FKM Universitas Indonesia (http;//lib.ui.ac.id/file?=digital/2 0290037SEpi%20Ria%20Kristi na%20Sinaga.pdf) diakses pada
ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas kelurahan Warakas kecamatan Tanjung Priok Jakarta tahun 2011 .
fisik rumah dengan kejadian
Kota Manado Sinaga E. 2012. Kualitas lingkungan
FKM UNSRAT Puskesmas Minanga. 2016. Data penderita ISPA tahun 2016.
Berhubungan Dengan Kejadian
Marhamah. 2012. Faktor Yan g
Pandu’u C. 2014. Faktor-Faktor Yang
ani.ac.id/publikasi/ejo urnal/filesx/2006/200604/20060 4006. pdf) diakses pada tanggal 18 Mei 2016
ISPA di rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cimahi Tengah . Cimahi Tengah. Stikes
pengetahuan ibu tentang perawatan
Mulyati R. 2004. Hubungan
Makassar: FKM Universitas Hasanuddin ry.unhas.ac.id/bitstrea m/handle/123456789/4602/MA RHAMAH_K11109323.pdf) diakses pada 27 September 2016
ISPA Pada Anak Balita Di Desa Bontongan KabupatenEnrekang .
Berhubungan Dengan Kejadian
Purwokerto: Akademi Kebi- danan YLPP ce=web&rct=j&url=http ://kesmas.unsoed.ac.id/sites/defa ult/files/fileunggah/jurnal/HUB UNGAN%2520PERILAKU%2 520MEROKOK%2520 4.pdf) diakses pada 27 September 2016